Anda di halaman 1dari 54

Allah telah menurunkan risalah terakhirnya berupa Al-Quran kepada rasul

terakhir pilihannya, Muhammad saw. Sebagai kitab penutup dan juga rasul
penutup, maka Allah memberikan nikmat yang tidak diberikan oleh-Nya
kepada para rasul dan umat-umat yang terdahulu, nikmat tersebut adalah
risalah Islam yang lengkap dan integral berupa Al-Quran dan Sunnah
Rasul-Nya.
Sebagai risalah yang lengkap, berarti risalah Muhammadiyah mencakup
semua lini kehidupan manusia, tidak ada satu lini kehidupan pun yang
luput dari risalah ini. Maka dari itulah Allah menegaskan dalam firman-Nya:
Tidak kami luputkan dalam Al-Quran sesuatu apa pun. (Al-Anam: 38)
Dari ayat tersebut maka kita akan jumpai dalam Al-Quran berbagai
pembahasan mengenai kehidupan manusia; hukum, sosial, budaya, politik,
ekonomi, peradaban, dan yang terpenting adalah pendidikan.
Pendidikan merupakan satu dari pembahasan-pembahasan yang ada pada
Al-Quran. Maka pas jika ayat yang pertama kali Allah turunkan kepada
Nabi Muhammad saw. Adalah perintah untuk membaca. Di samping itu,
dalam Al-Quran juga banyak sekali kisah tentang para nabi yang mendidik
kaumnya, juga para ayah mendidik anak-anaknya sebagaimana Ibrahim
mendidik Ismail, Ibrahim mendidik Ishaq, Ishaq mendidik Yakub, Yakub
mendidik kedua belas anaknya termasuk di antaranya Yusuf AS. Tak luput
pula, bagaimana Allah menerangkan tentang pendidikan yang diberikan
oleh Maryam kepada anaknya Isa as. Juga Hajar kepada anaknya Ismail
as.
Dari kisah-kisah yang ada pada Al-Quran tersebut, kita bisa mengambil
sebuah hikmah, ibrah, sekaligus metode dalam pendidikan untuk
anak, keluarga, masyarakat, bangsa, dan juga negara.
Pengertian Pendidikan
Sebelum membahas lebih lanjut, pengetahuan terhadap pengertian
pendidikan merupakan hal yang penting. Sebab jika terjadi perbedaan

pengertian dalam hal pengertian pendidikan, nantinya akan muncul


kesalahan persepsi dan pemahaman.
Secara bahasa pendidikan yang dalam bahasa Arab disebut tarbiyah
memiliki tiga asal makna. Makna pertama tarbiyah bermakna azziyadah dan an-nam` yang berarti bertambah atau tumbuh. Makna kedua
tarbiyah adalah nasya`a dan tararaah yang bermakna tumbuh dan
berkembang. Dan makna ketiga, tarbiyah bermakna aslaha yang berarti
memperbaiki.
Sedangkan secara umum pendidikan atau tarbiyah adalah sebuah amal
yang memiliki tujuan dan sebuah seni yang fleksibel dan selalu
berkembang. Adapun tujuannya adalah membentuk karakter kebaikan
sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.
Dengan begitu maka pendidikan atau tarbiyah adalah menjaga supaya
manusia tetap dalam fitrahnya sebagaimana ia dilahirkan supaya tidak
tersusupi oleh hawa nafsu yang dihembuskan setan.
Tujuan Pendidikan dalam Islam
Rasulullah saw. bersabda bahwa Semua manusia dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, atau Nasrani, atau majusi. (HR. Bukhari)
Maka untuk menjaga fitrah manusia tetap dalam tauhid dan karakter
kebaikan maka Allah menurunkan risalahnya berupa Al-Quran dan juga
Sunnah Rasul-Nya sebagai buku panduan untuk menjaga fitrah tersebut
sekaligus mendidiknya dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan yang
sempurna.
Jika Al-Quran dan juga sunnah sudah dijadikan pedoman dalam mendidik,
tidak diragukan lagi hasil didikan tersebut akan menuai kesuksesan

sebagaimana kesuksesan Lukman dalam mendidik anak-anaknya yang


secara gamblang Allah tegaskan dalam surat-Nya, surat Lukman.
Ustadz Atif as-Sayid dalam bukunya at-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa
manhajuha wa mualimuha menerangkan bahwa pendidikan dalam
pandangan Islam adalah pembentukan karakter sehingga menjadi insan
yang sempurna dari segi jasad, ruh, dan akhlaq berdasarkan apa yang
menjadi misi Islam.
Singkatnya, pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menjadikan manusia
sebagai insan yang bertakwa. Sebab takwa merupakan sebaik-baik bekal
untuk menghadapi hari esok. Tanpa takwa manusia akan merasakan
kesengsaraan yang amat pada hari mendatang.
Inilah output sesungguhnya dari pendidikan dalam Islam. Takwa yang
memiliki maka berusaha untuk melaksanakan apa yang Allah perintahkan
sesuai dengan kemampuan hamba-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya sekuat tenaga inilah tujuan utama. Sebab, jika seseorang sudah
memiliki sifat taqwa, berarti pendidikan terhadapnya telah berhasil.
Tiga Objek Pendidikan Dalam Al-Quran
Al-Quran membagi objek pendidikan menjadi tiga objek. Yang pertama
adalah objek individual. Kedua adalah objek keluarga dan orang-orang
dekat, dan ketiga adalah objek masyarakat.
Objek individual. Maksud dari objek individual adalah bahwa objek
pendidikan tersebut adalah dirinya sendiri. Yakni seseorang mendakwahi
dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
sebelum Allah menurunkan wahyu kepada beliau saw. Allah memberikan
beliau semacam wahyu untuk menyendiri di dalam gua Hira. Tak lain
tujuannya adalah untuk mendakwahi diri sendiri dengan mentadaburi alam

dan melihat keadaan sekitar berupa masyarakat Makah yang sangat jauh
dari nilai-nilai kemanusiaan.
Objek dakwah individual inilah yang Allah singgung dalam Al-Quran surat
at-Tahrim ayat keenam. Allah berfirman yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka. (At-Tahrim: 6)
Dalam ayat yang lainnya, bahkan Allah memperingatkan orang yang gemar
berdakwah kepada orang lain, tapi dirinya sendiri tidak ia dakwahi, dalam
artian dia tidak melaksanakan apa yang ia sampaikan kepada orang lain.
Allah berfirman yang artinya:
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tidak kamu kerjakan. (Ash-Shaf: 3)
Ayat ketiga dari surat ash-shaf tersebut memberikan kita sinyal bahwa
individu kita perlu kita perbaiki, maka dari itulah objek pertama adalah
individu bukan yang lainnya. Di samping itu, ketika kita memberikan
sebuah pengajaran kepada orang lain, atau orang dekat semisal anak
sendiri, namun ternyata apa yang kita perintahkan kepada orang lain
tersebut tidak kita kerjakan, kemudian apa yang akan mereka katakan
tentang diri kita? pastinya adalah cemoohan.
Selanjutnya yang kedua adalah objek keluarga dan orang-orang yang
dekat dengan kita. Ini adalah sasaran kedua setelah individu.
Sebagaimana firman Allah di atas, Allah menyebutkan Jagalah dirimu
setelah itu Allah melanjutkan dan keluargamu. Ibarat penjagaan polisi dari
terorisme, individu ada di ring pertama dan keluarga ada di ring kedua.
Dakwa seseorang kepada keluarga dekatnya dan juga kepada orang-orang
yang hidup bersamanya, mulai dari teman dan kolega, merupakan dakwah
yang dilakukan oleh para nabi termasuk Nabi Muhammad saw.

Nabi Muhammad saw. ketika selesai mendapat perintah untuk berdakwah,


beliau tidak langsung menuju ke Kabah di mana Kabah adalah tempat
berkumpulnya masyarakat Makah waktu itu, tetapi beliau berdakwah
kepada keluarganya terlebih dahulu. Hal ini juga atas petunjuk dari Allah
langsung sebagaimana firmannya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat. (AsySyuar: 214)
Sebab itulah mengapa orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan
wanita adalah Khadijah, siapa beliau? Istri Nabi. Dari golongan anak kecil
Ali bin Abi Thalib, siapa beliau? Sepupu sekaligus anak asuh Nabi. Dari
kalangan orang dewasa Abu Bakar, siapa beliau? kolega bisnis Nabi
sekaligus sahabat karibnya.
Lihatlah, orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah keluarga dan
orang-orang dekat beliau. Mengapa? karena objek tarbiyah beliau memang
orang-orang terdekat pada mulanya.
Kita juga bisa melihat bagaimana Nabi Ibrahim mendidik Ismail. Dari hasil
didikan beliau, muncul sosok Ismail yang sangat taat dengan perintah Allah
juga perintah bapaknya, meskipun lehernya harus dipertaruhkan. Lihatlah
juga bagaimana Nabi Yakub mendidik Yusuf. Hasil didikan beliau
memunculkan sosok Yusuf yang pemurah, penyabar, dan pemaaf. Padahal
jika mau, Yusuf bisa saja membalas kelakuan buruk kakak-kakaknya ketika
beliau menjadi menteri ekonomi di Mesir kala musim paceklik datang.
Selanjutnya, objek ketiga berupa masyarakat. Tentu Islam hadir tidak
hanya untuk menshalihkan individu tertentu dan atau keluarga tertentu,
melainkan untuk menshalihkan semua orang yang menginginkan kebaikan
di dunia dan di akhirat.

Secara tegas Allah memperingatkan kepada kita agar kita tidak tiga egois
dengan keadaan orang lain. Allah berfirman yang artinya:
Dan takutlah kalian terhadap fitnah yang tidak ditimpakan hanya untuk
orang-orang yang zhalim saja dan ketahuilah bahwasanya azab Allah
amatlah keras.
Ayat ini memberikan indikasi bahwa kita jangan merasa aman ketika kita
sudah shalih. Padahal di samping kanan dan kiri kita masih banyak orang
yang berbuat kezhaliman. Maka dari sini kita paham bahwa objek ketiga
dari pendidikan adalah masyarakat umum.
Namun, apakah seseorang harus shalih individunya dahulu sebelum
mendidik keluarga dan masyarakat? Tentu tidak. Yang diperlukan adalah
sikap tawazun atau keseimbangan antara menshalihkan diri sendiri dengan
menshalihkan keluarga dan menshalihkan masyarakat. Sebab itulah
Rasulullah menyampaikan, Sampaikanlah dariku meski hanya satu
ayat. Artinya apa yang kita sampaikan adalah apa yang kita ketahui.
Rasulullah dalam mendidik masyarakat pun tidak menunggu keluarganya
shalih semua. Kita lihat paman beliau, Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil,
keduanya adalah keluarga dekat Nabi saw. namun mereka tetap ingkar
dan Rasul pun tetap melanjutkan tugasnya mendidik masyarakat Makah.
Prioritas pendidikan dalam Al-Quran
Dalam kajian fiqih kita akan menemukan apa yang oleh para ulama
dinamakan dengan fiqih urutan masalah atau fiqih prioritas. Fiqih prioritas
adalah cabang ilmu fiqih yang membahas amalan apa yang sebaiknya
didahulukan atas amalan-amalan lainnya. Fiqih prioritas ini membahas
mana yang baik dan mana yang lebih baik. Mana yang buruk dan mana
yang lebih buruk. Dengan fiqih prioritas, umat muslim akan dapat
mengamalkan ajaran Islam dengan cermat dan efektif.

Begitu pula dalam hal pendidikan. Ada pendidikan yang sedini mungkin
harus diajarkan dan ada pendidikan yang harus menunggu waktu-waktu
tertentu untuk diajarkan. Orang tua dan juga pendidik semisal guru, ustadz,
dan pendidik lainnya, harus memahami hal ini. Sehingga pendidikan yang
diberikan lebih efektif dan mengena. Banyak terjadi, karena kecakapan
yang kurang dalam masalah prioritas, guru mengajarkan hal-hal yang tidak
penting dan meninggalkan hal-hal yang penting. Atau juga mengajarkan hal
yang penting namun meninggalkan hal yang lebih penting.
Hal-Hal yang Menjadi Prioritas Pengajaran
Yusuf al-Qardhawi menyebutkan bahwa misi para nabi adalah
mengajarkan tiga hal penting. Ketiga hal ini harus diprioritaskan atas halhal yang lainnya dan hendaknya ketiga hal tersebut adalah pelajaran
pertama yang diterima oleh anak didik. Ketiga hal tersebut merupakan
intisari dari risalah para nabi. Ketiganya adalah: dakwah tauhid, dakwah
iman kepada hari akhir, dan dakwah menyeru kebaikan.
Pertama, Tauhid. Inilah yang pertama kali harus diajarkan kepada siapa
pun. Termasuk anak-anak. Tauhid merupakan kunci dari semua kunci.
Puncak ilmu dari semua ilmu. Ibarat rumah, maka tauhid adalah dasar
bangunan. Jika dasar rapuh, rumah akan rapuh. Jika kuat, rumah akan
kuat.
Tauhid adalah dakwah para nabi dan rasul. Semenjak Allah mengangkat
Nuh alaihi salam sebagai rasul sampai Allah mengutus Muhammad saw.
sebagai penutup nabi dan rasul, kesemuanya membawa satu risalah, yaitu
risalah tauhid. Dalam banyak ayat Allah menerangkan akan esensi dakwah
tauhid para nabi dan rasul.
Dalam surat Hud, Nuh as. menyeru kepada kaumnya Agar kamu tidak
menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa
azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Begitu pula nabi-nabi
setelahnya. Menyerukan hal yang sama yakni tauhid. Sebagaimana ayat

yang sering dijadikan Rasulullah hujjah ketika beliau menyurati para


penguasa Timur Tengah:
Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa
tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah
kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah). (Ali-Imran: 64)
Inilah dakwah para rasul yang utama. Maka seyogianya, setiap pendidik
muslim, yang diajarkan kepada anak didiknya adalah ketauhidan. Sebab
tauhid adalah kunci dari surga. Siapa yang tidak mendapatkan tauhid, tidak
akan pernah mencicipi bau harum surga.
Kedua, Iman kepada hari akhir. Setalah mengetahui hakikat tauhid, maka
pelajaran kedua yang diprioritaskan atas yang lainnya adalah keimanan
kepada hari akhir. Mengapa demikian? sebab dengan keimanan kepada
hari akhir, seseorang akan mengetahui kenapa dia harus dilahirkan ke
dunia, dan kenapa diperintahkan ini dan itu di dunia.
Manusia harus paham akan hari akhir. Mengimani bahwa setelah hari akhir
ada kehidupan yang lebih abadi dan lebih baik dari pada kehidupan di
dunia. yang mana kehidupan yang lebih baik tersebut tidak akan didapat
kecuali dengan kebaikan di alam dunia.
Dengan kesadaran bahwa suatu saat dia akan mati, maka seseorang akan
sadar bahwa hidup aslinya bukan di dunia melainkan di akhirat. Dia juga
akan sadar dengan pendidikan para guru bahwa di akhirat hanya ada dua
tempat; surga dan neraka. Jika ia tidak di surga maka ia di neraka. Jika ia
tidak di neraka berarti ia di surga. Insan mana yang tidak menginginkan
surga?

Dengan pemahaman bahwa akan ada kehidupan setelah kematian, dan


kehidupan tersebut lebih nikmat dari kenikmatan dunia dan lebih sengsara
dari kesengsaraan dunia, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan kenikmatan hari akhir.
Yang ketiga, adalah pendidikan untuk beramal kebaikan. Baik dan berbuat
baik adalah fitrah manusia. Maka pendidikan berfungsi untuk menjaga
kebaikan tersebut dan jangan sampai ternodai oleh kesyirikan dan
kezhaliman. Semua nabi dan semua rasul dalam berbagai risalah langitnya
telah memerintahkan para kaumnya untuk berbuat baik. Misalnya kaum
Madyan. Kaum Madyan adalah kaumnya Nabi Syuaib. Nabi Syuaib
memerintahkan kaumnya untuk tidak berlaku curang dalam timbangan dan
takaran. Nabi Luth memerintahkan kaumnya untuk tidak bersyahwat
terhadap satu jenis. Dan juga Nabi Muhammad yang dalam Al-Quran
menganjurkan bahkan memerintahkan kita semua untuk melakukan
kebaikan dan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi keburukan dan
kezhaliman.
Tiga hal tersebutlah yang harus diutamakan untuk diajarkan oleh seorang
pendidik atau murabbi sebelum mengajarkan hal-hal yang lainnya. Tidak
akan ada manfaatnya jika seorang pendidik mampu mendidik anaknya
menjadi ahli kimia, ahli fisika, dan lain-lain, namun dia gagal mengajarkan
ketauhidan, akhirnya anaknya bermain syirik. Dia juga gagal mengajarkan
sopan santun, sehingga akhlak pergaulannya dengan sesama sangat
buruk. Semoga Allah mengaruniai kita kekuatan dalam mendidik hawa
nafsu kita dan anak-anak didik kita. Amin
A. Pendahuluan
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung pendidikan
Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din
(Pendidikan keagamaan), At-Talim fil Islamy (pengajaran keislaman),
Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), At-tarbiyyah fil Islam
(Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah inda Muslimin (pendidikan
dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah

(Pendidikan Islami).
Arti pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan
Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka
isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan
Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat
wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya
dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Manusia sempurna menurut Islam adalah jasmani yang sehat serta kuat
dan Berketerampilan, cerdas serta pandai.
Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba
Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh
manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud
menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
B. Pendidikan Dalam Perspektif Islam
Pengertian pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan. Pendidik Islam ialah
Individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara Islami dalam situasi
pendidikan islam untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Langgulung (1997), pendidikan Islam tercakup dalam delapan
pengertian, yaitu At-Tarbiyyah Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Talim fil
Islamy (pengajaran keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orangorang islam), At-tarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah
inda Muslimin (pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan AtTarbiyyah Al-Islamiyyah (Pendidikan Islami).
Pendidik Islam ialah Individu yang melaksanakan tindakan mendidik secara
Islami dalam situasi pendidikan islam untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Para ahli pendidikan lebih menyoroti istilah-istilah dari aspek
perbedaan antara tarbiyyah dan talim, atau antara pendidikan dan
pengajaran. Dan dikalangan penulis Indonesia, istilah pendidikan biasanya
lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian,
atau lebih mengarah kepada afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan
pada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif
dan psikomotor.
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai
aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang
secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok

orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan


keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun
mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah
peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan
hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini
harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang
bersumber dari al Quran dan Sunnah (Hadist). Menurut Prof. Dr.
Mohammad Athiyah al Abrasyi pendidik itu ada tiga macam :
1. Pendidikan Kuttab
Pendidikan ini ialah yang mengajarkan al Quran kepada anak-anak
dikuttab. Sebagian diantara mereka hanya berpengetahuan sekedar
pandai membaca, menulis dan menghafal al Quran semata.
2. Pendidikan Umum
Ialah pendidikan pada umumnya, yang mengajarkan dilembaga-lembaga
pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan Islam secara
formal sperti madrasah-madrasah, pondok pesantren ataupun informal
seperti didalam keluarga.
3. Pendidikan Khusus
Adalah pendidikan secara privat yang diberikan secara khusus kepada
satu orang atau lebih dari seorang anak pembesar kerajaan (pejabat) dan
lainnya.
C. Defenisi Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi
ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu
pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam
secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori, tetapi isi lain juga ada
ialah :
1. Teori.
2. Penjelasan tentang teori itu.
3. Data yang mendukung tentang penjelasan itu.
Islam adalah nama Agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw, yang
berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia ; ajaran itu
dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al Quran dan hadist serta
aqal. Penggunaan dasarnya haruslah berurutan :al Quran lebih dahulu ;
bila tidak ada atau tidak jelas dalam al Quran maka harus dicari dalam
hadist ; bila tidak ada atau tidak jelas didalam hadist, barulah digunakan

aqal (pemikiran), tetapi temuan aqal tidak boleh bertentangan dengan jiwa
al Quran dan hadist.
D. Tujuan Umum Pendidikan Manusia
1. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa
manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh
pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan
bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan
(nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan
bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya
(empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang
mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan
dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani
sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani,
disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu
tidak boleh melupakan urusan dunia
2. Manusia Dalam Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak
dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Quran untuk
menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution
menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :
1. Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan
2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Quran ataukah hati mereka
terkunci?
3. Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : buatlah sarang-sarang
dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibikin
manusia.
4. Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin itu pergi semuanya

(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara


mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya
5. Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :
Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.
6. Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan
keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambingkambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan
yang diberikan oleh mereka itu.
7.Kata Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah
ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al
Hijr ayat 29 :
Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan
kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya.
3. Manusia Sempurna Menurut Islam
a. Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran
Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani,
karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki
ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan
yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan perkembangan Islam telah
mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa
pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu
kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami,
dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu
karena meeka itu akan ditenggelamkan.
b. Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh
adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan

tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan


informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikatorindikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal.
Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang
dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus
alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan
potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan
iman itu, menurut al Quran tempatnya didalam kalbu.
4. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan
tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan
hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti
dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada
menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat,
ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu
mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau
disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang
islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara
yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta
segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan,
pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang
berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan
rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di

dunia dan di akhirat.


2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan
masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci
menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunian dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat
islam.
4. Akhlak mulia.
E. PENUTUP
Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari masalah
keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk.
Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan.
Dan ilmu umum pun termasuk pada cabang (furu) ilmu agama.
Dan umat Islam sempat merasakan puncak keemasannya, dimana disaat
bangsa Eropa mengidap penyakit hitam, umat islam sudah menemukan
sabun, di saat jalan-jalan di Eropa kumuh, gelap, tidak teratur, umat islam
sudah punya jalan-jalan yang indah, penerangan, bahkan sistem irigasi
yang sudah maju.
DEFINISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat


menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif
dan efisien.
Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu
proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi
nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan
pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik
di samping transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam
sebagai suatu system keagamaanmenimbulkan pengertian-pengertian
baru, yang secara implicit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang
dimilikinya.
Pengertian pendidikan islam
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam
inheren dengan konotasi istilah tarbiyah, talim, dan tadib yang harus
dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah ini mengandung makna
yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan
yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.

Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan


Islam: informal, formal dan non formal.
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan
Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan
manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air,
tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan
rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur
sapanya.
Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan
Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum
islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuranukuran Islam.
Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah
suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada
metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia
penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.1

Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan
yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan
lebih lanjut yaitu sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri
manusia.
Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang
tempattempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan
yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini
hanyalah untuk manusia saja.
Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas
diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam
dimasukkan dalam At-tadib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk
menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah
terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan
kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan
pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur
secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat
mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya
dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah,
intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam,

arti dari pengertian itu adalah, pengenalan adalah menemukan tempat


yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan
pengakuan merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi.
Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa
pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal
haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesiasiaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya
dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok,
komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan
dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan
kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu
pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.2
Tujuan pendidikan islam
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam
Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu
bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di
dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran: 102).
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan lil
alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam
Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.

Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa yang ingin dicapai
melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis, sehingga konsep
pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran Islam dalam
bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini dirumuskan harapanharapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap tertentu proses
pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang telah dicapai.
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan
tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan
hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti
dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada
menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat,
ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu
mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau

disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang


islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara
yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta
segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan,
pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang
berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan
rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di
dunia dan di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan
masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.

2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.


3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci
menjadi :
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat
islam.
4. Akhlak mulia.
Kesimpulan

Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat disimpulkan


bahwa definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan kepribadian
manusia kepribadian islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam bertujuan
untuk menjadikannya selaras dengan tujuan utama manusia menurut
islam, yakni beribadah kepada Allah swt.
Diharapkan dengan pemahaman hakikat pendidikan islam ini. Member
motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir
hayat, dalam rangka merealisasikan tujuan yang telah disebutkan dalam
QS. Adz-Dzariyat: 56 dapat diaplikasikan secara kontiniu.
PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Menurut Langgulung
pendidikan Islam tercakup dalam delapan pengertian, yaitu At-Tarbiyyah
Ad-Din (Pendidikan keagamaan), At-Talim fil Islamy (pengajaran
keislaman), Tarbiyyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam), Attarbiyyah fil Islam (Pendidikan dalam islam), At-Tarbiyyah inda Muslimin
(pendidikan dikalangan Orang-orang Islam), dan At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah
(Pendidikan Islami). Arti pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan
yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori
tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang
pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah
hanya teori.
Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk (ciptaan) Tuhan,
hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya
dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Manusia sempurna menurut
Islam adalah jasmani yang sehat serta kuat dan Berketerampilan, cerdas

serta pandai. Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia


sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan
seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud
menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.

BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI PENDIDIKAN
A. Definisi Pendidikan Secara Umum
Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :
1.
Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan
makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa
atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi
secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia
hidup.
2.
Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang
telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada
vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional
dan kemanusiaan dari manusia.
3.
Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau
kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang
dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan
seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
4.
Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang
terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan

anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan


mendidik itu berlangsung.
B. Definisi Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan
Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka
isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan
Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai
aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang
secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok
orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan
keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun
mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah
peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah
berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan
hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini
harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang
bersumber dari al Quran dan Sunnah (Hadist).
2. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendidikan Keimanan
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia
memberikan pelajaran kepadanya:hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah
benar-benar kedzaliman yang nyata. (Q.S 31:13)
Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak?

Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan


memanjakan)
Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut,
bertingkah laku positif.
Hadits Rasulullah : cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka:
(H.R Bukhari)
Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanakkanakkan kepadanya. (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)

Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin


Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan
uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan
dengan baik seperti beli roti.

Memanfaatkan momen religious


Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus,
buka shaum bareng.

Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik


Allah
Jangan mengatakan nanti Allah marah kalau kamu berbohong tapi
katakanlah anak yang jujur disayang Allah.

Beri teladan
Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak
menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya.
hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan.(Q.S 61:2-3)

Kreatif dan terus belajar


Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan
pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan
pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala
pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.
B. Pendidikan Akhlak
Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda:
Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.
Rasulullah saw bersabda:
Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur
tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka
berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka. (HR. Abu
Daud)
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak :

Penuhilah kebutuhan emosinya


Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari
mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak.

Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia


mendapatkan dukungan.
Hadits Rasulullah : Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka :
(H.R Bukhari)

Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil


Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan
janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu
mengetahui .(Q.S 2:42)
Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir
miskin itu baik.

Memenuhi janji
Hadits Rasulullah :. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka,
penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa
dirimulah yang memberi rizki kepada mereka. (H.R Bukhari)

Meminta maaf jika melakukan kesalahan

Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan


bantuan.

Mengajak anak mengunjungi kerabat


C. Pendidikan intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek
yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan
mempertimbangkan.
Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir
anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori
perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan
Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif
manusia, yaitu:
Periode 1, 0 tahun 2 tahun (sensori motorik)

Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap,


menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui
seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas
membaca bismillah.
Periode 2, 2 tahun 7 tahun (berpikir Pra Operasional)

Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan


khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)

Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik


Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan
Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)

Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan


konsep
D. Pendidikan fisik

Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi


waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan
mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah
Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda. (HR.
Thabrani)
E. Pendidikan Psikis
Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar
orang yang beriman. (QS. 3:139)

Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih


saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak.

Menumbuhkan rasa percaya diri

Memberikan semangat tidak melemahkan


3. DESKRIPSI PENDIDIKAN MENURUT PERSPEKTIF NASIONAL
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk
menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa
kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai
tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasardasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut
kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundangundangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu

pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem


pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan
dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum
tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian secara terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB III
TUJUAN PENDIDIKAN
1. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA
Rumusan formal konstitusional dalam UUD 1945 maupun dalam GBHN
dan Undang-Undang Kependidikan lainnya yang berlaku adalah tujuan
normative GBHN 1983 merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai
berikut :
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk
meningkatkan ketakwaan tarhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan
dan keterampilan , mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian
dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
2. TUJUAN UMUM PENDIDIKAN MANUSIA
A. Hakikat manusia menurut Islam
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa
manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh
pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat,
dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh

pembawaan (nativisme) sebagai lawannya berkembang pula teori yang


mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh
lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga
yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh
pembawaan dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan
rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani,
disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 :
Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu
tidak boleh melupakan urusan dunia
b. Manusia Dalam Pandangan Islam
Manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek jasmani yang
tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup
didunia. Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Quran
untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution
menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :
1. Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan
2. Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Quran ataukah hati mereka
terkunci?
3. Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : buatlah sarang-sarang
dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin
manusia.
4. Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mumin itu pergi semuanya
(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya
5. Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :

Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.
6. Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
Dan ingatlah kisah daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan
keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambingkambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan
yang diberikan oleh mereka itu.
7. Kata Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah
ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al
Hijr ayat 29 :
Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan
kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya.
3. MANUSIA SEMPURNA MENURUT ISLAM
a. Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti
ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan
jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan
Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang
dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu
ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan perkembangan
Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa
pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu
kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu
kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang
zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan.
b. Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai
oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat

dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan


dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui
indikator-indikator sebagai berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal.
Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang
dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat
menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang
merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguhsungguh. Bahkan iman itu, menurut al Quran tempatnya didalam kalbu.
4. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (KHUSUS)
Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah.
Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada
Allah. Seperti dalam surat a Dzariyat ayat 56 :
Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas
pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan
zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya
ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan
(atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban
orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan
cara yang benar.
Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan
serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan,
perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah.

Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :


1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa
pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani
dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan
di akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan
masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan
masyarakat.
Menurut al abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu.
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan islam dapat diperinci
menjadi;
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan islam menjadi :
1. Bahagia di dunia dan akhirat.
2. menghambakan diri kepada Allah.
3. Memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat
islam.
4. Akhlak mulia.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
tujuan pendidikan islam pada intinya adalah :
Terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam,
pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan
kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada
Allah.
Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari masalah
keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk.
Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan.
Dan ilmu umum pun termasuk pada cabang (furu) ilmu agama.
Dan umat Islam sempat merasakan puncak keemasannya, dimana
disaat bangsa Eropa mengidap penyakit hitam, umat islam sudah
menemukan sabun, di saat jalan-jalan di Eropa kumuh, gelap, tidak teratur,
umat islam sudah punya jalan-jalan yang indah, penerangan, bahkan
sistem irigasi yang sudah maju
The words of kitty
1. Tokoh Pendidikan Klasik
A. Imam Ghazali
a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Ia
dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H /

1058 M. Imam Ghazali sejak kecil dikenal sebagai pecinta ilmu


pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun
diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara.
Al-Ghazali pada masa kanak-kanak belajar Fiqh kepada Ahmad ibn
Muhammad ar-Radzakani, kemudian beliau pergi ke Jurjan berguru
kepada Imam Abu Nashr al-Ismaili. Setelah itu ia menetap lagi di Thus
untuk mengulang-ulang pelajaran yang diperolehnya dari Jurjan.[1]

b) Pemikiran Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali harus mengarah kepada
realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada
Perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk mencari
kedudukan
yang
tinggi
atau
mendapatkan
kemegahan
dunia. Sebagaimana yang dikutip Athiyyah Al-abrasyi bahwa Imam Ghazali
berpendapat sesungguhnya tujuan dari pendidikan ialah mendekatkan diri
kepada Allah Azza Wa Jalla.
Al-Ghazali tidak membedakan antara ilmu dengan Marifah seperti
tradisi umum kaum sufi. Memang ia pernah menyebutkan bahwa secara
etimologi, ada sedikit perbedaan antara keduanya, dan ia tidak keberatan
atas pemakaian tema Marifah untuk konsep (tasawuf), dan ilm untuk
assent (tasqiq). Akan tetapi dalam berbagai kitabnya, ia sering memakai
dua terma itu sebagaiu arti yang sama.
Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali dapat diketahui
dengan jelas, bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan
pendidikan ada dua. Yaitu, tercapainya kesempurnaan insani yang
bermuara pada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani
yang bermuara pada kebahagiaan didunia dan akhirat. Karena itu ia
bercita-cita mengajarkan manusia agar mereka sampai pada sasaransasaran yang merupakan tujuan akhir pendidikan itu. Tujuan ini tampak
bernuansa religius dan moral, tanpa mengabaikan masalah duniawi.[2]
Konsep kurikulum yang dikemukakan Al-Ghazali terkait erat dengan
konsepnya mengenai ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Al-Gahazali

ilmu terbagi kepada tiga bagian yaitu; Pertama, ilmu yang terkutuk baik
sedikit manfaatnya, baik di dunia maupun diakhirat, seperti ilmu sihir, ilmu
nujum maupun ilmu ramalan. Al-Ghazali menilai ilmu tersebut tercela
karena ilmu-ilmu tersebut terkadang dapat menimbulkan mudharat baik
bagi yang memilikinya maupun bagi orang lain. Kedua, ilmu yang terpuji
baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan
peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan
kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu yang dapat menjadi bekal
bagi
seseorang
untuk
mengetahui
yang
baik
dan
melaksanakannya. Ketiga, ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu atau
sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dengan
mempelajarinya secara mendalam itu dapat menyebabkan terjadinya
kekecauan dan kesemrawutan antara keyakinan dan keraguan. Dalam
menyusun kurikulum pelajaran, Al-Ghazali memberi perhatian khusus pada
ilmu-ilmu agama dan etika sebagaimana yang dilakukannya terhadap ilmuilmu yang sangat menentukan bagi kehidupan masyarakat.[3]

B. Ibn Sina
a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husayn Ibn Abdullah. Di barat
populer dengan sebutan Avicenna. Beliau lahir pada tahun 370 H / 980 M
di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat Bukhara, di kawasan Asia
tengah. Ayahnya bernama Abdullah dari Balkan, Suatu kota termasyhur
dikalangan orang-orang Yunani. Diwafatkan di Hamdzan-sekarang Iran,
persia. Pada tahun 428 H (1037 M) alam usia yang ke 58 tahun, dia wafat
karena terserang penyakit usus besar.
Tampilnya Ibn Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal di dukung
oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya
yang dikenal sebagi pejabat tinggi, juga karena kecerdasan yang luas
biasa. Sejarah mencatat, bahwa Ibn Sina memulai pendidikannya pada
usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhoro. Pengetahuan yang pertama
kali ia pelajar adalah membaca Al-quran. Setelah itu ia melanjutkan
dengan mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqh, Ushuluddin

dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal


Al-quran dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang
belum genap sepuluh tahun.[4]

b) Pemikiran Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah
perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual
dan budi pekerti. Selain itu juga harus diarahkan pada upaya
mempersiapkan seorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersamasama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai
dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.[5]
Konsep kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina memiliki tiga
ciri. Pertama, konsep kurikulum Ibn Sina tidak hanya terbatas pada
sekedar menyusun sejumlah mata pelajaran, melainkan juga disertai
dengan penjelasan tentang tujuan dari mata pelajaran tersebut, dan kapan
mata pelajaran itu harus diajarkan. Selain itu Ibn Sina juga sangat
mempertimbangkan aspek psikologis, yakni minat dan bakat para siswa
dalam menentukan keahlian yang akan dipilihnya. Dengan cara demikian
seorang siswa akan merasa senang atau tidak terpaksa dalam
mempelajari suatu ilmu atau keahlian tertentu. Kedua, bahwa strategi
penyusunan kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina juga didasarkan pada
pemikiran yang bersifat pragmatis fungsional. Ketiga, strategi pembentukan
kurikulum Ibn Sina tampak sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang
terdapat dalam dirinya. Dengan melihat ciri-ciri tersebut dapat dikatakan
bahwa konsep kurikulum Ibn Sina telah memenuhi persyaratan
penyusunan kurikulum yang dikehendaki masyarakat modern saat ini.[6]

C. Ibn Miskawaih
a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Yaqub Ibn
Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H / 932 M, di Rayy, dan meninggal di

Isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H / 16 Februari 1030 M. Ibn


Miskawaih hidup pada masa pemerintahan Dinasti Buwaihi (320-450 H /
932-1062 M). Yang sebagian besar permukaannya bermazhab syiah.
Dari segi latar belakang pendidikannya, tidak dijumapi data sejarah
yang rinci. Namun dijumpai keterangan bahwa ia mempelajari sejarah dari
Abu Bakr Ahmad Ibn Kamil al-Qadi mempelajari filsafat dari Ibn al-Akhmar,
dan mempelajari kimia dari Abu Thayyib. Dalam bidang pekerjaan, tercatat
bahwa pekerjaan utama Ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris,
pustakawan dan pendidi anak para pemuka dinasti Buwaihi.[7]

b) Pemikiran Pendidikan
Ibn Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada
pendidikan akhlak. Disini terlihat dengan jelas bahwa karena dasar
pemikiran Ibn Miskawaih dalam bidang akhlak. Maka konsep pendidikan
yang dibangunnya pun adalah pendidikan akhlak. Tujuan pendidikan
akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin
yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua
perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan
memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.[8]
Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Ibn Miskawaih
menyebutkan beberapa hal yang perlu dipelajari, diajarkan atau
dipraktekkan. Materi yang dimaksud oleh Ibn Miskawaih diabdikan pula
sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Ibn Miskawaih
menyebutkan 3 hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan
akhlaknya. Tiga hal pokok tersebut adalah hal-hal yang wajib bagi
kebutuhan manusia, hal-hal yang wajib bagi jiwa, dan hal-hal yang wajib
bagi hubungannya dengan sesama manusia. Materi pendidikan akhlak
yang wajib bagi kebutuhan manusia disebut oleh Ibn Miskawaih antara lain
shalat, puasa, dan sai. Selanjutnya materi pendidikan akhlak yang wajib
dipelajari bagi keperluan jiwa dicontohkan oleh Ibn Miskawaih dengan
pembahasan tentang akidah yang benar, mengesakan Allah dengan segala
kebesarannya serta motivasi untuk senang kepada ilmu. Adapun materi
yang terkait dengan keperluan manusia terhadap manusia lain,

dicontohkan dengan materi ilmu muamalat, pertanian, perkawinan dan lainlain.[9]

D.Ibnu Khaldun
a) Riwayat Hidup
Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Adbullah Abdurrahman Abu
Zyad Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan
Ramadhan 732 H / 1332 M dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah
berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan. Sebuah ciri
khas yang melatarbelakangi kehidupan Ibn Khaldun adalah berasal dari
keluarga politis, intelektual dan aristokrat.[10]
Ibnu Khaldun adalah seorang yang tegas dalam menjalankan tugas,
ahli dalam bidang sosiologi serta bijak dalam menyelesaikan masalah.
Ketokohan beliau populer sebagai pakar sejarah, pakar sosiologi , ahli
falsafah dan politik. Beliau mendapat pendidikan awal dari ayahnya tentang
dasar-dasar agama seperti Al-Quran, fikih, hadis, dan tauhid. Beliau juga
merupakan hafidz Quran sejak kecil. Ketika dewasa ia belajara ilmu
linguistik bahasa Arab seperti Nahwu dan Sharaf, Ushuluddin serta
Kesusasteraan. Diantara guru beliau yang utama adalah Muhammad Ibn
Abdul Muhaimin. Beliau juga berturut berguru dengan Abu Abdullah Ibn
Muhammad Ibn Ibrahim Al-Abla yang mengajarnya tentang sosiologi, politik
dan pendidikan.[11]

b) Pemikiran Pendidikan
Ibn Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pendidikan
adalah memberikan kesempatan kepada akal untuk lebih giat dan
melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu
dan keterampilan. Dengan menuntut imu dan keterampilan, seseorang
akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Disamping itu, melalui
potensinya akan mendorong manusia untuk memperoleh dan melestarikan
pengetahuan. Atas dasar pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut
Ibn Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan kemampuannya

berfikir. Dengan kemampuan tersebut, manusia akan dapat meningkatkan


pengetahuannya dengan cara memperoleh lebih banyak warisan
pengetahuan pada saat belajar.[12]

E. Ibn Taimiyah
a) Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin
Taimiyah lahir di kota Harran, wilayah Siria, pada hari Senin, 10 Rabiul
Awwal 661 H. Bertepatan dengan 22 Januari 1263 M, dan wafat di
Damaskus pada malam Senin, 20 Zulkaidah, 728 Hijriyah, bertepatan
dengan 26 September 1328 M. Ayahnya bernama Syihab ad-Din Abd alHalim Ibn Abd as-Salam (627-672 H). Adalah seorang ulama besar yang
mempunyai kedudukan tinggi di masjid Agung Damaskus. Selain sebagai
khatib imam besar di masjid tersebut.
Ibn Taimiyah sendiri sejak kecil dikenal sebagai seorang anak yang
mempunyai kecerdasan otak luar biasa, tinggi kemauan dan kemampuan
dalam studi, tekun dan cermat dalam memecahkan masalah, tegas dan
teguh dalam menyatakan dan mempertahankan pendapat (pendirian),
ikhlas dan rajin dalam beramal shaleh, rela berkorban dan siap berjuang
untuk jalan kebenaran. Didukung oleh kesungguhan dan ketekunannya
dalam menuntut ilmu, kecerdasan otak dan kepribadian yang baik Ibn
Taimiyah yang dikenal dengan wara, zuhud dan tawadhu nya, ternyata
mampu mengantarkan dirinya menjadi seorang ulama besar yang
menguasai banyak ilmu dan pengalaman, disamping juga sebagai pejuang
yang tangguh.[13]
b) Pemikiran Pendidikan
Pemikiran Ibn Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi
kedalam pemikirannya dalam bidang falsafah pendidikan, tujuan
pendidikan bahkan hubungan pendidikan dengan kebudayaan. Seluruh
pemikirannya dalam bidang pendidikan itu ia bangun berdasarkan
keterangan yang jelas sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan AsSunnah melalui pemahaman yang mendalam, jernih dan enerjik.

Dalam bidang falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah ilmu


yang bermanfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul.
Sementara mempergunakan ilmu itu akan dapat menjamin kelangsungan
dan kelestarian masyarakat. Tanpa ilmu masyarakat akan terjerumus
kedalam kehidupan yang sesat. Bertolak dari pandangan tersebut, maka
menurut Ibn Taimiyah bahwa menuntut ilmu itu merupakan ibadah dan
memahaminya secara mendalam merupakan sikap ketaqwaan kepada
Allah dan mengkajinya merupakan jihad, mengajarkannya kepada orang
yang belum tahu merupakan shadaqah dan mendiskusikannya merupakan
tasbih.[14]
Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ibn Taimiyah dibangun
atas dasar falsafah pendidikannya, yaitu tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu seorang yang berpikir,
merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu
sejalan dengan apa yang diperintah Al-Quran dan As-Sunnah, pendidikan
juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik yang sejalan
dengan ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah.[15]
Konsep kurikulum yang dibangun Ibn Taimiyah didasarkan pada
falsafah dan tujuan pendidikan. Menurutnya bahwa kurikulum atau materi
pelajaran yang utama yang harus diberikan kepada anak didik adalah
mengajarkan putra-putri kaum muslimin sesuai yang diajarkan Allah
kepadanya, dan mendidiknya agar selalu patuh dan tunduk kepada Allah
dan Rasul-Nya. Ada empat tahap kurikulum yang dijelaskan Ibn Taimiyah
dalam hubungannya dengan materi pelajaran yaitu; Pertama, kurikulum
yang berhubungan dengan mengesakan Tuhan (at-tauhid). Kedua,
kurikulum yang berhubungan dengan mengetahui secara mendalam
(marifat). Ketiga, kurikulum yang berhubungan dengan upaya yang
medorong manusia mengetahui secara mendalam (marifat) terhadap
kekuasaan (qudrat) Allah. Keempat, kurikulum yang berhubungan dengan
upaya yang mendorong untuk mengetahui perbuatan-perbuatan Allah.[16]

2. Tokoh Pendidikan Modern


A. Prof. Dr. H. Mahmud Yunus

a) Riwayat Hidup
Mahmud Yunus dilahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat pada
tanggal 10 Februari 1899 (30 Ramadhan 1336 H). Dan wafat pada tanggal
16 Januari 1982. Ia termasuk tokoh pendidikan Islam Indonesia yang gigih
memperjuangkan masuknya pendidikan agama ke sekolah umum dan ikut
berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN).
Sejak kecil Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan
kecenderungannya yang kuat memperdalam ilmu agama Islam. Ketika
berumur 7 tahun ia belajar membaca Al-Quran dibawah bimbingan
kakeknya, M. Thahir yang dikenal dengan nama Engku Gadang.
Selanjutnya tahun 1917, Mahmud Yunus bersama teman-temannya
mengajar di Madras School dan mulai memperbarui sistem kegiatan
belajar mengajar dengan menambah sistem halaqah disamping sistem
madrasah dengan mengajarkan kitab-kitab mutakhir.[17]
Dibidang politik, Mahmud Yunus ikut memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan RI. Tahun 1943 ia terpilih sebagai
penasihat residen mewakili Majelis Islam Tinggi dan pada tahun yang sama
ia menjadi anggota Chu Sangi Kai.[18]

b) Pemikiran Pendidikan
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1930, Mahmud Yunus
memperbarui madrasah yang pernah dipimpinnya di Sungayang dengan
nama al-Jamiah al-Islamiyah, disamping mendirikan sebuah sekolah yang
kurikulumnya memadukan ilmu agama dan umum, yakni normal Islam.
Madrasah ini yang pertama kali memiliki laboratorium untuk ilmu fisika dan
kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di dua madrasah ini diutamakan pada
pembaruan metode mengajar bahasa Arab.
Mahmud Yunus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi
terhadap upaya membangun, meningkatkan dan pengembangan
pendidikan agama Islam sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya yang

beragama Islam. Gagasan dan pemikirannya dalam bidang pendidikan


secara keseluruhan bersifat strategis dan merupakan karya perintis, dalam
arti belum pernah dilakukan tokoh-tokoh pendidikan Islam sebelumnya.
Perhatian dan komitmennya terhadap pembangunan, peningkatan dan
pengembangan pendidikan Islam tersebut dapat dilihat sebgaia
berikut. Pertama, dari segi tujuan pendidikan Islam yaitu untuk
mencerdaskan perseorangan, untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan.
Selain itu Mahmud Yunus juga menilai pendapat yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah mempelajari dan mengetahui ilmu-ilmu
agama Islam serta mengamalkannya seperti, ilmu Tafsir, Tauhid, Fiqh.[19]
Kedua, dari segi kurikulum yang berkaitan dengan pelajaran bahasa
Arab, Mahmud Yunus Menawarkan kurikulum pengajaran bahasa Arab
yang integrated antara satu cabang dengan cabang lainnya dalam ilmu
bahasa Arab. Ketiga, dalam bidang kelembagaan, terlihat bahwa Mahmud
Yunus termasuk orang yang memelopori perlunya mnegubah sistem
pengajaran yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal.
Keempat, dalam bidang metode pengajaran, Mahmud Yunus amat
memberikan perhatian yang cukup besar. Untuk itu ia memperkenalkan
buku pegangan bagi guru-guru agama yang berisi tentang cara
mengajarkan agama yang sebaik-baiknya kepada peserta didik sesuai
dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan yang sedang diikutinya.[20]

B. Ki Hajar Dewantara
a) Riwayat Hidup
Ki hajar Dewantara yang nama aslinya Suwardi Suryaningrat
dilahirkan pada 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1303 H di Yogyakarta. Dan
wafat pada 26 April 1959 bertepatan dengan 1376 H (berusia 70 tahun).
Pada tahun 1912, nama Ki hajar Dewantara dapat dikategorikan sebagai
tokoh muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk memperkuat
barisan Syarekat Islam cabang Bandung. Oleh karena itu, ia bersama
dengan Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing diangkat
dengan ketua dan wakil ketua, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai
sekretaris. Namun keterlibatannya dalam Syarekat Islam ini terhitung

singkat, tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan
E.F.E. Dowes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke Belanda
(1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup radikal.
Sebagai tokoh pergerakan politik dan tokoh pendidikan nasional, Ki
Hajar Dewantara tidak hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran
melainkan juga terlihat aktif sebaagi pelaku yang berjuang membebaskan
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang melalui pendidikan
yang diperjuangkannya melalui Sistem Pendidikan Taman Siswa yang
didirikan dan diasuhnya. Dalam posisinya yang demikian itu, maka dapat
diduga ia memiliki konsep-konsep yang strategis tentang pendidikan di
Indonesia.[21]

b) Pemikiran pendidikan
Pada masa hidupnya, Ki Hajar Dewantara banyak mengabdikan
dirinya bagi kepentingan pendidikan nasional, melalui Taman Siswa yang
didirikan dan diasuhnya. Dalam kapasitasnya, ia banyak memiliki gagasan
dan pemikiran dalam bidang pendidikan yang dikemukakannya. Pertama,
visi misi dan tujuan pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah bahwa
pendidikan sebagai alat perjuangan untuk mengangkat harkat, martabat
dan kemajuan umat manusia secara universal, sehingga mereka dapa
berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dengan
tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang memiliki
peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain. Kedua,
kurikulum. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pelajaran yang
menajamkan pikiran dan berdasarkan kemasyarakatan itu umumnya
menjadi pokoknya program pendidikan secara Barat. Ki Hajar Dewantara
menginginkan agar bahan pelajaran yang diberikan mengarah pada
pembentukan kepribadian yang memiliki kemajuan yang seimbang antara
dimensi intelektual dan emosional, duniawi dan ukhrawi, material dan
spiritual.[22]
Ketiga, Ki Hajar Dewantara melalui lembaga pendidikan yang
diasuhnya melihat bahwa pendidikan agama dan budi pekerti amat penting
bagi kehidupan manusia. Yaitu, pendidikan agama yang didasarkan pada

toleransi, kebebasan menyatakan sikap keagamaan, tapi tetap realistik,


yaitu sikap yang mengakui adanya mayoritas agama tertentu, tanpa
mengurangi kebebasan agama minoritas.[23]

C. K.H. Imam Zarkasyi


a) Riwayat Hidup
K.H. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur,
tanggal 21 Maret 1910, dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985
dengan meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak. Ayahnya yang
bernama Santausa Annam Bashari berasal dari keluaraga elit Jawa yang
taat beragama dan merupakan generasi ketiga dari pimpinan pondok
Gontor lama dan generasi kelima dari pangeran Hadiraja Adipati Anom,
putra Sultan kesepuhan Cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan
bupati Suriadiningrat yang terkenal pada zaman babad Mangkubumen dan
Penambangan (Mangkunegaraan).
Ketika ia belajar di Solo, salah seorang gurunya yang amat
berpengaruh ke dalam diri Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang
ulama, tokoh politik dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan
oleh pemerintah Perancis di wilayah jajahan Belanda, dan akhirnya
menetap di Solo.
Pengalaman belajar yang beragam yang didukung oleh kecerdasan
dan kesungguhannya, menyebabkan Imam Zarkasyi tampil dengan tingkat
penguasaan yang memadai dalam berbagai disiplin ilmu agama dan ilmu
umum. Selain itu kecenderungan dan bakat Imam Zarkasyi untuk menjadi
pendidik semakin besar. Ia memilih bidang pendidikan sebagai lahan
perjuangan dan pilihan hidupnya.[24]

b) Pemikiran pendidikan
Berbagai pengalaman dalam memajukan pendidikan telah
mendorong Imam Zarkasyi memeras otak mencari terobosan baru dalam
bidang pendidikan Islam. Terobosan baru ini ia wujudkan hampir pada

sekuruh aspek pendidikan. Tujuan pendidikan yang ditekankan pada


tercapainya keseimbangan hidup yang bahagia didunia dan akhirat. Dalam
bidang kurikulum pendidikan sejalan dengan tujuan pendidikan tersebut.
Yaitu kurikulum yang tidak hanya memuat ilmu-ilmu agama saja, melainkan
juga ilmu pengetahuan modern yang didukung oleh kemampuan
penguasaan bahasa Arab dan Inggris, baik secara lisan, tulisan dan
sebagainya. Dalam bidang metode, diarahkan kepada pendekatan yang
menekankan pada kemampuan menggunakan atau mengamalkan setiap
bidang keilmuan yang diajarkan, khususnya dalam bidang bahasa Arab
dan Inggris.[25]

D.Prof. Dr. Harun Nasution


a) Riwayat Hidup
Harun Nasution dilahirkan di Pematangsiantar, daerah Tapanuli
Selatan, Sumatra Utara, pada hari Selasa, 23 September 1919. Ia adalah
putra dari lima bersaudara. Pendidikan sebagai hal yang penting bagi
kehidupan ditempuh oelh Harun Nasution dengan memulai pada Sekolah
Dasar milik Belanda, Holladsch Inlandsch School (HIS) yang ditempuh
selama 7 tahun dan selesai tahun 1934 yang pada waktu itu ia sudah
berusia 14 tahun. Selama belajar di Sekolah Dasar ini Harun Nasuition
berkesempatan mempelajari bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan
umum.[26]
Dilihat dari segi keahliannya, Harun Nasution adalah sebagai ahli
ilmu kalam dan filsafat Islam yang disegani dan berpengaruh dengan corak
pemikirannya yang rasional dan cenderung liberal. Sifat dan corak
pemikiran yang demikian itu amat bertentangan dengan corak dan
pemikiran Islam yang pada umumnya berkembang saat itu.[27]

b) Pemikiran Pendidikan
Selama kepemimpinannya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
telah banyak gagasan pembaruan yang dipraktikkannya, antara
lain; Pertama, menumbuhkan tradisi ilmiah. Upaya ini antara lain dilakukan

dengan cara mengubah sistem perkuliahan yang semula bercorak hafalan,


dan cenderung menganut mazhab tertentu, menjadi sistem perkuliahan
yang mengajak mahasiswa berfikir rasional, kritis, inovatif, objektif dan
menghargai perbedaan pendapat. Kedua, memperbarui kurikulum. Upaya
ini antara lain dilakukan Harun Nasution dengan cara memperbarui
kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang hanya memuat bidang
kajian agama dari aliran mazhab tertentu saja, maka di zaman Harun
Nasution kurikulum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ditambah dengan
kajian ilmu kalam dengan berbagai aliran mazhabnya, filsafat, tasawuf,
serta ilmu-ilmu dasar seperti sosiologi, antropologi, bahkan juga ilmu-ilmu
alam. Ketiga, mejadikan IAIN sebagai pusat pembaruan pemikiran dalam
Islam. Julukan yang diterima IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai
pusat pembaruan pemikiran dalam Islam tersebut muncul karena pengaruh
dari serangkaian usaha yang dilakukan Harun Nasution, terutama dalam
rangka menumbuhkan tradisi ilmiah.[28]

E. K.H. Hasyim AsyAri


a) Riwayat Pendidikan
Hasyim AsyAri lahir di desa Gedang Jombang, Jawa Timur. Pada
hari Selasa kliwon, tanggal 24 Dzulhijjah 1287 atau bertepatan tanggal 14
Februari 1871 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asyari
ibn Abd Al Wahid ibn Abd Al Halim yang mempunyai gelar Pangeran Bona
ibn Abd Al Rahman Ibn Abd Al Aziz Abd. Al Fatah ibn Maulana Ushak dari
Raden Ain al Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. Dipercaya pula bahwa
mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa, Jaka Tingkir dan raja Hindu
Majapahit, Brawijaya VI. Jadi Hasyim AsyAri juga dipercaya keturunan dari
keluarga bangsawan.
Hasyim Asyari adalah seorang kiai yang pemikiran dan sepak
terjangnya berpengaruh dari Aceh sampai Maluku, bahkan sampai ke
Melayu. Santri-santri ada yang dari Ambon, Sulawesi, Kalimantan,
Sumatera dan Aceh, bahkan ada beberapa orang dari Kuala Lumpur.
Beliau terkenal orang yang alim dan adil, selalu mencari kebenaran, baik
kebenaran dunia maupun kebenaran akhirat. Semasa hidupnya beliau

diberi kedudukan sebagai Rais Akbar NU, suatu jabatan yang hanya
diberikan kepada Hasyim AsyAri satu-satunya. Bagi ulama lain yang
menjabat jabatan tersebut, tidak lagi menyandang sebutan Rais Akbar
melainkan Rais Am. Hal ini karena ulama lain yang menggantikannya
merasa lebih rendah dibandingkan Hasyim AsyAri.[29]

b) Pemikiran Pendidikan
Pola pemaparan konsep pendidikan K.H. Hasyim Asyari dalam
kitab Adab Alim Wa Mutaallimmengikuti logika induktif, di mana beliau
mengawali penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-ayat Al-quran,
Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengandung hikmah.
Dengan cara ini K.H. Hasyim AsyAri memberi pembaca agar menangkap
mana tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri. Namun
demikian, ide-ide pemikirannya dapat dilihat dari bagaimana beliau
memaparkan isi kitab karangan beliau. Tujuan pendidikan yang ideal
menurut K.H. Hasyim AsyAri adalah untuk membentuk masyarakat yang
beretika tinggi (akhlaqul karimah).[30]

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saiful. Filsafat Ilmu Al-Ghazali


Aksiologi. Bandung: Pustaka setia. 2007.

Dimensi

Ontologi

dan

Hizah, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002.


Nata, Abuddin, MA, Dr, H. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. 2003.

Nata, Abuddin, MA, Dr, H, Prof. Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam


di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005.
Nata, Abuddin, H. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
1997.
Rachman, Abd, Assegaf. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah
Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
2013.
Sofyan, Ayi. Kapita Selekta Filsafat. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010.

[1] Saiful Anwar, Filsafai Ilmu Al-Ghazali Dimensi Ontologi dan


Aksiologi, (Bandung; Pustaka setia, 2007), hlm. 14.
[2] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 86.
[3] Ibid, hlm. 88-91.
[4] Samsul Hizah, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Ciputat
Pers, 2002), hlm 20.
[5] Abuddin Nata, Opcit, hlm. 67.
[6] Ibid, hlm. 74.
[7] Abuddin Nata, Opcit, hlm. 5.
[8] Ibid, hlm. 11.
[9] Ibid, hlm. 12-14.
[10] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Logos
Wacana Ilmu, 1997), hlm. 171.

[11] Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam


Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, (Jakarta; PT. Raja
Grafindo, 2013), hlm. 123.
[12] Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, (Bandung; CV Pustaka
Setia, 2010), hlm. 270.
[13] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
(Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 129-130.
[14] Ibid, hlm. 137-138.
[15] Ibid, hlm. 142-143.
[16] Ibid, hlm. 145.
[17] Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan
Islam di Indonesia, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 57.
[18] Ibid, hlm. 58.
[19] Ibid, hlm. 61-62.
[20] Ibid, hlm. 64-67.
[21] Ibid, hlm. 128-129.
[22] Ibid, hlm. 133-136.
[23] Ibid, hlm. 156.
[24] Ibid, hlm. 195-198.
[25] Ibid, hlm. 217.
[26] Ibid, hlm. 262-263.
[27] Ibid, hlm. 279.
[28] Ibid, hlm. 277-278.
[29] Abuddin Nata, Opcit, hlm. 113-115.

[30] Ibid, hlm. 124.


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
0 komentar:
Poskan Komentar
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Search

Arsip Blog
2016 (6)
September (1)
Juni (1)
Mei (3)
Cinta adalah fitrah
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Klasik dan Modern
dan...
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
April (1)
Popular Posts
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Klasik dan Modern dan
Kontribusinya Terhadap Pendidikan
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Klasik dan Modern Dan Kontribusinya
terhadap Pendidikan Disusun Oleh: Rafika Mayani 10120...
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Disusun Oleh: Rafika Mayani
1012013083 Program Studi Pendidikan Agama Isla...
Isu-Isu Pendidikan Islam

PEMBAHASAN A. Kedudukan
Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional U...

Cinta adalah fitrah


Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra, beliau berkata: Ada 3 orang
pemuda datang menemui istri-istri nabi SAW bertanya tentang ibadah
bel...
"Kejujuran"
Jujur adalah kesesuaian sikap antara perkataan maupun perbuatan
yang sebenarnya. Setiap perkataan yang seseorang ucapkan itulah
yang seben...

"Tentang kita"
They can imitate you... They can't dupplicate you... Cause you get
something special... And makes me wanna taste you... Youre my s...
Blog Archive

September (1)
Juni (1)
Mei (3)
April (1)
Diberdayakan oleh Blogger.

Hello kitty

The words of kitty


Rafika Mayani

Rafika Mayani
Lihat profil lengkapku
Blogroll
Blogger templates
My Task
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Klasik dan Modern dan
Kontribusinya Terhadap Pendidikan
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Isu-Isu Pendidikan Islam

Cinta adalah fitrah

"Kejujuran"

"Tentang kita"
Copyright 2016 The words of kitty | Powered by Blogger
Design by Ying Zhang | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Rap
Beats
Back to top

Anda mungkin juga menyukai