Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE, KUALITAS

AUDITOR EKSTERNAL, LIKUIDITAS, MANAJEMEN LABA,


DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP
KUALITAS LABA PERBANKAN SYARIAH
Periode 2011-2015
PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S-1

Disusun Oleh:
Wanti Aprilia
NIM. 13.0102.0015

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016

PENDAHULUAN
Perbankan syariah adalah jenis lembaga keuangan yang beroperasi seseuai
dengan syariah Islam. Bank syariah pertama yang dibentuk di Indonesia adalah
Bank Muamalat yaitu pada tahun 1991 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), pengusaha muslim, dan juga
pemerintah. Bank Muamalat pada masa itu masih belum mendapat perhatian dari
masyarakat, baru setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 bank syariah menjadi
primadona karena mampu bertahan selama masa krisis dibanding
perbankan konvensional lainnya. Hal tersebut mendorong terbentuknya
bank syariah lain. Bank Syariah Mandiri yang merupakan bank syariah kedua di
Indonesia yang merupakan gabungan dari beberapa bank yang dimiliki BUMN
dan terkena dampak dari krisis tahun 1998. Setelah itu di awal 2000-an dimulailah
era perbankan syariah yang semakin pesat.
Data pada akhir tahun 2002 menunjukkan total aktiva bank syariah
nasional (tidak termasuk BPRS) yaitu Rp 4.045 miliar atau 0,36% dari total aktiva
perbankan nasional (ojk.go.id) dan terus berkembang. Tetapi di tahun-tahun
terakhir aktivitas perbankan syariah mulai menurun. Pengawas Industri Keuangan
Non Bank OJK mencatat pertumbuhan aset tertinggi yang pernah dicapai
bank syariah nasional yaitu di tahun 2013 sebanyak 49%, namun di tahun
2015 pertumbuhan aset hanya 7,98%.
Hal ini menjadi perhatian para pengamat keuangan karena bank syariah
diprediksi akan terus berkembang sesuai dengan sasarannya yaitu masyarakat
muslim. Jika diamati sejak awal, perkembangan bank syariah yang direspon
sangat antusias oleh para bankir didasari pada fakta bahwa bank syariah mampu
bertahan di tengah krisis ekonomi. Akhirnya para bankir berlomba-lomba
mendirikan bank syariah dengan h arapan dapat bertahan dalam persaingan bisnis.
Ketika dalam praktiknya ditemukan berbagai permasalahan yang
menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat sedangkan persaingan semakin ketat
dengan munculnya perbankan-perbankan syariah baru, bank syariah yang

semakin menurun kinerjanya akan terdesak untuk melakukan berbagai cara


demi mempertahankan eksistensinya atau justru memicu individual di
perusahaan untuk memperoleh keuntungan pribadi di tengah kondisi
perbankan yang tidak pasti. Seperti pegawai Bank Syariah Mandiri (BSM)
Cabang Bogor yang pada tahun 2013 terbukti melakukan praktik kredit fiktif
kepada nasabahnya dan nasabah fiktif. Pegawai BSM terbukti melakukan
penyaluran kredit fiktif sebesar Rp 102 miliar kepada 197 nasabah fiktif yang
mengakibatkan perusahaan rugi Rp 59 miliar (kompas.com). Beberapa tahun
sebelumnya yaitu pada 2008 BSM juga terlibat kasus penyitaan aset karena tidak
memenuhi putusan Basyarnas untuk membayar pokok pembiayaan akad
Mudharabah Muqayyadah kepada Dana Pensiun. Perbankan syariah lain yang
sempat menjadi sorotan adalah Bank Mega Syariah. Bank Mega disebut telah
melakukan money game berkedok investasi emas Golden Traders Indonesia
Syariah (GTIS).
Kedua kasus di atas dilakukan oleh bank terkemuka yang umumnya
dikenal masyarakat berhasil dalam operasionalnya dilihat dari laba yang
dilaporkan di laporan keuangan. Selain laba, laporan keuangan juga berisi
informasi-informasi keuangan penting lainnya. Tetapi laba adalah indikator yang
paling banyak digunakan sebagai ukuran keberhasilan sebuah organisasi.
Informasi yang ada di laporan keuangan digunakan oleh pihak internal maupun
eksternal. Pihak internal

yang utama yaitu manajemen untuk menentukan

kebijakan dan pengambilan yang sesuai dengan perusahaan, dan karyawan untuk
mengetahui kelangsungan perusahaan terkait dengan pekerjaannya. Sedangkan
pihak eksternal yaitu investor, kreditor, regulator, pemasok, pelanggan, dll.
Financial Accounting Standard Board (FASB) menyatakan bahwa tujuan laporan
keuangan yaitu untuk memberikan informasi yang berguna bagi keputusan bisnis.
Laporan keuangan sendiri secara umum terdiri dari laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Seperti disebutkan sebelumnya, laba adalah indikator utama yang
digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan. Berdasarkan PSAK Nomor 1,

informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber daya


ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan arus
kas dari sumber daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang
efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2004).
Informasi laba penting bagi investor karena menunjukkan peningkatan nilai
ekonomis yang akan diterima, sedangkan bagi pihak manajemen digunakan
sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen selama periode tertentu yang
menjadi perhatian pihak-pihak tertentu berkaitan dengan pertanggungjawaban
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan (Boediono, 2005).
Dira dan Astika (2014) menyatakan bahwa informasi laba pada umumnya
berguna untuk pengguna laporan keuangan, dan secara khusus bagi pengguna
yang akan melakukan kontrak atau mengambil keputusan investasi.. Faktor yang
diduga mempengaruhi kualitas laba adalah mekanisme pengelolaan perusahaan
(corporate governance mechanism) yaitu mekanisme kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris, serta adanya manajemen
laba (Boediono, 2005). Pada perbankan syariah, mekanisme pengelolaan
perusahaan dipandang lebih baik dibanding perbankan konvensional karena
menggunakan hukum sesuai syariat Islam sebagai pertimbangan operasionalnya.
Fenomena yang terjadi mengindikasi jika bahkan perbankan syariah pun
mempunyai kecenderungan untuk melakukan manajemen laba seperti
perbankan konvensional. Dengan menggunakan sistem bagi hasil atau profit
loss sharing (PLS), informasi tentang profit dan loss berperan penting dalam
pembagian keuntungan antara bank dengan nasabah. Hal tersebut menjadi pemicu
perilaku manajer yang oportunistik melalui penyediaan informasi keuangan yang
terdistorsi (Laela, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Dira dan Astika (2014) menunjukkan hasil
bahwa struktur modal meskipun mempunyai arah positif tetapi tidak berpengaruh
terhadap kualitas laba. Sedangakan penelitian Sales, dkk. (2015) memberikan
hasil jika kemampuan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
Ketidakkonsistenan hasil juga ditemukan pada penelitian Yushita dan Triatmoko

(2013) yang menemukan bahwa likuiditas tidak berpengaruh pada kualitas laba,
sedangkan penelitian yang dilakukan Irawati (2012) memberikan hasil jika
likuiditas berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Penelitian ini mengacu pada
penelitian yang dilakukan Yushita dan Triatmoko (2013) dengan variabel
sebelumnya yaitu Good Corporate Governance, Komite Audit Eksternal, dan
Likuiditas. Pengembangan penelitian dengan menambahkan variabel Manajemen
Laba dan Ukuran Perusahaan. Manajemen laba digunakan karena erat kaitannya
dengan kualitas laba (Lo, 2008). Ukuran perusahaan digunakan seperti pada
penelitian Dira dan Astika (2014) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap kualitas laba.
Rumusan Masalah :
1. Mengetahui pengaruh Good Corporate Governance terhadap kualitas laba
secara keseluruhan atau parsial.
2. Mengetahui pengaruh Kualitas Auditor Eksternal terhadap kualitas laba
perusahaan yang diaudit.
3. Mengetahui pengaruh Likuiditas terhadap kualitas laba.
4. Mengetahui seberapa besar pengaruh manajemen laba terhadap kualitas
laba.
5. Menguji secara empiris pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap kualitas
laba.
Tujuan Penelitian:
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Good Corporate Governance
terhadap kualitas laba baik secara keseluruhan maupun secara parsial.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Kualitas Auditor Eksternal
terhadap kualitas laba.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Likuiditas terhadap kualitas
laba.
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Manajemen Laba terhadap
kualitas laba.
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap
kualitas laba.
Kontribusi Penelitian:

1. Kontribusi Teoritis
Melalui hasil penelitian diharapkan dapat menambah literatur untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak lain.
2. Kontribusi Praktis
Memberikan manfaat kepada investor, kreditor, analis, dan pihak lainnya
yang berkepetingan dalam menilai kualitas laba perusahaan.

TELAAH LITERATUR
Grand Teori:
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Pertama kali diperkenalkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun
1976. Pada dasarnya teori agensi memandang pelaku bisnis sebagai dua
pihak,

yaitu

prinsipal

dan

agen.

Prinsipal

adalah

pihak

yang

mempekerjakan atau menggunakan jasa agen, agen dituntut untuk bekerja


sesui dengan kepentingan prinsipal. Dalam hal ini prinsipal adalah pemilik
perusahaan atau pemeganga saham, sedangkan yang menjadi agen adalah
manajer. Manajer seharusnya bertindak sebagaimana mestinya untuk
mencapai kepentingan pemilik atau pemegang saham. Teori agensi
menjelaskan bagaimana manajer dapat bertindak tidak sesuai tujuan
karena faktor-faktor tertentu seperti misalnya mengambil keputusan yang
lebih menguntungkannya daripada pemilik perusahaan, atau ketika
manajer mempunyai tujuan yang berbeda dengan tujuan perusahaan
(agency problem). Untuk mengatasinya diperlukan biaya (agency cost)
yang dialokasikan untuk manajer. Agency cost adalah sejumlah insentif
yang diberikan kepada manajer sehingga ia bersedia bertindak sesuai
dengan kepentingan pemilik. Teori agensi percaya jika insentif yang
diberikan semakin tinggi maka upaya manajer untuk mencapai tujuan
perusahaan juga semakin tinggi. Selain itu, insentif diberikan juga sebagai
bentuk kompensasi apabila terjadi bentrokan kepentingan manajer
diharapkan akan lebih memilih mempertahankan usahanya untuk
perusahaan.

Untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dapat ditarik hubungan


antara agensi teori dengan kecenderungan manajer atau oknum perusahaan
untuk melakukan manajemen laba. Lo (2008) menyebutkan bahwa
manajemen laba dimotivasi oleh dua kemungkinan; menyesatkan
pengguna informasi, atau memperoleh keuntungan dari keberhasilan
kinerja keuangan yang sebenarnya tidak tercapai. Motivasi manajemen
laba yang kedua menunjukkan bagaimana manajer berusaha menyajikan
kinerja perusahaan terutama dalam hal keuangan dengan sebaik mungkin
sehingga dirinya dapat memperoleh insentif karena pencapaian angka
tersebut. Secara umum dapat dipahami jika manajemen laba yang tinggi
akan menghasilkan kualitas laba yang rendah. Agency theory menjelaskan
bagaimana manajer dapat melakukan tindakan yang akan mengurangi
kualitas laba perusahaan.
2. Teori Sinyal (Signaling Theory)
Dikembangkan oleh Ross (1977) dari teori Modigliani-Miller, yang
menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha menyampaikan hal baik
kepada publik untuk mendapatkan respon yang baik pula. Tindakan
tersebut akan membedakan mereka dengan perusahaan yang tidak
menyampaikan hal baik. Begitu juga sebaliknya perusahaan akan berusaha
menghalangi berita buruk untuk menyebar luas di publik supaya tidak
mempengaruhi perusahaan. Hal baik yang ingin disampaikan perusahaan
akan dilakukan secepat mungkin untuk segera mendapat respon pasar.
Laba merupakan salah satu informasi keuangan yang paling
penting untuk diungkapkan ke publik. Laba yang tinggi mengindikasi
kinerja perusahaa yang baik, dan akhirnya berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Tetapi pandangan tersebut mulai berubah seiring dengan
munculnya kasus-kasus yang mengungkapkan laba fiktif. Laba yang tinggi
tidak menjamin bahwa laba tersebut berkualitas (Lo, 2008). Tata kelola
perusahaan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
menilai

apakah

laba

yang

diumumkan

berkualitas

atau

tidak.

Permasalahannya adalah publik tidak dapat mengetahui secara pasti


apakah hal baik yang disampaikan oleh perusahaan benar-benar terjadi

atau hanya sebagai kamuflase perusahaan agar terlihat baik. Publikasi


terhadap tata kelola perusahaan yang baik menurut signaling theory akan
direspon positif oleh publik dan menambah kepercayaan publik akan
kualitas

laba.

Perusahaan

yang

mempublikasikan

tata

kelola

perusahaannya akan menambah kepercayaan publik terhadap kualitas


labanya.
Kualitas Laba
Subramanyan (2005) mendefinisikan laba sebagai selisih pendapatan dan
keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian, laba merupakan salah satu
pengukur aktivitas operasi dan dihitung berdasarkan atas dasar akuntansi akrual.
Laba sebagai salah satu elemen laporan keuangan merupakan indikator yang
paling penting untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Pandangan tradisonal
menilai laba yang bagus adalah laba yang tinggi sehingga memicu para manajer
untuk memunculkan laba yang tinggi dengan cara apa pun. Seiring dengan
perkembangan akuntansi dan standar yang semakin diperketat, kualitas laba tidak
lagi dinilai berdasarkan jumlahnya namun bagaimana laba tersebut diperoleh dan
bagaimana laba tersebut dapat mewakili nilai perusahaan. Kualitas laba akan
tercermin melalui kualitas laporan keuangan.
Ball dan Shivakumar (2008) menyatakan bahwa investor dan pihak-pihak
lainnya akan menuntut kualitas laporan yang tinggi untuk meminimalkan asimetri
informasi. Di industri perbankan, kualitas laba adalah kriteria penting yang
menentukan kemampuan bank untuk menghasilkan laba secara konsisten selama
operasi di masa depan (Gadhia, 2015). Kualitas laba yang rendah akan
menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan menyesatkan
pengguna informasi keuangan, hal tersebut dapat menurunkan nilai perusahaan
(Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Good Corporate Governance (GCG)
Tata kelola perusahaan atau biasa dikenal dengan corporate governance
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena itu belum diperoleh definisi

secara pasti yang dapat menjelaskan pengertian dari GCG. Corporate governance
sendiri didefinisikan oleh Davies (1997: 40) dalam Yosephus (2010: 269) sebagai
sistem dimana perusahaan diarahkan dan dikendalikan. Rahmawati (2013)
mengemukakan konsep dari corporate governance adalah mekanisme yang
diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring
kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder
dengan berdasarkan pada kerangka peraturan.
Corporate

governance

juga

memberikan

struktur

yang

dapat

memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai


sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Nasution, 2007). Para ahli
dan organisasi yang berhubungan langsung dengan GCG pun hanya dapat
memberikan definisi yang lebih mengarah kepada ciri-cirinya (Yosephus, 2010:
270). The Organization for Economic Corporation and Development (OECD)
memberikan pengertian GCG sebagai Struktur tata kelola perusahaan yang
berfokus pada distribusi hak dan kewajiban diantara pihak-pihak di dalam
perusahaan seperti pemilik, manajer, pemegang saham, dan stakeholder lainnya,
serta menjadi pedoman dalam pengaturan dan prosedur pengambilan keputusan di
perusahaan. Good corporate governance merupakan salah satu cara untuk
mengatasi permasalahan dalam teori keagenan yang nantinya akan meningkatkan
kualitas laporan keuangan juga kualitas laba (Siallagan dan Machfoedz, 2006).
Hal ini didasarkan pada pernyataan Jensen dan Meckling (1976) bahwa konflik
keagenan dapat diminimalkan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial
dalam perusahaan.
Mekanisme Good Corporate Governance (GCG) mempunyai aspek
penting yang harus dipertimbangkan oleh pelaku bisnis. Diyanti (2010)
memaparkan lima aspek penting yang dimaksud,
1. Terdapat keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di
antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, dan
direksi.

2. Pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam


masyarakat kepada seluruh stakeholder,
3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang
tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan.
4. Hak berperan serta dalam perkembangan strategis dan perubahan
mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang
diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
5. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui
keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang
penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan
orang dalam (insider information for insider trading).
Penelitian sebelumnya menggunakan indikator Struktur Dewan Direksi,
Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komite Audit, dan Komisaris
Independen. Berdasarkan pada pemaparan di atas dan pertimbangan bahwa
dimensi GCG sangat luas maka pada penelitian ini ditambahkan indikator
Pengungkapan Fraud oleh perusahaan. Indikator tersebut digunakan karena pada
dasarnya semakin banyak informasi yang diungkapkan perusahaan maka semakin
kecil

kemungkinan

perusahaan

tersebut

melakukan

manipulasi,

bahkan

pengungkapan fraud sekalipun.


Kualitas Auditor Eksternal
Auditor eksternal merupakan pihak yang berperan penting dalam menilai
dan menghasilkan informasi laba perusahaan. Profesi auditor sangat rentan
terhadap intervensi dalam melakukan pekerjaannya sehingga hanya auditor yang
benar-benar berkompeten yang dapat memberikan informasi yang berkualitas.
Semakin bagus image auditor dalam dunia bisnis, semakin baik hasil auditnya.
Saat ini peraturan yang mengatur jasa akuntan publik di Indonesia mengacu pada
Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK 06/2002 dan Keputusan Menteri
Keuangan No. 359/KMK 06/2003 tentang pembatasan penugasan auditor dan jasa
akuntan publik.

Perbedaan dalam kualitas audit menyebabkan adanya variasi dalam


kredibilitas yang ditawarkan auditor, adanya variasi tersebut akan menimbulkan
perbedaan dalam kualitas laba (Herusetya, 2009). Dalam dunia bisnis
internasional uditor yang tergabung dalam the Big Four mempunyai reputasi yang
lebih baik dibanding auditor yang tidak termasuk dalam the Big Four. Di
Indonesia sendiri terdapat kelompok the Big Ten yang merupakan sepuluh KAP
dengan reputasi pemberian jasa terbaik. Sebagian besar anggota kelompok the Big
Ten adalah KAP yang berafiliasi dengan the Big Four.
Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki, likuiditas
berpengaruh terhadap kualitas laba melalui mekanisme jika likuiditas tinggi maka
perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendek yang artinya perusahaan
tidak perlu melakukan manajemen laba (Irawati, 2012). Sama seperti kualitas
laba, semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan perlu diteliti kebenaran nilai
lukuiditasnya dengan mengukur kualitas laba (Purwanti, 2010). Likuiditas yang
tinggi menajadi penting karena melalui rasio likuiditas, investor dan kreditor akan
merasa yakin bahwa perusahaan mampu bertahan jika dalam kemungkinan
terburuk perusahaan dilikuidasi. Sugiarto dan Siagian (2007) mendefinisikan
likuiditas sebagai rasio keuangan yang mengukur kemmapuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aset lancarnya.
Manajemen Laba (Earning Management)
Earning management mempunyai keterkaitan dengan earning quality,
manajemen laba yang tinggi akan menyebabkan kualitas laba yang rendah (Lo,
2008). Pada dasarnya manajemen laba adalah suatu tindakan dimana manajer atau
pihak berwenang memanipulasi laporan keuangan dengan cara sedemikian rupa
supaya laba yang dihasilkan terlihat menarik di mata investor, kreditor, atau
stakeholder lain. Manajemen laba dilakukan melalui dua cara: real earning
management dan accrual management. Roychowdhury (2006) dalam Lo (2008)

menyatakan bahwa real earning management menghasilkan biaya yang lebih


tinggi dibanding accrual management. Dalam perspektif oportunis manajemen
laba adalah perilaku oportunis manajer untuk mengelabui investor dan
memaksimalkan kesejahteraanya karena informasi yang dimiliki lebih banyak
dibanding pihak lain (Sulistyanto, 2008: 20). Pada praktiknya meskipun
memberikan beban yang lebih berat, para pelaku bisnis lebih sering menggunakan
real earning management. Hal tersebut dikarenakan real earning management
lebih sulit terdeteksi dibanding dengan accrual management.
Sebenarnya pasar modal dan pengguna informasi keuangan dapat
mengantisipasi tindakan earning management. Manajer termotivasi untuk
melebihkan laba karena laba yang meningkat adalah tuntutan stakeholders (Lo,
2008). Sulistyanto (2008) memaparkan bentuk-bentuk manajemen laba seperti
taking a bath, income smoothing, maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan
dengan memanfaatkan standar penerapan kebijakan akuntansi atau pemilihan
metode akuntansi yang digunakan. Praktik manajemen laba sebenarnya
diperbolehkan secara eksplisit dalam peraturan akuntansi melalui fleksibilitas
metode atau estimasi yang digunakan oleh perusahaan. Namun praktik yang
bersifat menyesatkan dan memberikan informasi yang tidak sebenarnya dapat
merugikan dan meurunkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
Tindakan
menyesatkan

perventif

adalah

untuk

dengan

mengantisipasi

melakukan

manajemen

monitoring.

laba

Rahmawati

yang
(2013)

menjelaskan tiga bentuk monitoring untuk menyelaraskan berbagai kepentingan:


keberadaan pihak independen dalam dewan komisaris, peran komite audit
independen, dan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen.
Manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pengungkapan
informasi tambahan dalam laporan keuangan, peningkatan pengungkapan tersebut
akan mengurangi asimetri informasi sehingga peluang untuk melakukan
manajemen laba semakin kecil (Sudibyo, 2013). Pada umumnya semakin besar
ukuran perusahaan atau semakin lama umur perusahaan akan semakin rentan

untuk melakukan praktik earning management sehingga kualitas laba menjadi


rendah (Purwanti, 2010).
Ukuran Perusahaan
Perusahaan diukur melalui beberapa alternatif seperti total aset, laba
operasional, jumlah penjualan, atau pengukuran lain yang dapat dibandingkan
dengan perusahaan lain yang sejenis. Ukuran perusahaan berhubungan dengan
kualitas laba sebab semakin besar ukuran suatu perusahaan maka kelangsungan
usaha perusahaan tersebut akan semakin tinggi dalam meningkatkan kinerja
sehingga perusahaan tidak perlu melakukan manipulasi laba (Dira dan Astika,
2014). Hal tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa perusahaan yang besar
mempunyai laba yang lebih stabil dibanding dengan perusahaan yang ukurannya
relatif kecil. Selain itu perusahaan besar juga memiliki sumber daya yang lebih
besar sehingga mampu membiayai penyediaan informasi bagi pihak internal
maupun eksternal (Purwanti, 2010). Irawati (2012) dalam penenlitiannya
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berhubungan dengan kualitas laba karena
semakin besar perusahaan makan semakin tinggi pula kelangsungan usaha suatu
perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangannya.
Penelitian Terdahulu :
Judul dan peneliti
Earning Management and
Earning Quality, Lo (2008)
Pengaruh Struktur Modal,
Likuiditas, Pertumbuhan Laba, dan
Ukuran Perusahaan pada Kualitas
Laba, Dira dan Astika (2014)
Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Auditor
Eksternal, dan Likuiditas terhadap
Kualitas Laba, Yushita dan
Triatmoko (2013)

Kualitas Laba dan Corporate


Governance: Benarkah Kualitas

Hasil penelitian
Earning management akan lebih mudak dideteksi jika
mengikuti pola investigasi kejahatan dengan memberikan
bukti dan informasi yang lebih sesuai.
Secara parsial struktur modal mempunyai arah positif tapi
tidak berpengaruh pada kualitas laba. Likuiditas dan
pertumbuhan laba mempunyai arah negatif tapi tidak
berpengaruh pada kualitas laba.
Struktur dewan direksi dan komisaris independen
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Discretionary
Accrual atau berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Kualitas auditor eksternal berpengaruh negatif terhadap
Discretionary Accrual atau berpengaruh positif terhadap
kualitas laba. Kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional,komite audit, dan likuiditas tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas laba.
Tidak terdapat bukti kuat terkait predikbilitas laba pada
industri perbankan. Tetapi semakin baik pelaksanaan

Laba Bank Syariah Lebih Rendah


dari Bank Konvensional?, Laela
(2012)
Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba, dan
Nilai Perusahaan, Siallagan dan
Machfoedz (2006)
Kualitas Laba: Studi Pengaruh
Mekanisme Corporate Governance
dan Dampak Manajemen Laba
Dengan Menggunakan Analisis
Jalur, Boediono (2005)

corporate governance maka semakin kuat predikbilitas laba.


Predikbilitas laba perbankan syariah lebih tingg dibanding
perbankan konvensional, meskipun damapk pelaksanaan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Corporate governance mempengaruhi kualitas laba. Kualitas
laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Mekanisme corporate governance berpengaruh positif
terhadap nilai perusahaan. Kualitas laba bukan intervening
diantara mekanisme corporate governance dan nilai
perusahaan.
Pengaruh berkelanjutan atas kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris
dalam manajemen laba adalah lemah, sedangkan
pengaruhnya pada kualitas laba agak kuat. Secara terpisah
pengaruh kepemilikan institusional adalah kuat, pengaruh
kepemilikan manajerial lemah, dan pengaruh komposisi
dewan komisaris sangat lemah, begitu juga pengaruhnya pada
kualitas laba. Manajemen laba berpengaruh lemah terhadap
kualitas laba.

Pengembangan Hipotesis:
Good Corporate Governance dan Kualitas Laba
Dimensi Good Corporate Governance yang digunakan adalah Struktur
Dewan Direksi, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komite
Audit, Komisaris Independen, dan Pengungkapan Fraud. Mekanisme corporate
governance adalah salah satu cara menekan agency cost dengan mengatasi agency
problem. Perusahaan yang memberikan hak untuk ikut memiliki kepada manajer
dan pihak luar akan menekan timbulnya permasalah agensi, ketika pihak lain ikut
memiliki maka manajer akan lebih terkendali dalam menyampaikan informasi
keuangan dan nonkeuangan. Dewan Direksi adalah pihak yang bertugas untuk
mengawasi kinerja manajemen. Semakin banyak anggota dewan direksi berarti
memberikan pengawasan yang lebih tinggi pada manajemen sehingga
kemungkinan manajer melakukan manajemen laba akan menurun. Hasil penelitian
Yushita dan Triatmoko (2013) menunjukkan bahwa Struktur Dewan Direksi
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
H1: Struktur dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kualitas
laba.

Pengungkapan good corporate governance adalah salah satu upaya untuk


mengontrol laba yang dihasilkan oleh perusahaan dengan cara melihat campur
tangan dari orang dalam dan luar perusahaan. Pihak luar sebagai pihak
independen akan lebih objektif dalam melakukan pengawasan operasional
perusahaan. Begitu juga dengan proses penyusunan laporan akan lebih terpercaya
sehingga menghasilkan nominal laba yang berkualitas.
Semakin tinggi kepemilikan institusional yang ada dalam perusahaan akan
meningkatkan kualitas laba karena pada dasarnya institusi berasal dari luar
perusahan dan pengawasan yang dilakukan pun pasti lebih ketat. Sudibyo (2013)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba yang diukur dengan discretionary accrual. Discretionary accrual
menunjukkan hubungan berbanding antara manajemen laba dan kualitas laba.
H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas
laba.
Yushita dan Triatmoko (2013) tidak menemukan pengaruh dari
kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba. Sedangkan Siallagan dan
Machfoedz (2006) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif
terhadap kualitas laba. Berbeda dengan kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial atas saham perusahaan justru akan menurunkan kualitas laba. Manajer
selaku pemegang kekuasaan di perusahaan dikendalikan oleh pihak-pihak lain
seperti dewan direksi. Kepemilikan yang tinggi atas saham perusahaan
memberikan manajer kendali yang lebih tinggi pula dalam pengambilan
keputusan. Manajer akan cenderung melakukan manajemen laba karena
mempunyai pengendalian atas perusahaan, pada akhirnya laba yang dihasilkan
menjadi kurang berkualitas akibat bias kecenderungan manajer.
H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kualitas
laba.
Tugas dari komite audit pada dasarnya adalah menjadi perantara
perusahaan dengan auditor. Tanpa adanya komite audit terkadang persepsi

perusahaan dalam menerima informasi berbeda dengan persepsi yang diajukan


oleh auditor. Meskipun hasil penelitian Yushita dan Triatmoko (2013)
menunjukkan bahwa adanya komite audit tidak berpengaruh terhadap kualitas
laba, penelitian ini mencoba mengkaji ulang enelitian yang dilakukan Suaryana
(2005). Suaryana (2005) mengindikasi bahwa investor percaya bahwa komite
audit telah melakukan tugas mereka untuk mengawasi proses pelaporan keuangan,
perusahaan yang membentuk komite audit mempunyai respon pasar yang lebih
baik dibanding perusahaan yang tidak membentuk komite audit.
H4: Komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba
Siallagan dan Machfordz (2006) menyatakan bahwa dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lai
(2005) jika dewan komisaris independen efektif dalam mengurangi manajemen
laba ketika komisaris independen merupakan minoritas dalam dewan komisaris,
penambahan dewan komisaris independen melebihi batas minimum yang
ditentukan peraturan tidak memberikan manfaat.
H5 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap
kualitas laba.
Tingkat fraud yang ditemukan di perusahaan dapat mengindikasi dua
pemahaman. Pertama, pengendalian yang dilakukan sangat baik sehingga fraud
sekecil apa pun akan terseteksi. Kedua, pengendalian tidak dilakukan dengan baik
sehingga masih terjadi fraud. Bagi perusahaan yang sudah dipandang besar oleh
publik, kemungkinan yang pertama lebih bisa diterima. Perusahaan besar
mempunyai sistem pengendalian yang lebih baik karena tanpa perbaikan dalam
pengendaliannya maka perusahaan tersebut tidak akan sanggup tumbuh dan
berkembang. Pengendalian yang dinilai baik melalui deteksi fraud juga berlaku
untuk mengendalikan kualitas laba.

H6 : Tingkat fraud berpengaruh positif terhadap kualitas laba.

Kualitas Auditor Ekternal dan Kualitas Laba


Agency

problem

yang

terjadi

terkait

dengan

kepemilikan

dan

pengendalian dapat terjadi karena asimetri informasi antara manajemen dan


pemilik, sehingga menimbulkan kebutuhan akan auditor eksternal (Lin dan
Hwang, 2010). Semakin baik reputasi dari auditor maka hasil pelaporan juga akan
semakin baik. Kualitas auditor dapat dinilai berdasarkan beberapa sudut pandang.
Penelitian yang dilakukan Yushita dan Triatmoko (2013) menghasilkan
kesimpulan bahwa kualitas auditor eksternal berpengaruh negatif terhadap
discretionary accrual atau positif pada kualitas laba. Sedangkan Agustia (2013)
menyatakan jika kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
manajemen laba, yang artinya juga tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
H7: Kulitas auditor eksternal berpengaruh positif terhadap kualitas
laba.
Likuiditas dan Kualitas Laba
Likuiditas sebagai salah satu rasio keuangan yang menunjukkan
kemampuan

perusahaan

untuk

melunasi

kewajiban

jangka

pendeknya

menggunakan aset lancarnya. Salah satu sumber dari aset lancar adalah laba, yang
memberikan arus kas positif dari operasi perusahaan. Likuiditas yang tinggi secara
tidak langsung memberikan gambaran bahwa laba perusahaan tinggi. Tetapi
likuiditas yang terlalu tinggi dapat mengindikasi bahwa perusahaan tidak mampu
mengelola aktivanya untuk mengembangkan perusahaan. Salah satu tujuan
manajemen laba adalah meningkatkan likuiditas melalui penggelembungan laba.
Dapat dikatakan bahwa likuiditas yang tinggi kemungkinan dihasilkan dari laba
yang kurang berkualitas seperti kesimpulan dari Irawati (2012).
H8 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Manajemen Laba dan Kualitas Laba
Lo (2008) menyatakan bahwa manajemen laba yang tinggi akan
menyebabkan kualitas laba yang rendah. Pernyataan tersebut dapat dipahami

karena manajemen laba pada dasarnya adalah manipulasi informasi, dan hasil dari
manipulasi pasti mempunyai kualitas yang rendah. Begitu juga pada laba, laba
yang berkualitas adalah laba yang dapat menggambarkan nilai perusahaan. Ketika
manajemen laba dilakukan, manajer akan melaporkan beberapa hal tidak sesuai
dengan kenyataannya. Laba yang tinggi hasil dari manajemen laba tidak akan
merefleksikan kinerja perusahaan dan bersifat menyesatkan.
H9 : Manajemen laba berpengaruh negatif terhadap kualitas laba.
Ukuran Perusahaan dan Kualitas Laba
Perusahaan yang tergolong besar cenderung mempunyai laba yang lebih
berkualitas salah satunya karena faktor sumber daya yang lebih besar sehingga
menjamin keberlangsungan operasi perusahaan. Berbeda dengan perusahaan
dengan sumber daya terbatas, akan lebih rentan terhadap manipulasi laba untuk
mampu bertahan dalam bisnis. Malahayati (2015) menemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba pada perusahaan yang
terdaftar di JII, hasil tersebut konsisten dengan penelitian Dira dan Astika (2014).
H10: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kualitas laba.

METODOLOGI PENELITIAN
Sampel dan Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan terhadap perbankan syariah yang terdaftar di BEI
tahun 2011-2015 dengan menggunakan data laporan keuangan dan laporan GCG.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purpossive sampling dengan
kriteria: perbank syariah terdaftar di BEI yang mempublikasikan laporan
keuangan dan laporan GCG tahun 2011-2015. Melalui teknik tersebut
diperoleh sampel 11 perusahaan dari 23 total populasi, 12 perusahaan tidak
memenuhi persyaratan sampel karena tidak mempublikasikan laporan GCG, atau
pelaporan selama rentan periode yang digunakan tidak lengkap.

Model Penelitian
GCG
Struktur Dewan Komisaris H1
Kepemilikan Institusional H2
Kepemilikan Manajerial
Komite Audit
Komisaris Independen

H3

H4
H5

Pengungkapan Fraud
H6

Kualitas Audit Eksternal H7


Likuiditas

H8

Manajemen Laba

H9

Ukuran Perusahaan

H10

Kualitas Laba

Variabel :
1. Variabel Dependen
a. Kualitas Laba
Francis, dkk. (2004) membagi pengukuran kualitas laba dalam dua
pendekatan, yaitu market based dan accounting based. Pada
pendekatan market based laba dikatakan berkualitas jika bersifat
relevan untuk mengambil keputusan dan tepat waktu. Sedangkan pada
pendekatan accounting based disebut berkualitas jika bersifat persisten
dan tidak berfluktuatif serta dapat memprediksi laba tahun berikutnya.
Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa pengukuran yang juga
digunakan oleh Seswanto (2012).
1) Pendekatan market based
a) Relevance
Angka dari laba harusnya dapat menjelaskan variasi perubahan
harga saham. Semakin angka dapat menjelaskan relevansi
makan laba berarti semakin berkualitas. Angka ini dilihat dari
adjusted R2.
RET j . t= 1. j EARN j .t + 2. j EARN j .t + j. t
b) Tepat waktu
Laba yang berkualitas dapat merefleksikan baerita baik atau
buruk yang dihitung dari return. Dilihat dari R2 persamaan
regresinya. Semakin kecil angkanya berarti kurang baik
kualitas laba.
j . t RET j .t + j .t
j .t + 2. j RET j .t + 0. j
EARN j. t= 0. j + 1. j
2) Pendekatan accounting based
a) Persisten
Persistensi menunjukkan bahwa laba bersifat kesinambungan,
dihitung dengan koefisien slope dari Earning Per Share (EPS).
E j. t= 0. j + 1. j E j. t1 + j . t

b) Predictability

Pengukuran ini melihat laba akan cenderung berulang.


Menggunakan persamaan dari persistensi laba namun dicari
standar deviasi dan diakar kuadrat. Semakin kecil koefisiennya
maka semakin berkualitas laba yang dihasilkan.
Predictability= 2 (E)
Keterangan:
E
= Earning before extraordinary item perusahaan j ditahun t
RET = Return saham perusahaan j selama 15 bulan
Earn = EPS dibagi dengan market value diakhir tahun t-1
Earn = Perubahan EARN
NEG = bernilai 1 jika RET < 0 dan bernilai 0 jika RET > 0
2. Variabel Independen
a. Good Corporate Governance (GCG)
1) Struktur Dewan Direksi
Diukur berdasarkan jumlah anggota dewan
2) Kepemilikan Institusional
Adalah jumlah kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap
total jumlah saham yang beredar. Indikator yang digunakan yaitu
persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari total saham
beredar.
Kpml. Institusional ( KI )=

Jumlah saham dimilikiinstitusi


100
Total sahamberedar

3) Kepemilikan Manajerial
Merupakan jumlah kepemilikan manajemen perusahan terhadap
total jumlah saham yang beredar. Indikator yang digunakan
persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen dari total
saham beredar.
Kpml. Manajerial ( KM ) =

Jumlah saham dimiliki manajemen


100
Total sahamberedar

4) Komite Audit
Diukur berdasarkan pembentukan komite audit yang dibentuk oleh
perusahaan. Menggunakan variabel dummy, perusahaan yang
mempunyai komite audit diberi skor 1 sedangkan perusahaan yang
tidak mempunyai komite audit diberi skor 0.
5) Komisaris Independen
Membandingkan jumlag komisaris independen dengan total
anggota dewan komisaris.
Komisaris Independen ( Ki )=

Jumlah komisaris independen


100
Total anggota dewankomisaris

6) Tindakan Fraud yang Dilakukan Pegawai


Merupakan jumlah fraud yang ditemukan pada perusahaan dalam
periode tertentu, dilakukan oleh pegawai tetap maupun tidak tetap,
yang melalui proses hukum atau diselesaikan oleh pihak
perusahaan.
b. Kualitas Auditor Eksternal
Diproksikan dengan variabel dummy dimana perusahaan yang
menggunakan jasa auditor yang berafiliasi dengan The Big Four diberi
skor 1, sedangkan perusahaan yang menggunakan jasa auditor yang
tidak mempunyai afiliasi dengan The Big Four diberi skor 0.
c. Likuiditas
Dihitung dengan menggunakan current ratio untuk menilai kemapuan
perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya.
Aktiva Lancar
Current Ratio ( CR )=
100
Hutang Lancar
d. Manajemen Laba
Untuk mengukur manajemen laba digunakan proxy discretionary
accruals (DA), menurut Guna dan Herawati (2010) dalam Rahmawati
(2013) pengetian DA yaitu komponen akrual yang memungkinkan
manajer untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan
keuangan sehingga laba yang dilaporkan tidak mencerminkan nilai
atau kondisi perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan pada model
Jones langkah untuk mengukur DA adalah sebagai berikut:
1) Mengukur Total Akrual
TAC=CFO
2) Menghitung Nilai Akrual yang Diestimasi Melalui Regresi
PPE t
TAC
1
REV
= 1
+ 2
+ 3
+e
A t1
A t 1
At 1
At 1
3) Menghitung Nondiscretionary Accruals (NDA)
REV t REC t
PPE t
1
NDAt = 1
+ 2
+ 3
A t1
At 1
At 1

( ) (

) ( )

( ) (

4) Menghitung Discretionary Acrruals (DA)


TAC t
DA t =
A t1NDA t
Keterangan:
TAC
= Total Accrual (total akrual)

) ( )

NI
CFO

= Net Income (laba bersih operasi)


= Cash Flow Operation (aliran kas dari aktivitas

perusahaan)
At-1
= total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
REVt = perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke
tahun t
RECt
PPEt
NDAt
DAt

perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t


= aktiva tetap perusahaan tahun t
= Nondiscretionary Accrual tahun t
= Discretionary Accrual tahun t
= koefisien tetap hasil dari perhitungan total akrual
=

Metode Analisis Data:


Data dianalisis menggunakan teknik regresi linier dengan analisis regresi
sederhana.
1. Statistik Deskriptif
Merupakan statistik yang menggambarkan fenomena atau karakteristik dari
data, yaitu karakteristik distribusinya. Statistik ini menyediakan nilai
frekuensi, pengukuran tendensi pusat, dispersi dan pengukuran bentuk.
Pengukuran tendensi pusat mengukur nilai-nilai mean, median, dan mode.
Dispersi mengukur viariabilitas (penyebaran) dari data terhadap nilai
pusatnya.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
b. Uji Multikolinearitas
c. Uji Autokorelasi
d. Uji Heteroskedatisitas
3. Uji Hipotesis
a. Koefisien Determinasi
b. Uji Statistik F
c. Uji Statistik t

DAFTAR PUSTAKA
Ball, Ray, dan Shivakumar, Lakshmanan. 2008. Earnings Quality at Initial Public
Offerings. Journal of Accounting & Economics
Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur.
SNA VIII Solo
Dira, Kadek Prawisanti, dan Astika, Ida Bagus Putra. 2014. Pengaruh Struktur Modal.
Likuiditas, Pertumbuhan Laba, dan Ukuran Perusahaan pada Kualitas Laba. EJurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.1 (2014):64-78
Gadhia, Nayan M. 2015. A study of Earning Quality of Selected Public & Private Sector
Banks in India. Indian Journal of Applied Research Volume 5
Jensen, Michael C., dan Meckling, William H. 1976. Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics
3 (1976) 305-360
Laela, Sugiyarti Fatma. 2012. Kualitas Laba dan Corporate Governance: Benarkah
Kualitas Laba Bank Syariah Lebih Rendah dari Bank Konvensional?. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 9 No 1
Lin dan Hwang. 2010. Audit Quality, Corporate Governance, and Earning Management:
A Meta-Analysis. International Journal of Auditing 14: 57-77 (2010)

Lo, Kin. 2008. Earning Management and Earning Quality. Journal Of Accounting &
Economics
Nasution, Marihot, dan Setiawan, Doddy. 2007. Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Unhas Makassar
AKPM-05
Purwanti, Titik. 2010. Analisis Pengaruh Volatilitas Arus Kas, Besaran Akrual, Volatilitas
Penjualan, Leverage, Siklus Operasi, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahan, dan
Likuiditas Terhadap Kualitas Laba. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Rahmawati, Hikmah Isada. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance (GCG)
Terhadap Manajemen Laba pada Perushaaan Manufaktur. Accounting Analysis
Journal AAJ 2 (1) (2013)
Seswanto, Herbowo. 2012. Pengaruh Konservatisme Terhadap Kualitas Laba Dengan
Pendekatan Accounting Based dan Market Based. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Subramanyam, K.R., Wild, John J., dan Robert F. Halsey. 2005. Analisis Laporan
Keuangan. Edisi Delapan. Terjemahan Yanivi S. Bactiar dan S. Nurwahyu
Harahap. Jakarta: Salemba Empat
Sudibyo, Arlita Marcela. 2013. Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Diponegoro
Sugiarto, Bambang Lesia dan Ddergibson Siagian. 2007. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kualitas Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEJ
Siallagan, Hamonangan, dan Machfoedz, Masud. 2006. Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi 9
Padang
Sulistyanto, Sri, 2008. Manajemen Laba: Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo
Yosephus, L. Sinuor. 2010. Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral Terhadap Perilaku
Pebisnis Kontemporer. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Yushita, Amanita Novi, Rahmawati, dan Traitmoko, Hanung. 2013. Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance, Kualitas Audit Ekternal, dan Likuiditas Terhadap Kualitas
Laba. Jurnal Economia Volume 9 Nomor 2

Anda mungkin juga menyukai