Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki
kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi
industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh
kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang
diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan
makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang
diizinkan.
Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa
namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di
pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit
memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan
protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari
adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota
besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007).
Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit
hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit
mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya
teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang
1
2
Universitas Sumatera Utara

mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan
lele dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit,
terlebih terhadap kandungan energi dan protein.
Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan
agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di
Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti
pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Kriteria Uji
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Logam berbahaya
Serat kasar
Kalori (kal/100 gr)
Bau dan rasa
Warna

Klasifikasi
Maksimum 5%
Minimum 9%
Minimum 9.5%
Minimum 70%
Maksimum 1.6%
Negatif
Maksimum 0,5%
Minimum 400
Normal
Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).


2.1.1 Jenis dan Kandungan Gizi Biskuit
Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu
biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang
dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah.
Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa
asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis.

Universitas Sumatera Utara

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampangannya bertekstur
kurang padat. Sementara wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair,
berpori-pori kasar, renyah, dan jika dipatahkan penampang potongannya beronggarongga serta banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat mulai dari balita, anak
sekolah dan orang tua.
Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung
dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Utami (2012)
yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima
biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit,
kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung
pisang kepok.
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan
Tepung Pisang Kepok per 100 gram
Kandungan Gizi

No

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Zat Gizi

Kalori (kkal)
Karbohidrat(gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Serat (gr)
Kalsium (mg)

Biskuit
dengan
Tepung
Terigu

Biskuit dengan
Penambahan
Tepung Pisang
Kepok 25%

484,90
73,34
7,41
19,36
1,44
54,07

482,30
75,00
6,64
19,34
1,35
56,31

Biskuit dengan
Penambahan
Tepung Pisang
Kepok 45%
480,20
76,30
6,02
19,32
1,27
58,11

Biskuit
dengan
Penambahan
Tepung Pisang
Kepok 65%
478,10
77,61
5,40
19,30
1,20
58,89

Selain itu, penelitian Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi jalar
orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak
sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten
Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Zat Gizi
Energi (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Fosfor (mg)
Natrium (mg)
Calsium (gr)
Vitamin A(mgc)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin C (mg)

Kadar
320,00
5,00
7,00
50,10
6,00
47,60
550,00
198,00
6.350,00
0,08
0,06
25,00

Selanjutnya penelitian Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan


tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan
penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.
Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi
Tepung Wortel per 100 gr

No

1
2
3
4
5
6

Zat Gizi

Energi (kkal)
Karbohidrat (gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Serat (gr)
Vitamin A (RE)

Biskuit dgn
Tepung
Terigu
505,90
71,50
7,20
21,60
6,93
900,80

Kandungan Gizi
Biskuit
Biskuit
Penambahan
Penambahan
Tepung Wortel Tepung Wortel
5%
15%
498,60
498,60
69,60
66,20
7,11
7,04
21,50
21,50
7,54
8,78
909,20
925,90

Biskuit
Penambahan
Tepung
Wortel 25%
469,10
62,70
7,28
21,50
10,10
942,70

2.1.2 Bahan-Bahan Pembuat Biskuit


Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan
pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan
pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning
telur (Faridah, 2008). Bahan-bahan pembuatan biskuit terdiri dari :
1. Tepung terigu
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan
memengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur
biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein
rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue
yang rapuh dan kering merata.
Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam segala jenis roti, kue
kering, mie, biskuit, dan spaghetti serta mempunyai peranan yang penting dan
beragam bergantung pada sifat turunannya, kondisi tumbuh dan pemanenan. Nilai
gizi makanan asal gandum ini tergantung pada susunan kimi tepung murni pada
bahan dasarnya (Harris, 1989).
Bahan pokok dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat
ini paling tidak ada 3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan
kandungan proteinnya 13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%,
dan tepung terigu dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit
menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk
biskuit tidak hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubtitusikan
(Rukmana, 1997).
2. Gula
Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan,
karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan makanan

Universitas Sumatera Utara

gula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol dan
pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk karbohidrat yang
memiliki rasa manis dan larut dalam air (Anonim, 1991).
Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan
warna kue kering. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras
dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah
dipanggang bentuk kue kering menyebar.
Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang
dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa. Sukrosa
merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu dan
bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 1860C.
3. Telur
Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur
atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,
sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi
sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan
untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu
banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini
membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering (Anonim, 2010).
Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap
udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning
telur bersifat sebagai pengempuk. Kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut
dengan egg yolk merupakan bagian daripada telur dimana embrio berkembang.

Universitas Sumatera Utara

Kuning telur dikelilingi oleh putih telur (albumen atau ovalbumin). Sebagai makanan,
kuning telur merupakan sumber utama beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur
juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Telur digunakan untuk
menambah rasa dan warna.
4. Lemak
Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal
dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah
satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih
lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
5. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang
digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan
tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung
dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam
karena garam akan memperkuat protein.
6. Bahan Pengembang
Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang
sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder
memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi
bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan
dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

Universitas Sumatera Utara

7. Susu Bubuk
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu
bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap
protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10
gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta
menambah nilai gizi produk.
2.1.3 Proses Pembuatan Biskuit
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran
(mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran
bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.
Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada
metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan.
Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur adalah
lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada
metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan
meminimalkan karena proses yang kontinu. Pencampuran adonan cookies biasanya
diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method)
kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembangan dimasukkan.
Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran
yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotongpotong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak
selanjutnya dipanggang dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari

Universitas Sumatera Utara

seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk
proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang
dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu
pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit.
Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu :
1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang
terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya
kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.
2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang
rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis,
misalnya gula dari buah-buahan.
3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah
yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.
4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan
bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang
dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.
5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat
menjadikan kue bertambah renyah.
6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas.
Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain
sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat
sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam

Universitas Sumatera Utara

darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi,


membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah
osteoporosis (Muaris, 2007).
Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah:
1. Tepung terigu

250 gram

2. Gula halus

125 gram

3. Mentega

100 gram

4. Tepung Meizena

10 gram

5. Susu bubuk

25 gram

6. Baking Powder

sdt

7. Garam

sdt

8. Kuning telur ayam

2 butir

9. Air

50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:


1.

Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2.

Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu
diayak.

3.

Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15
menit.

4.

Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5.

Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi
mentega.

6.

Panggang adonan hingga matang.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Labu Kuning


Labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari family
Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah
akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di Negaranegara Afrika, Amerika, India, Cina. Tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah
maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat ideal adalah anatara 0 m-1500 m di
atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).
Waluh atau buah labu perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sukit, baik pembibitannya,
perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat.
Tanaman ini daapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah
perkarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam
di daerah tropis maupun subtropics (Hidayah, 2010).
Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam family
Cucurbitaceae. Di Jawa Barat waluh biasanya disebut sebagai Labu Parang.
Tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat)
dengan perantara alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan
panjang dipermukaan batanya terdapat bulu-bulu yang tajam (Heliyani, 1993).
Tanaman labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae,
dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis
sativum). Biasanya yang dinamakan labu dalam pengertian waluh atau pumpkin.
Labu ini tergolong jenis tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati.
Oleh karena itu tanaman labu di daerah pedesaan sering dijadikan tanaman

Universitas Sumatera Utara

tumpangsari. Tanaman labu memerlukan suhu sekitar 25-300C, labu tidak


memerlukan ketinggian tempat yang khusus. Keistimewaan lain dari tanaman labu
adalah dapat ditanam di lahan-lahan yang kering atau tegalan yang masih tersedia
luas di negara kita. Di Indonesia penyebaran labu juga telah merata, hampir di semua
kepulauan nusantara terdapat tanaman labu, karena di samping cara penanaman dan
pemeliharaannya mudah labu memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat
diandalkan (Anonim, 2010).
Pada bagian tengah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat.
Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Bentuk buah waluh
atau labu kuning ini bermacam-macam tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk
bokor (bulat pipih, beralur), oval, panjang dan piala. Berat buah waluh atau labu
kuning rata-rata 2-5 kg/buah, dan ada yang mencapai 30 kg/buah untuk waluh jenis
tertentu. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat dan lunak
(Sudarto, 1993).
Adapun taksonomi tumbuhan diklasifikasi labu kuning adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Famili

: Cucurbitaceae

Genus

: Cucubita

Spesies

: Cucubita moschata duch


Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis

hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara

Universitas Sumatera Utara

monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim.
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur
(15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari.
Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang
lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar tiga cm dan rasanya agak
manis. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah.
Biji labu tua dapat dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang
(Anonim, 2010).
Tanaman labu kuning mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di
sisi tangkai daun. Berdaun tunggal, berwarna hijau, dengan letak berselang-seling,
dan bertangkai panjang. Daging bagian luar kulitnya keras, bakal buah terbenam,
berdaun buah tiga, tetapi hanya berongga satu serta berbiji banyak, seperti terdapat
pada suku timun-timunan Labu kuning merupakan satu-satunya buah yang awet atau
tahan lama. Labu kuning akan awet asalkan disimpan di tempat yang bersih dan
kering, serta tidak ada luka pada buah tersebut. Jika ada luka, labu kuning akan
mengeluarkan semacam gas yang bisa memicu terjadinya berbagai macam perubahan
di dalam buah. Labu kuning dapat disimpan selama tiga bulan tanpa ada perubahan
(Soedarya, 2006).
2.2.1 Kandungan Gizi Labu Kuning
Labu kuning atau waluh merupkan bahan pangan yang kaya vitamin A, dan
vitamin C, protein, mineral, kalsium, fosfor, kalium, zat besi, zinc, vitamin B1 serta
kabohidrat. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada labu kuning sehingga
sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning.Daging buahnya pun

Universitas Sumatera Utara

mengadung antioksidan sebagai penangkal jenis kanker. Buah labu dapat digunakan
untuk berbagai jenis makanan dan cita rasanya enak. Daunnya berfungsi sebagai
sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai
penawar racun binatang berbisa, sementara itu bijinya menjadi obat cacing pita.
Selain itu kandungan serat pada buah labu kuning cukup tinggi. Labu kuning
mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning segar per 100 gram bahan
Kandungan Gizi
Kadar
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Kalori (kal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Karbohidrat (gr)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (gr)
BDD (%)

29,00
1,10
0,30
6,60
45,00
64,00
1,40
180,00
0,08
52,00
91,20
77,00

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996


Labu kuning dianggap sebagai rajanya -Karoten. Keunggulan -Karoten,
antara lain adalah dapat meningkatkan sistem imunitas serta mencegah penyakit
jantung dan kanker. Dikatakan sebagai -Karoten sebab kandungan karotennya
sangat tinggi, seperti lutein, zeaxanthin, dan karoten, yang memberi warna kuning
pada labu kuning yang membantu melindungi tubuh dengan menetralkan molekul
oksigen jahat yan disebut juga radikal bebas (Anonim, 2011).
2.2.2 Manfaat Labu Kuning

Universitas Sumatera Utara

Labu jenis kulitnya bewarna orange atau kuning dan hijau, semakin cerah
warnanya semakin banyak pula kandungan beta-karotennya. Labu kuning juga kaya
akan vitamin A, C, E, zinc, potassium, magnesium, kalsium, serat, protein, niacin,
dan selenium serta karbohidrat. Labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini
juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit.
Labu kuning kaya akan antioksidan -Karoten yang bisa dijadikan sebagai anti
inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah
pengendepan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke.
Senyawa -karoten, vitamin A, vitamin C dan zinc pada labu kuning berperan sebagai
obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan
menghaluskan kulit.
Senyawa alpha-karoten, antioksidan, lutein dan zeaxanthin pada labu kuning.
Nutrisi ini dapat mencegah penuaan dini, memelihara kesehatan mata, dan mencegah
terjadinya katarak, dan degnerasi macula yang bisa menyebabkan kebutaan.
Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran
pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan.
Kandungan potassium pada labu kuning jenis ini, dapat membantu mengurangi resiko
tingkat darah tinggi atau hipertensi dalam tubuh.
Labu kuning mengandung zinc yang baik utntuk memperkuat masa tulang dan
mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas. Dengan
mengkonsumsi labu kuning dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu
kuning memiliki folat yang cukup untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil
dapat menyebabkan bayi mengalami cacat bawaan lahir seperti spina bifina. Dengan

Universitas Sumatera Utara

begitu mengkonsumsi labu kuning juga member asupan yang baik untuk kesehatan
bayi.
Labu juga memiliki manfaat untuk manfaat bagi bayi dengan kandungan gizi
serta seratnya. Teksturnya yang lembut dan dapat diolah menjadi berbaai macam
makanan atau kue dan biskuit sangat baik untuk pencernaan anak yang masih dalam
proses pertumbuhan. Berbagai kebutuhan gizi yang baik untuk tubuh anak mulai dari
vitamin A, vitamin C, vitamin B, protein, lemak, kalsium, fosfor, hidrat, kalori dan
zat besi semua terkandung dengan porsi yang baik dalam labu kuning.
2.2.3 Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh,
berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air 13 %.
Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis glutein yang cukup tinggi
sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini
akan sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain
yang memerlukan pengembangan volume. Tepung waluh atau labu kuning
mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk
adonan yang

konsisten, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik,

sehingga produk makanan yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena sifatnya
yang higroskopis dalam penyimpanannya, tepung labu kuning harus dilakukan
sedemikian rupa, diusahakan agar udara dan sinar tidak menembus wadah. Jenis
kemasan yang cocok untuk tepung labu kuning yaitu plastik yang dilapisi alumunium
foil. Dengan penyimpanan ditempat yang kering, tepung labu kuning akan tahan
selama dua bulan (Hendrasty, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas. Secara
umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu dan tepung beras dalam
berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai
warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Teknologi
pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),
dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan
modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan
air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati.
Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi, kabohidrat ini sangat
berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein
selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan
menimbulkan kontinitas struktur adonan. Adonan pati tersebut akan mampu menahan
air walaupun yang tersedia terbatas dan hanya terjadi gelatinisasi sebagian. Granula
cukup fleksibel untuk memanjangkan gluten. Selain itu, kandungan lemak labu
kuning tidak terlalu tinggi, namun bersama gluten akan mampu membentuk adonan
(Utami, 1998).
Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase,
protase, lipase, dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi
maltose dan dekstrin, sedangkan enzim protase berperan dalam pemecahan protein
sehingga akan mempengaruhi selastisitas gluten. Tepung labu kuning mempunyai
kandungan gizi sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6 Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning segar per 100 gram bahan
Kandungan Gizi
Kadar
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Karbohidrat (gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (gr)

0,08
5,04
5,04
48,00
67,00
2,40
190,00
0,12
55,00
11,14

2.3 Ikan Lele


Ikan lele banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan ini telah memasyarakat,
sekali pun setiap daerah menyebutknya dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya
ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), ikan duri (Sumatera
Selatan), ikan pinlet (Kalimantan Selatan), ikan penang (Kalimantan Timur), ikan lele
atau ikan lendi (Jawa), ikan keling (Makasar), dan ikan lepi (Bugis). Dalam
perdagangan internasional ikan lele disebut catfish.
Ikan lele merupakan salah satu di antara 1.500 spesies yang termasuk subordo
Siluderia yang memiliki bentuk tubuh (badan) memanjang (Jw : gilig) dan memipih
(pipih) dibagian belakang (pangkal ekor). Kepala gepeng, berukuran relatif besar,
dan dilengkapi dengan empat pasang sungut di sekitar mulut. Ikan ini memiliki alat
bantu pernapasan yang disebut selaput labirynth, sirip perut dan sirip dubur yang

Universitas Sumatera Utara

terpisah (tidak menyatu). Pada sirip dadanya terdapat taji (patil) yang runcing dan
bergerigi Taji (patil) berfungsi sebagai alat pertahanan (membela diri), sekaligus
sebagai alat bantu untuk merayap di atas permukaan lumpur atau daratan.
Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik, permukaan kepala dan
punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang dari perut. Ikan
lele termasuk jenis ikan karnivora (pemakan daging) sekaligus omnivora (pemakan
segalanya). Ada beberapa jenis ikan lele yaitu ikan lele Clarias batrachus, Clarias
leiacanthus, Clarias nieuwhofi, dan Clarias teesmani. Clarias batrachus termasuk
jenis yang paling banyak dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia, di samping
terdapat di alam. Ikan lele juga banyak di pelihara di Taiwan. Sementara itu, Clarias
leiachanthus, Clarias nieuwhofi dan Clarias teesmani terdapat di perairan di
Indonesia, tetapi sudah jarang ditemukan dan diduga sudah langka.
2.3.1 Kandungan gizi Ikan Lele
Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk
dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging
ikan lainnya. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya.
Beberapa jenis ikan termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih
baik dibandingkan dengan daging hewan lain. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila
diolah dengan baik, kandungan gizi ikan lele segar dan ikan goring menurut hasil
komposisi bahan makanan per 100 gram (Abbas, 2004).
Ikan lele mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,0 gram,
daging ikan lele mengandung karoten 12,070 mikro gram dan vitamin A 210 UI
(Internasional Unit). Daging ikan lele juga mengadung omega-3, vitamin D, vitamin

Universitas Sumatera Utara

B6, vitamin B12, yodium, Selenium, seng, flour. Kandungan zat gizi tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lain.
Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak, fosfor,
kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1. Air merupakan bagian terpenting dalam
struktur tubuh dan jumlahnya sekitar 60% dari berat badan. Air berperan sebagai
pelarut material zat gizi dan sebagai pembuangan ampas makanan dalam tubuh,
protein juga berperan sebagai pembentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan
yang rusak dalam tubuh. Protein juga berperan dalam sintesis enzim, hormon,
antibodi juga sebagai penyediaan energi, mengatur keseimbangan air dalam tubuh,
memelihara netralitas tubuh, dan mengangkut zat-zat gizi.
Lemak berfungsi sebagai penyediaan energi, melarutkan vitamin larut lemak,
juga sebagai sumber asam lemak esensial. Selain itu juga berperan dalam
pembentukan membran sel, serta melindungi organ tubuh. Fosfor juga berperan
sebagai klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan
transportasi gizi dalam tubuh. Selain itu, kalsium berperan dalam pembentukan tulang
dan membantu otot berkontraksi, jantung berdetak, darah mengalir dan sebagai sistem
syaraf mengirim rangsangan.
Zat besi membantu dalam metabolisme energi, kemampuan belajar, dan
membantu sistem kekebalan tubuh. Vitamin A berperan dalam penglihatan, fungsi
kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan dan reproduksi tubuh manusia.
Sementara thiamin berperan dalam membantu tubuh memproduksi energi dari
karbohidrat. Fungsi tersebut terdapat pada kandungan komposisi zat gizi ikan lele
sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Komposisi Gizi Ikan Lele per 100 gram Bahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Zat Gizi
Air (gr)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Karbohidrat (gr)
Fosfor (mg)
Kalsium (mg)
Zat Besi (mg)
Vitamin A (UI)
Vitamin B1 (mg)

Kandungan
76,00
17,00
4,50
200,00
20,00
1,00
150,00
0,05
0,00

Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1999

2.3.2 Manfaat Ikan Lele


Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang,
membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tumbuh,
dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga manfaat
ikan lele pun dapat menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan
kolagen, disamping itu untuk perbaikan jaringan tubuh.
Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia
bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut. Daging ikan lele mengandung
asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel
otak anak dibawah usia 12 tahun, sekaligus memelihara sel otak pada usia lanjut
(sampai usia 70 tahun). Kandungan vitamin A dan vitamin D yang dibutuhkan oleh
manusia untuk menjaga sekaligus untuk memperbaiki kesehatan mata, kulit dan
tulang.

Universitas Sumatera Utara

Daging ikan lele juga mengandung vitamin B1, B6 dan B12 yang berfungsi
untuk membantu proses metabolism, mencegah anemia, melindungi jantung dan
mencegah penyakit pada syaraf manusia. Zat besi yang mudah diserap oleh tubuh
manusia serta yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok, hambatan
pertumbuhan anak. Sedangkan selenium untuk membantu metabolism tubuh dan
sebagai anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan flour yang
berperan untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.
2.3.3 Tepung Ikan Lele
Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan
sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung
ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk
kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis
adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari
atau dengan mengeringan mekanis.
Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging
ikan. Kadar air pada daging ikan hal yang menentukan pada proses pembusukan. Bila
kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat terhambat. Bila proses
pengeringannya berjalan terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti.
Pada pembuatan tepung ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat
didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini digunakan untuk menghentikan
proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pembusukan
dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan suhu yang digunakan cukup (Moeljanto,
1982).

Universitas Sumatera Utara

Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya
yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu
tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang
rendah. Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor
(P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi
(Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto ,1982).
Urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengpresan,
pengeringan, dan penggilingan.Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya
berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi,
warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak
mempengaruhi nilai gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan menjadi tengik
(Ilyas, 1993).
Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang
ada dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin
serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Namun setelah mengalami pengolahan,
komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya
pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia
tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunarya 1990). Komposisi
kimia tepung ikan juga ditentukan olehjenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan
dan cara pengolahannya (Hapsari, 2002).
Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan.
Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi air 6%10%, lemak 5%-12%, protein 60%-75% . Tepung ikan dengan kadar air kurang dari

Universitas Sumatera Utara

6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Brody di dalam Hapsari
(2002) mengatakan kadar air tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6
sampai 10%. Sejenis jamur (mold) dapat tumbuh pada kadar air tepung ikan.
Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar
12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral
dalam tepung ikan berasal dari tepung-tepung ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi
bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang
ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Tepung ikan juga mengandung trace
element, diantaranya Zn, I, Fe, Cu, Mn, dan Co. Tepung ikan lele memiliki
kandungan gizi sebagai berikut.
Tabel 2.8 Komposisi Gizi Tepung Ikan Lele per 100 gram Bahan
No
Zat Gizi
Kandungan
1
Air (gr)
7,99
2
Protein (gr)
19,00
3
Lemak (gr)
10,83
4
Karbohidrat (gr)
11,83
5
Fosfor (mg)
25,00
6
Kalsium (mg)
3,00
7
Zat Besi (mg)
150,00
8
Vitamin A (UI)
0,08
9
Vitamin B1 (mg)
0,00

2.4 Daya Terima Makanan


Daya terima terhadap makanan sebagai tngkat kesukaan atau ketidakkesukaan
individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam
pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan
(Dewinta, 2010). Semantara itu Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani

Universitas Sumatera Utara

(2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan


makanan yang disajikan.
Menurut Wirakusumah (1995), kesukaan terhadap makanan didasari oleh
sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara
persiapan, dan pemasakan makanan serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian
seseorang terhadapa kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan
kesenanganya. Perbedaan suku , pengalaman, umur, dan tingkat ekonomi seseorang
mempunyai poenilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas
makanan sulit untuk ditetapkan. Ada beberapa aspek yang dapat dinilai dari daya
terima makanan antara lain adalah :
1. Penampilan dan cita rasa makanan
Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu
penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan
dan warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena
merupakan rangsangan pertama pada indera mata.Warna makanan yang menarik
dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
2. Konsistensi atau Tekstur Makanan
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh
konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan
memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Universitas Sumatera Utara

3. Rasa Makanan
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan
setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang
disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu
membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya
rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan
indera perasa.
4. Aroma Makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan
mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan

selera.

Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah


menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga
terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.5 Uji Organoleptik oleh Panelis


Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih
sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan
indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur
yang paling sensitif (Soekarto, 2002).
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan,

peraba dan pendengaran.

Panel

diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik


suatu komoditi, penel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang
atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi
anggota penel disebut panelis.
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.
Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala
hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak
suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik
panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan
terhadap suatu produk (Rahayu, 2001).
Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak
sebagai instrument atau alat. Panel adalah orang atau kelompok yang bertugas
menilai sifat atau komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota
panel disebut panelis. Terdapat tujuh macam panel dalam penilaian organoleptik,
yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tak
terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Di mana masing-masing penilaian
didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. Ada beberapa
jenis panel yang dapat dipahami adalah sebagai berikut.
1. Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang
sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif.

Universitas Sumatera Utara

Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan
yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan
sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias
dapat dihindari, penilaian efisien.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga
bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam
penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku
terhadap hasil akhir.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.
Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari
kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis
suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya
diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat
kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

Universitas Sumatera Utara

6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target
pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun.
Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk
pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara
penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau
dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap
produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy sedang
bersedih, biasa atau tertawa.

2.6 DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)


DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) adalah suatu daftar yang memuat
angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak
atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan memuat
sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air.
Untuk memudahkan penggunaannya, bahan makanan dalam Daftar
Komposisi Bahan Makanan dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu :
a. Serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya
b. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya

Universitas Sumatera Utara

c. Daging dan hasil olahannya


d. Telur dan hasil olahannya
e. Ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya
f. Sayuran dan hasil olahannya
g. Buah-buahan
h. Susu dan hasilnya
i. Lemak dan minyak
j. Serba-serbi

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Kandungan Zat gizi


(Energi dan protein
Biskuit tepung labu
kuning dan ikan lele
Daya terima biskuit
tepung labu kuning dan ikan
lele
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Bagan diatas menjelaskan bagaimana biskuit tepung labu kuning dan ikan
lele menghasilkan kandungan zat gizi (energi dan protein) dan daya terima biskuit
tepung labu kuning dan ikan lele.
2.8 Hipotesis Penelitian
Ho1

: Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap
daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha1

: Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya
terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ho2

: Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap
daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

Ha2

Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya
terima biskuit dilihat dari indikator warna.

Ho3

: Tidak ada pengaruh penambahan labu kuning dan ikan lele terhadap daya
terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Universitas Sumatera Utara

Ha3

: Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya
terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Ho4

: Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap
daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.

Ha4

Ada penggaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya
terima dilihat dari indikator tekstur.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai