Anda di halaman 1dari 88

MAKALAH

GEOMETRI OBAT-RESEPTOR
dan
AZAS FISIKOKIMIA PADA KERJA OBAT
(Diajukan utuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Medisinal)

Disusun oleh :
Winda Resti Noor
31113154
Farmasi 4-C

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan sistem
biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan suatu sistem,
atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem tetapi dapat memodulasi efek dari
obat lain.
Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan
langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses
biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. (Ikawati, 2006). Reseptor
merupakan senyawa biopolimer dalam tubuh orgnisme yang dapat berinteraksi dengan senyawa
kimia tertentu sehingga menghasilkan tanggapan biologis. Secara umum, reseptor adalah suatu
protein integral misalnya makromolekul polipeptida yang tertanam pada lapisan fosfolipida pada
membran sel. Reseptor bekerja dalam lingkungan membran sel, sehingga sifat dan mekanisme
aksi dari reseptor akan tergantung pada lingkungan kimia dari membran fosfolipid. Selain di
membran sel, beberapa reseptor juga terdapat di dalam sitoplasma dan membran inti sel.
Reseptor berfungsi untuk mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifitas
yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu:
1. Perubahan permeabilitas membran
2. Pembentukan second messenger
3. Mempengaruhi transkripsi gen
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :


a. Apa yang dimaksud dengan geometri obat-reseptor dan azas fisikokimia pada
kerja obat?
b. Bagaimana kaitan antara geometri obat-reseptor dengan azas fisikokimia pada
kerja obat?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah minyak akar wangi memiliki
karakteristik yang baik dalam bentuk losion dan untuk mengetahui yang dimaksud dengan
geometri obat-reseptor dan azas fisikokimia pada kerja obat serta bagaimana kaitan antara
geometri obat-reseptor dengan azas fisikokimia pada kerja obat.
1.4 Manfaat Penelitian
Reseptor didefinisikan sebagai suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan
langsung berikatan dengan ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses
biokimiawi antara dan di dalam sel yang akhirnya menimbulkan efek. Manfaat dari makalah ini
adalah agar para masyarakat luas lebih mengenal mengenai geometri obat-reseptor dengan azas
fisikokimia pada kerja obat serta menambah wawasan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

GEOMETRI OBAT- RESEPTOR


1. Pendahuluan
Konsep dari obat-reseptor diperkenalkan oleh Paul Ehrlich pada permulaan abad
20 (1). Sekarang kita berasumsi bahwa sebagian besar obat, efeknya karena
penggabungan pada tempat sepesifik dari makromolekuler. Kepada ahli kimia medicinal
reseptor-obat didefinisiakn sebagai makro. Molekul dengan obat berinteraksi untuk
menimbulkan respon biologis yang khusus sesungguhnya berupa obat bereaksi tanpa
perantaraan makromolekuler antasida, misalnya, tetapi disini kita tidak berhubungan
dalam hal seperti itu. Perhatian kita pusatkan pada geometris dari makromolekuler
spesifik yang betugas sebagai reseptor obat. Pada onset, marilah kita jelaskan bahwa
hanya sedikit informasi sruktural utuk sebagian besar klompok reseptor obat. Hanya satu
system metotreksat kompleks dehidrofolat reduktase, telah diuji pada reaksi atomic
menggunakan defraksi sinar X (2). Beberapa system model yang menarik telah diuji
dengan teknik sinar X. Bila hal ini semua diperoleh informasi maka tidak tepat waktu
untuk membuat bab tinjauan ulang, tetapi setelah 20 tahun lewat menjadi kenyataan
kemajuan yang pesat penelitian structural pada protein dan asam nukleat. Prinsipstruktur
umum yang telah mencelup dari tugas ini membentuk kerangka pokok dari bab ini,
dengan asumsi bahwa molekul pantas sebagai model yang beralasan untuk reseptor obat.
Marilah kita tinjau secara singkat, apa yang telah dilakukan. Pada saat sekarang
telah dilakukan penelitian struktur hampir 100 protein, kebanyakan berbentuk kompleks
dengan spesifik substrat kovaktor atau inhibitor (3). Dalam beberapa hal interaksi dari
protein besar dengan protein kecil telah dilaporkan lebih banyak modes dan data pada
struktur asam nukleotida telah ada, termasuk struktur yang lengkap tentang perubahan
asam nukleat. Struktur yang melibatkan interaksi protein- asam nukleat baru saja
dilaporkan. Bab ini melakukan eksplorasi kegunaan dari semua keterangan dalam
mencari idealism yang sederhana tentang sifat alami yang umum reseptor obat.
2. Struktur Makromolekul
2.1 Struktur sinar X pada protein Globular (4)
Protein globular merupakan bentuk sterik yang kasar dan cenderung larut dalam air.
Banyak enzim ekstrakulikuler asam protein globular. Mungkin bentuknya, protein ini mudah
dikristalkan. Sifat yang terakhir ini yang telah mereka buat maka menjadi popular dengan
para kristalografer sinar X. Protein ini mempunyai bobot molkul dari 5.000-100.000 dalton,

sekarang diplasajari secara rutin. Ingat bahwa protein dengan bobot molekul 30.000 dalton
berisi 2.500 atom karbon, oksigen dan nitrogen. Dalam tugas yang paling baik semua atom
ini dapat dilokalisasi dalam fraksi-fraksi dengan satuan angstrom. Tahap yang terbatas dalam
percobaan sering lebih banyak produksinya daripada kristal yang didapat yang berkualitas
memadahi. Pengumpulan data yang lengkap dan prosedur analisis kebanyakan secara
otomatik.
Membrane

dan

benang-benang

protein

ternyata

lebih

sukar

dikerjakan.

Perkembangan terakhir dalam penggunaan difraksi electron mungkin merupakan harapan


bahwa preparasi jaringan merman dapat diuji dengan daya disolusi resolusi 5A (5).
Pertama-tama menguji struktur protein dengan daya resolusi sebesar atom biasanya
masih gelap. Berates bahkan beribu atom tersusun didalam pola yang begitu ruet untuk
mengetahui secara nyata dan rinci (Gambar 60). Untungnya ada beberapa pikiran dalam
penyederhanaan (7). Pertama protein pada dasarnya mempunyai struktur linear yang tersusun
dari hubungan asam amino yang teratur. Order yang tepat dari asam amino sering disebut
struktur utama protein. Selanjutnya struktur kedua ini adalah susunan lokal mungkin dari 4
20 asam amino yang membetuk helix dan struktur menurut aslinya oleh Pauling dan Cori (8)
(gambar

6.2.a.c).

suatu

tambahan

gambaran

penting

adalah

putaran

beta

atau

hairpindimana rantai polipeptida melipat kembali pada dirinya (gambar 6.2.b) (9,10).
Dengan 3 elemen struktur ini untuk membuat blok di bangun sesungguhnya dapat
mengkontruksi model yang tepat dari sebagian besar protein yang lebih mudah dipelajari
daripada model bola dan batang pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1
Untuk pendekatan pertama yang baik, kita dapat menggambar protein seperti yang
sudah digambarkan dari sjumlah batang lurus dengan berbagai diameter dan panjang yang
mewakili heliks, danbentangan benang yang dihubungkan satu sama lain dengan sudut-sudut
yang lentur atau berputar (11).

Gambar 6.2 Struktur Sekunder Protein.


Jalur dimana elemen-elemen ini terbungkus bersama sering disebut struktur tertier.
Untuk sdikit mempertajam batasan umum sehingga mudah menolong kita untuk mengingat
bagian yang dibungkus itu. Pertama benang-benang memanjang yang biasanya terdapat
bergandengan bersama dalam bentuk hampir planar (bet Shet) Gambar 6.3. a.b.

Gambar 6.3 Gambar dari beta sheet


Kedua, dalam protein berisi baik heliks maupun beta struktyr, heliks itu sering
bergabung dengan sumbunya yang hampir pararel datang dari Sheet itu (Gambar 6.3d).
ketiga, heliks dan putara, kduanya biasanya terdapat dipermukaan protein dimana struktur
beta sheet biasanya masuk ke dalam protein bagian dalam. Kita catat bahwa dalam
pembicaraan tentang komposisi asam amino dan struktur elemen yang menujukan lokasi
jaringan protein. Putaran itu disusun terutama olej polar-polar asam amino yang larut dalam
air dan didapatkan pada batas antara protein dan pelarut. Heliks biasanya terdiri dari lebih
kutang 50% asam amino yang polar dan 50% asam amino hidrofobik. Heliks biasanya
ditempatkan pada permukaan protein-protein sehingga rantai samping asam amino yang
polar menghadap kea rah sulfen dan rantai rantai sampung dari non olar langsung diarahkan
ke dalam protein. Akhirnya, struktur beta sheet dibuat sebagian besar asam amino non polar,
dan seperti dinyatakan di atas dari struktur bagian dalam dari sejumlah protein (9d, 12).
Informasi lebih banyak dapat diperoleh pada elemen struktur sekunder berbungkusan
bersama. Pertama pertimbangan heliks. Heliks-heliks dalam protein rantai sampingnya
datang dengan sudut 100o dari gugus yang ada. (Gambar 6.4) 5A. Rantai sampingtambahan
yang lain 3-5 A pada tiap sisi, sehingga diameter dari sebuah alfa heliks 10-15A. Heliks

berinteraksi dengan heliks yang lain sebagian besar melalui kontak rantai samping-rantai
saming, sebab secara sterik tidak mungkin untuk rantai samping dan tulang punggung, atom
dari salah satu heliks dapat dibayangkan bahwa rantai samping dengan hidrofiliknya
mengizinkan untuk kontak. Pola seperti Gambar 6.4c heliks telah tersusun berdampingan
dengan permukaan hidrofilik pada umumnya. Didalam varian sederhana (disebut bungkusan
pasak dalam lubang). Yang diusulkan Crick, heliks dibiarkan mendrat satu sama lain dengan
sudut yang cukup untuk mendapatkan ketetapan yang lebih baik dari rantai samping (13).
Pola bungkusan dari heliks yang kedua (Gambar 6.4d) lilitan heliks kira-kira ditengah sumbu
super heliks yang besar (14). Kedua pola bungkusan itu telah diamati dalam protein globular,
yang terakhir merupakan kantung yang hidrofilik dan mengikat gugus heme dan mioglobi
dari sitokrom.

Gambar 6.4 Gambaran dari heliks


Sifat-sifat dari beta sheet telah dipelajari secara intensif pada akhir-akhir ini (15-17).
Penemuan utama adalah bahwa semua sheet mempunyai dua puntiran tangan kanan yang

berbeda-beda kira-kira 20-50o, per untaian (Gambar 6.3d) yang tiap bagian mempunyai
hubungan yang lebih kuat antara pasangan untaian pararel yang berdekatan. Stenberg dan
Thornton membuat suatu argumen bahwa hubungan pada sisi kanan terjadi karena
memerlukan sekeping rantai hubungan yang lebih pendek daripada tangan kanan
penghubung kiri dengan melintang sebagai persyaratan (gambar 6.3c). Rantai samping dalam
polipeptida yang lebih luas terletak di atas atau di bawah lempengan gugus peptide (gambar
6.3a). Untaian yang dikembangakan berinteraksi dengan untaian untaian ikatan hidrogen
dan kontak rantai rantai samping. Interaksi helix dangan beta sheet sebagian besar melalui
rantai hidrofilik. Dimensi yang diberikan di atas, satu helix membungkus 2 untaian yang
berkembang pararel, dan sering dikenal dalam protein (gambar 6.3d).
2.2 Protein Membran
Dalam protein globular putaran dari asam amino yang polar dan berbeda pada permukaan
protein.pertimbangkan 4 kemungkinan hal itu bagi putaran dalam membrane protein :
1. Putaran tetap berkarakter pola dan bagian luar terdapat dalam protein globular.
2. Putaran polar tetapi terletak di bagian dalam
3. Putaran bersifat non polar dan terletak pada permukaan protein
4. Putaran bersifat non polar dan terletak di bagian dalam

Gambar 6.5 Kemungkinan struktur-struktur protein membran. (a) Model 1 Protein yang
merentang pada membran. (b) Model 3 protein yang merentang pada membran. (c) Model 1
protein yang merentang pada membran. (d) Model 3 protein yang tak merentang.
Kita hilangkan model 2 dan 4, keduanya digunakan untuk model putaran internal, dan dalam
keadaan dasar pembungkusan rantai peptida akan kurang efisien, walaupun butiran itu tak pernah
diuji secara mendalam. Kita selanjutnya harus mengenal dua kelas membran protein: yaitu yang
merentang pada membran model tempat putaran didalam ekstraseluler dan intraseluler dari
bagian diduga struktur sekunder yang akan berguna juga merentang pada membran (Gambar
6.5a). Model 3 untuk protein ini menempatkan putaran pada antar muka hidrokarbon-protein
yang menunjang struktur sekunder yang menuju mendekati lempengan membran (Gambar 6.5b).
Dalam satu contoh pada saat ini dengan penelitian difraksi yang lengkap pada membran protein
(5) bakteriorhodopsin, protein didapatkan sebagai alfa heliks yang berat, dengan sumbu heliks
sebagian besar tegak lurus pada lempeng membran seperti dinyatakan dalam model 1. Hasil yang
mula-mula adalah protein reseptor asetilkholin (lihat bawah) adalah sesuai dengan model 1.
Walaupun dua hasil adalah jauh dari pandangan yang ditetapkan dalam model 1, hal itu tidak
kelihatan suatu kerja hipotesis yang baik bagi protein yang merentang pada membran.
Protein yang tidak merentang masuk melalui membran akan menimbulkan konsep
permasalahan yang lebih sukar. Baik seseorang yang harus menghentikan dugaan bahwa putaran
yang polar (misalnya menggunakan model 3 Gambar 6.5d sebagai pengganti model 1), maupun
dugaan lain yang menghasilkan lingkungan yang polar pada antar permukaan lipid-protein.
Kemungkinan pertama yang tampak secara geometris baik dalam banyak hal, putaran jarang
yang bersifat non polar dalam protein globular. Alternatif lain membuktikan banyaknya
imajinasi. Kita menduga bahwa protein tidak membentang mengitari membran sehingga
fosfolipid secara geometrik terdistorsi dan gugus fosfolipid membentuk antar permukaan yang
polar dengan sisa protein yang polar (Gambar 6.5c). Gambar ini menunjukan struktur sekunder
untuk masuk, baik secara tegak lurus maupun paralel pada lempeng bilayer. Kita mengetahui
serba sedikit bukti tentang perkiraan ini, mereka memperkenalkan untuk memacu dalam berfikir
lebih jauh masalah struktur yang penting.
2.3 Struktur Asam Nukleat
Determinasi dari struktur DNA untaian ganda didapatkan stimulasi mengagumkan pada
daerah biologi molekuler, sebab fungsi dan struktur begitu jelas hubungannya. Gambaran penting

dari struktur pusat tangga spiral bagian kanan dibentuk oleh pasangan basa, bagian luar spiral
dari tulang punggung gula fosfat, dan adanya bagian yang utama dan tambahan (minor)
merupakan gugus yang mengitari pada sumbu heliks telah diketahui dengan lebih baik (20)
(Gambar 6.6). Geometris secara rinci dari heliks ganda, peka terhadap kelembaban dan tegangan
ionik, dengan variasi utama karena sudut yang dibuat oleh pasangan basa dengan sumbu heliks.
Heliks ganda sendiri tegar dan merupakan potongan pendek (misalnya bobot molekulnya
dibawah 100.000 dalton), tetapi cukup lentur pada bobot molekul yang lebih tinggi karena
mereka saling membentuk suatu lingkaran (21). Sirkuler DNA (dua kali tulisan/ketikan) untaian
ganda telah dilaporkan dapat untuk beberapa virus. Ini bisa dijumpai lebih luas sebagai
superheliks yang mempunyai sifat-sifat menarik dan dipelajari secara topologis dengan baik,
teknik isolasi yang dikembangkan untuk molekul-molekul bentuk ini. Sejumlah laboratorium
telah melakukan penelitian hambatan matematis yang terdapat dalam struktu seperti itu, untuk
mengambil kesimpulan yang menarik tentang interkalasi (penyisipan) kedalam heliks DNA (22).
Ikatan protein juga dapat diuji.

Gambar 6.6 Struktur DNA. Dibuat oleh R. Langridge, digunakan atas seizinnya.
Walaupun kita telah mengetahui sedikit lebih baik tentang struktur DNA yang dimurnikan,
DNA dalam sel hidup, dan terutama dalam eucaryot didapatkan dalam kombinasi protein dasar
seperti histone dalam bentuk yang disebut kromatin. Struktur kromarin yang rinci sekarang
sangat aktif dipelajari. Ada bukti bahwa DNA menyelubungi sekeliling pusat dari histon didalam
satu ikatan yang mengandung 140 pasangan basa dengan nama nukleosoma (23). Nukleosoma
kelihatan seperti mutiara pada rantai dibawah elektron mikroskop. Dengan resolusi yang rendah
nukleosoma telah diteliti dengan sinar X yang dilaporkan baru-baru ini (24).
Sangat sedikit diketahui tentang struktur ketiga RNA kecuali dua kelas; RNA heliks gandan
dan RNA transfer. RNA transfer adalah asam ribonukleat yang relatif kecil dengan bobot
molekul 30.000 dan 40.000 dalton. RNA dari yeast yang secara spesifik mentransfer asam amino
fenilalanin untuk tumbuh menjadi rantai peptida yang telah dapat dikristalkan dan struktur telah

diuji (25,26). Halley mengira bahwa molekul ini akan mempunyai lembaran bagai tanaman
berdaun tidak sebagai struktur sekunder yang dibuat dari heliks yang pendek dengan pipa-pipa
(27) (Gambar 6.7a). Dugaan ini benar tetapi tangan dari lembaran tanaman berdaun tiga ini
terlipat bersama menjadi molekul bentuk L, dengan pipa anti k cordon pada salah satu akhir dari
bentuk L dan tempat ikatan asam amino pada ujung lain dari L (Gambar 6.7b). Banyak petunjuk
bahwa semua RNA hampir sama strukturnya kecuali pada bagian yang disebut pipa bervariasi
untuk setiap molekul (28). Sedikit diketahui tentang struktur tertier tipe RNA lain, bahkan suatu
metode telah dilaporkan untuk kemungkinan penelitian eksploratif dari struktur sekunder (29).

2.4 Struktur Protein-Asam Nukleat


Walaupun DNA adalah tameng dari kode genetik, diasumsikan protein DNA didalam
interaksi dengan kontrol yang keras dari ekspresi kode. Jadi mengijinkan sel berkembang dan
perbedaannya dalam melakukan kegiatan dengan cara-cara yang umum. Dalam keadaan ini
sungguh penting dari interaksi ini, secara relatif kecil informasi tentang struktur yang sekarang
ditangani. Sukses yang terbaik telah didapatkan dalam mempelajari virus (30). Suatu struktur
dari virus mosaik tembakau 5,5 , telah dipublikasikan, dan struktur 2,8 , merupakan suatu
kemajuan (31). Dengan resolusi yang rendah struktur virus bentuk spiral dan filamen telah
dilaporkan (32,33). Studi difraksi neutron dan elektron dari ribosoma masih dilakukan (34).
Resonansi magnetik telah digunakan untuk mempelajari interaksi peptida DNA (35).
Dua prinsip struktur kita; pertama mengikuti kerapatan dari muatan negatif tinggi dari asam
nukleat yang berada khusus dalam interaksi protein dengan asam, yang ditetapkan pada daerah
khusus protein sehingga asam nukleat dapat berinteraksi. Karena sebagian besar kontribusi pada
energi pada sistem kejadian seperti ini mengalami kenaikan yang penting didalam keadaan tanpa
adanya molekul air, kompleks nukleoprotein cenderung terhidrasi, bila dibandingkan dengan
hidrasi bagian komponen (36). Kelengkapan struktural dalam sistem ini cenderung untuk
menutupi gugus bermuatan, menghasilkan tingkat polar yang dilindungi dari pelarut terhadap
kejadian tiang hidrofilik seperti didiskusikan untuk protein globular. Ide kedua adalah struktur
beta dari protein secara alami menempel kedalam sebagian dari DNA heliks ganda. Pengertian
ini telah disajikan dalam sejumlah variasi (37), pada akhir ini salah satunya oleh Blake dkk.
(lihat dibawah) digunakan untuk menunjukan suatu kemungkinan mekanisme aksi dari tiroksin

dengan kompleks reseptor protein DNA (38). Atau mungkin sebaliknya lembaran beta digunakan
sebagai lipatan yang umum bagian tipe-tipe dari interaksi asam nukleat.
2.5 Dinamika Makromolekul
Kita telah memperlakukan struktur seperti bila mereka statis. Pandangan ini muncul
secara alami dari percobaan defraksi yang hanya melaporkan sifat-waktu merata dari struktur
yang khusus dipilih dan memenuhi aturan dari lingkungan yang tidak memenuhi. Gerakan
mungkin melibatkan beberapa konfirmasi perubahan molekuler pada ikatan obat. Rotasi internal
rantai samping (seperti metil, isoprofil, aromatic dan rantai samping dari asma amino) juga
meliputi kisaran yang luas dari frekunesi gugus metil biasanya berotasi secara bebas dan kurang
lebih 10-10 detik. Rantai samping yang lebih luas lebih banyak tertutup oleh guncangan terhadap
atom laindalam protein. Setiap 1,4

Kcal/mol

dari barier pada gerakan lambat, gerakan dengan suatu

faktor 10o pada suhu kamar. Rotasi yang tegar protein terjadi dalam 10 -8 detik bagi protein yang
kecil seperti hemosianin bergetar dengan kecepatan 10-4 detik. Sebagian beasar lipatan makro
molekul seperti denaturasi terjadi dalam sekala waktu mikro detik sampai beberapa detik.
Ikatan substrat pada protein seolah olah mempunyai efek umum dari ikatan yang erat pada
struktur molekuler dan dapat menguarangi kelenturannya (44). Kinetic adalah lebih penting
dalam mekanisme aksi asam nukleat langsung pada obat daripada keseimbangan ikatan itu
sendiri (45).
3. GAMBARAN UMUM DARI TEMPAT RESEPTOR
Dalam tanpa adanya informasi struktur secaralangsung untuk reseptor geometris bahan
dari seksi ini harus diketengahkan secara sedikit spekulatif. Misalnya : tahapan pertama yang
pentng dalam reseptor obat di dalam interaksi adalah tahap ikatan.
Ikatan geometri didalam protein yang diketahui strukturnya, secara umum dapat dibuat
tempatikatan dari titik pandang protein retak-retak yang tak bervariasi dalam celah-celah
permukaan protein. Rasionaliasasi yang sederhana dapat diperlihatkan pada Gambar 6.9, yang
menunjukan adanya radius relative dari beberapa molekul kecil dari tipe protein globular umum.
Ukuran relative tersebut harus bertemu dengan knob dan socket, dimana partikel-partikel kecil
sesuai ukurannya akan bergabung dengan sebagian besar melekat satu samalain bersama dengan
bagian dalam.

Gambar 6.9 Perbandingan ukuran antara molekul kecil dengan enzim kecil
Pada kompleks reseptor, obat berguna dalam perubahan ikatan kovalen untuk memacu
timbulnya respon biologis ataupun melalui efek allosterik yang dipersyaatkan hanya dengan
ikatan yang kuat atau memilih cara ikatan obat pada sisi tertentu.
Asam nukleat mempunyai mekanisme dari ikatan terhadap molekul yang kecil. Dua
interaksi yang utama dengan helik ganda DNA dan RNA adalah interkalasi dan ikatan pada
celah-celah heliks. Hasil dari interaksi tersebut akan di distorsi yang umumnya akan melibatkan
interaksi elektrostatik yang kuat dengan fosfat yang bermuatan negatif dari tulang punggung.
Beberapa molekul biologis aktif baik dia sebagai produk alami atau yang dekat
kaiatannya sebagai senyawa analog dengan produk alam. Obat-obat tersebut dapat diasumsikan
pada reseptor dengan spesifisitas yang tinggi.
Molekul yang sedang dipertimbangkan menjadi lebih menyimpang secara struktur,
dimana pengamatan langsung untuk hal yang sama akan mengalami kesulitan seperti kegagalan
untuk mengidentifikasi gambaran strukturan yang diperlukan sebagai agen antitumor. Karen
problem semacam ini

sejumlah teknik statistic korelasi telah ditetapkan untuk mendeteksi

keserupaan fisik antara senyawa yang menyimpang. Pada umumnya metode yang digunakan
untuk penyimpangan seperti hal diatas digunakan metode struktur aktifitas dari Hansch. Tetapi

dalam bab ini kita tidak mempertimbangkan metode tersebut, melainkan mempertimbangkan
hubungan dengan parameter kimia dari pada struktur geometris.
Kombinasi dari geometris yang menarik diambil, umumnya yang terendah (mudah)
sebagai denominator dari klas molekul dengan kesamaan aktifitas biologis yang dinamakan
sebagai farmakofore. Konsep ini merupakan gabungan karena dapat dibiarkan untuk menyatakan
institusi kimiawinya dan padndangan biologis dalam bentuk kualitatif. Tabel 6.1 merupakan
contoh pengumpulan beberapa dugaan geometri farmakofare dari berbagai aktifitas obat dan
tabel 6.2 sebagai bahan perbandingan yang memberikan geometris ikatan yangaktual dari NAD+

Tabel 6.1 sebagai geometri farmakofore


Didalam sejumlah dehidrogenase perlu dicatat bahwa ketentuan konfirmasi dari NAD +
tida dinyatakan dala tempat ikatan (gambar 6.11). Situasi yang sama muncul untuk memegang
analog troksin dimana cincin bagian dalam tertentu terhadap sudut sudut cincin bagian luar yng
dpilih oleh protein reseptor inti.
Untuk molekul dengan bayangan kelentran konfirmasi dan kekomplekan struktur, ini
bias sangat sulit untuk menentukan dengan pengamatan jarak, sudut dan lain sebagainya yang
merupaa gambaran lain dari kelompok ini. Tapi dengan menggunakan kalkulasi computer semua
kemungkinan konfirmasi bagi molekul yang lentur akan di eksplorasi dengan cara yangamat
sederhana dari ataom-atom seperti bola keras. Konfirmasi yang wajar bagi semua molekul dari
suatu set kemudian dibandingkan dengan sub set dari konfirasi harus termasuk geometric
farmakofornya. Konformasi dengan tenaga yang paling rendah dalam set inni kemudian di uji

menggunakan prosedur baku kimia kuantum. Metode ini memerlukan onsistensi fisik dan
pendekatan yang sistematik.

Gambar 6.11 Denah pandangan dari ikatan NAD+ dengan enzim dehidrogenase.
Pelengkap yang baik adalah geometric yang didasarkan pada pendekatan statistic yang
disebut patern recognition. Metode ini mensyaratkan daftar variable molekuler yang dapat
masuk dalam keduannya. Suatu fungsi kompleks matematik digunakan untuk mencari hubungan
antar variabel tersebut berguna mengukur aktivitas bilogisnya. Pola pengenalan alogaritme
digunakan untuk mengidentifikasi variable pentiing yang paling besar membuat kontribusi dalam
variasi itu. Metode ini dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan pemdekatan dari
Hansch. Hal itu dapat membuat kemajuan dalam situasi yang amat kompleks seperti bidang
antitumor. Sejak teknik pola pengenalan dapat digunakan untuk mengatahui masalah geometris
yang penting, metode ini memegang peranan penentuan atau potensial bagi struktur yang
kompleks yang mana dianalisis konformasi secara rinci akan layak didapatkan.
Tempat ikatan dari permulaan, baik makromolekul maupun molekul yang kecil
didapatkan pada celah-celah atau lubang didalam permukaan makromolekul, yakni kedua
geometric (sterik) dan pelengkap sifat kimia antara molekul kecil dan tempat reseptornya. Sisi
ikatan dikarakterisasi sampai saat ini mempunyai ketentuan-ketentuan geometric dan konfirmasi
yang terpilih dari molekul kecil dengan spectrum yang relative luas yang dapat diasumsikan
bahwa molekul tersebut itu dalam larutan. Molekul kecil yang tidak tepat secara sempurna dalam

tempat ikaatan masih dapat menunjukan sebagian dari aktifitas bilogisnya, tetapi mereka
merupaka tipe dengan tetapan ikatan yang lebih kecil dan bila terjadi kopel

pada reaksi

enzimatik maka mempunyai kecepatan pelepasan yang lebih lama. Hal ini menjelaskan bahwa
tidak cukup perhatian dicurahkan untuk mengidentifikasian kepentingan yang umum dari tempat
ikatan, bahkan telah meneliti dengan system enzim substrat.
4. HUBUNGAN OBAT DAN IKATAN KOMPLEKS
Seksi ini mendiskusikan tentang geometris ikatan untuk 4 sistem yang spesifik :
metotreksat hidrofolat reduktase, tiroksin prealbumin, asetilkholin reseptor dan berbagai
kompleks obta-nukleotid. Semua system ini telah diteliti menggnakan teknik difraksi pada
maeteri krisatal.
4.1 METOTREKSAT-DIHIDROFOLAT-REDUKTASE
Metotreksat (gambar 6.12) merupakan agen anti tumor yang bereaksi menghambat
inhibisi spesifik enzim dihidrofolat reduktase. Enim mengkatalisis reduksi dihidrofolat menjadi
tetra hidrofolat yang merupakan precursor esensial. Memblokir reduktase menyebabkan
percepatatan difleksi dari timidilat sel yang sebaliknya menghentikan sintesis

sel DNA .

metotreksat mengikat enzim hampir 1.000 kali lebih baik daripada dihidrofolat pada subtract
normal.Tempat ikatan bagi metotreksat merupakan rongga dengan kedalaman
terpotong secara lengkap melintang enzim (gambar 6.12).

15 A yang

Gambar 6.12 Pandangan denah sisi ikatan metotreksat dalam hidrofoleat reduktase
Paling tidak 13 asam amino membuat hubungan molekul obat. Metotreksat diliputi atas
heliks kedua dengan dua cincin prrimidinnya yang terkubur dalam kantong hidrofobik yang
terbentuk oleh rantai samping dari helis dan dari akhir asam amino dari untaian beta yang
pertama. Lingkaran ptiridin berinteraksi dengan ratai samping Ile-94, Ala-7, Leu-28, Phe-31 dan
Ile-94 maupun sebagai gugus kerangka dari metotreksat. Ikatan hydrogen yang lain adalah dari
gugus 4-amino pada oksigen karbonil dari Ile-5 dan karboksil dari Asp-27 pada N,2-amino dan
N8 dari metotreksat. Permukaan cicin pirazin yang tidak dalam hubungan dengan heliks
ditunjukan kedalam pelarut dan merupakan sisi yang berinteraksi dengan NADPH yang berupa
kofaktor dan sumber hidrogrn bagi rekasi reduksi yang enzimatis. Kantng hidrofobik yang kedua
dibentuk oleh rantai samping dari Leu-28,Ile-50, Leu-54 dan Ile-94. Kantong itu mengikt cincin
aromatic metotreksat. Ikatan hydrogen yang penting pada bagian glutamate dari inhibitor datang
darri Arg-57 dan Lgs-32.
4.2 ikatan tiroksin pada prealbumin
Hormone tiroid tiroksin (T4) dan 3,5,3triidotiroin (T3) merupakan produk dalam
kelenjar tiroid dan ditransfortasikan untuk menuju suatu target. Secara umum suatu protein
sitoplasma melakukan translokasi pada inti protein reseptor yang berinteraksi langsung atau
tidak utuk menanda eksprese gene dari DNA seluer. Prealbumin merukan salah satu albuin
ekstra seluler yang mengangkut T# dan T4 yang amat tak larut dalam aliran darah.
Prealbumin mempunyai BM 55.000 dalton dan terdiri dari empat subunit dari 27 asam
amino masing-masing unit. Ia mempunyi dua ikatan untuk hormone tirod dengan tetapan ikatan
kira-kira 108/mol untuk yang pertama dan 106 mol tempat kedua. Untuk kerangka konformasi
yang menonjol dari mmonomer dibentuk dari struktur beta, dalam hal dua lembaran beta yang
ebar, masing-masing terdiri dari empat untaian. Ujung dari satu lembaran dihubungkan pada
ujung kedua suatu monomer unit yang kemudian memberikan struktur dimer stabil yang berisi
delapan lembar untaian (gambar 6.13).

(Gambar 6.13 Beta sheet dari prealbumin)


Lembaran gandanya berhadapan satu sama lain menyebabkan menjadi tetramer aktif
yang kemudian jelas mnjadi suatu kanal silindris dengan panjaang 50 A dan kira-kira 8-10
potongan yang menuju ke seluruh bagian tegak dari molekul. Penyinaran sinar X menghasilkan
dengan jelas tempat ikatan hormone pada bagian dalam protein, bagian dala sepanjang kanal
(gambar 6.14). tedapat dua hubungan yang simetris identik dari tempat ikatan yang masngmasing menempati separo kana. Kanal itu sedikit dibatasi didekat uast dari molekul sehinggadua
tempat ikatan terpotong dari satu sama lain dan ligan harus masuk secara bebas dari akhir kanan
yang berlawanan. Tempat itu dihubungkan secara tak langsung dengan lainnya oleh tempatrantai
samping yang terdiri dari Lau-112, Ser-115 dan Ser-117. Hubungan ini mesti bersumber dari
tetapan ikatan on identik. Aspek lain dari daerah ikatan disebarkan oleh Bake dan Oatley bahwa
ikatan kanal dibuat dari pasangan asam amino yang berhubungan secara simetris.
Residu yang membentang pada ikatan kanal termasuk pusat dari bagian hidrofilik
yng dibentuk berpasangan dari gugus hidroksil ser-17 dan Thr-119 kemudian mengikuti satu
gerakan keluar dari pusat, dengan memperluas daerah hidrofobik dari metal Leu-17, Thr-106,
AAla-108, Leu-110, Thr-119 dan Val-121.
Hormone mempunyai sifat switter ion yang didugas untuk membentuk ikatan
hydrogen dan jembatan garam dengan residu Lys dan Glu pada muut kanal. Gambar 6.15

menunjukan pelengkap ketat dari asam amino rantai samping dari protein dan konstituen kimia
tiroksin.

Gambar 6.15 Pandagan secara stereo perkiraan sisi ikatan DNA dalam prealbumin

Dalam menduga kemampuan ikatan asam nukleat in vivo, pengamatan sangat kuat dan
penting bagi dua alasan pertama, struktur dasar mendorong bahwa sisi ikatan dibuat dari
lembaran beta secara konvensionalyang mungkin model umum bagi interaksi protein DNA dari
tipe lain. Kedua; system prealbumin tiroksin mungkin mendapatkan sejarah namun merupakan
keterangan yang penting untuk mengetahui mode aksi aktivitas biologis dari kompleks tiroksininti reseptor.
Bagian yang mempertemukan geometris DNA terbuat dari komponen lembaran beta
bagian luar yang tidak digunakan dalam pembentukan kanal tiroksin. Benang asli pasangan
lembaran member pasangan berikatan kuat dari lengan yang jaraknya tepat pada bagian yang
melingkar dari heliks DNA (Gambar 6.15). mereka kaya akan asam amino yang polar. Kelipatan
dua simetris dari prealbumin sekali lagi sangat berguna di dalam dua lipatan simetris dari heliks
dan DNA (Gambar 6.16). model yang terinci masih dalam pencarian, tetapi elemen pengamatan
didalam komunikasi antara sisi ikatan hormone dan sisi ikatan dari DNA telah diketengahkan. Itu
adalah Try-116, ditempatkan sehingga gugus peptidanya terlibat di dalam struktur beta dari
tempat hormone dengan gugus hidroksil dapat menjadi ikatan hydrogen pada DNA. Kita dapat
menjelaskan suatu pro-duktifitas penelitian secara ekstrim dari interhaksi ganda dalam system
model ini.

4.3 Reseptor Asetilkholin


Reseptor asetilkholin dalam transmisi infuse saraf melintasi simpangan sinapsis. Molekul
reseptor bertindak sebagai pengikat sisi utama bagian pelepasan asetilkholin selama pemacuan
dalam sinapsis. Pada pengikatan aselkholin reseptor bertindak untuk menaikan premeabilitas ion
dari jaringan postsinapsis (setelah sinapsis). Molekul reseptoryang merupakan sebagian
membrane protein yang tidak larut dalam air yang belum dapat dikristalkan dengan cara biasa.
Stroud dan kawan sekerjanya telah mempersiapkan lembaran tipis yang kaya akan preparat
reseptor yang menunjukan order 2 dimensi. Sampel seperti itu sangat baik untuk penelitian
dengan sinar X maupun penelitian mikroskopik electron. Walaupun pemisahan (resolusi atau
daya pisah) yang diperlukan lebih rendah (pada saat ini lebih kurang 20 ), daripada
mendapatkan Kristal 3 dimensi.
Hasil sinar X menunjukan protein reseptor tersusun asimetrik dalam lemak dua lapis. Dia
menunjukan 55 pada satu tempat (bagian luar) dari mebran yang kira-kira 15 pada tempat
yang lain. Lemak dua lapis mempunyai garis tengah sekitar 40 , ketiga refleksi sinar X
mmembawa informasi tentang organisasi lemak dan protein. Suatu refleksi kuat pada 4,5 ,
digambarkan sebagai rantai hidrokarbon yang caikr. Pada suatu refleksi yang lemah 4,2
menduga sesuatu yang kecil tetapi tak terukur dari sejumlah yang telah terkristalkan. Suatu
refleksi yang kuat pada 5,2 karakteristik sepanjang struktur heliks alfa, sama dengan yang
didapatkan dalam bakteri orodopsi, membrane protein yang lain dipelajari pada saat ini. Heliks
pajangnya lebih kurang 80 dan menjalar tegak lurus pada bidang dua lapis. Seluruh bentuk
dari greseptor asetilkholin pada saat yang dapat dilihat dengan kemampuan daya pisah sekarang
seperti buah manisan bentuk bola dengan memperlihatkan saluran permukaan luar. Bila dikambil
bersama keterangan itu mendrong bahwa reseptor asetilkholin adalah integral dengan protein
membrane. Yang menggunakan bagian akhir dasar membrane ini agak konsisten dengan
peranannya sebagai kanal ionofortik.
5.

INTERAKSI OBAT NUKLEOTIDA

Sobell dan kawan sekerjanya telah mempelajari sejumlah komplek sebagai model interaksi
obat-DNA Kristal dibuat dari obat dengan dinukleotida yang dimodifikasi. Penelitian itu
melibatkan antibiotic aktinomisin dengan dioksiguanosin, dengan kerangka lapisan mutagen 9amino akridin dengan 5-iodostidil (3-5) guanosin, vdan tripanosid etidium bromide dengan 5iodouridili (3-5) adenosine dalam tiap hal obat yang mengandung system aromatic planar yang
lebar dapat tersisipkan diantara basis dinukleotid. Obat-obat ini mungkin mendapatkan aktivitas
sitotoksisnya dan interferensi langsung dengan transkripsi dan reflikasi dari DNA. Maka
umumnya mereka itu menarik dalam kisaran yang luas bagi problema didalam biologi molekuler
maupun dalam farmakologi.

Tiga struktur mempunyai beberapa hal penting yang umum: adanya dua lipatan simetris;
penyisipan teramati sebagai satu model ikatan; ikatan hydrogen dan interaksi penimbunan adalah
penting di dalam tiap-tiap system. Keterangan singkat akan diberikan dibawah.
5.1 Aktinomisin
Komplek kristalin yang mengandung 1 molekul aktinomisin 2 dioksiguanomisin dan 12
molekul air (Gambar 6.17). berinteraksi guanosin dengan rantai siklis pentapolipeptida dari
aktinomisin maupun timbunan pada sisi yang berlawanan dari cincin fenosason. Ikatan hydrogen
berhubungan dengan gugus guanine 2-amino dengan oksigen karbonil dari residu treonin dan
guanine N-3 diikat pada NH dari stereonin yang sama. Kedua deoksiguanosin merupakan anti
konformasi. Satu residu tersusun C3-endo C2 endo C2 ekso dan yang lain adalah C2 dan C3 ekso
stokiometris satu banding dua dari komplek merupakan hasil langsung dari dua lipatan simetris
dari aktinomisin.
5.2 9-Amino Akridin
Unit sel dari kompleks 9-amino akrolin berisi empat akridin, 4-sitidil guanosin dan 24 dari
pasangan basa C-G (Gambar 6.18a). yang kedua adalah posisi asimetris dari akridin dengan
memperhatikan (Gambar 6.18b). Interaksi sistemetris akan menjadi penyisipan normal pada
heliks ganda. Geometric asimetrik akan cendrung bagi untaian tunggal dan mungkin bertanggung
jawab bagi stabilitasasi dari putaran butiran tunggal DNA yang dipikirkan menjadi sumber
kerangka lapisan mutasi.

5.3 Editium Bromid


Sel basis berisi dua iodouridil adenosine, bergandengan bersama oleh pasangan basa
Watson-Crick. Dua molekul editium didapatkan dalam lingkungan yang berbeda, satu
tersisipkan, yang lain tertimbun di antara basa di dalam nukleotid yang terpisah. Editium yang
tersisip dijabarkan sehingga gugus fenil dan etil terletak dalam lubang yang sempit dan heliks
miniature (gambar 6.19). gugus amino pada editium adalah dekat dengan adenosine 0 5
fosfodieter oksigen. Molekul editium yang tertimbun terletak berlawanan arah dengan iodium
atom pada urasil. Gugus amino tidak dekat dengan fosfat dan sebetulnya membentuk ikatan
hydrogen pada molekul air. Terdapat 7o dari heliks ganda tak berputar pada penyisipan editium
bromide. Efek ini diduga untuk melawan tak berputarnya seputar heliks DNA, dengan adanya
editin bromide.
Penelitian ini dikerjakan bersama, maka jelas mendukung hipotesis penyisipan dari
Lerman. Implikasi dari hasil ini dibagi interaksi obat DNA dan RNA telah dibayangkan oleh
Sobell . Teknik grafik komputer telah digunakan untuk pengusulan konsistensi sendiri struktur
polinukleotid sebagai pengembangan dari gagasan ini.

Asas Fisikokimia Pada Kerja Obat


Semua molekul obat berantaraksi dengan bahan hayati seperti reseptor lipoprotein, enzim,
biomembran, asam nukleat, atau molekul kecil-kecil. Antaraksi tersebut memicu sederetan
langkah yang akhirnya menghsilkan perubahan faali makroskopik yang merupakan efek obat.
Setelah mempelajari antaraksi primer yang nisbi sederhana antaraksi molekul obat struktur
makromolekul, baru dapat dipahami aktivitas obat pada tingkat sel. Organ tubuh dan seluruh
jasad kita jauh lebih rumit daripada sel tunggal sehingga kita perlu memahami lebih banyak
parameter.
Pengangkutan obat dari tempat pemberiannya ke sisi kerjanya, maupun hubungan obatstimulus, tergantung pada sifat fisik kokimia dan geometri yang sudah menyatu denga struktur
mpolekul obat itu. Kolerasi itu terdapat pula pada sifat fisikokimia makromolekul hayati yang
berantaraksi dengan obat itu. Akan tetapi, pengetahuan kita tentang makromolekul tersebut jauh
tertinggal dibandingkan pengalaman kita dengan senyawa yang lebih kecil. Karena itu, untuk
menghasilkan rancangan obat secara rasional, yakni tujuan akhir kimia medicinal, kita harus
mempelajari sifat kimia dan fisika molekul obat serta sasarannya dan mengkolerasikan semua
sifat molekul itu dengan efek hayati hasil antaraksi obat-reseptor.
1. Peranan dan struktur air
Dasar kehidupan adalah air, yaitu kandungan utama jasad hidup dan semua selnya.
Disamping sebagai pelarut umum atau zat pndispersi, air berperan serta dalam banyak reaksi,
dan kareana itu peranannya lebih besar daripada hanya sebagai medium lembaran: air adalah
senyawa kimia luar biasa yang sangat reaktif. Daya larut, aktivitas permukaan, ikatan
hydrogen, ikatan hidrofob, pengionan, dan berbagai efek konformasi makromolekul
(misalnya pada reseptor obat) semuanya melibatkan air.
1.1 struktur air ruahan
Struktur air adalah akibat sifat fisika molekul H 2O yang luar biasa dank has. Titik lebur,
titik didih, dan kalor penguapan lebih tinggi dibandingkan dengan hibrida unsure sejenis
seperti H2S, H2Se, dan H2Te, atau senyawa isoelektronik seperti HF, CH 4, atau NH3. Ketiga
sifat tersebut merupakan ukuran gaya antarmolekul kuat yang terdapat di antara masingmasing molekul air, yang mencegah Kristal es jatuh berantakan atau molekul meninggalkan
permukaan fase cair dengan mudah waktu dipanaskan. Gaya ini terjadi karena kepolaran air
tinggi yang disebabkan oleh arah sudut iakatan H-O-H, yaitu 104,5 o. Oksigen yang lebih
elektronegatif menarik kuat electron pada ikatan O-H, serta menyebabkan H bermuatan
parsial positif. ( +), sedangkan atom O menjadi bermuatan parsial parsial negative ( -).
Karena molekul tidak linier, H2O mempunyai momen dwikutub. Muatan parsial positif dan
negative pada air yang satu akan menarik secara elektrostatik lawannya pada molekul air

yang nonkovalen seperti itu dapat pula terbentuk antara air dan gugus hidroksil, karbonil,
atau NH, seperti yang akan dibahas.
Dalam es, setiap atom oksigen terikat empat atom hydrogen dengan dua ikatan kovalen
dan dua ikatan hydrogen. Sewaktu es mencair, kira-kira 20% ikatan H ini pecah, tetapi daya
tarik-menarik antara molekul air masih kuat, bahkan juga dalam uap air. Karena itu, air cair
tertata baik pada dasar terbatas: ikatan hydrogen putus dan terbentuk kembali secara spontan,
sambil membangun dan menghancurkan daerah struktur sementara, yang dinamakan
kelompok berkelipatan. Akan tetapi, karena umur-paro setiap ikatan hydrogen hanya
kira=kira 0,1 nanodetik (10-10 detik), adanya kelompok itu hanya mempunyai nilai-statistik;
bahkan ini pun merupakan pertanyaan bagi beberapa penulis yang menganggap air sebagai
polimer sinambung.

1.2 Sifat Melarut Air


Air dapat berantaraksi dengan senyawa terion atau polar dan merusak kisi Kristal
senyawa tersebut. Karena ion terhidrasi yang dihasilkan itu lebih mantap daripada kisi
Kristal tadi, terjadilah pelarutan. Air mempunyai tetapan dielektrik yang sangat tinggi (80
unit Debye lwn. 21 D untuk aseton), yang meniadakan daya tarik elektrostatik ion-ion
sehingga memperlancar hidrasi selanjutnya. Tetapan dielektrik suatu medium dapat
didefinisikan sebagai nisbah antar gaya: gaya yang bekerja antara dua muatan dalam hampa
udara dan gaya antara kedua muatan yang sama dalam medium atau pelarut itu. Menurut
hokum Coloumb,
F adalah gaya, q1 dan q2 muatan, r jarak yang memisahkannya D, yaitu tetapan dielektrik,
merupakan sifat khas medium itu. Karena D terletak dalam penyebutan, maka makin tinggi
tetapan dielektrik, makin lemah antaraksi antara kedua muatan itu.
Gugus fungsi polar pada senyawa organic nonionic seperti aldehida, keton dan amina
(mempunyai pasangan electron bebas) dengan mudah membentuk ikatan hydrogen dengan
air , dan melarut pada jumlah banyak atau sedikit, htergantung pada perbandingan bagian
polar, dan nonpolar dalam molukul itu.
Zat terlarut atau linarut mengubah suatu air karena bungkus hidrat yang terbentuk
disekeliling ion terlarut itu lebih teratur dan karena itu lebih mantap dibandingkan dengan
kelompok berkelipatan pada air bebas. Akibatnya ion-ion adalah pemecah struktur air. Sifat
larutan yang tergantung kadar linarut, berbeda dengan sifat air murni; perbedaan itu terlihat
pada peristiwa seperti penurunan titik beku, peningkatan titik didih, dan peningkatan
tekanan osmotic larutan.
Molekul air tidak dapat menggunakan keempat ikatan hydrogen yang ada jika
bersentuhan dengan molekul hidrofob (takut air). Ketiodak mampuan ini menyebabkan
hilangnya entropi, meningkatnya kepadatan, vdan miningkatnya penataan. Sesuatu yang
dinamakan gunung es-daerah air yang lebih stabil daripada kelompok-berkelipatan dalam
cair-akan terbentuk. Gunung es seperti itu akan terbentuk disekeliling molekul nonpolar
tunggal, dan membentuk senyawa inklusi yang dinamakan clathrate. Jadi, molekul nonpolar
adalah pembentuk struktur air.
Antar aksi antara linarut dengan suatu fase padat-misalnya obat dengan reseptor
lipoprotein-dipengaruhuri juga oleh air. Bungkus nhidrat atau gunung es yang bergabung
dengan sdalah satu fase akan dihancurkan atau dibentuk dalam antaraksi ini, dan sering
dapat menunjang perubahan konformasi pada reseptor obat makromolekul dan akhirnya,
menunjang peristiwa faali.

2. Kelarutan
Karena sebagian besar struktur hidup terdiri atas air, semua reaksi biokimia didasarkan
pada molekul kecil yang terlarut dalam fase air (seperti sitosol) atau pada makromolekul yang
terdispersi dalam fase ini-biasanya pada kedua-duanya. Menurut teori tidak ada senyawa yang
mutlak tidak dapat larut; tiap molekul dapat larut dalam kompartemen sel lipid bebas-air atau
yang berair. Namun, derajat kelarutannya berbeda dalam masing-masing kompartemen.
Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang- atau nsbah kelarutan-dinamakan koefisien
partisi, dan akan dibahas lebih mendalam pada bagian berikut.
Kelarutan adalah fungsi sejumlah parameter molekul. Pengionan, struktur dan ukuran
molekul, stereo kimia, dan struktur elektronik, semuanya akan mempengaruhi antaraksi dasar
antara pelarut dan linarut. Seperti telah kita lihat pada bagian terdahulu, air membentuk ikatan
hydrogen dengan ion atau dengan senyawa nonionic polar melalui gugus OH, -NH, -SH, dan
C=O, atau dengan pasangan elektron tak-mengikat pada atom oksigen atau nitrogen. Ion atau
molekul akan memperoleh sampul hidrat dan akan memisah dari bongkahan zat padat; artinya,
melarut. Antaraksi senyawa nonpolar dengan lipid berdasarkan gejala lain, antaraksi hidrofob
(pasal 7.2), tetapi hasil akhirnya sama:
Pembentukan disperse molekul linarut dalam pelarut. Adrein Albert (1985) membahas
hubungan ini dalam bukunya dengan bagus sekali.
Beberapa contoh menunjukkan bahwa kelarutan dalam hanya satu fase berkorelasi
dengan aktivitas farmakologi. Salah satu contoh itu adalah aktivitas anestetika local ester paminobenzoat yang sebagian berbanding lurus dengan kelarutan lipidnya. Korelasi lain yang
telah diteliti dengan cermat adalah antara aktivitas bakterisid alcohol alifatik dengan
kelarutannya (gambar 1.2).
Dalam deret homolog yang dimulai dari n-butanol dan berakhir dengan n-oktanol,
aktivitas bakterisid naik dengan naiknya bobot molekul (yakni log konsentrasi toksik turun)
dalam perbenihan Salmonella thyphi gram-negatif yang peka (dulu disebut Bacillus typhosus).
Bahkan oktanol yang agak tak larut air aktif pada konsentrasi dibawah titik jenuhnya. Garis
jenuhdengan gambar 1.2 merupakan garis (putus-putus) diagonal dengan kemiringan satu (log
konsentrasi toksik terhadap log kelarutan, karena skala ordinat dan absis sama besar).

Jika deret homolog yang sama diuji pada perbenihan Staphylococus aureus yangkurang
kepekaannya (gambar 1.2), garis aktivitas bergeser kea rah konsentrasi yang lebih tinggi. Jika nbutanol dan n-pentanol aktif, maka anggota yang lebih tinggi pada deret itu tidak dapat
membunuh bakteri karena konsentrasi yang diperlukan tak dapat tercapai; konsentrasinya lebih
tinggi daripada konsentrasi jenuh, jadi terletak di atas garis jenuh. Penafsiran menarik tentang
titik pemutusan pada deret homolog ini dikemukakan oleh J. Ferguson (Albert, 1985).
Pembentukan misel dapat diukur dengan mudah dengan metode penghamburan-cahaya
atau metode relaksasi resonansi magnetik inti.
Namun, efek kelarutan terhadap kerja obat biasanya adalah persoalan kesetimbangan obat
antara fase air dan fase lipid dalam membrane sel, atau bahkan dalam penimbunan jaringan
lemak, dan mengantarkan kita untuk membahas koefisien partisi.
3. Koefisien Partisi
Koefisien partisi suatu obat didefinisikan sebagai tetapan kesetimbangan kadar obat
(dilambangkan dengan kurung siku) dalam kedua fase.

P =

Karena susah diukur dalam system hidup, koefisien partisi biasanya ditentukan in vitro
dengan menggunakan n-oktanol sebagai fase lipid dan dapar fosfat dengan pH 7,4 sebagai fase
air. Ini dijadikan ukuran baku untuk koefisien partisi. Karena merupakan suatu nisbah, maka P
tidak mempunyai matra. P juga merupakan sifat aditif bagi molekul, karena setiap gugus fungsi
turut menetapkan kepolaran dan dengan demikian juga menetapkan sifat lipofil atau hidrofil
molekul itu. Peranan substituent ini luas pemakaiannya dalam telaah struktur-aktivitas
kuantitatif, seperti akan dibahas nanti dalan bab ini.
Koefisien partisi sangat mempengaruhi ciri pengangkutan obat-cara obat mencapai sisi
kerjanya dari sisi pemakaiannya (misalnya tempat stuntik, saluran cerna, dsb). Karena biasanya
disebabkan oleh darah, obat harus menembus dan melintasi sejumlah sel untuk mencapai sisi
kerjanya. Jadi, koefisien partisi menentukan jaringan mana saja yang dapat dicapai oleh senyawa

tertentu. Disatu pihak, obat yang sangat larut dalam air mungkin tidak sanggup melewati sawar
lipid untuk mencapai organ kaya lipid, misalnya otak dan jaringan saraf lain.
Namun, senyawa dapat melintasi sawar darah-otak dengan cara berdifusi dari fase air
yang satu (darah) ke yang lain (cairan serebrospinal). Sebaiknya, senyawa yang sangat lipofil
akan terperangkap pada sisi penjerat pertama, seperti jaringan lemak, dan tidak akan sanggup
meninggalkan tempat ini dengan cepat untuk mencapai sasarannya. Sebenarnya, koefisien partisi
hanyalah salah satu diantara beberapa parameter fisikokimia yang mempengaruhi pengangkutan
obat dan difusi, yang merupakan pula salah satu segi aktivitas obat.
3.1

Hipotesis Overton-Mayer tentang aktivitas anestetik


Anestesi mengacu pada hilangnya kesadaran somatic secara sempurna. Oveton, pada

pergantian abad ke-19, mencoba menerangkan anestesi yang ditimbulkan obat. Dia, dan
kemudian H.H. Mayer, menyatakan bahwa:
1. Semua zat netral yang larut lipid mempunyai sifat depresi terhadap saraf;
2. Aktivitas ini paling nyata dalam sel kaya lipid;
3. Efek itu naik dengan naiknya koefisien partisi, tanpa menghiraukan struktur zat tersebut.
Walaupun konsentrasi mutlak obat yang diprlukan untuk menghasilkan anestesi sangat
beragam, seperti terlihat dalam1.1, konsentrasi obat dalam fase lipid-yakni dalam membrane selberada dalam satu orde besaran, atau 20-50 Mm, untuk semua senyawa anestetika.
Dalam tahun 154, Mullins, dengan memodifikasi hipotesis Overton-Meyer, mengemukakan
bahwa disamping konsentrasi anestetika dalam membrane, penting volumnya, yang dinyatakan
sebagai fraksi volum (mol fraksi x volum molal parsial) Kaufman, 1977). Penalaran ini
menunjukkan bahwa anestetika memuaikan membrane sel, dan bahwa anestesi terjadi pada
waktu nilai pemuaian kritis tercapai, pada sekitar 0,3 0,5% volum asalnya. Daerah permukaan
membrane itu akan memuai pula beberapa persen, seperti pernah diukur pada sel darah merah.
Tabel 1.1 Koefisien partisi lipid-air beberapa senyawa depresan
Kadar depresan
Zat

Koefisien partisi, oleil


alcohol/air

Kadar kecebong diam,


mol/l (air)

hitungan, mol/l (lipid


sel)

Etanol
n-Butanol
Valeramida
Benzamida
Salisilamida
o-Nitroanilina
Timol

0,10
0,65
0,30
2,50
5,90
14,0
950,0

0,33
0,03
0,07
0,013
0,0033
0,0025
4,7 X 10-5

0,033
0,020
0,021
0,033
0,021
0,035
0,045

Direproduksi seizing Albert (1985), Chapman and Hall, London


3.2

Kaidah Ferguson

Pada tahun 1tika atau konsentrasi 939, Ferguson memperluas kegunaan hipotesis OvertonMeyer untuk anestetika yang diberikan sebagai fase gas dengan cara dihirup. Ia mengamati
bahwa tanpa memperhatikan hakikat biofase-yaitu sisi kerja anestetika atau konsentrasi mutlak
zat itu dalam fase gas atau cair, efeknya terjadi dalam rentang aktivitas termodinamik yang
cukup konstan. Untuk tujuan praktis, aktivitas termodinamik suatu zat dapat ditegaskan sebagai
kejenuhan nisbi. Untuk gas,
=
Pt adalah tekanan uap parsial zat itu dalam udara, dan Ps tekanan uap zat tersebut. Untuk zat
yang terlarut dalam cairan, terdapat korelasi sejenis:
=
St adalah konsentrasi molar obat terlarut yang diperlukan bagi aktivitas hayati dan So kelarutan
molar obat tersebut. Harga tertinggi bagi aktivitas termodinamik adalah satu, yang merupakan
titik jenuhnya.
Tabel 1.2 memperlihatkan korelasi tersebut untuk berbagai zat yang terkenal beracun bagi hama
tanaman. Terlhiat bahwa tanpa menghiraukan konsentrasi toksiknya, yang berbeda sebesar factor
4000, semua zat itu beracun pada kira-kira nilai setengah-jenuhnya dalam udara.
Kadar toksik (/L)
Zat

letal pada 1000


menit, 150C

t / s (Kejenuhan
s (tekanan uap pada
150 C mm

nisbi kadar tok


sik)

Monoetilanilina
Dimetilanilina
Piridina
Bromoform
Tetrakloroetana
Klorobenzena
Toluena
Benzena
Heptana
Kloroform
Trikloroetilena
Karbon tetraklorida
Heksana
Pentana

3,7
6,6
7,6
94
141
200
420
775
800
1040
1200
1600
3000
16600

0,22
0,28
10,4
3,2
4,2
6,8
17,0
58
27
128
52
73
96
320

0,3
0,4
0,1
0,5
0,6
0,5
0,4
0,2
0,5
0,2
0,4
0,4
0,6
0,9

Penetapan aktivitas termodinamik dapat berguna untuk membedakan obat berstruktur


khas dan obat berstruktur tak-khas. Obat berstruktur tak-khas bekerja pada aktivitas
termodinamik tinggi, antara, 0,01 dan berarti, hanya aktif pada dosis yang nisbi tinggi. Aktivitas
hayatinya tidak berkaitan dengan struktur kimianya, seperti terlihat pada kemampuan sejumlah
senyawa yang berlainan, tetapi menunjukkan aktivitas hayati yang sama. Namun, antaraksi
antara obat tak-khas dengan sasarannya mungkin dapat menjadi khas selama menyangkut
pengikatan obat.
Kelompok obat yang menghasilkan efek sama dengan mekanisme sama sering
mempunyai struktur yang mirip, dan perubahan pada struktur kimianya (yang mengubah sifat
fisikokimianya) akan sangat mengubah sifat farmakologinya. Obat khas berantaraksi dengan
reseptor obatmakrommolekul yang bersifat lipoprotein atau glikoprotein. Kerapatan reseptor ini
rendah untuk tiap saluran permukaan membrane, berkisar antara 10 sampai 1000 reseptor per
mikometer kuadrat untuk obat, hormone, dan neutrotransmiter yang bekerja khas. Sebaliknya,
konsentrasi aktif rata-rata sebesar 2 Mm untuk obat tak-khas memberikan anggapan bahwa
jutaan molekul obat itu terikat pada m2 membran, dan daripada menyebut reseptor untuk obat
itu, kita cukup menyebut sisi pengikatnya.
3.3 Anestitika umum
Kelompok obat tak-khas yang terpenting adalah kelompok anestetika umum. Senyawa takkhas ini, seperti terlihat pada gambar 1.3, strukturnya sangat beragam, mulai dari gas mulia
seperti Ar atau Xe sampai steroid yang rumit.

Diantara anestetika gas xenon bekerja pada aktivitas termodinamik rendah, yaitu 0,01.
Walaupun dianggap sebagai anestetika yang baik, zat itu mahal dan tidak mudah diperoleh.
akibatnya, tidak dipakai untuk praktek bedah. Nitrogen monoksida (atau gas gelak) merupakan
salah satu zat anestetika tertua. Zat itu sendiri hanya dipakai untuk pembedahan singkat atau
dalam kedokteran gigi karena tidak menimbulkan anestesi cukup dalam kalau diberikan bersama
20% oksigen yang diperlukan untuk menjaga pernapasan normal. Namun, analgesi (hilangnya
rasa nyeri) yang ditimbulkan nitrogen monoksida ternyata baik, bahkan juga pada konsentrasi
50-60%. Siklopropana merupakan zat anestetika kuat, tapi jarang dipakai karena sifatnya mudah
meledak.
Cairan yang mudah menguap merupakan anestetka hirup yang luas pemakaiannya. Salah
satunya, dietil eter, telah dikenal oleh Paracelsus pada abad ke-17, tetapi aktivitas anestetiknya
baru diketahui pada tahun 1842 oleh Long dan Morton. Zat itu mengimbas narkosis secara
lambat dan memulihkan kembali juga secara lambat, menyebabkan iritasi, dan juga mudah
meledak. Di samping itu, menimbulkan anestesi berat, tetapi tidak lagi dalam anestesiologi
modern. Pada tahun 1847 kloroform dipakai untuk pertama kali, manjur dan tidak mudah
meledak, tetapi seperti kebanyakan hidrohalogen karbon terhalogenasi, zat itu merusak hati dan
ginjal. Ini tidak merupakan efek samping berat pada ketiga hirokarbon terhalogenasi lainnya
yang terlihat pada gambar 1.3, yang juga tidak mudah meledak. Halotan (1-7) mungkin
anestetika hirup yang paling banyak dipakai dalam praktek modern karena mempunyai gabungan
sifat yang menguntungkan. Pengimbasan dan kepulihan cepat, tidak dapat terbakar, dan
meskipun menimbulkan kerusakan hati, tetapi tidak berarti. Enfluran (1-6) bahkan menyebabkan
kerusakan hati yang lebih tidak berarti.
Diantara anestetika intravena, patut dicatat barbiturate thiopental (1-9) dan metoheksital (110). Pada thiopental, salah satu dari ketiga oksigen lactam pada asam barbiturate digantikan oleh
sulfur, dan kedua rantai samping alkil membeikan sifat lipofil pada molekul itu. Thiopental
terkenal sebagai anestetika yang bekerja ultrapendek karena saat-mula anestesi dan hilangnya
kesadaran terjadi dalam beberapa detik setelah pemberiannya. Karena itu, barbiturate sangat
berguna untuk pembedahan cepat, atau untuk menimbulkan anestesi sebelum beralih ke

anestetika hirup. Tetapi, kepulihan dari anestesi yang ditimbulkan barbiturate nisbi lambat karena
senyawa ini harus dimetabolisme ditempat pengumpulannya di jaringan lemak untuk menjadikan
tak aktif. Sebaliknya, anestetika hirup diekskresi melalui paru-paru. Metoheksital (1-10)
mengandung gugus N-metil yang meningkatkan sifat lipofilnya. Hal ini juga mencegah
tautomerisasi menjadi asam barbiturate bentuk laktim dengan pembentukan ion enolat. Selain
itu, hal tersebut juga meningkatkan sifat lipofil karena ion enolat bersifat hidrofil dank arena itu
dapat membentuk garam natrium yang larut.
Karena itu, dengan memelihara sifat lipofil metoheksital, gugus N-metil mempercepat saatmula narcosis. Karena ikatan tak jenuh pada rantai samping metoheksital meningkatkan laju
penguraian obat melalui oksidasi hayati, maka dosis yang lebih tinggi dapat diberikan dengan
aman (lihat juga bab 7).

Anestetika intravena yang kurang lazim adalah alfaxalon (1-11), suatu turunan steroid.
Menurut struktur ada hubungannya dengan hormone kelamin wanita progresteron, dan
mengandung gugus 3-OH yang aksial, atau tegak lurus pada bidang cincin sikoheksan. Yang
menarik, eprimer 3-OH (betaxolon) yang OH-nya eukatorial ternyata tak aktif.
Turunan glutarimida, bemegrid (1-12), yang strukturnya mirip barbiturat, adalah stimulant
system saraf pusat (SSP) (analeptika), dan antagonis tak-khas tapi sangat penting bagi
barbiturate, serta dipakai untuk mengatasi keracunan barbiturat.
3.3.1 Mekanisme anestesi
Hipotesis zama sekarang tentang mekanisme anestesi dikembangkan terus sejak Overton dan
Meyer mencoba untuk pertama kali menetapkan hubungan kuantitatif antara anestetika yang
sangat beragam dan sifat narkotiknya. Semua hipotesis itu, yang memperhalus teori Overton dan
Meyer (Kaufman,1977), didasarkan pada anggapan adanya antaraksi anestetika dengan lipid
dalam membran sel.Ferguson memperkenalkan konsep aktivitas termodinamik, yang dapat
membicarakan anestetika dalam fase gas maupun sebagai linarut cair (lihat uraian terdahulu).
Mullins menunjukkan bahwa anestesi memerlukan anestetika dalam fraksi volum kritis dalam
membran. Ia percaya bahwa molekul zat anestetika tertampung dalam ruang volum bebas
membran itu.

Lipid berantaraksi dengan anestetika berdasarkan sifat hidrofob (atau lipofil). Tidak boleh
dilupakan bahwa protein dalam membrane mempunyai juga daerah hidrofob luas yang
berantaraksi dengan dwilapisan lipid. Akibatnya, tidak mengherankan jika dijumpai antaraksi
protein-anestetika yang melibatkan enzim, reseptor, protein pengangkut, dan protein struktur
seperti mikrotubulus dan mikrofilamen.
Keterlibatan neutrotransmiter pada anestesi dikemukakan juga atas dasar penemuan bahwa
crustacea air tawar tidak memperlihatkan pembalikan tekanan pada anestesi, meskipun
kepekaannya terhadap obat sama seperti hewan lain manapun. Pemikiran ini, yang disampaikan
sebagai pandangan dalam tinjauan Kaufman (1997) serta Roth dan Miller (1986).
Tetapan fragmen hidrofob (dengan lambing f) diperkenalkan oleh Nys dan Rekker
(Rekker, 1997) untuk mengoreksi beberapa penyimpangan dalam penentuan koefisien partisi,
dan untuk menyederhanakan penetapan nilai P untuk molekul kecil. Tetapan fragmen ditentukan
secara statistic dengan analisis regresi; tetapan itu aditif, dan jumlahnya mendekati (biasanya
sedikit lebih tinggi dari) log P. Daftar terinci nilai f untuk berbagai gugus fungsi diterbitkan
dalam buku oleh Rekker (1997) dan Albert (1985), dan banyak dipergunakan dalam penentuan
struktur-aktivitas kuantitatif.
4. Aktivitas Permukaan dan Efek Obat
Reaksi hayati terjadi dalam larutan dan pada permukaan serta antarpermukaan padatan
cairan. Keadaan energi pada permukaan sangat berbeda dengan keadaannya dalam larutan karena
terdapat gaya antarmolekul tertentu, karena itu reaksi permukaan memerlukan perhatian khusus.
Dalam jasad hidup, membrane mempunyai permukaan terbesar, membungkus semua sel
(membrane plasma) maupun organel sel (inti, mitokondria, dan sebagainya). Makromolekul yang
terlarut seperti protein juga mempunyai luas permukaan yang sangat besar ( misalnya, 1 mL
serum darah manusia mempunyai luas permukaan protein sebesar 100 m2). Membran hayati juga
1 berguna sebagai penyangga yang menahan berbagai ragam enzim pada tempat yang
seharusnya, 2 menyiapkan dan menjaga tata urutan enzim untuk mendapatkan efisiensi besar
pada reaksi bertahap-banyak, dan 3 bertindak sebagai batas antara sel dan sejumlah
kompartemen jaringan. Tambahan pula, banyak reseptor obat terikat pada membrane.
4.1 Antaraksi permukaan dan detergen

Semua molekul dalam fase cair berinteraksi sesamanya dan mendesak molekul
tetangganya. Akan tetapi molekul air pada antarmuka gas-cairan dipengaruhi oleh sejumlah gaya
yang tak sama, dan tertarik kea rah air ruahan pada fase cair itu karena tidak ada tarikan yang
dilakukan terhadapnya dari arah fase gas. Hal ini menimbulkan tegangan permukaan cairan.
Karena terlarutnya zat padat merupakan hasil antaraksi-molekul antara pelarut dan zat
padat (yang begitu terlarut menjadi linarut), maka senyawa polar yang dapat membentuk ikatan
hydrogen akan larut dalam pelarut organic sebagai akibat ikatan van der Waals dan ikatan
hidrofob. Senyawa yang amfifil (yaitu yang mengandung gugus hidrofob maupun hidrofil) akan
terkumpul di permukaan dan dengan demikian mempengaruhi sifat permukaan antarmuka ini.
Hanya dengan cara inilah detergen amfifil, melalui ikatan hydrogen dengan air dan antaraksi
nonpolar dengan fase nonpolar (organic) atau dengan udara, dapat mempertahankan orientasi
yang menjamin energy potensial terendah di antarmuka.
Detergen seperti sabun membentuk larutan koloid. Pada kadar yang sangat rendah,
molekul sabun akan terlarut sendiri-sendiri. Pada kadar yang lebih tinggi, molekul menganggap
lebih efisien-energi untuk memindahkan ekornya yaitu hidrofob dari fase air dan
membiarkannya berantaraksi sesamanya, dengan demikian membentuk tetesan minyak kecil
atau fase nonpolar, dengan kepala polar olekul sabun itu dalam air ruahan. Pada kadar yang khas
bagi masing-masing detergen tertentu, terbentuk kumpulan molekul, yang dikenal sebagai misel.
Biasanya misel merupakan partikel koloid berbentuk bola, tetapi dapat juga berbentuk silinder.
Kadar sewaktu misel tersebut terbentuk disebut kadar misel kritis, dan dapat ditentukan dengan
mengukur difraksi cahaya larutan itu sebagai fungsi kadar detergen. Difraksi itu menunjukkan
kenaikan tiba-tiba sewaktu misel itu mulai terbentuk.
Bilamana sabun terdispersi dalam fase nonpolar, terbentuk misel terbalik; ekor nonpolar
pada molekul sabun berantaraksi dengan pelarut ruahan, sedangkan kepala hidrofil berantaraksi
sesamanya. Perilaku molekul amfifil ini menjelaskan bagaimana partikel nonpolar itu dapat
terdispersi dalam air, ekor hidrokarbon amfifil itu berantaraksi dengan partikel, seperti tetesan
minyak, cemaran, atau fragmen membrane lipoprotein, meutup partikel itu, lalu menonjolkan
gugus kepala hidrofilnya ke fase air.
4.2 Zat Antibakteri Aktif-Permukaan

Membran hayati sangat mutlak untuk berfungsinya semua sel dengan baik, termasuk
bakteri dan jamur. Karena itu, setiap zat yang merusak membrane atau dengan cara lain
mengganggu keutuhannya atau fungsinya, merupakan bahaya besar bagi kehidupan sel itu.
Alkohol alifatik bersifat bakterisid (membunuh bakteri) karena zat itu merusak membrane
bakteri yang mengakibatkan cepat hilangnya kandungan sitoplasma bakteri itu. Pada kadar
tinggi, alkohol itu menyababkan lisis (terlarunta) sel bakteri tersebut.
Karena dapat merusak membrane bakteri, fenol dan kresol merupakan juga desinfektan
ampuh, dan digunakan dalam sediaan, misalnya Lysol. Zat itu tidak hanya merusak protein,
tetapi bekerja juga sebagai detergen karena kepolaran gugus hidroksil pada fenol. Aktivitas fenol
dapat ditingkatkan dengan nyata dengan cara memasukkan cabang alkil pada cincin benzene,
seperti dalam n-heksilresorsinol yang membuat senyawa yang dihasilkan lebih aktif-permukaan.
Heksaklorofen dan fentiklor pun sangat aktif dan digunakan dalam sabun desinfektan. Lagi pula,
karena fentiklor secara oral rendah toksisitasnya, zat itu dapat digunakan sebagai obat-dalam
untuk infeksi kulit. Penghambatan pada rntai angkutan electron metabolic dan pemungutan asam
amino juga mendasari kerja bakteriostatik fentiklor.
Detegen kationik seperti setil-trimetilamonium klorida lebih efektif daripada sabun
anionic seperti natrium dodesilsulfonat. Detergen nonionic seperti Triton X-100 [oktoxinol;
(polietilen glikol)10-p- isooktilfenil eter] sangat lemah, dan digunakan untuk mendispersikan
membrane, bukan untuk membunuh bakteri. Klorheksidin, suatu turunan klorofenil-biguanidin,
merupakan senyawa yang sangat efektif. Toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
banyak digunakan sebagai antiseptic untuk luka biasa dan luka bakar dan sebagai desinfektan
bedah. Karena gugus imino, senyawa itu merupakan detergen kationik. Kadar rendah (10-100
g/mL) menyebabkan bahan sitoplasma segera dikeluarkan dari sel bakteri. Pada kadar serendah
1 g/mL terlihat kebocoran kecil, tetapi klorheksidin masihh aktif karena menghambat ATPase
yang terikat pada membrane bakteri.
4.3 Zat antijamur yang aktif pada membran
Beberapa spesies Streptomyces menghasilkan senyawa makroskopik (cincin besar) yang
mengandung sejumlah (tiga sampai tujuh) ikatan rangkap dan bahkan lebih banyak gugus
hidroksil, yang biasnaya terletak pada salah satu sisi molekul itu. Antibiotika dengan struktur
demikian, misalnya amfoterisin B dan nistatinyang sangat mirip, dapat berantaraksi dengan
sterol dalam membrane plasama mikroba. Lima sampai sepuluh molekul antibiotika ini

membentuk pori penyalur atau saluran yang dapat melewatkan ion K+, gula dan protein keluar
dari mikroorganisme. Bagian sebelah dalam pori itu dilapisi gugus hidroksil molekul antibiotika;
bagian poliena berantaraksi dengan komponen sterol hidrofobik membrane sel. Antibiotika
makrosiklik yang lebih kecil dapat membentuk gumpalan di dalam membrane lipoprotein sel dan
menyebabkan robeknya membrane. Karena antibiotika ini lebih cenderung berantaraksi dengan
ergosterol, suatu sterol tanaman, afinitasnya tinggi terhadap membrane tanaman, dank arena itu
bersifat fungisid. Terhadap membrane hewan, zat itu mempunyai keselektifan aneh, yaitu bersifat
letal atau mematikan cacing pipih dan keong, tidak mempengaruhi bakteri, dan menyebabkan
keracunan sedang pada mamalia. Zat itu dipakai untuk infeksi jamur seperti kaki atlet dan
vaginitis candida, yang biasanya susah disembuhkan, dan terhadap infeksi sistemik (internal)
oleh jamur, yang hamper selalu membawa maut jika tidak diobati. Jadi, nilai terapi amfoterisin B
lebih tinggi dibandingkan dengan kerugian karena efek sampingnya yang toksik.
Kelompok zat antijamur azol yang baru-baru ini ditemukan juga bekerja dengan merusak
kemantapan membrane dengan menghamnat biosintesis ergosterol, yang diperlukan dank has
untuk membrane jamur. Ketokenazol dapat dipakai secara oral, sedangkan klotrimazol,
mikonazol dan senyawa sejenisnya dipakai secara topical. Kelompok azol ini sangat mudah
terikat pada kulit dan sangat cepat mengumpul pada jamur. Walaupun masa bersentuhan
mungkin hanya 15-20 menit, azol tetap tinggal dalam jamur selama 120 jam, jadi dengan dosis
subletat pun kedasyatan jamur dapat berkurang. Kelompok lain penghambat sintesis sterol adalah
kelompok naftil-alilamina yang diawali oleh naftifin. Kelompok seperti tridemorf menyerang
biosintesis sterol pada beberapa tempat lain dan merupakan fungisis pertanian yang berharga.
4.4 Antibiotika penghantar ion
Beberapa bakteri menghasilkan senyawa yang dapat bergabung di dalam membrane lipid
dan memudahkan pengangkutan ion, terutama K+. Karena itu, senyawa ini dinamakan ionofor
atau pengangkut ion, berlainan dengan antibiotika poliena yang hanya membocorkan membrane
sel.
Antibiotika ionofor itu dapat bekerja sebagai pengangkut sangkar ion atau sebagai
pembentuk saluran. Pengakut sangkar itu membungkus sebuah ion dan mengakutnya dari salah
satu sisi membrane ke sisi yang lain, dan melepaskannya di sisi lain itu. Pembentuk saluran

hanya menyediakan terowongan polar yang memungkinkan pemindahan ion polar melintasi
lapisan lipid yang biasanya tidak dapat ditembus.
Contoh ionofor yang dapat merupakan pengakut sangkar adalah valinomisin. Lakton
peptide siklik ini terdiri atas tiga molekul, masing-masing L-valin, asam D- hidroksi isovalerat,
dan L-laktat. Keenam oksigen karbonil lakton yang sangat terpolarisasi melapisi bagian dalam
cincin itu, sedangkan gugus alkil nonpolar mengarah ke bagian luar molekul. Jadi bagian yang
olar dapat memuat ion kalium yang tak terhidrasi, dan mengelilinya dengan gelang nonpolar.
Selanjutnya, senyawa kompleks ini dapat dibawa menembus membrane melalui pertukaran K +H+ yang memerlukan energi. Valinomisin jauh lebih suka memilik K + daripada Na+, dengan
nisbah sekitar 104 : 1. Dengan cara ini valinomisin akan meningkatkan konduktivitas membrane
lipid terhadap K+ pada kadar serendah 10-9 M. Keselektifan terhadap K+ yang tinggi ini
disebabkan oleh dehidrasi ion tersebut yang nisbi mudah: dengan diametenya yang lebih besar,
ion kalium menahan air hidrat tidak sekuat natrium: akibatnya, ion natrium terhidrat tidak cocok
untuk mengisi donat valinomisis, sedangkan K+ terhidrat mudah terikat, dan energi ikatan itu
menghasilkan kelebihan energi berikutnya untuk reaksi selektif tadi. Diameter Na+ dan K+
anhidrat dan terhidrat berturut-turut adalah 0,095 dan 0,179 nm untuk Na dan 0,122 dan 0,133
nm untuk K+. Jadi jelas bahwa ion natrium terhidrat lebih besar daripada ion kalium dengan atau
tanpa bungkus hidratnya.
Banyak antibiotika pembentuk saluran atau pembentuk pori adalah gramisidin A, peptide
yang terdiri atas 15 asam animo. Zat itu mendorong terjadinya pengakutan lewat membrane
untuk proton, ion alkali logam, dan ion talim pada kadar rendah serendah 10 -10 M, meskipun zat
itu dapat membuat senyawa komplek dengan ketiga jenis ion tersebut dalam larutan.
Garamisidan membentuk juga beberapa dimer dari dirinya sendiri.
Ada berbagai hipotesis yang menerangkan pembentukan saluran yang diinduksi oleh
gramisidin A. Kolisin, peptide bakteriostatik yang bersandikan plasmid bakteri, baru-baru ini
telah dihablurkan dan diperiksa dengan car kristalografi sinar-x. Zat itu mempunyai massa
79.000 Dalton dan nisbah sumbu 1 : 10, sehingga semua peptide itu mencapai panjang sekitar 20
nm. Zat itu dapat membentuk saluran lewat-membran dengan diameter sedemikian besar
sehungga dapat dilalui molekul gula. Tentu daja hal ini akan merusak potensial membrane sel
bakteri, mengakibatkan aktivitas bakteriostatik.

Antibiotika ionofor tidak dapat membedakan membrane mikroba dan membrane


mamalia, karena itu tidak dapat digunakan untuk pengobatan. Akan tetapi, zat tersebut
merupakan alat bagus untuk menelaah gejala pengakutan dalam mebran.
4.5 Ionofor sintesik
Struktur ionofor sintetik pada dasarnya adalah pengangkut bentuk sangkar yang
disederhanakan. Ionofor sintetik yang dikenal sebagai senyawa mahkota diberi nama menurut
jumlah atom dalam cincin makrosiklik dan jumlah atom hetero dalam cincin. Molekul senyawa
tersebut biasanya pipih. Kelompok kriptat, senyawa yang mirip tetapi mengandung atom
nitrogen, mampu membentuk sangkar trimatra.
Senyawa mahkota dan kriptat dapat dirancang untuk memuat ion dengan ukuran berapa
saja. Ionofor ini bahkan dapat membuat senyawa yang sangat polar seperti KOH atau KMnO 4
menjadi lipofil dan larut dalam pelarut nonpolar, sehingga ion-ionnya dapat turut dalam reaksi
yang biasanya tidak terjadi. Ionofor juga mempunyai penerapan menarik dalam sintetis organik,
misalnya dapat meningkatkan kadar anion bebas dengan menjerat kation yang biasanya
bergabung dengan anion itu.
Halaman 28 38

Beberapa ionofor asam sintetik mempunyai sifat farmakologi yang menarik karena berpengaruh
terhadap pengangkutan Ca2+; mereka meningkatkan kontruksi jantung, diuress dan aliran darah koroner,
dan menurunkan tahanan pembuluh perifer (Pressma, 1976). Ionofor asam dapat digunakan dengan amat
baik untuk melenyapkan logam berat yang toksiskatau 90Sr radioaktif yang karsinogenik (jatuhan hasil
ledakan nuklir yang masuk melalui air susu kedalam tulang bayi) dari tulang jika ada sejumlah besar Ca.
Hal ini penting karena sebelumnya tidak mungkin melenyapkan Sr 2+ secara selektif tanpa merugikan
metabolisme kalsium dan struktur tulang. Namun, toksisitas tinggi senyawa mahkota dan kriptat
membatasi pemakaiannya pada manusia, dan kelanjutan pekerjaan ini kelihatannya sudah terjamin.

5. Aspek Stereokimia Tentang Kerja Obat


Karena berinteraksi dengan makromolekul hayati tak-simetri yang aktif-optik seperti protein,
polinukleotida, atau glikolipid yang bekerja sebagai reseptor, maka sangat masuk akal jika banyak obat
mempunyai kekhasan stereokimia. Ini berarti terdapat perbedaan kerja antara isomer-isomer senyawa
yang sama; satu isomer mempunyai aktifitas farmakilogi, sedangkan yang lain boleh dikatakan takaktif.
Louris pasteur adalah orang pertama yang dalam tahun 1860 memperlihatkan bahwa jamur dan ragi dapat
membedakan (+)-tartrat dan (-)-tartrat, dan menggunakan hanya salah satu dari kedua isomer itu.

Karena itu, sifat komplementer antar obat tak-simetri dan reseptor tak-simetrinya seringkali
merupakan kriteria aktifitas obat. Efek obat yang sangat aktif atau sangat khusus lebih banyak bergantung
pada sifat komplementer dibandingkan obat yang kurang aktif. Kadang-kadang stereo-selektivitas obat
didasarkan pada kekhasan dan kecendrungan metabolisme salah satu isomer dibandingkan isomer lain,
atau pada biotranformasi yang secara selektif melenyapkan satu isomer (Low dan Castagnoli, 1978).
Biotransformasi stereo-selektif itu dapat berakibat jauh. Umpamanya, hidroksilasi mikrosomal pada
trankuilizer diazepam (Valium) (130) terjadi secara stereo-selektif , dan menghasilkan (S)-Nmetiloksazepam.

Gambar 1.10 Konversi metabolik benzo [a] pirena menjadi diol-epoksida yang karsinogenik, dan
reaksinya dengan biomolekul nukleofilik (Menurut Low dan Castagnoli, 1978)
(1-31). Karena metabolit hasil hidroksilasi ini aktif secara farmakologi, suasana stereokimia dalam proses
pengaktifan itu sangat menentukan, tidak hanya untuk luasnya pengaktifan, tetapi juga untuk laju
pengeluaran metabolit tersebut.
Toksisitas zat karsinogen lingkungan dipengaruhi juga oleh transformasi stereo-selektif in vitro
(gambar 1.10). Benzo[a]pirena (1-32) diubah menjadi (-)-trans-diol 1-33A yang sterusnya mengalami
epoksidasi menghasilkan epoksida 1-34A dan 1-35A dalam perbandingan 9:1. Enansiomer (+)-transdiol1-33B terepoksidasi lebih selektif lagi, nisbah epomsidasinya adalah 1 : 22untuk 1-34B dan 1-35B.
Karena epoksidadan 4-OH kedua-duanya aksial (1-36A dan 1-36B) menunjukan serangan nukleofilik
pada protein atau ADN. Namun, (+)-diol-epoksida 1-35B dua kali lebih mutagenik daripada (-)
epimernya.
5.1 Isomer optik
Isomerisme optik adalah akibat dissimetri pada subsitusi molekul. Dissimetri menggabung arti
hilangnya atau tidak adanya kesimetrian. Jika pembaca memerlukannya, aspek dasar isomerisme optik
dibahas dalam berbagai buku ajar kimia organik (lihat juga Tamm, 1982, Retey dan Robinson, 1932).
Isomer optik (enansiomer) dapat mempunyai aktifitas faali yang saling berlainan, asalkan antaraksinya
dengan reseptor atau dengan struktur efektor lain melibatkan atom karbon asimetri pada molekul
enansiomer dan ketiga

Gambar 1.11Model karbon khiral kedua enansiomer norepinefrina yang membuat kontak dengan
reseptor. Enansiomer yang satu membuat kontak tiga-titik, yang mutlak bagi aktifitas farmakologi,
enansiomer lain hanya membuat kontak dua-titik, karena atom C tidak dapat terikat pada sisi ikatan H.
Gambar tersebut melukiskan hipotesis Easson-Stedman.
Subtituen yang berbeda pada atom karbon itu berinteraksi dengan reseptor. Hipotesis EssonStedman mengandaikan bahwa interaksi tiga-titik menjamin sift Stereo-Spesifik, karena hanya satu
enensiomer yang akan cocok; yang lain reaksi dengan reseptor hipotetik yang datar. Namun, masuk akal
juga untuk menerima bahwa kestereospesifukan reseptor dapat berubah bila konformasi reseptor berubah
akibat antaraksi reseptor-obat.
Perbedaan kerja farmakologi antara dua enansiomer dapat besar sekali. (-)-Levorfanol, suatu
analgetika sintetik, mempunyai tetapan keseimbangan ikatan (KD) sebesar 10-9 M (KD adalah tetapan
disosiasi, yang menyatakan bahwa obat ini akan menduduki pada kadar nanomolar). (+)-Dekstrorfan,
suatu antipoda optik (-)-Levorfanol , mempunyai KD10-2M, yang mencerminkan kadar tinggi dan nonfaali.
Secara kualitatif, dekstorfan sama sekali bukan analgetika, melainkan obat batuk (penekan batuk) yang
sangat efektif, kerja yang berbeda sama sekali dengan analgesi. (+)-Muskarin kira-kira tiga orde besaran
lebih efektif sebagai neurotransmeter kolinergik daripada (-)-muskarin. Kumpulan data yang sangat luas
dapat diperoleh tentang keselektifan berbagai obat enansiomer (Lehman, dkk.;1970, Stenlake, 1979).
Perlu ditekankan bahwa tanda rotansi optik saja (+ atau -) yang disebabkan oleh enansiomer, secara
biokimia belum menentukan kerja molekul itu. Konfigurasi mutlak senyawa bersangkutan harus
bersangkutanharus dipertimbangkan, dan dalam kimia organik medern dipakai kaidah urutan IngoldPrelog, yang makin banyak mengakibatkan penandaan D dab L untuk konfigurasi mutlak, yang
meragukan dan sudah kuno. Sekali lagi, pembaca dipersialhkan merujuk buku ajar kimia organik modern
untuk rinciannya. Kaidah urutan itu membandingkan konfigurasi mutlak semua senyawa dengan (+)gliseraldehida, yang ditandai sebagai senyawa R (rectus = kanan).

Meskipun pasanagn obat enansiomer agak sering mempunyai potensi berbeda senyawa itu jarang
merupakan antagonis satu sama lain, sebab perbedaan kerjanya disebabkan oleh sifat ikatannya; antagonis
(bab 2, subbab 3) biasanya lebih kuat terikat dari pada agonis, dan enansiomer suatu pasangan yang
kurang aktif tidak mampu mendesak enansiomer yang lebih aktif dari reseptor. Demikian pula, obat takkhas seperti anestetika umum, tidak stereo-spesifik

karena tidak bekerja pada reseptor khas, yang

biasanya adalah makromolekul dissimetri.


Obat diastereomer yang mempunyai dua atau lebih pusat asimetri biasanya hanya

satu

konfigurasinya yang aktif. Berbeda dengan enansiomer, yang mempunyai sifat fisikokimia yang sama,
maka absorpsi, distribusi, ikatan, reseptor, metabolisme, dan setiap aspek lain yang mempengaruhi
aktivitas farmakologi suatu obat, berbeda untuk masing-masing diastereomer.
5.1.1 Enansiomer Dan Aktivitas Farmakologi
Lehman dkk, (1976) merumuskan definisi stereo-selektivitas menurut cara berikut: enansiomer
yang lebih cocok (dengan afinitas lebih tinggi terhadap reseptor) disebut eutomer, sedangkan yang
afinitasnya lebih rendah disebut distomer. Nisbah aktifitas eutomer dan sistomer dinamankan nisbah
eudismik;indeks eus=dismik dinyatakan sebagai berikut:

El = Log afinitas EU Log afinitas DIST


Hubungan eutomer dan distomer dengan aktivitas farmakologi dilukiskan dalam gambar
1.12.

Gambar 1.12 Rajah aktifitas eutomer dan distomer deretan analog oksotremorin (4-18) terhadap
afinitas eutomer (selalu isomer R dalam deretan ini) sudah sewajarnya terletak pada garis dengan
kemiringan satu, sedangkan membentuk pola acak (Direproduksi seizin P.A lehman (1983)
dalam Mecharnism of drug action (T.P. Singer dkk.,Peny.) , Academic Press, New York)
Dalam deretan agonis dan antagonis (untuk definisinya lihat bab 2, subab 3) hasil bagi
afinitas eudismik dapat juga dipakai sebagai ukuran stereo-selektivitas. Karena salah kaprah
yang meluas, distomer suatu resemant sering dianggap takaktif dan tidak ada akibatnya
terhadap aktivitas farmakologi, suatu pemikiran yang diperbuat oleh fkta bahwa reseolusi
(pemisahan) resemat secara ekonomi tidak menguntungkan. Ariens dkk. Menerbitkan satu seri
buku dan makalah yang memperlihatkan kekeliruan konsep ini dan menekankan perlunya
menggunakan enansiomer murni untuk pengobatan dan penelitian.
Karena itu, distasiomer hendaklah dilihat sebagai ketidakmurnian yang meliputi 50% dari
jumlah keseluruhan suatu obat-ketidakmurnian yang dalam kebanyakan hal sama sekali tidak
lembam. Soudijin (dalam Ariens dkk.,1983) membuat daftar semua kemungkinan efek yang tak
dikehendaki pada distomer:
1. Menunjang efek samping;
2. Menentang kerja farmakologi eutomer;
3. Termetabolisis menjadi senyawa yang aktifitasnya tidak menguntungkan;
4. Termetabolisis menjadi senyawa beracun.
Namun, ada kalanya pemakaian resemat memberi keuntungan; kadang-kadang zat itu lebih
berkhasiat dari masing-masing enansiomer yang dipakai terpisah (misalnya antihistamin,
isotipendil), atau distomer berubah menjadi eutomer in vivo (obat antiradang ibuprofen)
Akhir-akhir ini terdapat kecendrungan untuk mengembangkan obat dengan dua jenis kerja
atau lebih biasanya dengan mekanisme kerja yang berlainan. Pada obat hibridu itu (yang
mungkin suatu resemat), perbandingan nisbi berbagai kerja sudah ditetapkan lebih dahulu;
menggunakan dua obat dengan aktivitas sendiri-sendiri dan bukan obat tunggal memungkinkan
pengobatan yang paling tepat dan teliti, disesuaikan dengan kebutuhan penderita masing-masing.
Namun, pendekatan ini dapat menjadi amat rumit, seperti diuraikan dalam makalah yang
menarik oleh Ariens (1984).
Tak dapat disangkal bahwa pemisahan enansiomer acap kali sulit dan mahal. Dalam hal
demikian, kita tidak mempunyai pilihan lain kecuali memakai resemat. Akan tetapi, kadangkadang obat tak-khiral mempunyai efek sama atau lebih, dibandingkan dengan analog khiralnya

(misalnya sufentanil terhadap morfin; lihat bab 5, pasal 3.7). dalam hal ini pemakaiannya dapat
dibenarkan hanya atas itu saja.
5.2 Isomer Geometri
Isomer cis/trans adalah hasil rotasi terbatas sepanjang ikatan kimia yang di timbulkan oleh
ikatan rangkap atau sistem cincin kaku dalam molekul isomer. Isomer cis/trans bukan bayangan
cermin dan mempunyai sifat fisikokimia.

berlainan, yang tercermin pada aktivitas farmakologinya. Karena gugus-gugus fungsi


dalam molekul ini terpisah pada jarak berbeda-beda dalam berbagai isomer itu, maka menurut
atran, gugus-gugus itu tidak mungkin terikat pada reseptor yang sama. Karena itu, isomerisme
geometri sendiri bukan merupakan daya tarik utama bagi ahli kimia medisinal. Yang penting
sebagai hasil isomerisme itu adalah kereaktifan dan ketercapaian substituen dalam kerangka
kaku itu. Aspek ini dibahas bersama dengan analiis konformasi (pasal 5.3).
Dengan menggunakan kaidah urutan Cahn-Ingold-Prelog, Blackwood dkk. (1968)
merancang suatu sistem yang dapat menyelesaikan tugas isomerisme cis/trans (atau syn/anti
dalam hal ikatan C=N) yang mutlak dan tidak meraguan. Umpamanya, senyawa CHCL=CBrl
tidak dapat diberi nama tanpa meragukan menurut kaidah klasik. Namun, setelah prioritas
substituen pada setiap atom karbon ditetapkan (dengan memakai kaidah urutan), maka
konfigurasi dengan kedua substituen berprioritas tinggi terletak pada sisi yang sama, disebut
isomer Z (untuk zusammen yang brarti bersama-sama dalam bahsa Jerman). Konfigurasi
dengan substituen tersebut yang terletak pada sisi berlawanan, dinyatakan sebagai isomer E
(untuk entgegen yang berati berlawanan).
5.3 Isomerisme konformasional

Isomerisme dapat juga terlihat pada senyawa yang rotasi bebas atom-atomnya di sekitar
ikatan kimia tidak terhalang. Sawar energi pada peralihan antara berbagai konformasi isomer ini
biasanya sangat rendah (dengan tingkat 4-8 kJ/mol), dan mudah di atasi dengan gerak termal,
kecuali jika molekul itu di buat kaku atau bila antaraksi tanpa ikatan antara gugus fungsi molekul
itu menguntungkan salah satu konformer diantara sejumlah lainnya yang tak berhingga. Konsep
dan kenyataan biofisika tentang konformasi obat yang disukai serta perannya yang kuat dalam
mengikat reseptor, merupakan persoalan yang dewasa ini ramai diperdebatkan para ahli
farmakologi molekul.
Untuk senyawa alifatik, proyeksi Newman yang terkenal digunakan untuk memperlihatkan
kedudukan nisbi berbagai substituen pada dua atom yang saling berhubungan (seperti pada
turunan etana). Misalnya, gambar 1.13 memperlihatkan beberapa kemungkinan konformer
asetilkholin. Bila gugus fungsi asetoksi dan ion irimetilamonium di tempatkan sejauh mungkin,
kita memperoleh konformasi goyang sempurna (secara salah dan keliru dinamakan juga
konfomasi trans). Bila kedua gugus itu tumpang tindih, dikatakan jejal. Di antara kedua hal
ekstrem ini terdapat sejumlah takterhingga konformer

yang dinamakan konformer gauche

(mencong) atau rotarmer (isomer rotasi). Energi antaraksi yang potensial antara gugus ion
trimetilamonium dan asetoksi yang

Gambar 1.13 Proyeksi Newman untuk konformer asetilkolin


Terendah ada pada konformasi goyang dang tertinggi bila kedua gugus itu salaing mnutup
(jejal). Kestabilan rotamer-rotamer itu biasanya berlawanan. Perkecualian terjadi bila dua gugus

fungsi menunjukan antaraksi tanpa-ikatan yang diharapkan (misalnya, pembentukan iakatan


hidrogen).
Karena peralihan antara rotamer terjadi sangat cepat, maka keberadaan setiap konformer
hanya dapat dibicarakan secara statistika. Misalnya, dianggap bahwa rantai hidrokarbon yang
panjang berada dalam konformasi goyang, terentang penuh, zigzag. Namun, terdapat pula
kemungkinan besar bahwa ia berada dalam konformer mencong dan secara efektif mengurangi
panjang panjang statistik rantai karbon itu. Pertimbangan tersebut menjadi penting jika kita
hendak menghitung jarak antargugus sebenarnya dalam obat, yang berperan dala penyesuaian
dan pengikatan pada reseptor. Umpamanya, dalam obat antikolinergika heksametonium dan
dekametonium (bab 4, pasal 2.5), kedua gugus trimetilamonium kuaterner dihubungkan
masing-masing oleh enam dan sepuluh gugus ch2-. Perhitungan jarak antarnitrogen dalam
kedua obat itu berdasarkan kursi enam-karbon dan sepuluh-karbon terentang penuh, memberi
angka 0,95 dan 1,35 nm. Akan tetapi, percobaan konduktimetri menunjukan bahwa jarak
sebenarnya hanya 0,63 dan 0,95 nm. Penetapan terakhir ini sangat sesuai denagan jarak
anatrnitrogen yang terlihat pada obat perintang neuromuskular kaku, yaitu kurare (lihat stenalke
1979, h. 132, dan bab 4, pasal 2,5).
sawar transisi konformasi yang rendah dapat diatasi dengan energi ikatan pada reseptor
jenis apapun, termasuk enzim. Pernyataan ini merupakan asas teori pnyesuaian terimbas
koshland (bab 2). Contoh teori ini di berikan oleh leger dkk. (1980). Dengan memakai data
kristalografi untuk agonis -adrenergik, para penulis memperlihatkan bahwa jarak cincin
aromatik agonis tersebut dari nitrogen bermuatan dan dari oksigen, sangat menentukan aktivitas
farmakologinya. Jika perlu, molekul itu akan melipat diri guna mempertahankan konformasi
optimum ini, yang tidak terdapat dalam keadaan padat atau dalam larutan obat bebas tersebut.
Segala pengamatan menegaskan bahwa kita perlu sangat berhati-hati jika mengemukakan
hipotesis berkenaan dengan konformasi obat dan hubungannya dengan struktur reseptor atau
rancangan obat. Sejak pertengahan tahun 1970an banyak publikasi mengusulkan teknik
pemetaan reseptor yang didasarkan pada jarak antara atom-atom kunci (biasanya heteroatom)
atau gugus-gugus fungsi tertentu dalam obat, ditetapkan dengan perhitungan kimia kuantum
yang menjemukan untuk konformer yang disukai. Begitu pula, rancangan sejumlah oabat
didasarkan pada anggapan lemah tentang ikatan obat-reseptor, semuanya dibangun atas analisis

konformasional. Penyederhanaan berlebihan ini telah dikritik (martin, 1978, h. 261-266).


Namun, keprihatinan ini tidak mengurangi kegunaan analisis konformasional obat, atau
pentingnya penghitungan jarak antargugus, atau nilai potensial metode ini dalam farmaklogi
molekul. Aggapan lain yang diusulkan tetapi tidak dapat dipertahankan lagi adalah bahwa
reseptor kolinergik nikotinik dan muskarinik lebih suka berantaraksi masing-masing dengan
konformer asetilkolin gauche (terlipat) dan goyang (terentang) (bab 4, subba 3). Namun,
persoalan itu memicu pengembangan analog kaku obat fleksibel. Isomercis dan trans
Asetoksisiklopropiltrimetilamonium iodida adalah dua analog asetilkolin: jembaan
metilena yang ditambahkan akan membekukan konformer asetilkolin goyang dan jejal dalam
bentuk trans dan cis turuna siklopropan itu. Isomer (+)-trans terbukti hampir sama kekuatannya
dengan asetilkolin pada reseptor muskarinik, tetapi menunjukan aktivitas nikotinik rendah. Juga
mudah terhidrolisis oleh asetilkolinesterase, yaitu enzim yang membuat asetilkolin tak aktif.
Isomer cis rasemik boleh di katakan tidak aktif pada reseptor nikotinik maupun muskarinik. Hal
ini hanya menyatakan bahwa asetilkolin mungkin mengambil bentuk konformasi goyang pada
reseptor muskarinik.

Analisis konformasi sikloheksana dan turunannya sudah dipelajari secara luas. Cincin
sikloheksana sendiri dapat tampil dalam beberapa konformasi. Konformasi kursi lebih stabil
dibandingkan bentuk perahu atau puntiran karena memungkinkan jumlah substituen terbanyak
berada dalam konformasi goyang dibandingkan dengan tetangganya. Substituen itu dapat
membentuk dua macam konformasi, nisbi terhadap bidang cincin (ditentukan oleh atom karbon

2, 3, 5, dan 6): aksial (a), dengan mengarah ke atas atau kebawah, dan ekuatorial (e) dengan
mengarah menurut lingkaran cincin. Karena cincin sikloheksana terus bergonta-ganti antara
sejumlah bentuk kursi, maka substituen pada cincin berganti-ganti pula menurut konformasi
aksial

dan

ekuatorial,

kecuali

jika

imantapkan.
Ada beberapa cara untuk memantapkan atau membekukan suatu konformasi tertentu:
1 Dengan penolakan eloektrostatik terhadap dua substituen bertetangga (misalnya, dalam 1,2
diklorosikloheksana, dipaksakan konformasi dwwiaksial);
2 Dengan penolakan sterik;
3 Dengan menggunakan substituen besar seperti gugus t- butil, yang selalu menempati posisi
ekuatorial.
Struktur polisiklik seperti dekalina atau steroid bersifat kaku dan mempertahankan konformasi
yang stabil. Pada sisitem kaku, substitusi aksial dan ekuatorial dapat menampilkan isomerisme
cis/trans tanpa adanya ikatan rangkap; pembatasan pada rotasi dijamin oleh sistem cincin itu
sendiri. Dalam molekul ini dapat pula terjadi diasteromerisme. Pada sikloheksana tersubstitusi
atau analog heterosikliknya, paasangan substituen 1,2-diaksial atau pasangan diekuatorial yang

setara, dianggap trans, sedangkan pasangan aksial-ekuatorial dianggap cis. Namun, substituen
1,3 diekuatorial adalah cis.
Sifat aksial atau ekuatorial suatu substituen berpengaruh pada reaktivitas atau kemampuan
berantaraksi dengan lingkungan. Substituen ekuatorial lebih stabil dan kurang reaktif
dibandingkan substituen aksialnya. Misalnya, gugus karboksil ekuatorial merupakan asam yang
lebih kuat daripada gugus karboksil aksial karena kestabilan ion karboksilat lebih tinggi.
Sebaliknya, ester ekuatorial lebih lambat terhidrolisis daripada ester aksial karena kurang mudah
dicapai oleh proton atau ion hidroksil selama berlangsung hidrolisis yang dikatalisis asam atau
basa.
Ketika meninjau efek konformasi obat terhadap antaraksi obat-reseptor, tidak boleh dilupakan
bahwa makromolekul reseptor juga berubah geometri molekulnya, seperti dipostulatkan dalam
hipotesis kesesuaian terimbas.

Gambar1.14 Diagram perubahan konformasi pada hemoglobin karena oksigenasi. Oksegenasi ion hem menariknya ke dalam
bidang hem, yang mengubah kedudukan helliks F, dengan memindahkan tirosin. Hal ini selanjutnya mengakibatkan perubahan

kedudukan arginin dan aspartat, yang menyebabkan putusnya ikatan ionnya, dengan subunit tetangga, dan menyebabkan berbagai
perubahan pada struktur kuaterner hemoglobin.

Koshland. Karena sifat struktur makromolekul sangat rumit, banyak yang belum diketahui
tentang segala perubahan itu. Gambar 1.14 memperlihatkan bagan perubahan konformasi itu
pada protomer hemoglobin (Albert, 1985). Walaupun pengikatan oksigen pada gugus
hemoglobin tidak dapat disamakan dengan dengan antaraksi obat-reseptor, pengikatan oksigen
pada gugus hem ternyata merupakan contoh yang baik untuk soal ini, kareana oksigen tidak
mengalami perubahan apa pun sewaktu pengikatan, sama seperti suatu obat yang tidak berubah
karena antaraksinya dengan reseptor.
Banyak contoh tentang perubahan konformasi enzim selama reaksinya dengan substrat yang
telah ditelaah dengan mendalam dan diuraikan dalam pustaka, anatara lain tentang
karboksipeptidase, dihidrofolat reduktase, dan asetilkolinesterase.

5.4 Penentuan Efek Sterik Secara Kuantitatif


Pengetahuan tentang geometri molekul mempunyai peranan penting untuk memahami hubungan
struktur-aktivitas (pasal 9). Berkenaan dengan ini, faktor stereokimia mempengaruhi setiap sifat
fisikokimia suatu molekul, dan parameter sterik yang paling sederhana adalah ukuran substituen
atau gugus fungsi lain. Usaha pertama untuk memasukkan efek sterik ke dalam hubungan energibebas linier antara struktur dan aktivitas farmakologi suatu molekul adalah parameter sterik Taft
(Es; Lihat martin,1987).Prameter ini didefinisikan sebagai selisih antara logaritma laju nisbi
hidrolisis terkatalisis-asam suatu senyawa bersubstituen karboksimetil, dengan logaritma laju
hidrolisis metilasetat sebagai baku:
Esx = log KXCOOCH3 log KCH3COOCH3
X adalah molekul atau fragmen mollekul bersangkutan yang mengandung guugus karboksimetil.
Dengan beberapa perbaikan yang diusulkan oleh penulis lain, E telah terbukti kegunaannya
dalam sejumlah kecil hubungan struktur-aktivitas.

Ukuran geometri molekul lainnya bagi berbagai substituen adalah parameter sterik Verloop. Ini
dihitung dari sudut ikatan dan dimensi atom-terutama panjang gugus substituen dan berbagai
ukuran lebarnya. Kedengerannya mudah, tetapi kita harus memperhitungkanruah molekul
sebagai faktor penting yang selama ini diabaikan dalam menyimpulkan hubungan kuantitatif
ganda tetang struktur dan aktivitas farmakologi. Balaban dkk. (1980) merancang beberapa
metode sejenis.

Bacaan pilihan
A.Albert (1985). Selective toxicity, ed. 7. Chapman and Hall, London.
A.Balaban, A. Chiriac, J. Motoc, dan Z, Simon (1980). Steric fit in quantitative strukture-activity
relations. Springer, Berlin.
J.B. Blackwood, C. L. Gladys, K. L. Loening, A. E. Petrarca, dan J. E. Rush (1968). Unambigous
specification of stereoisomerism about a double bond, J. Am. Chem. Soc. 90:509-10.
M. Charton dan J.Motoc (Peny.) (1983). Steric effects in drug design. Springer, Berlin.
J.M. leger, M. Gadret, dan A Carpy (1980). Adrenergic drugs: analysis of crystallographic
and theoretical results. Mol. Pharmacol. 17:339-43.
Y. C. Martin (1978). Quantitative drug designs. Marcel dekker, New York.
J.B. Stnlake (1979), Foundations of

molecular pharmacology, jilid 2. The Athlone press,

London, bab 3.

6 Struktur Elektronik Dan Efeknya Pada Aktivitas Obat


Struktur kimia obat dan sifat fisikokimianya, reaktivitas kimia, dan kemampuan untuk
berantarakasi dengan reseptor pada akhirnya tergantng pada struktur elektroniknya susunan,
sifat, dan antaraksi semua elektron dalam molekul. Pada umumnya, efek penyebaran elektron

dalam senyawa organik dapat langsung (jarak tempuh pendek) atau tak lansung (jarak tempuh
panjang).

6.1 Efek Elektronik Langsung


Efek ini terutama menyangkut ikatan kovalen, yang meliputi perhimpitan lintasan elektron.
Kekuatan ikatan kovalen, jarak antaratom yang terentang karena ikatan ini, dan tetapan diosiasi,
semuanya merupakan akibat langsung dari sifat dasar ikatan kovalen.
Pasangan elektron bebas pada heteroatom O, N, S, dan P juga berperan penting pada sifat khas
obat. Pasangan elektron tersebut menjadi dasr untuk antaraksi nonkovalen seperti ikatan
hidrogen (yang, seperti sudah dibahas sebelumnya, berefek besar terhadap sifat khas hidrofil atau
lipofil suatu molekul), alih-muatan pembentukan senyawa kompleks, dan pembentukan ikatan
ion. Pada semua peristiwa ini pasangan elektron bebas ikut dalam antaraksi donor-akseptor.
Efek elektronik tak-langsungterjadi pada jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan efek
langsung, dan tidak memerlukan perhimpitan lintasan. Antaraksi ion elektrostatik termasuk
sebagian dalam kategori ini, karena efek gaya antarion turun menurut kuadrat panjang jarak
kerjanya. Gaya imbasan seperti van der Waals dan momen dwikutub adalah hasil polarisasi atau
keterpolaraan-gangguan tetap atau gangguan terimbas pada penyebaran elektron dalam molekul.
Semua gaya tersebut sangat penting untuk telaah hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA)
karena efek elektronik subsituen, melalui resonasi atau efek imbas atau efek medan, dapat
mengubah sifat stereo-elektronik molekul dan dengan demikian mempengaruhi aktivitas
hayatinya. Contoh berbagai jenis dan rinciannya dibahas dalam subabbab 7.

6.2 Korelasi Hammet


Korelasi Hammet (Hammet, 1970) menyatakan secara kuantitatif hubungan antara reaktivitas
kimiawi dengan sifat pemberi-elektron dan penerima-elektron suatu substituen. Barangkali ini
merupakan indeks elektronik yang paling luas pemakaiannya dalam telaah HKSA obat. Tetapan

subsituen Hammer () pada mulanya ditetapkan untuk menghitung efek substituen terhadap
tetapan disosiasi asam benzoat:

KX adalah tetapan disosiasi asam benzoat yang mengandung substituen X;KH tetapan disosiasi
asam benzoat yang tidak tersubstitusi. Efek substituen itu terhadap berbagai reaksi lain (misalnya

E1, reaksi eliminasi) telah diteliti juga secara amat rinci. Substituen penarik elektron (mislnya
C=O-OH, -NO2-N+R3) mempunyai harga positif, sedangkan substituen pemberi-elektron (-OH,
-OCH3, -NH2, -CH3) mempunyai harga negatif. Harga juga berlainan menurut letak
substituen, apakah pada posisi meta atau para. Substituen orto mengalami terlalu banyak
gangguan dan tidak dipakai untuk mnghitung . Daftar harga yang terinci dapat dijumpai
dalam karya Chu (1980), Albert (1985), dan Martin (1987).
Tetapan substituen Hammer mencakup efek imbasan dan efek resonasi (yakni pengaruh
elektronik yang dilancarkan melalui ruang dan melalui ikatan konjugasi). Dalam hal asam
benzoat, konjugasi langsung tidak mungkin, tetapi pada satu hibrida resonasi, seperti terlihat
pada gambar 1.15, gugus penarik-elektron nitro menempatkan muatan positif paa karbon C-1,
sehingga memantapkan ion karboksilat dan menurunkan pKaasam yang disubstitusi itu.
Sebaliknya, gugus hidroksil fenol pemeberi-elektron menghilangkan kemantapan anion
karboksilatdengan menolak muatan dan memperlemah asam yang disubstitusi itu. Tetapan
elektronik substituen untuk senyawwa non-aromatik, yang diperkenalkan oleh Taft, mempunyai
hubungan dengan laju hidrolisis asam an basa pada ester asam asetat tersubstitusi.

Gambar 1.15 Resonasi dan efek-medan gugus penerima-elektron nitro dan gugus pemberi-elektron hidroksil terhadap
kemantapan (dan pKa) ion benzena. Penerima elektron memantapkan anion, sedangkan pemberi ellektronmempunyai efek
berlawwanan, engan meningkatkan kerapatan elektron disekitar ion karboksilat dan menciptakan antaraksi ion-dipol yang tidak
menguntungkan.

6.3 Pengionan Obat


Pengionan adalah fungsi lain struktur elektronik molekul obat. pKaobat merupakan hal penting
bagi aktivitas farmakologinya, karena berpengaruh pada penyerapan dan penghantaran obat
melalui membran sel. Dalam beberapa hal, yang aktif pada keadaan hayati hanyalah bentuk ion
suatu obat.
Pengankutan obat menyatakan hasil kerjasama antara peningkatan kelarutan bentuk terion sutu
obat dan peningkatan kemampuan bentuk tak-terion menembus dwilapisan lipid dan membarn
sel. Obat harus melintasi banyak sawar lipid dalam perjalananaya menuju reseptor, yna
merupakan sisi kerjanya. Lagi pula, membran sel mengandung banyak jenis ion (fosfolipid,
protein) yang dapat menolak atau mengikat obat terion. Saluran ion yang biasanya dilapisi oleh
gugus fungsi polar dapat bertindak serupa. Obat terion juga lebih terhidrasi; karena itu lebih
meruah daripada obat tak-terion.
Menurut pengalaman, obat melintas membaran dalam bentuk tak terdisosiasi tetapi bekerja
sebagai ion (Jika ada kemungkinan untuk terion). Karena itu, pKadalam batasan 6-8 ternyata
palingmenguntungkan, sebab jenis tak-terion yang lewat melalui mmbran lipid mempunyai
banyak kemungkinan untuk menjadi terion dan aktif dalam batas pKatadi.Pertimbangan ini tidak
berlaku untuk senyawa yang diangkut secara aktif melalui membaran seperti itu.
Tingkat pengionan yang tinggi dapat menahan obat diluar sel dan menurunkan toksisitasnya
yang sistemik. Ini menguntungkan dalam hal desinfektan yang diberikan sebagai abat luar atau
sulfanilamida yang antibakteri yang diiingainkan tetap tinggal disaluran usus guna melawan
infeksi. Juga beberapa turunan aminoakridin yang bersifat antibakteri hanya aktif bila terion
sempurna, suatu gejala yang banyak ditelaah oleh A.Albert. Zat bakterostatik ini, yang sekarang
sudah kuno, berinterkalasi (menyelipkan diri) diantara pasangan-pasangan dasar pada ADN.
Kation obat itu, yang terjadi karena terprotonasi gugus amino membentuk garam dengan ion

fosfat ADN , dan mengikat obat itu dengan kuat pada kedudukannya. Protonasi histamin dan
manfaatnya dalam pengikatan, dibahas secara terinci dalam bab 4, pasal 6.1.
Pengionan dapat pula berperan dlam antaraksi elektrostatiak antara obat terion dengan cabang
protein yang terion pada reptor obat. Karena itu, ketika melakukan percobaan tentang pengikatan
obat-reseptor,

dianjurkan

untuk

mengatur

disosiasi

proteindengan

memakai

dapar.

Tingaktpengionan tiap senyawa dapat dihitung dengan mudah dengan persamaan HendersonHasselbalch:

Tetapi sifat asam atau basa molekul itu hendaklah diperimbangkan, seperti terlihat pada tabel 1.3
dan dibahas terinci oleh albert dan serjeant (1984).
Tabel 1.3 Tingkat Pengionan Asam atau Basa

pH- pKa

%Terion
Asam

Basa

-4,0

00,01

99,99

-3,0

0,10

99,90

-2,0

0,99

99,01

-1,0

0,09

90,91

-0,5

24,03

75,97

50,00

50,00

0,5

75,97

24,03

1,0

90,91

9,09

2,0

99,01

0,99

3,0

99,90

0,10

4,0

99,99

0,01

Bacaan Pilihan

A.Albert (1985).Selective toxicity, ed. 7. Chapman and Hall, London.


A.Albert dan E. Sarjeant (1984). The determination of ionization constans, ed.3. Chapman and
Hall, London.
K.C. Chu (1980). The quantitative analysis of structure-activity relationship. Dalam : The basis
of medicinal chemistry, ed. 4, (M.E. Wolff, Peny.), bagian 1. Whiley-Interscience, New York, h.
393-418.
C.R. Ganellin (1977). Chemical constitution and prototropic equilibria in strusure-activity
analysis, Dalam: Drug action at the molecular level (G.C.K. Roberts, Peny.). University Park
Press, Baltimore, h. 1-39.
L.P Hammett (1970). Physical organic chemistry, ed. 2. McGraw-Hill, New York.
Y.C. Martin (1987). Quantitative drug design. Marcel Dekker, Neww York.

7 Ikatan Kimia Dan Aktivitas Hayati


Secara molekul, aktivitas obat dimulai sejak antaraksinya dengan suatu reseptor. Karena
penggabunggan molekul kecil (misalnya obat) dengan makromolekul (misalnya reseptor)
didorong dan dimantapkan oleh pembentukan ikatan, maka penegertian tentang sifat dan
kombinasi berbagai ikatan kimia sangat penting bagi ahli kimia medisinal. Seperti telah dibahas
sebelumnya, ikatan kovalen dan nonkovalen kedua-duanya berdasarkan antaraksi elektronik,
tetapi sangat berbeda kesetabilannya, ynag dinyatakan dengan energi disosisi ikatan. Tabel 1.4
memberikan ringkasan tentang berbagai jenis ikatan dan rata-rata ikatan energinya. Walaupun
tidak terdapat hubungan langsung antara energi ikatan dan kekuatan obat, nilai energi
memberikan perkiraan yang mendekati tentang kemudahan pembentukan dan penguraian, serta
tentang kekuatan nisbi berbagai jenis ikatan.

7.1 Dispersi Atau Ikatan Van Der Waals

Ikatan van der Waals terdapat di antara semua atom, bahkan atom gas mulia, dan didasarkan atas
keterpolaran penimbasan asimetri dalam awan elektron atom oleh inti atom tetangganya (yaitu
muatan positif). Ini setara dengan pembentukan terimbas suatu dipol. Namun, meskipun
antaraksi dipol-dipol terimbas itu membentuk tarikan-setempat sementara antara kedua atom itu,
antaraksi nonkovalen ini berkurang sangat cepat, sebanding dengan 1/R6; Radalah jarak yang
memisahkan kedua molekul itu. Gaya van der Waals itu bekerja pada jarak efektif kira-kira 0,40,6 nm dan menghasilkan gaya tarik-menarik kurang dari 2 kJ/mol. Karena itu, gaya ini sering
terkalahkan oleh gaya antaraksi yang lebih kuat.
Setiap ikatan van der Waals memberikan energi yang sangat rendah bagi suatu sistem, tetapi
sejumlah besar gaya van der Waals dapat menumpuk menjadi energi yang cukup besar. Dalam
membran fosfolipid, pada ekor hidrokarbon bagian lipidnya, gugus-gugus CH 2- saling tarik
dengan kekuatan kira-kira 33 kJ/mol, asalkan mereka bertindihan rapat. Jika ekor fosfolipid ini
dipisahkan secara paksa dengan ikatan rangkap cis atau dengan rantai alkil bercabang, gaya
tarik-menarik ini turun sampai 10-12 kJ/mol. Substituen lipofil polar sangat meningkatkan
antaraksi van der Waals: jadi, hidrokarbon terhalogenasi seperti halotan(1-7) atau
metoksifluran (1-8) (gambar 1.3) merupakan anestetika yang lebih mampu dibandingkan
dengan xenonatau siklopropan yangnonpolar, karena terikat lebih baik pada lipid jaringan saraf.
Tabel 1.4 Ikatan Kimia dan Energi-Ikatan rata-rata

7.2 Antaraksi Hidrofob


Ikatan hidrofob mempunyai perana penting , antara lain untuk menetapkan konformasi protein,
dalam pengangkutan lipid oleh protein plasma, dan untuk mengikatkan steroid pada reseptornya.
Konsep mengenai gaya tak langsung ini, yang untuk pertama kali diperkenalkan oleh kauzman
dalam bidang kimia protein, menerangkan juga tentang kelarutan rendah hidrokarbon dalam air.
Molekul hidrokarbon yang nonpolar tidak melarut dalam air karena ketidakmampuanya
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air, sehingga molekul air menjadi lebih tersusun di
sekitar molekul hidrokarbon, membentuk antar-muka pada tingkat molekul , yang dapat
dibandingkan dengan perbatasan gas-cairan. Peningkatan struktur pelarut yang dihasilkan itu
membuat tingkat penataan lebih sempurna dalam sistem tersebut dibandingkan dengan yang
terdapat dalam air ruah, dan dengan demikian entropi hilang. Bila beberapa struktur hidrokarbon
apakah itu dua rantai samping protein atau molekul.

Gambar 1.16 bagan antaraksi hidrofob antara dua cabang leusin suatu protein. Dengan mendesak sebagian sampul hidrat, Kedua
cabang alkil menduduki rongga air yang sama, sedangkan banyak molekul air (dinyatakan dengan lingkaran) menjadi teracak.
Dengan demikian entropi sistem meningkat, menghasilkan kestabilan yang baik.

Heksana yang terdispersi dalam air berkumpul, mereka akan meremas ke luar molekul air
yang tersusun rapi diantara struktur tersebut (gambar 1.16). Karena air yang didesak tadi tidak
lagi merupakan bagian daerah perbatasan, maka ia kembali ke struktur yang kurang tersusun, dan
hasilnya adalah penambahan entropi. Perubahan ini cukup untuk menurunkan energi bebas pada
sistem itu sebesar kira-kira 3,4 kJ/mol untuk setiap gugus metilena, dan setara dengan energi
ikatan karena ia mempermudah penggabungan struktur hidrofob. Biasanya, begitu rantai
hidrokarbon itu cukup berekatan, gaya van der Waals akan mempengaruhinya. Kesahihan konsep
ikatan hidrofob itu akhir-akhir ini mulai dipertanyakan (Albert,1985, h. 315).

7.3 Ikatan Hidrogen


Ikatan hidrogen penting sekali untuk memantapkan struktur dengan cra membentuk ikatan intra
molekul. Contoh klasik ikatan tersebut terdapat pada -heliks protein dengan pasangan basa
ADN. Akan tetapi, ikatan hidrogen mungkin kurang penting pada ikatan antar molekul antara

dua struktur dalam larutan air karena gugus polar struktur itu membentuk ikatan hidrogen dengan
air. Lagi pula, tidak ada keuntungannya mengganti ikatan hidrogen dengan molekul air dengan
ikatan hidrogen dengan molekul lain, kecuali jika ada ikatan tambahan yang lebih kuat
mendekatkan kedua molekul itu pada jarak yang cukup pendek.
Telah kita lihat bahwa iktan hidrogen berdasarkan pada antaraksi elektrostatik antara pasangan
elektron bebas suatu heteroatom (N, O, dan bahkan S) sebagai pemberi, dengan atom hidrogen
langka-elektron pada gugus OH, -SH, dan NH. Penting diingat bahwa hidrogen pada CH
tidak membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen sangat terarah, dan ikatan linier lebih
cenderung terjadi daripada ikatan menyudut. Ikatan hidrogen juga lemah, mempunyai energi
yang berkisar antara 7 sampai 40 kJ/mol (Stenlake, 1979, h. 48).

7.4 Alih Muatan


Istilah alih muatan mengacu pada antaraksi berturut-turut antara dua molekul; dapat berkisar
mulai dari antaraksi dipolar donor-akseptor yang sangat lemah sampai kepada antaraksi yang
menghasilkan pembentukan pasangan ion, Tergantung pada tingkat pemindahan elektron:
D + A DA D+ A - D+ A- D+ + AKompleks alih muatan (AM) dibentuk oleh molekul donor yang kaya-elektron dan akseptor yang
langka-elektron. Yang khas adalah bahwa molekul donor
Merupakan senyawa heterosiklik kaya-elektron

(fura bebas yang tak berikatan.

Molekul n, tion tiofen), senyawa aromatik bersubtituen pemberi-elektron, dan senyawa yang
mempunyai pasangan elektron. Molekul akseptor adalah sistem langka elektron

seperti purin

dan pirimidin, senyawa aromatik bersubtituen penarik elektron (asam pikrat) dan tetrasianoetilen.
Contoh klasik pemuatan komplek AM terjadi dalam larutan iodin (akseptor) dalam
sikloheksena (donor); larutan terjadi berwarna coklat yang disebabkan oleh pergeseran spektrum
absorpsinya. Warna coklat itu bukan warna dalam arti fisik, tetapi lebih merupakan hasil pita
absorbansi yang sangat lebar, meliputi kira-kira 200 nm dalam spektrum tampak, dan timbul

sebagai hasil perubahan elektronik dalam kompleks AM. Sebaliknya larutan iodin dalam CCl4
suatu pelarut lembam berwarna ungu.
Antaraksi obat-reseptor sering melibatkan pembentukan kompleks AM. Contohnya,
reaksi oabat antimalaria dengan reseptornya dan reaksi beberapa antibiotika yang terselip dalam
ADN pembentukan neuro transmiter seperti neritineprin dan serotonin dengan ATP yang
tersimpan dalam sinapsis, dan mungkin lebih banyak., contoh lain, energi AM berbanding lurus
dengan potensial pengionan donor dan afinitas elektron reseptor, tetapi biasanya tidak lebih
tinggi kira-kira 30 kj/mol.
7.5 Dipol
Molekul yang muatannya terpisah sebagian, dapat saling berinteraksi (antaraksi dipoldipol) atau berantaraksi dengan ion. Momen dipol adalah ikatan yang dihasilkan oleh perbedaan
muatan dan jarak antar muatan dala molekul; ia merupakan kuantitas fektor dan dinyatakan
degan satuan Debye (kira-kira 10-20 esum, atau satuan elektrostatik per meter). Momen gugus
linier (seperti pada

dapat saling meniadakan; kelompok tak linier (misalnya

m-diklorobenzen) ditambahkan secara vektor. Karena begitu

banyak gugus fungsi yang

mempunyai momen dipol, sering terjadi antaraksi dipol-dipol. Energi antaraksi itu dapat dihitung
dengan rumus berikut:

adalah momen dipol,

sudut antara kedua kutub dipol itu, D tetapan elektrik medium, dan r

jarak diantara muatan yang tersangkut pada dipol itu. Jadi interaksi ini terjadi sepanjang
rentangan yang cukup panjang, dan hanya berkurang sebesar pangkat tiga jarak antara kedua
muatan dipol itu.
Antaraksi ion-dipol bahkan lebih kuat, dan energinya dapat mencapai 100-150 kj/mol.
Energi antaraksi ini dapat dihitung dari rumus:

e adalah muatan tetap dan panjang dipol. Karena energi ikatan pada antaraksi ini menurun hanya
sebesar kuadrat jarak gugus yang bermuatan, maka penting sekali untuk melakukan antaraksi
awal antara kaedua liganda iu. Contoh klasik dipol-ion adalah pada ion terhidrasi, yang dalam
proses hidrasinya menjadi berlainan dibandingkan dengan ion yang sama dalam kisi kristal.
7.6 Ikatan ion
Ikatan ion terbantuk di antara ion-ion bermuatan berlawanan. Antaraksi elektrostatiknya
sangat kuat.

Energi ikatan (E) dapat mendekati atau bahkan melebihi energi ikatan kovalen. Ikatan ion terjadi
dimana-mana, karena bekerjanya sepanjang yang jauh, dan sangat berperan dalam kerja obat
yang dapat terion.

7.7 Ikatan kovalen


Walaupun pada umumnya ikatan kovalen sangat penting, dalam ikatan obat-reseptor
kurang penting dibandingkan dengan antaraksi nonkovalen. Hal ini dapat kita lihat pada obat
antiparasit yang mengandung logam berat ( As, Bi, Sb) yang mentindak- aktifkan enzim tiol pada
parasit dengan cara mengikatkan logam berat itu pada atom sulfur di gugus tiol enzim tersebut.
S-OR + Enzim-SH

Sb-S-Enzim + R-OH

Penisilin bekerja dengan mengasilasi enzim transpeptidase yang


berguna sekali untuk mensintesis dinding sel bakteri. Antitumor mustard nitrogen mengalkilasi
gugus amino basa guanin pada ADN dan merangkai silangkan kedua rantai pada ADN berheliks
ganda itu, mecegah reflikasi dan transkipsi gen, namun kebanyakan obat tidak melekat pada
reseptor secara kekal.
8. Aspek Kimia Kuantum Pada kerja Obat
Perhitngan kimia kuantum, yang sangat dibantu oleh komputer modern dapat
memberikan dua cara keterangan:
1. Dapat menggambarkan penyebaran elektron dalam molekul, meramalkannya untuk
senyawa yang belum dikenal, dan jarak antaratom.
2. Perhitungan berlag dapat menggambarkan kandungan energi nisbi, yaitu kestabilan nisbi
pada semua konfermer molekul yang mungkin, maupun menunjukkan konformasi
penting yang diperlukan untuk peningkatan reseptor.
Dua kesulitan besar menggalkan suatu ahli farmakologi kuantum. Yang pertama adalah
bahwa perhitungan orbital molekul, kerapatan elektron, dan konformasi yang diinginkan
berdasarkan penyelesaian persamaan schordinger hanyalah kira-kira saja, bahkan juga dengan
metode ab-initio (dari awal) yang termaju, dan bahkan untuk molekul obat yang nisbi kecil. Yang
kedua adalah bahwa perhitungan itu tidak mungkin dilakukan untuk makro molrkul besar.
8.1 Penyebaran elektron dalam molekul
Penyebaran elektron dalam moleul dapat ditentukan dengan percobaan pengukuran momen
dipol, metode RMI, dan difraksi sinar x. Metode terakdir ini menghasilkan peta kerapatan
elektron yang sangat tepat, tetapi hanya untuk molekul dalam keadaan padat; tidak dapat dipakai
untuk memperoleh peta konformer tak seimbang bagi molekul dalam larutan.
Mekanika kuantum menyediakan beberapa metode untuk menghitung energi orbital atom,
menyatukan orbital atom masing-masing menjadi orbital molekul, dan menggunakan
kemungkinan dari yang terakhir ini untuk mendapatkan elektron pada setiap atom dalam molekul
yang sama artinya dengan menetapkan kerapatan elektron pada tiap atom. Ada beberapa metode
untuk melakukan ini, dengan berbagai tingkat kecanggihan, ketepatan dan keterandalan. Contoh

mono kation histamin pada gambar 1.17. muatan yag positif ( yaitu muatan ini dikurangi jumlah
elektron dalam bulatan) diperagakan untuk tiap atom.

Kerapatan menyeluruh elktron

pada hidrokarbon polisiklik diduga ada hubungannya

sifat karsiogen senyawa tersebut (Marshall,1978,h.611). menerut hippotesis itu bagian reaktif
tertentu pada melekul tersebut mengalami metabolisme dan membentuk zat antara yang reaktif
misalnya, epoksida dan glikol yang dapat bereaksi dengan kandungan sel.
Energi orbital molekul paling terisi (OMPT) dan energi orbital molekul paling kosong
(OMPK) merupakan ukuran dari kapasitas pemberi dan penerima elektron dan selajutnya
menentukan pemberian dan penerima dalam reaksi alih-muatan. OMPT dan OMPK merupakan
pola ukuran yang bisa dipercaya tentang sifat mereduksi dan mengoksidasi yang memiliki suatu
molekul. Sifat ini dinyatakan dalam satuan

(parameter energi kimia kuantum yang nilinya

berkisar 150-300 kj/mol. Makin kecil nilai numerik OMPT(angka positif), makinbaik zat itu
sebagai pemberi elektron, karena angka kecil menyatakan bahwa lebih sedikit energi diperlukan
untuk memindahkan elektron dari zat itu. Begitu pula masin kecil angka OMPK (angka negatif),
makin stabil orbital itu terhadap elektron yang masuk, yang menguntungkan sifat menerima
wlktron. Jadi dengan melihat nilai numerik OMPT dan OMPK sepasang senyawa.
8.2 Telaah konformasi dengan metode kimia kuantum

Panjang ikatan dan sudut ikatan pada molekul dapat diperoleh dari data kristalografi
yang diberikan oleh difraksi snar x. Panjang sudut ikatan ini selanjutnya dapat digunakan untuk
menghitung enrgi potensial konformasi sejumlah besar konformer. Pada perhitungan berulang,
masing-masing sudut ikatan, terutama yang kelihatannya aling peka terhadap keanekaan energi,
perubahan dalam beberapa ( misalnya 5) langkah, dan energi konformasinya dihitung untuk
masing-masing langkah. Dengan ini dapat dibuat peta tentang energi potensian bagi suatau
konformasi sebagi fungsi dua sudut (seperti telaah dibuat dengan jumlah neurotransmiter
golongan ariletilamina misalnya dopamin, norepineprin, serotonin, histamin).

9. Hubungan Kuantitatif struktur-aktifitas

antaraksi obat-resepor ditentukan oleh parameter fosikokimia obat yaitu kepolaran,


pengiona dan keraatan elektron. Semua sifat ini ditentukan oleh suasana atom, bentuk dan
ukuran molekul obat dengan perkataan lain oleh struktur kimianya. Karena parameter
fisikokimia dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif maka ikatan antar molekul sebai
fungsi struktur mestinya juga mempunyai nilai dengan angka. Maka jika kerja hayati obat yang
termasuk dalam satu seri dapat diukur dan cara kerjanyan dalam satu seri serupa, maka hubungan
kuantitatif struktur-akivitas daat dihitung. Pemelihan sejumlah paramenter kunci kimia dan
bioligi yang dapat dipakai secara penemuan HKSA, beserta statistiknya yang tepat, merupakan
proses spontan tersendiri dengan segi epistemologi yang agak kuat.
9.1 Model energi bebas lonier Hansch
Model ini merupakan pendekatan matematika yang paling populer terhadap HKSA.
Corwin Hansch memperkenalkannya pada awal tahun 1960an dan odel tersebut mempunyai
hubungan jauh dengan konsep overton-Meyer. Dengan pendekatan itu dipertimbangkan (1) segi
fisikokimia

penganfkutan

dan

penyebaran

bat

ditempat

pemakaiannya

ketempet

mempengaruhinya dan (2) antaraksi obat reseptor.


Dalam sekelompok obat yang mempunyai struktur analog dan bekerja dengan cara yang
sama, tiga parameter beikut memegang peranan penting.
1. Tetapan kehidrofoban subtituen, yang didasarkan pada koefisien partisi, analog dengan
tetapan Hammer;
Px adalah koefisien partisi molekul yang mengandung subtituen X, dan PH adalah
koefisien partisi molekul yang tak tersubtitusi (yakni hanya tersubtitusi oleh hidrogen).
Nilai

yang lebih positif menunjukkan kelipofilan yang lebih tinggi untuk subtituen itu.

Semua nilai itu bersifat aditif, maka nilai P yang diukur pada molekul baku dapat
diramalkan kehidrofoban molekul baru.
2. Tetapan sutituen Hammet
3. Efek sterik dinyatakan dengn nilai Taft Es

Tetapan subtituen

dan

tidak dapat dianggap saling berkaitan, tetapi dapat

diperhatikan dalam rajah Craig. Untuk mencegah terpilihnya sederetan subtitusi yang
dan nya berhubungan.
Daftar tetapan yang lebih lengkap untuk sejumlah senyawa diesediakan oleh Martin
(1978). Daftar tersebut sering berguna bial hubungan dengan aktivitas hayati dalam
prosedur statistika yang dikenal sebagai analisis regresi multivarian. Sperti diketahui dari
uji farmakologi barbagai seri obat, hubungan tersebut dapat linier dinyatakan dengan
persamaan:

C adalah kadar obat untuk mendapatkan efek hayati tertentu dan a,b,c, dan d adalah
koefisien regresi yang harus ditentukan dengan pencocokan kurva secara berulang.
Hubungan paraboling memenuhi persamaan

koefisien a,b,c,d dan e dicocokn pada kurva dengan prosedur kuadrat terkecil dengan
memakai metode regresi. Tingkat kecocokan dinilai dengan koefisien korelasi r atau
koefisien regresi multipel r2, yang sebanding dengan varians. Kecocockan sempurna
menghasilkan r2 =1,00. Jika sudah diperoleh kecocokan terbaik dan r atau r2 terbesar
sudah didapat dengan menggunakan senyawa yang dikenal dalam jumlah yang wajar (1520 adaah jumlah yang dianjurkan tergantung pada perubahan yang diuji), maka kurva
dapat dipakai untuk meramalkan aktivitas hayati senyawa yang belim diuji atau bahkan
belum pernah disintesis. Untuk ini hanya diperlukan subtitusi tetapan koefisien regresi.

yang untuk hamper setiap substituen (Hansch dan Leo,1979). Tentu saja peubah bebas selain
atau - termasuk tetapan pengionan, koefisien aktivitas, volum molar, atau parameter orbital
molekul- dapat digunakan (Cramer, 1976)
Analisis regresi terhadap efek berbagai substituen pada suatu molekul dengan memakai
pendekatan Hansch sangat berguna, karena menghemat banyak waktu dan upaya untuk
mensintesis dan menguji obat baru itu. Ratusan contoh analisis itu tersedia dalam pustaka
( misalnya Hans dkk., 1977) banyak di antaranya yang mempunyai nilai ramalan positif untuk
aktivitas obat,sedangkan seri obat lain tidak dapat ditafsirkan dengan metode ini.

Walaupun demikian, terdapat beberapa kesukaran dan jebakan dalam menggunakan


metode Hansch . Pertama kekurangan yang melekat pada analisis regresi adalah bahwa kita
dapat memperoleh kecocokan yang baik (r2 > 0,9 ) dengan hanya mengotak atik sejumlah
tetapan. Karena itu, pencocokan kurva harus dilakukan untuk senyawa yang berjumlah agak
banyak guna memastikan bahwa semua bahan peramal telah dipertimbangkan. Kedua, cara kerja
dapat berubah bagi obat-obatan dalam seri yang kelihatannya sinambung,sambil mengabaikan
perbandingan beberapa senyawa dalam seri itu dengan senyawa peramal. Dengan metode
Hansch tidak dapat diduga perubahan seperti itu ( Tute, dalam Yalkowsky dkk,. 1980 )
Masalah lain pda metode Hansch adalah bahwa system hayati sering terlalu bersahaja
sebagai model untuk penerapan, atau efek elektronik yang bekerja dalam molekul obat kurang
dipahami atau kurang tepat. Masalah yang teakhir, metode itu memerlukanwaktu dan biaya
besar, bahkan juga dalam tangan seorang pakar. Biarpun banyak kesukarannya,pendekatan
Hansch telah menuntun ahli kimia dan ahli farmakologi keluar dari alam kegelapan empirisme
murni dan memungkinkan merekauntuk mengamati secara serentak efek sejumlah besar perubah
aktivitas obat- suatu prestasi yang tak dapat dicapai dengan cara klasik.
9.2 Metode Free-Wilson
Metode ini mengandalkan bahwa aktifitas hayati dapat diterangkan dengan sifat aditif
sejumlah substituent pada struktur dasar molekul. Pada modifikasi Fujita-Ban untuk metode ini :
Log 1/C = ai Xi = 0
C adalah kadar obat untuk efek yang dibakukan, ai adalah pengaruh gugus substituent
ke- i pada aktivitas farmakologi molekul tersubstitusi, X sama dengan satu jika ada substituent i
dan nol jika tidak ada, dan 0 = 1/C untuk senyawa induk. Analisis regresi dipakai untuk
menetapkan ai dan (Chu,1980).
Pada modifikasi terhadap metode Free-Wilson oleh Fujita-Han,tidak diadakan
pengandaian tentang sangkut-paut parameter model dengan aktivitas hayati molekul.. Efek setiap
sbstituen dianggap bebas satu sama lain, dan masing-masing memberikan sumbangan tetap untuk
seluruh aktivitas molekul. Karena itu,metode tersebut hanya dapat diterapkan pada senyawa yang
memiliki lebih dari satu gugus peubah. Hasilnya adalah daftar (table 1.5) yang memperlihatkan

Sumbangan setiap substituent di posisinya masing-masing untuk keseluruhan efek hayati


molekul itu. Persamaan Free-Wilson mirip sekali dengan persamaan Hansch Linier, dan seperti
terlihat pada table hasil kedua persamaan itu dapat diperbandingkan. Namun metode Free-Wilson
tidak dapat meramalkan aktivitas senyawa dengan substituen yang tidak tercantum dalam
matriks. Akibatnya, metode ini hanya mempunyai penerapan terbatas untuk seri obat yang
kebanyakan analog dekatnya sudah ada, sementara data fisikokimianya belum tersedia.

9.3 Metode tanpa komputer dalam perancangan analog


Metode ini lebih cepat dan mudah penggunaannya daripada metode Hansch. Bagan
Topliss (Craig,1980) merupakan metode empiric yang setiap senyawanya diuji sebelum suatu

analog direncanakan, dan sifat fisikanya dibandingkan dengan analog yang sudah direncanakan
itu. Gambar 1.21 memperlihatkan bagan Topliss untuk substitusi cincin aromatic. Jika turunan
pertama, analog p-kloro , lebih aktif dari senyawa induk yang tidak tersubstitusi, maka dikatakan
bahwa hubungan atau positif terhadap aktivitas, dan turunan berikutnya hendaklah senyawa
dikloro, dst. Menurunnya aktivitas dapat disebabkan karena efek lipofil, sterik, atau elektronik;
cabang lain pada bagan itu disediakanuntuk menjajagi ketiga efek tersebut. Bagan untuk system
non-aromatik juga tersedia (Martin,1978, h. 258)
Konsep konektivitas molekul, yang diperkenalkan oleh Kier dan Hall pada tahun 1976,
membicarakan senyawa menurut topologinya (gambar 1.22). Percabangan, ketidakjenuhan, dan
bentuk molekul, semuanya dinyatakan dengan 1X, yaitu indeks murni konektivitas empiric.
Indeks ini sangat erat hubungannya dengan sejumlah sifat fisikokimia, termasuk koefisien
partisi, refraksi molar, atau titik didih. Walaupun demikian, keadan yang lebih pelik pun dapat
dihitung dengan cara ini (Kubinyi, 1979, h. 127). Pemakaian data konektivitas molekul pada
persamaan Hansch untuk beberapa seri obat menghasilkan koefisien korelasi struktur-aktivitas
yang sangat tinggi. Akan tetapi, heteroatom dan antaraksi sterik belum cukup diperhitungkan,
dan masih mungkin terdapat korelasi kebetulan. Namun, metode itu memberikan peluang
pragmatis yang menarik (lihat juga Henry dan Block, 1979; Kier, dalam Yalkowsky dkk,
1980;Kier dan Hall, 1986)
Indeks topologi lain yang berdasarkan teori informasi dikembangkan oleh Basak,
Magnuson, dan rekan-rekannya. Banyak di antaranya yang lebih khas dan menguraikan
hubungan struktur-aktivitas yang lebih tepat daripada koefisien partisi oktanol-air, tetapi
penerapannya pada umumnya di luar kemampuan seorang ahli kimia medicinal. Untuk uraian
yang lebih rinci, bacalah Basak dkk (1984) dan Dearden (1983).

Metode pengenalan pola, serta analisis faktor dan kelompok juga merupakan metode
korelasi struktur-aktivitas, tetapi tidak akan dibahas disini. Chu (1980, h 411) dan Martin (1978,

h. 261) merinci metode ini. Mereka yang berminat hendaklah menguasai metode statistika
modern yang sangat ampuh. Aspek lain tentang masalah ini dibahas dalam bab 8, subbab 3.
Bacaan pilihan
V. Austel (1984). Design of test series in medical chemistry. Drugs of the future 9;349-65.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN METODE
3.1.1.Pemodelan studi
Studi molekuler pemodelan dan keselarasan konformasi dari Zanamivir yang dilakukan
untuk merasionalisasi hasil biologis diperoleh (Gbr. 1). Molekul Studi docking lengkap
dilakukan dengan menggunakan struktur kristal H1N1 (PDB ID: 3b7e).

1.3.2 Protokol eksperimental:


Percobaan docking simulasi komputer dilakukan dibantu dengan MAO Struktur (PDB
ID: 3b7e). Studi simulasi docking Zanamivir menggunakan AutoDock 4.2 dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Struktur enzim diperiksa mengenai kehilangan atom, obligasi dan kontak. Petak
ramchandran adalah plot untuk memeriksa kesehatan protein.
2. Atom Hidrogen ditambahkan enzim struktur. Lalu ligan terikat secara manual dihapus
dari enzim.

3. Molekul-molekul ligan yang dibangun menggunakan ACD Chem Sketch 12.0


freeware dan struktur dioptimalkan digunakan untuk perkaitan.
4. Situs aktif dihasilkan dan ligan berlabuh dalam H1N1 situs aktif.
5.

Konformasi energi terpilih dan sasaran energi terendah.

Sebelum dilakukan docking molekul, struktur 3D dari ligan dioptimalkan. The 3b7e pdb
telah mengalami energi dan optimasi residu. Kesehatan protein dipastikan dengan memplot
Ramchandran plot (Gambar. 2)

BAB IV
PEMBAHASAN
Sebagian besar obat berinteraksi terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi
(lebih dari satu macam ikatan). Salah satu obat yang dikaji dalam makalah ini mengenai
interaksinya terhadap reseptor dengan membentuk ikatan kombinasi adalah Zanamivir, suatu
guanido-neuraminic

acid.

Zanamivir

((2R,3R,4S)-4-guanidino-3-(prop-1-en-2-ylamino)-2-

((1R,2R)-1,2,3-trihydroxypropyl)-3,4-dihydro-2H-pyran-6-carboxylic acid) adalah obat antiinfluenza khususnya yang disebabkan oleh virus influenza A dan B. Target aksi dari Zanamivir
adalah enzim neuraminidase (NA), yaitu analog asam N-asetilneuraminat (reseptor permukaan
sel virus influenza).
Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi virus
berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah
aktivitas enzim neuraminidase. Neurominidase berperan penting dalam replikasi virus dan
memecah ikatan antara virus dengan inang. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang
optimal dari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi.
Zanamivir bekerja dengan berikatan pada sisi aktif dari neurominidase sehingga virus influenza
tidak dapat lepas dari inangnya dan menginfeksi sel lain. Zanamivir juga menghambat replikasi
virus secara invitro dan invivo. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi.
Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan
tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang (Tapar, et al, 2011).
Interaksi antara Zanamivir dengan enzim neurominidase dapat menyebabkan perubahan
konformasi enzim sehingga afinitas sisi aktif untuk berikatan dengan substrat berkurang.

Interaksi yang terbentuk antara Zanamivir dengan neurominidase berupa interaksi ionik,
hidrofobik, ikatan hidrogen, ikatan polar (dipol-dipol), dan ikatan van der Waals.

Ikatan hidrogen juga diperlukan dalam banyak interaksi obat. Ikatan hidrogen tunggal
bersifat lemah tetapi bila terdapat beberapa ikatan hidrogen maka dapat mendukung interaksi
obat-reseptor (Tapar,)
Zanamivir memiliki empat atom nitrogen, dimana semua atom N dapat menjadi donor
hidrogen. Ikatan hidrogen terjadi antara Zanamivir dengan neuraminidase yaitu pada residu asam
amino aspartat, arginin, glutamat, dan triptopan. Ikatan hidrogen yang terjadi adalah antara atom
O pada gugus OH fenolik dari asam atom N sebagai donor hidrogen.
Asam amino seperti Asp, Glu(a)277, Arg(a) 292, Glu(a)227 terlibat dalam interaksi
antara Zanamivir dan neuraminidase melalui air yang mendukung hipotesis dari keterlibatan air
dan peran pentingnya dalam interaksi obat reseptor.
Hasil dari analisis docking (Trapan, et al, 2011) menunjukkan bahwa tiga molekul air
secara langsung mempengaruhi interaksi obat dengan neuraminidase. Kekuatan interaksi obat
reseptor bergantung kepada persentase ikatan hidrogen. Asam amino Arg (a) 371(55-57%), Arg

(a) 118 (52%) dan menguatkan fakta di atas dan berinteraksi kuat dengan human neuraminidase
drogen (Tapar, et al, 2011).

Gugus karbonil asam-asam amino dari dapat membentuk interaksi polar dengan bagian
polar dari zanamivir. Kepolaran dari sisi aktif neuraminidase ini diakibatkan oleh gugus karbonil
yang distribusi elektronnya bersifat asimetrik dimana elektron lebih tertarik ke atom O daripada
ke atom C. Dengan begitu, atom O cenderung bermuatan negatif dan bersifat sebagai nukleofilik
sedangkan atom C cenderung bermuatan positif dan bersifat sebagai elektrofilik. Muatan ini
mendorong terjadinya reaksi karena bagian nukleofil akan menyerang bagian elektrofil dari
zanamivir dan sebaliknya bagian nukleofil dapat diserang oleh bagian elektrofil zanamivir.
Kelompok acetamido pada posisi C-3 dari inti piran dan carboxylic group pada posisi C-6
menunjukkan daerah elektrofil kuat sebagai akseptor elektron dan dapat berinteraksi polar
dengan atom O karbonil gugus CONH- dari asam amino. 1, 2, 3- trihydroxypropyl group pada

posisi C-2 dari inti piran dan gugus fungsional guanidine pada posisi C-4 menunjukkan daerah
elektropositif kuat sebagai donor elektron dan dapat berinteraksi polar dengan atom C karbonil
dari gugus CONH- asam amino untuk aktivitas anti-influenza.

Dalam interaksi obat-reseptor, umumnya interaksi hidrofobiklah yang memerankan


peranan penting (Ajay dan Murcko, 1995). Begitu pula dengan kasus ikatan zanamivir dengan
neuraminidase. Zanamivir membentuk ikatan hidrobik dengan asam amino yang bersifat
hidrofob seperti glisin dan triptopan dengan mengadakan interaksi hidrofobik dengan gugus
CH3 pada zanamivir.

Zanamivir juga berinteraksi dengan neuraminidase melalui ikatan van der Waals.
Berdasar hasil docking (Tapar, et al, 2011) terlihat bahwa atom-atom pada molekul nonpolar
dapat memiliki distribusi rapatan elektron nonsimetrik yang bersifat temporer yang
menghasilkan dipol temporer. Ketika atom-atom pada molekul yang berbeda (misal obat dan
reseptor) saling mendekat, dipol temporer pada salah satu molekul akan menginduksi dipol
temporer molekul yang lain. Hal ini menimbulkan daya tarik intermolekuler yang disebut gaya
van der Waals.

BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan makalah diatas maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Menurut para ahli kimia medicinal reseptor-obat didefinisikann sebagai makro molekul
dengan obat berinteraksi untuk menimbulkan respon biologis yang khusus.
2. Karena berinteraksi dengan makromolekul hayati tak-simetri yang aktif-optik seperti protein,
polinukleotida, atau glikolipid yang bekerja sebagai reseptor, maka sangat masuk akal jika
banyak obat mempunyai kekhasan stereokimia.

DAFTAR PUSTAKA

Ajay, A., and M. A. Murcko, 1995, Computational Methods to Predict Binding Free Energy in
Ligand-Receptor Complexes, J. Med. Chem, 38, 49534967
Ikawati, Zullies, 2006, Pengantar Farmakologi Molekuler, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Istyantono, Enade Perdana, 2006, Aspek Teoritis Aksi Obat, Universitas Sanata Dharma Press,
Yogyakarta
Katzung, 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta
Silverman, Richard B., 2005, The Organic Chemistry of Drug Design and Drug Action,
Academic Press, New York
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal Jilid I, Airlangga University Press,
Surabaya
Siswandono, Bambang Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal Jilid II, Airlangga University Press,
Surabaya
Tapar, K.K., et al., 2011, Exploring the Mechanism of Zanamivir as Anti-AIV Agent by
Molecular Docking and Receptor Based Electrostatic Analysis, Journal of Computational
Methods in Molecular Design, Volume I, page 1- 6

Anda mungkin juga menyukai