2.1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum ( membran serosa yang melapisi rongga
abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme
yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura
appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan
streptokokus sering kali masuk dari luar.1,2
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa yang
kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya
peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan mungkin shock.2,3
Gambar
1
:Tampak anterior otot dinding abdomen dan
penampang melintang otot abdomen11
1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang bersangkutan.2,3
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah per melekat pada permukaan
visceral lobus kanan hepar. Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah pinggir bawah
hepar.
Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di belakang lobus kiri hepar.
Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri, epigastrica dan umbilicalis
Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis
Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio hypochondriaca kiri pada lien.
Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan diaphragma di
Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari
rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis
2.
Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi. 3,4,5
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.2
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan
tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi
atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkunglengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.1,2,4
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.5
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.4,6
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam
lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.2,3
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi
tersebut
menyebabkan
mukus
yang
diproduksi
mukosa
mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.2,5
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritonium.2,4,8
Jenis Peritonitis
Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya sekunder
dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat berkembang menjadi
bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti transmigrasi dari mikroorganisme
(contohnya dari usus)
Peritonitis bilier
Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :
1.
2.
kolesistitis akut
3.
trauma
4.
idiopatik
Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses diagnostik
laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.
2.
Darah.
Urine
Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.
4.
Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier dimana dibentuk saat
fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang lambat di kehidupan
intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki rongga peritoneum melalui
perforasi inestinal.
Peritonitis TB
Biasanya terjadi pada imigran atau pasien dengan imunokompromise. Menyebar ke
peritoneum melalui:
1.
secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.
2.
Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan oleh nyeri
hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.
Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul
gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan
cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara
progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin
berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.8
Inspeksi : Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang
disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang
membuncit dan tegang atau distended. 1,2
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus
selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang
sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan
dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai
peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan3,5
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang
meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5
Perkusi : Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati
dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan
perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.7,8
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok
dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.
1,7
pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis
murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti
apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis.
Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena
pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada
alat kelamin dalam perempuan. 1,2
Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.
Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal
ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak
bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal. 3,7
2.6.2
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi, yaitu : 5,8
1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior ( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu :terlihat kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra
peritoneal.2,8
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Memuasakan pasien
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse oximetri
atau BGA.4
2.
resusitasi cairan
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi. Penggantian
elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus dikateterisasi untuk
memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik
sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga
peritoneal dan menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.4,9
3.
analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.4
4.
Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang
sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem
atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus dipikirkan
untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 4,5
Definitif
Pembedahan
1.
Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira.
Tujuannya untuk :9,10
Peritoneal lavage
Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam absorbsi
karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami inflamasi, belum dapat
dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan appendicitis akut dan perforasi ulkus
duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi
ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi.9
3.
Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada dinding
sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak kejadian yang
memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.
2.9. Komplikasi
Syok Sepsis1,10
1.
2.
Usia
Penyakit kronis
Wanita
2.10. Prognosa
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis
umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari
Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih
bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah;
221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
7. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of
Medicine,third edition,1997, Toronto.
8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam Radiologi
Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-abdomen dalam
Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta
3. Efek pada sistem saraf pusat : menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
laju darah otak, dan tekanan intracranial.
saat istirahat sekitar 500 ml. Pada ventilasi mekanik biasanya volume tidal sebesar 7-10
ml/kg BB.
Beberapa faktor yang mempengaruhi KRF:
a. Faktor fisiologis
- Pengerahan tenaga (exertion).
Pada pernapasan tidal biasa, ekspirasi adalah proses pasif saat otot ekspirasi relaksasi.
dengan meningkatnya kebutuhan ventilasi, seperti saat latihan, otot ekspirasi mulai bekerja.
KRF selanjutnya berkurang mendekati volume residu.
- Posisi tubuh.
KRF akan berkurang 25% (rata-rata berkurang dari 3,0 liter menjadi 2,2 liter) pada posisi
supine (terlentang), didorong oleh diafragma akibat organ intra abdomonal yang bergeser ke
kranial.
- Anestesi.
Induksi anestesi akan mengurangi volume KRF 15-20% pada subjek dengan posisi supine.
Reduksi tetap terjadi baik obat pelumpuh otot digunakan atau tidak, dan terjadi pada semua
obat anestesi.
b. Faktor patologis
- Penyakit paru fibrotik.
Paru menjadi lebih kecil dan kaku, dan KRF juga mengecil.
-Penyakit saluran napas obstruktif.
KRF meningkat pada emfisema, disebabkan oleh udara terperangkap dan penurunan rekoil
(akibat compliance yang lebih besar) paru.
- Obesitas sangat mengurangi volume KRF.
Sumber: Dakin J, Kourteli E, Winter R. Making sense of lung function test