Anda di halaman 1dari 47

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit arteri perifer adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah
non sindrom akoroner akut setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, meliputi pembuluh
pada keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesentrika, aorta
abdominalis dan semua pembuluh cabang yang keluar dari aorta iliaka.1
PAP dapat terjadi oleh karena adanya perubahan struktur ataupun fungsi
pembuluh darah. PAP sering kali merupakan bagian dari proses penyakit sistemuk yang
berpengaruh terhadap kelainan arteri multiple. Adanya PAP pada satu arteri menjadi
prediktor kuat adanya PAP pada arteri lainnya, termasuk pada pembuluh darah koroner,
karotis dan serebral.1
Keluhan PAP yang paling umum adalah sensasi sakit pada kaki saat sedang
berolahraga / aktivitas fisik, dikenal sebagai klaudikasio intermiten. Sensasi sakit, sensasi
terbakar, sensasi berat atau sesak pada otot-otot kaki biasanya dimulai setelah berjalan
pada jarak tertentu, berjalan menaiki bukit atau menaiki tangga, dan akan hilang setelah
beristirahat selama beberapa menit. Pasien dengan klaudikasio intermiten memiliki aliran
darah yang normal pada saat istirahat. Dengan berolahraga, aliran darah pada arteri otototot kaki dapat dibatasi oleh sumbatan aterosklerosis. Ini mengakibatkan terjadinya
ketidaksesuaian antara suplai oksigen dan otot permintaan metabolik, sehingga
memunculkan gejala klaudikasio. 2
Pasien dengan PAP yang berat dapat mengalami klaudikasio setelah berjalan
walaupun hanya dalam jarak yang pendek atau mengalami sensasi sakit pada kaki ketika
istirahat atau ketika berbaring di tempat tidur di malam hari. Pada kasus yang parah,
pasien juga dapat mengalami ulkus yang tidak sembuh dengan sendirinya atau kulit yang
menghitam (gangrene) pada kaki atau jari kaki 2
II. 1 Definisi
Penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Diseases/PAD) merupakan semua
penyakit yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka.
Penyakit ini meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika
dan semua percabangan setelah ke luar dari aortailiaka. Penyakit arteri perifer atau
peripheral arterial disease (PAD) merupakan suatu kumpulan kelainan yang ditandai oleh

penyempitan (stenosis) atau penyumbatan (oklusi) arteri yang dapat menyebabkan


penurunan perfusi jaringan ke ekstremitas. Pasien yang menderita penyakit ini biasanya
asimptomatik namun jika penyakit ini bertambah parah, penderita umumnya mengalami
gejala yang bermakna serta penurunan kualitas hidup sebagai akibat dari oklusi perifer
seperti klaudikasio intermitten serta critical limb ischemia (CLI) yang ditandai adanya
nyeri pada ekstremita pada saat istirahat, ulserasi iskemik, maupun gangren. Iskemia
adalah penurunan suplai darah. Penurunan aliran darah di CLI disebabkan oleh arterial
plaque, yang mana menurunkan aliran darah ke perifer. Kondisi ini lebih sering terjadi
pada pria dibandingkan wanita. 1,3
II.2 Epidemiologi (Bonow, 2012)
Prevalensi penyakit arteri perifer pada ekstremitas bawah secara global adalah
antara 3-12%. Pada tahun 2010, 202 juta orang di seluruh dunia mernderita PAD. Di
Eropa dan amerika Utara, diperkirakan 27 juta orang menderita PAD dan sekitar 413.000
diantaranya dirawat inap setiap tahunnya dikatikan dengan PAD. 70% individu di
Negara-negara berkembang, termasuk 55 juta orang di Asia Tenggara. Jumlah penderita
PAD meningkat 29% pada daerah berpenghasilan menengah ke bawah dan 13% di daerah
berpenghasilan tinggi sejak tahun 2000 sampai 2010 dibandingkan dengan decade
sebelumnya. Terdapat korelasi antara PAD dengan kejadian coronary artery disease
(CAD) pada 40-60% pasien. Prevalensi penyakit arteri perifer bervariasi tergantung pada
populasi studi, metode diagnostik yang digunakan dan gejala yang terlihat. Metode
diagnostik yang paling sering digunakan adalah ankle-brachial index (ABI). Prevalensi
PAD berdasarkan hasil ABI yang abnormal sebanyak 4% pada kisaran usia 40 tahun dan
mencapai 15-20% pada usia diatas 65 tahun. Kejadian PAD lebih banyak ditemukan pada
laki-laki dan ras berkulit hitam. Studi di US menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang
terkena PAD sebanyak 8-10 juta orang. Berikut diagram prevalensi PAD berdasarkan
usia: 4

II.3 Histologi Pembuluh Darah Arteri


Penyakit PAD terjadi pada lapisan dinding arteri, dimana secara histologis,
dinding arteri terdiri dari 3 lapisan utama yaitu ; tunika intima yang terdiri atas
endothelium,ruang subendothelial, hingga lamina elastis interna ; tunika media, yang
tersusun atas sel otot polos; dan tunika adventitia atau eksterna, yang terdiri atas vasa
vasorum dan jaringan ikat. 3
II. 3.1 Tunika Intima
Endothelium, lapisan terdalam dari tunika intima yang melapisi lumen, berfungsi
meregulasi tonus pembuluh darah dan trombogenisitas. Endotel mensintesis beberapa
faktor seperti nitric oxide, prostaglandin, endothelin serta berinteraksi dengan elemen di
dalam darah seperti thrombomodulin, molekul adhesi, activator plasminogen, yang
menjaga homeostasis pembuluh darah. Di bawah lapisan endotel terdapat basal lamina
yang terdiri dari serat kolagen sebagai penyangga endothelium dengan jaringan ikat
dibawahnya. Pada bagian terluar dari tunika intima terdapat lamina elastis interna, yang
merupakan lapisan elastis yang merespon terhadap tekanan dan berperan dalam mengatur
diameter lumen pembuluh darah dan memfasilitasi difusi materi menuju tunika media3

II.3.2 Tunika Media


Lapisan ini umumnya relatif tebal, sebagian besar terbentuk dari smooth muscle
dan sejumlah serat elastic yang melingkari pembuluh darah. Fungsi utamanya adalah
mengatur diameter lumen. Rongga subendotelial terdiri dari matriks ekstraseluler yang
berupa proteoglikan, kolagen IV pada membrane basal, tipe I, dan tipe III. 3
II.3.3 Tunika Adventitia atau eksterna
Lapisan ini dilalui oleh persarafan serta vasa vasorum untuk memperdarahi
dinding pembuluh darah, serta memiliki fungsi sebagai pengikat pembuluh darah dengan
jaringan disekitarnya.3

II.4 Sistem Pembuluh Darah di Ekstremitas Bawah


PAD paling sering bermanifestasi pada ekstremitas bawah. Arteri iliaka,
merupakan cabang dari arteri abdominalis yang setelah melewati daerah pelvis kemudian
akan bercabang menjadi arteri femoralis, yang berjalan turun ke arah distal di sisi anterior
3

paha. Arteri femoralis mengalirkan darah ke kulit dan bagian otot dari paha dalam.
Setelah mencapai bagian inferior paha, arteri femoralis menyilang di posterior menjadi
arteri popliteal. Di bawah lutut, arteri popliteal bercabang menjadi arteri tibialis anterior
dan arteri tibialis posterior. Arteri tibialis anterior bergerak turun di sebelah depan dari
kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri
dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian
bawah dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.7

Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki bergabung


membentuk jaringan vena plantaris. Jaringan plantar mengalirkan darah menuju vena
dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior, tibialis posterior, poplitea, dan femoralis). Vena
safena magna dan safena parva superfisial mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus
vena dorsalis menuju vena poplitea dan femoralis.7

Vena pada kaki


II.5 Patofisiologi
PAP merupakan proses sistemik yang berpengaruh terhadap sirkulasi arteri
multiple yang disebabkan oleh karena adanya aterosklerosis, penyakit degenerative,
kelainan dysplasia, inflamasi vaskuler (arteritis), thrombosis in situ, dan tromboemboli.
Dari sekian proses patofisiologi yang mungkin terjadi, penyebab utama PAP yang paling
sering adalah aterosklerosis.4

Menurut American Heart Association, terjadinya lesi aterosklerosis dapat


dibagi ke dalam 4 tahapan yaitu :8
5

1. Endothelial Injury
Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endothelium
sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah
dengan menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, thrombosis
dan adhesi monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses
inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan
antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah.
8

Zat yang diperdebatkan sebagai zat yang paling berperan dalam relaksasi
pembuluh darah adalah nitrat oksida. NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit,
adhesi dan agregasi, mencegah proliferasi otot polos pada pembuluh darah; dan
mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO terganggu pada
pasien dengan penyakit vascular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah
perifer8
Endothelial yang intak dan licin berfungsi sebagai dinding yang menjamin
aliran darah arteri lancar. Faktor resiko aterosklerosis yang dimiliki pasien akan
memudahkan masuknya LDL yang teroksidasi meupun makrofag ke dalam
dinding arteri. Interaksi antara endothelial injury dengan platelet, monosit dan
6

jaringan ikat (kolagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet dan agregasi


trombosit. Akumulasi leukosit merupakan awal dari pembentukan lesi
aterosklerotik, yang menandakan adanya kontribusi reaksi inflamasi pada
pathogenesis dari kondisi ini. Jenis sel inflamasi yang paling umum ditemui pada
evolusi atheroma adalah makrofag dan limfosit. Leukosit dapat mengikat pada
reseptor maupun molekul adhesi yang diekspresikan pada permukaan sel endotel,
yang diduga turut dicetuskan oleh akumulasi lipoprotein di tunika intima.
Lipoprotein juga menyebabkan pelepasan sitokin seperti interleukin 1 dan tumor
necrosis factor a yang memiliki peran dalam meningkatkan ekspresi molekul
adhesi.8
a. Fatty Streaks
Fatty streaks merupakan kumpulan makrofag pada lapisan sel otot polos yang
mengandung lemak kolesterol, atau disebut juga foam cells dan merupakan
precursor terjadinya lesi yang lebih berat. Lipoprotein dapat mengumpul dalam
intima arteri karena berikatan dengan komponen matriks ekstraseluler, sehingga
menempel lama pada dinding

arteri dan seiring berjalannya waktu, akan

menumpuk di ruang ekstraseluler dari intima kemudian berinteraksi dengan


glikosaminoglikan pada matriks sehingga memperlambat keluarnya partikel kaya
lipid ini dari intima. Partikel lipoprotein dalam ruang ekstraseluler dari intima,
terutama yang ditahan dengan cara mengikat makromolekul matriks, menjadi
rentan terhadap modifikasi oksidatif, lalu menghasilkan produk-produk oksidatif
seperti hidroperoksida, lisofosfolipid, oksisterol, dan produk pemecahan asam
lemak dan fosfolipid. Stress oksidarif juga menyebabkan modifikasi pada partikel
high density lipoprotein (HDL) sehingga terjadi gangguan pada transport
kolesterol. Lipoprotein juga menyebabkan pelepasan sitokin seperti Interleukin I
(IL-1) dan tumor necrosis factor a yang berperan dalam meningkatkan ekspresi
molekul adhesi. Beberapa faktor yang ikut berperan dalam produksi sitokin
proinflamasi antara lain riwayat merokok dan angiotensin II. Tidak semua fatty
streaks berkembang menjadi plak aterosklerotik. Beberapa makrofag yang
mengandung lemak dapat meninggalkan dinding arteri, sehingga lemak
7

dikeluarkan dari lesi yang sedang berkembang. Dengan demikian, akumulasi


lemak terbentuk apabila jumlah lemak yang memasuki dinding arteri melebihi
kapasitas fagositosis mononuclear atau jalur pembersihan lemak lainnya.
Mekanisme fagositosis lemak oleh makrofag kemudia mencetuskan mekanisme
reverse cholesterol transport yakni transfer kolesterol dari foam cell ke partikel
HDL yang kemudian membawa kolesterol ke hepatosit untuk dimetabolisme lebih
lanjut. 11
b. Fibrous Plaque
Pada perkembangan fatty streak yang lebih lanjut, integritas endotel mulai
terganggu sehingga terbentuk lubang mikroskopik. Pada area tersebut dapat
terbentuk mikrotrombus pada membrane basalis. Platelet yang teraktivasi dapat
melepaskan beberapa faktor yang mencetuskan pembentukan thrombin, yang
kemudian menghasilkan fibrin dan juga mencetuskan migrasi SMC. Penebalan
intima patologis dimana terjadi agregasi sel otot polos di dalam matriks
proteiglikan dan kolagen dengan dasar kumpulan jaringan lemak. Makrofag yang
mengandung lipoprotein yang telah termodifikasi dapat mengundang sitokin dan
growth factors yang menstimulasi proliferasi SMA dan produksi matriks
ekstraseluler pada plak yang sedang berevolusi. Selain itu IL-1 dan TNF a dapat
menginduksi produksi faktor pertumbuhan local yang dapat menstimulasi migrasi
SMC dari tunika media ke tunika intima yang kemudian juga dapat mengalami
proliferasi. Pada tahapan ini , terjadi evolusi dari lesi yang terdiri dari akumulasi
lemak dan menjadi lesi yang lebih kaya akan jaringan ikat dan membentuk
pelindung yang disebut fibrous cap.11
c. Complicated lesion
Dengan berkembangnya lesi aterosklerotik, maka terbentuk pula pembuluh
dari mikro di sekitar lesi yag berkontribusi meingkatkan transportasi elukosit serta
sifatnya rapuh dan dapat pecah dengan mudah menimbilkan thrombosis. Selain
itu juga terjadi akumulasi kalsium pada plak. Remodeling arteri berupa
pembesaran diameter terjadi sebagai kompensasi dari terjadinya aterogenesis.
8

Aterosklerosis umumnya tiadk megganggu lumen sampai plak menutup 40% area
pada lamina elasatic interna. Erosi pada dinding endothelium atau fibrous cap
akan menyebabkan rupturnya plak sehingga terjadi kontak antara thrombogenic
tissur factor yang terdapat dalam foam cells ,makrofag dengan faktor koagulasi
dalam darah. Thrombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi baik secara
permanen maupun transien. Episode kerusakan plak yang berulang menyebabkan
terbentuknya remodeling arteri oleh fibrosis dan matriks ekstraseluler. 8

Klaudikasio intermiten terjadi ketika ketersediaan oksigen tidak mampu


memenuhi kebutuhan oksigen otot skelet, sehingga terjadi akumulasi laktat dan
hasil metabolik lain. Pada pasien dengan PAD dapat ditemui lesi oklusif tunggal
atau multipel pada arteri yang menyuplai daerah percabangan. Pasien dengan
critical limb ischemia umumnya memiliki lesi oklusif multipel yang berdampak
pada percabangan proksimal dan distal arteri.8
Aterosklerosis

yang

terjadi

pada

pembuluh

darah

non-kardiak

menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen di jaringan perifer


dan aliran darah menuju jarinan, dalam hal ini eksteremitas inferior, merupakan
dasar patofisiologi PAD. Lesi pada arteri menyebabkan penyempitan radius lumen
dan diasosiakan dengan kehilangan energy pada keadaan normal dihasilkan oleh
aliran darah dari jantung, tekankan alasan dan kecepatan aliran berkurang.
Iskemia pada ekstremitas bawah dapat diklasifikasikan sebagai fungsional atau
kritikal. Iskemia fungsional terjadi apabila aliran darah normal pada keadaan
istirahat namun tidak mencukupi saat aktivitas, sehingga akan timbul manifestasi
9

klinis berupa intermittent claudication. Kritikal iskemia adalah keadaan dimana


perfusi menurun pada waktu istirahat akibat penurunan aliran darah, sehingga
menimbulkan nyeri saat beristirahat atau lesi trofik pada tungkai. Tingkat
keterlibatan manifestasi klinis bergantung pada 2 faktor yakni evolusi kronologis
(akut

atau

kronik)

dan

lokasi

serta

ekstensi

dari

penyakit.

Ketika

ketidakseimbangan antara demand dan supply aliran darah di jaringan perifer


terjadi secara tiba-tiba, umumnya iskemia disebabkan oleh thrombosis. Telah
ditemukan bahwa plak uang beresiko tinggi di arteri ekstremitas inferior memiliki
perbedaan dengan tipe plak yang umumnya ditemukan di arteri koroner, dimana
arteri pada ekstremitas cenderung lebih bersifat stenotik dan lebih banyak
mengandung komponen platelet dan benang fibrin serta rendah akan eritrosit,
sedangkan plak pada arteri koroner lebih banyak mengandung lemak ekstraseluler
dan foam cell dilapisi oleh fibrous cap yang tipis. Iskemia yang disebabkan oleh
emboli cenderung dapat ditoleransi karena umumnya sirkulasi pembuluh darah
kolateral telah terbentuk sebelum terjadinya plak8,11

II.6 Faktor Resiko


10

Pasien degan PAP kemungkinan mengalami banyak masalah, seperti


klaudikasio intermiten, critical limb ischemia (CLI), ulserasi iskemik, rawat inap
berulang, revaskularisasi, dan amputasi anggota tubuh. Hal ini menyebabkan
penurunan kualitas hidup dan meningkatkan kejadian depresi pada pasien. Pasien
dengan PAP juga memiliki kemungkinan lebih besar mengalami infark miokard
(MI), stroke dan kematian akibat penyakit jantung.5
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada aterosklerosis koroner juga
dapat menjadi faktor resiko terjadinya sclerosis pada sirkulasi perifer. 84-90%
pasien dengan klaudikasi adalah perokok. Pada pasien PAD yang masih merokok
didapatkan adanya perburukan yang jauh lebih cepat daripada pasien PAD yang
berhenti atau tidak merokok sama sekali. Pasien PAD dengan diabetes melitus juga
memiliki kemungkinan gejala yang lebih berat dan kalsifikasi arteri yang lebih
nyata. Berikut faktor-faktor rasiko PAD:4,5

Berikut kategori individu yang beresiko terkena penyakit arteri perifer ekstremitas
inferior (AHA, 2011):8,11
a. Usia <50 tahun, dengan diabetes dan salah satu resiko aterosklerosis
(merokok, dyslipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
11

b. Usia 50-69 tahun dengan riwayat merokok dan diabetes


c. Usia > 70 tahun
d. Gejala saat beraktivitas (merujuk pada klaudikasio) atau ischemic rest pain
e. Pemeriksaan pulsasi ekstremitas inferior yang abnormal
f. Riwayat aterosklerosis koroner, carotid, atau penyakit arteri renalis
II.7 Tanda dan Gejala
Gejala klinis PAD bergantung pada lokasi dan tingkat keparahan stenosis
atau oklusi arteri dan berkisar dari nyeri ringan ekstremitas dengan aktivitas
(klaudikasio) sampai keadaan limb-trhreatening ischemia). Kebanyakan pasien
dengan PAD asimtomatik memiliki perjalanan penyakit yang ringan. Namun
manifestasi klinis dapat terus berkembang dengan cepat dan tidak terduga pada
pasien PAD yang terus merokok, dengan komorbid diabetes atau insufisiensi
ginjal. 6
Gejala yang seringkali dirasakan oleh penderita PAD adalah rasanya tidak
nyaman pada bokong, paha, atau betis yang memberat dengan aktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Kondisi meningkatnya rasa lelah, pegal dan nyeri
pada tungkai yang dipicu oleh aktivitas disebut sebagai klaudikasio. Jika PAD
sudah berat, nyeri bahkan dapat dirasakan pada saat istirahat. Aliran darah yang
berkurang secara kronik dapat berdampak pada ulserasi, infeksi dan nekrosis kulit
ekstremitas. Mereka yang merokok serta memiliki diabetes mellitus lebih beresiko
mengalami komplikasi tersebut. Lokasi nyeri berkaitan dengan arteri yang
mengalami kelainan .2,6
Gangguan aliran darah akan menyebabkan berkurang atau bahkan
hilangnya pulsasi pada bagian distal dari arteri yang mengalami stenosis. Pada
stenosis pada arteri abdominal, femoral atau subklavia, dapat terdengar bruit. Pada
pasien dengan iskemia berat yang terjadi secara kronis, dapat ditemukan otot-otot
yang atropi, pucat, perubahan warna sianotik, rambut-rambut halus hilang, bahkan
gangren dan nekrosis pada kaki maupun jari 1,6
Berikut tabel klasifikasi Fontaine untuk penyakit arteri perifer :

12

Pedoman American College of Cardiology Foundation And the American


Heart Association membagi manifestasi klinis PAD ke dalam beberapa tipe: 12
Tipe Asimtomatis
Pasien yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang tidak
memiliki gejala klinis klasik klaudikasio namun memiliki gangguan fungsi
tungkai bawah lainnya disertai faktor resiko seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Umumnya tipe asimtomatis ditemukan saat melakukan screening.
Adanya kelainan dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ankle-brachial index.
Apabila pemeriksaan ABI dalam batas normal (0,9-1,3), tidak ditemukan gejala
13

klasik klaudikasio dan tidak memiliki riwayat aterosklerosis, maka dapat


dilakukan exercise ABI measurement12
Tipe klaudikasio
Klaudikasio merupakan gejala awal dari adanya obstruksi kronis pada
arteri, dan dapat berlangsung dalam hitungan bulan sampai tahun. Gejala
klaudikasi ialah keluhan nyeri otot tungkai yang dimulai setelah berjalan kaki
dalam jarak tertentu, menyebabkan pasien2,12
Klasifikasi dari penyakit arteri perifer : Fontaines stages dan
Rutherfords
Fontaine

Rutherford

Stage

Clinical

Grade

Category

Clinical

Asymptomatic

Asymptomatic

IIa

Mild claudication

Mild claudication

IIb

Moderate

severe I

Moderate

to

claudication

claudication
I

Severe claudication

III

Ischemic Rest pain

II

Ischemic Rest pain

IV

Ulceration or

III

Minor tissue loss

Gangrene

III

Major tissue loss

Berhenti berjalan sejenak dan dalam waktu kurang lebih 10-15 menit
istirahat dapat membaik, sehingga memungkinkan pasien untuk melanjutkan
berjalan lagi biasanya sejauh jarak yang sama setelah nyeri berulang. Beratnya
gejala bergantung pada tingkat stenosis, efektivitas pembuluh darah kolateral,
serta berat ringannya aktivitas. Tingkat keparahan dapat diklasifikasikan
berdasarkan kategori Fontaine maupun Rutherford (Tabel 1). Klaudikasio dapat
terjadi pada satu sisi maupun bilateral, baik di satu regio maupun beberapa secara
bersamaan, di lokasi seperti pantat dan pinggul, paha, betis, atau nyeri kaki,
14

tergantung pada lokasi lesi arteri (Tabel 2). Pada pasien dengan klaudikasio,
pengukuran ABI harus dilakukan.11
Nyeri atipikal diartikan sebagai nyeri pada pasien dengan beberapa
komorbiditas medis, terkadang sulit untuk membedakan nyeri ekstremitas yang
disebabkan oleh arthritis, neuropati, stenosis tulang belakang, fibromyalgia,
statin-induced myalgia, dan etiologi lainnya. Namun demikian, sebelum
menghubungkan gejala atipikal dengan PAD, gangguan ekstremitas bawah
lainnya harus dipertimbangkan.12
Tabel Asosiasi antara lokasi lesi aterosklerotik dengan manifestasi klinis
klaudikasio
Area of Lesion

Clinical Picture

Aortoiliac

Buttock-thigh-calf claudication
Impotency in a man (if bilateral involvement
is present): Leriche syndrome

Femoropopliteal
Infrapopliteal

Calf

claudication

with/without

plantar

claudication
Plantar claudication

Critical Limb Ischemia (CLI)


Critical limb ischemia merupakan keadaan dimana aliran darah sudah tidak
cukup kebutuhan metabolik jaringan perifer saat istirahat. Pedoman TransAtlantic Inter-Society Consensus II (TASC II) membedakan CLI mejadi acute
limb ischemia (ALI) apabila terjadi penurunan perfusi tungkai yang tiba-tiba
dalam waktu 2 minggu, atau kronis (>2 minggu). Pasien dengan CLI umumnya
memiliki keluhan dari nyeri saat istirahat, ulserasi, sampai terjadinya gangrene.
Pasien akan merasakan gejala memberat setelah bangun tidur di pagi hari dan
membaik misalnya dengan menggantungkan kaki pada ujung tempat tidur atau
dengan berjalan karena adanya bantuan efek gravitasi. Gejala ini juga dapat
15

disertai dengan nyeri misalnya yang terbentuk dari plak aterosklerosis, fibrilasi
atrial, aneurisma aorta, thrombosis graft bypass atau stent. Gejala khas dikenal
dengan istilah 5P: Pain, Pulselessess, Paresthesia, Paralysis, dan Pallor. Beberapa
sumber menambahkan poikiloterimia (rasa dingin pada kuku/ujung jari).
Klasifikasi acute limb ischemia dapat dilihat pada tabel di bawah.7
Iskemia arterial akut disebabkan oleh emboli atau thrombosis akut
mengikuti obstruksi parsial kronik. Emboli dapat berasal dari jantung atau bukan
jantung. Berikut tabel etiologi insufisiensi arteri akut:9
Tabel Etiologi Insufisiensi Arteri Akut
Emboli:
-

Fibrilasi atrium

Penyakit katup jantung (penyakit jantung rematik atau endokaditis)

Infark miokard (dengan atau tanpa aneurisma ventrikel)

Katup jantung prosthetik

Miksoma atrium kiri

Embolus paradoksik

Kardiomiopati kongestif

Kardiomiopati hipertropik

- Kalsifikasi annulus katup mitral


Perifer:
-

Lesi ulkus arteriosclerosis

Aneurisma (Aorta, iliaka, femoralis, popliteal, subclavia, axillaris)

- Komplikasi kateterisasi atrial


Thrombosis:
-

Aterosklerosis pada segmen penyempitan (dengan atau tanpa gangguan aliran)

Perdarahan intraplak

Penyalahgunaan obat
Berdasarkan ukuran arteri yang tersumbat dapat diketahui asal emboli, berasal

dari jantung atau dari aorta atau dari arteri iliaka komunis. Embolus yang menyangkut
pada arteri akan membentuk thrombus yang menyumbat aliran darah, distal dari
sumbatan menjadi spasme. Terbentuk bekuan darah pada proksimal sumbatan. Hal ini
16

tergantung dari adekuat atau tidaknya kolateral. Pada bagian distal yang spasme
dalam 8 jam akan terbentuk bekuan darah menjalar ke bawah menyumbat seluruh
kolateral yang ada, memperburuk iskemia, sehingga menyebabkan kulit menjadi biru,
kaku, dan licin.9
Kerusakan jaringan tergantung dari sirkulasi kolateral yang adekuat, keadaan
fungsi jantung, viskositas darah, kadar oksigen darah, menjalarnya bekuan darah
sampai ke mikrovaskular, dan efektivitas dan ketepatan pengobatan. Reperfusi pada
daerah ekstremitas yang iskemia harus diikuti dengan evaluasi organ lain pada
seluruh tubuh karena metabolism anaerob menghasilkan asam, sel mati mengeluarkan
kalium dan miogloin, pembentukan mikrotrombus pada area yang stasis dan asidosis.
Terjadi akumulasi produk inflamasi, prokoagulan dan agregasi trombosit. Dengan
adanya reperfusi faktor-faktor toksik tersebut akan masuk ke sirkulasi sistemik dan
dapat terjadi kegagalan fungsi organ seperti paru, ginjal, jantung, dan status mental
pasien. Tetapi hal tersebut tergantung dari derajat nekrosis, cepat atau lambatnya
revaskularisasi yang adekuat dan kondisi dasar organ-organ tersebut. Manifestasi
klinis insufisiensi arterial akut disebabkan karena emboli kardiak dapat mengenai
tempat lain, antara lain iskemia ekstremitas atas, iskemia serebral dan iskemia
visceral.7,9

Tabel Klasifikasi acute limb ischemia


Category

Description/Prognosis Sensory
Loss

Viable

Not immediately

Muscle

Arterial

Venous

weakness

Doppler

Doppler

Signals

Signals

None

None

Audible

Audible

None

(Often)

Audible

threatened
Threatened

Salvageable if

Minimal

marginally

promptly treated

(toes)

or
17

none

audible

Threatened

Salvageable with

More than

Mild,

(usually)

immediately

immediate

toes;

moderate

inaudible

revascularization

associated

Inaudible

Audible

with rest
pain
Irreversible

Major tissue loss or

Profound,

Profound

permanent nerve

anesthetic

paralysis

damage

Inaudible

(rigor)

Gejala klinis insufisiensi arteri akut ditandai dengan perubahan suhu yang
mencolok pada distal ekstremitas yang tersumbat. Jika telapak kaki masih dapat
bergerak dorsofleksi dan plantarfleksi menandakan otot-otot masih hidup. Jika
telapak kaki tak dapat bergerak menandakan adanya ancaman nekrosis paling
tidak pada beberapa bagian otot. Timbulnya kekakuan pada otot, mengeras,
dibanding sisi yang normal menandakan nekrosis otot luas. Parastesi dan anestesi
pada ekstremitas menandakan iskemia persarafan. Wax (berlilin), kulit berwarna
putih merupakan tanda yang khas spasme pembuluh darah dan masih ada arteriola
yang mengaliri. Bercak-bercak sianosis yang tidak memudar dengan penekanan
menandakan thrombosis pada kapiler subkutikular dan terjadi nekrosis kulit.7
Dari pemeriksaan fisik dicari kelainan jantung yang dapat menyebabkan
sumber emboli. Insufisiensi arteri akut biasanya ditandai dengan perubahan
temperatur yang mencolok pada distal obstruksi. Ketidakmampuan telapak kaki
untuk bergerak dorsofleksi dan plantarfleksi menandakan aliran darah ke daerah
betis terganggu dan terjadi ancaman nekrosis dari otot tersebut.jika betis menjadi
mengeras, otot spasme dibandingkan dengan sebelahnya yang normal
menandakan nekrosis lanjut pada otot, parestesia dan anesthesia menandakan
iskemia pada saraf. Kulit seperti berlilin, kulit menjadi putih merupakan tanda
dari spasme dan dapat dilihat ada arteriola yang mengalir ke kulit.

7,10

Iskemia kronik terjadi paling sering akibat adanya stenosis atau oklusi
arteri yang melibatkan lebih dari 1 cabang arteri, seperti segmen aortoiliac dan
18

femoropopliteal. Pasien dapat menunjukkan adanya atrofi otot, bulu kaki rontok,
hipertrofi dan pertumbuhan yang lambat pada kuku, vena superfisial mengecil,
capillary refill time >2 detik, dan tampak kemerahan.7
Klaudikasio merupakan manifestasi yang paling sering terlihat pada
insufisiensi arteri kronik. Klaudikasio biasanya timbul setelah aktivitas fisik dan
berkurang atau bahkan menghilang setelah istirahat beberapa saat. Nyeri otot pada
klaudikasio diperkirakan terjadi akibat aliran darah yang tidak adekuat.
Penumpukan asam laktat dan metabolisme lain pada otot yang iskemia
menyebabkan nyeri kram pada otot.2
Lokasi yang paling sering terkena adalah daerah betis, tetapi bisa juga
pada daerah paha jika lokasi obstruksi terdapat di arteri iliaka eksterna atau arteri
komunis, atau pada daerah bokong akibat penyempitan aorta atau arteri iliaka
komunis. Sedang gejala klaudikasio atipikal dapat muncul berupa nyeri pada
telapak kaki atau rasa terbakar.7,10

Tabel Pemeriksaan Fisis Insufisiensi Arteri Kronik


Pemeriksaan anggota tubuh (dibandingkan dengan sebelahnya), antara lain:
a. Bulu rontok
b. Pertumbuhan kuku terganggu
c. Kulit kering licin, atrofi
d. Rubor
e. Kaki menjadi pucat setelah diangkat elevasi setinggi 60 derajat selama 1 menit, (warna kembali
normal dalam 10-15 detik. Jika kembali normal dalam waktu lebih dari 40 detik, menandakan
iskemik berat)
f. Ulkus pada jaringan iskemik (terkelupas, nyeri, perdarahan sedikit), gangrene
g. Pulsasi a. femoralis atau a. dorsalis pedis tidak ada atau mengecil (terutama setelah berjalan)
h. Bruit arterial
i. Pemeriksaan tambahan dengan palpasi dan auskultasi untuk mencari kelainan aorta (aneurisma
19

atau bruit)
Critical limb ischemic (CLI) adalah penyakit arteri perifer dimana
penderita memiliki tipe kronik iskemik. Penyakit perifer ini dapat dikatakan
kronik limb iskemiik (CLI) bila pasien atau penderita memiliki gejala lebih dari 2
minggu. Diagnosa CLI biasanya dikonfirmasi oleh ankle-brachial-index (ABI),
toe sistolik pressure atau transcutaneous oxygen tension. Ischemic rest pain secara
umumnya ankle pressure di bawah 50 mmHg atau toe pressure lebih kecil dari 30
mmHg. ABI atau ankle brachial index adalah perbandingan tekanan darah sistolik

arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pada tungkai bawah dengan arteri
brachialis pada lengan menggunakan Doppler yang telah divalidasi dibanding
dengan angiografi dengan spesifitas 95% dan sensitifitas hamper 100%. Beberapa
ulserasi (pada tungkai) biasanya termasuk iskemik yang menjadi penyebabnya,
penyebab lain kemungkinan trauma, neuropathic, gangguan vena, tetapi jika sulit
sembuh maka hal tersebut disebabkan severitas dari PAD. Untuk pasien dengan
ulserasi atau gangrene, kehadiran CLI diusulkan dengan ankle pressure lebih
rendah dari 70 mmHg atau toe pressure kurang dari 50 mmHg11
Gejala atau tanda klinis yang biasa ditimbulkan adalah Pain(nyeri), Ulcer
dan gangrene, kram, lebih sering timbul pada malam hari dan akan sakit bila kaki
terangkat (lebih tinggi dari jantung).2,11
Tabel Kategori Klinis Iskemik Limb Kronik
Deraja Kategori Klinis
t
0

0
1

Asimptomatik
Klaudikasio ringan

Kriteria Objektif
Treadmill stress test normal
Treadmill
komplit,
tekanan

ankle

sebelahnya <50 mmHg


Tetapi> 25 mmHg lebih rendah dari
I

II

2
3
4

Klaudikasio sedang
Klaudikasio berat

brachial
Antara kategori 1 dan 3
Treadmill tak selesai dan tekanan ankle

Nyeri iskemik saat istirahat

sebelahnya < 50 mmHg


Tekanan ankle sat istirahat < 60 mmHg;
20

nadi ankle dan metatarsal datar atau sangat


III

lemah.
Kematian jaringan minor, Tekanan ankle saat istirahat < 40 mmHg;
ulkus tak sembuh, gangren nadi ankle dan metatarsal datar atau sangat

dengan iskemia pedal difus lemah


Kematian jaringan menjalar
ke

atas

fungsi

transmetatarsal,

kaki

tak

dapat

diselamatkan

II.8 Penegakkan Diagnosis


II.8.1 Diagnosis PAP
Diagnosis klinis PAP tergantung pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penggunaan pemeriksaan pembuluh darah secara noninvasive dan invasif.
Penilaian PAP perlu dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk dapat
mengidentifikasi faktor resiko, adanya klaudikasio intermiten, nyeri saat istirahat,
dan atau adanya suatu gangguan fungsi. 9
Pada pemeriksaan fisis, pemeriksa harus memperhatikan beberapa hal
spesifik berikut yang dapat memberikan petunjuk mengenai baik buruknya perfusi
ke jaringan tungkai bawah:10

Inspeksi warna dan perabaan suhu kulit. Kurangnya aliran darah yang
cukup signifikan dan berat akan menyebabkan kulit menjadi kering, tipis,
mengkilat, dan tidak berambut, kuku gampang patah. Pemeriksa dapat
melakukan uji Buerger, yakni mengelevasi kaki setinggi 25 cm atau
membentuk sudut +- 45 pada posisi berbaring, kemudian kaki diposisikan
menggantung dan dinilai pengisian kembali arteri. Normalnya ekstremitas
tetap memiliki warna (merah muda) saat elevasi. Pada pasien dengan PAD
21

yang signifikan warna kulit akan menjadi pucat saat elevasi dan menjadi
hiperemis setelah posisi bergantung. Adanya ulserasi dan gangrene,
biasanya pada jari kaki dan telapak kaki, menunjukkan PAD yang telah

berkembang lebih lanjut.


Pulsasi. Terutama arteri femoralis, popliteal, dorsalis pedis dan tibialis
posterior. Intensitas pulsasi dideskripsikan dengan angka: 0) tidak ada
puslasi; 1) berkurang/lemah; 2)normal; 3) bounding. Pulsasi apabila sulit
dilakukan (misalnya pada individu yang obesitas) dapat dilakukan dengan
bantuan ultrasonografi Doppler. Adanya bruits pada auskultasi dan palpasi
pada arteri carotid, arteri aorta abdominalis, arteri femoralis.

II.8.2 Pemeriksaan Penunjang (Fuster, et al, 2011)


Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis penyakit
arteri perifer diperlukan pemeriksaan objektif.
Diagnosis Noninvasif PAP
Relevansi dari pemeriksaan laboratorium darah ialah untuk menunjang
riwayat faktor resiko, penanda infeksi yang dapat terjadi pada area distal dari
oklusi, dan mengidentifikasi adanya keterlibatan organ lain. Beberapa
pemeriksaan awal antara lain darah lengkap, glukosa darah puasa, kreatinin, profil
lemak, dan urinalisis. Berdasarkan kecurigaan secara klinis, pemeriksaan darah
lanjutan yang relevan antara lain prothrombin time, activated protial
thromboplastin time, C-reactive protein, homocysteine.8
Pasien dengan gangguan pembuluh darah dapat didiagnosis secara
anatomi dengan akurat menggunakan teknik diagnostic vascular noninvasive
modern

(misalnya,

ankle

and

toe-brachial

index,

segmental

pressure

measurement, pulse volume recordings, duplex ultrasound imaging, Doppler


waveform analysis, dan exercise testing. 10
Tes non-invasif dapat menilai status PAP secara obyektif dan dapat
memfasilitasi perencanaan terapi. Tes relatif murah, tanpa resiko dan dapat
memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk
a) secara obyektif menentukan diagnosis PAP b) secara kuantitatif menilai
keparahan penyakit c) melokalisasi lesi pada segmen arteri ekstremitas tertentu,
22

dan d)menentukan sejauh mana perkembangan penyakit atau respon terhadap


terapi10
Berikut tabel daftar pemeriksaan penunjang yang di rekomendasikan
berdasarkan manifestasi klinis pasien (AHA, 2011):12

Ankle Brachial Index


Definisi, kelebihan dan kekurangan ABI11
ABI adalah tes screening vascular non invasive untuk mengidentifikasi
penyakit arteri perifer. ABI adalah rasio yang berasal dari tekanan darah sistolik
pergelangan kaki (dorsalis pedis dan tibialis posterior) setiap kaki kanan dan kiri
dibandingkan dengan lengan brachialis..
ABI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, serta akurasi yang baik
untuk menetapkan diagnosis PAP. Alat ini merupakan alat yang paling hemat biaya
untuk mendeteksi PAP.
ACC / AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI sebaiknya dilakukan
pada :
1. individu yang diduga menderita gangguan arteri perifer karena adanya gejala
exertional leg atau luka yang tidak sembuh
2. usia >= 65 tahun
3. usia >= 50 yang memiliki riwayat DM atau merokok
Jika aliran darah normal di ekstremitas bawah, tekanan pada pergelangan
kaki harus sama atau sedikit lebih tinggi dari di lengan, maka ABI akan bernilai
1,0 atau lebih. ABI yang bernilai <= 0,9 menunjukan adanya PAP. Untuk
23

melakukan pemeriksaan sebelumnya pasien diistirahatkan selama 15-30 menit.


Normalnya ABI berkisar antara 0.9-1.3, dengan tekanan pada pergelangan kaki
lebih tinggi dari lengan. Pada pasien yang asimptomatis atau dengan gejala ringan
sampai sedang, nilai ABI <0.90 memiliki sensitivitas dan spesifitas tinggi untuk
diagnosis PAD, didukung dengan arteriografi sebagai standar referensi. Nilai ABI
0.4-0.9 umumnya ditemui pada pasien dengan gejala klaudikasio, sedangkan ABI
<0.4 menandakan oklusi multilevel, sedangkan nilai ABI >1.3 diinterpretasikan
sebagai adanya kalsifikasi arteri. Bila ABI tidak bisa dilakukan karena pembuluh
darah yang kaku maka dilakukan test Toe-brachial index. Nilai Toe-brachial
index <0.7 menunjukkan adanya gangguan pada pembuluh darah perifer.
American Diabetes Association (ADA) menyarankan skrining ABI
dilaukan pada penderita dm dengan usia < 50 tahun yang memiliki faktor resiko
penyakit arteri perifer seperti merokok, hipertensi, hyperlipidemia, dan lamanya
menderita DM >10 tahun.6
Interpretasi Nilai ABI

24

Keterbatasan ABI : 11,12


1. ABI adalah pemeriksaan yang menyimpulkan lokasi anatomi dari oklusi atau
stenosis secara tidak langsung. Lokasi pasti dari stenosis atau oklusi tidak bisa
ditentukan hanya dengan menggunakan ABI
2. ABI dapat meningkat (>1,3) karena adanya kalsifikasi

arteri pada

pergelangan kaki pasien yang memiliki penyakit diabetes, gagal ginjal dan
rheumatoid arthritis; dan pada keadaan ini, tes vaskuler lainnya seperti TBI
(Toe Brachial Index) perlu dilakukan
3. Beberapa individu dengan stenosis arteri dapat mengalami gejala klaudikasio
saat beraktivitas namun memiliki tekanan pergelangan kaki yang normal saat
istirahat, pada kasus ini perlu evaluasi vascular lainnya
Kontraindikasi untuk ABI :

Apabila terdapat rasa sakit luar biasa di kaki bagian bawah / kaki.

Pada kondisi terdapat trombosis vena dalam, yang dapat menyebabkan


lepasnya trombus, sebaiknya dirujuk untuk dilakukan tes duplex
ultrasound

Nyeri berat terkait dengan luka pada ekstremitas bawah.

Segmental limb pressure dan Pulse Volume Recording


Setelah menegakkan adanya penyakit oklusi pada arteri dengan ABI,
pemeriksa dapat menentukan letak dan luas lesi dengan mengukur tekanan pada
beberapa titik pada tungkai, contohnya di atas lutut, di bawah lutut, dan
25

pergelangan kaki. Segmental limb pressure dapat menilai adanya penyakit arteri
perifer serta lokasinya yang dicatat dengan alat Doppler Plaethysmographic Cuffs
yang ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah ternasuk di atas
paha, di bawah lutut dan pergelangan kaki. Tes ini mempunyai batasan yang sama
dengan ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku10
Adanya perbedaan tekanan sebesar 20 mmHg di sepanjang tungkai
menandakan adanya oklusi. Metode ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan alat pletismograf yang dapat mengukur perubahan volume di
sepanjang tungkai. Hasil gelombang dikatakan normal apabila terdapan kenaikan
tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang menyempit, dan adanya
dictoric notch sampai dasar. Pada gangguan PAD, terdapat gambaran gelombang
yang mulai landim puncak yang melingkar, pulsasi yang melebar, dan dictoric
notch yang menghilang dan mengarah ke bawah11
Pulse Volume Recording, digunakan dengan system cuffs, dimana Pneumo
Plaethysmograph mendeteksi perubahan volume pada tungkai melalui siklus
jantung. Perubahan kontur nadi dan amplitude juga dapat dianalisa. Gelombang
normal bila kenaikannya yang tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang
menyempit, adanya dicortic notch sampai dasar. Pada gangguan arteri perifer,
terdapat gambaran gelombang yang mulai landai, puncak yang melingkar, pulsasi
yang melebar, dicortic notch yang menghilang dan melengkung ke bawah.11
Duplex ultrasonography
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan pencitraan yang non-invasif,
cepat, dan sederhana, namun memiliki kegunaan spesifik dalam mengindentifikasi
lokasi dan luasnya gangguan vaskular, hemodinamik arteri, serta morfologi lesi.
Meskipun demikian, beberapa keterbatasan dari pemeriksaan ini ialah adanya
faktor operator-dependent dan tidak dapat menampilkan keseluruhan arteri.
Terdapat 3 macam ultrasonografi yang umum digunakan untuk pemeriksaan arteri
yaitu Doppler, B (brightness)- mode, dan Duplex-mode. Doppler menggunakan
respon gelombang suara yang menggambarkan struktur vaskular yang dilalui oleh
gelombang suara yang dikirimkan. Hasilnya dideskripsikan sebagai trifasi,
26

bifasik, atau monofasik. Sinyal monofasik menandakan adanya patologi yang


signifikan. Ultrasonografi B-mode menilai ekogenisitas dari gelombang suara
yang dikembalikan, dimana plak aterosklerotik akan membentuk acoustic
shadow. Ultrasonografi Duplex menggabungkan prinsip pada Doppler, B-mode,
dan color-flow Duplex, banyak digunakan untuk evaluasi vaskular pre-operatif,
intraoperasi, dan pasca operasi pemasangan stent atau graft.10,11
Alat ini berguna dalam mendeteksi penyakit arteri perifer tungkai bawah
yang juga dapat berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan adanya
lesi stenosis dan oklusi. Duplex Ultrasonography merupakan kombinasi analisa
gelombang Doppler dan kecepatan aliran (velocity).11
MRA dan CTA
Computed tomography angiography (CTA) dengan kontras dan magnetic
resonance angiography (MRA) dapat memberikan pencitraan sistem arteri yang
lebih terperinci dengan resolusi lebih tinggi. Magnetic Resonance Angiography
(MRA) adalah alat yang khusus digunakan sebagai diagnose radiologi penyakit
arteri perifer. MRA dilakukan sebagai tindakan lanjutan persiapan evaluasi
revaskularisasi. Computed Tomographic Angiography (CTA) digunakan sebagai
alat diagnostic arteri perifer dengan kemampuan resolusi tampilan gambar lebih
baik dan tiap scanning menampilkan 64 channel menggunakan multidetector
scanner.10
Umumnya modalitas ini digunakan apabila akan dilakukan intervensi.
CTA memiliki kelemahan karena menggunakan bahan kontras dan radiasi, serta
dapat menghasilkan gambar yang menganduk banyak artifak. Angiografi
diagnostic dengan kontras merupakan baku emas pada pencitraan arteri. Akses
vaskular didapatkan dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah.10

Diagnosa Banding
Beberapa diagnosis yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis PAD
yang menyebabkan nyeri pada tungkai diantaranya : 7, 9
27

Arthtritis : nyeri artritis bervariasi dari hari ke hari dan dapat dipicu oleh
beberapa aktivitas fisik. Tidak seperti nyeri klaudikasio, istirahat tidak

meredakan nyeri.
Varicose veins : nyeri terkait varicose vein bersifat tumpul, umumnya
muncul di akhir hari atau setelah berdiri untuk suatu periode yang lama.

Nyeri dari penyakit vena tidak dieksaserbasi oleh aktivitas tertentu


Trombosis vena : bengkak dan nyeri pada tungkai terkait dengan
trombosis vena umumnya muncul ketika berjalan dan membaik setelah

elevasi dari tungkai, tidak seperti pada penyakit arterial.


Spinal stenosis : penyempitan dari kanalis spinalis karena ruptur disk
atau artritis dari tulang belakang dapat menyebabkan nyeri tungkai
ketika berdiri dan tidak membaik dengan istirahat dalam waktu singkat.
Nyeri membaik ketika pasien membungkuk pada suatu objek stationari
atau duduk

II.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan PAD adalah mencegah progresi penyakit
aterosklerosis yang dapat berujung pada mortalitas dan morbiditas kardiovaskuler pada
seluruh penderita. Untuk pasien dengan Klaudikasio intermiten, tujuan tambahan ialah
untuk mengatasi nyeri guna meningkatkan fungsi. Bagi penderita CLI, tujuan akhir ialah
mencegah amputasi, mengebalikan mobilitas, dan menurunkan mortalitas.14
Terapi PAD terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan
operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab
dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas
dan dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena
mengurangi aliran darah ke kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang menyebabkan
atersklerosis harus diberikan seperti berhenti merokok, merubah gaya hidup, dan
mengontrol hipertensi .14
Menurunkan resiko kardiovaskular
Mengontrol faktor resiko. Berdasarkan TASC II, pasien dengan PAD umumnya
memiliki faktor resiko komplikasi kardiovaskular yang lebih tinggi, meningkat sekitar 528

7% penderita tiap tahunnya. Untuk itu pedoman-pedoman internasional telah


memberikan rekomendasi untuk mengontrol faktor resiko dengan tujuan menekan angka
mobriditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular pada PAD (Tabel 5).16
Faktor resiko

Rekomendasi

Merokok

Menyarankan berhenti merokok

Hiperlipidemia

Hipertensi

PAD simptomatis: LDL-kolesterol <2,59 mmol/L (<100


mg/dL)
PAD + riwayat penyakit vaskular lainnya (contohnya penyakit
pembuluh darah coroner): LDL kolesterol <1,81 mmol/L (<70
mg/dL)
Modifikasi diet merupakan intervensi awal untuk mengontrol
kadar lemak
Pengunaan statin sebagai agen utama
Dapat dipertimbangkan pemberian fibrat dan/atau niasin untuk
meningkatkan kadar HDL
Target tekanan darah terkontrol <140/90 mmHg atau <130/80 bila
disertai diabetes atau insufisiensi renal. Pasien harus mendapatkan
terapi sesuai dengan pedoman lainnya. Thiazide dan ACE inhibitors
sebaiknya digunakan sebagai terapi awal.

Diabetes

Kadar gula darah rendah dan HbA1C 6-7%

Homocysteine

Pemberian folat tidak dapat menurunkan kadar homosistein, namun


tidak memiliki efek preventif pada kardiovaskular

Merokok berkaitan dengan progresi aterosklerosis karena kandungan nikotin


dalam rokok dapat menyebabkan pembuluh darah untuk berkonstriksi, menyebabkan
penyempitan lebih jauh, mencegah aliran darah normal menuju organ dan ekstremitas,
menurunkan jumlah oksigen dalam darah, dan menyebabkan pembentukan clot menjadi
lebih mudah. Hipertensi juga menyebababkan jantung bekerja lebih keras dan
memberikan stress tambahan pada arteri. Diet rendah kolesterol seperti daging merah,
dairy products, dan kuning telur serta lemak jenuh seperti pada lemak hewan dan minyak
tumbuhan hendaknya dikurangi. Jika penurunan kolesterol tidak juga dicapai setelah
pengaturan diet, maka penggunaan medikasi dapat dipertimbangkan. Diabetes berkaitan
dengan pembentukan aterosklerosis dini dan mempercepat progresi. Selain itu, perawatan
kaki juga menjadi penting karena penurunan aliran darah, penyembuhan yang tertunda
29

dari luka, infeksi, dan gangrene pada kaki maupun jari dapat terjadi pada suatu truma
minor (laserasi superfisial) .15
Pemberian antiplatelet jangka panjang ditujukan kepada seluruh penderita PAD
dengan atau tanpa riwayat penyakit kardiovaskular. Aspirin/asetilsalisilat, suatu agen
antiplatelet, memiliki mekanisme sebagai penghambat agregasi platelet, penghambat
sintesis prostaglandin sehingga meningkatkan aliran darah yang mengalir pada
ekstremitas. Aspirin secara signifikan dapat menurunkan resiko stroke dan iskemia
miokard pada pasien dengan PAD simptomatis. TASC II menganjurkan pemberian dosis
aspilet 75-160 mg, namun menurut ACC/AHA pemberian hingga dosis 325 mg per hari
masih dalam rentan aman dan efektif. Clopidogrel (Plavix, Thienopyridines), suatu
penghambat jalur adenosine diphosphate (ADP untuk agregasi platelet, telah terbukti
lebih efektif dari aspirin untuk mengurangi resiko kardiovaskular. Dosis anjuran untuk
clopidogrel adalah 75 mg per hari. Pemberian kombinasi aspirin dengan clopidogrel tidak
menunjukkan adanya penurunan resiko yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pemberian monoterapi aspirin.12,15
Meningkatkan status fungsi pada klaudikasio
Exercise training
Latihan fisik merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal ini disebabkan
karena peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons
inflamasi, metabolisme muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan
viskositas darah.14
Terapi dengan olahraga dan program latihan yang dengan pengawasan
menunjukkan peningkatan kecepatan, jarak, dan durasi berjalan serta penurunan gejala
klaudikasio. Latihan fisik dapat meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala
klaudikasio. Olahraga terbukti dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
pemberian farmakoterapi semata. Tipe latihan yang dianjurkan adalah treadmill atau
latihan berjalan. Sesi dilakukan minimal 3 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit
dan dilakukan dengan intensitas beban sampai menimbulkan gejala klaudikasio selama 35 menit, atau sampai terasa hampir mendekati nyeri maksimal. lalu diselingi dengan
periode singkat untuk beristirahat. Ulangi siklus latihan dan istirahat dengan bertahap
30

menigkatkan waktu sampai bisa berjalan 50 menit. Program ini dapat dilakukan selama
6-12 bulan.14
Medikamentosa
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien PAD meliputi aspirin,
klopidogrel, pentoksifilin, cilostazol, dan tiklopidin. Obat terpilih adalah heparin, sebab
kerjanya cepat dan cepat dimetabolisme. Dosis 100-200 unit/kgBB bolus, diikuti 15-30
unit/kgBB/jam, jika perlu 300 unit/kgBB bolus, diikuti 60-70 unit/kgBB/jam dengan
infus kontinu. Dengan pemantauan APTT 1,5-2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah.
Penggunaan dosis tinggi bertujuan agar distal penyumbatan pada daerah iskemia dan
kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang meluas.15
Aspirin (anti-platelet) dengan dosis 75 Mg sehari. Menurut studi American Heart
Assosiation, Aspirin dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian Trombo-embolic
sebagai salah satu komplikasi PAD. 14
Pemberian cilostazol (phospodiesterasi inhibitor) seperti Pletaal diindikasikan
pada pasien dengan gangguan aktivitas akibat gejala klaudikasio. Gejala dapat berkurang
40-60% setelah 12-24 minggu terapi. Cilostazol adalah suatu inhibitor fosfodiesterase
yang meningkatkan konsentrasi cAMP di dalam trombosit dan agregasi platelet, sebagai
vasodilator, dan meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan trigliserida. Obat ini
dapat mengurangi nyeri dari klaudikasio yang dialami pasien. Dosis obat ialah 200 mg
perhari dibagi dalam dua kali pemberian. Efek samping yang umum adalah diare dan
nyeri kepala. Alternatif dari cilostazol adalah pentoxifylline (Trental); namun pada
umumnya kurang efektif. Namun efek samping lebih jarang ditemukan pada obat ini. 15
Pantoxyfiline,

yang

memiliki

mekanisme

mengurangi

viskositas

darah,

menghambat agregasi platelet, dan mengurangi kada fibrinogen, merupakan second line
dari Cilostazol dan diberikan dengan dosis 1200 mg per hari dibagi dalam 3 kali
pemberian.15
Tabel farmakoterapi untuk pasien dengan klaudikasi:12

31

Obat

Dosis

Aspirin

81-325 mg/hari

Direkomendasi

oleh

American

College

of

Chest

Physicians untuk PAD


Klopidogrel

75 mg/hari

ES lebih ringan dibandingkan aspirin pada CAPRIE trial,


resiko TTP lebih sedikit disbanding tiklopidin

Pentoxifylline

1,2 g/hari PO

Efek terhadap kemampuan berjalan lebih kecil

Cilostazol

100 mg 2 kali/hari

Hati-hati pada pasien gagal jantung; dosis dikurangi 50


mg 2 kali/hari jika minum obat CCB; menyebabkan diare
dan gangguan lambung

Tiklodipin

500 mg/hari

Harus diawasi resiko TTP

Revaskularisasi
Indikasi revaskularisasi pada pasien dengan klaudikasio intermiten berdasarkan
TASC, baik berupa endovaskular atau surgical adalah:14

Kurangnya respon terhadap terapi olah-raga dan farmakoterapi


Adanya disabilitas yang berat pada aktivitas sehari-hari atau aktivitas yang

berpengaruh besar terhadap kehidupan pasien


Penyebab lain yang dapat menghambat aktivitas telah disingkirkan (contoh

angina, penyakit paru kronis)


Prognosis dan riwayat natural yang diantisipasi untuk pasien
Morfologi lesi yang memungkinkan intervensi yang sesuai dilakukan dengan
resiko rendah dan prbabilitas tinggi untuk kesuksesan jangka pendek maupun
panjang.

a. Operasi

32

Operasi dilakukan dengan teknik embolektomi dengan balon Forgaty dengan


anestesi lokal atau regional. Untuk penyakit aortoiliaka dan femoral popliteal ditentukan
oleh lokasi, lamanya sumbatan, dan kondisi pasien. Jika ditemukan tanda retrombosis dan
emboli berulang harus dilakukan operasi segera. Heparin diberikan sampai 48-72 jam
dengan dosis tinggi yang direkombinasikan, kemudian dosis diturunkan sesuai kondisi
pasien selama 7 hari dan dilanjutkan dengan antikoagulan oral atau heparin dosis rendah
suntik subkutan.15
Jika masih vital setelah lebih dari 48 jam sejak gejala timbul, diperlakukan
sebagai penyakit obstruksi kronik berat.
Endarterectomy. Dilakukan insisi longitudinal pada dinding arteri dari luar
lumen sampai terbentuk celah pada lapisan tunika media sehingga lapisan yang lebih
dalam yang mengandung atheroma dapat dieksisi. Resiko terjadinya restenosis cukup
tinggi pada prosedur ini.16
Bypass grafting. Operasi bypass, dilakukan dengan cara mengambil graft
pembuluh darah kemudian menyambungkannya pada bagian proksimal dan distal dari
pembuluh darah yang mengalami stenosis atau oklusif, dengan tujuan agar aliran darah
tidak perlu melewati pembuluh darah yang mengalami penyempitan tersebut. Salah satu
ujung graft dihubungkan dengan arteri proksimal dari penyumbatan (inflow) dan ujung
lainnya di sisi distal dari daerah penyempitan atau penyumbatan (outflow). Operasi
bypass memungkinkan untuk memperbaiki lebih dari 1 pembuluh darah yang mengalami
penyempitan. Namun luka operasi akan lebih besar dibandingkan dengan stent, dan lama
penyembuhan akan lebih lama dibandingkan dengan proses stent. Operasi bypass tidak

33

menyebabkan reaksi dari sistem imun, dikarenakan graft pembuluh darah yang diambil
berasal dari dalam diri sendiri.16

Tipe bypass yang dilakukan tergantung pada tipe lesi berdasarkan TASC. Apabila
ditemukan lesi plak aterosklerosis di daerah kruris atau femur, dapat dilakukan femoropopliteal bypass. Bypass graft dilakukan dengan menggunakan vena sapheneous magna.
Operasi bypass memungkinkan untuk memperbaiki lebih dari 1 pembuluh darah yang
mengalami penyempitan. Namun luka operasi akan lebih besar dibandingkan dengan
stent, dan lama penyembuhan akan lebih lama dibandingkan dengan proses stent. Operasi
bypass tidak menyebabkan reaksi dari sistem imun, dikarenakan graft pembuluh darah
yang diambil berasal dari bagian tubuh sendiri16
Pasien yang telah menjalani penempatan bypass ekstremitas bawah dengan vena
autogenous harus menjalani evaluasi berkala setidaknya selama 2 tahun untuk menilai
gejala klaudikasio dengan pemeriksaan fisik khususnya pulsasi pembuluh darah
proksimal, graft, dan outflow, serta pencitraan duplex dari sepanjang graft dan
pengukuran tekanan pembuluh darah16
b. Trombolitik
Menggunakan rTPA (Recombinant tissue Plasminogen Activator), dengan
mekanisme kerja untuk mendegenerasi jaringan fibroblast, sehingga mencegah
pembentukan plak atherosklerotik. Terapi trombolitik dengan kateter arterial selektif
perkutan pada trombus yang menyumbat dapat mengurangi komplikasi perdarahan
dibandingkan dengan cara pemberian intra vena. Tissue plasminogen activator dosis
34

rendah atau streptokinase dosis rendah intra arteri 5000-10.000 IU/jam selama 12-48 jam
dengan monitor efek terapi baik secara klinis atau serial arteriografi. Dapat juga diberikan
urokinase 240.000 IU/jam selama 4 jam, diikuti 120.000 IU/jam sampai maksimum 48
jam, atau rekombinan tPA diinfus 1 mg/jam atau 0,05 mg/kg/jam. Dilanjutkan
antikoagulan intravena heparin dan diikuti warfarin per oral.15
c. Angioplasty transluminal perkutan
Terapi angioplasty transluminal perkutan segera mengikuti terapi trombolitik intra
arterial, pemasangan stent dan aterektomi, memberikan hasil yang baik terhadap patensi
arteri yang tersumbat. Teknik percutaneous transluminal balloon angioplasty (PTA)

merupakan jenis terapi endovascular invasif minimal dengan mengakses pembuluh darah
secara perkutan dengan kateter dengan panduan fluoroskopi. Arteri femoralis merupakan
lokasi yang paling umum dijadikan akses secara retrograd. Pada keadaan tertentu apabila
kesulitan untuk mengakses pembuluh darah dari a. Femoralis, arteri brachialis sinistra
dapat di jadikan alternatif. Guidewire digunakan sebagai penuntun kateter. Ketika kateter
mencapai arteri yang menyempit, balon kecil yang berada di ujung tabung mengembang
untuk waktu yang singkat,dan menekan plak aterosklerosis pada dinding arteri sehingga
melebarkan lumen untuk meningkatkan aliran darah. Setelah itu dapat dilakukan
pemasangan stent. Stenting merupakan teknik operasi perkutanous dengan cara
memasukkan balon melalui kateter dari arteri femoral atau arteri subklavia hingga
mencapai titik timbulnya stenosis atau oklusif. Balon yang dimasukkan kemudian
35

dikembangkan agar aliran darah terbuka, sehingga supply aliran darah pada jaringan di
sekitarnya memadai kembali, Keuntungan memakai stenting adalah luka yang lebih kecil
dibandingkan dengan operasi bypass, kemudian proses penyembuhan yang lebih cepat.
Namun kelemahan dari stenting adalah penggunaan bahan balon dapat menimbulkan
reaksi imunitas dari tubuh. Stent berfungsi sebagai alat penyokong dinding pembuluh
darah agar tidak kolaps dan mencegah berulangnya stenosis. Bahan dasar stent bervariasi,
termasuk diantaranya stainless steel, tantalum cobat-based alloy, dan nitinol. Selain
angioplasty dengan menggunakan balon, dapat juga dilakukan subintimal angioplasty
(melakukan bypass oklusi melalui jalur intima), cryoplasty (balon pada kateter diisi
dengan cairan NO yang akan membekukan dan menghancurkan plak dalam arterti), dan
aterektomi (melepaskan atheroma yang mengobstruksi arteri dengan suatu alat pemotong
maupun laser). Ketika sumbatan terlalu besar untuk diterapi dengan angioplasty dan
stent, operasi open bypass harus diilakukan baik dengan menggunakan vena dari tungkai
maupun material sintetis. Prosedur ini membutuhkan 2 hingga 5 jam operasi dengan 3
hinga 7 hari masa perawatan. Angioplasti dan open surgical repair secara umum aman
dan berhasil. Namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
diantaranya besarnya sumbatan pada arterial, keadaan umump asien, dan pengaturan atau
kontrol faktor resiko setelah intervensi ; dimana faktor yang paling signifikan adalah
rokok.14,15

36

* Atypical leg pain is defined by lower extremity discomfort that is exertional,


but that does not consistently resolve with rest, consistently limit exercise at a
reproducible distance, or meet all Rose questionnaire criteria.
The five Ps are defined by the clinical symptoms and signs that suggest
potential limb jeopardy: pain, pulselessness, pallor, paresthesias, and paralysis (with
polar being a sixth P).
PAD indicates peripheral arterial disease.
37

Agloritma penatalaksanaan PAD:

38

Berikut algoritma penatalaksanaan Asymptomatic PAD dan Atypical Leg Pain


(AHA, 2011):

39

Berikut algoritma penatalaksanaan klaudikasio dengan resiko sistemik (AHA, 2011):

40

41

Berikut algoritma diagnosis dan penatalaksanaan Critical Limb Ischemia (AHA, 2011):

42

Berikut algoritma penegakkan diagnosis

dan penatalaksanaan Acute Limb Ischemia

(AHA, 2011):

43

44

Daftar Pustaka
1. Hirsch A, Criqui M, Jacobson D, Regensteiner J, Creager M, Olin J et al. Peripheral
arterial disease detection, awareness, and treatment in primary care. JAMA
2001;286(11):1317e1324.
2. Kannel WB, Skinner JJ, Schwartz MJ, Shurtleff D. Intermittent claudication. Incidence in
the Framingham Study. Circulation. 1970;41:875-83.
3. Antono & Ismail. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Penyakit Arteri
Perifer. Jakarta: FK UI.
4. Selvin E, Erlinger TP. Prevalence of and risk factors for peripheral arterial disease in the
United States: results from the Nacional Health and Nutrition Examination Survey, 19992000. Circulation. 2004;110:738-43.
5. Bonow RO, et al. (2012). Braunwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicinie 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. ADA.

Peripheral

arterial

disease

in

people

with

diabetes.

Diabetes

Care

2003;26(12):3333e3341.
7. Mcdermott M, Greenland P, Liu K, Guralnik JM, Criqui MH, Dolan NC et al. Leg
symptoms in peripheral arterial disease: associated clinical characteristics and functional
impairment. JAMA 2001;286(13):1599e1606.
8. Ridker PM, Stampfer MJ, Rifai N. Novel risk factors for systemic atherosclerosis: a
comparison of C-reactive protein, fibrinogen, homocysteine, lipoprotein(a), and standard
cholesterol screening as predictors of peripheral arterial disease. JAMA 2001;
285(19):2481e2485.
9. Rutherford. Principles Of Vascular Surgery. Subbab ; Peripheral Arterial Disease. Page
1987 1995. 7th Edition. 2008
10. Kaplan. USMLE Course. Guidelines, Prevention and Treatment for Peripheral Arterial
Diseases. 2nd Volume. Circulation and Complication : Heart Focusing. Scope : Page 209212 Subbab 3A. 2010.
45

11. Ankle-brachial index as an independent indicator of mortality in fifteen international


population cohort studies. Circulation 2005;112:3704.
12. American College of Cardiology Foundation and The American Heart Association,
ACC/AHA Guidelines For the Management of Patients with Peripheral Arterial Disease
(Lower Extremity, Renal, Mesentric, and Abdominal Aortic) : Executive Summary.
Journal of the American College of Cardiology 2006 : 1-75
13. AHA. (2012). Management of Patients With Peripheral Artery Disease. American
College of Cardiology Foundation and the American Heart Association.
14. Norgren L, Hiatt W, Dormandy J, Nehler M, Harris K, Fowkes F. Inter-Society
Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease (TASC II). Eur J Vasc
Endovasc Surg. 2007;33:S1-S75.
15. Hirsch AT, Treat-Jacobson D, Lando HA, Neaton JD, Dyer AR, Garside DB, et al. The
role of tobacco cessation, antiplatelet and lipid-lowering therapies in the treatment of
peripheral arterial disease. Vasc Med. 2007;2:243-51.
16. TASC. Management of peripheral arterial disease (PAD). Trans- Atlantic Inter-Society
Consensus (TASC). Eur J Vasc Endovasc Surg 2000;19(Suppl A)

46

Anda mungkin juga menyukai