Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Malaria merupakan infeksi parasit endemik. Pada 97 negara atau sekitar 3,2 juta dari
populasi dunia memiliki resiko terinfeksi. Malaria merupakan salah satu penyebab morbilitas
dan mortalitas di dunia dengan estimati 300-500 juta kasus baru dan 1,5 2,7 juta kematian
per tahun. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium didalam
eritrosit dan biasanya disertai dengan gejala demam. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa
komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.1
Menurut data WHO di kawasan Afrika dan Asia Tenggara jumlah kasus malaria pada
tahun 2015 berkisar 149 303 juta penduduk menurun 18% dari Tahun 2000. Jumlah
kematian malaria seluruh dunia juga menurun 48% pada tahun 2015 berkisar 236.000
635.000.1,2 Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia
tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yag ada di
Indonesia, 338 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.3
WHO (2006) mendefinisikan malaria berat jika terdapat parasitemia P. Falciparum
fase aseksual disertai satu atau lebih gambaran klinis atau laboratoris berikut: (1) manifestasi
klinis, antara lain kelemahan, gangguan kesadaran, gawat nafas atau asidosis metabolik,
kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterus, hemoglobinuria; (2)
abnormalitas nilai laboratorium, antara lain anemia berat, hipoglikemia, asidosis, gangguan
fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ,
risiko kematian > 75%.4
Pada semua bentuk malaria berat dan kematian akibat malaria disebabkan oleh P.
Falciparum. Pada P. Vivax dan P. Ovale jarang menimbulkan komplikasi yang serius, lemah
badan berulang dan bahkan kematian. Komplikasi utama dari malaria berat yaitu malaria
serebral, edema pulmonal, gagal ginjal akut, anemia berat, dan perdarahan. Asidosis dan
hipoglikemi adalah komplikasi metabolik pada umumnya. Beberapa komplikasi tersebut
dapat berkembang cepat dan menuju ke kematian dalam beberapa jam atau hari.5
WHO telah menetapkan pemakaian obat ACT (Artemisinin-based Combination
Therapy) sebagai obat utama karena efektif mengatasi Plasmodium yang resisten terhadap

pengobatan. Selain itu Artemisinin juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua
stadium, termasuk gametosit dan efektif terhadap semua spesies.6 ,7
Berikut ini akan dibawakan laporan kasus seorang laki-laki 24 tahun dengan malaria
berat.

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien Laki-laki inisial R.M berumur 24 tahun, bangsa Indonesia, agama
Islam, tinggal di Desa Poigar I Dusun II Provinsi Sulawesi Utara. Pasien masuk ke RSUP
Prof. Dr. dr. R. D. Kandou Manado melalui IRDM pada tanggal 05 November 2016 dengan
keluhan Demam. Demam disertai menggigil dan berkeringat malam dirasakan pasien 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Penderita juga mengeluh pusing dan mual. Nyeri kepala, batuk,
muntah, kejang, tidak dialami oleh penderita. Buang air besar dan buang air kecil normal.
Penderita pernah tinggal di Jayapura selama 5 tahun. Riwayat bepergian ke Jayapura 2
minggu yang lalu. Sebelumnya penderita pernah sakit malaria tahun 2015 sebanyak 2 kali.
Pasien dirujuk dari RS Kotamobagu dengan diagnosa malaria falciparum + vivax dan tubuh
penderita kuning selama 4 hari. Riwayat penyakit Diabetes Melitus, Hipertensi, Ginjal, Asam
urat disangkal.
Penderita telah mendapat terapi dari RS Kotamobagu yaitu drips kina 1 ampul dalam
500 cc D5% per 8 jam, metoclopramide injeksi 1 ampul per 12 jam intravena, injeksi
omeprazole 1 ampul per 12 jam intravena, paracetamol drips 1 botol per 8 jam, dan curcuma
3 x 1 tablet.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x per menit, respirasi
22x per menit, suhu axilla 38,9 oC dan saturasi oksigen 96%. Pada pemeriksaan kepala
ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm
kiri sama dengan kanan, reflex cahaya positif dan gerak bola mata aktif. Pada pemeriksaan
telinga, meatus akustikus eksternalis normal, sekret tidak ada dan selaput pendengaran intak.
Pada pemeriksaan hidung tidak ditemukan deviasi, tidak terdapat secret. Pada pemeriksaan
mulut ditemukan bibir tidak sianosis, gigi dalam batas normal, lidah beslag tidak ada, mukosa
basah, pembesaran tonsil tidak ada, dan faring tidak hiperemis. Pada pemeriksaan leher tidak
didapatkan pembesaran kelenjar getah bening, trakea letak tengah, tekanan vena jugularis
dalam batas normal.
Pada pemeriksaan thoraks, inspeksi dada terlihat simetris. Pada palpasi stem fremitus
normal kiri sama dengan kanan, dan perkusi paru sonor pada kedua lapang paru. Pada
auskultasi suara pernafasan vesikuler, tidak ditemukan ronkhi dan wheezing. Pada

pemeriksaan jantung, inspeksi iktus kordis tidak nampak. Pada palpasi, iktus kordis tidak
teraba dan pada perkusi didapatkan batas jantung kanan di sela iga IV garis parasternalis
dextra, sedangkan batas jantung kiri di sela iga V garis midclavicularis sinistra. Pada
auskultasi bunyi jantung I dan II regular, bunyi jantung II lebih besar dari bunyi jantung I di
katup aorta dan katup pulmonal, sedangkan pada katup trikuspid dan mitral bunyi jantung I
lebih besar dari bunyi jantung II.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi perut datar. Pada auskultasi didapatkan bising
usus terdengar dalam batas normal. Pada palpasi abdomen lemas, tidak terdapat nyeri tekan
epigastrium dan hepar teraba 3 dari di bawah arcus costae dan lien tidak teraba. Pada perkusi
abdomen tidak terdapat acites. Pada ekstremitas akral hangat, tidak ada bengkak.
Hasil laboratorium pada tanggal 05 November 2016 ditemukan: leukosit 12000 /uL,
eritrosit 3,42 juta/uL, hemoglobin 10,4 g/dL, hematokrit 28.8%, trombosit 32.000/uL, MCH
30.4 pg, MCHC 36.1 g/dL, MCV 84,2 fL, SGOT 48 U/L, SGPT 29 U/L, ureum darah 183
mg/dL, creatinin darah 5.0 mg/dL, GDS 97 mg/dL, chlorida darah 95.0 mEq/L, kalium darah
4.40 mEq/L, natrium darah 122 mEq/L, DDR malaria negatif. Hasil pemeriksaan foto thoraks
tidak menggambarkan adanya pembesaran jantung (CTR = 50%). Hasil pemeriksaan EKG
dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeiksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis dengan Malaria Berat. Penderita di terapi dengan IVFD NaCl 0,9% : D5% 30
tetes per menit, artesunat injeksi 3 vial jam ke 0,12,24, primakuin 15 mg 1 x 1 (14 hari),
sistenol 3 x 1 tablet, dan domperidon 3 x 10 mg tablet.
Hari kedua (06 November 2016), pasien masih merasa Demam, menggigil. Keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign pasien menunjukkan
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x per menit, respirasi 20 x per menit, dan suhu badan
37oC. Hasil laboratorium pada tanggal 06 November 2016 ditemukan: leukosit 13600 /uL,
eritrosit 3,37 juta/uL, hemoglobin 10,2 g/dL, hematokrit 28.3%, trombosit 48.000/uL, MCH
30.3 pg, MCHC 36.0 g/dL, MCV 84,0 fL, SGOT 40 U/L, SGPT 25 U/L, ureum darah 212
mg/dL, creatinin darah 5.7 mg/dL, Uric acid darah 9,5 mg/dL, Fosfor 4,8 mg/Dl, Magnesium
2,89 mg/Dl, Albumin 2,11 g/Dl, chlorida darah 93.0 mEq/L, kalium darah 4.30 mEq/L,
natrium darah 123 mEq/L, calsium 7,08 mg/dL , Anti HCV Kualitatif dan HbsAg Elisa non
reaktif. PT @ detik 13, 9 detik, INR 1,14 detik, APTT 28,4 detik. Pasien didiagnosis dengan
malaria berat, malaria AKI, hipoambumin dan hiponatremi. Terapi yang diberikan pada sama

dengan hari pertama lalu ditambah dengan Ceftriaxone injeksi 1 x 2g intravena, dan
allopurinol 100 mg 1 x 1 tablet per hari. Pasien disarankan untuk terapi konservatif ginjal,
monitoring urine output 24 jam lalu pasang kateter, awasi tanda-tanda akut, ALO, Asidosis,
Anuria dan untuk hiperkalsemia direncanakan HD suporting, kebutuhan cairan 2500 cc/24
jam, atasi infeksi malaria dengan OAM, pemeriksaan laboratorium pagi hari yaitu DL, Diff
count, Na, K, Cl, P, Mg, Albumin, GOT/GPT, Bilirubin total/direct/indirect, Ureum, Creatinin
dan dilakukan pemeriksaan EKG, foto thorax, urinalisa lengkap + sedimen, kemudian
diberikan obat simptomatik seperti Paracetamol 3 x 500 mg, Ranintidin injeksi 2 x 1 ampul,
Sucralfat syr 3 x 1 sendok, dan metoclopramide tablet 3 x 1 tablet.
Hari ketiga (07 November 2016), pasien masih merasa Demam, menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x per menit, respirasi 22 x per
menit, dan suhu badan 37,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva tidak anemis,
sklera ikterik, pemeriksaan thorax dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan
pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat edema. Pasien didiagnosis
dengan malaria berat dan malaria AKI, hipoambumin dan hiponatremi. Penderita di terapi
dengan IVFD NaCl 0,9% : D5% 30 tetes per menit, artesunat injeksi 3 vial jam ke 0,12,24,
primakuin 15 mg 1 x 1 (14 hari), sistenol 3 x 1 tablet, dan domperidon 3 x 10 mg tablet,
Ceftriaxone injeksi 1 x 2g intravena (hari ke 2), dan DHP 0,75 /kgBB/jam/hari. Urine output
pukul 07.30 1900 cc. Kebutuhan NaCl 0,9% 3000cc/24 jam, tiap 4 jam 1 kolf. Hasil
laboratorium pada tanggal 7 November 2016 ditemukan: leukosit 10100 /uL, eritrosit 2,98
juta/uL, hemoglobin 8,8 g/dL, hematokrit 24,7%,

trombosit 61.000/uL, MCH 29,5 pg,

MCHC 35.6 g/dL, MCV 82,9 fL, SGOT 26 U/L, SGPT 18 U/L, bilirubin total 12,93 mg/dl,
bilirubin direct 11,15 mg/dl, ureum darah 210 mg/dL, creatinin darah 5,5 mg/dL, protein total
4,72 g/dl, gula darah sewatu 76 mg/dl, HBA1C 6%, Albumin 1,82 g/dl, globulin 2,90 g/dl,
alkaline fosfatase 57 U/L, chlorida darah 88,6 mEq/L, kalium darah 3,31 mEq/L, natrium
darah 130 mEq/L, Anti HCV Kualitatif, HbsAg Elisa non reaktif, dan Anti HIV (Elisa) non
reaktif. Pada urinalisa yang nilai yang tidak normal yaitu urobilinogen 1+, bilirubin 1+, dan
darah 5+.
Hari keempat (08 November 2016), pasien masih merasa Demam, menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 88 x per menit, respirasi 22 x per

menit, dan suhu badan 37,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera
ikterik, pemeriksaan thorax dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan
pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat edema. Diagnosis dan
terapi sama dengan hari ketiga. Direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
ureum, creatinin, SGOT, SGPT. Urine output jam 08.00 = 1200 cc, kebutuhan NaCl 0,9%
3000cc / 24jam, tiap 4 jam 1 kolf. Hasil laboratorium pada tanggal 08 November 2016
ditemukan: leukosit 9100 /uL, eritrosit 2,92 juta/uL, hemoglobin 8,8 g/dL, hematokrit 24.3%,
trombosit 98.000/uL, MCH 30.1 pg, MCHC 36.2 g/dL, MCV 83,2 fL, ureum darah 169
mg/dL, creatinin darah 3,6 mg/dL, chlorida darah 95.9 mEq/L, kalium darah 4.10 mEq/L,
natrium darah 132 mEq/L.
Hari kelima (09 November 2016), pasien masih merasa Demam, tidak menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x per menit, respirasi 22 x per
menit, dan suhu badan 37,9oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera
ikterik, pemeriksaan thorax dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan
pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, terdapat nyeri tekan
epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat edema. Pasien di diagnosis
dengan malaria berat, MAKI, hiponatremi. Terapi yang diberikan sama dengan hari keempat.
Urine output jam 07.40 = 1500 cc, kebutuhan NaCl 0,9% 3000cc / 24jam, tiap 4 jam 1 kolf.
Hari keenam (10 November 2016), pasien tidak demam, tidak menggigil dan muntah.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign pasien
menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 62 x per menit, respirasi 20 x per menit, dan
suhu badan 36,1oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik,
pemeriksaan thorax dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran hepar
2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat edema. Pasien di diagnosis dengan
malaria berat, MAKI, hiponatremi. Terapi yang diberikan sama dengan hari kelima namun
pemberian artesunat dihentikan dan ditambah dengan DHP 4 x 1 tablet. Hasil laboratorium
pada tanggal 10 November 2016 ditemukan: leukosit 12000 /uL, eritrosit 2,98 juta/uL,
hemoglobin 9,0 g/dL, hematokrit 25,6%, trombosit 345.000/uL, MCH 30.2 pg, MCHC 35.2
g/dL, MCV 85,0 fL, SGOT 40 U/L, SGPT 33 U/L, bilirubin total 4,87 mg/dl, bilirubin direct
4,32 mg/dl, ureum darah 69 mg/dL, creatinin darah 1,6 mg/dL, gula darah sewatu 81 mg/dl,

HBA1C 6%, Albumin 2,54 g/dl, chlorida darah 102,5 mEq/L, kalium darah 3,91 mEq/L,
natrium darah 138 mEq/L, Anti HCV Kualitatif, HbsAg Elisa non reaktif, dan Anti HIV
(Elisa) non reaktif.
Hari ketujuh (11 November 2016), pasien tidak demam, tidak menggigil dan muntah.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign pasien
menunjukkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x per menit, respirasi 22 x per menit, dan
suhu badan 36,3oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik,
pemeriksaan thorax dalam batas normal, pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran hepar
2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat edema. Pasien di diagnosis dengan
malaria berat, MAKI, obstruksi ekstra hepatik, dan hepatopati reaktif. Terapi yang diberikan
sama dengan hari keenam. Urine output jam 07.40 = 1500 cc, kebutuhan NaCl 0,9% 3000cc /
24jam, tiap 4 jam 1 kolf.
Hari kedelapan (12 November 2016), pasien tidak demam, tidak menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 91 x per menit, respirasi 22 x per
menit, suhu badan 36,4oC, dan SpO2 94%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, pemeriksaan jantung dan paru-paru dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak
membesar, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan
tidak terdapat edema. Pasien di diagnosis dengan malaria berat, MAKI, obstruksi ekstra
hepatik, dan hepatopati reaktif. Terapi yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% 30 tpm,
Ceftriaxone 2x1gr (H9), domperidone 3x1 (k/p), sistenol / 8 jam, DHP 4x1 (H3), primakuin 1
tablet selama 14 hari (H8). Urine output jam 07.00 = 1500 cc, kebutuhan NaCl 0,9% 3000cc /
24jam, tiap 4 jam 1 kolf.
Hari kesembilan (13 November 2016), pasien tidak demam, tidak menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 67 x per menit, respirasi 18 x per
menit, dan suhu badan 36,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, pemeriksaan jantung dan paru-paru dalam batas normal, pemeriksaan abdomen
didapatkan pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak membesar, tidak
terdapat nyeri tekan epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan tidak terdapat

edema. Pasien di diagnosis dengan malaria berat, MAKI, obstruksi ekstra hepatik, dan
hepatopati reaktif. Terapi yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% 30 tpm, Ceftriaxone 2x1gr
(H9), domperidone 3x1 (k/p), sistenol / 8 jam, DHP 4x1 (H3), primakuin 1 tablet selama 14
hari (H9). Urine output jam 07.00 = 1500 cc.
Hari kesepuluh (14 November 2016), pasien tidak demam, tidak menggigil dan
muntah. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Vital sign
pasien menunjukkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 74 x per menit, respirasi 18 x per
menit, suhu badan 36,4oC, dan SpO2 97%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, pemeriksaan jantung dan paru-paru dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran hepar 2 jari di bawah arcus costae, limpa tidak
membesar, tidak terdapat nyeri tekan epigastrium. Pada extremitas didapatkan hangat dan
tidak terdapat edema. Pasien di diagnosis dengan malaria berat, MAKI, obstruksi ekstra
hepatik, dan hepatopati reaktif. Terapi yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% 30 tpm,
Ceftriaxone 2x1gr (H9), domperidone 3x1 (k/p), sistenol / 8 jam, DHP 4x1 (H3), primakuin 1
tablet selama 14 hari (H10). Urine output jam 07.00 = 1600 cc. Pasien direncanakan pulang
dan dianjurkan untuk berobat jalan.

BAB III
PEMBAHASAN
Pada anamnesis malaria riwayat demam intremiten atau terus menerus, riwayat dari
atau pergi ke daerah endemis malaria, dan trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti
dengan demam dan kemudian timbul keringat yang banyak). Pada kasus ini pasien
mengalami demam menggigil 5 hari.
Pada pemeriksaan fisik malaria sering didapatkan demam lebih dari 37,5oC,
konjungtiva atau telapak tangan pucat, sklera ikterik, hepatomegali atau splenomegali. Pada
pasien ini didapatkan demam dengan suhu 38oC, pada konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan
pada pemeriksaan abdomen tidak terdapat hepatomegali 3 jari di bawah arcus costae dan
tidak terdapat splenomegali. 1,4
Diagnosa malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya parasit malaria dengan pemeriksaan mikroskopik
sebagai tanda baku dan bila tidak memungkinkan dibantu dengan tes diagnosa cepat (Rapid
Diagnosis Test = RDT). Tetesan preparat darah tebal merupaka cara terbaik untuk
menemukan parasit malaria, karena tetesan darah cukup banyak, dibandingkan darah tipis
serta sediaan mudah dibuat, khususnya untuk studi dilapangan. Hitung parasit dapat
dilakukan dengan menggunakan tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200
leukosit. Hapusan darah tipis untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preaparat tebal
sulit di tentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count) dapat
dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah.
Hitung parasit penting untuk menentukan progonosis penderita malaria, walaupan komplikasi
juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pada pasien ini pemeriksaan DDR
tidak didapatkan parasit malaria. Akan tetapi ketika pasien dirujuk dari RS Kotamobagu hasil
RDT didapatkan malaria falciparum dan malaria vivax. Jika hasil pemeriksaan DDR negatif,
dapat dilakukan pemeriksaan DDR ulang setiap 8 jam selama 2 hari untuk mengonfirmasi
bahwa tidak terdapat infeksi malaria. Pada pasien ini tidak dilakukan DDR serial.
WHO (2006) mendefinisikan malaria berat jika terdapat parasitemia P. Falciparum
fase aseksual disertai satu atau lebih gambaran klinis atau laboratoris berikut: (1) manifestasi
klinis, antara lain kelemahan, gangguan kesadaran, gawat nafas atau asidosis metabolik,
kejang berulang, syok, edema paru, perdarahan abnormal, ikterus, hemoglobinuria; (2)

abnormalitas nilai laboratorium, antara lain anemia berat, hipoglikemia, asidosis, gangguan
fungsi ginjal, hiperlaktatemia, hiperparasitemia. Pada kasus ini ditemukan gejala klinis
berupa anemia, ikterus, dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan ureum
darah 212 mg/dL, creatinin darah 5.7 mg/dL. Peningkatan kadar ureum dan creatinin dalam
darah merupakan tanda terganggunya fungsi ginjal. Maka pasien ini didiagnosis dengan
malaria berat dan malaria acute kidney injury.
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia lebih
sering dijumpai pada penderita di daerah endemik, anak-anak dan ibu hamil. Mekanisme
terjadinya anemia yaitu, pengrusakkan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis yang
sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune complex, eritrifagosistosis,
dan pengahambatan pengeluaran retikulosit. Pada pasien ini ditemukan anemia ringan dengan
Hemoglobin 10,4 g/dL, MCV 84,2 fL, MCH 30,4 pg, MCHC 36,1g/dL.
Dispepsia adalah gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh. Pada
pasien ini didapati keluhan nyeri ulu hati, mual dan muntah. Pasien diterapi dengan
domperidone tiga kali satu hari.
Pengobatan malaria ditujukan untuk penyembuhan klinis, parasitologik, dan
memutuskan rantai penularan. WHO memberikan pengobatan malaria secara global dengan
menggunakan regimen obat ACT (Artemisinin Combination Therapy). ACT merupakan
pengobatan yang baik, karena artemisinin memiliki kemampuan untuk menurunkan, biomass
parasit dengan cepat, menghilangkan simptom dengan cepat, efektif terhadap parasit multidrug resisten, semua bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua yang berkuestrasi
pada pembuluh darah kapiler, menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi, belum
ada resistensi terhadap artemisinin, dan efek samping yang minimal. Pada kasus ini pasien
diberi obat Artesunat injeksi 2,4 mg/kgBB IV pada jam 0, 12, 24, 48 dan 72, Primakuin 1x1
tablet selama 14 hari. Kemudian setelah jam ke 72, Artesunat dihentikan lalu diberikan DHP
(Dihidroartemisin + Piperakuin) 4x1 tablet selama 3 hari.
Natrium adalah salah satu mineral yang berperan dalam kontraksi otot, impuls saraf,
mengatur keseimbangan cairan, mengatur volume darah dan tekanan darah. Kadar normal
natrium dalam darah adalah 135-153 mEq/L. Pada kasus ini kadar natrium pada pasien ini
adalah 123 mEq/L dimana kadarnya kurang dari nilai normal sehingga pada pasien ini
didiagnosis dengan hiponatremia. Pada kasus ini pasien diberi terapi cairan yaitu IVFD NaCl
0,9% 30 tpm.

BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus, perempuan usia 24 tahun dengan malaria berat
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Terapi secara
konservatif dan suportif diberikan pada pasien ini. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad
bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
2009. Hal 595-612.
2. Summary of The World Malaria Report. WHO. 2015.
3. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. DEPKES RI. 2008
4. Malaria. Dalam : Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Panduan
Praktis Klinis : Interna Publishing. 2009. Hal 959-969.
5. WHO. Guidelins for The Treatment of Malaria. 3rd Edition. 2015.
6. Roswati E. Malaria berat. Diunduh dari:
www.kalbemed.com/Portals/6/11_195Malaria%20Berat.pdf
7. Harijanto PN. Tatalaksana Malaria berat. Dalam : Harijanto PN, Nugroho A,
Gunawan CA. Malaria dari molekuler ke klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC 2009. h.
250.

Anda mungkin juga menyukai