Anda di halaman 1dari 11

PENGUKURAN RISIKO RANTAI PASOK PRODUK BERAS ORGANIK

MENGGUNAKAN FUZZY FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS


DI MUTOS SELOLIMAN KECAMATAN TRAWAS KABUPATEN MOJOKERTO
Risk Measurement of Supply Chain Organic Rice Products Using Fuzzy Failure Mode Effect Analysis in
MUTOS Seloliman Trawas Mojokerto
Devi Urianty M.R. 1), Wike Agustin Prima Dania 2), Ika Atsari Dewi 2)
1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Univ. Brawijaya
2) Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Univ. Brawijaya
email : DV.mita@gmail.com1), wike_mobile8@yahoo.com2), ikaatsaridewi@ub.ac.id2)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelasan kondisi rantai pasok untuk produk beras
organik MUTOS Seloliman dan menentukan urutan risiko MUTOS rantai pasok produk beras
organik. Pengukuran risiko yang dilakukan menggunakan metode fuzzy FMEA yang
kemudian didapatkan tingkat prioritas risiko pada MUTOS. Struktur rantai pasok produk beras
organik terdiri dari petani sebagai supplier, MUTOS sebagai manufaktur, T Herbal Estate,
PPLH Surabaya, Kaliandra, dan CV Mandalabimasakti SM sebagai distributor, dan Ranch
Market Galaxy Mall sebagai retailer dan konsumen. Rantai pasok produk beras organik ini
menggunakan tipe jaringan distribusi retail storage with package carrier delivery. Urutan
prioritas risiko rantai pasok beras organik pada MUTOS berdasarkan hasil penelitian dari yang
teratas hingga terbawah adalah risiko komoditas mengalami pengembalian produk, mengalami
kerusakan ataupun penurunan kualitas, mengalami kontaminasi selama proses pengolahan,
mengalami kehabisan persediaan, memiliki produk pesaing, mengalami ketidaksesuaian
kualitas dengan standar, mengandung cemaran bahan kimia, pasokan mengalami
keterlambatan, komoditas mengalami keterlambatan atau penundaan pengolahan, mengalami
kerusakan selama proses produksi, peralatan mengalami gangguan kerusakan selama proses
pengolahan, komoditas mengalami perubahan jumlah permintaan, mengalami kerusakan
selama penyimpanan, dan mengalami penurunan hasil produksi.
Kata kunci: aktivitas anggota rantai pasok, retail storage with package carrier delivery, FRPN,
prioritas risiko
ABSTRACT
The purpose of this study are to explain the conditions of supply chain for organic rice product and
to determine the supply chain risk order organic rice products in MUTOS Seloliman. Risk measurement
is performed using fuzzy FMEA method then the risk priority level is obtained. The supply chain
structure of organic rice product consist of farmers as suppliers, MUTOS as manufacturer, PT Herbal
Estate, PPLH Surabaya, Kaliandra, and CV Mandalabimasakti SM as distributors, and Ranch Market
Galaxy Mall as retailer and consumer. The distribution network of organic rice product is retail storage
with package carrier delivery network. The priority risk order in this supply chain based on research from
the highest risk to the lowest risk are risk of product return, risk of damage or loss quality, risk of product
contamination during process, risk of lack of stock, risk of competitor existence, quality incompability
risk, risk of contain chemical contaminants, risk of supply delays, risk of processing delays, risk of damage
during process, risk of machine damage during process, risk of demand changing, risk of damaged during
storage, and risk of production decreased.
Key word : activities of supply chain members, retail storage with package carrier delivery, FRPN, risk
priority

PENDAHULUAN
Padi organik adalah padi yang disahkan
oleh sebuah badan independen, untuk ditanam
dan diolah menurut standar organik yang
ditetapkan. Produksi padi (dalam kuintal) di
Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 557.179, 563.865, 570.519,
dan 577.080 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012).
Kebutuhan pasar padi (dalam kuintal) di
Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 660.360, 792.432, 950.918,
dan 1.141.102 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012).
Produk dari penanaman padi organik ini
adalah beras organik. Berdasarkan data
produksi dan kebutuhan pasar padi organik,
dapat dikatakan pula bahwa permintaan
terhadap beras organik kini semakin
meningkat.
Beras termasuk dalam produk pertanian,
dimana memiliki sifat mudah rusak; proses
penanaman, pertumbuhan dan pemanenan
tergantung pada iklim dan musim; hasil panen
memiliki bentuk dan ukuran bervariasi; serta
produk pertanian bersifat kamba (tidak padat).
Hal ini yang menyebabkan produk pertanian
sulit untuk ditangani. Sifat-sifat tersebut juga
akan berpengaruh terhadap manajemen rantai
pasoknya, dikarenakan beberapa sumber
ketidakpastian dan hubungan yang kompleks
antara pelaku dalam rantai pasok tersebut.
Untuk mendukung sistem pangan
organik,
Departemen
Pertanian
telah
membentuk sebuah program, yaitu Go Organik
2010. Program ini telah direncanakan dengan
baik yang melibatkan pemerintah dan pelaku
usaha. Namun, program ini belum berhasil
sepenuhnya, sehingga dilakukan perpanjangan
jangka waktu program dengan rencana agar
tercapainya Indonesia Go Organik pada tahun
2020. Salah satu daerah yang telah menerapkan
pertanian organik adalah Desa Seloliman
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto
dengan salah satu produknya adalah beras
organik. Lembaga yang digunakan sebagai
lokasi
penelitian
ini
adalah
MUTOS
(Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman)
yang memproduksi beras organik.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan
(2014) tentang identifikasi risiko manajemen
rantai pasok produk beras organik di MUTOS,
telah dihasilkan bahwa MUTOS merupakan
pihak yang memiliki risiko-risiko terbanyak
dibandingkan stakeholder lainnya dan terdapat
risiko-risiko yang perlu ditangani oleh pihak
MUTOS dalam rantai pasok beras organiknya.
Risiko-risiko tersebut belum diukur untuk

didapatkan urutan prioritas risiko yang perlu


ditangani terlebih dahulu. Oleh karena itu,
perlu adanya penilaian risiko pada rantai
pasok untuk produk beras organik MUTOS.
Adanya pengukuran
risiko ini dapat
meminimalkan, mengurangi atau bahkan
menghilangkan penyebab dan kejadian risiko
pada rantai pasok. Hasil dari pengukuran
risiko ini juga dapat digunakan dalam usaha
untuk mendapatkan sertifikat organik secara
berkelanjutan.
Dalam penilitian ini digunakan metode
fuzzy FMEA karena metode ini memakai logika
fuzzy dalam mengidentifikasi permasalahan
atau penyebab kegagalan yang terjadi melalui
pertimbangan kriteria severity (S), occurance (O),
dan detecability (D) yang dapat dikombinasikan
untuk struktur hasil yang lebih fleksibel. Fuzzy
FMEA merupakan pengembangan dari metode
FMEA yang memberikan fleksibilitas untuk
ketidakpastian akibat samarnya informasi yang
dimiliki maupun unsur preferensi yang
subjektif yang digunakan dalam penilaian
terhadap mode kegagalan yang terjadi (Iqbal et
al., 2013).
Tujuan penelitian ini adalah
menjelaskan kondisi rantai pasok produk beras
organik pada MUTOS Seloliman dan
menentukan urutan prioritas risiko rantai
pasok produk beras organik pada pihak
MUTOS. Penelitian ini merupakan rangkaian
penelitian Pemodelan Kinerja dan Risiko
Rantai Pasok Produk Organik Menggunakan
Fuzzy Failure Mode Effect Analysis (Fuzzy FMEA)
Dalam Upaya Menghadapi Dinamika Usaha
Serta Sertifikasi Produk Organik yang dibiayai
oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui DIPA Universitas Brawijaya.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di MUTOS
(Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman)
Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten
Mojokerto pada bulan Oktober 2013 sampai
bulan April 2014. Terdapat dua batasan
masalah dari penelitian ini yaitu anggota rantai
pasok beras organik yang dianalisis dalam
penelitian ini adalah anggota primer rantai
pasok dan pengukuran risiko dilakukan pada
tahapan source, make, deliver, dan return.
Prosedur
penelitian
diawali
dari
penelitian pendahuluan dan identifikasi
masalah, studi literatur dan jenis dan sumber
data, penentuan metode pengumpulan data,
penentuan pakar, penyusunan kuesioner,
pengumpulan data, dan pengukuran risiko

rantai pasok pihak MUTOS dengan fuzzy


FMEA (Failure Mode Effect Analysis). Pada
metode fuzzy FMEA, data yang didapatkan
merupakan hasil dari wawancara mendalam
dengan para pakar yang berperan sebagai
responden. Penelitian ini menggunakan
sembilan pakar yang terdiri dari, empat pakar
dari pihak petani, satu pakar dari pihak
koperasi, tiga pakar dari pihak distributor, dan
satu pakar dari pihak retailer. Kriteria kejadian
(S) ditunjukkan pada Tabel 1, dampak (O) pada
Tabel 2 dan deteksi (D) pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala Detection


Rating

Detection

10

Absolute
Uncertainty
(AU)

Very Remote
(VR)

Remote (R)

Very Low
(VL)

Low (L)

Moderate (M)

Moderately
High (MH)

High (H)

Very High
(VH)

Almost
Certain (AC)

Tabel 1. Skala Severity


Rating
10

Effect
Hazardous
without warning
(HWOW)

Severity Effect
Tingkat
keparahan
sangat
tinggi ketika mode kegagalan
potensial
mempengaruhi
system safety tanpa peringatan.
Tingkat
keparahan
sangat
tinggi ketika mode kegagalan
potensial
mempengaruhi
system
safety
dengan
peringatan.
Sistem tidak dapat beroperasi
dengan
kegagalan
menyebabkan kerusakan tanpa
membahayakan keselamatan.
Sistem tidak dapat beroperasi
dengan kerusakan peralatan.

Hazardous with
warning
(HWW)

Very High (VH)

High (H)

Moderate (M)

Sistem tidak dapat beroperasi


dengan kerusakan kecil.

Low (L)

Very Low (VL)

Minor (MR)

Very Minor
(VMR)

Sistem tidak dapat beroperasi


tanpa kerusakan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan kinerja mengalami
penurunan secara signifikan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan kinerja mengalami
beberapa penurunan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan sedikit gangguan.

None (N)

Tidak ada pengaruh.

Sumber: Wang et al., 2009


Tabel 2. Skala Occurrence
Rating
10

Probability of
Occurrence
Very High (VH):
kegagalan hampir tidak
bisa dihindari

Probabilitas
kegagalan
>1 dalam 2

9
8
7

High (H): kegagalan


berulang

1 dalam 3
1 dalam 8
1 dalam 20

6
5
4

Moderate (M): sesekali


kegagalan

1 dalam 80
1 dalam 400
1 dalam 2000

Low (L): relatif sedikit


kegagalan

1 dalam 15000
1 dalam 150000
< 1 dalam
150000

3
2
1

Sumber: Wang et al., 2009

Kemungkinan Deteksi
oleh Alat Pengontrol
Tidak ada alat pengontrol
yang mampu mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat kecil kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.
Kecil kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat
rendah
kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Rendah kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sedang kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat
sedang
kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Tinggi kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat tinggi kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.
Hampir pasti kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.

Sumber: Wang et al., 2009


Pada fuzzy FMEA, faktor-faktor O, S, dan
D dapat dievaluasi dengan cara linguistik.
Istilah linguistik dan fuzzy number yang akan
digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor
O, S, dan D ditunjukkan pada Tabel 4, Tabel 5,

dan Tabel 6. Kepentingan relatif dari faktorfaktor O, S, dan D juga dinilai bobotnya
menggunakan istilah linguistik yang dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 4. Fuzzy Rating untuk Occurrence
Rating
Probability of
Fuzzy
Occurrence
Number
Very High
Kegagalan tidak
(8, 9, 10,
(VH)
dapat dihindari
10)
High (H)
Kegagalan yang
(6, 7, 8, 9)
terjadi berulang
Moderate
Kegagalan kadang
(3, 4, 6, 7)
(M)
terjadi
Low (L)
Kegagalan relatif
(1, 2, 3, 4)
sedikit
Remote (R)
Kegagalan tidak
(1, 1, 2)
mungkin terjadi
Sumber: Wang et al., 2009
Tabel 5 Fuzzy Rating untuk Severity
Rating

Severity Effect

Hazardous
without
warning
(HWOW)
Hazardous with
warning
(HWW)
Very High
(VH)

Tingkat
keparahan
sangat tinggi tanpa
peringatan.

High (H)

Moderate (M)

Low (L)

Very Low (VL)

Minor (MR)

Very Minor
(VMR)

None (N)

Tingkat
keparahan
sangat tinggi dengan
peringatan.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kegagalan
yang merusak.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kerusakan
pada peralatan.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kerusakan
kecil.
Sistem tidak dapat
beroperasi
tanpa
adanya kerusakan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
kinerja
mengalami
penurunan
secara
signifikan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
kinerja
mengalami
beberapa penurunan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
adanya
gangguan
kecil.
Tidak ada pengaruh.

Sumber: Wang et al., 2009

Fuzzy
Number
(9, 10,
10)
(8, 9, 10)

(7, 8, 9)

(6, 7, 8)

(5, 6, 7)

(4, 5, 6)

(3, 4, 5)

Tabel 6. Fuzzy Rating untuk Detection


Kemungkinan
Rating
Terjadinya
Deteksi
Absolute
Tidak ada
Uncertainty
kesempatan
(AU)
Very Remote
Kesempatan
(VR)
sangat kecil
Remote (R)
Kesempatan kecil
Kesempatan
Very Low (VL)
sangat rendah
Kesempatan
Low (L)
rendah
Kesempatan
Moderate (M)
sedang
Moderately
Kesempatan
High (MH)
cukup tinggi
Kesempatan
High (H)
tinggi
Very High
Kesempatan
(VH)
sangat tinggi
Almost Certain
Hampir pasti
(AC)
Sumber: Wang et al., 2009

Fuzzy
Number
(9, 10, 10)
(8, 9, 10)
(7, 8, 9)
(6, 7, 8)
(5, 6, 7)
(4, 5, 6)
(3, 4, 5)
(2, 3, 4)
(1, 2, 3)
(1, 1, 2)

Tabel 7. Fuzzy Weight untuk Kepentingan


Relatif Faktor-Faktor Risiko
Fuzzy Number
Istilah Linguistik
Very Low (VL)
(0 ; 0 ; 0,25)
Low (L)
(0 ; 0,25 ; 0,5)
Medium (M)
(0,25 ; 0,5 ; 0,75)
High (H)
(0,5 ; 0,75 ; 1)
Very High (VH)
(0,75 ; 1 ; 1)
Sumber: Wang et al., 2009
Pada penilaian faktor-faktor failure mode
pada FMEA dalam bentuk fuzzy, maka dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai O, S, dan D berdasarkan
Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.
b. Melakukan
perhitungan
agregasi
penilaian peringkat fuzzy terhadap faktor
O,S, dan D berdasarkan Persamaan (1)
hingga Persamaan (3).
.....(

...(1)

(2, 3, 4)

...(2)
(1, 2, 3)

(1, 1, 2)

...(3)
Dimana,
merupakan nilai agregat dari kejadian,
dampak dan deteksi yang berpotensi
memiliki risiko dalam rantai pasok atau
biasa disebut dengan failure mode (FM).

c.

Melakukan perhitungan agregasi bobot


kepentingan untuk faktor O,S, dan D
berdasarkan Persamaan (4) hingga
Persamaan (6).
....(4)

...(4)
...(5)

....(5)
...(6)
Dimana,
merupakan nilai agregat dari bobot fuzzy
untuk tiga risiko faktor yaitu kejadian (O),
dampak (S) dan deteksi (D).
d. Menentukan fuzzy risk priority number
(FRPN) untuk setiap model failure
(kegagalan) berdasarkan Persamaan (7).

e.

memiliki berbagai risiko yang dapat terjadi.


Oleh karena itu, risiko-risiko tersebut perlu
dianalisa dan diukur untuk mengetahui
prioritas penanganan utama dari risiko yang
terjadi.

...(7)
Perankingan berdasarkan nilai FRPN,
dimana nilai FRPN terbesar merupakan
ranking yang teratas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum MUTOS
MUTOS (Manajemen Usaha Tani
Organik Seloliman) adalah sebuah organisasi
yang bergerak di bidang perdagangan
pertanian organik dan teknologi ramah
lingkungan. MUTOS didirikan pada akhir
tahun 2008 yang berada di dusun Biting Desa
Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten
Mojokerto.
MUTOS
memiliki
tujuan,
mendorong adanya perdagangan atau jual beli
produk organik secara adil pada masyarakat
umum. Produk beras organik yang dihasilkan
MUTOS telah memiliki sertifikat organik dari
badan sertifikasi LeSOS.
Produk
beras
organik
MUTOS
didistribusikan ke mitra distributor MUTOS
yang terdiri dari distributor perseorangan dan
kelompok, kemudian disalurkan ke retailer
dan selanjutnya sampai ke tangan konsumen.
MUTOS melakukan aktivitas penyediaan
benih dan pupuk bagi petani, pemrosesan
padi kering menjadi beras, pengemasan
peoduk beras organik dan menyalurkannya ke
distributor. Aktivitas yang ada pada MUTOS
berkaitan dengan semua pihak yang terlibat
dalam rantai pasok produk beras organiknya.
Penyaluran barang dan informasi, serta proses
produksi yang dilakukan MUTOS sendiri

Kondisi Rantai Pasok Produk Beras Organik


Kondisi rantai pasok yang dianalisis
meliputi struktur rantai pasok, entitas rantai
pasok serta kemitraan yang telah dijalankan
selama ini. Struktur rantai pasok beras
organik MUTOS Seloliman yang akan
dianalisis terdiri dari anggota rantai pasok,
aktivitas rantai pasok dan pola aliran rantai
pasok. Struktur rantai pasok menjelaskan
mengenai pihak yang terlibat dan perannya
serta aliran informasi, produk dan uang pada
rantai pasok (Astuti et al., 2010).
Anggota Rantai Pasok
Suatu rantai pasok terdiri dari berbagai
pihak, baik terlibat secara langsung maupun
secara tidak langsung (Astuti et al., 2010).
Pihak yang terlibat secara langsung disebut
dengan anggota primer dan yang terlibat
secara tidak langsung disebut dengan anggota
sekunder.
a. Anggota Primer
Anggota primer dalam rantai
pasok
produk beras organik terdiri dari petani
sebagai supplier, MUTOS Seloliman
sebagai manufaktur, distributor, dan
retailer.
1. Supplier
Petani beras organik yang menjadi
supplier utama dari MUTOS adalah
empat kelompok tani yang terdapat
disekitar
lokasi Desa Seloliman.
Kelompok tani yang bekerja sama
dengan MUTOS diantaranya adalah
KELOPAK yang merupakan kelompok
tani organik yang berasal dari Desa
Kutogirang, KTM yang merupakan
Kelompok tani Tunas Mandiri dari
Desa Seloliman, KAPOR merupakan
kelompok tani yang berasal dari Desa
Sempur dan BRENJONK merupakan
kelompok tani lestari yang berada di
Desa Brenjong. Salah satu upaya untuk
mengembangkan kemampuan petani
adalah melalui lembaga atau kelompok
yang
berperan
penting
dalam
membentuk
perubahan
perilaku
anggotanya dan menjalin kerjasama
antar anggota (Rukka et al., 2008).
2. Manufaktur
Manufaktur dalam rantai pasok beras

organik ini adalah Koperasi MUTOS.


Lembaga ini telah memiliki sertifikasi
produk beras organik dengan No
LSPO-005-IDN-005, yang didapatkan
dari badan sertifikasi LeSOS yang
berada di Mojokerto. Terdapat empat
jenis produk beras organik yang
dihasilkan antara lain, IR 64, pandan
wangi, pecah kulit dan beras merah.
S a m p a i s a a t i n i , t er d a pa t 5 5
p e t a n i di
Kecamatan
Trawas
Kabupaten Mojokerto yang menjadi
mitra MUTOS dengan total luas lahan
sebesar 115.354 hektar. Keberadaan
koperasi
yang
dikelola
secara
profesional di sentra produksi padi
merupakan suatu upaya membantu
petani dalam penyediaan modal
dengan biaya rendah (Asmani, 2012).
3 . Distributor
Distributor dalam rantai pasok beras
organik ini terdiri dari distributor
perorangan dan perusahaan. Jumlah
dari distributor perorangan sebanyak
10 orang, dan pihak lainnya adalah PT
Herbal Estate, kantor pemasaran PPLH
Seloliman yang berada di Surabaya,
Kaliandra serta CV Mandalabimasakti
SM.
4 . Retailer
Retailer dalam rantai pasok beras
organik ini terdiri dari pasar
tradisional
yang
terdapat
di
Kabupaten Mojokerto dan beberapa
ke
swalayan di
Malang
dan
Surabaya. Contoh pihak retailer ini
adalah Ranch Market Galaxy Mall yang
berada di Surabya dan toko Lai Lai
yang berada di Malang.
b. Anggota Sekunder
Anggota sekunder dari rantai pasok
adalah
perusahaan
yang
hanya
menyediakan sumber daya, pengetahuan,
utilitas, atau aset kepada anggota primer
(Hualiang, 2007). Anggota
sekunder
dalam rantai pasok adalah pihak penyedia
sumber daya seperti bahan pengemasan,
sarana produksi, dan sarana transportasi.
MUTOS memiliki dua supplier yaitu
supplier plastik pengemas dan pupuk
organik.
Aktivitas Rantai Pasok Beras Organik
1. Aktivitas anggota primer rantai pasokan
beras organic

a.

Aktivitas rantai pasok supplier


Aktivitas pertama yang dilakukan
petani adalah melakukan pembelian sarana
produksi berupa bibit dan pupuk organik
melalui manufaktur (MUTOS) dengan
sistem tunai maupun kredit. Pembelian
sarana produksi secara di MUTOS
dilakukan untuk menjaga kualitas atau
mutu dari beras organik yang dihasilkan.
Sarana produksi pertanian yang perlu
disediakan untuk meningkatkan produksi
antara lain benih/bibit yang memiliki
sertifikat standar nasional, pupuk dan
obat-obatan yang memadai (Dewi et al.,
2012).
Aliran beras organik dilakukan oleh
supplier yang menjual padi kering hasil
panen ke MUTOS. Padi kering akan
diambil oleh MUTOS, dimana petani
terlebih dahulu menghubungi pihak
MUTOS terlebih dahulu untuk melakukan
penjemputan/pengambilan produk padi
kering
hasil
panen.
Penimbangan
dilakukan di gudang MUTOS dan tetap
diawasi oleh supplier yang bersangkutan,
hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman
antara supplier dan pihak MUTOS.
b. Aktivitas rantai pasok manufaktur
Padi yang diambil MUTOS langsung
dibawa ke tempat penggilingan padi atau
biasa disebut penyelepan untuk dilakukan
pemisahan beras dari kulitnya. Manufaktur
juga melakukan proses sortasi dan grading
untuk menentukan mutu sesuai dengan
standar SNI yang telah didapatkan
sehingga
konsumen
akhir
akan
mendapatkan produk yang memiliki
kualitas yang seragam dan bermutu.
Beras organik dikemas dengan
ukuran 2,5 kg dan 25 kg. Aliran informasi
dan aliran barang yang dilakukan MUTOS
yaitu
melakukan
penjualan
kepada
distributor, retailer maupun konsumen
langsung yang melakukan pembelian
digerai
MUTOS.
MUTOS
sebagai
manufaktur pada dasarnya tidak hanya
melakukan pembelian beras organik saja,
namun juga melakukan pembelian bahan
pengemas dan pembelian sarana produksi
beras organik.
c. Aktivitas rantai pasok distributor
Aktivitas yang dilakukan distributor
adalah
melakukan
penawaran
dan
penjualan kepada konsumen. Kegiatan
penjualan dilakukan dengan dua metode
yaitu penjualan secara langsung kepada
konsumen dan melakukan penjualan

kepada retailer yaitu swalayan atau


supermarket
yang
sebelumnya
bekerjasama dengan
mereka. Pihak
distributor juga telah melakukan perjanjian
kontrak dengan pihak retailer untuk
memasarkan produknya. Kontrak yang
dilakukan pihak distributor yaitu ada yeng
bersifat kontrak Hardos (jual lepas) dan
kontrak tidak Hardos, semuanya sesuai
kesepakatan dalam awal kontrak.
d. Aktivitas rantai pasok retailer
Aktivitas retailer adalah adalah
melakukan pembelian beras organik dan
penjualan beras organik secara langsung.
Retailer mendapatkan pasokan beras
organik dari distributor dan seluruhnya
diletakkan di toko-toko cabang retailer
untuk dijual langsung ke konsumen..
Aliran informasi pada retailer adalah dua
arah. Pertama, retailer adalah sumber dari
informasi mengenai produk perusahaan
kepada konsumen, selain itu juga
merupakan poin penting feedback dari
pelanggan kepada perusahaan yang
produknya dijual oleh pihak retailer
(Havaldar dan Vasant, 2007).
2. Aktivitas anggota sekunder rantai pasokan
beras organik
Anggota
sekunder
biasanya
menyediakan pupuk, pestisida organik serta
bahan pengemas. Dalam penjualannya,
pupuk dan pestisida organik biasanya telah
disediakan terlebih dahulu atau terdapat
stok, hal ini dikarenakan pupuk dan
pestisida organik tidak bisa langsung
tersedia dengan cepat karena melalui proses
pembuatan yang cukup lama. Penyedia
bahan
pengemas
dilakukan
anggota
sekunder yang bekerjasama dengan pihak
distributor dan manufaktur.
Pola Aliran Rantai Pasok Beras Organik
Aliran
komoditas
beras
organik
melibatkan petani, MUTOS, distributor dan
retailer serta konsumen. Aliran komoditas
beras organik dimulai dari petani yang
menjual gabah kering giling kepada MUTOS
yang kemudian dilakukan pengolahan dan
pengemasan dan dialirkan kepada distributor
dalam jumlah banyak, kemudian dilanjutkan ke
retailer sesuai permintaan, dan yang terakhir ke
konsumen. Pola aliran rantai pasok produk
beras organik dapat dilihat seperti pada
Gambar 1.

4
3

Keterangan :
1. Supplier (Petani)
2. Manufaktur (MUTOS)
3. Distributor
4. Retailer
5. Konsumen Akhir
6. Supplier pupuk dan pestisida organik serta
bahan pengemas
= Aliran Produk
= Anggota Primer
= Aliran Informasi
= Anggota Sekunder
Gambar 1. Pola Aliran Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Sesuai dengan desain jaringan distribusi
yang ada, rantai pasok produk beras organik
ini menggunakan tipe jaringan distribusi retail
storage with customer pickup. Hal ini
dikarenakan, MUTOS selaku manufaktur
menyalurkan barangnya terlebih dahulu
kepada distributor, kemudian didistribusikan
ke retailer. Pada pihak retailer, produk
diletakkan
di
display
dan
konsumen
mengambil sendiri produk yang akan dibeli
tersebut. Dalam retail storage with customer
pickup, persediaan disimpan secara lokal di
toko ritel, pelanggan berjalan ke toko ritel atau
memesan secara online atau melalui telepon
dan mengambilnya di toko ritel (Chopra dan
Peter, 2007).
Identifikasi Risiko Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Hasil dari kuesioner tahap pertama
diketahui identitas responden bernama Bpk.
Iswandi yang telah menjabat sebagai
koordinator harian selama 2 tahun di MUTOS.
Jenis usahanya yaitu sebagai koperasi
pertanian organik khususnya beras organik.
MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak
lain dalam mendapatkan pasokan komoditas.
MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak
lain dalam hal pemasaran produk olahan
pertanian organik yang dihasilkan. MUTOS
memiliki lebih dari tiga kerjasama dengan
entitas bisnis lain dalam mendapatkan pasokan
komoditas
pertanian
organik.
MUTOS

memiliki lebih dari tiga kerjasama dengan


entitas bisnis lain dalam memasarkan produk
olahan pertanian organik.
Urutan prioritas MUTOS tentang faktorfaktor yang menjadi prioritas dalam hal
bekerjasama dengan entitas bisnis lain dari
yang utama adalah menentukan kualitas
produk, waktu, dan biaya. Salah satu faktor
kesuksesan
sebuah
perusahaan
adalah
pemilihan pemasok. Pemilihan pemasok yang
tepat dapat menjamin ketersediaan bahan baku
untuk menjaga lintasan produksi (Gencer dan
Gurpinar, 2007). Pemilihan pemasok yang tepat
tidak hanya pemasok yang dapat memberikan
material yang berkualitas, tepat waktu, dan
harga
terjangkau
namun
juga
harus
memberikan service yang optimal baik dari
segi responsif, kelancaran komunikasi dan
informasi (Kurniawati et al., 2013). MUTOS
sudah mendokumentasikan secara baik dan
teratur sesuai dengan prosedur yang
seharusnya terjadi karena pendokumentasian
setiap aliran barang dan informasi yang terjadi
beserta kendala yang dihadapi berguna untuk
proses perbaikan rantai pasok secara terus

Tabel 8. Risiko yang harus ditangani MUTOS


Unsur
Plan

P2
Source

S1
S2

S3
S4
Make

M1
M2

M3
M4
M5

menerus.
Pengukuran Risiko Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Metode
yang
digunakan
untuk
mengukur risiko rantai pasok adalah metode
Fuzzy FMEA. Hasil dari perhitungan Fuzzy
FMEA,
akan
dijadikan
dasar
dalam
menentukan prioritas penanganan dan tingkat
prioritas
risiko
untuk
masing-masing
stakeholder.Berdasarkan penelitian sebelumnya
tentang identifikasi risiko produk beras
organik yang dilakukan kepada anggota
primer, didapatkan hasil bahwa potensi
terjadinya risiko terbanyak pada para
stakeholder adalah pada sisi manufaktur
(MUTOS). Jumlah kejadian yang menjadi
faktor risiko, dimana yang disebut sebagai
failure mode pada sisi MUTOS sebanyak
empat belas kejadian. Sebanyak empat
kejadian termasuk pada tahapan source, enam
kejadian termasuk pada tahapan make, tiga
kejadian termasuk pada tahapan deliver, dan
satu kejadian termasuk pada tahapan return
yang ditunjukkan pada Tabel 8. Dari hasil
tersebut, dapat diketahui bahwa MUTOS
memiliki peluang yang paling rentan terhadap
risiko dalam sistem risiko rantai pasok yang
disebabkan karena ketidak pastian baik dari
pihak pasokan atau pun dari pihak aliran
selanjutnya.

P1

M6
Deliver

D1
D2
D3

Return

R1

Failure Mode
Risiko perencanaan produksi padi
organik dalam gudang
Risiko
perencanaan
jadwal
pengiriman
Risiko pasokan komoditas organik
mengalami keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian kualitas dengan
standar
Risiko komoditas mengandung
cemaran bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan ataupun penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami
keterlambatan atau penundaan
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
penurunan hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami
gangguan kerusakan selama proses
pengolahan
Risiko
produk
mengalami
kontaminasi
selama
proses
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
kehabisan persediaan
Risiko
komoditas
mengalami
perubahan jumlah permintaan
Risiko komoditas memiliki produk
pesaing
Risiko
komoditas
mengalami
pengembalian produk

Sumber: Ridwan, 2014


Menentukan Anggota Tim Penilai FMEA
Masing-masing risiko yang disebut
sebagai failure mode, dinilai oleh pakar yang
mengetahui semua proses, aliran informasi
mulai dari supplier hingga menuju ke pihak
distributor, serta manajemennya. Pakar yang
digunakan pada penilaian di pihak MUTOS
hanya satu orang saja, dikarenakan masih
belum ada manajer umum atau pun
operasional yang menjabat. Kekosongan
jabatan ini dikarenakan adanya perpindahan
kepengurusan, sehingga hanya Bpk. Iswandi
saja untuk sementara yang mengetahui semua
proses dan keadaan manajemennya. Apabila
sudah terbentuk struktur organisasi yang jelas
dengan beberapa divisi sesuai tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing, maka
orang yang ahli pada bidang manajerial dan
operasional tersebut dapat dijadikan pakar.
Ketika FMEA konvensional dan pendekatan

fuzzy dibandingkan, pendekatan fuzzy memiliki


keuntungan yang memungkinkan konduksi
evaluasi risiko dan prioritas berdasarkan
pengetahuan para ahli/pakar (Kutlu dan
Mehmet, 2012). Pakar yang digunakan untuk
pihak MUTOS hanyalah satu, sehingga tidak
ada pembagian bobot kepentingan terhadap
pakar.
Perhitungan Nilai Occurance, Severity, dan
Detection
Severity (S) merupakan kuantifikasi
seberapa serius kondisi yang diakibatkan jika
terjadi kegagalan. Occurrence (O) menunjukkan
tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan.
Detection (D) menunjukkan tingkat lolosnya
penyebab kegagalan dari kontrol yang
dipasang (Basjir et al., 2011). Penilaian
occurance, severity, dan detection oleh anggota
tim untuk masing-masing failure mode
ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai occurance, severity, dan detection
No
1.

S1

2.

S2

3.

S3

4.

S4

5.

M1

6.

M2

7.

M3

8.

M4

9.

M5

10.

M6

11.

D1

12.

D2

13.

D3

14.

R1

Failure mode
Risiko pasokan komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko komoditas mengalami
ketidaksesuaian
kualitas
dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung cemaran bahan
kimia
Risiko komoditas mengalami
kerusakan
ataupun
penurunan kualitas
Risiko komoditas mengalami
kerusakan
selama
penyimpanan
Risiko komoditas mengalami
keterlambatan
atau
penundaan pengolahan
Risiko komoditas mengalami
penurunan hasil produksi
Risiko komoditas mengalami
kerusakan selama proses
produksi
Risiko peralatan mengalami
gangguan kerusakan selama
proses pengolahan
Risiko produk
mengalami
kontaminasi selama proses
pengolahan
Risiko komoditas mengalami
kehabisan persediaan
Risiko komoditas mengalami
perubahan
jumlah
permintaan
Risiko komoditas memiliki
produk pesaing
Risiko komoditas mengalami
pengembalian produk

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014

Perhitungan Agregasi Nilai Fuzzy untuk


Occurance, Severity, dan Detection
Agregasi nilai fuzzy untuk faktor
occurance, severity, dan detection didasarkan
pada persamaan (1) hingga persamaan (3).
Pada tahap agregasi ini terjadi perubahan nilai
dari skor nilai input. Rata-rata dari nilai agregat
untuk masing-masing faktor occurance, severity,
dan detection ditunjukkan pada Tabel 10.
Agregasi masukan para pakar yang berbentuk
fuzzy dilakukan dengan pembobotan rata-rata.
Luaran (output) langkah ini masih berupa skor
fuzzy (Hidayat et al.,2012).
Tabel 10. Rata-rata nilai agregat
occurance, severity, dan detection
No
1.

S1

2.

S2

3.

S3

4.

S4

O
2

S
2

D
9

10

5.

M1

10

6.

M2

7.

M3

8.

M4

9.

M5

10.

M6

11.

D1

12.

D2

13.

D3

14.

R1

Failure mode
Risiko pasokan komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian kualitas
dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung
cemaran
bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
ataupun
penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami keterlambatan
atau
penundaan
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
penurunan
hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami
gangguan
kerusakan selama proses
pengolahan
Risiko
produk
mengalami kontaminasi
selama proses pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
kehabisan
persediaan
Risiko
komoditas
mengalami
perubahan
jumlah permintaan
Risiko
komoditas
memiliki produk pesaing
Risiko
komoditas
mengalami pengembalian
produk

untuk

O
2,5

S
2

D
9

2,5

9,67

2,5

9,67

2,5

2,5

2,5

2,5

2,5

2,5

2,5

7,5

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014

Perhitungan
Bobot
Kepentingan
dan
Agregasinya
untuk
Faktor
Occurance,
Severity, dan Detection
Bobot faktor menunjukkan bahwa
masing-masing faktor memiliki tingkat bobot
yang berbeda yang dinilai oleh tim penilai.
Bobot kepentingan yang dinilai oleh tim
penilai, dinilai dalam bahasa linguistik. Dari
bahasa linguistik ini, kemudian dirubah
menjadi bilangan fuzzy. Dari bilangan fuzzy
yang ada, akan dihitung nilai agregat dan rataratanya. Perhitungan nilai agregat didasarkan
pada persamaan (4) hingga persamaan (6).
Pada perhitungan nilai agregat, bilangan fuzzy
yang ada dikalikan dengan bobot kepentingan
tim penilai. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan
rata-rata nilai agregat untuk masing-masing
faktor occurance, severity, dan detection
ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan ratarata nilai agregat untuk faktor occurance,
severity, dan detection
Faktor
Occurance
Severity
Detection

Bobot
Faktor
Medium
High
Low

Bilangan
Fuzzy
(0,25; 0,5; 0,75)
(0,5; 0,75; 1)
(0; 0,25; 0,5)

Rata-rata
nilai
agregat
0,5
0,75
0,25

Tabel 12. Nilai FRPN failure mode


No
1.

S1

2.

S2

3.

S3

4.

S4

5.

M1

6.

M2

7.

M3

8.

M4

9.

M5

10.

M6

11.

D1

12.

D2

13.

D3

14.

R1

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014


Perhitungan Nilai Fuzzy Risk Priority Number
(FRPN)
Nilai Fuzzy Risk Priority Number (FRPN)
dihitung berdasarkan persamaan (7). Setelah
itu, nilai FRPN dari masing-masing failure mode
diurutkan, dimana nilai FRPN terbesar
merupakan ranking yang teratas. Nilai FRPN
yang terbesar atau yang mendapat urutan
utama menunjukkan bahwa kejadian tersebut
merupakan potensi risiko yang perlu mendapat
perhatian dari pihak MUTOS. Nilai FRPN
untuk masing-masing failure mode ditunjukkan
pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 terlihat
bahwa tiga prioritas pertama utama dalam
menangani risiko pada MUTOS adalah potensi
risiko adanya pengembalian produk dari pihak
distributor, risiko komoditas mengalami
kerusakan ataupun penurunan kualitas, dan
risiko produk mengalami kontaminasi selama
proses pengolahan.

Failure mode
Risiko
pasokan
komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian
kualitas dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung cemaran
bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
ataupun
penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami
keterlambatan
atau
penundaan pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami penurunan
hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami gangguan
kerusakan
selama
proses pengolahan
Risiko
produk
mengalami kontaminasi
selama
proses
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami kehabisan
persediaan
Risiko
komoditas
mengalami perubahan
jumlah permintaan
Risiko
komoditas
memiliki
produk
pesaing
Risiko
komoditas
mengalami
pengembalian produk

FRPN
2,77

Ranking
8

3,43

3,26

4,99

2,71

13

2,77

2,71

14

2,77

10

2,77

11

4,19

3,84

2,77

12

3,49

5,54

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2014


KESIMPULAN
Struktur rantai pasok yang dimiliki
MUTOS terdiri dari petani sebagai supplier,
MUTOS sebagai manufaktur, distributor, dan
retailer, yang disebut sebagai anggota primer
yaitu pihak yang terlibat secara langsung.
Anggota sekunder dalam rantai pasok beras
organik
ini
adalah
penyedia
barang
sampingan/tidak
berhubungan
langsung

dengan produksi, yaitu menyediakan pupuk,


pestisida organik serta bahan pengemas. Rantai
pasok produk beras organik ini menggunakan
tipe jaringan distribusi retail storage with package
carrier delivery. Prioritas risiko didapatkan dari
perankingan nilai FRPN yang didapat. Urutan
prioritas risiko rantai pasok beras organik pada
MUTOS berdasarkan hasil penelitian dari yang
teratas hingga terbawah adalah risiko
komoditas mengalami pengembalian produk,
mengalami kerusakan ataupun penurunan
kualitas, mengalami kontaminasi selama proses
pengolahan, mengalami kehabisan persediaan,
memiliki
produk
pesaing,
mengalami
ketidaksesuaian kualitas dengan standar,
mengandung cemaran bahan kimia, pasokan
mengalami
keterlambatan,
komoditas
mengalami keterlambatan atau penundaan
pengolahan, mengalami kerusakan selama
proses
produksi,
peralatan
mengalami
gangguan
kerusakan
selama
proses
pengolahan, komoditas mengalami perubahan
jumlah permintaan, mengalami kerusakan
selama
penyimpanan,
dan
mengalami
penurunan hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, N. 2012. Peran Koperasi Desa di
Sentra Produksi Padi Dalam Upaya
Memperkecil Biaya Modal. Seminar
Nasional
Penguatan
Agribisnis
Perberasan. Hal. 1-6.
Astuti, R., Marimin, Roedhy Poerwanto,
Machfud, dan Yandra Arkeman. 2010.
Kebutuhan Dan Struktur Kelembagaan
Rantai Pasok Buah Manggis Studi
kasus rantai Pasok di kabupaten Bogor.
Jurnal Manajemen Bisnis 3(1): 99 115.
Basjir, M., Hari S. dan Mokh. Suef. 2011.
Pengembangan
Model
Penentuan
Prioritas Perbaikan Terhadap Mode
Kegagalan
Komponen
Dengan
Metodologi FMEA, Fuzzy Dan TOPSIS
Yang Terintegrasi. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya. Hal.
1-12.
Chopra, S. and Peter Meindl. 2007. Supply
Chain Management: Strategy, Planning,
and Operation. Person Prentice Hall.
USA.
Dewi, I Gusti A.C., I Ketut Suamba, dan I
G.A.A. Ambarawati. 2012. Analisis
Efisiensi Usahatani Padi Sawah (Studi
Kasus di Subak Pacung Babakan,
Kecamatan
Mengwi,
Kabupaten

Badung). E-Journal Agribisnis dan


Agrowisata 1(1): 1-10.
Gencer, C. and Gurpinar. Analytic Network
Process in Supplier Selection: A Case
Study in an Electronic Firm. Journal of
Applied Mathematical Modeling 31:24752486.
Havaldar, K.K. and Vasant M. Cavale. 2007.
Sales and Distribution Management.
McGraw Hill. New Delhi.
Hidayat,S., Marimin, Ani S., Sukardi, dan M.
Yani. 2012. Model Identifikasi Risiko
dan Strategi Peningkatan Nilai Tambah
pada Rantai Pasok Kelapa Sawit. Jurnal
Teknik Industri 14(2): 89-96.
Hualiang Lu. 2007. The Role Of Guanxi in
Buyer-Seller Relationship in China: A
Survey Vegetable Supply Chain in
Jiangsu Province. Wageningen Academic
publishers. Netherlands.
Iqbal, M., Lailil M., dan Nanang Y.S. 2013.
Penggunaan Fuzzy Failure Mode And
Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam
Mengidentifikasi Resiko Kegagalan
Proses Pemasangan Dan Perbaikan AC.
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
2(7):1-6.
Kurniawati, D., Henry Y., dan Kuncoro H.W.
Kriteria
Pemilihan
Pemasok
Menggunakan Analytical Network
Process. Jurnal Teknik Industri 15(1): 2532.
Kutlu, A.C. and Mehmet E. 2012. Fuzzy Failure
Modes And Effects Analysis by Using
Fuzzy TOPSIS-based Fuzzy AHP. Expert
Systems with Applications 39: 6167.
Pertanian Sehat Indonesia. 2012. Tren
Konsumen Beras Organik Meningkat.
Pertanian Sehat Indonesia. Bogor.
Ridwan, Infandra I.Z. 2014. Identifikasi
Kinerja Manajemen Rantai Pasok
Produk Beras Organik (Studi Kasus di
MUTOS,
Kabupaten
Mojokerto).
Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.
Rukka, H., Buhaerah, dan Sahariah Kadir. 2008.
Peranan Kelompok Tani Paraikatte
Dalam
Pemenuhan
Kebutuhan
Usahatani (Kasus Petani Padi Sawah di
Kelurahan Tamarunang, Kecamatan
Somba Opu, Kabupaten Gowa). Jurnal
Agrisistem 4 (2): 77-86.
Wang, Y.M., Kwai-Sang Chin, Gary K.K.P., and
Jian-Bo Yang. 2009. Risk Evaluation in
Failure Mode and Effects Analysis Using
Fuzzy Weighted Geometric Mean. Expert
Systems with Applications 36: 11951207.

Anda mungkin juga menyukai