Anda di halaman 1dari 3

Edisi 1/Tahun 1

Ternyata, Remaja Kita Adalah Generasi Latah


Bondol! teriak cewek berusia sekitar 14 tahun. Yang diteriakinya adalah anak cowok berambut cepak,
pengendara mobil Kijang ceper yang melintas di hadapannya. Rupanya, teriakan gadis baru lepas ingusan itu
mampu menghentikan kendaraan tadi, karena padatnya IaIu Iintas di jalan Mahakam, Jakarta, pada suatu
malam minggu awal September lalu. Dengan cekatan si cewek langsung menghampiri cowok tadi. Sejurus
kemudian, lewat kaca jendela mobil, mereka asyik mengobrol, yang kayaknya hanya dimengerti oleh mereka
sendiri (MA TRA, edisi khusus, November 1996).
Kejadian ini bisa saja hanya kasus kecil yang berhasil direkam di satu sudut kota Jakarta. Masih banyak,
dan tak mustahil kejadian yang sama juga dilakukan oleh para ABG di kota-kota besar Iainnya, tentu dengan
berbagai ~riasi yang kadangkala tak terpikirkan sebelumnya oleh remaja di jaman dulu.
Remaja sekarang memang lebih mahir berduel dengan budaya global yang masuk dengan derasnya.
Efek balik sudah tentu ada. Celakanya, justeru pengaruh jelek yang ternyata kita sadari lebih cepat terserap
kaum remaja ketimbang yang baik. Yang buruk-buruk itu adalah termasuk pergaulan bebas yang nampaknya
sangat dinikmati, perilaku seks bebas, aborsi yang angkanya cenderung meroket dari tahun ke tahun.
Menggilanya pemakaian obat-obat tenlarang; dan ganja, nipam, sampai ekstasi dan putauw sudah kita rasakan
pengaruhnya, remaja kita babak belur
Tak bisa dipungkiri, remaja kita sekarang ini ternyata akrab dengan beberapa kasus di bawah ni.
Seks Bebas
Rasanya bukan hal baru untuk ukuran sekarang. Maraknya seks pra-nikah di kalangan remaja, menurut
seorang ahli karena informasi yang keliru tentang seks. Maka ada yang menyarankan agar pendidikan seks
sudah waktunya diberikan di sekolah-sekolah. Soal seks bebas dan perilaku yang cenderung mengarah kepada
seks amburadul justeru remaja wanita yang lebih banyak mempraktekkannya ketimbang remaja pria. Banyak
diantara remaja wanita yang rela menjual harga dirinya dengan making love bersama para lelaki hidung belang.
Sialnya, kondisi mi diperparah dengan maraknya film-film, majalah, bahkan situs-situs di internet
yang menawarkan program esek-esek. Tak ayal lagi, ini merupakan tamparan bagi kita. Malah, kondisi
seperti itu membuat mereka mendapat angin karena merasa dilegalkan. Betapa tidak, televisi tak hentihentinya menayangkan film-film yang mengajarkan pergaulan sekaligus saks bebas.
Sebagai negara dunia ketiga, kita tak lepas dari pengarus negara maju seperti Amerika yang mahir dalam
mengeluarkan berbagai produk yang menelikung konsumen dunia ketiga yang rata-rata latah akan
modernisasi. Sebagai contoh andil mereka dalam mengkondisikan budaya pergaulan dan seks bebas adalah
dalam industri pornografi yang makin berkibar.
Di Amerika, menurut majalah khusus video porno, Adult Video News, jumlah kaset video porno (hard
core) yang disewa meningkat dari 75 juta pada 1965 menjadi 665 juta pada tahun 1996. Maka, pantas saja
bisnis itu sangat menjanjikan bagi para pemuja kepuasan dan kebebasan. Budaya tarian semacam striptease
segera dikenalkan kepada remaja di negeri ini. Meski untuk tarian gila ini kasusnya tak begitu marak, namun
tetap memberikan fakta yang tak bisa begitu saja diabaikan. Bagi remaja yang rela menari seperti binatang itu
tentu akan memperoleh honor yang lumayan dibanding kalau dia harus memainkan tarian yang lain. Di

Amerika saja, pendapatan penari striptease bisa mengantongi uang 15 ribu dolar hingga 20 ribu dolar dalam
seminggu (Republika, 9 Maret 1997, hal. 8).

Kriminalitas dan Narkotika


Tawuran, yang belum lama mi beritanya sering menghiasi halaman koran dan majalah ibu kota tidak bisa
diabaikan begitu saja. Kesalahan orang tua dalam memandang kasus ini adalah menganggap bahwa apa yang
dilakukan oleh remaja-remaja itu hanya sebatas kenakalan biasa. Padahal dalam beberapa kasus, sikap brutal
mereka sudah mengarah kepada tindak kriminal yang membahayakan. Gimana nggak, mereka sudah tak segan
lagi membawa senjata tajam, dan belati sampai celurit. Dan terbukti dalam beberapa kasus, senjata itu telah
banyak memakan korban, tidak hanya luka parah, tapi juga sampai koit!
Lalu, kawan dekatnya kejahatan adalah minuman keras dan narkoba. Itu tak bisa dipungkiri. Entah
mereka melihatnya di film-film atau belajar sendiri dari kehidupan di lingkungannya. Mesti yang namanya
tindak kriminal hampir seluruhnya dilakukan oleh para pecandu miras dan narkotika. Parahnya, gejala ini
bukan hanya hinggap di kalangan remaja kota, tapi sudah mewabah hingga remaja desa yang kampungan.
Sudah pasti minuman keras kelas air tape mereka sudah mengenalnya dengan baik, bahkan minuman keras
sekelas Martini Napoleon, Jeniffer pun sudah bukan barang aneh lagi --meski untuk yang disebutkan tiga
terakhir itu-- mereka bergotong-royong dalam membelinya.
Lagi-lagi kita akan dibuat tercengang, ketika anak-anak desa yang sudah tak mengenal lagi istilah
menggembala itu berteler-ria dengan nipam, magadon, BK, atau malah ekstasi dan putauw? Apalagi dengan
remaja kota? Lebih heboh lagi, Bung!

Jago Pesta dan Hura-Hura


Dengan berlindung di balik istilah remaja gaul, seringkali mereka melakukan perbuatan yang justeru
mebuatnya terjebak dalam suasana santai dan bergaya hidup glamour. Untuk urusan hiburan, mereka sangat
bersemangat untuk mencobanya, meski akhirnya ketika datang jenis hiburan baru, mereka meninggalkan
model hiburan lama. Untuk itu, tentu mereka harus mengeluarkan ratusan ribu rupiah, bahkan mugkin jutaan
rupiah, dan celakanya --karena masih sekolah-- justeru kocek ortunya lah yang banyak terkuras.
Gampang saja menyimak tren remaja sekarang, beberapa waktu yang lalu mereka gandrung dengan
skateboard yang tentu saja, harganya lebih mahal dibanding papan penggilesan. Masih belum habis dengan
mode itu, datang lagi hiburan gaya baru dengan video game dan kelas SEGA, Nintendo sampai Playstasion.
Yang tentunya dari soal biaya lebih mahal ketimbang mainan kita waktu kecil, mobil-mobilan dari kulit jeruk
bali!
Pokoknya, segala hal yang berbau hiburan dan hura-hura sangat lengket dengan remaja. Nonton film di
studio-21, jalan-jalan ke mal, mendandani mobil, ngeceng alias cuci mata, dan segala macam yang sifatnya
huna-hura, sudah akrab dengan kehidupan mereka. Walhasil, remaja kita memang latah dan terjebak dalam
dunia santai.

Agar tak Jadi Generasi Latah


Ya, sejauh ini memang remaja itu hobi coba-coba, apa saja, dari mulai ngeseks, ngeboat, tindak kriminal
dan lain sebagainya. Namun, apakah kita akan membiarkan mereka dan terus mentolerir segala aktivitas yang
dilakukannya?
Orang yang suka coba-coba menandakan bahwa ia tidak memiliki kejelasan arah dalam menempuh
kehidupannya di dunia. Ibarat orang yang berpergian tanpa tujuan, pasti akan kebingungan di jalan. Mereka
jugs sama, manusia dan sudah masuk hitungan terkena beban hukum. Nah, kewajiban searang muslim yang
sudah terbebani hukum itu adalah wajib terikat dengan aturan-aturan Islam dan menjalankannya dalam
aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Makanya, keluarga sebagai pandasi utama keimanan mereka harus
menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan remaja.
Hidup di dunia ini tak ubahnya seperti menempuh suatu perjalanan. Seseorang harus tahu perjalanan
hidupnya untuk mengetahui jati dirinya, yaitu dari mana ia, untuk apa hidup dui dunia, dan akan kemana
setelah mati?
Pertanyaan mendasar ini harus terjawab. Jika tidak manusia akan senantiasa berada dalam kebimbangan
dan tak dapat melangkah dengan arah yang pasti dalam mengarungi kehidupannya. Akibatnya akan menjadi
orang yang latah. Kemana lingkungan mempengaruhinya, kesitulah ia melangkah.
Siapa saja yang menggunakan akal sehat, akan menyadari bahwa dirinya adalah makhluk yang berasal
dari Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Adanya keterbatasan dan kelemahan manusia merupakan bukti nyata
bahwa ia membutuhkan adanya Sang Pencipta. Untuk mempertahankan hidup saja, manusia harus bergantung
dengan makanan, minuman, oksigen, dll. Lalu bagaimana munkin.
Jadi, bila kita mengikuti dengan ikhlas gaya hidup peradaban tertentu yang jelas bertentangan dengan
Islam, maka kita sudah termasuk ke dalam golongan mereka. Ih, rugi amat!
Makanya biar kita tak menjadi generasi latah, kits harus tahu dulu aturan main dalam Islam. Boleh
saja kamu mengikuti tren dan barat, sssl tren itu cuma berkaitan dengan iptek dan jelas musti yang baik-baik
Teknologi informasi yang membuat kits terkagum-kagum, sah-sah saja selama itu tidak kamu simpangkan.
Nah, jadi harus tahu Ru. Kalau belum? Ngaji dulu, dongl U

Anda mungkin juga menyukai