Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Biasanya ditandai dengan demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari, ptechia dan adanya manifestasi perdarahan (1). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (1,2). Di Indonesia, jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) dari 1 Januari -10 Agustus 2005 di seluruh Indonesia mencapai 38.635 orang, sebanyak 539 penderita diantaranya meninggal dunia. Pada tiga tahun terakhir jumlah ratarata kasus dilaporkan sebanyak 150.822 kasus dengan rata-rata kematian 1321 kematian. Situasi kematian kasus dbd tahun 2011 dengan jumlah kematian 142 orang. (CFR = 0,85%). Di Puskesmas Banjarbaru Selatan khususnya pada tahun 2014 terdapat 25 kasus dimana penderita terbanyak terjadi pada umur 0-10 tahun (2,3). Mengingat besar dan luasnya masalah DBD, maka surveilans DBD harus dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai sektor baik pemerintah, swasta maupun lembaga masyarakat. Hal ini sangat penting untuk mendukung keberhasilan program dalam melakukan ekspansi maupun kesinambungannya. 1
Adanya rasa tanggung jawab juga diperlukan dalam sejumlah evaluasi
terhadap kebijakankebijakan yang telah ada. Dengan adanya referat ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyusun dan memperbaharui kebijakankebijakan yang telah ada dalam meningkatkan kualitas surveilans DBD yang optimal di wilayah kerja masingmasing puskesmas (3).