RIZKY ALANDA
Nim : 133110260
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2016
RIZKY ALANDA
Nim : 133110260
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2016
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2016
RIZKY ALANDA
Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Femur Di Ruang
Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
X + 64 halaman, 1 gambar, 1 tabel, 8 lampiran.
ABSTRAK
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang hidup, yang
meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan lunak sekitarnya, yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Tujuan penelitian untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur di ruangan Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain penelitian adalah studi
kasus. Pasien adalah individu yang menderita fraktur femur di Ruangan Rawat Inap Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
format pengkajian sampai evaluasi keperawatan medikal bedah. Cara pengumpulan data
dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumentasi. Rencana analisis
yang digunakan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses
keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan fraktur
femur.
Hasil Penelitian didapatkan Pada Tn.A mengalami fraktur femur 1/3 medial sinistra
terbuka. Saat ini terdapat luka insisi post operasi ORIF. Luka dalam keadaan tertutup verban
post operasi. Drainase luka masih terpasang. Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk
digerakkan. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Wajah pasien tampak meringis
kesakitan, Skala nyeri 4. Pasien lebih menjerit kesakitan disaat dilakukan perawatn luka.
Didapatkan 7 masalah keperawatan, rencana keperawatan sesuai dengan NANDA, NICNOC, implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah di buat, dan evaluasi
keperawatan sebagian besar masalah teratasi.
Diharapkan kepada pimpinan RSUP Dr. M. Djamil Padang melakukan pelatihan
berkala penyegaran asuhan keperawatan kepada perawat yang ada di rumah sakit. Bagi
peneliti selanjutnya hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam
penerapan asuhan keperawatan lainnya.
Kata Kunci : fraktur femur, asuhan keperawatan
Daftar Pustaka : 16 (2004-2015)
Ya Allah.....
Begitu besar limpahan rahmat yang engkau
berikan kepadaku Begitu damai jiwaku saatnya
bersujud dihadapanmu
Ketenangan dalam dzikirmu membuatku tak henti untuk
menyebut nama Mu Dan ridhoilah langkah dalam
kehidupan yang engkau gariskan
Ya Robbi.....
Berikan petunjukmu disetiap
pilihanku Jauhkan aku dari segala
resah dan putus asa
Aku ingin menjadi butiran air dalam
kehausan insani Aku ingin menjadi
cahaya yang menerangi dunia Dengan
segenap kerendahan hati dan kesabaran
jiwa Ku persembahkan karya ku ini
sebagai baktiku
Pada orang-orang yang kucintai dan
kusayangi Terima kasih.....
Alan ucapkan kepada MAMA
Kasihmu begitu tulus tanpa kenal
letih dan lelah Ini adalah mutiara
dan butiran keringatmu
Rizky Alanda
Nama
: Rizky Alanda
: Padang / 07 Mei
1995 Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
Kel. Balai
: Rafdinal, SH
Ibu
: Efnida Zuid
Riwayat Pendidikan
1. TK Aisyiyah Murni
2. SD IT Khaira Ummah
KATA PENGANTAR
Ibu Ns. Netti, S.Kep, M.Pd selaku pembimbing I yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
2.
Bapak Ns. Hendri Budi, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing II yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3.
4.
5.
6.
Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
Poltekkes Kemenkes Padang
7.
karya tulis ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan kepada peneliti. Peneliti menyadari karya tulis ilmiah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu , peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan, dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah
ini . Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Padang, Juni 2016
Peneliti
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xii
1
1
4
4
5
6
6
6
7
8
11
12
13
16
18
19
28
30
40
40
40
40
43
45
45
46
46
46
Poltekkes Kemenkes
Padang
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................48
3. Rencana Keperawatan........................................................................50
4. Implementasi......................................................................................52
5. Hasil Evaluasi.....................................................................................54
B. Pembahasan Kasus..................................................................................56
1. Pengkajian.........................................................................................56
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................61
3. Rencana Keperawatan.......................................................................66
4. Implementasi.....................................................................................68
5. Evaluasi.............................................................................................71
BAB V PENUTUP.............................................................................................75
A. Kesimpulan.............................................................................................75
B. Saran........................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
Poltekkes Kemenkes
Padang
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 5
Asuhan Keperawatan
Lampiran 6
Ganchart
Lampiran 7
Lampiran 8
Poltekkes Kemenkes
Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang hidup,
yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan lunak
sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung.
(Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal., dkk, 2014). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang rawan yang umumnya
yang disebakan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat, 2005).
Jenis-jenis fraktur pada ekstermitas bawah diantaranya fraktur tibia,
fraktur fibula, fraktur patella, dan salah satunya adalah fraktur femur. Fraktur
Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara
klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 dalam
Fadliyah (2014) terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang
menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Penyebab terbanyak fraktur adalah
kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan
patologi (Depkes RI, dalam Fadliyah 2014).
Menurut Depkes RI dalam Fadliyah (2014), mencatat pada tahun 2011,
dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah
Poltekkes Kemenkes
Padang
akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya
yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah
akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027
orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 9702 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami
fraktur fibula.
Berdasarkan data dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2009
didapatkan sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita
mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami
kesembuhan dan 5% mengalami
gangguan
psikologis
atau
depresi
terjadi
perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma seperti perubahan ukuran
pada ekstermitas bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi
(Hariawan, 2013).
Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan atau proses dalam
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidahkaidah ilmu keperawatan. Asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur
adalah suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada pasien dengan fraktur femur untuk memenuhi kebutuhan
pasien baik secara biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur femur tidak berbeda dengan asuhan keperawatan pada
kasus lain yaitu mulai dari tahapan pengkajian sampai dengan tahapan evaluasi.
Menurut Abdul Wahid (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan fraktur femur adalah nyeri akut, resiko disfungsi neurovaskuler,
gangguan pertukaran gas, gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit,
resiko infeksi, dan kurangnya pengetahuan.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ratna Kusuma Astuti
(2012), didapatkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur femur yang
sering muncul adalah nyeri akut, ansietas, kerusakan mobilitas fisik, gangguan
perfusi jaringan, resiko syok hipovolemik, resiko infeksi, dan
kerusakan
integritas kulit. Oleh karena itu agar tercapainya kesembuhan pada pasien dengan
cepat dan tidak terjadi infeksi, deformitas, dan bahkan sampai pada amputasi,
Pasien dengan kasus ini harus benar-benar mendapatkan asuhan keperawatan yang
optimal.
Pada saat penulis melakukan praktik keperawatan medikal bedah, peneliti
melihat perawat di ruangan masih jarang melakukan tindakan secara mandiri,
contoh nya pada penanganan nyeri pada pasien dengan fraktur femur, perawat
lebih sering berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri.
Padahal perawat bisa melakukan tindakan secara mandiri seperti mengajarkan
teknik rileksasi pada pasien untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur femur di RSUP Dr.M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka
perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada pasien fraktur femur di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2016 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur
di ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
2. Tujuan khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :
a. Diketahui pengkajian pada pasien dengan fraktur femur di ruangan
Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Mampu mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur femur dan sebagai pedoman atau perbandingan kasus fraktur
femur.
2. Hasil penulisan yang di peroleh dapat digunakan sebagai perbandingan dan
bahan untuk penelitian selanjutnya di bidang keperawatan. Dan dapa
menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun pengaplikasian
asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang
hidup, yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan
lunak sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak
langsung. Pada keadaan tertentu dimana tulang menjadi lemah seperti pada
penyakit Ostoporosis, beberapa kanker tulang, atau Osteogensis Imperfecta,
fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma yang minimal, pada kondisi ini
dinamakan dengan fraktur patologis (Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal,
2014).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) danfraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).
fraktur
dari
pada
laki-laki
yang
berhubungan
dengan
3. Patofisiologi
Fraktur merupakan gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
trauma. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, dalam Andra., dkk
, 2013).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
katekolamin-katekolamin
endogen
meningkatkan
tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah (venous return) dengan cara
kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling
efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya
dan
gradientnya
elektrik
normal
hilang.
Pembengkakan
retikulum
kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata, dalam
Wijaya., dkk , 2013).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalaman jaringan lunak dan sekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut.
saraf
4. WOC
Resiko cidera
Gambar 2.1
WOC Fraktur Femur (Abdul Wahid, 2013)
teraba)
ekstermitas
yang
bisa
diketehui
dengan
satu
dengan
yang
lainnya.
Uji
krepitus
dapat
7. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Burnner dan
Suddarth dalam Smeltzer, 2005). Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk
mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
Pada
kebanyakan
kasus,
reduksi
tertutup
dilakukan
dengan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan.
Implikasi pengkajian nyeri untuk melakuan intervensi keperawatan
yang harus di perhatikan oleh perawat adalah awitan nyeri, durasi
nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan faktor yang memperburuk nyeri
(Potter and Perry, 2006).
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma
atau kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat atau perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya tidak ada riwayat kesehatan dahulu pada fraktur, kecuali ada
fraktur
patologis
seperti
adanya
diagnosa
sebelumnya
yaitu
yang
akan
mengalami
perubahan
atau
diri
g. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dibagi atas dua, yaitu pemeriksaan umum
(status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan
setempat
(lokalis).
Hal
ini
perlu
untuk
dapat
d) Mata
Bisa terjadi anemis (karena terjadi perdarahan)
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
f)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.
i)
Paru
(1) Inspeksi
Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
(4) Auskultas
nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainya
seperti stridor dan ronchi.
j)
Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis
(2) Palpasi
iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur
k) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal
l)
20 kali/menit
Sistem integumen
Terdapatnya erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
oedema, nyeri tekan.
m) Ekstremitas
Terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada
ekstermitas bawah kiri dan kanan, terdapat nyeri pada
ekstermitas yang fraktur.
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan radiologi pada pasien
dengan fraktur meliputi :
a) X-ray
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan
sinar
rontgen
(X-ray).
Untuk
mendapatkan
kasus
fraktur,
juga
dapat
digunakan
untuk
b) Alkalin fosfat
Alkalin
fosfat
meningkat
pada
kerusakan
tulang
dan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
fraktur
terbuka,
pemasangan traksi.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaraingan, prosedur invasif atau traksi tulang).
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar atau
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut
NOC
NOC
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a.
b.
c.
d.
NIC
NIC
Pain management :
a. Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komperhensif
termasuk
lokasi,
Mampu
mengontrol
karakteristik, durasi,
nyeri, (tahu penyebab
frekuensi,
kualitas,
nyeri,
mampu
dan faktor presipitasi.
menggunakan
teknik b. Observasi
reaksi
nonfarmakologi untuk
nonverbal dari ketidak
mengurangi
nyeri,
nyamanan.
mencari bantuan).
c. Gunakan
teknik
Melaporkan
bahwa
komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan
untuk
mengetahui
menggunakan
pengalaman
nyeri
manajemen nyeri.
pasien.
Mampu
mengenali d. Kontrol
lingkungan
nyeri (skala,intensitas,
yang
dapat
frekuensi, dan tanda
mempengaruhi nyeri
nyeri).
seperti suhu ruangan,
Menyatakan
rasa
pencahayaan
dan
nyaman setelah nyeri
kebisingan.
berkurang
e. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri.
f. Ajarkan teknik non
farmakologi.
Tingkatkan istirahat.
g. Kolaborasi
dengan
dokter dalam emberian
analgetik.
Analgesica dministration
:
a. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum
pemberian
obat.
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
c. Cek riwayat alargi.
d. Berikan
analgesik
tepat waktu terutama
Resiko disfungsi
neurovaskuler perifer
NOC
a. Circulation Status.
b.Tissue
perfusion
:
cerebral.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan status
sirkulasi yang di tandai
dengan :
a.Tekanan
systole
dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan.
b.Tidak
ada
ortostatik
hipertensi.
c.Tidak ada tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :
a.Berkomunikasi
dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan.
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan orientasi.
c.Memproses informasi.
d.
Membuat
keputusan dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter.
Gangguan pertukaran
gas
NOC
a. Respiratory status : gas
exchange
b. Respiratory status
:
ventilation
c. Vital sign status
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan oksigenasi yang
adekuat.
NIC
Airway management
a. Atur posisi pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
b. Identifikasi
pasien
perlu pemasangan alat
jalan napas bantuan.
c. Lakukan
fisioterapi
dada jika pelu.
d. Keluarkan
sekret
b. Memelihara kebersihan
menggunakan batuk
paru-paru dan bebas dari
efektif.
tanda-tanda
distress e. Auskultasi
suara
pernapasan.
napas, catat adanya
c. Mendemonstrasikan
suara tambahan.
batuk efektif dan suara
f. Kolaborasi
dengan
napas yang bersih, tidak
dokter
dalam
ada sianosis dan dyspneu
pemberian
(mampu mengeluarkan
bronkodilator
bila
sputum,
mampu
perlu.
bernapas dengan mudah, g. Atur intake untuk
tidak ada pursed lips).
cairan
d. Tanda-tanda vital dalam
mengoptimalkan
rentang normal.
keseimbangan.
h. Monitor respirasi dan
status O2.
NOC
NIC
Gangguan mobilitas
a. Joint movement : active.
Exercise
therapy
:
fisik
b. Mobility level.
ambulation
c. Self care : ADL.
a. Monitoring vital sign
d. Transfer performance.
sebelum dan sesudah
Kriteria hasil :
atau sebelum latihan
a. Pasien meningkat dalam
dan lihat respon pasien
aktivitas fisik. Mengerti
saat latihan.
tujuan dari peningkatan b. Konsultasikan dengan
mobilitas.
terapi fisik tentang
b. Memverbalisasikan
rencana
ambulasi
perasaan
dalam
sesuai
dengan
meningkatkan kekuatan
kebutuhan.
dan
kemampuan c. Bantu klien untuk
berpindah.
menggunakan tongkat
c. Memperagakan
saat berjalan
dan
penggunaan alat.
cegah terhadap cidera.
d. Bantu untuk mobilisasi d. Kaji
kemampuan
(walker).
pasien
dalam
mobilisasi.
e. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kemampuan.
f. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL
a.Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
b.Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi dan berikan
bantuan
jika
diperlukan.
NOC
NIC
Gangguan integritas
a. Tissue integrity : skin
Pressure management :
kulit
and mucous.
a. Anjurkan pasien untuk
b. Membranes.
menggunakan pakaian
c. Hemodyalis akses.
yang longgar.
Kriteria hasil :
b. Jaga kebersihan kulit
a. Integritas kulit yang baik
agar tetap bersih dan
bisa
dipertahankan
kering.
(sensasi,
elastisitas, c. Mobilisasi
pasien
temperatur,
hidrasi,
(ubah posisi pasien)
pigmentasi) tidak ada
setiap dua jam sekali.
luka atau lesi pada kulit. Insision site care :
b. Perfusi jaringan baik.
a. Membersihkan,
c. Menunjukkan
mengganti,
serta
pemahaman
dalam
memantau
dan
proses perbaikan kulit
meningkatkan proses
dan mencegah terjadinya
penyembuhan
luka
cidera berulang.
yang ditutup dengan
d. Mampu melindungi kulit
jahitan.
dan
mempertahankan b. Monitor
proses
kelembaban kulit dan
kesembuhan
area
perawatan alami.
insisi.
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi.
Resiko infeksi
NOC
NIC
a.Immune status.
Infection control (kontrol
b. Knowledge : infection infeksi) :
control
a. Bersihkan lingkungan
c. Risk control
setelah dipakai pasien
Kriteria
lain.
hasil :
b. Pertahankan teknik
a. Pasien bebas dari tanda
isolasi.
dan gejala infeksi.
c. Batasi
pengunjung
b. Mendeskripsikan proses
bila perlu.
penularan
penyakit,
d. Intruksikan
pada
faktor
yang
pengunjung
untuk
mempengaruhi penularan
mencuci tangan saat
serta
berkunjung
dan
penatalaksanaannya.
setelah berkunjung.
c. Menunjukkan
e. Gunakan
sabun
kemampuan
untuk
antimikroba
untuk
mencegah
timbulnya
cuci tangan.
infeksi.
f. Cuci
tangan setiap
d.Jumlah
leukosit dalam
Poltekkes Kemenkes Padang
batas normal.
e. Menunjukkan
hidup sehat.
Kurangnya
pengetahuan
Ansietas
b. Mengidentifikasi,
prosedur dan apa yang
mengungkapkan
dan
dirasakan
selama
menunjukkan
tehnik
prosedur.
untuk mengontrol cemas. d. Pahami
prespektif
c. Vital sign dalam batas
pasien terhadap situasi
normal.
stres.
d. Postur tubuh, ekspresi e. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh dan
memberikan
tingkat
aktivitas
keamanan
dan
menunjukkan
mengurangi takut.
berkurangnya kecemasan. f. Dorong
keluarga
untuk
menemani
pasien.
g. Identifikasi
tingkat
kecemasan pasien.
h. Bantu
pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan cemas.
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
j. Instruksikan
pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat untuk
mengurangi
rasa
cemas.
Gangguan pola tidur NOC
NIC
a. Anxiety reduction
Sleep enhancement
b. Comfort level
a. Determinasi efek-efek
c. Pain level
medikal terhadap pola
d. Rest : Extent and pattern
tidur.
e. Sleep : Extent and pattern
b. Jelaskan pentingnya
Kriteria hasil :
tidur yang adekuat.
a. Jumlah jam tidur dalam
c. Fasilitas
untuk
batas
normal
6-8
mempertahankan
jam/hari.
aktivitas sebelum tidur
b. Pola tidur, kualitas dalam
(membaca).
batas normal.
d. Ciptakan lingkungan
c. Perasaan segar sesudah
yang nyaman.
tidur atau istirahat.
e. Kolaborasi
dengan
d. Mampu
dokter
dalam
mengidentifikasikan halpemberian obat tidur.
hal yang meningkatkan
f. Diskusikan
dengan
tidur.
keluarga dan pasien
Resiko syok
Gangguan perfusi
jaringan
NOC
a. Syok prevention
b. Syok management
Kriteria hasil :
a. Nadi dalam batas yang
diharapkan.
b. Irama jantung dalam
batas yang diharapkan.
c. Frekuensi nafas dalam
batas yang diharapkan.
d. Irama pernapasan dalam
batas yang diharapkan.
e. Natrium serum dalam
batas normal
f. Kalium serum dalam
batas normal.
g. Klorida serum dalam
batas normal.
h. Kalsium serum dalam
batas normal.
i. Magnesium serum dalam
batas normal.
j. PH darah serum dalam
batas normal.
Hidrasi indikator :
a. Mata
cekung
tidak
ditemukan.
b. Demam tidak ditemukan.
c. Tekanan darah dalam
batas normal.
d. Hematokrit dalam batas
normal.
NOC
a. Circulation status
b. Tissue
perfusion
:
cerebral
Kriteria hasil :
mendemonstrasikan status
sirkulasi yang di tandai
dengan :
a. Tekanan systole dan
NIC
Self esteem ebhancement
a. Tunjukkan
rasa
percaya diri terhadap
kemampuan
pasien
untuk
mengatasi
situasi.
b. Dorong
pasien
mengidntifikasi
kekuatan dirinya.
c. Ajarkan keterampilan
perilaku yang positif.
d. Dukung peningkatan
tanggung jawab diri,
jika perlu.
e. Buat statement positif
terhadap pasien.
f. Monitor
frekuensi
komunikasi
verbal
pasien yang negatif.
g. Dukung pasien untuk
menerima
tantangan
baru.
h. Kaji
alasan-alasan
untuk mengkritik atau
dalam hidup.
d. Menunjukkan penilaian
pribadi tentang harga diri.
e. Mengungkapkan
penerimaan
diri
komunikasi terbuka.
f. Mengatakan optimisme
tentang masa depan.
g. Menggunakan
strategi
koping efektif.
Resiko cidera
NOC
a. Risk kontrol
kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari
cidera.
b. Klien
mampu
menjelaskan
cara
mencegah cidera
Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
injury
menyalahkan
diri
sendiri.
i. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain
dan
pelayanan
keagamaan.
Body
image
enhancement counseling
a. Menggunakan proses
pertolongan interaktif
yang berfokus pada
kebutuhan, masalah,
atau perasaan pasien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau
mendukung
koping,
pemecahan
masalah
Coping Enhancement
NIC
Environment
management
( Manajemen lingkungan
)
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk
pasien
b. Memasang side rail
tempat tidur
c. Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien
d. Menghindari
lingkungan
yang
berbahaya
bagi
pasien.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif. Menurut Budiarto (2002)
penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan pendekatan cross-sectional
yang dilakukan secara murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan
analisis yang mendalam. Penelitian ini memaparkan penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur femur di ruang Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan Trauma Center, RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2016. Waktu penelitian dilakukan mulai dari minggu ke
tidak sampai ke empat bulan februari 2016.
1.
Pengkajian
Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di
fasilitas kesehatan ( rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam
format pengkajian sebagai berikut:
a. Format tanya jawab
Format tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyaan bersifat umum
(identitas pasien seperti nama, jumlah anggota keluarga, ataupun
riwayat keperawatan seperti penyakit yang pernah diderita), ataupun
yang lebih pribadi (seperti status keuangan, spiritual, seksual).
b. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.
Data ini biasa dicatat dalam format tertentu yang disebur dengan flow
sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tandatanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawat untuk melihat apakah terdapat perubahan
kondisi pasien di periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian
ini dapat ditulis pada format catatan keperawatan. (Format terlampir).
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada
dianalisa. Kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai
berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan penyebabnya.
(Format terlampir) Data pasien terdiri atas data subjektif yaitu data yang
didapat dari perkataan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan dan objektif
yaitu data yang diperoleh perawat berdasarkan dari hasil pengamatan dan
pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah PES
(problem+etiologi+sympton)
dan
menggunakan
istilah
diagnosa
Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dalam beberapa komponen sebagai berikut:
a. Diagnosa yang diprioritaskan
b. Tujuan dan kriteria hasil
c. Intervensi
Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA Nic-Noc.
(Format terlampir)
4.
Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat
pelaksana. (Format terlampir)
5.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.
Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Menurut Susan Stainback dalam buku
Sugiyono(2012),
2.
Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan
kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Meskipun dapat unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara
tegas dan mengarah. Jadi wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya, pewawancara diberi
kebebasan untuk mengolah sendiri pertanyaan sehingga memperoleh
jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat memberikan
informasi selengkap mungkin (Notoatmodjo, 2012).
3.
Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental
Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
2.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekam medis dan ruang Trauma Center Dr. M. Djamil Padang. Data
sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.
F. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini
adalah
melakukan
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN KASUS
A. Deskripsi Kasus
1. Hasil Pengkajian
Tn.A (54 th) dirawat di ruangan rawat inap trauma center masuk
melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 09 Mei 2016 pukul 11.23
WIB dengan alasan masuk pasien mengeluh nyeri hebat pada bagian paha
sebelah kiri setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Fraktur dalam
keadaan terbuka.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 dengan rawatan
hari ketujuh mengeluhkan nyeri pada paha dan pada luka insisi post operasi
pemasangan pen. Luka tertutup verban post operasi. Pasien mengeluh kaki
masih sulit untuk digerakkan. Skala nyeri 4 (wong-baker faces). Nyeri terasa
berdenyut-denyut. Nyeri terasa pada paha sebelah kiri. Pasien tampak
meringis kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Pada tanggal 16 Mei 2016
pasien telah dilakukan operasi pemasangan pen. Keluarga mengatakan pasien
menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien juga pernah mengalami
fraktur pada bagian femur 2 tahun yang lalu (2014). Lokasi fraktur pada
saat itu pada lokasi yang sama pada fraktur yang sekarang, tindakan yang
dilakukan pada saat itu hanya dengan skletal traksi (partensi). Pada saat
dilakukan pengkajian keluarga pasien mengatakan tidak ada
keluarga yang
(normal
kreatinin
darah 0,8 mg/dl (normal 0,6-1,1), kalsium 10,1 mg/dl (normal 8,1-10,4),
natrium 140 Mmol/L (normal 136-145), kalium 4,2 Mmol/L (normal 3,5-5,1),
klorida serum 106 Mmol/L (normal 97-111). Pasien mendapatkan program
pengobatan cefoperazo 1 gr 2x1, ranitidin 1 amp 2x1, ketorolac 1 amp 2x1,
paracetamol 500mg 3x1 (bila nyeri), cefixime 100mg 2x1.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada
Tn.A ada 7 buah yaitu nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
pemasangan pen yang ditandai dengan pasien mengatakan masih nyeri pada
paha. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan terasa berdenyut-denyut.
Pasien tampak meringis. Pasien tampak takut menggerakkan kakinya. Dan
skala nyeri 4.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan terapi restriktif (imobilisasi) yang ditandai dengan
pasien mengatakan nyeri pada luka masih terasa saat bergerak. Pasien
mengatakan kedua kakinya takut untuk digerakkan pasien masih dalam
mobilisasi (terapi restriktif) pada kaki yang mengalami fraktur. Pasien tampak
berbaring di tempat tidur. Pasien tidak mau menggerakkan kakinya karena
nyeri. Aktifitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.
mengatakan terdapat luka pada paha kaki sebelah kiri. Pasien mengatakan
luka masih basah dan gatal. Terdapat luka bekas insisi post pemasangan pen.
Luka masih tampak basah.
3. Rencana Kepeawatan
Rencana keperawatan yang di rencanakan pada Tn A untuk diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pemasangan pen
adalah pain management : melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi nyeri, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
yang ditimbulkan oleh nyeri. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, mengajarkan teknik non
farmakologi, dan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi) adalah Exercise therapy : memonitor
tanda-tanda vital pasien, mengkaji ulang kemampuan pasien dalam
mobilisasi, melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan. Mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi.
Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif adalah infection control : mencuci tangan sebelum, sesudah
melakukan tindakan ke pasien, mempertahankan kesterilan instrumen
perawatan luka. Melanjutkan order dokter dalam pemberian antibiotik, dan
memonitor gejala infeksi yang muncul pada pasien.
4. Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan pada Tn.A mulai tanggal 18-24 Mei
2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
pemasangan pen. Implementasi yang telah dilakukan adalah melakukan
pengkajian
ulang
nyeri
secara
komperhensif,
menggunakan
teknik
pada hari ke 7 lekosit 9.400 /mm dan masalah teratasi dan intervensi
dihentikan.
B. Pembahasan Kasus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada bab ini peneliti akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan
dalam perawatan kasus fraktur femur pada Tn.A yang telah dilakukan pengkajian
pada tanggal 18 Mei 2016, dan telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal
17-24 Mei 2016 di ruang rawat inap trauma center RSUP Dr. M.Djamil Padang,
yang dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan, dari
pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu :
a. Identitas pasien
Identitas klien diperoleh dari pasien (Tn.A) keluarga dan status.
Menurut analisa peneliti, pada kasus fraktur femur ada kecenderungan
jenis kelamin dalam kasus fraktur femur. Pada fraktur femur lebih sering
terjadi pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Reeves dalan Lukman dan Nurna (2012) yang mengatakan bahwa Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaam kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari
pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatkannya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause
b. Keluhan utama
Berdasarkan pengkajian yang didapatkan, klien dibawa ke RSUP
Dr. M. Djamil Padang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dengan
keluhan pasien merasakan nyeri hebat pada bagian paha pada kaki sebelah
kiri. Lalu terdapat luka terbuka pada bagian paha terdapat diatas fraktur
pasien.
Menurut analisa peneliti terhadap kasus fraktur femur keluhan utama
yang muncul pada fraktur femur adalah nyeri hebat terus menerus hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Smeltzer dan Bare (2005) yaitu
manifestasi klinis dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitasi, embekakan lokal, dan perubahan
warna.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 pada
pukul
10.30 WIB didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri pada paha dan pada
luka insisi post operasi. Luka dalam keadaan tertutup verban post operasi.
Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk digerakkan. Wajah pasien tampak
meringis kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Skala nyeri 4, keluarga juga
mengatakan pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
Hasil pengkajian ini sesuai dengan teori Smeltzer dan Bare (2005)
bahwa manifestasi klinis dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitas, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna. Nyeri yang disebabkan oleh luka insisi tidak terlalu
hebat biasa nya skala nyeri yang muncul berskala ringan sampai sedang.
Tetapi pada Tn. A nyeri yang timbul disebabkan oleh luka insisi pada
bagian femur post operasi pemasangan orif (pen) yang dilakukan pada
tanggal 16 Mei 2016. Nyeri yang timbul pada Tn. A bukan karena terputus
nya kotuinitas tulang, karena tulang yang patah pada bagian femur Tn.A
telah direposisi dan dilakukan pemasangan orif (pen). Menurut analisa
peneliti nyeri yang di rasakan oleh Tn.A juga diperburuk oleh pengalaman
yang tidak menyenangkan saat terjadi kecelakaan 2 tahun yang lalu dan
peneliti juga melihat ambang nyeri pada Tn.A sangat rendah.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Sesuai dengan pengkajian pada riwayat kesehatan dahulu pasien
mengatakan pernah mengalami fraktur pada bagian femur 2 tahun yang
lalu (2014). Lokasi fraktur pada saat itu pada lokasi yang sama pada
fraktur yang sekarang, tindakan yang dilakukan pada saat itu hanya dengan
skletal traksi (partensi). Pasien tidak memiliki penyakit diabetes maupun
hipertensi yang dapat memperburuk keadaan pasien sekarang.
Menurut analisa peneliti salah satu penyebab terjadinya fraktur
berulang adalah kuatnya pukulan yang terjadi pada saat pasien mengalami
trauma. Hal ini sama dengan teori yang dikemukan oleh Lewis (2000)
berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu fraktur akibat peristiwa trauma yang
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba atau mendadak dan berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan secara langsung, tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Data yang didapatkan dari riwayat kesehatan keluarga yaitu tidak
ada riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi maupun penyakit lainnya
yang dapat memperburuk pemulihan pasien. Menurut analisa peneliti
fraktur tidak dapat diturunkan. Tetapi ada beberapa penyakit yang dapat
memperburuk keadaan pasien seperti tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menular.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Potter and Perry
(2006) riwayat kesehatan keluarga pada pasien fraktur adalah adanya
penyakit keturunan dan penyakit menular yang memperburuk keadaan
pasien seperti penyakit tuberkolosis atau penyakit lain yng sifatnya
menular yang akan memperberat pemulihan pada pasien fraktur. Dan
penyakit yang dapat memperburuk keadaan fraktur yaitu
penyakit
mengatakan
nyeri
terasa
berdenyut-denyut.
Pasien tampak
Tn.A ditemukan Lekosit yang meningkat yaitu 10.890 /mm dengan nilai
rujukan ( 5000-10.000).
Menurut analisa peneliti biasanya pada pasien fraktur femur dengan
luka terbuka ada kemungkinan terjadi infeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan lekosit. Peningkatan lekosit menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi. Bisa juga menunjukkan respon stress normal setelah terjadinya
trauma.
2. Diagnosa keperawatan.
Pada kasus Tn.A ditemukan 7 diagnosa keperawatan. Sedangkan
diagnosa keperawatan pada teori ada 11 yaitu nyeri akut
berhubungan
dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, orif (pen). Resiko disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah, emboli lemak, perubahan membran, alveolar atau
kapiler. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka rangka
neurofaskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). Gangguan integritas kulit
behubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi.
Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif atau traksi tulang).
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar atau salah interprestasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya infrmasi
yang ada. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik (nyeri).
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan. Gangguan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cidera vaskuler.
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
Resiko cidera berhubungan dengan imobilisasi.
dan
memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada
posisi lateral).
Diagnosa keperawatan resiko infesi berhubungan dengan prosedur
invasif pemasangan pen, diangkat dikarenakan data yang muncul pada Tn.A
adalah Pasien mengatakan luka masih basah, Pasien mengatakan gatal pada
daerah luka, Luka pasien masih terlihat basah dan terlihat sedikit ada cairan
eksudat, luka kemerahan, luka tidak berbaudan tidak ada pembengkan disekitar
3
luka. Hasil labor pasien didapatkan lekosit 10.890 /mm . Hal ini sesuai dengan
terori karena data yang muncul pada diagnosa resiko infeksi memeiliki batasan
karakteristik trauma, prosedur infasif, kerusakan jaringan, dan penekanan
sistem imun.
Diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien, diangkat
dikarenakan data yang muncul pada Tn.A adalah pasien takut untuk minum
susu, pasien mengatakan alergi dengan telur, pasien mengatakan takut makan
ikan laut karena dapat memperburuk keadaan luka, pasien tidak meminum
susu yang diberikan petugas gizi, pasien tidak memahami manfaat susu dan
ikan bagi kesembuhannya. Hal ini sesuai dengan terori karena data yang
muncul pada diagnosa kurang pengetahuan memiliki batasan karakteristik
memverbalisasikan adanya masalah, ketidak akuratan mengikuti instruksi, dan
perilaku tidak sesuai.
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, diangkat dikarenakan data yang muncul oada Tn.A adalah pasien
mengatakan cemas, pasien mengatakan takut kondisinya tidak kembali normal,
pasien tampak cemas, dan pasien sering bertanya tentang keadaannya. Hal ini
sesuai dengan terori karena data yang muncul pada diagnosa ansietas memiliki
batasan karakteristik mengekspresikan kekhawatiran, gelisah, dan ketakutan.
Diagnosa keperawatan resiko cidera b/d imobilisasi, diangkat
dikarenakan data yang muncul pada Tn.A adalah pasien mengatakan sulit
untuk bergerak, pasien mengatakan kaki masih terasa nyeri saat dibawa
bergerak, pasien tampak sulit bergerak, aktifitas pasien masihdibantu oleh
keluarga dan perawat. Hal ini sesuai dengan terori karena data yang muncul
pada diagnosa resiko cidera memiliki batasan karakteristik kelemahan, ketidak
berdayaan, kesulitan bergerak, dan kesulitan melakukan aktifitas.
Diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan dengan
inisisi pemasangan pen, diangkat dikarenakan data yang muncul pada Tn.A
adalah pasien mengatakan terdapat luka pada paha kaki sebelah kiri, pasien
mengatakan luka masih basah dan gatal, terdapat luka insisi post pemasangan
pen, dan luka masih tampak basah. Hal ini sesuai dengan teori karena data
yang muncul pada diagnosa gangguan integritas kulit memiliki batasan
karakteristik kerusakan pada jaringan kulit, kerusakan pada lapisan kulit, dan
invasi struktur tubuh.
Ada 4 diagnosa yang tidak muncul pada kasus Tn.A yaitu resiko
disfungsi neurovaskuler biasa nya terjadi pada pasien yang mengalami
peradangan yang disebabkan oleh trauma seperti kecelakaan yang menyebakan
edema pada jaringan lalu menyebabkan penekanan pada jaringan vaskuler, dari
penekanan tersebut menyebabkan penurunan aliran darah, setelah itu barulah
muncu masalah keperawatan resiko disfungsi neourovaskuler. Biasanya resiko
disfungsi neuro faskuler ini di tandai dengan nyeri, pucat atau sinosis, nadi
tidak teraba, parestasia dan paralisis. Tetapi pada Tn.A tidak di jumpai tandatanda berikut.
Diagnosa berikutnya yang tidak ditemukan pada Tn.A adalah gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli lemak,
perubahan membran, alveolar atau kapiler. Pada pasien dengan fraktur femur
gangguan bertukaran gas biasa nya disebabkan karena terjadinya cedera pada
sel atau jaringan lalu lepasnya lipid pada sum-sum tulang yang terabsorbsi
masuk kealiran darah yang menyebabkan terjadinya emboli lalu terjadi oklusi
arteri apabila hal ini terjadi di paru akan menyebabkan nekrosis pada jaringan
paru sehingga luas permukaan paru akan menurun lalu laju difusi juga
menurun yang mengakibatkan munculnya masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas. Biasa nya hal ini di tandai dengan nafas sesak pada pasien
tetapi hal ini tidak ditemukan pada Tn. A karena rentang pernapasan yang di
temukan pada Tn.A adalah 20-21 x/m (dalam batas normal).
Diagnosa yang berikutnya yang tidak muncul pada Tn.A adalah
gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan (nyeri). Biasa
nya gangguan pola tidur pada pasien dengan fraktur femur disebabkan oleh
rasa nyeri yang tibul sangat hebat. Tetapi pada Tn.A tidak ditemukan
diagnosa ini dikarenakan pasien telah dilakukan reposisi sehingga rasa nyeri
yang timbul tidak begitu hebat. Tetapi nyeri yang di rasakan oleh Tn.A adalah
karena luka insisi post operasi pemasangan orif (pen). Dan Tn.A juga telah di
berikan ketololac 1 amp 2x1 oleh dokter untuk mengatasi rasa nyeri tersebut.
masalah
keperawatan
gangguan
mobilitas
fisik
rencana
dilakukan dan direncanakan pada pasien karena pasien masih dalam tahap
imobilisasi (terapi restriktif). Hal ini sesesui dengan teori yaitu tujuan dari
imobilisasi pada pasien fraktur adalah mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union pada pasien.
Pada masalah keperawatan resiko infeksi rencana keperawatan yang
direncanakan didalam teori adalah sebanyak 11 yang dilakukan hanya 6.
Menurut analisa peneliti rencana keperawatan yang tidak peneliti lakukan
adalah tindakan seperti pentingnya mencuci tangan pada pasien, keluarga dan
pengunjung hal ini tidak peneliti lakukan karena telah disosialisasikan oleh
perawat rumah sakit setiap saat oleh perawat yang ada di rumah sakit. Dan
pada tindakan membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain tidak
peneliti lakukan karena telah ada petugas khusus yang melakukan hal tersebut
di ruangan.
Pada
masalah
keperawatan
kurangnya
pengetahuan
rencana
masalah
keperawatan
gangguan
integritas
kulit
rencana
keperawatan
harus
sesuai
dengan
perencanaan
reaksi
nonverbal dari ketidak nyamanan yang diakibatkan oleh nyeri. Rasional dari
mengobservasi ketidak nyamanan yang disebabkan oleh nyeri adalah untuk
mengetahui dan membantu dalam mengevaluasi derajat nyeri dan perubahan
dari nyeri itu sendiri, tetapi di sini peneliti tidak melakukan tindakan tersebut
karena peneliti telah melakukan tindakan keperawatan mengkaji ulang nyeri
secara komperhensif, hal ini memiliki rasional untuk mengetahui lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, derajat, dan faktor presipitasi.
Menurut analisa peneliti hal ini lebih baik dilakukan karena telah mengkaji
nyeri secara lengkap.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi), di teori tindakan keperawatan yang
direncanakan ada 7 tindakan keperawatan tetapi tindakan keperawatan yang
peneliti lakukan ada 4. Tindakan keperawatan yang tidak peneliti lakukan
yaitu memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah latihan, melakukan
konsultasi terapi fisik, dan membantu klien menggunakan tongkat. Hal ini
tidak peneliti lakukan di karenakan pasien masih dalam masa imobilisasi
dalam sementara waktu, dan Tn.A mampu untuk menggerakkan kaki nya
tetapi masih terasa kaku dikarenakan nyeri yang dirasakan sehingga peneliti
menyimpulkan Tn.a tidak perlu dikonsultasikan dengan terapis dan
menjadwalkan program latihan untuk mobilisasi Tn.A. dan begitu juga pada
tindakan membantu klien untuk menggunakan tongkat tidak dilakukan karena
pasien masih dalam masa imobilisasi dan dokter belum memperbolehkan
Tn.A menggunakan tongkat.
telah
luka
beraktifitas.
Masalah keperawatan ini teratasi cukup lama dikarenakan Tn.A masih takutakut untuk menggerakkan kaki nya dan ambang nyeri Tn.A yang cukup
rendah juga memperburuk masalah keperawatan ini sehingga tingkat
ketergantungan Tn.A pada keluarga dan perawat juga tinggi. Oleh karena itu
msalah keperawatan ini cukup lama teratasi.
Pada daignosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif pemasangan pen, didapatkan hasil evaluasi masalah
keperawatan teratasi pada hari ke 7. Dengan Noc : immune status, knowledge
infection control, risk control, dengan kriteria hasil klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, dan pasien
menunjukkan kemampuan mencegah infeksi. Hal ini disebabkan karena Tn.A
suka memegang luka dengan tangan dan kurang menjaga kebersihan pada
area luka. Padahal peneliti sangat sering mengingatkan kepada Tn.A. hal ini
sangat berpengaruh terhadap resiko infeksi yang sangat tinggi pada Tn.A
selain mengkonsumsi antibiotik hendak nya juga Tn.A memperhatikan
kebersihan area luka dimana tempat bakteri mudah berkembang biak. Oleh
karena itu masalah keperawatan ini cukup lama untuk diatasi.
Pada diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien, didapatkan hasil
evaluasi masalah keperawatan teratasi pada hari 1, dengan Noc : Knowledge
disease proccess, knowledge : health behavior, dengan kriteria hasil pasien
mengatakan telah paham tentang penyakitnya, pasien mampu menjelaskan
prosedur yang dijelaskan secara benar. Masalah ini sangat cepat teratasi
karena Tn.A dan keluarga mendapatakan informasi yang cukup dan mudah di
pahami dari peneliti dan petugas yang berada di rumah sakit.
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, didapatkan hasil evaluasi masalah ini teratasi pada hari ke 4,
dengan Noc : anxiety self-control, anxiety level, coping, dengan kriteria hasil
pasien mampu mengungkapkan cemas, pasien telah dapat mengontrol cemas
dan TTV dalam batas normal. Masalah keperawatan ini sangat sulit untuk di
atasi dikarenakan Tn.A dan keluarga memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang sehingga sulit untuk memahami penjelasan yang peneliti berikan
kepada Tn.A hal ini membuat Tn.A dan keluarga sering bertanya-tanya
tentang kondisi kesehatannya.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobilisasi, didapatkan hasil evaluasi, masalah ini teratasi pada hari ke 6,
dengan Noc : risk control, dengan kriteria hasil pasien mampu menjelaskan
cara mencegah cidera dan terbebas dari cidera. Masalah ini cukup lama
teratasi dikarenakan kaki kiri Tn.A masih dalam imobilisasi. Dan Tn.A juga
sulit untuk menggerakkan badannya, masih dirasakan rasa kaku pada bagian
kaki terutama pada kaki kiri.
Pada diagnosa keperawatan Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pemasanan pen, didapatkan hasil evaluasi, masalah belum
teratasi pada hari ke 7, dengan Noc : tissue integrity : skin and mucouse,
membranes, hemodyalis akses, dengan kriteria hasil integritas kulit yang baik
dapat di pertahankan, mampu melindungi kulit dan mampu merawat kulit.
Hal ini dikarenakan pasien memiliki luka insisi post operasi pemasangan orif
(pen). Dan pada hari ke 3 drainase luka sudah dilepas, tetapi sampai hari ke 7
disaat pasien pulang jahitan pada luka belum dilepas. Dan pasien masih
mengeluh rasa gatal pada luka kadang-kadang masih terasa.
Perawatan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan Pada Tn.A
dengan Fraktur femur di Ruang Rawat Inap Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2016, peneliti mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil pengkajian Pada Tn.A didapatkan Tn.A mengalami fraktur femur
1/3 medial sinistra terbuka. Saat ini terdapat luka insisi post operasi orif.
Luka dalam keadaan tertutup verban post operasi. Drainase luka masih
terpasang. Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk digerakkan. Tandatanda vital pasien dalam batas normal. Wajah pasien tampak meringis
kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Skala nyeri 5, keluarga mengatakan
pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
2. Dalam teori masalah keperawatan yang muncul pada kasus fraktur femur
adalah sebanyak 11 masalah keperawatan. Sedangkan pada kasus Tn.A
hanya ditemukan 7 masalah keperawatan yang ditemukan yaitu nyeri
akut, gangguan mobilitas fisik, resiko infeksi, kurang nya pengetahuan,
ansietas, resiko cidera dan gangguan integritas kulit.
3. Rencana keperawatan yang disusun tergantung kepada masalah
keperawatan yang di temukan yaitu sesuai dengan teori yang telah ada,
berdasarkan dengan Nanda NIC-NOC.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui direktur agar dilakukannya pelatihan berkala penyegaran asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur femur kepada perawat. Agar
lebih meningkatnya kualitas pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ratna Kusuma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A
Dengan Close Fraktur Femur 1/3 Tengah Sinistra Di Rso Prof.
Dr.
R.
Soeharso
Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2016.
Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :
EGC.
Burnner dan Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC. Dinarti, dkk. 2009. Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : CV Trans Info Media.
Fadliyah, N. 2014. Penatalaksanaan Post Fraktur 1/3 Distal Fibula
Sinistra Dengan Pemasangan Wire Di Rsud Sukoharjo.
http://eprints.ums.ac.id/30916/2/BAB_I.pdf. Diakses pada
tanggal 26 Januari 2016.
Hariawan, Hamdan. 2013. Asuhan Keperawatan Fraktur. http://hamdanhariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88417-Askep Konsep % 20
Fraktur .html. Diakses pada tanggal 04 Februari 2016.
Helmi, Zairin Noor. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NICNOC. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2006. Buku
Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta : EGC
Ajar
FORMAT DOKUMENTASI
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Hasil pengkajian
a. Identifikasi klien :
1) Nama
: Tn. A
3) Jenis kelamin
: Laki-laki
4) Status kawin
: Menikah
5) Agama
: Islam
6) Pendidikan
: SD/Sederajat
7) Pekerjaan
: Petani
8) Alamat
terbuka
10) No . MR
: 925509
: Ny. R
2) Pekerjaan
3) Alamat
: Istri
47
Poltekkes Kemenkes Padang
c. Riwayat kesehatan
1) Keadaan umum
a) Keluhan utama
Pasien masuk pada tanggal 09 Mei 2016 melalui IGD pada
pukul 11.23 WIB dengan keluhan nyeri yang sangat hebat pada
bagian paha sebelah kiri setelah pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 pada
pukul 10.30 WIB pasien mengeluh nyeri pada paha dan pada luka
insisi post operasi pasien. Nyeri terasa berdenyut-denyut. Pasien
mengeluh kaki masih sulit utuk digerakkan. keluarga mengatakan
pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan pernah
mengalami fraktur pada bagian femur 2 tahun yang lalu (2014).
Lokasi fraktur pada saat itu pada lokasi yang sama pada fraktur
yang sekarang, tindakan yang dilakukan pada saat itu hanya
dengan skletal traksi (partensi). Pasien tidak ada menderita
penyakit seperti diabetesmelitus dan hipertensi.
makanan
seperti
ikan
laut
karena
pasien
b) Sakit
BAB : saat sakit pasien BAB 1 kali sehari, pasien
menggunakan pempers, konsistensi lunak dan berwarna
kecoklatan. BAK : pasien BAK 1400 cc menggunakan
pispot.
3) Pola tidur dan istirahat
a) Sehat
Pada saat sehat pasien tidur 7-8 jam sehari semalam pada
malam hari dan tidur 1 jam perhari pada siang hari.
b) Sakit
Pada saat sakit pasien tidur pada malam hari 6 jam sehari
semalam dan tidur pada siang hari 3 jam sehari.
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Sehat
Pada saat sehat pasien melakukan aktivitas secara mandiri.
b) Sakit
Pada asaat sakit pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari
dan aktivitas pasien di bantu oleh keluarga dan perawat.
5) Pola bekerja
a) Sehat
Pada saat sehat pasien bekerja sebagai seorang petani.
b) Sakit
Pada saat sakit pasien tidak dapat bekerja di karenakan
terdapat gangguan pada ekstermitas bawah pasien dan pasien
masih dalam masa perawatan di rumah sakit.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kadaan umum
a) Tinggi badan
: 160 cm
b) Berat badan
: 56 kg
c) Kesadaran
: Composmentis coperatif
d) Suhu
: 37 c
e) Nadi
: 84 x/m
f) Pernapasan
: 20 x/m
g) Tekanan darah
: 110/40 mmHg
2) Kepala
Tidak ada pembengkakan pada kepala, kulit kepala bersih tidak ada
ketombe dan lesi.
3) Rambut
Rambut berwarna hitam, terdapat sedikit uban, distribusi rambut
merata dan rambut terlihat bersih
4) Mata
Mata simetris kiri dan kanan, Konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikhterik, dan tidak terdapat lesi.
5) Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat
fraktur pada hidung, tidak terdapat lesi dan tidak terdapat sekret
pada hidung.
6) Mulut
Mulut dan gigi terlihat bersih, terdapat karies gigi, mulut tidak
berbau, tidak terdapat lesi, dan mukosa bibir lembab.
7) Telinga
Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan, telinga terlihat
bersih dan tidak terdapat serumen.
8) Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah
bening dan tidak terdapat bendungan pada vena jugolaris.
9) Paru-Paru
I : bentuk dada simetris, frekuensi napas 20 x/m.
P : Fermitus sama kiri kanan.
P : disaat dilakukan perkusi terdapat suara Sonor.
A : bunyi nafas vesikuler.
10) Jantung
I : bentuk dada simetris, iktus kordis terlihat
P : iktus kordis teraba
P : terdengar sura redup pada batas jantung
A : reguler
11) Abdomen
I : tidak terdapat pembengkkan atau asites pada perut
A : bising usus 15 x/m
P : saat dilakukan perkusi didapatkan suara timpani
P : hepar teraba dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen
12) Kulit
Tugor kulit bagus, kulit bersih dan sedikit kering.
13) Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
14) Ekstermitas atas
Tidak ada keluhan pada ekstermitas pasien, pasien terpasang
injekpum pada tangan sebelah kiri.
15) Ekstermitas bawah
Klien masih mengeluh nyeri pada bagian fraktur dan luka insisi.
Terdapat luka insisi pada paha kiri, luka dalam keadaan tertutup,
luka berwarna kemerahan, luka tidak berbau, terdapat cairan
eksudat pada luka, dan tidak ada pembengkakakn disekitar luka.
Pasien mengatakan nyeri terasa berdenyut-denyut. Pasien
tampak
Hasil
Nilai rujukan
Keterangan
Hemoglobin
15,0 g/dl
P : 14-18
Normal
W : 12-16
3
Lekosit
10.890 /mm
5000-10.000
Meningkat
Trombosit
354.000 / mm
150.000-400.000
Normal
Ureum darah
10 mg/dl
10,0-50,00
Normal
Kreatinin darah
0,8 mg/dl
0,6-1,1
Normal
Kalsium
10,1 mg/dl
8,1-10,4
Normal
Natrium
140 Mmol/L
136-145
Normal
Kalium
4,2 Mmol/L
3,5-5,1
Normal
Klorida serum
106 Mmol/L
97-111
Normal
2x1
Ranitidin 1amp
2x1
Ketorolac 1amp
2x1
Paracetamol 500mg
Cefixime 100mg
2x1
2.
3.
Data
Ds :
a. Pasien mengatakan masih
terasa nyeri pada
paha
sebelah kiri.
b. Pasien gatakan nyeri yang
dirasakan terasa berdenyutdenyut.
Do :
a. Pasien tampak meringis.
b. Pasien takut menggerakkan
kaki nya.
c. Skala nyeri pasien 4
d. TTV
TD : 110/90 mmHg, N :84
x/m, P :21 x/m, S : 37 c
Ds :
a. Pasien mengatakan nyeri
pada luka masih terasa saat
bergerak.
b. Pasien mengatakan kedua
kakinya takut di gerakkan
Do :
a. Pasien mobilisasi (terapi
restriktif)
b. Pasien tampak berbaring di
tempat tidur
c. Pasien
tidak
mau
menggerakkan
kakinya
karena nyei.
d. Aktifitas pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
Ds :
a. Pasien mengatakan luka
masih basah.
b. Pasien mengatakan
gatal
pada daerah luka.
Do :
a. Luka pasien masih terlihat
basah dan terlihat sedikit ada
cairan
eksudat,
luka
kemerahan,
luka
tidak
berbaudan
tidak
ada
pembengkan disekitar luka.
b. Hasil
labor
Masalah
Nyeri
Etiologi
Luka insisi
Gangguan
mobilitas fisik
Resiko infeksi
prosedur
invasif atau
traksi tulang
pasien
4.
5.
6.
7.
kurangnya
informasi dan
pengetahuan
yang dimiliki
pasien
perubahan
status
kesehatan.
imobilisasi
insisi
pemasangan
pen
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DI
TEMUKAN
TGL
PRF
Nyeri akut b/d
luka insisi 18/05/
pemasangan pen.
2016
Gangguan mobilitas fisik b/d terapi 18/05/
restriktif (imobilisasi)
2016
Resiko infeksi b/d prosedur invasif 18/05/
pemasangan pen.
2016
Kurangnya pengetahuan tentang 18/05/
kondisi, prognosis dan kebutuhan 2016
pengobatan b/d kurangnya informasi
dan pengetahuan yang dimiliki
pasien
Ansietas b/d perubahan status 18/05/
kesehatan.
2016
Resiko cidera b/d imobilisasi
18/05/
2016
gangguan integritas kulit b/d insisi 18/05/
pemasangan pen
2016
DI
PECAHKAN
TGL
PRF
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
2.
c. Mampu mengenali
mempengaruhi nyeri
nyeri
seperti suhu ruangan,
(skala,intensitas,
pencahayaan
dan
frekuensi,
dan
kebisingan.
tanda nyeri).
e. Kurangi
faktor
d. Menyatakan rasa
presipitasi nyeri.
nyaman
setelah f. Ajarkan teknik non
nyeri berkurang
farmakologi.
Tingkatkan istirahat.
g. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
emberian analgetik.
Analgesic
administration :
a. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
c. Cek riwayat alargi.
d. Berikan
analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat.
e. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
NOC
NIC
Hambatan
a. Joint movement
Exercise
therapy
mobilitas fisik di
:
active.
:
tempat tidur
b. Mobility level.
ambulation
c. Self care : ADLs.
a. Monitoring vital sign
d. Transfer
sebelum dan sesudah
performance
atau sebelum latihan
.
dan
lihat
respon
Kriteria hasil :
pasien saat latihan.
a. Klien
meningkat b. Konsultasikan dengan
dalam
aktivitas
terapi fisik tentang
fisik.
Mengerti
rencana
ambulasi
tujuan
dari
sesuai
dengan
peningkatan
kebutuhan.
mobilitas.
c. Bantu klien untuk
b. Memverbalisasikan
menggunakan tongkat
perasaan
dalam
saat berjalan dan
meningkatkan
cegah
terhadap
kekuatan
dan
cedera.
kemampuan
d. Kaji
kemampuan
Poltekkes Kemenkes Padang
berpindah.
c. Memperagakan
penggunaan alat.
d. Bantu untuk
mobilisasi
(walker).
3.
pasien
dalam
mobilisasi.
e. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADL
secara mandiri sesuai
kemampuan.
f. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL
a. Berikana alat bantu
jika
klien
memerlukan.
b.Ajarkan
pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan
jika
diperlukan.
Resiko Infeksi
NOC
NIC
a. Immune status.
Infection
control
b. Knowledge
(kontrol infeksi) :
: infection control
a. Bersihkan
c.Risk control
lingkungan setelah
Kriteria hasil :
dipakai pasien lain.
a. Klien bebas dari b. Pertahankan teknik
tanda dan gejala
isolasi.
infeksi.
c. Batasi pengunjung
b. Mendeskripsikan
bila perlu.
proses penularan d. Intruksikan
pada
penyakit,
faktor
pengunjung
untuk
yang
mencuci tangan saat
mempengaruhi
berkunjung
dan
penularan
serta
setelah berkunjung.
penatalaksanaan
e. Gunakan
sabun
nya
antimikroba untuk
c. Menunjukkan
cuci tangan.
kemampuan untuk f. Cuci tangan setiap
mencegah
sebelum dan sesudah
timbulnya infeksi.
melakkan tindakan
d.Jumlah
leukosit
keperawatan.
dalam
batasg. Gunakan
alat
normal.
pelindung
diri
e. Menunjukkan
sebagai pelindung.
perilaku
hidup h. Pertahankan
sehat.
lingkungan aseptik
selama pemasangan
4.
Kurangnya
Pengetahuan
NIC
a. Knowledge
: disease proccess.
b. Knowledge : health
behavior.
Kriteria hasil :
a. Pasien
dan
keluarga
menyatakan
paham
tentang
penyakit, kondisi,
prognosis
dan
program
pengobatan.
b. Pasien
dan
keluarga mampu
menjelaskan
prosedur
yang
dijelaskan secara
benar.
c. Pasien
dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.
alat.
i. Tingkatkan
intake
nutrisi.
j. Kolaborasi dengan
dokter
dalam
pemberian antibiotik
bila perlu.
k. Monitor tanda dan
gejala
infeksi
sistemik dan lokal.
NIC
Teaching
:
disease
process
a. Berikan penilaiian
tentang
tingkat
pengetahuan pasien
tentang
proses
penyakit
yang
spesifik.
b. Jelaskan
patofisiologi
daripenyakit
dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi
fisiologi,
dengan cara yang
tepat.
c. Gambarkan
tanda
dan gejala yang bisa
muncul
pada
penyakit,
dengan
cara yang tepat.
d. Gambarkan proses
penyakit,
dengan
cara yang tepat.
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat.
f. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisnya, dengan
cara yang tepat.
g. Sediakan
bagi
keluarga atau pasien
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan cara yang
Poltekkes Kemenkes Padang
5.
Ansietas
tepat.
h. Diskusikan
perubahan
gaya
hidup yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit.
i. Diskusikan pilihan
terapi
atau
penanganan penyakit
pasien.
j. Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan.
k. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
lokal,
dengan cara yang
tepat.
l. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala
untuk
melaporkan
pada
perawat dengan cara
yang tepat.
NOC
NIC
a. Anxiety self-control Anxiety
reduction
b. Anxiety level
(penurunan kecemasan)
c. Coping
a. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil :
yang menyenangkan.
a. Klien
mampu b. Nyatakan
dengan
mengidentifikasi
jelas
harapan
dan
terhadap
pelaku
mengungkapkan
pasien.
gejala cemas.
c. Jelaskan
semua
b. Mengidentifikasi,
prosedur dan apa
mengungkapkan
yang
dirasakan
dan menunjukkan
selama prosedur.
tehnik
untuk d. Pahami
prespektif
mengontrol cemas.
pasien
terhadap
6.
Resiko cidera
7.
Gangguan
integritas kulit
situasi stres.
c. Vital sign dalam
e. Temani pasien untuk
batas normal.
memberikan
d. Postur
tubuh,
keamanan
dan
ekspresi
wajah,
mengurangi takut.
bahas tubuh dan
keluarga
tingkat
aktivitas f. Dorong
untuk
menemani
menunjukkan
pasien.
berkurangnya
g. Identifikasi
tingkat
kecemasan.
kecemasan pasien.
h. Bantu
pasien
mengenal
situasi
yang menimbulkan
cemas.
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
j. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat untuk
mengurangi
rasa
cemas.
NOC
NIC
a. Risk kontrol
Environment
kriteria hasil :
management
a. Klien
terbebas (
Manajemen
dari cidera.
lingkungan )
b. Klien
mampu a. Sediakan lingkungan
menjelaskan cara
yang aman untuk
mencegah cidera
pasien
c. Mampu
b. Memasang side rail
memodifikasi
tempat tidur
gaya hidup untuk
c. Menganjurkan
mencegah injury
keluarga
untuk
menemani pasien
d. Menghindari
lingkungan
yang
berbahaya
bagi
pasien.
NOC
a. Tissue integrity :
skin and mucous.
b. Membranes.
NIC
Pressure management :
a. Anjurkan
pasien
untuk menggunakan
c. Hemodyalis akses.
Kriteria hasil :
a. Integritas
kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi,
pigmentasi) tidak
ada luka atau lesi
pada kulit.
b. Perfusi
jaringan
baik.
c. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.
d. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan
perawatan
alami.
JAM
IMPLEMENTASI
08.00
08.10
10.00
Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal
10.30
EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
masih terasa.
b. Pasien mengatakan nyeri
masih
terasa
seperti
berdenyut-denyut.
O:
Pasien tampak meringis.
Skala nyeri pasien 4
c . TD :110/60 mmHg, N : 90 x/m,
P : 21 x/m, S : 36,1 c
A:
Masalah nyeri akut (pain level dan
comfort level) belum teratasi.
P:
Intervensi pain management dan
analgesic administration dilanjutkan.
S:
a. Pasien mengatakan masih
susah untuk bergerak.
b. Keluarga mengatakan ADL
pasien masih dibantu.
O:
a. ADL pasien masih dibantu
PRF
d.
08.30
08.35
10.00
Kurangnya
Pengetahuan tentang
kondisi,
prognosis
dan
kebutuhan
pengobatan
b/d
kurang nya informasi
dan
pengetahuan
yang dimiliki pasien.
08.35
Ansietas
perubahan
kesehatan
14.00
a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
b/d
status
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sudah
paham tentang manfaat ikan
dan susu bagi kesembuhannya.
b. Pasien mengatakan
sudah
tidak khawatir lagi untuk
mengkonsumsi ikan dan susu
O:
a. Pasien tampak paham dengan
penjelasan yang diberikan
perawat.
b. Pasien sudah menghabiskan
susu dan ikan yang diberikan
oleh rumah sakit.
A:
Masalah kurang pengetahuanTeratasi
P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan masih
cemas dengan keadaannya
b. Pasien mengatakan takut tidak
bisa berjalan dengan normal
lagi.
b/d
08.10
10.00
aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
terasa saat dibawa bergerak.
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b.
Pasien mengatakan sulit untuk
c. Menganjurkan
keluarga
bergerak
menemani pasien.
untuk O :
d. Menganjurkan
keluarga
a. Pasien tampak sulit bergerak
membantu aktifitas pasien.
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga dan perawat.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen
14.15
08.35
pressure
management
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
19/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen
JAM
08.00
08.10
10.00
Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal
10.30
IMPLEMENTASI
EVALUASI
PRF
08.30
08.35
10.00
memberikan O :
a. ADL pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
b. Pasien masih tampak kesulitan
dalam melakukan ADL.
c. TD :110/80 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,5 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi
exercise
therapy
:
ambulation dan ADL dilanjutkan .
S:
a. Pasien
mengatakan
luka
mengeluarkan cairan.
b. Pasien mengatakan luka terasa
gatal.
Ansietas
perubahan
kesehatan
b/d
status
14.00
a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
c. Menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang penyakitnya.
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam padda pasien.
A:
Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sudah bisa
menerapkan teknik relaksasi
napas dalam.
b. Pasien mengatakan masih
cemas dengan keadaannya
O:
a. Pasien
sudah
mampu
mempraktekkan
teknik
relaksasi napas dalam
b. Pasien masih sering bertanyatanya tentang keadaannya
kepada perawat.
A:
masalah anxiety self-control, anxiety
level,dan coping belum teratasi
P:
Intervensi
anxiety
reduction
dilanjutkan
Resiko cidera
imobilisasi.
b/d
08.10
10.00
gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen
14.15
08.35
aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
terasa hilang timbul.
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b. Pasien mengatakan masih sulit
c. Menganjurkan
keluarga
bergerak
menemani pasien.
untuk O :
d. Menganjurkan
keluarga
a. Pasien tampak sulit bergerak
membantu aktifitas pasien.
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga dan perawat.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
a. Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Keluarga mengatakan masih
pakaian yang longgar
keluar cairan dari luka pasien.
b. Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien masih mengeluh gatal
menjaga kulit tetap bersih dan kering
pada luka.
c. Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
d. Melakukan perawatan luka
a. Luka masih tampak basah
e. Memonitor proses penyembuhan area
c.
Warna
luka kemerahan
insisi
d. Drainase
luka
masih
f. Memonitor tanda dan gejala infeksi
terpasang
pada area insisi.
e. Masih terlihat cairan eksudat
pada luka.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
pressure
management
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
20/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen
JAM
08.00
08.10
10.00
Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal
10.30
IMPLEMENTASI
EVALUASI
PRF
d.
08.30
a.
08.35
b.
c.
d.
e.
bagaimanan O :
a. ADL pasien masih dibantu
memberikan
oleh keluarga dan perawat.
b. Pasien masih tampak kesulitan
dalam melakukan ADL.
c. Pasien tampak makan sendiri
dengan diawasi oleh keluarga.
d. TD :110/80 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi
exercise
therapy
:
ambulation dan ADL dilanjutkan .
Melakukan cuci tangan sebelum, S :
a. Pasien mengatakan luka masih
sesudah ke pasien dan sebelum dan
terasa gatal.
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Pasien mengatakan luka sudah
Melakukan perawatan luka dengan
tidak basah lagi.
mempertahankan kesterilan instrumen
O:
dan tangan.
a. Luka sudah tampak kering
Memonitor tanda dan gejala terjadinya
b. Warna luka masih kemerahan
infeksi.
c. Drainase luka sudah dilepas
Menganjurkan kepada pasien untuk
d. Cairan eksudat pada luka
meningkatkan asupan nutrisi.
sudah berkurang.
Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.
Mengajarkan pasien
merubah posisi dan
bantuan jiak diperlukan.
Ansietas
perubahan
kesehatan
Resiko cidera
imobilisasi
10.00
b/d
status
14.00
a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
c. Menjelaskan kepada pasien dan
a.
keluarga tentang penyakitnya.
b.
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam padda pasien.
b/d
08.10
A:
Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sedikit
nyaman setelah menerapkan
teknik relaksasi napas dalam.
b. Pasien mengatakan cemas
sudah berkurang
O:
Pasien tampak tenang.
Pasien sudah tampak relaks
c. Pasien masih sering bertanyatanya tentang keadaannya
kepada perawat.
A:
masalah anxiety self-control, anxiety
level,dan coping belum teratasi
P:
Intervensi
anxiety
reduction
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
sudah berkurang.
10.00
gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen.
14.15
c. Menganjurkan
keluarga
menemani pasien.
d. Menganjurkan
keluarga
membantu aktifitas pasien.
a.
b.
c.
08.35
d.
e.
f.
untuk
untuk O :
a. Pasien tampak kesulitan untuk
bergerak
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien
mengatakan
gatal
pakaian yang longgar
sesekali masih terasa.
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
tidak basah lagi.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
Memonitor proses penyembuhan area a. Luka sudah tampak kering
b. Warna luka masih kemerahan
insisi
Memonitor tanda dan gejala infeksi c. Drainase luka sudah dilepas
d. Cairan eksudat pada luka
pada area insisi.
sudah berkurang.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
pressure
management
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
21/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen
JAM
08.00
08.10
10.00
Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal
10.30
IMPLEMENTASI
EVALUASI
PRF
08.30
08.35
S:
a. Pasien mengatakan luka masih
terasa perih dan gatal.
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
Warna luka masih kemerahan
c. Cairan eksudat pada luka
masih
ada
tapi
sudah
10.00
Ansietas
perubahan
kesehatan.
Resiko cidera
imobilisasi.
b/d
status
14.00
b/d
08.10
10.00
d. Menganjurkan
keluarga
membantu aktifitas pasien.
untuk
O:
gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen.
14.15
a.
b.
c.
08.35
d.
e.
f.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan kadangpakaian yang longgar
kadang masih teras perih pada
Menganjurkan kepada pasien untuk
luka.
menjaga kulit tetap bersih dan kering
b. Pasien mengatakan luka sudah
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
tidak basah lagi.
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
Melakukan perawatan luka
O:
Memonitor proses penyembuhan area
a. Luka sudah tampak kering
insisi
Memonitor tanda dan gejala infeksi b. Luka berwarna kemerahan
c. Cairan eksudat pada luka
pada area insisi.
masih
ada
tapi
sudah
berkurang dari sebelumnya.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous,
membranes,
hemodyalis akses, belum
teratasi
P:
Intervensi
pressure
management
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
22/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen
JAM
IMPLEMENTASI
08.00
08.10
10.00
Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal
10.30
EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
sudah tidak terasa.
b. Pasien mengatakan nyeri
timbul apabila luka tersentuh
saja.
O:
Pasien tampak tenang
Skala nyeri pasien 2
c . TD :110/70 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah nyeri akut teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan sudah bisa
menggerak-gerakkan kakinya.
b. Keluarga mengatakan sudah
bisa melakukan aktifitas di
tempat tidur secara mandiri
dengan diawasi keluarga.
O:
a. pasien tampak sudah bisa
melakukan
ADL secara
PRF
08.30
08.35
10.00
S:
a. Keluarga mengatakan luka
pasien masih terasa perih.
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
b. Luka sudah tidak kemerahan
lagi
c. Cairan eksudat pada luka
(eksudat) masih ada tapi
sedikit.
3
Lekosit 10.450 / mm
A:
Masalah immune status, dan risk
control teratasi sebagian
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
Resiko cidera
imobilisasi
b/d
08.10
10.00
aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a.
bagi pasien
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b.
c. Menganjurkan
keluarga
menemani pasien.
untuk
d. Menganjurkan
keluarga
O:
membantu aktifitas pasien.
a.
gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen
14.15
a.
b.
c.
08.35
d.
e.
f.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan luka sudah
pakaian yang longgar
tidak gatal.
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
kering.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
a. Luka sudah tampak kering
Memonitor proses penyembuhan area
b. Masih terdapat jahitan pada
insisi
luka
Memonitor tanda dan gejala infeksi
luka
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan
pressure
management
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
23/05/ Resiko Infeksi b/d
2016 prosedur
invasif
pemasangan pen.
JAM
IMPLEMENTASI
08.30
08.35
10.00
Resiko cidera
08.10
a.
10.00
b.
c.
d.
EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan luka sudah
tidak ada masalah.
b. Pasien mengatakan luka sudah
tidak mengeluarkan cairan.
O:
Luka sudah tampak kering.
Masih ada jahitan pada luka.
c. Cairan eksudat pada luka
masih ada tapi sedikit.
A:
Masalah immune status teratasi
sebagian
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
Menyediakan lingkungan yang aman
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
sudah tidak ada lagi.
Memasang side rail tempat tidur
b. Pasien mengatakan sudah
Menganjurkan
keluarga
untuk
melakukan aktifitas di tempat
menemani pasien.
tidur sendiri dengan diawasi
Menganjurkan
keluarga
untuk
keluarga.
membantu aktifitas pasien.
O:
a. Pasien sudah bisa menggerakgerakkan kakinya.
PRF
gangguan integritas
kulit
14.15
08.35
P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan luka sudah
tidak ada keluhan
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
Jahitan pada luka masih ada.
c. Cairan kekuningan pada luka
(eksudat) masih ada tapi
sedikit.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
pressure management
dilanjutkan
TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
24/05/ Resiko Infeksi b/d
2016 prosedur
invasif
pemasangan pen.
JAM
IMPLEMENTASI
08.30
08.35
10.00
gangguan integritas
kulit
14.15
a.
b.
c.
08.35
d.
e.
f.
EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan luka masih
sudah tidak ada keluhan.
b. Pasien mengatakan luka sudah
tidak mengeluarkan
cairan
lagi.
O:
Luka sudah tampak kering
b. Cairan eksudat pada luka
masih ada tapi sangat sedikit.
3
Lekosit 9.400 /mm
A:
Masalah resiko infeksi teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan luka sudah
pakaian yang longgar
tidak ada keluhan
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
kering.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
Memonitor proses penyembuhan area a. Luka sudah tampak kering
b. Cairan eksudat pada luka
insisi
sudah tidak ada
Memonitor tanda dan gejala infeksi
c. Masih ada jahitan pada luka.
pada area insisi.
PRF
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi dihentikan (pasien pulang)