DEFINISI IKTERUS
Ikterus berasal dari Bahasa Perancis jaune artinya kuning atau ikterus dalam bahasa Latin
yang artinya pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan membran mukosa oleh deposit
bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus dapat dilihat pada
sklera pada konsentrasi 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/l). Jika ikterus sudah terlihat nyata, kadar
bilirubin sudah mencapai angka 7 mg/dl.1,
Penampakan ikterus tergantung dari pigmentasi kulit seseorang karena itu sebaiknya
digunakan terminologi hiperbilirubinemia, karena lebih objektif.3,4 Ikterus harus dibedakan
dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang asupan berlebih buah-buahan yang
mengandung pigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya, dan jeruk. Bilirubin merupakan
suatu pigmen berwarna kuning yang berasal dari unsur porfirin dalam hemoglobin yang
terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel-sel retikuloendotel.
METABOLISME BILIRUBIN
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran eritrosit oleh makrofag di dalam limfa, hati,
dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin.
Komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino melalui suatu proses oksidasi.
Heme selanjutnya teroksidasi menjadi biliverdin oleh heme-oksidase dengan melepas zat
besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi.
Bilirubin tidak terkonjugasi bersifat larut dalam lemak dan hampir tidak larut dalam air
sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Bilirubin ini disebut juga
bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan dalam alkohol.
Setelah dilepas ke dalam plasma, sebagian besar bilirubin tidak terkonjugasi berikatan
dengan albumin sehingga dapat larut di dalam darah kemudian berdifusi ke dalam
hepatosit. Di dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi akan dikonjugasikan dengan
asam glukuromat membentuk bilirubin glukuronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin
direk). Reaksi ini dikatalisasi oleh enzim glukonil transferase, suatu enzim dalam retikulum
endoplasmik dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang
bersifat toksik.
Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan melalui ginjal
namun dalam keadaan normal tidak terdeteksi di dalam urin. Sebagian besar bilirubin
terkonjugasi dikeluarkan ke dalam empedu, suatu campuran kolesterol, fosfolipid, bilirubin
diglukonorida dan garam empedu. Di dalam saluran cerna, bilirubin terkonjugasi diaktifasi
oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar
dalam tinja (sterkobilin) atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan
dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen bersifat larut dalam air sehingga
sebagian dikeluarkan melalui ginjal.5
PATOFISIOLOGI
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin di dalam darah sangat
tinggi. Hiperbilirubinemia dibagi menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi,
hiperbilirubinemia terkonjugasi dan hiperbilirubinemia campuran. Hiperbilirubinemia
tidak terkonjugasi terjadi bila bilirubin direk 15%, sedangkan pada hiperbilirubinemia
terkonjugasi kadar bilirubin direk 15%.6
Hiperbilirubinemia disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat, penurunan
klirens bilirubin dan gangguan konjugasi genetik. Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat
disebabkan oleh gangguan fungsi klirens yang bersifat familial, sedangkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang didapat disebabkan oleh penggunaan beberapa jenis
obat (asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, promacin, estrogen dan steroid anabolik)
serta hambatan aliran empedu ke dalam duodenum yang sering disebut kolestasis
ekstrahepatik.
Produksi bilirubin yang berlebihan
Peningkatan produksi bilirubin paling sering disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah yang berlebihan dan menyebabkan ikterus hemolitik. Terjadi peningkatan kadar
bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma. Sebagai kompensasinya, terjadi peningkatan
penyerapan ke dalam sel hati dan ekskresi bilirubin. Selanjutnya akan terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen dalam saluran cerna yang akan diserap kembali dan dikeluarkan
melalui urin sehingga kadar urobilinogen urin meningkat. Bilirubin tidak terkonjugasi tidak
dikeluarkan dalam urin.
Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati
Pada keadaan ini kadar bilirubin plasma meningkat namun tidak terjadi peningkatan kadar
urobilinogen dalam urin. Dapat disebabkan oleh beberapa kelainan genetik seperti sindrom
Gilbert serta beberapa jenis obat.
Gangguan konjugasi bilirubin
Terjadi bila terdapat kekurangan atau tidak adanya enzim glukonil transferase, misalnya
pada kelainan genetik seperti sindrom Crigler-Najjar atau karena pengaruh obat-obatan.
Apabila enzim glukonil transferase tidak ada maka ditemui kadar bilirubin tidak
1. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi oleh hati secara rinci
dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transpor yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak
termasuk pengambilan albumin.
2. Konjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi mengalami konjugasi dengan asam
glukoronik membentuk bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini
dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin
yang larut dalam air.
Fase Pascahepatik
1. Ekskresi bilirubin. Bilirubin terkonjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus. Di
dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi
sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian besar ke dalam tinja dan memberi
warna coklat. Sebagian dikeluarkan dan diserap kembali ke dalam empedu, dan
sebagian kecil mencapai urin sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan
diglukuronida tapi tidak bilirubin tidak terkonjugasi. Hal ini menjelaskan warna urin
yang gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestatik intrahepatik.
Bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak, karenanya
dapat melewati sawar darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam hepatosit,
bilirubin tidak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim
glukoronil transferase dan larut dalam empedu cair.
BAB II: PENYAKIT GANGGUAN METABOLISME BILIRUBIN
1. Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi
2. Hiperbilirubinemia terkonjugasi
Hiperbilirubinemia Tidak Terkonjugasi
Hemolisis
Peningkatan konsentrasi bilirubin pada keadaan hemolisis dapat melebihi kemampuan hati
yang normal untuk memetabolisme kelebihan bilirubin. Pada hemolisis yang berat
konsentrasi billirubin jarang lebih dari 5 mg/dl kecuali jika terdapat kerusakan hati.
Kombinasi hemolisis yang sedang dan penyakit hati yang ringan dapat menyebabkan
ikterus yang lebih berat sehingga terjadi hiperbilirubinemia campuran akibat ekskresi
empedu kanalikuler terganggu.
Sindrom Gilbert
Penyakit ini mengenai 3-5% orang, biasa pada kelompok umur dewasa muda dengan
keluhan tidak spesifik dan tidak sengaja ditemukan. Kemungkinan disebabkan karena
adanya defek yang kompleks dalam pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi
antara 2-5 mg/dl yang cenderung naik dengan berpuasa, dan keadaan stres lainnya. Sindrom
Gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang normal,
tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang dominan.
Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulosis. Histologi hati
normal dan tidak diperlukan biopsi hati untuk diagnosis.
Sindrom Crigler-Najjar
Jarang dijumpai. Bersifat jinak dan familial dengan produksi early labeled bilirubin yang
berlebihan.
Hiperbilirubinemia Konjugasi Non Kolestasis
Merupakan penyakit autosom resesif yang ditandai dengan ikterus ringan. Didasari akibat
gangguan ekskresi anion organik seperti bilirubin namun ekskresi garam empedu tidak
terganggu. Berbeda dengan Sindrom Gilbert, hiperbilirubinemia yang terjadi adalah
bilirubin terkonjugasi dan empedu ditemukan dalam urin.
Sindrom Rotor
Menyerupai Sindrom Dubin Johnson tapi hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan
metabolik lain
Hiperbilirubinemia Konjugasi Kolestasis
Kolestasis Intrahepatik
Penyebab paling sering adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol, dan
penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier primer,
kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik, dan penyakit lain yang jarang.
Kolestasis Ekstrahepatik
Penyebab yang sering adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab
lainnya yang relatif jarang adalah striktur jinak pada duktus koledokus, karsinoma duktus
koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas, dan kolangitis sklerosing. Retensi
bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin
terkonjugasi yang masuk ke dalam urin. Tinja berwarna pucat karena sedikit yang
mencapai saluran cerna usus halus.
BAB III: PENDEKATAN KLINIS IKTERUS PADA DEWASA
Anamnesis
Biasanya ditanyakan keluhan ikterus, seperti warna urin, warna tinja, keluhan gatal, mual
muntah, dan nyeri perut serta kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat menyebabkan
ikterus seperti stres, infeksi, kehamilan, dan obat-obatan tertentu.
Pemeriksaan Fisik
Ditemukan adanya bekas garukan, spider nevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis,
edema tungkai, dan asites.
Pemeriksaan Laboratorium
Hiperbilirubinemia dengan nilai aminotransferase dan fosfatase alkali yang normal
menunjukkan kemungkinan proses hemolisis atau penyakit Sindrom Gilbert, hal ini
dipastikan dengan fraksional bilirubin. Beratnya ikterus dan fraksional bilirubin tidak bisa
membantu untuk membedakan ikterus hepatoselular dari keadaan ikterus kolestatik.
Peningkatan kadar aminotransferase 500 U lebih mengarah pada hepatitis atau keadaan
hipoksia akut. Peningkatan fosfatase alkali yang tidak proporsional mengarah kepada
kolestasis atau kelainan infiltrat. Pada keadaan yang disebut belakangan, bilirubin biasanya
normal atau hanya naik sedikit saja. Bilirubin di atas 25 sampai 30 mg/dl seringkali
disebabkan karena hemolisis atau disfungsi ginjal yang menyertai pada keadaan penyakit
hepatobilier berat. Inversi rasio konsentrasi albumin dan globulin menunjukkan adanya
penyakit kronis. Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian vitamin
K (5-10 mg IM selama 2-3 hari) lebih mengarah pada kolestasis daripada proses
hepatoselular.
Pencitraan
Pemeriksaan sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran saluran bilier, yang
menunjukkan adanya sumbatan mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti
Pengobatan
Pengobatan ikterus sangat tergantung penyebabnya. Beberapa gejala yang cukup
mengganggu misalnya pruritus pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan untuk
penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan yang ireversibel (seperti sirosis
bilier primer) biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari dalam dosis terbagi dua
yang akan mengikat garam empedu di usus.
Suplemen kalsium dan vitamin D dapat diberikan pada kolestasis yang ireversibel.
Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin dan steatorrhea yang berat dapat
dikurangi dengan pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain triglyceride.
Sumbatan bilier ekstrahepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan,
ekstraksi batu empedu di duktus atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk kasus
striktur. Untuk sumbatan yang non operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan
melalaui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman A., Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2007. p.420-423.
2. M. Lamah Indkaghd. Anatomical Variations of the Extrahepatic Biliary. Tree:
Review of the World Literature. Clinical Anatomy 14; 2001. p.167-172.
3. Wolkoff A.W. The Hyperbilirubinemia in Kaspen et all. Harrisons Principles of
Internal Medicine. 16th edition. Mc Graw Hill, Singapore; 2005. p.1817-1821.
4. Roche S.P., Kobos R. Jaundice in The Adult Patient. American Family Physician;
2004. p.229-304.
5. Kanoko M. Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Ikterus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.5-8.
6. Wilson L.M., Lester L.B., Hati, Empedu, dan Pankreas. Dalam : Price S.A., Wilson
L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p.426-463.
BAB I
PENDAHULUAN
Kern ikterus merupakan suatu sindroma kerusakan otak yang ditandai dengan athetoid
cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan mental
retardasi.
Pada beberapa bayi baru lahir, hati memproduksi pigmen kuning yang disebut bilirubin
yang berlebihan, sehingga mengakibatkan kulit dan sklera mata berubah warna menjadi
kuning. Keadaan ini disebut dengan ikterus. Beberapa bayi, keadaan ini bisa hilang sendiri,
tetapi pada beberapa bayi lainnya bila tidak ditangani dengan cepat dan benar maka bisa
menyebabkan kadar bilirubin menjadi sangat tinggi yang bersifat toksik dan dapat merusak
otak.
Bayi baru lahir dengan ikterus yang tidak ditangani secara medis bisa saja mengalami kern
ikterus, tetapi bukan berarti setiap bayi kuning akan menghadapi masalah ini. Bila timbul
ikterus, dapat diterapi dengan fototerapi, tetapi bila tidak berhasil maka dapat dilakukan
transfusi tukar (exchange transfusion).
Beberapa tanda kern ikterus yaitu; kulit bayi yang sangat kuning bahkan oranye, tidur yang
berkepanjangan bahkan sulit untuk dibangunkan, menyusui sangat kurang, serta kelemahan
umum.
Pada kasus kern ikterus ini, pencegahan lebih baik daripada pengobatan, terlebih bila bayi
sudah mencapai tingkat kerusakan otak yang hebat sehingga menjadikan prognosis kern
ikterus buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KERN IKTERUS
2.1. Definisi
Kern ikterus adalah sindroma neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya
bilirubin indirek/tak terkonjugasi dalam sel otak1, 2, 3, 6.
2.2. Insidensi
Dengan menggunakan kriteria patologis, sepertiga bayi (semua umur kehamilan)
yang penyakit hemolitiknya tidak diobati dan kadar bilirubinnya lebih dari 20 mg/dL, akan
mengalami kern ikterus. Insidensi pada otopsi bayi prematur dengan hiperbilirubinemia
adalah 2-16 %. Perkiraan frekuensi klinis tidak dapat dipercaya karena luasnya spektrum
manifestasi penyakit2, 7, 9.
Di Amerika Serikat, 8-10 % dari semua bayi sehat tetap dapat terjadi
hiperbilirubinemia berat yang selanjutnya mengalami kern ikterus.
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan meningkatnya kasus kern ikterus,
yaitu:
- Para orang tua tidak mengetahui tanda-tanda ikterus sehingga mereka tidak segera
menghubungi dokter.
- Banyaknya bayi baru lahir yang segera meninggalkan Rumah Sakit, padahal kadar
bilirubin darah belum mencapai puncaknya (48-72 jam setelah kelahiran), ditambah
dengan tidak kontrol kembali dalam jangka waktu satu minggu kemudian.
- Dokter yang hanya mengandalkan penglihatan dalam menilai derajat kuningnya kulit
akibat ikterus yang mana rentan terhadap kesalahan terutama pada kasus yang berat dan
tidak adanya informasi kepada para orang tua untuk memperhatikan kualitas kuningnya
kulit pada bayi mereka.
- Beberapa bayi baru lahir pulang dari Rumah Sakit dalam kondisi pemeriksaan kadar
bilirubin yang belum selesai5, 6,8,10.
2.3. Klasifikasi
Stadium 1
Refleks moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high pitched cry, kejang.
Stadium 2
Opistotonus, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung deviasi ke atas.
Stadium 3
Spastisitas menurun, pada usia sekitar 1 minggu.
Stadium 4
Gejala sisa lanjut; spastisitas, atetosis, tuli parsial/komplit, retardasi mental, paralisis bola
mata ke atas, displasia mental1.
2.4. Etiologi
Penyebab kern ikterus adalah dikarenakan kadar bilirubin yang sangat tinggio yang dapat
mencapai tingkat toksik sehingga merusak sel-sel otak.
Kadar bilirubin yang tinggi merupakan kelanjutan dari ikterus neonatorum yang disebabkan
oleh:
Ikterus fisiologis:
- Peningkatan jumlah bilirubin yang masuk ke dalam sel hepar.
- Defek pengambilan bilirubin plasma.
- Defek konjugasi bilirubin.
- Ekskresi bilirubin menurun.
Ikterus patologis:
- Anemia hemolitik: isoimunisasi, defek eritrosit, penyakit hemolitik bawaan, sekunder
dari infeksi, dan mikroangiopati.
- Ekstravasasi darah: hematoma, ptekie, perdarahan paru, otak, retroperitoneal dan
sefalhematom.
- Polisitemia.
- Sirkulasi enterohepatik berlebihan: obstruksi usus, stenosis pilorus, ileus mekonium,
ileus paralitik, dan penyakit hirschprung.
Permukaan otak biasanya berwarna kuning pucat. Pada pemotongan, daerah-daerah tertentu
secara khas berwarna kuning akibat bilirubin tak terkonjugasi, terutama pada korpus
subtalamikus, hipokampus dan daerah olfaktorius yang berdekatan, korpus striata, talamus,
globus palidus, putamen, klivus inferior, nukleus serebelum, dan nukleus saraf kranial.
Daerah yang tak berfigmen juga dapat cedera. Hilangnya neuron, gliosis reaktif dan atrofi
sistem serabut yang terlibat ditemukan pada penyakit yang lebih lanjut. Pola jejas
dihubungkan dengan perkembangan sistem enzim oksidatif pada berbagai daerah otak dan
bertumpang-tindih dengan yang terdapat pada cedera otak hipoksik. Bukti yang mendukung
hipotesis bahwa bilirubin mengganggu penggunaan oksigen oleh jaringan otak, mungkin
dengan menimbulkan jejas pada membran sel; jejas hipoksia yang telah terjadi sebelumnya
meningkatkan kerentanan sel otak terhadap jejas. Pewarnaan bilirubin yang jelas tanpa
hiperbilirubinemia atau perubahan mikroskopik yang spesifik kern ikterus mungkin tidak
merupakan kesatuan yang sama2, 9, 10.
2.6. Kriteria Diagnosis
Secara umum, ditandai dengan athetoid cerebral palsy, gangguan pendengaran hingga
ketulian, gangguan penglihatan, dan mental retardasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala kern ikterus biasanya muncul 2-5 hari sesudah lahir
pada bayi cukup bulan dan paling lambat hari ke-7 pada bayi prematur, tetapi
hiperbilirubinemia dapat menyebabkan sindroma setiap saat selama masa neonatus. Tandatanda awal bisa tidak terlihat jelas dan tidak dapat dibedakan dengan sepsis, asfiksia,
hipoglikemia, pendarahan intrakranial dan penyakit sistemik akut lainnya pada bayi
neonatus. Lesu, nafsu makan jelek dan hilangnya refleks Moro merupakan tanda-tanda
awal yang lazim. Selanjutnya, bayi dapat tampak sangat sakit, tidak berdaya disertai refleks
tendo yang menjadi negatif dan kegawatan pernapasan. Opistotonus, dengan fontanela yang
mencembung, muka dan tungkai berkedut, dan tangisan melengking bernada tinggi dapat
menyertai. Pada kasus yang lanjut terjadi konvulsi dan spasme, kekakuan pada bayi dengan
lengan yang terekstensi dan berotasi ke dalam serta tangannya menggenggam. Rigaditas
jarang terjadi pada stadium lanjut2.
Banyak bayi yang menjelek ke tanda-tanda neurologis berat ini meninggal; yang bertahan
hidup biasanya mengalami cedera berat tetapi agaknya dapat sembuh dan 2-3 bulan
kemudian timbul beberapa kelainan. Selanjutnya, pada usia 1 tahun opistotonus, rigiditas
otot, gerakan yang tidak teratur dan konvulsi cenderung kambuh. Pada tahun ke-2
opistotonus dan kejang mereda, tetapi gerakan-gerakan yang tidak teratur dan tidak
disadari, rigiditas otot atau pada beberapa bayi, hipotonia bertambah secara teratur. Pada
umur 3 tahun sering tampak sindrom neurologis yang lengkap terdiri atas koreotetosis
dengan spasme otot involunter, tanda-tanda ekstrapira-midal, kejang defisiensi mental,
wicara disartrik, kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi, strabismus dan gerakan
mata ke atas tidak sempurna. Tanda-tanda piramidal, hipotonia, atau ataksia terjadi
beberapa bayi. Pada bayi yang terkenanya ringan sindrom ini hanya dapat ditandai melalui
inkoordonasi neoromuskular ringan sampai sedang, ketilian parsial, atau disfungsi otak
minimal yang terjadi sendiri atau bersamaan, masalah ini mungkin tidak tampak sampai
anak masuk sekolah2,4,5, 7.
2.7. Diagnosis Banding
2.7.1.Sepsis
Merupakan sindroma klinis yang ditandai gejala sistemik dan disertai bakteriemia.
Kriteria diagnosis meliputi gejala klinis berupa gangguan keadan umum (tampak tidak
sehat, tidak mau minum, suhu badan labil), saluran cerna, pernapasan, kardiovaskuler,
Susunan Saraf Pusat, hematologik dan kulit. Dari hasil laboratorium didapatkan anemia,
leukopenia, netropenia absolut, trombositopenia, peningkatan Laju Endap Darah dan CReactive Protein.
2.7.2. Asfiksia
Merupakan keadaan yang ditandai oleh gejala-gejala akibat hipoksia yang progresif,
akumulasi CO2, dan asidosis.
2.7.3. Hipoglikemia
Merupakan keadaan yang terdapat pada bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah,
mempunyai kadar glukosa darah <>
Kriteria diagnosis ditandai dengan atau tanpa gejala; letargi/apati, tremor, apnea, sianosis,
kejang, koma, menangis lemah atau high pitched cry, poor feeding.
2.8. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan kadar bilirubin.
Bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan yang masih akan timbul akibat toksisitas
kadar bilirubin yang sangat tinggi.
- Pemeriksaan fungsi otak: EEG
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan otak yang telah terjadi.
2.9. Pengobatan
2.9.1. Transfusi Tukar
Jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi jika ada
tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar bilirubin berapapun,
maka transfusi tukar darurat harus dilakukan.
Pengobatan yang diterima secara luas ini (transfusi tukar) harus diulangi sesering yang
diperlukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum di bawah kadar
yang tercatat pada tabel. Ada berbagai faktor yang dapat mengubah kriteria ini ke arah yang
sebaliknya, namun bergantung pada individu penderita. Munculnya tanda-tanda klinis yang
memberi kesan kern ikterus merupakan indikasi untuk melakukan transfusi tukar pada
kadar bilirubin serum berapapun. Bayi cukup bulan yang sehat dengan ikterus fisiologis
atau akibat ASI, dapat mentoleransi kadar bilirubin sedikit lebih tinggi dari 25 mg/dL tanpa
tampak sakit, sedangkan bayi prematur yang sakit dapat mengalami ikterus pada kadar
bilirubin yang sangat rendah. Kadar yang mendekati perkiraan kritis pada setiap bayi dapat
merupakan indikasi untuk transfusi tukar semasa usia 1 atau 2 hari ketika kenaikan yang
lebih lanjut diantisipasi, tetapi bukan pada hari ke-4 pada bayi cukup bulan atau pada hari
ke-7 pada bayi prematur, ketika penurunan yang terjadi segera bisa diantisipasi saat
mekanisme konjugasi hati menjadi lebih efektif2.
Transfusi ganti diberikan biasanya 2 x volume darah bayi (80 ml/kg BB), yaitu 160 ml/kg B
(diharapkan dapat menggantikan darah bayi 87 %). Setiap kali menukar/mengambildan
memasukkan darah sebesar 10-20 ml (tergantung toleransi bayi.
Bayi sakit atasi dulu penyakitnya (misalnya: asfiksia dan hipoglikemia)
Bayi-bayi yang disertai anemia (HT<35 style="">partial exchange dengan PRC (25-80 ml/kg BB)
sampai HT naik menjadi 40 %. Bila keadan sudah stabil, lakukan transfusi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia.
Jika mungkin albumin miskin garam diberikan 1-2 jam sebelum transfusi ganti sebanyak 1 g/kg BB.
Pembantu mencatat volume darah yang ditukar, mengobservasi tanda vital bayi dan bisa melakukan
resusitasi.
Sebelum transfusi ganti, ukur tekanan vena.
Donor darah harus dihangatkan pada suhu 27-37oC.
Setiap 100 ml darah dikocok.
Alat steril.
Darah segar dipasang dengan infus set. Selanjutnya dihubungkan dengan jarum suntik dan kateter
v.umbilikalis.
Minimalisir efek samping dan tiap tahapan berlangsung 3-5 menit.
Jika kateter gagal dipasang di v. Umbilikalis, bisa dilakukan di v. Safena magna.
Kateter jangan terbuka terhadap udara.
Dengan jarum suntik, keluarkan darah bayi 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium pratransfusi; Hb,
urea N, elektrolit, kalsium, gula, SGOT,SGPT, osmolaritas, analisa gas darah, dan kultur.
Masukkan darah segar 20 ml perlahan, dilakukan sampai selesai.
Untuk darah citrat, setiap 100ml darah ganti diberi 1 ml kalsium glukonas 10%.
Setelah transfusi selesai, ambil darh bayi untuk pemeriksaan pasca transfusi.
Bayi harus puasa, bila tanda vital stabil boleh diberi minum.
Transfusi dihentikan bila; emboli, hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia,
gangguan pembekuan, dan perforasi pembuluh darah.
Komplikasi transfusi tukar; gangguan vaskular, kelainan jantung, gangguan elektrolit, koagulasi, infeksi,
hipotermia, dan hipoglikemia.
2.9.2. Fisioterapi
Untuk
tinggi,
yang
pengobatan
kekakuan
intelek
bayi
otot
mengalami
diarahkan
dan
(kognitif).
sudah
gerakan
Dengan
pada
serta
cara
cacat
fisioterapi
stimulasi
ini
akibat
untuk
diharapkan
kadar
bilirubin
untuk
memperbaiki
mengoptimalkan
kemampuan
terlalu
si
fungsi
anak
2.10. Prognosis
Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis yang jelek, ada 74 % atau
lebih bayi-bayi yang demikian meninggal, dan 80 % yang bertahan hidup menderita
koreoatetosis bilateral dengan spasme otot involunter. Retardasi mental, ketulian, dan
kuadriplegia spastis lazim terjadi. Bayi yang beresiko harus menjalani skrining
pendengaran2.
2.11. Pencegahan
- Segera menurunkan kadar bilirubin indirek.
- Penanganan bayi ikterus; fototerapi, kemoterapi, transfusi tukar.
Bayi dengan kadar bilirubin tinggi diobati dengan menggunakan fototerapi, bahkan
dengan transfusi tukar. Kini terdapat obat baru yaitu Stanate yang dalam ujicoba terbukti
dapat memblokade produksi bilirubin sehingga dapat mencegah kern ikterus, hingga
sekarang obat ini masih terus dikembangkan4.
Tanpa memandang etiologi, tujuan terapi adalah mencegah kadar yang
memungkinkan terjadinya neurotoksikosis, dianjurkan agar fototerapi, dan jika tidak
berhasil, transfusi tukar dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin total
dalam serum di bawah kadar yang ditunjukkan pada tabel 1 (untuk preterm) dan tabel 2
(untuk bayi cukup bulan). Pada setiap bayi, resiko jejas bilirubin terhadap sistem saraf
pusat harus dipertimbangkan dengan resiko yang ditimbulkan oleh pengobatan. Belum ada
persetujuan yang umum mengenai kriteria untuk memulai fototerapi. Karena fototerapi
mungkin memerlukan 6-12 jam untuk mempunyai pengaruh yang dapat diukur, maka
fototerapi ini harus dimulai saat kadar bilirubun masih berada di bawah kadar yang
diindikasi untuk transfusi darah. Bila teridentifikasi, penyebab dasar dasar ikterus harus
diobati, misalnya antibiotik untuk septikemia. Faktor-faktor fisiologis yag menambah
resiko cedera neurologis harus diobati juga (misalnya koreksi terhadap asidosis)2.
Fototerapi biasanya dimulai pada 50-70 % dari kadar maksimum bilirubin indirek.
Jika nilai sangat melebihi kadar ini, jika fototerapi tidak berhasil mengurangi kadar
bilirubin maksimum, atau jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan
indikasi. Jadi jika ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar
bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus dilakukan2.
- Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin pada semua bayi baru lahir sebelum
meninggalkan Rumah Sakit.
- Kontrol bayi baru lahir ke dokter dalam jangka waktu 24-48 jam setelah meninggalkan
Rumah Sakit.
- Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang ikterus5.
Tabel 1.
Kadar bilirubin serum indirek maksimum yang disarankan pada bayi preterm.
Ada Komplikasi*
(g/dL)
(g/dL)
<>
12-13
10-12
1000-1250
12-14
10-12
1251-1499
14-16
12-14
1500-1999
16-20
15-17
2000-2500
20-22
18-20
(gram)
*Komplikasi meliputi asfiksia perinatal, asidosis, hipoksia, hipotermia, hipoalbuminemia, meningitis, PIV,
hemolisis, hipoglikemia, atau tanda-tanda kern ikterus.
Tabel 2.
Srategi pengobatan terhadap hiperbilirubinemia indirek pada bayi cukup bulan yang sehat
tanpa hemolisis.
Umur
Fototerapi
(Jam)
(g/dL)
Fototerapi &
Transfusi Tukar
Persiapan
Jika Fototerapi
Transfusi Tukar*
Gagal
(g/dL)
(g/dL)
<>
**
**
**
24-48
15-18
25
20
49-72
18-20
30
25
> 72
20
30
25
> 2 minggu
***
***
***
* Jika bilirubin awal yang terpresentasi tinggi, fototerapi yang intensif harus dimulai dan persiapan untuk
transfusi tukar dilakukan. Jika fototerapi gagal mengurangi kadar bilirubuin sampai ke kadar yang tercatat
pada kolom sebelah kanan, mulailah transfusi tukar.
** Ikterus pada umur 24 jam tidak tampak pada bayi sehat.
*** Ikterus mendadak muncul pada umur 2 minggu atau berlanjut sesudah umur 2 minggu dengan kadar
hiperbilirubinemia yang berarti; untuk membenarkan pemberian terapi maka harus diamati secara rinci,
karena ikterus ini paling mungkin disebabkan etiologi yang sudah ada seperti atresia biliaris, galaktosemia,
hipotyiroidisme, atau hepatitis neonatus.
BAB III
KESIMPULAN
Kern ikterus merupakan suatu sindroma kerusakan otak yang diakibatkan oleh tingginya
kadar bulirubin sehingga bersifat toksik terhadap otak, ditandai dengan athetoid cerebral
palsy, gangguan pendengaran hingga ketulian, gangguan penglihatan, dan mental retardasi.
Kern ikterus timbul terutama pada bayi-bayi ikterus yang tidak ditangani dengan baik.
Penanganan ikterus harus mengikutsertakan semua aspek secara menyeluruh , mulai dari
peran orang tua, tenaga medis, maupun sarana kesehatan dalam rangka mencegah
timbulnya kern ikterus serta rehabilitasi pasca kern ikterus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus
Neonatorum.
Perinatologi.
Bandung.
Bagian/SMF
Ilmu
Kesehatan
Anak
FKUP/RSHS. 64-84.
2. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl.
17th edition. Saunders. 596-598.
3. Garna Herry, dkk. 2000. Ikterus Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi kedua. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. 97103
4. http://rarediseases.about.com/cs/kernicterus/a/090703.htm
5. http://www.cdc.gov/ncbddd/dd/kernicterus.htm
6. http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=540
7. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0603/21/hikmah/konsultasi.htm
8. http://adam.about.com/surgery/100018.htm#
9. http://www.ijppediatricsindia.org/article.asp?issn=0019-5456;year=2005
10. http://jama.ama-assn.org/cgi/content/full/286/3/299
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
patologis/hiperbilirubinemia
adalah
suatu
keadaan
dimana
kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai
hubungan
dengan
keadaan
yang
patologis.
Ikterus
yang
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin
mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %.
4. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang
terjadi secara kronik.
B. Jenis Bilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjad dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak.
2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak.
C. Etiologi
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
1. Peningkatan produksi
Kelainan congenital
atau
karena
pengaruh
obat-obat
tertentu
misalnya
sulfadiazine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
toksoplasmasiss, syphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian
otot mata dan displasia dentalis
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada
kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.
F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain :
bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu
(involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn akhirnya
opistotonus.
G. Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat
kelahiran
Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali
pusat pada
setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam
pertama kelahiran
Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi
baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan
bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak
tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian
penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata
didalam gambar di bawah ini :
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Derajat
Daerah Ikterus
Ikterus
Aterm
Prematur
5,4
8,9
9,4
11,8
11,4
Kepala, badan,
ekstremitas sampai
dengan tangan dan
kaki
15,8
13,3
Anamnesis
Timbul saat
lahir hari ke-2
Riwayat
ikterus pada
bayi
sebelumnya
Riwayat
penyakit
keluarga:
ikterus,
anemia,
pembesaran
hati,pengangk
atan limfa,
defisiensi
G6PD
Pemeriksa
an
Pemeriksaa
n
penunjang
atau
diagnosis
lain yang
sudah
diketahui
Kemungkin
an
diagnosis
Sangat
ikterus
Hb<13>8
mg/dl pada
hari ke-1
atau kadar
Bilirubin>13
mg/dl pada
hari ke-2
ikterus/kadar
bilirubin
cepat
Ikterus
hemolitik
akibat
inkompatibilit
as darah
Sangat
pucat
Bila ada
fasilitas:
Coombs tes
positif
Defisiensi
G6PD
Inkompatibilit
as golongan
darah ABO
atau Rh
Timbul saat
lahir sampai
Sangat
ikterus
dengan hari
ke2 atau lebih
Tanda
infeksi/seps
is: malas
minum,
kurang
aktif, tangis
lemah, suhu
tubuh
abnormal
Riwayat infeksi
maternal
Timbul pada
hari 1
Riwayat ibu
hamil
pengguna obat
Ikterus hebat
timbul pada
hari
ke2
Ensefalopati
timbul
Lekositosis,
leukopeni,
trombositope
nia
Ikterus
Sangat
ikterus,
kejang,
postur
abnormal,
letragi
Ikterus
diduga
karena
infeksi
berat/sepsis
Ikterus
akibat obat
Bila ada
fasilitas:
Hasil tes
Coombs
positif
Ensefalopati
pada hari ke
3-7
Ikterus hebat
yang tidak
atau
terlambat
diobati
Ikterus
menetap
setelah
Ikterus
berlangsung
> 2 minggu
pada bayi
cukup bulan
dan > 3
minggu
pada bayi
kurang
bulan
Faktor
pendukung:
Urine gelap,
feses pucat,
peningkatan
bilirubin
direks
Ikterus
berkepenjang
an
(Prolonged
Ikterus)
usia 2 minggu
Bayi
tampak
sehat
Timbul hari
ke2 atau lebih
Bayi berat
lahir rendah
Ikterus pada
bayi
prematur
J. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
dapat
digunakan
sendiri
atau
dikombinasi
dengan
transfuse
tidak
dapat
mengubah
penyebab
kekuningan
dan
hemolisis
dapat
menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi
dan berat badan lahir rendah.
Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan
penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP)
tahun 1994
Bayi lahir cukup bulan (38 42 minggu)
Usia
bayi
(jam)
Pertimbangan
terapi sinar
Terapi
sinar
Transfuse
tukar bila
terapi
sinar
intensif
gagal
Transfuse
tukar dan
terapi sinar
intensif
Kadar bilirubin
Indirek
serum
Mg/dl
25 -48
>9
>12
>20
>25
49 72
>12
>15
>25
>30
>72
>15
>17
>25
>30
<24
Usia (jam)
Berat lahir
<>
BL 1500
2000 g kadar
bilirubin
BL >2000 g
kadar
bilirubin
<>
>4
>4
>5
25 48
>5
>7
>8
49 72
>7
>8
> 10
> 72
>8
>9
> 12
Bayi cukup
bulan sehat
kadar bilirubin,
mg/dl: (mol/l)
Bayi denagn
factor resiko
(kadar bilirubin,
mg/dl:mol/l)
Hari ke 1
Setiap terlihat
ikterus
Setiap terlihat
ikterus
Hari ke 2
15 (260)
13 (220)
Hari ke 3
18 (310)
16 (270)
Hari ke 4 dst
20 (340)
17 (290)
b. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
dapat
menstimulus
hati
untuk
menghasilkan
enzim
yang