Latar Belakang Tuberkulosis (TB) dikenal sebagai pembunuh utama di antara
penyakit infeksi bakterial di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), yang berbentuk batang, bersifat aerob dan tahan asam. Sebagian besar infeksi terjadi pada penderita antara usia 15 dan 54 tahun yang merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban sosial dan keuangan bagi keluarga penderita.1 Di Indonesia sendiri, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan merupakan negara dengan penderita kelima terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. 1 Angka MDR-TB sendiri di Indonesia diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang, dan diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Tuberkulosis paru menyerang 9,4 juta orang dan telah membunuh 1,7 juta penduduk dunia setiap tahunnya. 2 Studi pada tahun 2013 The Economic Burden of TB in Indonesia, memberikan gambaran bahwa peningkatan jumlah kasus memiliki dampak yang besar pada beban ekonomi. Sebagai gambaran pada tahun 2011, angka penemuan kasus TB adalah 72,7% dan TB MDR adalah 6,7% maka beban ekonomi yang diakibatkan adalah Rp. 27,7 T, tetapi jika angka penemuan kasus TB ditingkatkan menjadi 92,7% dan TB MDR 31,4% maka beban ekonomi diturunkan menjadi hanya US Rp. 17,4 T. Dengan penambahan investasi untuk biaya pengobatan sebesar Rp. 455 M untuk peningkatan penemuan kasus maka akan didapat pengurangan beban ekonomi sebesar Rp. 10,4 T, dan adanya penurunan jumlah kematian terkait TB akan telah berkurang sebesar 37%, dari 95.718 ke 59.876. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa TB juga mempunyai 1
dampak secara ekonomi. Langkah pencegahan penularan di masyarakat
harus menjadi prioritas utama dalam program Pengendalian TB. Pengobatan TB yang merupakan salah satu komponen pencegahan penularan TB memerlukan sejumlah besar sumber daya dari masyarakat dan membutuhkan peran dari pemerintah. 3 Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+.2 Meskipun strategi kontrol kasus TB paru cukup berhasil, World Health Organization (WHO) menduga pengendalian TB paru makin dipersulit dengan peningkatan jumlah penderita diabetes melitus (DM). Hubungan antara TB paru dan DM sebenarnya sudah dilaporkan sejak tahun 1000 M. Tahun 1883 dokter berkebangsaan Amerika, Windle, melakukan autopsi terhadap 333 jenazah penderita DM, hasilnya pada lebih dari 50% ditemukan TB paru. Saat ini telah diketahui bahwa pada penderita diabetes mempunyai gangguan respons imun tubuh, sehingga dapat memfasilitasi infeksi M.Tb dan menimbulkan penyakit TB paru. Penderita DM memiliki risiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi untuk mengidap penyakit TB paru dibandingkan penderita tanpa DM. Delapan dari sepuluh negara dengan insidens tertinggi DM di dunia juga diklasifi kasikan sebagai negara dengan beban TB paru tinggi (WHO). Prevalensi DM tertinggi yaitu di regio utara dengan persentase 27,9%, diikuti oleh regio timur dengan persentase 24,7%, regio sentral yaitu sebesar 23,7%, dan regio selatan dengan prevalensi terendah yaitu 18,2%. Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM. Studi Dobler, dkk. di Australia (2012) dan Leung, dkk. di Hong Kong (2008) menemukan penderita DM dengan kadar HbA1c >7% lebih banyak menderita TB paru. Simpulan penelitian tersebut bahwa kondisi hiperglikemia, bahkan
pengguna insulin berisiko tinggi menderita TB paru.7,8 Studi Restrepo,
dkk. di Mexico dan Texas (2007) serta Dobler, dkk. di Australia (2012), menunjukkan angka kejadian TB paru disertai DM lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia lebih dari 40 tahun. Jenis kelamin tidak berkaitan dengan insidens TB paru-DM. Alisjahbana, dkk. menyatakan bahwa lebih dari 10% penderita TB paru di dunia adalah penduduk Indonesia. Penelitiannya di Indonesia pada tahun 2001-2005, melaporkan 40% penderita TB paru memiliki riwayat DM. Pada penderita DM, ditemukan 60 kasus TB paru di antara 454 penderita; risiko penderita DM untuk mengalami TB paru sebesar 4,7 kali lipat. Puskesmas Kaliwates memiliki tiga wilayah kerja, yakni kelurahan Tegal Besar, kelurahan Kaliwates serta kelurahan Kebon Agung. Dari data Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PK Pus) Kaliwates di bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit, dan Kesehatan Lingkungan program STBM tahun 2016, diantara tiga kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Kaliwates, kelurahan Kaliwates dan Kebon Agung tidak mencapai target penemuan suspek TB dan BTA+. Di Kelurahan Kaliwates, dari target penemuan suspek TB 132, hanya tercakup 35 kasus, sedangkan penemuan BTA+ dari target 11, hanya tercakup 9 kasus. Sementara di Kelurahan Kebon Agung, dari target penemuan suspek TB 66, hanya tercakup 29 kasus, sedangkan penemuan BTA+ dari target 11, hanya tercakup 2 kasus. Data ini diambil sampai pada bulan November 2016. Berdasarkan data ini, penulis mengangkat tema Penemuan TB Paru dan TB BTA+ pada wilayah kerja Kaliwates.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apakah
faktorfaktor
penyebab
belum
tercapainya
target
penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates?
b. Bagaimana pemecahan masalah dari belum tercapainya target penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates?
c. Bagaimana
cara
untuk
meningkatkan
motivasi-peran
serta
masyarakat dalam rangka tercapainya target penemuan kasus TB
Paru di Kelurahan Kaliwates? 1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Meningkatkan motivasi-peran serta masyarakat dalam rangka tercapainya target penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates. 1.3.2. Tujuan Khusus 1) Mengetahui faktor faktor penyebab belum tercapainya target penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates. 2) Mengetahui pemecahan masalah belum tercapainya target penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates, 1.4. Manfaat Kegiatan 1.4.1 Manfaat bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Memberikan informasi tentang penyebab belum tercapainya
target penemuan kasus TB Paru di Kelurahan Kaliwates.
Dapat memberikan masukan kepada Dinas terkait dengan
program-program yang dilaksanakan.
1.4.2 Manfaat bagi Dokter Internsip dan sejawat lainnya
Memberikan tambahan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi penemuan kasus TB.
1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat
terhadap penyakit Tuberkulosis.
Berkurangnya kejadian penularan tuberkulosis karena deteksi
dini.
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam
menjaga kesehatan..
Dengan bertambahnya pengetahuan mengenai tuberkulosis
disertai peningkatan deteksi kasus, diharapkan mampu menurunkan angka kasus TB secara umum.