GEOMETRI OBAT-RESEPTOR
dan
AZAS FISIKOKIMIA PADA KERJA OBAT
(Diajukan utuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Medisinal)
Disusun oleh :
Winda Resti Noor
31113154
Farmasi 4-C
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan sistem
biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem,
atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat memodulasi efek dari
obat lain.
Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan
langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses
biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor
merupakan senyawa biopolimer dalam tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa
kimia tertentu sehingga menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu
protein integral misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada
membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan mekanisme
aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran fosfolipid. Selain di
membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma dan membran inti sel.
Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas
yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu:
1. Perubahan permeabilitas membran
2. Pembentukan second messenger
3. Mempengaruhi transkripsi gen
1.2 Rumusan Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sekarang diplasajari secara rutin. Ingat bahwa protein dengan bobot molekul 30.000 dalton
berisi 2.500 atom karbon, oksigen dan nitrogen. Dalam tugas yang paling baik semua atom
ini dapat dilokalisasi dalam fraksi-fraksi dengan satuan angstrom. Tahap yang terbatas dalam
percobaan sering lebih banyak produksinya daripada kristal yang didapat yang berkualitas
memadahi. Pengumpulan data yang lengkap dan prosedur analisis kebanyakan secara
otomatik.
Membrane
dan
benang-benang
protein
ternyata
lebih
sukar
dikerjakan.
6.2.a.c).
suatu
tambahan
gambaran
penting
adalah
putaran
beta
atau
hairpindimana rantai polipeptida melipat kembali pada dirinya (gambar 6.2.b) (9,10).
Dengan 3 elemen struktur ini untuk membuat blok di bangun sesungguhnya dapat
mengkontruksi model yang tepat dari sebagian besar protein yang lebih mudah dipelajari
daripada model bola dan batang pada Gambar 6.1.
Gambar 6.1
Untuk pendekatan pertama yang baik, kita dapat menggambar protein seperti yang
sudah digambarkan dari sjumlah batang lurus dengan berbagai diameter dan panjang yang
mewakili heliks, danbentangan benang yang dihubungkan satu sama lain dengan sudut-sudut
yang lentur atau berputar (11).
berinteraksi dengan heliks yang lain sebagian besar melalui kontak rantai samping-rantai
saming, sebab secara sterik tidak mungkin untuk rantai samping dan tulang punggung, atom
dari salah satu heliks dapat dibayangkan bahwa rantai samping dengan hidrofiliknya
mengizinkan untuk kontak. Pola seperti Gambar 6.4c heliks telah tersusun berdampingan
dengan permukaan hidrofilik pada umumnya. Didalam varian sederhana (disebut bungkusan
pasak dalam lubang). Yang diusulkan Crick, heliks dibiarkan mendrat satu sama lain dengan
sudut yang cukup untuk mendapatkan ketetapan yang lebih baik dari rantai samping (13).
Pola bungkusan dari heliks yang kedua (Gambar 6.4d) lilitan heliks kira-kira ditengah sumbu
super heliks yang besar (14). Kedua pola bungkusan itu telah diamati dalam protein globular,
yang terakhir merupakan kantung yang hidrofilik dan mengikat gugus heme dan mioglobi
dari sitokrom.
berbeda-beda kira-kira 20-50o, per untaian (Gambar 6.3d) yang tiap bagian mempunyai
hubungan yang lebih kuat antara pasangan untaian pararel yang berdekatan. Stenberg dan
Thornton membuat suatu argumen bahwa hubungan pada sisi kanan terjadi karena
memerlukan sekeping rantai hubungan yang lebih pendek daripada tangan kanan
penghubung kiri dengan melintang sebagai persyaratan (gambar 6.3c). Rantai samping dalam
polipeptida yang lebih luas terletak di atas atau di bawah lempengan gugus peptide (gambar
6.3a). Untaian yang dikembangakan berinteraksi dengan untaian untaian ikatan hidrogen
dan kontak rantai rantai samping. Interaksi helix dangan beta sheet sebagian besar melalui
rantai hidrofilik. Dimensi yang diberikan di atas, satu helix membungkus 2 untaian yang
berkembang pararel, dan sering dikenal dalam protein (gambar 6.3d).
2.2 Protein Membran
Dalam protein globular putaran dari asam amino yang polar dan berbeda pada permukaan
protein.pertimbangkan 4 kemungkinan hal itu bagi putaran dalam membrane protein :
1. Putaran tetap berkarakter pola dan bagian luar terdapat dalam protein globular.
2. Putaran polar tetapi terletak di bagian dalam
3. Putaran bersifat non polar dan terletak pada permukaan protein
4. Putaran bersifat non polar dan terletak di bagian dalam
Gambar 6.5 Kemungkinan struktur-struktur protein membran. (a) Model 1 Protein yang
merentang pada membran. (b) Model 3 protein yang merentang pada membran. (c) Model 1
protein yang merentang pada membran. (d) Model 3 protein yang tak merentang.
Kita hilangkan model 2 dan 4, keduanya digunakan untuk model putaran internal, dan dalam
keadaan dasar pembungkusan rantai peptida akan kurang efisien, walaupun butiran itu tak pernah
diuji secara mendalam. Kita selanjutnya harus mengenal dua kelas membran protein: yaitu yang
merentang pada membran model tempat putaran didalam ekstraseluler dan intraseluler dari
bagian diduga struktur sekunder yang akan berguna juga merentang pada membran (Gambar
6.5a). Model 3 untuk protein ini menempatkan putaran pada antar muka hidrokarbon-protein
yang menunjang struktur sekunder yang menuju mendekati lempengan membran (Gambar 6.5b).
Dalam satu contoh pada saat ini dengan penelitian difraksi yang lengkap pada membran protein
(5) bakteriorhodopsin, protein didapatkan sebagai alfa heliks yang berat, dengan sumbu heliks
sebagian besar tegak lurus pada lempeng membran seperti dinyatakan dalam model 1. Hasil yang
mula-mula adalah protein reseptor asetilkholin (lihat bawah) adalah sesuai dengan model 1.
Walaupun dua hasil adalah jauh dari pandangan yang ditetapkan dalam model 1, hal itu tidak
kelihatan suatu kerja hipotesis yang baik bagi protein yang merentang pada membran.
Protein yang tidak merentang masuk melalui membran akan menimbulkan konsep
permasalahan yang lebih sukar. Baik seseorang yang harus menghentikan dugaan bahwa putaran
yang polar (misalnya menggunakan model 3 Gambar 6.5d sebagai pengganti model 1), maupun
dugaan lain yang menghasilkan lingkungan yang polar pada antar permukaan lipid-protein.
Kemungkinan pertama yang tampak secara geometris baik dalam banyak hal, putaran jarang
yang bersifat non polar dalam protein globular. Alternatif lain membuktikan banyaknya
imajinasi. Kita menduga bahwa protein tidak membentang mengitari membran sehingga
fosfolipid secara geometrik terdistorsi dan gugus fosfolipid membentuk antar permukaan yang
polar dengan sisa protein yang polar (Gambar 6.5c). Gambar ini menunjukan struktur sekunder
untuk masuk, baik secara tegak lurus maupun paralel pada lempeng bilayer. Kita mengetahui
serba sedikit bukti tentang perkiraan ini, mereka memperkenalkan untuk memacu dalam berfikir
lebih jauh masalah struktur yang penting.
2.3 Struktur Asam Nukleat
Determinasi dari struktur DNA untaian ganda didapatkan stimulasi mengagumkan pada
daerah biologi molekuler, sebab fungsi dan struktur begitu jelas hubungannya. Gambaran penting
dari struktur pusat tangga spiral bagian kanan dibentuk oleh pasangan basa, bagian luar spiral
dari tulang punggung gula fosfat, dan adanya bagian yang utama dan tambahan (minor)
merupakan gugus yang mengitari pada sumbu heliks telah diketahui dengan lebih baik (20)
(Gambar 6.6). Geometris secara rinci dari heliks ganda, peka terhadap kelembaban dan tegangan
ionik, dengan variasi utama karena sudut yang dibuat oleh pasangan basa dengan sumbu heliks.
Heliks ganda sendiri tegar dan merupakan potongan pendek (misalnya bobot molekulnya
dibawah 100.000 dalton), tetapi cukup lentur pada bobot molekul yang lebih tinggi karena
mereka saling membentuk suatu lingkaran (21). Sirkuler DNA (dua kali tulisan/ketikan) untaian
ganda telah dilaporkan dapat untuk beberapa virus. Ini bisa dijumpai lebih luas sebagai
superheliks yang mempunyai sifat-sifat menarik dan dipelajari secara topologis dengan baik,
teknik isolasi yang dikembangkan untuk molekul-molekul bentuk ini. Sejumlah laboratorium
telah melakukan penelitian hambatan matematis yang terdapat dalam struktu seperti itu, untuk
mengambil kesimpulan yang menarik tentang interkalasi (penyisipan) kedalam heliks DNA (22).
Ikatan protein juga dapat diuji.
Gambar 6.6 Struktur DNA. Dibuat oleh R. Langridge, digunakan atas seizinnya.
Walaupun kita telah mengetahui sedikit lebih baik tentang struktur DNA yang dimurnikan,
DNA dalam sel hidup, dan terutama dalam eucaryot didapatkan dalam kombinasi protein dasar
seperti histone dalam bentuk yang disebut kromatin. Struktur kromarin yang rinci sekarang
sangat aktif dipelajari. Ada bukti bahwa DNA menyelubungi sekeliling pusat dari histon didalam
satu ikatan yang mengandung 140 pasangan basa dengan nama nukleosoma (23). Nukleosoma
kelihatan seperti mutiara pada rantai dibawah elektron mikroskop. Dengan resolusi yang rendah
nukleosoma telah diteliti dengan sinar X yang dilaporkan baru-baru ini (24).
Sangat sedikit diketahui tentang struktur ketiga RNA kecuali dua kelas; RNA heliks gandan
dan RNA transfer. RNA transfer adalah asam ribonukleat yang relatif kecil dengan bobot
molekul 30.000 dan 40.000 dalton. RNA dari yeast yang secara spesifik mentransfer asam amino
fenilalanin untuk tumbuh menjadi rantai peptida yang telah dapat dikristalkan dan struktur telah
diuji (25,26). Halley mengira bahwa molekul ini akan mempunyai lembaran bagai tanaman
berdaun tidak sebagai struktur sekunder yang dibuat dari heliks yang pendek dengan pipa-pipa
(27) (Gambar 6.7a). Dugaan ini benar tetapi tangan dari lembaran tanaman berdaun tiga ini
terlipat bersama menjadi molekul bentuk L, dengan pipa anti k cordon pada salah satu akhir dari
bentuk L dan tempat ikatan asam amino pada ujung lain dari L (Gambar 6.7b). Banyak petunjuk
bahwa semua RNA hampir sama strukturnya kecuali pada bagian yang disebut pipa bervariasi
untuk setiap molekul (28). Sedikit diketahui tentang struktur tertier tipe RNA lain, bahkan suatu
metode telah dilaporkan untuk kemungkinan penelitian eksploratif dari struktur sekunder (29).
dengan kompleks reseptor protein DNA (38). Atau mungkin sebaliknya lembaran beta digunakan
sebagai lipatan yang umum bagian tipe-tipe dari interaksi asam nukleat.
2.5 Dinamika Makromolekul
Kita telah memperlakukan struktur seperti bila mereka statis. Pandangan ini muncul
secara alami dari percobaan defraksi yang hanya melaporkan sifat-waktu merata dari struktur
yang khusus dipilih dan memenuhi aturan dari lingkungan yang tidak memenuhi. Gerakan
mungkin melibatkan beberapa konfirmasi perubahan molekuler pada ikatan obat. Rotasi internal
rantai samping (seperti metil, isoprofil, aromatic dan rantai samping dari asma amino) juga
meliputi kisaran yang luas dari frekunesi gugus metil biasanya berotasi secara bebas dan kurang
lebih 10-10 detik. Rantai samping yang lebih luas lebih banyak tertutup oleh guncangan terhadap
atom laindalam protein. Setiap 1,4
Kcal/mol
faktor 10o pada suhu kamar. Rotasi yang tegar protein terjadi dalam 10 -8 detik bagi protein yang
kecil seperti hemosianin bergetar dengan kecepatan 10-4 detik. Sebagian beasar lipatan makro
molekul seperti denaturasi terjadi dalam sekala waktu mikro detik sampai beberapa detik.
Ikatan substrat pada protein seolah olah mempunyai efek umum dari ikatan yang erat pada
struktur molekuler dan dapat menguarangi kelenturannya (44). Kinetic adalah lebih penting
dalam mekanisme aksi asam nukleat langsung pada obat daripada keseimbangan ikatan itu
sendiri (45).
3. GAMBARAN UMUM DARI TEMPAT RESEPTOR
Dalam tanpa adanya informasi struktur secaralangsung untuk reseptor geometris bahan
dari seksi ini harus diketengahkan secara sedikit spekulatif. Misalnya : tahapan pertama yang
pentng dalam reseptor obat di dalam interaksi adalah tahap ikatan.
Ikatan geometri didalam protein yang diketahui strukturnya, secara umum dapat dibuat
tempatikatan dari titik pandang protein retak-retak yang tak bervariasi dalam celah-celah
permukaan protein. Rasionaliasasi yang sederhana dapat diperlihatkan pada Gambar 6.9, yang
menunjukan adanya radius relative dari beberapa molekul kecil dari tipe protein globular umum.
Ukuran relative tersebut harus bertemu dengan knob dan socket, dimana partikel-partikel kecil
sesuai ukurannya akan bergabung dengan sebagian besar melekat satu samalain bersama dengan
bagian dalam.
Gambar 6.9 Perbandingan ukuran antara molekul kecil dengan enzim kecil
Pada kompleks reseptor, obat berguna dalam perubahan ikatan kovalen untuk memacu
timbulnya respon biologis ataupun melalui efek allosterik yang dipersyaatkan hanya dengan
ikatan yang kuat atau memilih cara ikatan obat pada sisi tertentu.
Asam nukleat mempunyai mekanisme dari ikatan terhadap molekul yang kecil. Dua
interaksi yang utama dengan helik ganda DNA dan RNA adalah interkalasi dan ikatan pada
celah-celah heliks. Hasil dari interaksi tersebut akan di distorsi yang umumnya akan melibatkan
interaksi elektrostatik yang kuat dengan fosfat yang bermuatan negatif dari tulang punggung.
Beberapa molekul biologis aktif baik dia sebagai produk alami atau yang dekat
kaiatannya sebagai senyawa analog dengan produk alam. Obat-obat tersebut dapat diasumsikan
pada reseptor dengan spesifisitas yang tinggi.
Molekul yang sedang dipertimbangkan menjadi lebih menyimpang secara struktur,
dimana pengamatan langsung untuk hal yang sama akan mengalami kesulitan seperti kegagalan
untuk mengidentifikasi gambaran strukturan yang diperlukan sebagai agen antitumor. Karen
problem semacam ini
keserupaan fisik antara senyawa yang menyimpang. Pada umumnya metode yang digunakan
untuk penyimpangan seperti hal diatas digunakan metode struktur aktifitas dari Hansch. Tetapi
dalam bab ini kita tidak mempertimbangkan metode tersebut, melainkan mempertimbangkan
hubungan dengan parameter kimia dari pada struktur geometris.
Kombinasi dari geometris yang menarik diambil, umumnya yang terendah (mudah)
sebagai denominator dari klas molekul dengan kesamaan aktifitas biologis yang dinamakan
sebagai farmakofore. Konsep ini merupakan gabungan karena dapat dibiarkan untuk menyatakan
institusi kimiawinya dan padndangan biologis dalam bentuk kualitatif. Tabel 6.1 merupakan
contoh pengumpulan beberapa dugaan geometri farmakofare dari berbagai aktifitas obat dan
tabel 6.2 sebagai bahan perbandingan yang memberikan geometris ikatan yangaktual dari NAD+
menggunakan prosedur baku kimia kuantum. Metode ini memerlukan onsistensi fisik dan
pendekatan yang sistematik.
Gambar 6.11 Denah pandangan dari ikatan NAD+ dengan enzim dehidrogenase.
Pelengkap yang baik adalah geometric yang didasarkan pada pendekatan statistic yang
disebut patern recognition. Metode ini mensyaratkan daftar variable molekuler yang dapat
masuk dalam keduannya. Suatu fungsi kompleks matematik digunakan untuk mencari hubungan
antar variabel tersebut berguna mengukur aktivitas bilogisnya. Pola pengenalan alogaritme
digunakan untuk mengidentifikasi variable pentiing yang paling besar membuat kontribusi dalam
variasi itu. Metode ini dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan pemdekatan dari
Hansch. Hal itu dapat membuat kemajuan dalam situasi yang amat kompleks seperti bidang
antitumor. Sejak teknik pola pengenalan dapat digunakan untuk mengatahui masalah geometris
yang penting, metode ini memegang peranan penentuan atau potensial bagi struktur yang
kompleks yang mana dianalisis konformasi secara rinci akan layak didapatkan.
Tempat ikatan dari permulaan, baik makromolekul maupun molekul yang kecil
didapatkan pada celah-celah atau lubang didalam permukaan makromolekul, yakni kedua
geometric (sterik) dan pelengkap sifat kimia antara molekul kecil dan tempat reseptornya. Sisi
ikatan dikarakterisasi sampai saat ini mempunyai ketentuan-ketentuan geometric dan konfirmasi
yang terpilih dari molekul kecil dengan spectrum yang relative luas yang dapat diasumsikan
bahwa molekul tersebut itu dalam larutan. Molekul kecil yang tidak tepat secara sempurna dalam
tempat ikaatan masih dapat menunjukan sebagian dari aktifitas bilogisnya, tetapi mereka
merupaka tipe dengan tetapan ikatan yang lebih kecil dan bila terjadi kopel
pada reaksi
enzimatik maka mempunyai kecepatan pelepasan yang lebih lama. Hal ini menjelaskan bahwa
tidak cukup perhatian dicurahkan untuk mengidentifikasian kepentingan yang umum dari tempat
ikatan, bahkan telah meneliti dengan system enzim substrat.
4. HUBUNGAN OBAT DAN IKATAN KOMPLEKS
Seksi ini mendiskusikan tentang geometris ikatan untuk 4 sistem yang spesifik :
metotreksat hidrofolat reduktase, tiroksin prealbumin, asetilkholin reseptor dan berbagai
kompleks obta-nukleotid. Semua system ini telah diteliti menggnakan teknik difraksi pada
maeteri krisatal.
4.1 METOTREKSAT-DIHIDROFOLAT-REDUKTASE
Metotreksat (gambar 6.12) merupakan agen anti tumor yang bereaksi menghambat
inhibisi spesifik enzim dihidrofolat reduktase. Enim mengkatalisis reduksi dihidrofolat menjadi
tetra hidrofolat yang merupakan precursor esensial. Memblokir reduktase menyebabkan
percepatatan difleksi dari timidilat sel yang sebaliknya menghentikan sintesis
sel DNA .
metotreksat mengikat enzim hampir 1.000 kali lebih baik daripada dihidrofolat pada subtract
normal.Tempat ikatan bagi metotreksat merupakan rongga dengan kedalaman
terpotong secara lengkap melintang enzim (gambar 6.12).
15 A yang
Gambar 6.12 Pandangan denah sisi ikatan metotreksat dalam hidrofoleat reduktase
Paling tidak 13 asam amino membuat hubungan molekul obat. Metotreksat diliputi atas
heliks kedua dengan dua cincin prrimidinnya yang terkubur dalam kantong hidrofobik yang
terbentuk oleh rantai samping dari helis dan dari akhir asam amino dari untaian beta yang
pertama. Lingkaran ptiridin berinteraksi dengan ratai samping Ile-94, Ala-7, Leu-28, Phe-31 dan
Ile-94 maupun sebagai gugus kerangka dari metotreksat. Ikatan hydrogen yang lain adalah dari
gugus 4-amino pada oksigen karbonil dari Ile-5 dan karboksil dari Asp-27 pada N,2-amino dan
N8 dari metotreksat. Permukaan cicin pirazin yang tidak dalam hubungan dengan heliks
ditunjukan kedalam pelarut dan merupakan sisi yang berinteraksi dengan NADPH yang berupa
kofaktor dan sumber hidrogrn bagi rekasi reduksi yang enzimatis. Kantng hidrofobik yang kedua
dibentuk oleh rantai samping dari Leu-28,Ile-50, Leu-54 dan Ile-94. Kantong itu mengikt cincin
aromatic metotreksat. Ikatan hydrogen yang penting pada bagian glutamate dari inhibitor datang
darri Arg-57 dan Lgs-32.
4.2 ikatan tiroksin pada prealbumin
Hormone tiroid tiroksin (T4) dan 3,5,3triidotiroin (T3) merupakan produk dalam
kelenjar tiroid dan ditransfortasikan untuk menuju suatu target. Secara umum suatu protein
sitoplasma melakukan translokasi pada inti protein reseptor yang berinteraksi langsung atau
tidak utuk menanda eksprese gene dari DNA seluer. Prealbumin merukan salah satu albuin
ekstra seluler yang mengangkut T# dan T4 yang amat tak larut dalam aliran darah.
Prealbumin mempunyai BM 55.000 dalton dan terdiri dari empat subunit dari 27 asam
amino masing-masing unit. Ia mempunyi dua ikatan untuk hormone tirod dengan tetapan ikatan
kira-kira 108/mol untuk yang pertama dan 106 mol tempat kedua. Untuk kerangka konformasi
yang menonjol dari mmonomer dibentuk dari struktur beta, dalam hal dua lembaran beta yang
ebar, masing-masing terdiri dari empat untaian. Ujung dari satu lembaran dihubungkan pada
ujung kedua suatu monomer unit yang kemudian memberikan struktur dimer stabil yang berisi
delapan lembar untaian (gambar 6.13).
menunjukan pelengkap ketat dari asam amino rantai samping dari protein dan konstituen kimia
tiroksin.
Gambar 6.15 Pandagan secara stereo perkiraan sisi ikatan DNA dalam prealbumin
Dalam menduga kemampuan ikatan asam nukleat in vivo, pengamatan sangat kuat dan
penting bagi dua alasan pertama, struktur dasar mendorong bahwa sisi ikatan dibuat dari
lembaran beta secara konvensionalyang mungkin model umum bagi interaksi protein DNA dari
tipe lain. Kedua; system prealbumin tiroksin mungkin mendapatkan sejarah namun merupakan
keterangan yang penting untuk mengetahui mode aksi aktivitas biologis dari kompleks tiroksininti reseptor.
Bagian yang mempertemukan geometris DNA terbuat dari komponen lembaran beta
bagian luar yang tidak digunakan dalam pembentukan kanal tiroksin. Benang asli pasangan
lembaran member pasangan berikatan kuat dari lengan yang jaraknya tepat pada bagian yang
melingkar dari heliks DNA (Gambar 6.15). mereka kaya akan asam amino yang polar. Kelipatan
dua simetris dari prealbumin sekali lagi sangat berguna di dalam dua lipatan simetris dari heliks
dan DNA (Gambar 6.16). model yang terinci masih dalam pencarian, tetapi elemen pengamatan
didalam komunikasi antara sisi ikatan hormone dan sisi ikatan dari DNA telah diketengahkan. Itu
adalah Try-116, ditempatkan sehingga gugus peptidanya terlibat di dalam struktur beta dari
tempat hormone dengan gugus hidroksil dapat menjadi ikatan hydrogen pada DNA. Kita dapat
menjelaskan suatu pro-duktifitas penelitian secara ekstrim dari interhaksi ganda dalam system
model ini.
Sobell dan kawan sekerjanya telah mempelajari sejumlah komplek sebagai model interaksi
obat-DNA Kristal dibuat dari obat dengan dinukleotida yang dimodifikasi. Penelitian itu
melibatkan antibiotic aktinomisin dengan dioksiguanosin, dengan kerangka lapisan mutagen 9amino akridin dengan 5-iodostidil (3-5) guanosin, vdan tripanosid etidium bromide dengan 5iodouridili (3-5) adenosine dalam tiap hal obat yang mengandung system aromatic planar yang
lebar dapat tersisipkan diantara basis dinukleotid. Obat-obat ini mungkin mendapatkan aktivitas
sitotoksisnya dan interferensi langsung dengan transkripsi dan reflikasi dari DNA. Maka
umumnya mereka itu menarik dalam kisaran yang luas bagi problema didalam biologi molekuler
maupun dalam farmakologi.
Tiga struktur mempunyai beberapa hal penting yang umum: adanya dua lipatan simetris;
penyisipan teramati sebagai satu model ikatan; ikatan hydrogen dan interaksi penimbunan adalah
penting di dalam tiap-tiap system. Keterangan singkat akan diberikan dibawah.
5.1 Aktinomisin
Komplek kristalin yang mengandung 1 molekul aktinomisin 2 dioksiguanomisin dan 12
molekul air (Gambar 6.17). berinteraksi guanosin dengan rantai siklis pentapolipeptida dari
aktinomisin maupun timbunan pada sisi yang berlawanan dari cincin fenosason. Ikatan hydrogen
berhubungan dengan gugus guanine 2-amino dengan oksigen karbonil dari residu treonin dan
guanine N-3 diikat pada NH dari stereonin yang sama. Kedua deoksiguanosin merupakan anti
konformasi. Satu residu tersusun C3-endo C2 endo C2 ekso dan yang lain adalah C2 dan C3 ekso
stokiometris satu banding dua dari komplek merupakan hasil langsung dari dua lipatan simetris
dari aktinomisin.
5.2 9-Amino Akridin
Unit sel dari kompleks 9-amino akrolin berisi empat akridin, 4-sitidil guanosin dan 24 dari
pasangan basa C-G (Gambar 6.18a). yang kedua adalah posisi asimetris dari akridin dengan
memperhatikan (Gambar 6.18b). Interaksi sistemetris akan menjadi penyisipan normal pada
heliks ganda. Geometric asimetrik akan cendrung bagi untaian tunggal dan mungkin bertanggung
jawab bagi stabilitasasi dari putaran butiran tunggal DNA yang dipikirkan menjadi sumber
kerangka lapisan mutasi.
yang nonkovalen seperti itu dapat pula terbentuk antara air dan gugus hidroksil, karbonil,
atau NH, seperti yang akan dibahas.
Dalam es, setiap atom oksigen terikat empat atom hydrogen dengan dua ikatan kovalen
dan dua ikatan hydrogen. Sewaktu es mencair, kira-kira 20% ikatan H ini pecah, tetapi daya
tarik-menarik antara molekul air masih kuat, bahkan juga dalam uap air. Karena itu, air cair
tertata baik pada dasar terbatas: ikatan hydrogen putus dan terbentuk kembali secara spontan,
sambil membangun dan menghancurkan daerah struktur sementara, yang dinamakan
kelompok berkelipatan. Akan tetapi, karena umur-paro setiap ikatan hydrogen hanya
kira=kira 0,1 nanodetik (10-10 detik), adanya kelompok itu hanya mempunyai nilai-statistik;
bahkan ini pun merupakan pertanyaan bagi beberapa penulis yang menganggap air sebagai
polimer sinambung.
2. Kelarutan
Karena sebagian besar struktur hidup terdiri atas air, semua reaksi biokimia didasarkan
pada molekul kecil yang terlarut dalam fase air (seperti sitosol) atau pada makromolekul yang
terdispersi dalam fase ini-biasanya pada kedua-duanya. Menurut teori tidak ada senyawa yang
mutlak tidak dapat larut; tiap molekul dapat larut dalam kompartemen sel lipid bebas-air atau
yang berair. Namun, derajat kelarutannya berbeda dalam masing-masing kompartemen.
Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang- atau nsbah kelarutan-dinamakan koefisien
partisi, dan akan dibahas lebih mendalam pada bagian berikut.
Kelarutan adalah fungsi sejumlah parameter molekul. Pengionan, struktur dan ukuran
molekul, stereo kimia, dan struktur elektronik, semuanya akan mempengaruhi antaraksi dasar
antara pelarut dan linarut. Seperti telah kita lihat pada bagian terdahulu, air membentuk ikatan
hydrogen dengan ion atau dengan senyawa nonionic polar melalui gugus OH, -NH, -SH, dan
C=O, atau dengan pasangan elektron tak-mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Ion atau
molekul akan memperoleh sampul hidrat dan akan memisah dari bongkahan zat padat; artinya,
melarut. Antaraksi senyawa nonpolar dengan lipid berdasarkan gejala lain, antaraksi hidrofob
(pasal 7.2), tetapi hasil akhirnya sama:
Pembentukan disperse molekul linarut dalam pelarut. Adrein Albert (1985) membahas
hubungan ini dalam bukunya dengan bagus sekali.
Beberapa contoh menunjukkan bahwa kelarutan dalam hanya satu fase berkorelasi
dengan aktivitas farmakologi. Salah satu contoh itu adalah aktivitas anestetika local ester paminobenzoat yang sebagian berbanding lurus dengan kelarutan lipidnya. Korelasi lain yang
telah diteliti dengan cermat adalah antara aktivitas bakterisid alcohol alifatik dengan
kelarutannya (gambar 1.2).
Dalam deret homolog yang dimulai dari n-butanol dan berakhir dengan n-oktanol,
aktivitas bakterisid naik dengan naiknya bobot molekul (yakni log konsentrasi toksik turun)
dalam perbenihan Salmonella thyphi gram-negatif yang peka (dulu disebut Bacillus typhosus).
Bahkan oktanol yang agak tak larut air aktif pada konsentrasi dibawah titik jenuhnya. Garis
jenuhdengan gambar 1.2 merupakan garis (putus-putus) diagonal dengan kemiringan satu (log
konsentrasi toksik terhadap log kelarutan, karena skala ordinat dan absis sama besar).
Jika deret homolog yang sama diuji pada perbenihan Staphylococus aureus yangkurang
kepekaannya (gambar 1.2), garis aktivitas bergeser kea rah konsentrasi yang lebih tinggi. Jika nbutanol dan n-pentanol aktif, maka anggota yang lebih tinggi pada deret itu tidak dapat
membunuh bakteri karena konsentrasi yang diperlukan tak dapat tercapai; konsentrasinya lebih
tinggi daripada konsentrasi jenuh, jadi terletak di atas garis jenuh. Penafsiran menarik tentang
titik pemutusan pada deret homolog ini dikemukakan oleh J. Ferguson (Albert, 1985).
Pembentukan misel dapat diukur dengan mudah dengan metode penghamburan-cahaya
atau metode relaksasi resonansi magnetik inti.
Namun, efek kelarutan terhadap kerja obat biasanya adalah persoalan kesetimbangan obat
antara fase air dan fase lipid dalam membrane sel, atau bahkan dalam penimbunan jaringan
lemak, dan mengantarkan kita untuk membahas koefisien partisi.
3. Koefisien Partisi
Koefisien partisi suatu obat didefinisikan sebagai tetapan kesetimbangan kadar obat
(dilambangkan dengan kurung siku) dalam kedua fase.
P =
Karena susah diukur dalam system hidup, koefisien partisi biasanya ditentukan in vitro
dengan menggunakan n-oktanol sebagai fase lipid dan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebagai fase
air. Ini dijadikan ukuran baku untuk koefisien partisi. Karena merupakan suatu nisbah, maka P
tidak mempunyai matra. P juga merupakan sifat aditif bagi molekul, karena setiap gugus fungsi
turut menetapkan kepolaran dan dengan demikian juga menetapkan sifat lipofil atau hidrofil
molekul itu. Peranan substituent ini luas pemakaiannya dalam telaah struktur-aktivitas
kuantitatif, seperti akan dibahas nanti dalan bab ini.
Koefisien partisi sangat mempengaruhi ciri pengangkutan obat-cara obat mencapai sisi
kerjanya dari sisi pemakaiannya (misalnya tempat stuntik, saluran cerna, dsb). Karena biasanya
disebabkan oleh darah, obat harus menembus dan melintasi sejumlah sel untuk mencapai sisi
kerjanya. Jadi, koefisien partisi menentukan jaringan mana saja yang dapat dicapai oleh senyawa
tertentu. Disatu pihak, obat yang sangat larut dalam air mungkin tidak sanggup melewati sawar
lipid untuk mencapai organ kaya lipid, misalnya otak dan jaringan saraf lain.
Namun, senyawa dapat melintasi sawar darah-otak dengan cara berdifusi dari fase air
yang satu (darah) ke yang lain (cairan serebrospinal). Sebaiknya, senyawa yang sangat lipofil
akan terperangkap pada sisi penjerat pertama, seperti jaringan lemak, dan tidak akan sanggup
meninggalkan tempat ini dengan cepat untuk mencapai sasarannya. Sebenarnya, koefisien partisi
hanyalah salah satu diantara beberapa parameter fisikokimia yang mempengaruhi pengangkutan
obat dan difusi, yang merupakan pula salah satu segi aktivitas obat.
3.1
pergantian abad ke-19, mencoba menerangkan anestesi yang ditimbulkan obat. Dia, dan
kemudian H.H. Mayer, menyatakan bahwa:
1. Semua zat netral yang larut lipid mempunyai sifat depresi terhadap saraf;
2. Aktivitas ini paling nyata dalam sel kaya lipid;
3. Efek itu naik dengan naiknya koefisien partisi, tanpa menghiraukan struktur zat tersebut.
Walaupun konsentrasi mutlak obat yang diprlukan untuk menghasilkan anestesi sangat
beragam, seperti terlihat dalam1.1, konsentrasi obat dalam fase lipid-yakni dalam membrane selberada dalam satu orde besaran, atau 20-50 Mm, untuk semua senyawa anestetika.
Dalam tahun 154, Mullins, dengan memodifikasi hipotesis Overton-Meyer, mengemukakan
bahwa disamping konsentrasi anestetika dalam membrane, penting volumnya, yang dinyatakan
sebagai fraksi volum (mol fraksi x volum molal parsial) Kaufman, 1977). Penalaran ini
menunjukkan bahwa anestetika memuaikan membrane sel, dan bahwa anestesi terjadi pada
waktu nilai pemuaian kritis tercapai, pada sekitar 0,3 0,5% volum asalnya. Daerah permukaan
membrane itu akan memuai pula beberapa persen, seperti pernah diukur pada sel darah merah.
Tabel 1.1 Koefisien partisi lipid-air beberapa senyawa depresan
Kadar depresan
Zat
Etanol
n-Butanol
Valeramida
Benzamida
Salisilamida
o-Nitroanilina
Timol
0,10
0,65
0,30
2,50
5,90
14,0
950,0
0,33
0,03
0,07
0,013
0,0033
0,0025
4,7 X 10-5
0,033
0,020
0,021
0,033
0,021
0,035
0,045
Kaidah Ferguson
Pada tahun 1tika atau konsentrasi 939, Ferguson memperluas kegunaan hipotesis OvertonMeyer untuk anestetika yang diberikan sebagai fase gas dengan cara dihirup. Ia mengamati
bahwa tanpa memperhatikan hakikat biofase-yaitu sisi kerja anestetika atau konsentrasi mutlak
zat itu dalam fase gas atau cair, efeknya terjadi dalam rentang aktivitas termodinamik yang
cukup konstan. Untuk tujuan praktis, aktivitas termodinamik suatu zat dapat ditegaskan sebagai
kejenuhan nisbi. Untuk gas,
=
Pt adalah tekanan uap parsial zat itu dalam udara, dan Ps tekanan uap zat tersebut. Untuk zat
yang terlarut dalam cairan, terdapat korelasi sejenis:
=
St adalah konsentrasi molar obat terlarut yang diperlukan bagi aktivitas hayati dan So kelarutan
molar obat tersebut. Harga tertinggi bagi aktivitas termodinamik adalah satu, yang merupakan
titik jenuhnya.
Tabel 1.2 memperlihatkan korelasi tersebut untuk berbagai zat yang terkenal beracun bagi hama
tanaman. Terlhiat bahwa tanpa menghiraukan konsentrasi toksiknya, yang berbeda sebesar factor
4000, semua zat itu beracun pada kira-kira nilai setengah-jenuhnya dalam udara.
Kadar toksik (/L)
Zat
t / s (Kejenuhan
s (tekanan uap pada
150 C mm
Monoetilanilina
Dimetilanilina
Piridina
Bromoform
Tetrakloroetana
Klorobenzena
Toluena
Benzena
Heptana
Kloroform
Trikloroetilena
Karbon tetraklorida
Heksana
Pentana
3,7
6,6
7,6
94
141
200
420
775
800
1040
1200
1600
3000
16600
0,22
0,28
10,4
3,2
4,2
6,8
17,0
58
27
128
52
73
96
320
0,3
0,4
0,1
0,5
0,6
0,5
0,4
0,2
0,5
0,2
0,4
0,4
0,6
0,9
Diantara anestetika gas xenon bekerja pada aktivitas termodinamik rendah, yaitu 0,01.
Walaupun dianggap sebagai anestetika yang baik, zat itu mahal dan tidak mudah diperoleh.
akibatnya, tidak dipakai untuk praktek bedah. Nitrogen monoksida (atau gas gelak) merupakan
salah satu zat anestetika tertua. Zat itu sendiri hanya dipakai untuk pembedahan singkat atau
dalam kedokteran gigi karena tidak menimbulkan anestesi cukup dalam kalau diberikan bersama
20% oksigen yang diperlukan untuk menjaga pernapasan normal. Namun, analgesi (hilangnya
rasa nyeri) yang ditimbulkan nitrogen monoksida ternyata baik, bahkan juga pada konsentrasi
50-60%. Siklopropana merupakan zat anestetika kuat, tapi jarang dipakai karena sifatnya mudah
meledak.
Cairan yang mudah menguap merupakan anestetka hirup yang luas pemakaiannya. Salah
satunya, dietil eter, telah dikenal oleh Paracelsus pada abad ke-17, tetapi aktivitas anestetiknya
baru diketahui pada tahun 1842 oleh Long dan Morton. Zat itu mengimbas narkosis secara
lambat dan memulihkan kembali juga secara lambat, menyebabkan iritasi, dan juga mudah
meledak. Di samping itu, menimbulkan anestesi berat, tetapi tidak lagi dalam anestesiologi
modern. Pada tahun 1847 kloroform dipakai untuk pertama kali, manjur dan tidak mudah
meledak, tetapi seperti kebanyakan hidrohalogen karbon terhalogenasi, zat itu merusak hati dan
ginjal. Ini tidak merupakan efek samping berat pada ketiga hirokarbon terhalogenasi lainnya
yang terlihat pada gambar 1.3, yang juga tidak mudah meledak. Halotan (1-7) mungkin
anestetika hirup yang paling banyak dipakai dalam praktek modern karena mempunyai gabungan
sifat yang menguntungkan. Pengimbasan dan kepulihan cepat, tidak dapat terbakar, dan
meskipun menimbulkan kerusakan hati, tetapi tidak berarti. Enfluran (1-6) bahkan menyebabkan
kerusakan hati yang lebih tidak berarti.
Diantara anestetika intravena, patut dicatat barbiturate thiopental (1-9) dan metoheksital (110). Pada thiopental, salah satu dari ketiga oksigen lactam pada asam barbiturate digantikan oleh
sulfur, dan kedua rantai samping alkil membeikan sifat lipofil pada molekul itu. Thiopental
terkenal sebagai anestetika yang bekerja ultrapendek karena saat-mula anestesi dan hilangnya
kesadaran terjadi dalam beberapa detik setelah pemberiannya. Karena itu, barbiturate sangat
berguna untuk pembedahan cepat, atau untuk menimbulkan anestesi sebelum beralih ke
anestetika hirup. Tetapi, kepulihan dari anestesi yang ditimbulkan barbiturate nisbi lambat karena
senyawa ini harus dimetabolisme ditempat pengumpulannya di jaringan lemak untuk menjadikan
tak aktif. Sebaliknya, anestetika hirup diekskresi melalui paru-paru. Metoheksital (1-10)
mengandung gugus N-metil yang meningkatkan sifat lipofilnya. Hal ini juga mencegah
tautomerisasi menjadi asam barbiturate bentuk laktim dengan pembentukan ion enolat. Selain
itu, hal tersebut juga meningkatkan sifat lipofil karena ion enolat bersifat hidrofil dank arena itu
dapat membentuk garam natrium yang larut.
Karena itu, dengan memelihara sifat lipofil metoheksital, gugus N-metil mempercepat saatmula narcosis. Karena ikatan tak jenuh pada rantai samping metoheksital meningkatkan laju
penguraian obat melalui oksidasi hayati, maka dosis yang lebih tinggi dapat diberikan dengan
aman (lihat juga bab 7).
Anestetika intravena yang kurang lazim adalah alfaxalon (1-11), suatu turunan steroid.
Menurut struktur ada hubungannya dengan hormone kelamin wanita progresteron, dan
mengandung gugus 3-OH yang aksial, atau tegak lurus pada bidang cincin sikoheksan. Yang
menarik, eprimer 3-OH (betaxolon) yang OH-nya eukatorial ternyata tak aktif.
Turunan glutarimida, bemegrid (1-12), yang strukturnya mirip barbiturat, adalah stimulant
system saraf pusat (SSP) (analeptika), dan antagonis tak-khas tapi sangat penting bagi
barbiturate, serta dipakai untuk mengatasi keracunan barbiturat.
3.3.1 Mekanisme anestesi
Hipotesis zama sekarang tentang mekanisme anestesi dikembangkan terus sejak Overton dan
Meyer mencoba untuk pertama kali menetapkan hubungan kuantitatif antara anestetika yang
sangat beragam dan sifat narkotiknya. Semua hipotesis itu, yang memperhalus teori Overton dan
Meyer (Kaufman,1977), didasarkan pada anggapan adanya antaraksi anestetika dengan lipid
dalam membran sel.Ferguson memperkenalkan konsep aktivitas termodinamik, yang dapat
membicarakan anestetika dalam fase gas maupun sebagai linarut cair (lihat uraian terdahulu).
Mullins menunjukkan bahwa anestesi memerlukan anestetika dalam fraksi volum kritis dalam
membran. Ia percaya bahwa molekul zat anestetika tertampung dalam ruang volum bebas
membran itu.
Lipid berantaraksi dengan anestetika berdasarkan sifat hidrofob (atau lipofil). Tidak boleh
dilupakan bahwa protein dalam membrane mempunyai juga daerah hidrofob luas yang
berantaraksi dengan dwilapisan lipid. Akibatnya, tidak mengherankan jika dijumpai antaraksi
protein-anestetika yang melibatkan enzim, reseptor, protein pengangkut, dan protein struktur
seperti mikrotubulus dan mikrofilamen.
Keterlibatan neutrotransmiter pada anestesi dikemukakan juga atas dasar penemuan bahwa
crustacea air tawar tidak memperlihatkan pembalikan tekanan pada anestesi, meskipun
kepekaannya terhadap obat sama seperti hewan lain manapun. Pemikiran ini, yang disampaikan
sebagai pandangan dalam tinjauan Kaufman (1997) serta Roth dan Miller (1986).
Tetapan fragmen hidrofob (dengan lambing f) diperkenalkan oleh Nys dan Rekker
(Rekker, 1997) untuk mengoreksi beberapa penyimpangan dalam penentuan koefisien partisi,
dan untuk menyederhanakan penetapan nilai P untuk molekul kecil. Tetapan fragmen ditentukan
secara statistic dengan analisis regresi; tetapan itu aditif, dan jumlahnya mendekati (biasanya
sedikit lebih tinggi dari) log P. Daftar terinci nilai f untuk berbagai gugus fungsi diterbitkan
dalam buku oleh Rekker (1997) dan Albert (1985), dan banyak dipergunakan dalam penentuan
struktur-aktivitas kuantitatif.
4. Aktivitas Permukaan dan Efek Obat
Reaksi hayati terjadi dalam larutan dan pada permukaan serta antarpermukaan padatan
cairan. Keadaan energi pada permukaan sangat berbeda dengan keadaannya dalam larutan karena
terdapat gaya antarmolekul tertentu, karena itu reaksi permukaan memerlukan perhatian khusus.
Dalam jasad hidup, membrane mempunyai permukaan terbesar, membungkus semua sel
(membrane plasma) maupun organel sel (inti, mitokondria, dan sebagainya). Makromolekul yang
terlarut seperti protein juga mempunyai luas permukaan yang sangat besar ( misalnya, 1 mL
serum darah manusia mempunyai luas permukaan protein sebesar 100 m2). Membran hayati juga
1 berguna sebagai penyangga yang menahan berbagai ragam enzim pada tempat yang
seharusnya, 2 menyiapkan dan menjaga tata urutan enzim untuk mendapatkan efisiensi besar
pada reaksi bertahap-banyak, dan 3 bertindak sebagai batas antara sel dan sejumlah
kompartemen jaringan. Tambahan pula, banyak reseptor obat terikat pada membrane.
4.1 Antaraksi permukaan dan detergen
Semua molekul dalam fase cair berinteraksi sesamanya dan mendesak molekul
tetangganya. Akan tetapi molekul air pada antarmuka gas-cairan dipengaruhi oleh sejumlah gaya
yang tak sama, dan tertarik kea rah air ruahan pada fase cair itu karena tidak ada tarikan yang
dilakukan terhadapnya dari arah fase gas. Hal ini menimbulkan tegangan permukaan cairan.
Karena terlarutnya zat padat merupakan hasil antaraksi-molekul antara pelarut dan zat
padat (yang begitu terlarut menjadi linarut), maka senyawa polar yang dapat membentuk ikatan
hydrogen akan larut dalam pelarut organic sebagai akibat ikatan van der Waals dan ikatan
hidrofob. Senyawa yang amfifil (yaitu yang mengandung gugus hidrofob maupun hidrofil) akan
terkumpul di permukaan dan dengan demikian mempengaruhi sifat permukaan antarmuka ini.
Hanya dengan cara inilah detergen amfifil, melalui ikatan hydrogen dengan air dan antaraksi
nonpolar dengan fase nonpolar (organic) atau dengan udara, dapat mempertahankan orientasi
yang menjamin energy potensial terendah di antarmuka.
Detergen seperti sabun membentuk larutan koloid. Pada kadar yang sangat rendah,
molekul sabun akan terlarut sendiri-sendiri. Pada kadar yang lebih tinggi, molekul menganggap
lebih efisien-energi untuk memindahkan ekornya yaitu hidrofob dari fase air dan
membiarkannya berantaraksi sesamanya, dengan demikian membentuk tetesan minyak kecil
atau fase nonpolar, dengan kepala polar olekul sabun itu dalam air ruahan. Pada kadar yang khas
bagi masing-masing detergen tertentu, terbentuk kumpulan molekul, yang dikenal sebagai misel.
Biasanya misel merupakan partikel koloid berbentuk bola, tetapi dapat juga berbentuk silinder.
Kadar sewaktu misel tersebut terbentuk disebut kadar misel kritis, dan dapat ditentukan dengan
mengukur difraksi cahaya larutan itu sebagai fungsi kadar detergen. Difraksi itu menunjukkan
kenaikan tiba-tiba sewaktu misel itu mulai terbentuk.
Bilamana sabun terdispersi dalam fase nonpolar, terbentuk misel terbalik; ekor nonpolar
pada molekul sabun berantaraksi dengan pelarut ruahan, sedangkan kepala hidrofil berantaraksi
sesamanya. Perilaku molekul amfifil ini menjelaskan bagaimana partikel nonpolar itu dapat
terdispersi dalam air, ekor hidrokarbon amfifil itu berantaraksi dengan partikel, seperti tetesan
minyak, cemaran, atau fragmen membrane lipoprotein, meutup partikel itu, lalu menonjolkan
gugus kepala hidrofilnya ke fase air.
4.2 Zat Antibakteri Aktif-Permukaan
Membran hayati sangat mutlak untuk berfungsinya semua sel dengan baik, termasuk
bakteri dan jamur. Karena itu, setiap zat yang merusak membrane atau dengan cara lain
mengganggu keutuhannya atau fungsinya, merupakan bahaya besar bagi kehidupan sel itu.
Alkohol alifatik bersifat bakterisid (membunuh bakteri) karena zat itu merusak membrane
bakteri yang mengakibatkan cepat hilangnya kandungan sitoplasma bakteri itu. Pada kadar
tinggi, alkohol itu menyababkan lisis (terlarunta) sel bakteri tersebut.
Karena dapat merusak membrane bakteri, fenol dan kresol merupakan juga desinfektan
ampuh, dan digunakan dalam sediaan, misalnya Lysol. Zat itu tidak hanya merusak protein,
tetapi bekerja juga sebagai detergen karena kepolaran gugus hidroksil pada fenol. Aktivitas fenol
dapat ditingkatkan dengan nyata dengan cara memasukkan cabang alkil pada cincin benzene,
seperti dalam n-heksilresorsinol yang membuat senyawa yang dihasilkan lebih aktif-permukaan.
Heksaklorofen dan fentiklor pun sangat aktif dan digunakan dalam sabun desinfektan. Lagi pula,
karena fentiklor secara oral rendah toksisitasnya, zat itu dapat digunakan sebagai obat-dalam
untuk infeksi kulit. Penghambatan pada rntai angkutan electron metabolic dan pemungutan asam
amino juga mendasari kerja bakteriostatik fentiklor.
Detegen kationik seperti setil-trimetilamonium klorida lebih efektif daripada sabun
anionic seperti natrium dodesilsulfonat. Detergen nonionic seperti Triton X-100 [oktoxinol;
(polietilen glikol)10-p- isooktilfenil eter] sangat lemah, dan digunakan untuk mendispersikan
membrane, bukan untuk membunuh bakteri. Klorheksidin, suatu turunan klorofenil-biguanidin,
merupakan senyawa yang sangat efektif. Toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
banyak digunakan sebagai antiseptic untuk luka biasa dan luka bakar dan sebagai desinfektan
bedah. Karena gugus imino, senyawa itu merupakan detergen kationik. Kadar rendah (10-100
g/mL) menyebabkan bahan sitoplasma segera dikeluarkan dari sel bakteri. Pada kadar serendah
1 g/mL terlihat kebocoran kecil, tetapi klorheksidin masihh aktif karena menghambat ATPase
yang terikat pada membrane bakteri.
4.3 Zat antijamur yang aktif pada membran
Beberapa spesies Streptomyces menghasilkan senyawa makroskopik (cincin besar) yang
mengandung sejumlah (tiga sampai tujuh) ikatan rangkap dan bahkan lebih banyak gugus
hidroksil, yang biasnaya terletak pada salah satu sisi molekul itu. Antibiotika dengan struktur
demikian, misalnya amfoterisin B dan nistatinyang sangat mirip, dapat berantaraksi dengan
sterol dalam membrane plasama mikroba. Lima sampai sepuluh molekul antibiotika ini
membentuk pori penyalur atau saluran yang dapat melewatkan ion K+, gula dan protein keluar
dari mikroorganisme. Bagian sebelah dalam pori itu dilapisi gugus hidroksil molekul antibiotika;
bagian poliena berantaraksi dengan komponen sterol hidrofobik membrane sel. Antibiotika
makrosiklik yang lebih kecil dapat membentuk gumpalan di dalam membrane lipoprotein sel dan
menyebabkan robeknya membrane. Karena antibiotika ini lebih cenderung berantaraksi dengan
ergosterol, suatu sterol tanaman, afinitasnya tinggi terhadap membrane tanaman, dank arena itu
bersifat fungisid. Terhadap membrane hewan, zat itu mempunyai keselektifan aneh, yaitu bersifat
letal atau mematikan cacing pipih dan keong, tidak mempengaruhi bakteri, dan menyebabkan
keracunan sedang pada mamalia. Zat itu dipakai untuk infeksi jamur seperti kaki atlet dan
vaginitis candida, yang biasanya susah disembuhkan, dan terhadap infeksi sistemik (internal)
oleh jamur, yang hamper selalu membawa maut jika tidak diobati. Jadi, nilai terapi amfoterisin B
lebih tinggi dibandingkan dengan kerugian karena efek sampingnya yang toksik.
Kelompok zat antijamur azol yang baru-baru ini ditemukan juga bekerja dengan merusak
kemantapan membrane dengan menghamnat biosintesis ergosterol, yang diperlukan dank has
untuk membrane jamur. Ketokenazol dapat dipakai secara oral, sedangkan klotrimazol,
mikonazol dan senyawa sejenisnya dipakai secara topical. Kelompok azol ini sangat mudah
terikat pada kulit dan sangat cepat mengumpul pada jamur. Walaupun masa bersentuhan
mungkin hanya 15-20 menit, azol tetap tinggal dalam jamur selama 120 jam, jadi dengan dosis
subletat pun kedasyatan jamur dapat berkurang. Kelompok lain penghambat sintesis sterol adalah
kelompok naftil-alilamina yang diawali oleh naftifin. Kelompok seperti tridemorf menyerang
biosintesis sterol pada beberapa tempat lain dan merupakan fungisis pertanian yang berharga.
4.4 Antibiotika penghantar ion
Beberapa bakteri menghasilkan senyawa yang dapat bergabung di dalam membrane lipid
dan memudahkan pengangkutan ion, terutama K+. Karena itu, senyawa ini dinamakan ionofor
atau pengangkut ion, berlainan dengan antibiotika poliena yang hanya membocorkan membrane
sel.
Antibiotika ionofor itu dapat bekerja sebagai pengangkut sangkar ion atau sebagai
pembentuk saluran. Pengakut sangkar itu membungkus sebuah ion dan mengakutnya dari salah
satu sisi membrane ke sisi yang lain, dan melepaskannya di sisi lain itu. Pembentuk saluran
hanya menyediakan terowongan polar yang memungkinkan pemindahan ion polar melintasi
lapisan lipid yang biasanya tidak dapat ditembus.
Contoh ionofor yang dapat merupakan pengakut sangkar adalah valinomisin. Lakton
peptide siklik ini terdiri atas tiga molekul, masing-masing L-valin, asam D- hidroksi isovalerat,
dan L-laktat. Keenam oksigen karbonil lakton yang sangat terpolarisasi melapisi bagian dalam
cincin itu, sedangkan gugus alkil nonpolar mengarah ke bagian luar molekul. Jadi bagian yang
olar dapat memuat ion kalium yang tak terhidrasi, dan mengelilinya dengan gelang nonpolar.
Selanjutnya, senyawa kompleks ini dapat dibawa menembus membrane melalui pertukaran K +H+ yang memerlukan energi. Valinomisin jauh lebih suka memilik K + daripada Na+, dengan
nisbah sekitar 104 : 1. Dengan cara ini valinomisin akan meningkatkan konduktivitas membrane
lipid terhadap K+ pada kadar serendah 10-9 M. Keselektifan terhadap K+ yang tinggi ini
disebabkan oleh dehidrasi ion tersebut yang nisbi mudah: dengan diametenya yang lebih besar,
ion kalium menahan air hidrat tidak sekuat natrium: akibatnya, ion natrium terhidrat tidak cocok
untuk mengisi donat valinomisis, sedangkan K+ terhidrat mudah terikat, dan energi ikatan itu
menghasilkan kelebihan energi berikutnya untuk reaksi selektif tadi. Diameter Na+ dan K+
anhidrat dan terhidrat berturut-turut adalah 0,095 dan 0,179 nm untuk Na dan 0,122 dan 0,133
nm untuk K+. Jadi jelas bahwa ion natrium terhidrat lebih besar daripada ion kalium dengan atau
tanpa bungkus hidratnya.
Banyak antibiotika pembentuk saluran atau pembentuk pori adalah gramisidin A, peptide
yang terdiri atas 15 asam animo. Zat itu mendorong terjadinya pengakutan lewat membrane
untuk proton, ion alkali logam, dan ion talim pada kadar rendah serendah 10 -10 M, meskipun zat
itu dapat membuat senyawa komplek dengan ketiga jenis ion tersebut dalam larutan.
Garamisidan membentuk juga beberapa dimer dari dirinya sendiri.
Ada berbagai hipotesis yang menerangkan pembentukan saluran yang diinduksi oleh
gramisidin A. Kolisin, peptide bakteriostatik yang bersandikan plasmid bakteri, baru-baru ini
telah dihablurkan dan diperiksa dengan car kristalografi sinar-x. Zat itu mempunyai massa
79.000 Dalton dan nisbah sumbu 1 : 10, sehingga semua peptide itu mencapai panjang sekitar 20
nm. Zat itu dapat membentuk saluran lewat-membran dengan diameter sedemikian besar
sehungga dapat dilalui molekul gula. Tentu daja hal ini akan merusak potensial membrane sel
bakteri, mengakibatkan aktivitas bakteriostatik.
Beberapa ionofor asam sintetik mempunyai sifat farmakologi yang menarik karena berpengaruh
terhadap pengangkutan Ca2+; mereka meningkatkan kontruksi jantung, diuress dan aliran darah koroner,
dan menurunkan tahanan pembuluh perifer (Pressma, 1976). Ionofor asam dapat digunakan dengan amat
baik untuk melenyapkan logam berat yang toksiskatau 90Sr radioaktif yang karsinogenik (jatuhan hasil
ledakan nuklir yang masuk melalui air susu kedalam tulang bayi) dari tulang jika ada sejumlah besar Ca.
Hal ini penting karena sebelumnya tidak mungkin melenyapkan Sr 2+ secara selektif tanpa merugikan
metabolisme kalsium dan struktur tulang. Namun, toksisitas tinggi senyawa mahkota dan kriptat
membatasi pemakaiannya pada manusia, dan kelanjutan pekerjaan ini kelihatannya sudah terjamin.
Karena itu, sifat komplementer antar obat tak-simetri dan reseptor tak-simetrinya seringkali
merupakan kriteria aktifitas obat. Efek obat yang sangat aktif atau sangat khusus lebih banyak bergantung
pada sifat komplementer dibandingkan obat yang kurang aktif. Kadang-kadang stereo-selektivitas obat
didasarkan pada kekhasan dan kecendrungan metabolisme salah satu isomer dibandingkan isomer lain,
atau pada biotranformasi yang secara selektif melenyapkan satu isomer (Low dan Castagnoli, 1978).
Biotransformasi stereo-selektif itu dapat berakibat jauh. Umpamanya, hidroksilasi mikrosomal pada
trankuilizer diazepam (Valium) (130) terjadi secara stereo-selektif , dan menghasilkan (S)-Nmetiloksazepam.
Gambar 1.10 Konversi metabolik benzo [a] pirena menjadi diol-epoksida yang karsinogenik, dan
reaksinya dengan biomolekul nukleofilik (Menurut Low dan Castagnoli, 1978)
(1-31). Karena metabolit hasil hidroksilasi ini aktif secara farmakologi, suasana stereokimia dalam proses
pengaktifan itu sangat menentukan, tidak hanya untuk luasnya pengaktifan, tetapi juga untuk laju
pengeluaran metabolit tersebut.
Toksisitas zat karsinogen lingkungan dipengaruhi juga oleh transformasi stereo-selektif in vitro
(gambar 1.10). Benzo[a]pirena (1-32) diubah menjadi (-)-trans-diol 1-33A yang sterusnya mengalami
epoksidasi menghasilkan epoksida 1-34A dan 1-35A dalam perbandingan 9:1. Enansiomer (+)-transdiol1-33B terepoksidasi lebih selektif lagi, nisbah epomsidasinya adalah 1 : 22untuk 1-34B dan 1-35B.
Karena epoksidadan 4-OH kedua-duanya aksial (1-36A dan 1-36B) menunjukan serangan nukleofilik
pada protein atau ADN. Namun, (+)-diol-epoksida 1-35B dua kali lebih mutagenik daripada (-)
epimernya.
5.1 Isomer optik
Isomerisme optik adalah akibat dissimetri pada subsitusi molekul. Dissimetri menggabung arti
hilangnya atau tidak adanya kesimetrian. Jika pembaca memerlukannya, aspek dasar isomerisme optik
dibahas dalam berbagai buku ajar kimia organik (lihat juga Tamm, 1982, Retey dan Robinson, 1932).
Isomer optik (enansiomer) dapat mempunyai aktifitas faali yang saling berlainan, asalkan antaraksinya
dengan reseptor atau dengan struktur efektor lain melibatkan atom karbon asimetri pada molekul
enansiomer dan ketiga
Gambar 1.11Model karbon khiral kedua enansiomer norepinefrina yang membuat kontak dengan
reseptor. Enansiomer yang satu membuat kontak tiga-titik, yang mutlak bagi aktifitas farmakologi,
enansiomer lain hanya membuat kontak dua-titik, karena atom C tidak dapat terikat pada sisi ikatan H.
Gambar tersebut melukiskan hipotesis Easson-Stedman.
Subtituen yang berbeda pada atom karbon itu berinteraksi dengan reseptor. Hipotesis EssonStedman mengandaikan bahwa interaksi tiga-titik menjamin sift Stereo-Spesifik, karena hanya satu
enensiomer yang akan cocok; yang lain reaksi dengan reseptor hipotetik yang datar. Namun, masuk akal
juga untuk menerima bahwa kestereospesifukan reseptor dapat berubah bila konformasi reseptor berubah
akibat antaraksi reseptor-obat.
Perbedaan kerja farmakologi antara dua enansiomer dapat besar sekali. (-)-Levorfanol, suatu
analgetika sintetik, mempunyai tetapan keseimbangan ikatan (KD) sebesar 10-9 M (KD adalah tetapan
disosiasi, yang menyatakan bahwa obat ini akan menduduki pada kadar nanomolar). (+)-Dekstrorfan,
suatu antipoda optik (-)-Levorfanol , mempunyai KD10-2M, yang mencerminkan kadar tinggi dan nonfaali.
Secara kualitatif, dekstorfan sama sekali bukan analgetika, melainkan obat batuk (penekan batuk) yang
sangat efektif, kerja yang berbeda sama sekali dengan analgesi. (+)-Muskarin kira-kira tiga orde besaran
lebih efektif sebagai neurotransmeter kolinergik daripada (-)-muskarin. Kumpulan data yang sangat luas
dapat diperoleh tentang keselektifan berbagai obat enansiomer (Lehman, dkk.;1970, Stenlake, 1979).
Perlu ditekankan bahwa tanda rotansi optik saja (+ atau -) yang disebabkan oleh enansiomer, secara
biokimia belum menentukan kerja molekul itu. Konfigurasi mutlak senyawa bersangkutan harus
bersangkutanharus dipertimbangkan, dan dalam kimia organik medern dipakai kaidah urutan IngoldPrelog, yang makin banyak mengakibatkan penandaan D dab L untuk konfigurasi mutlak, yang
meragukan dan sudah kuno. Sekali lagi, pembaca dipersialhkan merujuk buku ajar kimia organik modern
untuk rinciannya. Kaidah urutan itu membandingkan konfigurasi mutlak semua senyawa dengan (+)gliseraldehida, yang ditandai sebagai senyawa R (rectus = kanan).
Meskipun pasanagn obat enansiomer agak sering mempunyai potensi berbeda senyawa itu jarang
merupakan antagonis satu sama lain, sebab perbedaan kerjanya disebabkan oleh sifat ikatannya; antagonis
(bab 2, subbab 3) biasanya lebih kuat terikat dari pada agonis, dan enansiomer suatu pasangan yang
kurang aktif tidak mampu mendesak enansiomer yang lebih aktif dari reseptor. Demikian pula, obat takkhas seperti anestetika umum, tidak stereo-spesifik
satu
konfigurasinya yang aktif. Berbeda dengan enansiomer, yang mempunyai sifat fisikokimia yang sama,
maka absorpsi, distribusi, ikatan, reseptor, metabolisme, dan setiap aspek lain yang mempengaruhi
aktivitas farmakologi suatu obat, berbeda untuk masing-masing diastereomer.
5.1.1 Enansiomer Dan Aktivitas Farmakologi
Lehman dkk, (1976) merumuskan definisi stereo-selektivitas menurut cara berikut: enansiomer
yang lebih cocok (dengan afinitas lebih tinggi terhadap reseptor) disebut eutomer, sedangkan yang
afinitasnya lebih rendah disebut distomer. Nisbah aktifitas eutomer dan sistomer dinamankan nisbah
eudismik;indeks eus=dismik dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 1.12 Rajah aktifitas eutomer dan distomer deretan analog oksotremorin (4-18) terhadap
afinitas eutomer (selalu isomer R dalam deretan ini) sudah sewajarnya terletak pada garis dengan
kemiringan satu, sedangkan membentuk pola acak (Direproduksi seizin P.A lehman (1983)
dalam Mecharnism of drug action (T.P. Singer dkk.,Peny.) , Academic Press, New York)
Dalam deretan agonis dan antagonis (untuk definisinya lihat bab 2, subab 3) hasil bagi
afinitas eudismik dapat juga dipakai sebagai ukuran stereo-selektivitas. Karena salah kaprah
yang meluas, distomer suatu resemant sering dianggap takaktif dan tidak ada akibatnya
terhadap aktivitas farmakologi, suatu pemikiran yang diperbuat oleh fkta bahwa reseolusi
(pemisahan) resemat secara ekonomi tidak menguntungkan. Ariens dkk. Menerbitkan satu seri
buku dan makalah yang memperlihatkan kekeliruan konsep ini dan menekankan perlunya
menggunakan enansiomer murni untuk pengobatan dan penelitian.
Karena itu, distasiomer hendaklah dilihat sebagai ketidakmurnian yang meliputi 50% dari
jumlah keseluruhan suatu obat-ketidakmurnian yang dalam kebanyakan hal sama sekali tidak
lembam. Soudijin (dalam Ariens dkk.,1983) membuat daftar semua kemungkinan efek yang tak
dikehendaki pada distomer:
1. Menunjang efek samping;
2. Menentang kerja farmakologi eutomer;
3. Termetabolisis menjadi senyawa yang aktifitasnya tidak menguntungkan;
4. Termetabolisis menjadi senyawa beracun.
Namun, ada kalanya pemakaian resemat memberi keuntungan; kadang-kadang zat itu lebih
berkhasiat dari masing-masing enansiomer yang dipakai terpisah (misalnya antihistamin,
isotipendil), atau distomer berubah menjadi eutomer in vivo (obat antiradang ibuprofen)
Akhir-akhir ini terdapat kecendrungan untuk mengembangkan obat dengan dua jenis kerja
atau lebih biasanya dengan mekanisme kerja yang berlainan. Pada obat hibridu itu (yang
mungkin suatu resemat), perbandingan nisbi berbagai kerja sudah ditetapkan lebih dahulu;
menggunakan dua obat dengan aktivitas sendiri-sendiri dan bukan obat tunggal memungkinkan
pengobatan yang paling tepat dan teliti, disesuaikan dengan kebutuhan penderita masing-masing.
Namun, pendekatan ini dapat menjadi amat rumit, seperti diuraikan dalam makalah yang
menarik oleh Ariens (1984).
Tak dapat disangkal bahwa pemisahan enansiomer acap kali sulit dan mahal. Dalam hal
demikian, kita tidak mempunyai pilihan lain kecuali memakai resemat. Akan tetapi, kadangkadang obat tak-khiral mempunyai efek sama atau lebih, dibandingkan dengan analog khiralnya
(misalnya sufentanil terhadap morfin; lihat bab 5, pasal 3.7). dalam hal ini pemakaiannya dapat
dibenarkan hanya atas itu saja.
5.2 Isomer Geometri
Isomer cis/trans adalah hasil rotasi terbatas sepanjang ikatan kimia yang di timbulkan oleh
ikatan rangkap atau sistem cincin kaku dalam molekul isomer. Isomer cis/trans bukan bayangan
cermin dan mempunyai sifat fisikokimia.
Isomerisme dapat juga terlihat pada senyawa yang rotasi bebas atom-atomnya di sekitar
ikatan kimia tidak terhalang. Sawar energi pada peralihan antara berbagai konformasi isomer ini
biasanya sangat rendah (dengan tingkat 4-8 kJ/mol), dan mudah di atasi dengan gerak termal,
kecuali jika molekul itu di buat kaku atau bila antaraksi tanpa ikatan antara gugus fungsi molekul
itu menguntungkan salah satu konformer diantara sejumlah lainnya yang tak berhingga. Konsep
dan kenyataan biofisika tentang konformasi obat yang disukai serta perannya yang kuat dalam
mengikat reseptor, merupakan persoalan yang dewasa ini ramai diperdebatkan para ahli
farmakologi molekul.
Untuk senyawa alifatik, proyeksi Newman yang terkenal digunakan untuk memperlihatkan
kedudukan nisbi berbagai substituen pada dua atom yang saling berhubungan (seperti pada
turunan etana). Misalnya, gambar 1.13 memperlihatkan beberapa kemungkinan konformer
asetilkholin. Bila gugus fungsi asetoksi dan ion irimetilamonium di tempatkan sejauh mungkin,
kita memperoleh konformasi goyang sempurna (secara salah dan keliru dinamakan juga
konfomasi trans). Bila kedua gugus itu tumpang tindih, dikatakan jejal. Di antara kedua hal
ekstrem ini terdapat sejumlah takterhingga konformer
(mencong) atau rotarmer (isomer rotasi). Energi antaraksi yang potensial antara gugus ion
trimetilamonium dan asetoksi yang
Analisis konformasi sikloheksana dan turunannya sudah dipelajari secara luas. Cincin
sikloheksana sendiri dapat tampil dalam beberapa konformasi. Konformasi kursi lebih stabil
dibandingkan bentuk perahu atau puntiran karena memungkinkan jumlah substituen terbanyak
berada dalam konformasi goyang dibandingkan dengan tetangganya. Substituen itu dapat
membentuk dua macam konformasi, nisbi terhadap bidang cincin (ditentukan oleh atom karbon
2, 3, 5, dan 6): aksial (a), dengan mengarah ke atas atau kebawah, dan ekuatorial (e) dengan
mengarah menurut lingkaran cincin. Karena cincin sikloheksana terus bergonta-ganti antara
sejumlah bentuk kursi, maka substituen pada cincin berganti-ganti pula menurut konformasi
aksial
dan
ekuatorial,
kecuali
jika
imantapkan.
Ada beberapa cara untuk memantapkan atau membekukan suatu konformasi tertentu:
1 Dengan penolakan eloektrostatik terhadap dua substituen bertetangga (misalnya, dalam 1,2
diklorosikloheksana, dipaksakan konformasi dwwiaksial);
2 Dengan penolakan sterik;
3 Dengan menggunakan substituen besar seperti gugus t- butil, yang selalu menempati posisi
ekuatorial.
Struktur polisiklik seperti dekalina atau steroid bersifat kaku dan mempertahankan konformasi
yang stabil. Pada sisitem kaku, substitusi aksial dan ekuatorial dapat menampilkan isomerisme
cis/trans tanpa adanya ikatan rangkap; pembatasan pada rotasi dijamin oleh sistem cincin itu
sendiri. Dalam molekul ini dapat pula terjadi diasteromerisme. Pada sikloheksana tersubstitusi
atau analog heterosikliknya, paasangan substituen 1,2-diaksial atau pasangan diekuatorial yang
setara, dianggap trans, sedangkan pasangan aksial-ekuatorial dianggap cis. Namun, substituen
1,3 diekuatorial adalah cis.
Sifat aksial atau ekuatorial suatu substituen berpengaruh pada reaktivitas atau kemampuan
berantaraksi dengan lingkungan. Substituen ekuatorial lebih stabil dan kurang reaktif
dibandingkan substituen aksialnya. Misalnya, gugus karboksil ekuatorial merupakan asam yang
lebih kuat daripada gugus karboksil aksial karena kestabilan ion karboksilat lebih tinggi.
Sebaliknya, ester ekuatorial lebih lambat terhidrolisis daripada ester aksial karena kurang mudah
dicapai oleh proton atau ion hidroksil selama berlangsung hidrolisis yang dikatalisis asam atau
basa.
Ketika meninjau efek konformasi obat terhadap antaraksi obat-reseptor, tidak boleh dilupakan
bahwa makromolekul reseptor juga berubah geometri molekulnya, seperti dipostulatkan dalam
hipotesis kesesuaian terimbas.
Gambar1.14 Diagram perubahan konformasi pada hemoglobin karena oksigenasi. Oksegenasi ion hem menariknya ke dalam
bidang hem, yang mengubah kedudukan helliks F, dengan memindahkan tirosin. Hal ini selanjutnya mengakibatkan perubahan
kedudukan arginin dan aspartat, yang menyebabkan putusnya ikatan ionnya, dengan subunit tetangga, dan menyebabkan berbagai
perubahan pada struktur kuaterner hemoglobin.
Koshland. Karena sifat struktur makromolekul sangat rumit, banyak yang belum diketahui
tentang segala perubahan itu. Gambar 1.14 memperlihatkan bagan perubahan konformasi itu
pada protomer hemoglobin (Albert, 1985). Walaupun pengikatan oksigen pada gugus
hemoglobin tidak dapat disamakan dengan dengan antaraksi obat-reseptor, pengikatan oksigen
pada gugus hem ternyata merupakan contoh yang baik untuk soal ini, kareana oksigen tidak
mengalami perubahan apa pun sewaktu pengikatan, sama seperti suatu obat yang tidak berubah
karena antaraksinya dengan reseptor.
Banyak contoh tentang perubahan konformasi enzim selama reaksinya dengan substrat yang
telah ditelaah dengan mendalam dan diuraikan dalam pustaka, anatara lain tentang
karboksipeptidase, dihidrofolat reduktase, dan asetilkolinesterase.
Ukuran geometri molekul lainnya bagi berbagai substituen adalah parameter sterik Verloop. Ini
dihitung dari sudut ikatan dan dimensi atom-terutama panjang gugus substituen dan berbagai
ukuran lebarnya. Kedengerannya mudah, tetapi kita harus memperhitungkanruah molekul
sebagai faktor penting yang selama ini diabaikan dalam menyimpulkan hubungan kuantitatif
ganda tetang struktur dan aktivitas farmakologi. Balaban dkk. (1980) merancang beberapa
metode sejenis.
Bacaan pilihan
A.Albert (1985). Selective toxicity, ed. 7. Chapman and Hall, London.
A.Balaban, A. Chiriac, J. Motoc, dan Z, Simon (1980). Steric fit in quantitative strukture-activity
relations. Springer, Berlin.
J.B. Blackwood, C. L. Gladys, K. L. Loening, A. E. Petrarca, dan J. E. Rush (1968). Unambigous
specification of stereoisomerism about a double bond, J. Am. Chem. Soc. 90:509-10.
M. Charton dan J.Motoc (Peny.) (1983). Steric effects in drug design. Springer, Berlin.
J.M. leger, M. Gadret, dan A Carpy (1980). Adrenergic drugs: analysis of crystallographic
and theoretical results. Mol. Pharmacol. 17:339-43.
Y. C. Martin (1978). Quantitative drug designs. Marcel dekker, New York.
J.B. Stnlake (1979), Foundations of
London, bab 3.
dalam senyawa organik dapat langsung (jarak tempuh pendek) atau tak lansung (jarak tempuh
panjang).
subsituen Hammer () pada mulanya ditetapkan untuk menghitung efek substituen terhadap
tetapan disosiasi asam benzoat:
KX adalah tetapan disosiasi asam benzoat yang mengandung substituen X;KH tetapan disosiasi
asam benzoat yang tidak tersubstitusi. Efek substituen itu terhadap berbagai reaksi lain (misalnya
E1, reaksi eliminasi) telah diteliti juga secara amat rinci. Substituen penarik elektron (mislnya
C=O-OH, -NO2-N+R3) mempunyai harga positif, sedangkan substituen pemberi-elektron (-OH,
-OCH3, -NH2, -CH3) mempunyai harga negatif. Harga juga berlainan menurut letak
substituen, apakah pada posisi meta atau para. Substituen orto mengalami terlalu banyak
gangguan dan tidak dipakai untuk mnghitung . Daftar harga yang terinci dapat dijumpai
dalam karya Chu (1980), Albert (1985), dan Martin (1987).
Tetapan substituen Hammer mencakup efek imbasan dan efek resonasi (yakni pengaruh
elektronik yang dilancarkan melalui ruang dan melalui ikatan konjugasi). Dalam hal asam
benzoat, konjugasi langsung tidak mungkin, tetapi pada satu hibrida resonasi, seperti terlihat
pada gambar 1.15, gugus penarik-elektron nitro menempatkan muatan positif paa karbon C-1,
sehingga memantapkan ion karboksilat dan menurunkan pKaasam yang disubstitusi itu.
Sebaliknya, gugus hidroksil fenol pemeberi-elektron menghilangkan kemantapan anion
karboksilatdengan menolak muatan dan memperlemah asam yang disubstitusi itu. Tetapan
elektronik substituen untuk senyawwa non-aromatik, yang diperkenalkan oleh Taft, mempunyai
hubungan dengan laju hidrolisis asam an basa pada ester asam asetat tersubstitusi.
Gambar 1.15 Resonasi dan efek-medan gugus penerima-elektron nitro dan gugus pemberi-elektron hidroksil terhadap
kemantapan (dan pKa) ion benzena. Penerima elektron memantapkan anion, sedangkan pemberi ellektronmempunyai efek
berlawwanan, engan meningkatkan kerapatan elektron disekitar ion karboksilat dan menciptakan antaraksi ion-dipol yang tidak
menguntungkan.
fosfat ADN , dan mengikat obat itu dengan kuat pada kedudukannya. Protonasi histamin dan
manfaatnya dalam pengikatan, dibahas secara terinci dalam bab 4, pasal 6.1.
Pengionan dapat pula berperan dlam antaraksi elektrostatiak antara obat terion dengan cabang
protein yang terion pada reptor obat. Karena itu, ketika melakukan percobaan tentang pengikatan
obat-reseptor,
dianjurkan
untuk
mengatur
disosiasi
proteindengan
memakai
dapar.
Tingaktpengionan tiap senyawa dapat dihitung dengan mudah dengan persamaan HendersonHasselbalch:
Tetapi sifat asam atau basa molekul itu hendaklah diperimbangkan, seperti terlihat pada tabel 1.3
dan dibahas terinci oleh albert dan serjeant (1984).
Tabel 1.3 Tingkat Pengionan Asam atau Basa
pH- pKa
%Terion
Asam
Basa
-4,0
00,01
99,99
-3,0
0,10
99,90
-2,0
0,99
99,01
-1,0
0,09
90,91
-0,5
24,03
75,97
50,00
50,00
0,5
75,97
24,03
1,0
90,91
9,09
2,0
99,01
0,99
3,0
99,90
0,10
4,0
99,99
0,01
Bacaan Pilihan
Ikatan van der Waals terdapat di antara semua atom, bahkan atom gas mulia, dan didasarkan atas
keterpolaran penimbasan asimetri dalam awan elektron atom oleh inti atom tetangganya (yaitu
muatan positif). Ini setara dengan pembentukan terimbas suatu dipol. Namun, meskipun
antaraksi dipol-dipol terimbas itu membentuk tarikan-setempat sementara antara kedua atom itu,
antaraksi nonkovalen ini berkurang sangat cepat, sebanding dengan 1/R6; Radalah jarak yang
memisahkan kedua molekul itu. Gaya van der Waals itu bekerja pada jarak efektif kira-kira 0,40,6 nm dan menghasilkan gaya tarik-menarik kurang dari 2 kJ/mol. Karena itu, gaya ini sering
terkalahkan oleh gaya antaraksi yang lebih kuat.
Setiap ikatan van der Waals memberikan energi yang sangat rendah bagi suatu sistem, tetapi
sejumlah besar gaya van der Waals dapat menumpuk menjadi energi yang cukup besar. Dalam
membran fosfolipid, pada ekor hidrokarbon bagian lipidnya, gugus-gugus CH 2- saling tarik
dengan kekuatan kira-kira 33 kJ/mol, asalkan mereka bertindihan rapat. Jika ekor fosfolipid ini
dipisahkan secara paksa dengan ikatan rangkap cis atau dengan rantai alkil bercabang, gaya
tarik-menarik ini turun sampai 10-12 kJ/mol. Substituen lipofil polar sangat meningkatkan
antaraksi van der Waals: jadi, hidrokarbon terhalogenasi seperti halotan(1-7) atau
metoksifluran (1-8) (gambar 1.3) merupakan anestetika yang lebih mampu dibandingkan
dengan xenonatau siklopropan yangnonpolar, karena terikat lebih baik pada lipid jaringan saraf.
Tabel 1.4 Ikatan Kimia dan Energi-Ikatan rata-rata
Gambar 1.16 bagan antaraksi hidrofob antara dua cabang leusin suatu protein. Dengan mendesak sebagian sampul hidrat, Kedua
cabang alkil menduduki rongga air yang sama, sedangkan banyak molekul air (dinyatakan dengan lingkaran) menjadi teracak.
Dengan demikian entropi sistem meningkat, menghasilkan kestabilan yang baik.
Heksana yang terdispersi dalam air berkumpul, mereka akan meremas ke luar molekul air
yang tersusun rapi diantara struktur tersebut (gambar 1.16). Karena air yang didesak tadi tidak
lagi merupakan bagian daerah perbatasan, maka ia kembali ke struktur yang kurang tersusun, dan
hasilnya adalah penambahan entropi. Perubahan ini cukup untuk menurunkan energi bebas pada
sistem itu sebesar kira-kira 3,4 kJ/mol untuk setiap gugus metilena, dan setara dengan energi
ikatan karena ia mempermudah penggabungan struktur hidrofob. Biasanya, begitu rantai
hidrokarbon itu cukup berekatan, gaya van der Waals akan mempengaruhinya. Kesahihan konsep
ikatan hidrofob itu akhir-akhir ini mulai dipertanyakan (Albert,1985, h. 315).
dua struktur dalam larutan air karena gugus polar struktur itu membentuk ikatan hidrogen dengan
air. Lagi pula, tidak ada keuntungannya mengganti ikatan hidrogen dengan molekul air dengan
ikatan hidrogen dengan molekul lain, kecuali jika ada ikatan tambahan yang lebih kuat
mendekatkan kedua molekul itu pada jarak yang cukup pendek.
Telah kita lihat bahwa iktan hidrogen berdasarkan pada antaraksi elektrostatik antara pasangan
elektron bebas suatu heteroatom (N, O, dan bahkan S) sebagai pemberi, dengan atom hidrogen
langka-elektron pada gugus OH, -SH, dan NH. Penting diingat bahwa hidrogen pada CH
tidak membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen sangat terarah, dan ikatan linier lebih
cenderung terjadi daripada ikatan menyudut. Ikatan hidrogen juga lemah, mempunyai energi
yang berkisar antara 7 sampai 40 kJ/mol (Stenlake, 1979, h. 48).
Molekul n, tion tiofen), senyawa aromatik bersubtituen pemberi-elektron, dan senyawa yang
mempunyai pasangan elektron. Molekul akseptor adalah sistem langka elektron
seperti purin
dan pirimidin, senyawa aromatik bersubtituen penarik elektron (asam pikrat) dan tetrasianoetilen.
Contoh klasik pemuatan komplek AM terjadi dalam larutan iodin (akseptor) dalam
sikloheksena (donor); larutan terjadi berwarna coklat yang disebabkan oleh pergeseran spektrum
absorpsinya. Warna coklat itu bukan warna dalam arti fisik, tetapi lebih merupakan hasil pita
absorbansi yang sangat lebar, meliputi kira-kira 200 nm dalam spektrum tampak, dan timbul
sebagai hasil perubahan elektronik dalam kompleks AM. Sebaliknya larutan iodin dalam CCl4
suatu pelarut lembam berwarna ungu.
Antaraksi obat-reseptor sering melibatkan pembentukan kompleks AM. Contohnya,
reaksi oabat antimalaria dengan reseptornya dan reaksi beberapa antibiotika yang terselip dalam
ADN pembentukan neuro transmiter seperti neritineprin dan serotonin dengan ATP yang
tersimpan dalam sinapsis, dan mungkin lebih banyak., contoh lain, energi AM berbanding lurus
dengan potensial pengionan donor dan afinitas elektron reseptor, tetapi biasanya tidak lebih
tinggi kira-kira 30 kj/mol.
7.5 Dipol
Molekul yang muatannya terpisah sebagian, dapat saling berinteraksi (antaraksi dipoldipol) atau berantaraksi dengan ion. Momen dipol adalah ikatan yang dihasilkan oleh perbedaan
muatan dan jarak antar muatan dala molekul; ia merupakan kuantitas fektor dan dinyatakan
degan satuan Debye (kira-kira 10-20 esum, atau satuan elektrostatik per meter). Momen gugus
linier (seperti pada
mempunyai momen dipol, sering terjadi antaraksi dipol-dipol. Energi antaraksi itu dapat dihitung
dengan rumus berikut:
sudut antara kedua kutub dipol itu, D tetapan elektrik medium, dan r
jarak diantara muatan yang tersangkut pada dipol itu. Jadi interaksi ini terjadi sepanjang
rentangan yang cukup panjang, dan hanya berkurang sebesar pangkat tiga jarak antara kedua
muatan dipol itu.
Antaraksi ion-dipol bahkan lebih kuat, dan energinya dapat mencapai 100-150 kj/mol.
Energi antaraksi ini dapat dihitung dari rumus:
e adalah muatan tetap dan panjang dipol. Karena energi ikatan pada antaraksi ini menurun hanya
sebesar kuadrat jarak gugus yang bermuatan, maka penting sekali untuk melakukan antaraksi
awal antara kaedua liganda iu. Contoh klasik dipol-ion adalah pada ion terhidrasi, yang dalam
proses hidrasinya menjadi berlainan dibandingkan dengan ion yang sama dalam kisi kristal.
7.6 Ikatan ion
Ikatan ion terbantuk di antara ion-ion bermuatan berlawanan. Antaraksi elektrostatiknya
sangat kuat.
Energi ikatan (E) dapat mendekati atau bahkan melebihi energi ikatan kovalen. Ikatan ion terjadi
dimana-mana, karena bekerjanya sepanjang yang jauh, dan sangat berperan dalam kerja obat
yang dapat terion.
Sb-S-Enzim + R-OH
mono kation histamin pada gambar 1.17. muatan yag positif ( yaitu muatan ini dikurangi jumlah
elektron dalam bulatan) diperagakan untuk tiap atom.
sifat karsiogen senyawa tersebut (Marshall,1978,h.611). menerut hippotesis itu bagian reaktif
tertentu pada melekul tersebut mengalami metabolisme dan membentuk zat antara yang reaktif
misalnya, epoksida dan glikol yang dapat bereaksi dengan kandungan sel.
Energi orbital molekul paling terisi (OMPT) dan energi orbital molekul paling kosong
(OMPK) merupakan ukuran dari kapasitas pemberi dan penerima elektron dan selajutnya
menentukan pemberian dan penerima dalam reaksi alih-muatan. OMPT dan OMPK merupakan
pola ukuran yang bisa dipercaya tentang sifat mereduksi dan mengoksidasi yang memiliki suatu
molekul. Sifat ini dinyatakan dalam satuan
berkisar 150-300 kj/mol. Makin kecil nilai numerik OMPT(angka positif), makinbaik zat itu
sebagai pemberi elektron, karena angka kecil menyatakan bahwa lebih sedikit energi diperlukan
untuk memindahkan elektron dari zat itu. Begitu pula masin kecil angka OMPK (angka negatif),
makin stabil orbital itu terhadap elektron yang masuk, yang menguntungkan sifat menerima
wlktron. Jadi dengan melihat nilai numerik OMPT dan OMPK sepasang senyawa.
8.2 Telaah konformasi dengan metode kimia kuantum
Panjang ikatan dan sudut ikatan pada molekul dapat diperoleh dari data kristalografi
yang diberikan oleh difraksi snar x. Panjang sudut ikatan ini selanjutnya dapat digunakan untuk
menghitung enrgi potensial konformasi sejumlah besar konformer. Pada perhitungan berulang,
masing-masing sudut ikatan, terutama yang kelihatannya aling peka terhadap keanekaan energi,
perubahan dalam beberapa ( misalnya 5) langkah, dan energi konformasinya dihitung untuk
masing-masing langkah. Dengan ini dapat dibuat peta tentang energi potensian bagi suatau
konformasi sebagi fungsi dua sudut (seperti telaah dibuat dengan jumlah neurotransmiter
golongan ariletilamina misalnya dopamin, norepineprin, serotonin, histamin).
penganfkutan
dan
penyebaran
bat
ditempat
pemakaiannya
ketempet
yang lebih positif menunjukkan kelipofilan yang lebih tinggi untuk subtituen itu.
Semua nilai itu bersifat aditif, maka nilai P yang diukur pada molekul baku dapat
diramalkan kehidrofoban molekul baru.
2. Tetapan sutituen Hammet
3. Efek sterik dinyatakan dengn nilai Taft Es
Tetapan subtituen
dan
diperhatikan dalam rajah Craig. Untuk mencegah terpilihnya sederetan subtitusi yang
dan nya berhubungan.
Daftar tetapan yang lebih lengkap untuk sejumlah senyawa diesediakan oleh Martin
(1978). Daftar tersebut sering berguna bial hubungan dengan aktivitas hayati dalam
prosedur statistika yang dikenal sebagai analisis regresi multivarian. Sperti diketahui dari
uji farmakologi barbagai seri obat, hubungan tersebut dapat linier dinyatakan dengan
persamaan:
C adalah kadar obat untuk mendapatkan efek hayati tertentu dan a,b,c, dan d adalah
koefisien regresi yang harus ditentukan dengan pencocokan kurva secara berulang.
Hubungan paraboling memenuhi persamaan
koefisien a,b,c,d dan e dicocokn pada kurva dengan prosedur kuadrat terkecil dengan
memakai metode regresi. Tingkat kecocokan dinilai dengan koefisien korelasi r atau
koefisien regresi multipel r2, yang sebanding dengan varians. Kecocockan sempurna
menghasilkan r2 =1,00. Jika sudah diperoleh kecocokan terbaik dan r atau r2 terbesar
sudah didapat dengan menggunakan senyawa yang dikenal dalam jumlah yang wajar (1520 adaah jumlah yang dianjurkan tergantung pada perubahan yang diuji), maka kurva
dapat dipakai untuk meramalkan aktivitas hayati senyawa yang belim diuji atau bahkan
belum pernah disintesis. Untuk ini hanya diperlukan subtitusi tetapan koefisien regresi.
yang untuk hamper setiap substituen (Hansch dan Leo,1979). Tentu saja peubah bebas selain
atau - termasuk tetapan pengionan, koefisien aktivitas, volum molar, atau parameter orbital
molekul- dapat digunakan (Cramer, 1976)
Analisis regresi terhadap efek berbagai substituen pada suatu molekul dengan memakai
pendekatan Hansch sangat berguna, karena menghemat banyak waktu dan upaya untuk
mensintesis dan menguji obat baru itu. Ratusan contoh analisis itu tersedia dalam pustaka
( misalnya Hans dkk., 1977) banyak di antaranya yang mempunyai nilai ramalan positif untuk
aktivitas obat,sedangkan seri obat lain tidak dapat ditafsirkan dengan metode ini.
analog direncanakan, dan sifat fisikanya dibandingkan dengan analog yang sudah direncanakan
itu. Gambar 1.21 memperlihatkan bagan Topliss untuk substitusi cincin aromatic. Jika turunan
pertama, analog p-kloro , lebih aktif dari senyawa induk yang tidak tersubstitusi, maka dikatakan
bahwa hubungan atau positif terhadap aktivitas, dan turunan berikutnya hendaklah senyawa
dikloro, dst. Menurunnya aktivitas dapat disebabkan karena efek lipofil, sterik, atau elektronik;
cabang lain pada bagan itu disediakanuntuk menjajagi ketiga efek tersebut. Bagan untuk system
non-aromatik juga tersedia (Martin,1978, h. 258)
Konsep konektivitas molekul, yang diperkenalkan oleh Kier dan Hall pada tahun 1976,
membicarakan senyawa menurut topologinya (gambar 1.22). Percabangan, ketidakjenuhan, dan
bentuk molekul, semuanya dinyatakan dengan 1X, yaitu indeks murni konektivitas empiric.
Indeks ini sangat erat hubungannya dengan sejumlah sifat fisikokimia, termasuk koefisien
partisi, refraksi molar, atau titik didih. Walaupun demikian, keadan yang lebih pelik pun dapat
dihitung dengan cara ini (Kubinyi, 1979, h. 127). Pemakaian data konektivitas molekul pada
persamaan Hansch untuk beberapa seri obat menghasilkan koefisien korelasi struktur-aktivitas
yang sangat tinggi. Akan tetapi, heteroatom dan antaraksi sterik belum cukup diperhitungkan,
dan masih mungkin terdapat korelasi kebetulan. Namun, metode itu memberikan peluang
pragmatis yang menarik (lihat juga Henry dan Block, 1979; Kier, dalam Yalkowsky dkk,
1980;Kier dan Hall, 1986)
Indeks topologi lain yang berdasarkan teori informasi dikembangkan oleh Basak,
Magnuson, dan rekan-rekannya. Banyak di antaranya yang lebih khas dan menguraikan
hubungan struktur-aktivitas yang lebih tepat daripada koefisien partisi oktanol-air, tetapi
penerapannya pada umumnya di luar kemampuan seorang ahli kimia medicinal. Untuk uraian
yang lebih rinci, bacalah Basak dkk (1984) dan Dearden (1983).
Metode pengenalan pola, serta analisis faktor dan kelompok juga merupakan metode
korelasi struktur-aktivitas, tetapi tidak akan dibahas disini. Chu (1980, h 411) dan Martin (1978,
h. 261) merinci metode ini. Mereka yang berminat hendaklah menguasai metode statistika
modern yang sangat ampuh. Aspek lain tentang masalah ini dibahas dalam bab 8, subbab 3.
Bacaan pilihan
V. Austel (1984). Design of test series in medical chemistry. Drugs of the future 9;349-65.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN METODE
3.1.1.Pemodelan studi
Studi molekuler pemodelan dan keselarasan konformasi dari Zanamivir yang dilakukan
untuk merasionalisasi hasil biologis diperoleh (Gbr. 1). Molekul Studi docking lengkap
dilakukan dengan menggunakan struktur kristal H1N1 (PDB ID: 3b7e).
Sebelum dilakukan docking molekul, struktur 3D dari ligan dioptimalkan. The 3b7e pdb
telah mengalami energi dan optimasi residu. Kesehatan protein dipastikan dengan memplot
Ramchandran plot (Gambar. 2)
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebagian besar obat berinteraksi terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi
(lebih dari satu macam ikatan). Salah satu obat yang dikaji dalam makalah ini mengenai
interaksinya terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi adalah Zanamivir, suatu
guanido-neuraminic
acid.
Zanamivir
((2R,3R,4S)-4-guanidino-3-(prop-1-en-2-ylamino)-2-
((1R,2R)-1,2,3-trihydroxypropyl)-3,4-dihydro-2H-pyran-6-carboxylic acid) adalah obat antiinfluenza khususnya yang disebabkan oleh virus influenza A dan B. Target aksi dari Zanamivir
adalah enzim neuraminidase (NA), yaitu analog asam N-asetilneuraminat (reseptor permukaan
sel virus influenza).
Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi virus
berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah
aktivitas enzim neuraminidase. Neurominidase berperan penting dalam replikasi virus dan
memecah ikatan antara virus dengan inang. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang
optimal dari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi.
Zanamivir bekerja dengan berikatan pada sisi aktif dari neurominidase sehingga virus influenza
tidak dapat lepas dari inangnya dan menginfeksi sel lain. Zanamivir juga menghambat replikasi
virus secara invitro dan invivo. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi.
Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan
tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang (Tapar, et al, 2011).
Interaksi antara Zanamivir dengan enzim neurominidase dapat menyebabkan perubahan
konformasi enzim sehingga afinitas sisi aktif untuk berikatan dengan substrat berkurang.
Interaksi yang terbentuk antara Zanamivir dengan neurominidase berupa interaksi ionik,
hidrofobik, ikatan hidrogen, ikatan polar (dipol-dipol), dan ikatan van der Waals.
Ikatan hidrogen juga diperlukan dalam banyak interaksi obat. Ikatan hidrogen tunggal
bersifat lemah tetapi bila terdapat beberapa ikatan hidrogen maka dapat mendukung interaksi
obat-reseptor (Tapar,)
Zanamivir memiliki empat atom nitrogen, dimana semua atom N dapat menjadi donor
hidrogen. Ikatan hidrogen terjadi antara Zanamivir dengan neuraminidase yaitu pada residu asam
amino aspartat, arginin, glutamat, dan triptopan. Ikatan hidrogen yang terjadi adalah antara atom
O pada gugus OH fenolik dari asam atom N sebagai donor hidrogen.
Asam amino seperti Asp, Glu(a)277, Arg(a) 292, Glu(a)227 terlibat dalam interaksi
antara Zanamivir dan neuraminidase melalui air yang mendukung hipotesis dari keterlibatan air
dan peran pentingnya dalam interaksi obat reseptor.
Hasil dari analisis docking (Trapan, et al, 2011) menunjukkan bahwa tiga molekul air
secara langsung mempengaruhi interaksi obat dengan neuraminidase. Kekuatan interaksi obat
reseptor bergantung kepada persentase ikatan hidrogen. Asam amino Arg (a) 371(55-57%), Arg
(a) 118 (52%) dan menguatkan fakta di atas dan berinteraksi kuat dengan human neuraminidase
drogen (Tapar, et al, 2011).
Gugus karbonil asam-asam amino dari dapat membentuk interaksi polar dengan bagian
polar dari zanamivir. Kepolaran dari sisi aktif neuraminidase ini diakibatkan oleh gugus karbonil
yang distribusi elektronnya bersifat asimetrik dimana elektron lebih tertarik ke atom O daripada
ke atom C. Dengan begitu, atom O cenderung bermuatan negatif dan bersifat sebagai nukleofilik
sedangkan atom C cenderung bermuatan positif dan bersifat sebagai elektrofilik. Muatan ini
mendorong terjadinya reaksi karena bagian nukleofil akan menyerang bagian elektrofil dari
zanamivir dan sebaliknya bagian nukleofil dapat diserang oleh bagian elektrofil zanamivir.
Kelompok acetamido pada posisi C-3 dari inti piran dan carboxylic group pada posisi C-6
menunjukkan daerah elektrofil kuat sebagai akseptor elektron dan dapat berinteraksi polar
dengan atom O karbonil gugus CONH- dari asam amino. 1, 2, 3- trihydroxypropyl group pada
posisi C-2 dari inti piran dan gugus fungsional guanidine pada posisi C-4 menunjukkan daerah
elektropositif kuat sebagai donor elektron dan dapat berinteraksi polar dengan atom C karbonil
dari gugus CONH- asam amino untuk aktivitas anti-influenza.
Zanamivir juga berinteraksi dengan neuraminidase melalui ikatan van der Waals.
Berdasar hasil docking (Tapar, et al, 2011) terlihat bahwa atom-atom pada molekul nonpolar
dapat memiliki distribusi rapatan elektron nonsimetrik yang bersifat temporer yang
menghasilkan dipol temporer. Ketika atom-atom pada molekul yang berbeda (misal obat dan
reseptor) saling mendekat, dipol temporer pada salah satu molekul akan menginduksi dipol
temporer molekul yang lain. Hal ini menimbulkan daya tarik intermolekuler yang disebut gaya
van der Waals.
BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan makalah diatas maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Menurut para ahli kimia medicinal reseptor-obat didefinisikann sebagai makro molekul
dengan obat berinteraksi untuk menimbulkan respon biologis yang khusus.
2. Karena berinteraksi dengan makromolekul hayati tak-simetri yang aktif-optik seperti protein,
polinukleotida, atau glikolipid yang bekerja sebagai reseptor, maka sangat masuk akal jika
banyak obat mempunyai kekhasan stereokimia.
DAFTAR PUSTAKA
Ajay, A., and M. A. Murcko, 1995, Computational Methods to Predict Binding Free Energy in
Ligand-Receptor Complexes, J. Med. Chem, 38, 49534967
Ikawati, Zullies, 2006, Pengantar Farmakologi Molekuler, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Istyantono, Enade Perdana, 2006, Aspek Teoritis Aksi Obat, Universitas Sanata Dharma Press,
Yogyakarta
Katzung, 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta
Silverman, Richard B., 2005, The Organic Chemistry of Drug Design and Drug Action,
Academic Press, New York
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal Jilid I, Airlangga University Press,
Surabaya
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal Jilid II, Airlangga University Press,
Surabaya
Tapar, K.K., et al., 2011, Exploring the Mechanism of Zanamivir as Anti-AIV Agent by
Molecular Docking and Receptor Based Electrostatic Analysis, Journal of Computational
Methods in Molecular Design, Volume I, page 1- 6