PENDAHULUAN
Padi organik adalah padi yang disahkan
oleh sebuah badan independen, untuk ditanam
dan diolah menurut standar organik yang
ditetapkan. Produksi padi (dalam kuintal) di
Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 557.179, 563.865, 570.519,
dan 577.080 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012).
Kebutuhan pasar padi (dalam kuintal) di
Indonesia secara berurutan, pada tahun 20052009 adalah 550.300, 660.360, 792.432, 950.918,
dan 1.141.102 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012).
Produk dari penanaman padi organik ini
adalah beras organik. Berdasarkan data
produksi dan kebutuhan pasar padi organik,
dapat dikatakan pula bahwa permintaan
terhadap beras organik kini semakin
meningkat.
Beras termasuk dalam produk pertanian,
dimana memiliki sifat mudah rusak; proses
penanaman, pertumbuhan dan pemanenan
tergantung pada iklim dan musim; hasil panen
memiliki bentuk dan ukuran bervariasi; serta
produk pertanian bersifat kamba (tidak padat).
Hal ini yang menyebabkan produk pertanian
sulit untuk ditangani. Sifat-sifat tersebut juga
akan berpengaruh terhadap manajemen rantai
pasoknya, dikarenakan beberapa sumber
ketidakpastian dan hubungan yang kompleks
antara pelaku dalam rantai pasok tersebut.
Untuk mendukung sistem pangan
organik,
Departemen
Pertanian
telah
membentuk sebuah program, yaitu Go Organik
2010. Program ini telah direncanakan dengan
baik yang melibatkan pemerintah dan pelaku
usaha. Namun, program ini belum berhasil
sepenuhnya, sehingga dilakukan perpanjangan
jangka waktu program dengan rencana agar
tercapainya Indonesia Go Organik pada tahun
2020. Salah satu daerah yang telah menerapkan
pertanian organik adalah Desa Seloliman
Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto
dengan salah satu produknya adalah beras
organik. Lembaga yang digunakan sebagai
lokasi
penelitian
ini
adalah
MUTOS
(Manajemen Usaha Tani Organik Seloliman)
yang memproduksi beras organik.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan
(2014) tentang identifikasi risiko manajemen
rantai pasok produk beras organik di MUTOS,
telah dihasilkan bahwa MUTOS merupakan
pihak yang memiliki risiko-risiko terbanyak
dibandingkan stakeholder lainnya dan terdapat
risiko-risiko yang perlu ditangani oleh pihak
MUTOS dalam rantai pasok beras organiknya.
Risiko-risiko tersebut belum diukur untuk
Detection
10
Absolute
Uncertainty
(AU)
Very Remote
(VR)
Remote (R)
Very Low
(VL)
Low (L)
Moderate (M)
Moderately
High (MH)
High (H)
Very High
(VH)
Almost
Certain (AC)
Effect
Hazardous
without warning
(HWOW)
Severity Effect
Tingkat
keparahan
sangat
tinggi ketika mode kegagalan
potensial
mempengaruhi
system safety tanpa peringatan.
Tingkat
keparahan
sangat
tinggi ketika mode kegagalan
potensial
mempengaruhi
system
safety
dengan
peringatan.
Sistem tidak dapat beroperasi
dengan
kegagalan
menyebabkan kerusakan tanpa
membahayakan keselamatan.
Sistem tidak dapat beroperasi
dengan kerusakan peralatan.
Hazardous with
warning
(HWW)
High (H)
Moderate (M)
Low (L)
Minor (MR)
Very Minor
(VMR)
None (N)
Probability of
Occurrence
Very High (VH):
kegagalan hampir tidak
bisa dihindari
Probabilitas
kegagalan
>1 dalam 2
9
8
7
1 dalam 3
1 dalam 8
1 dalam 20
6
5
4
1 dalam 80
1 dalam 400
1 dalam 2000
1 dalam 15000
1 dalam 150000
< 1 dalam
150000
3
2
1
Kemungkinan Deteksi
oleh Alat Pengontrol
Tidak ada alat pengontrol
yang mampu mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat kecil kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.
Kecil kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat
rendah
kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Rendah kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sedang kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat
sedang
kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Tinggi kemampuan alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab kegagalan dan
modus
kegagalan
berikutnya.
Sangat tinggi kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.
Hampir pasti kemampuan
alat
pengontrol
mendeteksi
penyebab
kegagalan dan modus
kegagalan berikutnya.
dan Tabel 6. Kepentingan relatif dari faktorfaktor O, S, dan D juga dinilai bobotnya
menggunakan istilah linguistik yang dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 4. Fuzzy Rating untuk Occurrence
Rating
Probability of
Fuzzy
Occurrence
Number
Very High
Kegagalan tidak
(8, 9, 10,
(VH)
dapat dihindari
10)
High (H)
Kegagalan yang
(6, 7, 8, 9)
terjadi berulang
Moderate
Kegagalan kadang
(3, 4, 6, 7)
(M)
terjadi
Low (L)
Kegagalan relatif
(1, 2, 3, 4)
sedikit
Remote (R)
Kegagalan tidak
(1, 1, 2)
mungkin terjadi
Sumber: Wang et al., 2009
Tabel 5 Fuzzy Rating untuk Severity
Rating
Severity Effect
Hazardous
without
warning
(HWOW)
Hazardous with
warning
(HWW)
Very High
(VH)
Tingkat
keparahan
sangat tinggi tanpa
peringatan.
High (H)
Moderate (M)
Low (L)
Minor (MR)
Very Minor
(VMR)
None (N)
Tingkat
keparahan
sangat tinggi dengan
peringatan.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kegagalan
yang merusak.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kerusakan
pada peralatan.
Sistem tidak dapat
beroperasi
dengan
adanya
kerusakan
kecil.
Sistem tidak dapat
beroperasi
tanpa
adanya kerusakan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
kinerja
mengalami
penurunan
secara
signifikan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
kinerja
mengalami
beberapa penurunan.
Sistem
dapat
beroperasi
dengan
adanya
gangguan
kecil.
Tidak ada pengaruh.
Fuzzy
Number
(9, 10,
10)
(8, 9, 10)
(7, 8, 9)
(6, 7, 8)
(5, 6, 7)
(4, 5, 6)
(3, 4, 5)
Fuzzy
Number
(9, 10, 10)
(8, 9, 10)
(7, 8, 9)
(6, 7, 8)
(5, 6, 7)
(4, 5, 6)
(3, 4, 5)
(2, 3, 4)
(1, 2, 3)
(1, 1, 2)
...(1)
(2, 3, 4)
...(2)
(1, 2, 3)
(1, 1, 2)
...(3)
Dimana,
merupakan nilai agregat dari kejadian,
dampak dan deteksi yang berpotensi
memiliki risiko dalam rantai pasok atau
biasa disebut dengan failure mode (FM).
c.
...(4)
...(5)
....(5)
...(6)
Dimana,
merupakan nilai agregat dari bobot fuzzy
untuk tiga risiko faktor yaitu kejadian (O),
dampak (S) dan deteksi (D).
d. Menentukan fuzzy risk priority number
(FRPN) untuk setiap model failure
(kegagalan) berdasarkan Persamaan (7).
e.
...(7)
Perankingan berdasarkan nilai FRPN,
dimana nilai FRPN terbesar merupakan
ranking yang teratas.
a.
4
3
Keterangan :
1. Supplier (Petani)
2. Manufaktur (MUTOS)
3. Distributor
4. Retailer
5. Konsumen Akhir
6. Supplier pupuk dan pestisida organik serta
bahan pengemas
= Aliran Produk
= Anggota Primer
= Aliran Informasi
= Anggota Sekunder
Gambar 1. Pola Aliran Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Sesuai dengan desain jaringan distribusi
yang ada, rantai pasok produk beras organik
ini menggunakan tipe jaringan distribusi retail
storage with customer pickup. Hal ini
dikarenakan, MUTOS selaku manufaktur
menyalurkan barangnya terlebih dahulu
kepada distributor, kemudian didistribusikan
ke retailer. Pada pihak retailer, produk
diletakkan
di
display
dan
konsumen
mengambil sendiri produk yang akan dibeli
tersebut. Dalam retail storage with customer
pickup, persediaan disimpan secara lokal di
toko ritel, pelanggan berjalan ke toko ritel atau
memesan secara online atau melalui telepon
dan mengambilnya di toko ritel (Chopra dan
Peter, 2007).
Identifikasi Risiko Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Hasil dari kuesioner tahap pertama
diketahui identitas responden bernama Bpk.
Iswandi yang telah menjabat sebagai
koordinator harian selama 2 tahun di MUTOS.
Jenis usahanya yaitu sebagai koperasi
pertanian organik khususnya beras organik.
MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak
lain dalam mendapatkan pasokan komoditas.
MUTOS melakukan kerjasama dengan pihak
lain dalam hal pemasaran produk olahan
pertanian organik yang dihasilkan. MUTOS
memiliki lebih dari tiga kerjasama dengan
entitas bisnis lain dalam mendapatkan pasokan
komoditas
pertanian
organik.
MUTOS
P2
Source
S1
S2
S3
S4
Make
M1
M2
M3
M4
M5
menerus.
Pengukuran Risiko Rantai Pasok Produk
Beras Organik
Metode
yang
digunakan
untuk
mengukur risiko rantai pasok adalah metode
Fuzzy FMEA. Hasil dari perhitungan Fuzzy
FMEA,
akan
dijadikan
dasar
dalam
menentukan prioritas penanganan dan tingkat
prioritas
risiko
untuk
masing-masing
stakeholder.Berdasarkan penelitian sebelumnya
tentang identifikasi risiko produk beras
organik yang dilakukan kepada anggota
primer, didapatkan hasil bahwa potensi
terjadinya risiko terbanyak pada para
stakeholder adalah pada sisi manufaktur
(MUTOS). Jumlah kejadian yang menjadi
faktor risiko, dimana yang disebut sebagai
failure mode pada sisi MUTOS sebanyak
empat belas kejadian. Sebanyak empat
kejadian termasuk pada tahapan source, enam
kejadian termasuk pada tahapan make, tiga
kejadian termasuk pada tahapan deliver, dan
satu kejadian termasuk pada tahapan return
yang ditunjukkan pada Tabel 8. Dari hasil
tersebut, dapat diketahui bahwa MUTOS
memiliki peluang yang paling rentan terhadap
risiko dalam sistem risiko rantai pasok yang
disebabkan karena ketidak pastian baik dari
pihak pasokan atau pun dari pihak aliran
selanjutnya.
P1
M6
Deliver
D1
D2
D3
Return
R1
Failure Mode
Risiko perencanaan produksi padi
organik dalam gudang
Risiko
perencanaan
jadwal
pengiriman
Risiko pasokan komoditas organik
mengalami keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian kualitas dengan
standar
Risiko komoditas mengandung
cemaran bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan ataupun penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami
keterlambatan atau penundaan
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
penurunan hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami
gangguan kerusakan selama proses
pengolahan
Risiko
produk
mengalami
kontaminasi
selama
proses
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
kehabisan persediaan
Risiko
komoditas
mengalami
perubahan jumlah permintaan
Risiko komoditas memiliki produk
pesaing
Risiko
komoditas
mengalami
pengembalian produk
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
5.
M1
6.
M2
7.
M3
8.
M4
9.
M5
10.
M6
11.
D1
12.
D2
13.
D3
14.
R1
Failure mode
Risiko pasokan komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko komoditas mengalami
ketidaksesuaian
kualitas
dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung cemaran bahan
kimia
Risiko komoditas mengalami
kerusakan
ataupun
penurunan kualitas
Risiko komoditas mengalami
kerusakan
selama
penyimpanan
Risiko komoditas mengalami
keterlambatan
atau
penundaan pengolahan
Risiko komoditas mengalami
penurunan hasil produksi
Risiko komoditas mengalami
kerusakan selama proses
produksi
Risiko peralatan mengalami
gangguan kerusakan selama
proses pengolahan
Risiko produk
mengalami
kontaminasi selama proses
pengolahan
Risiko komoditas mengalami
kehabisan persediaan
Risiko komoditas mengalami
perubahan
jumlah
permintaan
Risiko komoditas memiliki
produk pesaing
Risiko komoditas mengalami
pengembalian produk
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
O
2
S
2
D
9
10
5.
M1
10
6.
M2
7.
M3
8.
M4
9.
M5
10.
M6
11.
D1
12.
D2
13.
D3
14.
R1
Failure mode
Risiko pasokan komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian kualitas
dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung
cemaran
bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
ataupun
penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami keterlambatan
atau
penundaan
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
penurunan
hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami
kerusakan
selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami
gangguan
kerusakan selama proses
pengolahan
Risiko
produk
mengalami kontaminasi
selama proses pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami
kehabisan
persediaan
Risiko
komoditas
mengalami
perubahan
jumlah permintaan
Risiko
komoditas
memiliki produk pesaing
Risiko
komoditas
mengalami pengembalian
produk
untuk
O
2,5
S
2
D
9
2,5
9,67
2,5
9,67
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
7,5
Perhitungan
Bobot
Kepentingan
dan
Agregasinya
untuk
Faktor
Occurance,
Severity, dan Detection
Bobot faktor menunjukkan bahwa
masing-masing faktor memiliki tingkat bobot
yang berbeda yang dinilai oleh tim penilai.
Bobot kepentingan yang dinilai oleh tim
penilai, dinilai dalam bahasa linguistik. Dari
bahasa linguistik ini, kemudian dirubah
menjadi bilangan fuzzy. Dari bilangan fuzzy
yang ada, akan dihitung nilai agregat dan rataratanya. Perhitungan nilai agregat didasarkan
pada persamaan (4) hingga persamaan (6).
Pada perhitungan nilai agregat, bilangan fuzzy
yang ada dikalikan dengan bobot kepentingan
tim penilai. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan
rata-rata nilai agregat untuk masing-masing
faktor occurance, severity, dan detection
ditunjukkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai bobot, bilangan fuzzy dan ratarata nilai agregat untuk faktor occurance,
severity, dan detection
Faktor
Occurance
Severity
Detection
Bobot
Faktor
Medium
High
Low
Bilangan
Fuzzy
(0,25; 0,5; 0,75)
(0,5; 0,75; 1)
(0; 0,25; 0,5)
Rata-rata
nilai
agregat
0,5
0,75
0,25
S1
2.
S2
3.
S3
4.
S4
5.
M1
6.
M2
7.
M3
8.
M4
9.
M5
10.
M6
11.
D1
12.
D2
13.
D3
14.
R1
Failure mode
Risiko
pasokan
komoditas
organik
mengalami
keterlambatan
Risiko
komoditas
mengalami
ketidaksesuaian
kualitas dengan standar
Risiko
komoditas
mengandung cemaran
bahan kimia
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
ataupun
penurunan
kualitas
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
selama penyimpanan
Risiko
komoditas
mengalami
keterlambatan
atau
penundaan pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami penurunan
hasil produksi
Risiko
komoditas
mengalami kerusakan
selama proses produksi
Risiko
peralatan
mengalami gangguan
kerusakan
selama
proses pengolahan
Risiko
produk
mengalami kontaminasi
selama
proses
pengolahan
Risiko
komoditas
mengalami kehabisan
persediaan
Risiko
komoditas
mengalami perubahan
jumlah permintaan
Risiko
komoditas
memiliki
produk
pesaing
Risiko
komoditas
mengalami
pengembalian produk
FRPN
2,77
Ranking
8
3,43
3,26
4,99
2,71
13
2,77
2,71
14
2,77
10
2,77
11
4,19
3,84
2,77
12
3,49
5,54