Anda di halaman 1dari 157

`

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR FEMUR DI RUANG
TRAUMA CENTER RSUP
Dr. M. DJAMIL
PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

RIZKY ALANDA
Nim : 133110260

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2016

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR FEMUR DI RUANG
TRAUMA CENTER RSUP
Dr. M. DJAMIL
PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang


Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Keperawatan

RIZKY ALANDA
Nim : 133110260

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2016
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2016
RIZKY ALANDA
Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur Femur Di Ruang
Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016
X + 64 halaman, 1 gambar, 1 tabel, 8 lampiran.
ABSTRAK
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang hidup, yang
meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan lunak sekitarnya, yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Tujuan penelitian untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur di ruangan Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain penelitian adalah studi
kasus. Pasien adalah individu yang menderita fraktur femur di Ruangan Rawat Inap Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
format pengkajian sampai evaluasi keperawatan medikal bedah. Cara pengumpulan data
dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumentasi. Rencana analisis
yang digunakan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses
keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan fraktur
femur.
Hasil Penelitian didapatkan Pada Tn.A mengalami fraktur femur 1/3 medial sinistra
terbuka. Saat ini terdapat luka insisi post operasi ORIF. Luka dalam keadaan tertutup verban
post operasi. Drainase luka masih terpasang. Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk
digerakkan. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Wajah pasien tampak meringis
kesakitan, Skala nyeri 4. Pasien lebih menjerit kesakitan disaat dilakukan perawatn luka.
Didapatkan 7 masalah keperawatan, rencana keperawatan sesuai dengan NANDA, NICNOC, implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah di buat, dan evaluasi
keperawatan sebagian besar masalah teratasi.
Diharapkan kepada pimpinan RSUP Dr. M. Djamil Padang melakukan pelatihan
berkala penyegaran asuhan keperawatan kepada perawat yang ada di rumah sakit. Bagi
peneliti selanjutnya hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam
penerapan asuhan keperawatan lainnya.
Kata Kunci : fraktur femur, asuhan keperawatan
Daftar Pustaka : 16 (2004-2015)

Ya Allah.....
Begitu besar limpahan rahmat yang engkau
berikan kepadaku Begitu damai jiwaku saatnya
bersujud dihadapanmu
Ketenangan dalam dzikirmu membuatku tak henti untuk
menyebut nama Mu Dan ridhoilah langkah dalam
kehidupan yang engkau gariskan
Ya Robbi.....
Berikan petunjukmu disetiap
pilihanku Jauhkan aku dari segala
resah dan putus asa
Aku ingin menjadi butiran air dalam
kehausan insani Aku ingin menjadi
cahaya yang menerangi dunia Dengan
segenap kerendahan hati dan kesabaran
jiwa Ku persembahkan karya ku ini
sebagai baktiku
Pada orang-orang yang kucintai dan
kusayangi Terima kasih.....
Alan ucapkan kepada MAMA
Kasihmu begitu tulus tanpa kenal
letih dan lelah Ini adalah mutiara
dan butiran keringatmu

Poltekkes Kemenkes Padang

Jawaban dari doa yang selalu didengungkan


untukku Pengganti air mata yang mengalir
dipipimu
Demi cita-cita anakmu
Ku tahu ini belum seberapa dan ini belum
semuanya

Poltekkes Kemenkes Padang

Terima Kasih Alan Ucapkan kepada pembimbing kesayangan Ibu


Ns. Netti, S.Kep, M.Pd dan Bapak Ns. Hendri Budi, S.Kep, M.Kep,
Sp.KMB yang telah memberikan arahan selama proposal dan
karya tulis ilmiah berlangsung.
Terima kasih kepada keluarga saya khusus nya MAMA yang
selalu Memberikan dukungan, dorongan, Doa dan semangat
sehingga saya dapat berjuangan sampai akhir
Terima kasih kepada teman seperjuangan saya begitu banyak
cobaan yang kita jalani kuliah selama 3 tahun ini penuh suka dan
duka yang telah kita lalui bersama.
terima kasih kepada teman-teman BRAIN yang telah bersamasama dengan saya selama 3 tahun ini, suka duka kita lalui
bersama walau kalian cukup cuek, tanpa kalian saya bukan apaapa, nga ada lagi keusilan, kerusuhan dan kekonyolan yang kita
jalani bersama
Dan buat Boys Kepang 13 yang takkan terlupakan bagi saya
suka duka yang kita lalui, kebersamaan yang selalu tercipta,
canda dan tawa yang akan membuat saya akan rindu dengan
kebersamaan kita bersama
Terima kasih buat teman-teman Kepang angkatan
2013

Poltekkes Kemenkes Padang

Rizky Alanda

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Rizky Alanda

Tempat / Tanggal Lahir

: Padang / 07 Mei

1995 Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Jl. Beringin, RT 01 / RW 01 No. 17,

Kel. Balai

Gadang, Kec. Koto Tangah, Kota Padang


Nama Orang Tua
Ayah

: Rafdinal, SH

Ibu

: Efnida Zuid

Riwayat Pendidikan
1. TK Aisyiyah Murni

Tahun Lulus 2001

2. SD IT Khaira Ummah

Tahun Lulus 2007

3. SMP Negeri 16 Padang

Tahun Lulus 2010

4. SMA Negeri 8 Padang

Tahun Lulus 2013

5. Poltekkes Kemenkes Padang

Tahun Lulus 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena


berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini dengan judul Penerapan Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Fraktur Femur Di Ruang Trauma
Center RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016.
Karya tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Diploma III pada Program Studi D-III Keperawatan
Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1.

Ibu Ns. Netti, S.Kep, M.Pd selaku pembimbing I yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.

2.

Bapak Ns. Hendri Budi, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing II yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3.

Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Padang.

4.

Bapak H. Yusirwan Yusuf selaku Direktur Umum RSUP Dr. M. Djamil


Padang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

5.

Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan


Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang.

6.

Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
Poltekkes Kemenkes Padang

7.

Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Keperawatan Padang Poltekkes


Kemenkes Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal penelitian.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berjasa dalam penyelesaian

karya tulis ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan kepada peneliti. Peneliti menyadari karya tulis ilmiah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu , peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan, dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah
ini . Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Padang, Juni 2016

Peneliti

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................


ABSTRAK ......................................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................
PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS .............................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xi
xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................


A. Latar Belakang ................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
A. Konsep Fraktur ....................................................................................
1. Pengertian .......................................................................................
2. Penyebab .........................................................................................
3. Patofisiologi ....................................................................................
4. WOC ...............................................................................................
5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologi ...............................
6. Dampak Dari Fraktur ......................................................................
7. Penatalaksanaan ..............................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Fraktur Femur .................
1. Pengkajian ......................................................................................
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul .............................
3. Rencana Keperawatan ....................................................................
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
A. Desain Penelitian .................................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
C. Alat atau Instrumen Penelitian ............................................................
D. Cara Pengumpulan Data ......................................................................
E. Jenis-Jenis Data ...................................................................................
F. Analisis ................................................................................................
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS ................................
A. Deskripsi Kasus....................................................................................
1. Hasil Pengkajian .............................................................................

1
1
4
4
5
6
6
6
7
8
11
12
13
16
18
19
28
30
40
40
40
40
43
45
45
46
46
46

Poltekkes Kemenkes
Padang

2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................48
3. Rencana Keperawatan........................................................................50
4. Implementasi......................................................................................52
5. Hasil Evaluasi.....................................................................................54
B. Pembahasan Kasus..................................................................................56
1. Pengkajian.........................................................................................56
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................61
3. Rencana Keperawatan.......................................................................66
4. Implementasi.....................................................................................68
5. Evaluasi.............................................................................................71
BAB V PENUTUP.............................................................................................75
A. Kesimpulan.............................................................................................75
B. Saran........................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

Poltekkes Kemenkes
Padang

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1WOC Fraktur Femur...........................................................................12

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Intervensi Keperawatan Nanda, NIC-NOC.......................................30

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2

Lembar Persetujuan (Informed

Concent) Lampiran 3 Surat Izin Penelitian


Lampiran 4

Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran 5

Asuhan Keperawatan

Lampiran 6

Ganchart

Lampiran 7

Jadwal Bimbingan Proposal

Lampiran 8

Jadwal Bimbingan KTI

Poltekkes Kemenkes
Padang

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang hidup,
yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan lunak
sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung.
(Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal., dkk, 2014). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang rawan yang umumnya
yang disebakan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat, 2005).
Jenis-jenis fraktur pada ekstermitas bawah diantaranya fraktur tibia,
fraktur fibula, fraktur patella, dan salah satunya adalah fraktur femur. Fraktur
Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara
klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 dalam
Fadliyah (2014) terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang
menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Penyebab terbanyak fraktur adalah
kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya.
Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan
patologi (Depkes RI, dalam Fadliyah 2014).
Menurut Depkes RI dalam Fadliyah (2014), mencatat pada tahun 2011,
dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah

Poltekkes Kemenkes
Padang

akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya
yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah
akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027
orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 9702 orang
mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami
fraktur fibula.
Berdasarkan data dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2009
didapatkan sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita
mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami
kesembuhan dan 5% mengalami

gangguan

psikologis

atau

depresi

terhadap adanya kejadian fraktur (Dinkes Pemprov Sumbar, 2009).


Akibat dari fraktur femur ini dapat berdampak terhadap fisik dan
psikologis, sosial, spiritual. Dampak terhadap psikologis seperti Klien akan
merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya
hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak
dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru
serta takutnya terjadi kecacatan pada dirinya. Dampak sosial dari fraktur femur
pasien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan
akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan memenuhi kebutuhannya
sendiri seperti biasanya. Dampak spiritual dari fraktur femur pasien akan
mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam
jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan
ketidakmampuannya. Dan bahkan juga berdampak pada fisik nya yaitu

terjadi

Poltekkes Kemenkes Padang

perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma seperti perubahan ukuran
pada ekstermitas bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi
(Hariawan, 2013).
Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan atau proses dalam
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidahkaidah ilmu keperawatan. Asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur
adalah suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan
secara langsung kepada pasien dengan fraktur femur untuk memenuhi kebutuhan
pasien baik secara biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur femur tidak berbeda dengan asuhan keperawatan pada
kasus lain yaitu mulai dari tahapan pengkajian sampai dengan tahapan evaluasi.
Menurut Abdul Wahid (2013) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan fraktur femur adalah nyeri akut, resiko disfungsi neurovaskuler,
gangguan pertukaran gas, gangguan mobilitas fisik, gangguan integritas kulit,
resiko infeksi, dan kurangnya pengetahuan.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ratna Kusuma Astuti
(2012), didapatkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur femur yang
sering muncul adalah nyeri akut, ansietas, kerusakan mobilitas fisik, gangguan
perfusi jaringan, resiko syok hipovolemik, resiko infeksi, dan

kerusakan

integritas kulit. Oleh karena itu agar tercapainya kesembuhan pada pasien dengan
cepat dan tidak terjadi infeksi, deformitas, dan bahkan sampai pada amputasi,

Poltekkes Kemenkes Padang

Pasien dengan kasus ini harus benar-benar mendapatkan asuhan keperawatan yang
optimal.
Pada saat penulis melakukan praktik keperawatan medikal bedah, peneliti
melihat perawat di ruangan masih jarang melakukan tindakan secara mandiri,
contoh nya pada penanganan nyeri pada pasien dengan fraktur femur, perawat
lebih sering berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti nyeri.
Padahal perawat bisa melakukan tindakan secara mandiri seperti mengajarkan
teknik rileksasi pada pasien untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur femur di RSUP Dr.M.Djamil Padang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka
perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada pasien fraktur femur di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun
2016 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur
di ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
2. Tujuan khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :
a. Diketahui pengkajian pada pasien dengan fraktur femur di ruangan
Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.

Poltekkes Kemenkes Padang

b. Diketahui masalah keperawatan keperawatan pada pasien dengan kasus


fraktur femur di ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.
c. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus fraktur femur di ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan kasus
fraktur femur di ruangan Trauma Center RSUP Dr .M. Djamil Padang.
e. Untuk mengetahui hasil evaluasi pada pasien dengan kasus fraktur
femur di ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.

D. Manfaat Penelitian
1. Mampu mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan fraktur femur dan sebagai pedoman atau perbandingan kasus fraktur
femur.
2. Hasil penulisan yang di peroleh dapat digunakan sebagai perbandingan dan
bahan untuk penelitian selanjutnya di bidang keperawatan. Dan dapa
menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun pengaplikasian
asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur.

Poltekkes Kemenkes Padang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya integritas tulang dan tulang rawan yang
hidup, yang meliputi kerusakan pada sumsum tulang, perisoteum dan jaringan
lunak sekitarnya, yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak
langsung. Pada keadaan tertentu dimana tulang menjadi lemah seperti pada
penyakit Ostoporosis, beberapa kanker tulang, atau Osteogensis Imperfecta,
fraktur dapat terjadi hanya dengan trauma yang minimal, pada kondisi ini
dinamakan dengan fraktur patologis (Cross dan Swiontkowski, dalam Rizal,
2014).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidajat, 2005).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh
darah) danfraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
pada paha (Helmi, 2012).

Jadi dapat disimpulkan bahwa fraktur femur adalah terputusnya


integritas tulang dan jaringan lunak yang berada di sekitarnya yang pada
umumnya di sebabkan oleh trauma langsung pada bagian femur atau paha.
2. Penyebab
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer dan Bare,
2008). Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki,
biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaam
kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami

fraktur

dari

pada

laki-laki

yang

berhubungan

dengan

meningkatkannya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan


hormon pada menopause (Reeves dalan Lukman dan Nurna, 2012).
Menurut Abdul Wahid (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempatkan yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

Poltekkes Kemenkes Padang

c. Kekerasan akibat tarikat otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi
Fraktur merupakan gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
trauma. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang
dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan
udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, dalam Andra., dkk
, 2013).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena ada
cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah

Poltekkes Kemenkes Padang

peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,


pelepasan

katekolamin-katekolamin

endogen

meningkatkan

tahanan

pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah (venous return) dengan cara
kontraksi volume darah didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling
efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya
dan

gradientnya

elektrik

normal

hilang.

Pembengkakan

retikulum

endoplasmik merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler


setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitokondrial. Lisosom pecah
dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses
ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi penumpukan

Poltekkes Kemenkes Padang

kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata, dalam
Wijaya., dkk , 2013).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalaman jaringan lunak dan sekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat

tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah


terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang di sebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin dalam Andra.,
dkk, 2013).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat
berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut

saraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen


(Burnner and Suddarth, 2005).

Poltekkes Kemenkes Padang

4. WOC

Resiko cidera

Gambar 2.1
WOC Fraktur Femur (Abdul Wahid, 2013)

5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekatan ekstrermitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna (Smeltzer dan Bare, 2005). Gejala umum fraktur
menurut Reeves dalam Lukman dan Nurna (2012) adalah rasa sakit,
pembengkakan, dan kelainan bentuk.
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Setelah terjadinya fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan
dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun

teraba)

ekstermitas

yang

bisa

diketehui

dengan

membandingkan ekstrermitas normal. Ektremitas tak dapat


berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkup satu sama lain
sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).

4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik


tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen

satu

dengan

yang

lainnya.

Uji

krepitus

dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.


5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau sehari setelah
cedera.
6. Dampak Dari Fraktur
a. Dampak awal
Menurut Abdul Wahid (2013) dampak awal dari fraktur adalah :
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakitt, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement syndrom
Kompartement syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips yang terlalu kuat.

Poltekkes Kemenkes Padang

3) Fat emboli syndrom


Fat emboli syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebakan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai
dengan gangguan pernapasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau tergantung yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
di awali dengan adanya Volkmans Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Dampak lanjut
Menurut Abdul Wahid (2013) dampak lanjut dari fraktur adalah :
1) Delayed union

Poltekkes Kemenkes Padang

Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi sesuai


dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
2) Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 69 bulan. Non union lebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah
yang kurang.
3) Mal union
Mal union merupakan penyembuhan tulang dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring yang ditandai
dengan menigkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Mal union dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
c. Dampak biologi, psikologis, sosial, dan spiritual
Menurut Hamdan Hariawan (2013) dampak biologi, psikologi, sosial
dan spiritual dari fraktur adalah :
1) Biologi (fisik)
Pada pasien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya
yang terkena trauma seperti perubahan ukuran pada ekstermitas
bahkan kehilangan ekstermitas yang disebabkan oleh amputasi,
peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan

Poltekkes Kemenkes Padang

tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan


biasanya terutama kalsium dan zat besi.
2) Psikologis
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari
fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi
rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru
serta takutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
3) Sosial
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak
akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam
melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
4) Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang
diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidak mampuannya.

7. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Burnner dan
Suddarth dalam Smeltzer, 2005). Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk
mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi

Poltekkes Kemenkes Padang

terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
Pada

kebanyakan

kasus,

reduksi

tertutup

dilakukan

dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling


berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips.
Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi eksterna. Menurut Andra
Saferi Wijaya dan Yessie Meriza Putri (2013) Prinsip penanganan fraktur
dikenal dengan empat R yaitu :
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian di rumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan di bawah
fraktur.

Poltekkes Kemenkes Padang

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur .


Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer dalam Andra., dkk (2013),
adalah sebagai berikut :
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neuricirculatory pada daerah yang cedera.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.
e. Mempertahankan kekuatan kulit.
f. Meningkatkan gizi
g. Mempertahankan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Fraktur Femur


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalahmasalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul
Effendy dalam Andra, dkk. 2013). Menurut Andra dan Yessie (2013)
pengkajian keperawatan pada pasien dengan fraktur meliputi :

Poltekkes Kemenkes Padang

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis,
nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan.
Implikasi pengkajian nyeri untuk melakuan intervensi keperawatan
yang harus di perhatikan oleh perawat adalah awitan nyeri, durasi
nyeri, lokasi nyeri, skala nyeri dan faktor yang memperburuk nyeri
(Potter and Perry, 2006).
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma
atau kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat atau perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya tidak ada riwayat kesehatan dahulu pada fraktur, kecuali ada
fraktur

patologis

seperti

adanya

diagnosa

sebelumnya

yaitu

osteoporosis, kanker tulang, arthritis dan lainnya.


e. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya penyakit keturunan dan penyakit menular yang memperburuk
keadaan pasien seperti penyakit tuberkolosis atau penyakit lain

yang

Poltekkes Kemenkes Padang

sifatnya menular Yang akan memperberat pemulihan pada pasien


fraktur dan penyakit menurun seperti diabetesmelitus, hipertensi, dan
hemofilia.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat
Biasanya pada fraktur

akan

mengalami

perubahan

atau

gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti


pakaian, BAB dan BAK di karenakan kesulitan untuk melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasa nya cenderung di bantu oleh
keluarga atau perawat.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada pasien fraktur biasanya tidak akan mengalami penurunan
nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Biasanya pasen dengn fraktur kesulitan waktu miksi dan defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses berwarna kuning, konsistensi
defekasi padat.
4) Pola istirahat dan tidur
Biasanya kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan yang
sisebabkan oleh fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu di
bantu oleh perawat atau keluarga.

Poltekkes Kemenkes Padang

6) Pola persepsi dan konsep diri


Pada pasien fraktur biasanya akan mengalami gangguan

diri

karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur


hidup atau tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola sensosri kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan sedang pada pola
kognitif atau cara berfikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola hubungan peran
Biasa nya pada pasien dengan fraktur akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien
merasa malu atau harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan pada pasien apakah fraktur yang di alaminya
membuat pasien menjadi stress dan perlu di tanyakan apakah
masalah dipendam sendiri atau dirundingkan dengan keluarga.
10) Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien dengan fraktur yang sudah berkeluarga dan
mempunyai anak, maka akan mengalami gangguan seksual, jika
belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan atau mendekatkan diri pada Tuhan Yang
Maha Esa.

Poltekkes Kemenkes Padang

g. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dibagi atas dua, yaitu pemeriksaan umum
(status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan

setempat

(lokalis).

Hal

ini

perlu

untuk

dapat

melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi


hanya memperlihatkan daerah yang sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan :
Keadaan umum : kesadaran pasien tergantung pada keadaan pasien.
Nyeri pada pasien pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda
vital meningkat karena adanya gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Secara sitemik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
Tidak ada gangguan , simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri kepala
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan, reflek
menelan positif.
c) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, dan tidak ada
oedema.

Poltekkes Kemenkes Padang

d) Mata
Bisa terjadi anemis (karena terjadi perdarahan)
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
f)

Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernapasan cuping hidung.

g) Mulut dan faring


Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

i)

Paru
(1) Inspeksi
Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.

Poltekkes Kemenkes Padang

(4) Auskultas
nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainya
seperti stridor dan ronchi.
j)

Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis
(2) Palpasi
iktus tidak teraba
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur

k) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba
(3) Perkusi
Suara thympani
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal
l)

20 kali/menit

Sistem integumen
Terdapatnya erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
oedema, nyeri tekan.

Poltekkes Kemenkes Padang

m) Ekstremitas
Terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada
ekstermitas bawah kiri dan kanan, terdapat nyeri pada
ekstermitas yang fraktur.

h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan radiologi pada pasien
dengan fraktur meliputi :
a) X-ray
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah pencitraan
menggunakan

sinar

rontgen

(X-ray).

Untuk

mendapatkan

gambaran tiga dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,


maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
super posisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan. Biasanya pasien pada fraktur tergambar
patahan tulang atau pergeseran tulang pada daerah femur nya.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik
khususnya seperti :
(1) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada

kasus

Poltekkes Kemenkes Padang

ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak


pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa pada daerah femur.
(4) Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didaptkan suatu struktur
tulang yang rusak pada daerah femur.
b) Scan tulang, tonogram, CT-Scan/MRI
Memperlihatkan

fraktur,

juga

dapat

digunakan

untuk

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak (Andra, dkk. 2013).


c) Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigia (Andra, dkk.
2013).
2) Pemeriksaan loboratorium
Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan Laboratorium pada
pasien dengan fraktur meliputi :
a) Kalsium serum dan fosfor serum
Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

Poltekkes Kemenkes Padang

b) Alkalin fosfat
Alkalin

fosfat

meningkat

pada

kerusakan

tulang

dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam pembentukan tulang.


c) Enzim otot
Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
d) Hitung darah lengkap
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma (Andra, dkk. 2013).
e) Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple (Andra, dkk. 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
Menurut Abdul Wahid (2013) pemeriksaan lain yang harus di
lakukan pada pasien dengan fraktur adalah :
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas
Pada pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

Poltekkes Kemenkes Padang

b) Biopsi tulang dan otot


Pada biopsi tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila
terjadi infeksi.
c) Elektromyografi
Pada elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang
di akibatkan fraktur.
d) Arthroscopy
Pada arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau
robek karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging
Pada Indium Imaging pada pemeriksaan ini di dapatkan adanya
infeksi pada tulang.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien
fraktur menurut Abdul Wahid (2013) adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
oedema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi pen.
b. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus).
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli lemak, perubahan membran, alveolar atau kapiler.

Poltekkes Kemenkes Padang

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
e. Gangguan

integritas

kulit

berhubungan

dengan

fraktur

terbuka,

pemasangan traksi.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaraingan, prosedur invasif atau traksi tulang).
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar atau

salah interpretasi terhadap

informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya informasi


yang ada.
h. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik (nyeri).
j. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
k. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran
darah, cidera vaskuler.
l. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
m. Resiko cidera berhubungan dengan imobilisasi

Poltekkes Kemenkes Padang

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut

NOC
NOC
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a.

b.

c.

d.

NIC
NIC
Pain management :
a. Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komperhensif
termasuk
lokasi,
Mampu
mengontrol
karakteristik, durasi,
nyeri, (tahu penyebab
frekuensi,
kualitas,
nyeri,
mampu
dan faktor presipitasi.
menggunakan
teknik b. Observasi
reaksi
nonfarmakologi untuk
nonverbal dari ketidak
mengurangi
nyeri,
nyamanan.
mencari bantuan).
c. Gunakan
teknik
Melaporkan
bahwa
komunikasi terapeutik
nyeri berkurang dengan
untuk
mengetahui
menggunakan
pengalaman
nyeri
manajemen nyeri.
pasien.
Mampu
mengenali d. Kontrol
lingkungan
nyeri (skala,intensitas,
yang
dapat
frekuensi, dan tanda
mempengaruhi nyeri
nyeri).
seperti suhu ruangan,
Menyatakan
rasa
pencahayaan
dan
nyaman setelah nyeri
kebisingan.
berkurang
e. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri.
f. Ajarkan teknik non
farmakologi.
Tingkatkan istirahat.
g. Kolaborasi
dengan
dokter dalam emberian
analgetik.
Analgesica dministration
:
a. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan
derajat
nyeri
sebelum
pemberian
obat.
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
c. Cek riwayat alargi.
d. Berikan
analgesik
tepat waktu terutama

Poltekkes Kemenkes Padang

Resiko disfungsi
neurovaskuler perifer

NOC
a. Circulation Status.
b.Tissue
perfusion
:
cerebral.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan status
sirkulasi yang di tandai
dengan :
a.Tekanan
systole
dan
diastole dalam rentang
yang di harapkan.
b.Tidak
ada
ortostatik
hipertensi.
c.Tidak ada tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial.
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :
a.Berkomunikasi
dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan.
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan orientasi.
c.Memproses informasi.
d.
Membuat
keputusan dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter.

Gangguan pertukaran
gas

NOC
a. Respiratory status : gas
exchange
b. Respiratory status
:
ventilation
c. Vital sign status
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan oksigenasi yang
adekuat.

saat nyeri hebat.


e. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
NIC
Exercise Therapy
a.
Tentukan
batasan
pergerakan
sendi dan efek dari
fungsi
b.
Monitor
lokasi
ketidakn
yamanan
selama
pergerakan
c.
Dukung
ambulasi
Circulatory Care
a.
Evaluasi
terhadap edema dan
nadi
b.
Inspeksi
kulit terhadap ulser
c.
Dukung
pasien untuk latihan
sesuai toleransi
d.
Kaji
derajat
ketidak
nyamanan atau nyeri
e.
Turunkan
ekstremitas
untuk
memperbaiki sirkulasi
arterial

NIC
Airway management
a. Atur posisi pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
b. Identifikasi
pasien
perlu pemasangan alat
jalan napas bantuan.
c. Lakukan
fisioterapi
dada jika pelu.
d. Keluarkan
sekret

Poltekkes Kemenkes Padang

b. Memelihara kebersihan
menggunakan batuk
paru-paru dan bebas dari
efektif.
tanda-tanda
distress e. Auskultasi
suara
pernapasan.
napas, catat adanya
c. Mendemonstrasikan
suara tambahan.
batuk efektif dan suara
f. Kolaborasi
dengan
napas yang bersih, tidak
dokter
dalam
ada sianosis dan dyspneu
pemberian
(mampu mengeluarkan
bronkodilator
bila
sputum,
mampu
perlu.
bernapas dengan mudah, g. Atur intake untuk
tidak ada pursed lips).
cairan
d. Tanda-tanda vital dalam
mengoptimalkan
rentang normal.
keseimbangan.
h. Monitor respirasi dan
status O2.
NOC
NIC
Gangguan mobilitas
a. Joint movement : active.
Exercise
therapy
:
fisik
b. Mobility level.
ambulation
c. Self care : ADL.
a. Monitoring vital sign
d. Transfer performance.
sebelum dan sesudah
Kriteria hasil :
atau sebelum latihan
a. Pasien meningkat dalam
dan lihat respon pasien
aktivitas fisik. Mengerti
saat latihan.
tujuan dari peningkatan b. Konsultasikan dengan
mobilitas.
terapi fisik tentang
b. Memverbalisasikan
rencana
ambulasi
perasaan
dalam
sesuai
dengan
meningkatkan kekuatan
kebutuhan.
dan
kemampuan c. Bantu klien untuk
berpindah.
menggunakan tongkat
c. Memperagakan
saat berjalan
dan
penggunaan alat.
cegah terhadap cidera.
d. Bantu untuk mobilisasi d. Kaji
kemampuan
(walker).
pasien
dalam
mobilisasi.
e. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kemampuan.
f. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL
a.Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
b.Ajarkan
pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

bagaimana
merubah
posisi dan berikan
bantuan
jika
diperlukan.
NOC
NIC
Gangguan integritas
a. Tissue integrity : skin
Pressure management :
kulit
and mucous.
a. Anjurkan pasien untuk
b. Membranes.
menggunakan pakaian
c. Hemodyalis akses.
yang longgar.
Kriteria hasil :
b. Jaga kebersihan kulit
a. Integritas kulit yang baik
agar tetap bersih dan
bisa
dipertahankan
kering.
(sensasi,
elastisitas, c. Mobilisasi
pasien
temperatur,
hidrasi,
(ubah posisi pasien)
pigmentasi) tidak ada
setiap dua jam sekali.
luka atau lesi pada kulit. Insision site care :
b. Perfusi jaringan baik.
a. Membersihkan,
c. Menunjukkan
mengganti,
serta
pemahaman
dalam
memantau
dan
proses perbaikan kulit
meningkatkan proses
dan mencegah terjadinya
penyembuhan
luka
cidera berulang.
yang ditutup dengan
d. Mampu melindungi kulit
jahitan.
dan
mempertahankan b. Monitor
proses
kelembaban kulit dan
kesembuhan
area
perawatan alami.
insisi.
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi.
Resiko infeksi
NOC
NIC
a.Immune status.
Infection control (kontrol
b. Knowledge : infection infeksi) :
control
a. Bersihkan lingkungan
c. Risk control
setelah dipakai pasien
Kriteria
lain.
hasil :
b. Pertahankan teknik
a. Pasien bebas dari tanda
isolasi.
dan gejala infeksi.
c. Batasi
pengunjung
b. Mendeskripsikan proses
bila perlu.
penularan
penyakit,
d. Intruksikan
pada
faktor
yang
pengunjung
untuk
mempengaruhi penularan
mencuci tangan saat
serta
berkunjung
dan
penatalaksanaannya.
setelah berkunjung.
c. Menunjukkan
e. Gunakan
sabun
kemampuan
untuk
antimikroba
untuk
mencegah
timbulnya
cuci tangan.
infeksi.
f. Cuci
tangan setiap
d.Jumlah
leukosit dalam
Poltekkes Kemenkes Padang

batas normal.
e. Menunjukkan
hidup sehat.

Kurangnya
pengetahuan

sebelum dan sesudah


perilaku
melakukan tindakan
keperawatan.
g. Gunakan
alat
pelindung
diri
sebagai pelindung.
h. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan
alat.
i. Tingkatkan
intake
nutrisi.
j. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian antibiotik
bila perlu.
k. Monitor tanda dan
gejala
infeksi
sistemik dan lokal.
NIC
NIC
a. Knowledge : disease Teaching
:
disease
proccess.
process
b. Knowledge
:
healtha.Berikan
penilaian
behavior.
tentang
tingkat
Kriteria hasil :
pengetahuan pasien
a. Pasien dan keluarga
tentang
proses
menyatakan
paham
penyakit
yang
tentang
penyakit,
spesifik.
kondisi, prognosis dan b. Jelaskan patofisiologi
program pengobatan.
dari penyakit dan
b. Pasien dan keluarga
bagaimana hal ini
mampu
menjelaskan
berhubungan dengan
prosedur
yang
anatomi
fisiologi,
dijelaskan secara benar.
dengan cara yang
c. Pasien dan keluarga
tepat.
mampu
menjelaskan c. Gambarkan tanda dan
kembali
apa
yang
gejala yang bisa
dijelaskan perawat atau
muncul
pada
tim kesehatan lainnya.
penyakit, dengan cara
yang tepat.
d. Gambarkan
proses
penyakit, dengan cara
yang tepat.
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengan
cara yang tepat.
f. Sediakan
informasi

Poltekkes Kemenkes Padang

Ansietas

pada pasien tentang


kondisinya, dengan
cara yang tepat.
g. Sediakan
bagi
keluarga atau pasien
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan cara yang
tepat.
h. Diskusikan
perubahan gaya hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah komplikasi
di masa yang akan
datang
dan
atau
proses pengontrolan
penyakit.
i. Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan penyakit
pasien.
j. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang
tepat
atau
diindikasikan.
k. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
lokal,
dengan cara yang
tepat.
l. Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan
gejala
untuk
melaporkan
pada
perawat dengan cara
yang tepat.
NOC
NIC
a. Anxiety self-control
Anxiety
reduction
b. Anxiety level
(penurunan kecemasan)
c. Coping
a. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil :
yang menyenangkan.
a. Klien
mampu b. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi
dan
harapan
terhadap
mengungkapkan gejala
pelaku pasien.
cemas.
c. Jelaskan
semua

Poltekkes Kemenkes Padang

b. Mengidentifikasi,
prosedur dan apa yang
mengungkapkan
dan
dirasakan
selama
menunjukkan
tehnik
prosedur.
untuk mengontrol cemas. d. Pahami
prespektif
c. Vital sign dalam batas
pasien terhadap situasi
normal.
stres.
d. Postur tubuh, ekspresi e. Temani pasien untuk
wajah, bahasa tubuh dan
memberikan
tingkat
aktivitas
keamanan
dan
menunjukkan
mengurangi takut.
berkurangnya kecemasan. f. Dorong
keluarga
untuk
menemani
pasien.
g. Identifikasi
tingkat
kecemasan pasien.
h. Bantu
pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan cemas.
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
j. Instruksikan
pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat untuk
mengurangi
rasa
cemas.
Gangguan pola tidur NOC
NIC
a. Anxiety reduction
Sleep enhancement
b. Comfort level
a. Determinasi efek-efek
c. Pain level
medikal terhadap pola
d. Rest : Extent and pattern
tidur.
e. Sleep : Extent and pattern
b. Jelaskan pentingnya
Kriteria hasil :
tidur yang adekuat.
a. Jumlah jam tidur dalam
c. Fasilitas
untuk
batas
normal
6-8
mempertahankan
jam/hari.
aktivitas sebelum tidur
b. Pola tidur, kualitas dalam
(membaca).
batas normal.
d. Ciptakan lingkungan
c. Perasaan segar sesudah
yang nyaman.
tidur atau istirahat.
e. Kolaborasi
dengan
d. Mampu
dokter
dalam
mengidentifikasikan halpemberian obat tidur.
hal yang meningkatkan
f. Diskusikan
dengan
tidur.
keluarga dan pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

Resiko syok

Gangguan perfusi
jaringan

NOC
a. Syok prevention
b. Syok management
Kriteria hasil :
a. Nadi dalam batas yang
diharapkan.
b. Irama jantung dalam
batas yang diharapkan.
c. Frekuensi nafas dalam
batas yang diharapkan.
d. Irama pernapasan dalam
batas yang diharapkan.
e. Natrium serum dalam
batas normal
f. Kalium serum dalam
batas normal.
g. Klorida serum dalam
batas normal.
h. Kalsium serum dalam
batas normal.
i. Magnesium serum dalam
batas normal.
j. PH darah serum dalam
batas normal.
Hidrasi indikator :
a. Mata
cekung
tidak
ditemukan.
b. Demam tidak ditemukan.
c. Tekanan darah dalam
batas normal.
d. Hematokrit dalam batas
normal.
NOC
a. Circulation status
b. Tissue
perfusion
:
cerebral
Kriteria hasil :
mendemonstrasikan status
sirkulasi yang di tandai
dengan :
a. Tekanan systole dan

tentang teknik dan


kebiasaan tidur pasien.
g. Monitor waktu tidur
pasien.
h. Monitor dan catat
kebutuhan tidur pasien
setiap hari.
NIC
syok prevention :
a. Monitor
status
sirkulasi
blood
preasure, warna kulit,
suhu, denyut jantung,
HR, dan ritme, nadi
perifer, dan kapilari
refill.
b. Monitor suhu dan
pernapasan.
c. Monitor input dan
output.
d. Pantau nilai labor :
HB, HT, AGD dan
elektrolit.
e. Monitor tanda awal
syok.
f. Berikan cairan iv atau
oral yang tepat.
g. Berikan
vasodilator
yang tepat.
h. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang tanda
dan gejala datangnya
syok.
i. Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk
mengatasi
gejala syok.
NIC
Peripheral
sensation
management
(manajemen
sensasi
perifer)
a. Monitor
adanya
paretese.
b. Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi

Poltekkes Kemenkes Padang

Harga diri rendah


situasional

diastole dalam rentang


yang di harapkan.
b. Tidak
ada
ostatik
hipertensi.
c. Tidak adak tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
di tandai dengan :
a. Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan.
b. Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi.
c. Membuat
keputusan
dengan benar.
Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter.
NOC
a. Body image, disturbed.
b. Coping, ineffective.
c. Personal
identity,
disturbed.
d. Health behavior, risk
e. Self esteem situasional,
low
Kriteria hasil :
a. Adaptasi
terhadap
ketunadayaan
fisik
:
respon
adaptif
klien
terhadap
tantangan
fungsional penting akibat
ketunadayaan fisik.
b. Resolusi
berduka
:
penyesuaian
dengan
kehilangan aktual atau
kehilangan yang akan
terjadi.
c. Penyesuaian psikososial,
perubahan hidup : respon
psikososial
adaptiv
individu
terhadap
perubahan
bermakna

kulit jika ada isi atau


laserasi.
c. Gunakan
sarung
tangan untuk proteksi
d. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian analgetik
e. Monitor
adanya
tromboplebitis
f. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi.

NIC
Self esteem ebhancement
a. Tunjukkan
rasa
percaya diri terhadap
kemampuan
pasien
untuk
mengatasi
situasi.
b. Dorong
pasien
mengidntifikasi
kekuatan dirinya.
c. Ajarkan keterampilan
perilaku yang positif.
d. Dukung peningkatan
tanggung jawab diri,
jika perlu.
e. Buat statement positif
terhadap pasien.
f. Monitor
frekuensi
komunikasi
verbal
pasien yang negatif.
g. Dukung pasien untuk
menerima
tantangan
baru.
h. Kaji
alasan-alasan
untuk mengkritik atau

Poltekkes Kemenkes Padang

dalam hidup.
d. Menunjukkan penilaian
pribadi tentang harga diri.
e. Mengungkapkan
penerimaan
diri
komunikasi terbuka.
f. Mengatakan optimisme
tentang masa depan.
g. Menggunakan
strategi
koping efektif.

Resiko cidera

NOC
a. Risk kontrol
kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari
cidera.
b. Klien
mampu
menjelaskan
cara
mencegah cidera
Mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah
injury

menyalahkan
diri
sendiri.
i. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain
dan
pelayanan
keagamaan.
Body
image
enhancement counseling
a. Menggunakan proses
pertolongan interaktif
yang berfokus pada
kebutuhan, masalah,
atau perasaan pasien
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau
mendukung
koping,
pemecahan
masalah
Coping Enhancement
NIC
Environment
management
( Manajemen lingkungan
)
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk
pasien
b. Memasang side rail
tempat tidur
c. Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien
d. Menghindari
lingkungan
yang
berbahaya
bagi
pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah deskriptif. Menurut Budiarto (2002)
penelitian deskriptif merupakan penelitian dengan pendekatan cross-sectional
yang dilakukan secara murni untuk mengadakan deskripsi tanpa dilakukan
analisis yang mendalam. Penelitian ini memaparkan penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur femur di ruang Trauma Center
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruangan Trauma Center, RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2016. Waktu penelitian dilakukan mulai dari minggu ke
tidak sampai ke empat bulan februari 2016.

C. Alat atau Instrumen Pengumpulan Data


Alat atau instrumen pengumpulan data yang di gunakan adalah frormat
tahapan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi.
Instrumen pengumpulan data berupa format tahapan proses keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Cara pengumpulan data dimulai dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumentasi. Menurut
Dinarti,dkk (2009) pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan terdiri
dalam 5 tahap sebagai berikut:

Poltekkes Kemenkes Padang

1.

Pengkajian
Pengkajian dilakukan ketika pasien baru masuk pertama kalinya di
fasilitas kesehatan ( rumah sakit). Bentuk yang umumnya dipakai dalam
format pengkajian sebagai berikut:
a. Format tanya jawab
Format tanya jawab biasanya pertanyaan-pertanyaan bersifat umum
(identitas pasien seperti nama, jumlah anggota keluarga, ataupun
riwayat keperawatan seperti penyakit yang pernah diderita), ataupun
yang lebih pribadi (seperti status keuangan, spiritual, seksual).
b. Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan dilakukan secara terus menerus selama proses
keperawatan diberikan, sehingga data ini adalah data yang up to date.
Data ini biasa dicatat dalam format tertentu yang disebur dengan flow
sheet. Contoh dalam pengkajian lanjutan adalah pengkajian tandatanda vital yang diambil dalam periode tertentu. Format flow sheet
memungkinkan perawat untuk melihat apakah terdapat perubahan
kondisi pasien di periode yang berbeda.
c. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang dilakukan setelah intervensi dilakukan. Pengkajian
ini dapat ditulis pada format catatan keperawatan. (Format terlampir).

Poltekkes Kemenkes Padang

2.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan jika data-data yang telah ada
dianalisa. Kegiatan pendokumentasian diagnosa keperawatan sebagai
berikut:
a. Analisa data
Dalam analisa data mencakup data pasien, masalah dan penyebabnya.
(Format terlampir) Data pasien terdiri atas data subjektif yaitu data yang
didapat dari perkataan pasien, biasanya apa yang dikeluhkan dan objektif
yaitu data yang diperoleh perawat berdasarkan dari hasil pengamatan dan
pemeriksaan fisik.
b. Menegakkan diagnosa
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosa adalah PES
(problem+etiologi+sympton)

dan

menggunakan

istilah

diagnosa

keperawatan yang dibuat dari daftar NANDA (format terlampir).


3.

Intervensi
Rencana keperawatan terdiri dalam beberapa komponen sebagai berikut:
a. Diagnosa yang diprioritaskan
b. Tujuan dan kriteria hasil
c. Intervensi
Intervensi keperawatan mengacu pada NANDA Nic-Noc.
(Format terlampir)

4.

Implementasi
Implementasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Padang

b. Diagnosa keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat
pelaksana. (Format terlampir)
5.

Evaluasi
Evaluasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

D. Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti
(triangulasi) artinya teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti
akan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan
dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono,
2012).
1.

Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Menurut Susan Stainback dalam buku

Sugiyono(2012),

Poltekkes Kemenkes Padang

menyatakan bahwa dalam observasi partisipatif peneliti mengamati apa


yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan
berpatisipasi aktif dalam aktivitas mereka.

2.

Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara digunakan apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2012).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan
pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini merupakan
kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara terpimpin.
Meskipun dapat unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara secara
tegas dan mengarah. Jadi wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas
(keluwesan) tapi arahnya yang jelas. Artinya, pewawancara diberi
kebebasan untuk mengolah sendiri pertanyaan sehingga memperoleh
jawaban yang diharapkan dan responden secara bebas dapat memberikan
informasi selengkap mungkin (Notoatmodjo, 2012).

3.

Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental

Poltekkes Kemenkes Padang

dari seseorang. Dalam penelitian ini mengunakan dokumen dari rumah


sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan.
E. Jenis-Jenis Data
1.

Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.

2.

Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung
dari rekam medis dan ruang Trauma Center Dr. M. Djamil Padang. Data
sekunder umumnya berupa bukti, data penunjang, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan.

F. Rencana Analisis
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini

adalah

menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan


menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien dengan fraktur femur.
Data yang telah didapat dari hasil melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, penegakkan diagnosa, merencanakan tindakan,

melakukan

tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan akan dinarasikan dan


dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan dengan kasus fraktur femur.
Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan apakah ada kesesuaian
antara teori yang ada dengan kondisi pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang

BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus
1. Hasil Pengkajian
Tn.A (54 th) dirawat di ruangan rawat inap trauma center masuk
melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 09 Mei 2016 pukul 11.23
WIB dengan alasan masuk pasien mengeluh nyeri hebat pada bagian paha
sebelah kiri setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Fraktur dalam
keadaan terbuka.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 dengan rawatan
hari ketujuh mengeluhkan nyeri pada paha dan pada luka insisi post operasi
pemasangan pen. Luka tertutup verban post operasi. Pasien mengeluh kaki
masih sulit untuk digerakkan. Skala nyeri 4 (wong-baker faces). Nyeri terasa
berdenyut-denyut. Nyeri terasa pada paha sebelah kiri. Pasien tampak
meringis kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Pada tanggal 16 Mei 2016
pasien telah dilakukan operasi pemasangan pen. Keluarga mengatakan pasien
menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien juga pernah mengalami
fraktur pada bagian femur 2 tahun yang lalu (2014). Lokasi fraktur pada
saat itu pada lokasi yang sama pada fraktur yang sekarang, tindakan yang
dilakukan pada saat itu hanya dengan skletal traksi (partensi). Pada saat
dilakukan pengkajian keluarga pasien mengatakan tidak ada

keluarga yang

Poltekkes Kemenkes Padang

memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi maupun penyakit


fraktur patologis yang dapat memperburuk pemulihan pasien.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan pada Tn.A adalah tinggi
badan 160 cm, berat badan 56 kg, kesadaran composmentis koperatif, suhu 37
c, nadi 84 x/m, pernapasan 20 x/m, tekanan darah 110/40 mmHg. Pada
kepala tidak ada pembengkakan pada kepala, kulit kepala bersih tidak ada
ketombe dan lesi. Rambut berwarna hitam, terdapat sedikit uban, distribusi
rambut merata dan rambut terlihat bersih. Mata simetris kiri dan kanan,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik, dan tidak terdapat lesi.
Hidung simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat fraktur pada
hidung, dan hidung terlihat bersih. Telinga simetris, tidak terdapat
pembengkakan telinga terlihat bersih dan tidak terdapat serumen.
Pada leher tidak terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening dan
tidak terdapat bendungan pada vena jugolaris. Pada pemeriksaan paru-paru
ditemukan pergerakkan dada simetris kiri dan kanan sama, sonor, dan suara
vesikuler. Pada pemeriksaan jantung ictus cordis tidak nampak jelas, ictus
cordis teraba, batas-batas jantung masih dalam batas normal dan irama
jantung reguler . pada ekstermitas atas tangan sebelah kiri terpasang injection
pump pada tangan sebelah kiri. Pada ekstermitas bawah pada paha kaki
sebelah kiri, pasien masih mengeluh nyeri pada bagian fraktur dan luka insisi,
terdapat luka insisi pada paha kiri. Pasien mengatakan nyeri terasa berdenyutdenyut. Pasien tampak meringis. Luka tertutup, panjang luka 20 cm .Skala
nyari pasien 4 (wong-baker faces). Pasien menjerit kesakitan pada saat
dilakukan pembersihan luka.

Poltekkes Kemenkes Padang

Dari hasil labor didapatkan hemoglobin : 15,0 g/dl (normal P : 14-18),


3

lekosit 10.890 /mm (normal 5000-10.000), trombosit 354.000 /mm


150.000-400.000), ureum darah 10 mg/dl (normal 10,0-50,00),

(normal
kreatinin

darah 0,8 mg/dl (normal 0,6-1,1), kalsium 10,1 mg/dl (normal 8,1-10,4),
natrium 140 Mmol/L (normal 136-145), kalium 4,2 Mmol/L (normal 3,5-5,1),
klorida serum 106 Mmol/L (normal 97-111). Pasien mendapatkan program
pengobatan cefoperazo 1 gr 2x1, ranitidin 1 amp 2x1, ketorolac 1 amp 2x1,
paracetamol 500mg 3x1 (bila nyeri), cefixime 100mg 2x1.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada
Tn.A ada 7 buah yaitu nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
pemasangan pen yang ditandai dengan pasien mengatakan masih nyeri pada
paha. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan terasa berdenyut-denyut.
Pasien tampak meringis. Pasien tampak takut menggerakkan kakinya. Dan
skala nyeri 4.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan terapi restriktif (imobilisasi) yang ditandai dengan
pasien mengatakan nyeri pada luka masih terasa saat bergerak. Pasien
mengatakan kedua kakinya takut untuk digerakkan pasien masih dalam
mobilisasi (terapi restriktif) pada kaki yang mengalami fraktur. Pasien tampak
berbaring di tempat tidur. Pasien tidak mau menggerakkan kakinya karena
nyeri. Aktifitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.

Poltekkes Kemenkes Padang

Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah resiko infeksi berhubungan


dengan prosedur invasif pemasangan pen yang ditandai dengan pasien
mengatakan luka masih basah. Pasien mengatakan gatal pada daerah luka.
Luka pasien masih terlihat basah dan terlihat cairan kekuning-kuningan. Hasil
3

labor pasien didapatkan lekosit 10.890 /mm .


Diagnosa keperawatan yang keempat adalah kurangnya pengetahuan
tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien yang ditandai
dengan pasien takut untuk minum susu, pasien mengatakan alergi dengan
telur. Pasien mengatakan takut makan ikan laut karena dapat memperburuk
keadaan luka. Pasien tidak meminum susu yang di berikan rumah sakit.
Pasien tidak memahami manfaat susu dan ikan bagi kesembuhannya.
Diagnosa keperawatan yang kelima adalah ansietas berhubungan
dengan perubahan status kesehatan yang ditandai dengan pasien mengatakan
sedikit cemas dengan keadaannya. Pasien mengatakan takut kondisinya tidak
kembali normal. Pasien tampak cemas. Pasien sering bertanya tentang
keadaannya kepada perawat.
Diagnosa keperawatan yang keenam adalah resiko cidera berhubungan
dengan imobilisasi yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit untuk
bergerak. Pasien mengatakan kaki masih terasa nyeri saat dibawa bergerak.
Pasien tampak sulit bergerak. Aktifitas pasien masih dibantu oleh keluarga
dan perawat.
Diagnosa keperawatan yang ketujuh adalah gangguan integritas kulit
berhubungan dengan insisi pemasangan pen yang ditandai dengan pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

mengatakan terdapat luka pada paha kaki sebelah kiri. Pasien mengatakan
luka masih basah dan gatal. Terdapat luka bekas insisi post pemasangan pen.
Luka masih tampak basah.
3. Rencana Kepeawatan
Rencana keperawatan yang di rencanakan pada Tn A untuk diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pemasangan pen
adalah pain management : melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi nyeri, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan
yang ditimbulkan oleh nyeri. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, mengajarkan teknik non
farmakologi, dan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi) adalah Exercise therapy : memonitor
tanda-tanda vital pasien, mengkaji ulang kemampuan pasien dalam
mobilisasi, melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan. Mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi.
Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif adalah infection control : mencuci tangan sebelum, sesudah
melakukan tindakan ke pasien, mempertahankan kesterilan instrumen
perawatan luka. Melanjutkan order dokter dalam pemberian antibiotik, dan
memonitor gejala infeksi yang muncul pada pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan


kurang nya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien adalah
teaching
: disease process : meganjurkan kepada pasien untuk meningkatkan asupan
nutrisi. Menjelaskan kepada pasien tentang penting nya diit tinggi kalori
tinggi protein (TKTP).
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan adalah anxiety reduction : menggunakan pendekatan yang
menyenangkan saat berkomunikasi dengan pasien. Memberikan dorongan
pada pasien dalam mengungkakapkan perasaan, kekuatan dan kecemasan.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan
mengajarkan teknik relaksasi napas dalam pada pasien.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobilisasi adalah environment management : menyediakan lingkungan yang
aman bagi pasien. Memasang side rail tempat tidur. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien dan menghindari lingkungan yang berbahaya bagi
pasien.
Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pemasangan pen adalah pressure management : menganjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. Menghindari kerutan pada
tempat tidur. Menganjurkan kepada pasien untuk tetap menjaga kebersihan
kulit agar tetep bersih dan kering dan memobilisasi pasien setiap dua jam
sekali. Insision site care : mengganti balutan pasien, melakukan pembersihan
luka, memonitor proses penyembuhan area insisi, dan memonitor tanda dan
gejala infeksi pada area insisi.
Poltekkes Kemenkes Padang

4. Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan pada Tn.A mulai tanggal 18-24 Mei
2016 pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
pemasangan pen. Implementasi yang telah dilakukan adalah melakukan
pengkajian

ulang

nyeri

secara

komperhensif,

menggunakan

teknik

komunikasi terapeutik dalam membina hubungan baik dengan pasien,


memberikan lingkungan yang nyaman pada pasien, mengajarkan teknik non
farmakologi (teknik relaksasi napas dalam), dan memberikan keterolac dan
paracetamol yang telah di resepkan oleh dokter.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi). Implementasi yang telah dilakukan
adalah mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, melatih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan secara mandiri sesuai kemampuan, menganjurkan
kepada keluarga untuk mendampingi pasien saat mobilisasi dan membantu
dalam pemenuhan kebutuhannya.
Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif pemasangan pen. Implementasi yang telah dilakukan adalah
melakukan cuci tangan sebelum, sesudah kepasien dan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan ke pasien, melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen dan tangan, memonitor tanda dan
gejala terjadinya infeksi, menganjurkan kepada pasien untuk meningkatkan
asupan nutrisi, menganjurkan kepada pasien untuk menjaga kebersihan diri,
dan memberikan cefoperazone dan cefixime yang telah diresepkan oleh
dokter.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan


dengan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien.
Implementasi yang telah dilakukan adalah memberikan penjelasan pada
pasien bahwa pentingnya meningkatkan nutrisi bagi penyembuhan luka dan
tulang, menjelaskan tentang pentingnya diit TKTP bagi kesembuhan luka,
menjelaskan tentang manfaat ikan dan susu bagi kesembuhan luka dan tulang,
dan menganjurkan pasien untuk menghabiskan porsi makan yang disediakan
oleh rumah sakit.
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan. Implementasi yang telah dilakukan adalah menggunakan
pendekatan yang menyenangkan saat berkomunikasi dengan pasien,
memberikan dorongan pada pasien dalam mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan kecemasan, menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit pasien, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam pada pasien.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobiliasi. Implementasi yang telang dilakukan adalah menyediakan
lingkungan yang aman bagi pasien, memasang side rail tempat tidur,
menganjurkan keluarga untuk menemani pasien, dan menganjurkan keluarga
untuk membantu pasien dalam melakukan aktifitas selama sakit.
Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pemasangan pen. Implementasi yang telah dilakukan adalah
menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar, menganjurkan
kepada pasien untuk menjaga kulit tetap bersih dan kering, memobilisasi
pasien setiap 2 jam sekali untuk menggerak-gerakkan kakinya, melakukan

Poltekkes Kemenkes Padang

perawatan luka, memomonitor proses penyembuhan area insisi, dan


memonitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi.
5. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi pada Tn.A pada diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan luka insisi pemasangan pen, didapatkan hasil
evaluasi yaitu pasien tampak tenang setelah diberikan analgetik berupa
ketorolac dan paracetamol. Skala nyeri mengalami penurunan setiap harinya.
Tanda-tanda vital Tn.A selalu dalam batas normal setiap hari nya. Pada hari
ke 5 masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi), didapatkan evaluasi yaitu ADL pasien
masih dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien masih tampak kesulitan
dalam melakukan ADL. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal. Pada
hari ke 3 pasien sudah dapat melakukan aktifitas di tempat tidur secara
mandiri dengan diawasi oleh keluarga. Pada hari ke 5 masalah teratasi dan
intervensi dihentikan.
Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif pemasangan pen, didapatkan evaluasi luka masih tampak
basah, warna luka kemerahan. Drainase luka masih terpasang. Pada hari ke 3
darinase luka dilepas. Pada hasri ke 7 luka sudah tampak kering, cairan
eksudat masih ada tapi sangat sedikit. Pada hasil pemeriksaan laboratorium
3

pada hari ke 7 lekosit 9.400 /mm dan masalah teratasi dan intervensi
dihentikan.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan


dengan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien,
didapatkan hasil evaluasi pasien tampak paham dengan penjelasan yang
diberikan perawat. Pasien sudah menghabiskan susu dan ikan yang diberikan
rumah sakit. Pada hari 1 masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, didapatkan evaluasi pasien masih tampak gelisah. Pasien
masih sering bertanya-tanya tentang keadaannya. Pada hari ke 2 pasien sudah
mampu mempraktekkan teknik relaksasi napas dalam ketika nyeri terasa.
Pada hari ke 4 masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobilisasi, didapatkan evaluasi pasien tampak sulit bergerak. Keluarga
tampak menemani pasien. Aktifitas pasien masih dibantu oleh keluarga dan
perawat. Pada hari ke 4 pasien sudah bisa menggerak-gerakkan kakinya. Pada
hari ke 6 masalah teratasi dan intervensi dihentikan.
Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pemasangan pen, didapatkan evaluasi luka masih tampak basah.
Warna luka kemerahan, drainase luka masih terpasang. Masih terlihat cairan
eksudat pada luka. Hari ke 3 drainase luka sudah dilepas. Hari ke 4 luka
sudah tampak kering, namun masih ada sedikit cairan eksudat. Pada hari ke 5
warna luka sudah tidak kemerahan. Pada hari ke 7 jahitan pada luka masih
ada,masalah belum teratasi dan intervensi dihentikan dikarenakan pasien
pulang dan perawatan di lanjutkan di poliklinik orthopedi RSUP Dr. M.
Djamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang

B. Pembahasan Kasus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka pada bab ini peneliti akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan
dalam perawatan kasus fraktur femur pada Tn.A yang telah dilakukan pengkajian
pada tanggal 18 Mei 2016, dan telah dilakukan asuhan keperawatan mulai tanggal
17-24 Mei 2016 di ruang rawat inap trauma center RSUP Dr. M.Djamil Padang,
yang dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan, dari
pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu :
a. Identitas pasien
Identitas klien diperoleh dari pasien (Tn.A) keluarga dan status.
Menurut analisa peneliti, pada kasus fraktur femur ada kecenderungan
jenis kelamin dalam kasus fraktur femur. Pada fraktur femur lebih sering
terjadi pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Reeves dalan Lukman dan Nurna (2012) yang mengatakan bahwa Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaam kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari
pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatkannya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause

Poltekkes Kemenkes Padang

b. Keluhan utama
Berdasarkan pengkajian yang didapatkan, klien dibawa ke RSUP
Dr. M. Djamil Padang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas dengan
keluhan pasien merasakan nyeri hebat pada bagian paha pada kaki sebelah
kiri. Lalu terdapat luka terbuka pada bagian paha terdapat diatas fraktur
pasien.
Menurut analisa peneliti terhadap kasus fraktur femur keluhan utama
yang muncul pada fraktur femur adalah nyeri hebat terus menerus hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Smeltzer dan Bare (2005) yaitu
manifestasi klinis dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitasi, embekakan lokal, dan perubahan
warna.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 pada

pukul

10.30 WIB didapatkan bahwa pasien mengeluh nyeri pada paha dan pada
luka insisi post operasi. Luka dalam keadaan tertutup verban post operasi.
Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk digerakkan. Wajah pasien tampak
meringis kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Skala nyeri 4, keluarga juga
mengatakan pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
Hasil pengkajian ini sesuai dengan teori Smeltzer dan Bare (2005)
bahwa manifestasi klinis dari fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitas, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna. Nyeri yang disebabkan oleh luka insisi tidak terlalu
hebat biasa nya skala nyeri yang muncul berskala ringan sampai sedang.

Poltekkes Kemenkes Padang

Tetapi pada Tn. A nyeri yang timbul disebabkan oleh luka insisi pada
bagian femur post operasi pemasangan orif (pen) yang dilakukan pada
tanggal 16 Mei 2016. Nyeri yang timbul pada Tn. A bukan karena terputus
nya kotuinitas tulang, karena tulang yang patah pada bagian femur Tn.A
telah direposisi dan dilakukan pemasangan orif (pen). Menurut analisa
peneliti nyeri yang di rasakan oleh Tn.A juga diperburuk oleh pengalaman
yang tidak menyenangkan saat terjadi kecelakaan 2 tahun yang lalu dan
peneliti juga melihat ambang nyeri pada Tn.A sangat rendah.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Sesuai dengan pengkajian pada riwayat kesehatan dahulu pasien
mengatakan pernah mengalami fraktur pada bagian femur 2 tahun yang
lalu (2014). Lokasi fraktur pada saat itu pada lokasi yang sama pada
fraktur yang sekarang, tindakan yang dilakukan pada saat itu hanya dengan
skletal traksi (partensi). Pasien tidak memiliki penyakit diabetes maupun
hipertensi yang dapat memperburuk keadaan pasien sekarang.
Menurut analisa peneliti salah satu penyebab terjadinya fraktur
berulang adalah kuatnya pukulan yang terjadi pada saat pasien mengalami
trauma. Hal ini sama dengan teori yang dikemukan oleh Lewis (2000)
berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup
kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu fraktur akibat peristiwa trauma yang
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba atau mendadak dan berlebihan
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan secara langsung, tulang dapat patah pada

Poltekkes Kemenkes Padang

tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Data yang didapatkan dari riwayat kesehatan keluarga yaitu tidak
ada riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi maupun penyakit lainnya
yang dapat memperburuk pemulihan pasien. Menurut analisa peneliti
fraktur tidak dapat diturunkan. Tetapi ada beberapa penyakit yang dapat
memperburuk keadaan pasien seperti tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menular.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Potter and Perry
(2006) riwayat kesehatan keluarga pada pasien fraktur adalah adanya
penyakit keturunan dan penyakit menular yang memperburuk keadaan
pasien seperti penyakit tuberkolosis atau penyakit lain yng sifatnya
menular yang akan memperberat pemulihan pada pasien fraktur. Dan
penyakit yang dapat memperburuk keadaan fraktur yaitu

penyakit

menurun seperti diabetesmelitus, hipertensi dan hemofilia.


f. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Tn.A yang bermasalah
yaitu pada ekstermitas bawah, hasil yang didapatkan yaitu pasien masih
mengeluh nyeri pada bagian fraktur dan luka insisi. Terdapat luka insisi
pada paha. Luka tertutup verban post operasi. Terpasang drainase luka.
Pasien

mengatakan

nyeri

terasa

berdenyut-denyut.

Pasien tampak

Poltekkes Kemenkes Padang

meringis, skala nyeri 4 (wong-baker faces). Pasien menjerit kesakitan pada


saat dilakukan pembersihan luka.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Andra dan Yessie (2013) yang
mengatakan terdapat luka terbuka pada femur, perbedaan ukuran pada
ekstermitas bawah kiri dan kanan, terdapat nyeri pada ekstermitas yang
fraktur.
g. Pemeriksaan laboratorium
Dari hasil labor pasien tidak ada masalah mulai dari Hemoglobin,
Trombosit, Ureum darah, Kreatinin darah, Kalsium, Natrium, Kaliun
Klorida serum semua hasil yang didapatkan adalah normal. Tetapi pada
3

Tn.A ditemukan Lekosit yang meningkat yaitu 10.890 /mm dengan nilai
rujukan ( 5000-10.000).
Menurut analisa peneliti biasanya pada pasien fraktur femur dengan
luka terbuka ada kemungkinan terjadi infeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan lekosit. Peningkatan lekosit menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi. Bisa juga menunjukkan respon stress normal setelah terjadinya
trauma.

Poltekkes Kemenkes Padang

2. Diagnosa keperawatan.
Pada kasus Tn.A ditemukan 7 diagnosa keperawatan. Sedangkan
diagnosa keperawatan pada teori ada 11 yaitu nyeri akut

berhubungan

dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, orif (pen). Resiko disfungsi neurovaskuler perifer
berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah, emboli lemak, perubahan membran, alveolar atau
kapiler. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusaka rangka
neurofaskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). Gangguan integritas kulit
behubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi.
Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasif atau traksi tulang).
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar atau salah interprestasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat atau lengkapnya infrmasi
yang ada. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan fisik (nyeri).
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan. Gangguan perfusi
jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah, cidera vaskuler.
Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
Resiko cidera berhubungan dengan imobilisasi.

Poltekkes Kemenkes Padang

Diagnosa yang peneliti temukan setelah dilakukan pengkajian pada


Tn.A adalah sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
pemasangan pen, diangkat dikarenakan data yang muncul pada Tn.A adalah
pasien mengatakan masih nyeri pada paha sebelah kiri, pasien mengatakan
nyeri teasa berdenyut-denyut, pasien tampak meringis, pasien takut
menggerakkan kaki nya dan skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori karena
data yang muncul pada diagnosa nyeri akut ini memiliki batasan karakteristik
subjektif : mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat. Batasan karakteristik objektif Perilaku ekspresif missal; gelisah,
merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan
menghela napas panjang, Bukti nyeri yang dapat diamati, Berfokus pada diri
sendiri, Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu dan tidak menyeringai.
Diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
terapi restriktif (imobilisasi), diangkat dikarenakan data yang muncul pada
Tn.A adalah nyeri pada luka masih terasa saat bergerak, pasien mengatakan
kedua kakinya takut di gerakkan, pasien tampak berbaring di tempat tidur,
pasien tidak mau menggerakkan kakinya karena nyeri, dan aktifitas pasien
dibantu oleh keluarga dan perawat. Hal ini sesuai dengan terori karena data
yang muncul pada diagnosa nyeri akut ini memiliki batasan karakteristik
keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar dan
halus, pergerakan yang lambat, bergerak menyebabkan tremor,

dan

Perubahan gaya berjalan (Misal : penurunan kecepatan berjalan, kesulitan

Poltekkes Kemenkes Padang

memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada
posisi lateral).
Diagnosa keperawatan resiko infesi berhubungan dengan prosedur
invasif pemasangan pen, diangkat dikarenakan data yang muncul pada Tn.A
adalah Pasien mengatakan luka masih basah, Pasien mengatakan gatal pada
daerah luka, Luka pasien masih terlihat basah dan terlihat sedikit ada cairan
eksudat, luka kemerahan, luka tidak berbaudan tidak ada pembengkan disekitar
3

luka. Hasil labor pasien didapatkan lekosit 10.890 /mm . Hal ini sesuai dengan
terori karena data yang muncul pada diagnosa resiko infeksi memeiliki batasan
karakteristik trauma, prosedur infasif, kerusakan jaringan, dan penekanan
sistem imun.
Diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien, diangkat
dikarenakan data yang muncul pada Tn.A adalah pasien takut untuk minum
susu, pasien mengatakan alergi dengan telur, pasien mengatakan takut makan
ikan laut karena dapat memperburuk keadaan luka, pasien tidak meminum
susu yang diberikan petugas gizi, pasien tidak memahami manfaat susu dan
ikan bagi kesembuhannya. Hal ini sesuai dengan terori karena data yang
muncul pada diagnosa kurang pengetahuan memiliki batasan karakteristik
memverbalisasikan adanya masalah, ketidak akuratan mengikuti instruksi, dan
perilaku tidak sesuai.
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, diangkat dikarenakan data yang muncul oada Tn.A adalah pasien
mengatakan cemas, pasien mengatakan takut kondisinya tidak kembali normal,

Poltekkes Kemenkes Padang

pasien tampak cemas, dan pasien sering bertanya tentang keadaannya. Hal ini
sesuai dengan terori karena data yang muncul pada diagnosa ansietas memiliki
batasan karakteristik mengekspresikan kekhawatiran, gelisah, dan ketakutan.
Diagnosa keperawatan resiko cidera b/d imobilisasi, diangkat
dikarenakan data yang muncul pada Tn.A adalah pasien mengatakan sulit
untuk bergerak, pasien mengatakan kaki masih terasa nyeri saat dibawa
bergerak, pasien tampak sulit bergerak, aktifitas pasien masihdibantu oleh
keluarga dan perawat. Hal ini sesuai dengan terori karena data yang muncul
pada diagnosa resiko cidera memiliki batasan karakteristik kelemahan, ketidak
berdayaan, kesulitan bergerak, dan kesulitan melakukan aktifitas.
Diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan dengan
inisisi pemasangan pen, diangkat dikarenakan data yang muncul pada Tn.A
adalah pasien mengatakan terdapat luka pada paha kaki sebelah kiri, pasien
mengatakan luka masih basah dan gatal, terdapat luka insisi post pemasangan
pen, dan luka masih tampak basah. Hal ini sesuai dengan teori karena data
yang muncul pada diagnosa gangguan integritas kulit memiliki batasan
karakteristik kerusakan pada jaringan kulit, kerusakan pada lapisan kulit, dan
invasi struktur tubuh.
Ada 4 diagnosa yang tidak muncul pada kasus Tn.A yaitu resiko
disfungsi neurovaskuler biasa nya terjadi pada pasien yang mengalami
peradangan yang disebabkan oleh trauma seperti kecelakaan yang menyebakan
edema pada jaringan lalu menyebabkan penekanan pada jaringan vaskuler, dari
penekanan tersebut menyebabkan penurunan aliran darah, setelah itu barulah
muncu masalah keperawatan resiko disfungsi neourovaskuler. Biasanya resiko

Poltekkes Kemenkes Padang

disfungsi neuro faskuler ini di tandai dengan nyeri, pucat atau sinosis, nadi
tidak teraba, parestasia dan paralisis. Tetapi pada Tn.A tidak di jumpai tandatanda berikut.
Diagnosa berikutnya yang tidak ditemukan pada Tn.A adalah gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli lemak,
perubahan membran, alveolar atau kapiler. Pada pasien dengan fraktur femur
gangguan bertukaran gas biasa nya disebabkan karena terjadinya cedera pada
sel atau jaringan lalu lepasnya lipid pada sum-sum tulang yang terabsorbsi
masuk kealiran darah yang menyebabkan terjadinya emboli lalu terjadi oklusi
arteri apabila hal ini terjadi di paru akan menyebabkan nekrosis pada jaringan
paru sehingga luas permukaan paru akan menurun lalu laju difusi juga
menurun yang mengakibatkan munculnya masalah keperawatan gangguan
pertukaran gas. Biasa nya hal ini di tandai dengan nafas sesak pada pasien
tetapi hal ini tidak ditemukan pada Tn. A karena rentang pernapasan yang di
temukan pada Tn.A adalah 20-21 x/m (dalam batas normal).
Diagnosa yang berikutnya yang tidak muncul pada Tn.A adalah
gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan (nyeri). Biasa
nya gangguan pola tidur pada pasien dengan fraktur femur disebabkan oleh
rasa nyeri yang tibul sangat hebat. Tetapi pada Tn.A tidak ditemukan
diagnosa ini dikarenakan pasien telah dilakukan reposisi sehingga rasa nyeri
yang timbul tidak begitu hebat. Tetapi nyeri yang di rasakan oleh Tn.A adalah
karena luka insisi post operasi pemasangan orif (pen). Dan Tn.A juga telah di
berikan ketololac 1 amp 2x1 oleh dokter untuk mengatasi rasa nyeri tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang

Diagnosa yang tidak ditemukan pada Tn.A berikutnya Harga diri


rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh. Biasanya harga diri rendah
muncul pada pasien fraktur yg telah mengalami komplikasi seperti amputasi.
Pasien dengan fraktur yang memili harga diri rendah memiliki tanda seperti
pasien merasa ada masalah, pasien menunjukkan rasa kecewa dan penyesalan.
Tetapi pada Tn.A tidak menunjukkan hal tersebut, Tn.A merasa tidak ada
masalah, tidak menunjukkan rasa kecewa, tidak merasa ada penyesalan,
pasien koperatif, dan pasien mampu bercanda dengan lingkungannya. Oleh
sebab itu diagnosa ini tidak muncul pada Tn.A.
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang di rencanakan pada Tn A untuk masalah
keperawatan nyeri akut didalam teori adalah sebanyak 12 yang dilakukan
hanya 5. Menurut analisa peneliti rencana keperawatan yang tidak peneliti
lakukan karena rencana tersebut memang telah dilakukan dalam setiap
pemberian obat contoh nya seperti cek order dari dokter, cek jenis obat yang
digunakan, dosis obat yang di berikan, frekuensi, waktu, dan benar pasien
dalam pemberian analgetik pada pasien. Hal ini telah termasuk dalam prinsip
6 benar dalam pemeberian obat yang memang harus di perhatikan dan tugas
wajib dari seorang perawat tanpa harus direncanakan.
Pada

masalah

keperawatan

gangguan

mobilitas

fisik

rencana

keperawatan yang direncanakan didalam teori adalah sebanyak 8 yang


dilakukan hanya 4. Menurut analisa peneliti rencana keperawatan yang tidak
peneliti lakukan seperti konsultasi kepada terapis, membantu pasien dalam
menggunakan tongkat, dan memberikan alat bantu bagi pasien belum perlu

Poltekkes Kemenkes Padang

dilakukan dan direncanakan pada pasien karena pasien masih dalam tahap
imobilisasi (terapi restriktif). Hal ini sesesui dengan teori yaitu tujuan dari
imobilisasi pada pasien fraktur adalah mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union pada pasien.
Pada masalah keperawatan resiko infeksi rencana keperawatan yang
direncanakan didalam teori adalah sebanyak 11 yang dilakukan hanya 6.
Menurut analisa peneliti rencana keperawatan yang tidak peneliti lakukan
adalah tindakan seperti pentingnya mencuci tangan pada pasien, keluarga dan
pengunjung hal ini tidak peneliti lakukan karena telah disosialisasikan oleh
perawat rumah sakit setiap saat oleh perawat yang ada di rumah sakit. Dan
pada tindakan membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain tidak
peneliti lakukan karena telah ada petugas khusus yang melakukan hal tersebut
di ruangan.
Pada

masalah

keperawatan

kurangnya

pengetahuan

rencana

keperawatan yang di rencanaka didalam teori adalah sebanyak 11 yang


dilakukan hanya 4. Meneurut analisa peneliti hal ini tidak peneliti lakukan
karena kurang pengetahuan pasien lebih mengarah kepada kebiasaan dan pola
pikir tentang makanan yang sangat penting bagi penyembuhan pasien. Oleh
karena itu peneliti tidak menjelaskan lagi tentang patofisiologi penyakit,
tanda dan gejala dan proses tindakan karena hal ini telah di jelaskan oleh
dokter dan perawat sebelum peneliti melakukan penelitian di ruangan
tersebut.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada masalah keperawatan ansietas rencana keperawatan didalam teori


ada 11 yang dilakukan hanya 4, menurut analisa peneliti hal ini tidak peneliti
lakukan karena rencana tersebut lebih menarah bagai mana cara perawat
untuk mengungkapkan penyebab ansietas pada pasien. Sedangkan pada Tn.A
peneliti telah mengetahui karena penyebab ansietas pada pasien oleh karena
itu hal tersebut tidak peneliti lakukan dan peneliti lebih berfokus pada cara
mengatasi ansietas pada pasien tersebut.
Pada masalah keperawatan resiko cidera rencana keperawatan didalam
teori ada 4 yang dilakukan 4. Meurut analisa peneliti rencana ini perlu peneliti
lakukan semua dikarenakan hal tersebut sangat dibutuhkan pasien agar pasien
terhindar dari cidera dan meminimalkan terjadinya cidera pada pasien.
Pada

masalah

keperawatan

gangguan

integritas

kulit

rencana

keperawatan didalam teori ada 6 yang dilakukan 6 juga. Meurut analisa


peneliti rencana ini perlu peneliti lakukan semua dikarenakan hal tersebut
sangat dibutuhkan dan perlu dilakukan agar gangguan integritas kulit pada
pasien teratasi dengan cepat.
4. Implementasi
Implementasi

keperawatan

harus

sesuai

dengan

perencanaan

keperawatan yang dilandaskan pada teori nanda nic-noc. Pada diagnosa


keperawatan nyeri akut berhubungan dengan luka insisi, di teori tindakan
keperawatan yang di rencanakan adalah sebanyak 7 tindakan keperawatan,
tetapi didalam implementasi yang dilaksanakan hanya 6. Tindakan
keperawatan yang tidak peneliti laksanakan yaitu mengobservasi

reaksi

Poltekkes Kemenkes Padang

nonverbal dari ketidak nyamanan yang diakibatkan oleh nyeri. Rasional dari
mengobservasi ketidak nyamanan yang disebabkan oleh nyeri adalah untuk
mengetahui dan membantu dalam mengevaluasi derajat nyeri dan perubahan
dari nyeri itu sendiri, tetapi di sini peneliti tidak melakukan tindakan tersebut
karena peneliti telah melakukan tindakan keperawatan mengkaji ulang nyeri
secara komperhensif, hal ini memiliki rasional untuk mengetahui lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, derajat, dan faktor presipitasi.
Menurut analisa peneliti hal ini lebih baik dilakukan karena telah mengkaji
nyeri secara lengkap.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi), di teori tindakan keperawatan yang
direncanakan ada 7 tindakan keperawatan tetapi tindakan keperawatan yang
peneliti lakukan ada 4. Tindakan keperawatan yang tidak peneliti lakukan
yaitu memonitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah latihan, melakukan
konsultasi terapi fisik, dan membantu klien menggunakan tongkat. Hal ini
tidak peneliti lakukan di karenakan pasien masih dalam masa imobilisasi
dalam sementara waktu, dan Tn.A mampu untuk menggerakkan kaki nya
tetapi masih terasa kaku dikarenakan nyeri yang dirasakan sehingga peneliti
menyimpulkan Tn.a tidak perlu dikonsultasikan dengan terapis dan
menjadwalkan program latihan untuk mobilisasi Tn.A. dan begitu juga pada
tindakan membantu klien untuk menggunakan tongkat tidak dilakukan karena
pasien masih dalam masa imobilisasi dan dokter belum memperbolehkan
Tn.A menggunakan tongkat.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan


prosedur invasif pemasangan pen, diteori tindakan keperawatan yang
direncanakan ada 11 tindakan keperawatan. Tetapi peneliti hanya melakukan
6 tindakan keperawatan, dan 5 tindakan keperawatan yang tidak peneliti
lakukan dikarenakan tindakan keperawatan tersebut lebih mengarah pada
menjaga kebersihan lingkungan, menginstruksikan pengunjung untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung ke pasien, dan
membesihkan lingkungan setelah digunakan pasien dan hal ini

telah

dilakukan oleh petugas yang berada di rumah sakit.


Pada diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien, diteori
tindakan keperawatan yang direncanakan ada 8 tindakan keperawata. Tetapi
peneliti hanya melakukan 4 tindakan keperawatan, dan tindakan yang lain
dilakukan oleh petugas diruangan dikarenakan untuk persiapan akreditasi
rumah sakit.
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, diteori tindakan keperawatan yang direncanakan ada 10
tindakan keperawatan. Tetapi peneliti hanya melakukan 4 tindakan
keperawatan, dan lainnya mengacu pada cara mengatasi ansietas yang
disebabkan oleh tindakan prosedur medis yang telah dijelaskan bersamaan
dengan pemberian informed consent pada Tn.A.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobilisasi, diteori tindakan keperawatan yang direncanakan 4. Hal ini
peneliti lakukan sesuai dengan teori yang telah ada.

Poltekkes Kemenkes Padang

Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan


dengan insisi pemasangan pen, di teori tindakan keperawatan yang
direncanakan ada 6 tindakan keperawatan. Dan semua tindakan keperawatan
yang telah peneliti lakukan sesuai dengan teori yang ada.
5. Evaluasi
Pada daignosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

luka

insisi pemasangan pen, didapat kan evaluasi masalah keperawatan teratasi


pada hari ke 5.dengan Noc, pain level, pain control, comfort level, dengan
kriteria hasil pasien telah mampu mengontrol nyeri, pasien mengatakan nyeri
telah berkurang, dan pasien mengatakan nyaman setelah nyeri berkurang.
Seharusnya masalah keperawatan nyeri akut ini bisa teratasi pada hari ke 3
dikarenakan rentang skala nyeri yang disebabkan oleh luka insisi biasanya
skala ringan sampai sedang. Dan Tn.A juga menadapatkan analgetik berupa
ketorolac dan paracetamol untuk menguranginya, bahkan bisa teratasi karena
skala nyeri Tn.A berada pada skala sedang. Dikarenakan ambang nyeri pada
Tn.A sangat rendah sehingga skala nyeri sedang terlihat berat pada Tn.A.
Oleh karena itu masalah keperawatan nyeri pada Tn.A teratasi sedikit lama
yaitu pada hari ke 5.
Pada diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan terapi restriktif (imobilisasi) didapatkan hasil evaluasi masalah
keperawatan teratasi pada hari ke 5 dengan Noc joint movement : active,
mobility level, self care : ADL, transfer performance dengan kriteria hasil
pasien telah menunjukkan peningkatan pada mobilisasi, pasien telah dapat
memverbalkan perasaan dalam meningkatkan kemampuan

beraktifitas.

Poltekkes Kemenkes Padang

Masalah keperawatan ini teratasi cukup lama dikarenakan Tn.A masih takutakut untuk menggerakkan kaki nya dan ambang nyeri Tn.A yang cukup
rendah juga memperburuk masalah keperawatan ini sehingga tingkat
ketergantungan Tn.A pada keluarga dan perawat juga tinggi. Oleh karena itu
msalah keperawatan ini cukup lama teratasi.
Pada daignosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif pemasangan pen, didapatkan hasil evaluasi masalah
keperawatan teratasi pada hari ke 7. Dengan Noc : immune status, knowledge
infection control, risk control, dengan kriteria hasil klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, dan pasien
menunjukkan kemampuan mencegah infeksi. Hal ini disebabkan karena Tn.A
suka memegang luka dengan tangan dan kurang menjaga kebersihan pada
area luka. Padahal peneliti sangat sering mengingatkan kepada Tn.A. hal ini
sangat berpengaruh terhadap resiko infeksi yang sangat tinggi pada Tn.A
selain mengkonsumsi antibiotik hendak nya juga Tn.A memperhatikan
kebersihan area luka dimana tempat bakteri mudah berkembang biak. Oleh
karena itu masalah keperawatan ini cukup lama untuk diatasi.
Pada diagnosa keperawatan kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki pasien, didapatkan hasil
evaluasi masalah keperawatan teratasi pada hari 1, dengan Noc : Knowledge
disease proccess, knowledge : health behavior, dengan kriteria hasil pasien
mengatakan telah paham tentang penyakitnya, pasien mampu menjelaskan
prosedur yang dijelaskan secara benar. Masalah ini sangat cepat teratasi

Poltekkes Kemenkes Padang

karena Tn.A dan keluarga mendapatakan informasi yang cukup dan mudah di
pahami dari peneliti dan petugas yang berada di rumah sakit.
Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan, didapatkan hasil evaluasi masalah ini teratasi pada hari ke 4,
dengan Noc : anxiety self-control, anxiety level, coping, dengan kriteria hasil
pasien mampu mengungkapkan cemas, pasien telah dapat mengontrol cemas
dan TTV dalam batas normal. Masalah keperawatan ini sangat sulit untuk di
atasi dikarenakan Tn.A dan keluarga memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang sehingga sulit untuk memahami penjelasan yang peneliti berikan
kepada Tn.A hal ini membuat Tn.A dan keluarga sering bertanya-tanya
tentang kondisi kesehatannya.
Pada diagnosa keperawatan resiko cidera berhubungan dengan
imobilisasi, didapatkan hasil evaluasi, masalah ini teratasi pada hari ke 6,
dengan Noc : risk control, dengan kriteria hasil pasien mampu menjelaskan
cara mencegah cidera dan terbebas dari cidera. Masalah ini cukup lama
teratasi dikarenakan kaki kiri Tn.A masih dalam imobilisasi. Dan Tn.A juga
sulit untuk menggerakkan badannya, masih dirasakan rasa kaku pada bagian
kaki terutama pada kaki kiri.
Pada diagnosa keperawatan Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pemasanan pen, didapatkan hasil evaluasi, masalah belum
teratasi pada hari ke 7, dengan Noc : tissue integrity : skin and mucouse,
membranes, hemodyalis akses, dengan kriteria hasil integritas kulit yang baik
dapat di pertahankan, mampu melindungi kulit dan mampu merawat kulit.
Hal ini dikarenakan pasien memiliki luka insisi post operasi pemasangan orif

Poltekkes Kemenkes Padang

(pen). Dan pada hari ke 3 drainase luka sudah dilepas, tetapi sampai hari ke 7
disaat pasien pulang jahitan pada luka belum dilepas. Dan pasien masih
mengeluh rasa gatal pada luka kadang-kadang masih terasa.

Perawatan

pasien dilanjutkan di poliklinik orthopedi RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan Pada Tn.A
dengan Fraktur femur di Ruang Rawat Inap Trauma Center RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tahun 2016, peneliti mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil pengkajian Pada Tn.A didapatkan Tn.A mengalami fraktur femur
1/3 medial sinistra terbuka. Saat ini terdapat luka insisi post operasi orif.
Luka dalam keadaan tertutup verban post operasi. Drainase luka masih
terpasang. Pasien mengeluh kaki masih sulit untuk digerakkan. Tandatanda vital pasien dalam batas normal. Wajah pasien tampak meringis
kesakitan pada saat kaki di gerakkan. Skala nyeri 5, keluarga mengatakan
pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
2. Dalam teori masalah keperawatan yang muncul pada kasus fraktur femur
adalah sebanyak 11 masalah keperawatan. Sedangkan pada kasus Tn.A
hanya ditemukan 7 masalah keperawatan yang ditemukan yaitu nyeri
akut, gangguan mobilitas fisik, resiko infeksi, kurang nya pengetahuan,
ansietas, resiko cidera dan gangguan integritas kulit.
3. Rencana keperawatan yang disusun tergantung kepada masalah
keperawatan yang di temukan yaitu sesuai dengan teori yang telah ada,
berdasarkan dengan Nanda NIC-NOC.

Poltekkes Kemenkes Padang

4. Implementasi Keperawatan mengacu kepada rencana tindakan yang telah


disusun. Implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 18-24 Mei
2016. Sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan
pada implementasi keperawatan.
5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama 7 hari pada tanggal 18-24 Mei 2016
dalam bentuk SOAP. Evaluasi tersebut dilakukan pada setiap masingmasing masalah keperawatan yang muncul pada Tn.A. dari 7 masalah
keperawatan 6 masalah keperawatan yang teratasi. Masalah keperawatan
teratasi pada hari pertama yaitu kurang pengetahuan. Masalah
keperawatan yang teratasi pada hari ke 4 yaitu ansietas. Masalah
keperawatan yang teratasi pada hari ke 5 yaitu nyeri akut dan gangguan
mobilitas fisik. Masalah keperawatan yang teratasi pada hari ke 6 yaitu
resiko cidera dan masalah keperawatan yang teratasi pada hari ke 7 yaitu
resiko infeksi.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui direktur agar dilakukannya pelatihan berkala penyegaran asuhan
keperawatan pada pasien dengan fraktur femur kepada perawat. Agar
lebih meningkatnya kualitas pemberian asuhan keperawatan kepada
pasien.

Poltekkes Kemenkes Padang

2. Bagi peneliti selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data pembanding dalam
penerapan asuhan keperawatan yang lainnya.

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ratna Kusuma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. A
Dengan Close Fraktur Femur 1/3 Tengah Sinistra Di Rso Prof.
Dr.
R.
Soeharso
Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Januari 2016.
Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta :
EGC.
Burnner dan Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8. Jakarta : EGC. Dinarti, dkk. 2009. Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : CV Trans Info Media.
Fadliyah, N. 2014. Penatalaksanaan Post Fraktur 1/3 Distal Fibula
Sinistra Dengan Pemasangan Wire Di Rsud Sukoharjo.
http://eprints.ums.ac.id/30916/2/BAB_I.pdf. Diakses pada
tanggal 26 Januari 2016.
Hariawan, Hamdan. 2013. Asuhan Keperawatan Fraktur. http://hamdanhariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88417-Askep Konsep % 20
Fraktur .html. Diakses pada tanggal 04 Februari 2016.
Helmi, Zairin Noor. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta : Salemba Medika.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NICNOC. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2006. Buku
Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta : EGC

Ajar

Poltekkes Kemenkes Padang

Riandini, Isnu Lucky., dkk. 2015. Gambaran Luka Korban


Kecelakaan Lalu Lintas yang Dilakukan Pemeriksaan di RSUP
Dr.
M.
Djamil
Padang.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/283
/270. Diakses pada tanggal 28 Januari 2016.
Rizal, Ahmad., dkk. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Terkini
Untuk Dokter Layanan Primer. Jakarta : Mitra Wacana Media.
Smeltzer dan Bare. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah
Vol.3. Jakarta : EGC.
Sugiyono, dkk. 2012. Memahami Penelitian Kulitatif. Bandung :
Alfabeta.

Poltekkes Kemenkes Padang

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media.
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan
Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh
ASKEP. Jakarta :Nuha Medika.

Poltekkes Kemenkes Padang

FORMAT DOKUMENTASI
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Hasil pengkajian
a. Identifikasi klien :
1) Nama

: Tn. A

2) Tempat / tanggal lahir

: Toboh / 03 Maret 1962

3) Jenis kelamin

: Laki-laki

4) Status kawin

: Menikah

5) Agama

: Islam

6) Pendidikan

: SD/Sederajat

7) Pekerjaan

: Petani

8) Alamat

: Tanjung Medan, Ulakan, Tapakis

Kab. Padang Pariaman


9) Diagnosa medis

: Fraktur femur 1/3 medial sinistra

terbuka
10) No . MR

: 925509

b. Identifikasi penanggung jawab


1) Nama

: Ny. R

2) Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

3) Alamat

: Tanjung Medan, Ulakan, Tapakis,

Kab. Padang Pariaman


4) Hubungan

: Istri
47
Poltekkes Kemenkes Padang

c. Riwayat kesehatan
1) Keadaan umum
a) Keluhan utama
Pasien masuk pada tanggal 09 Mei 2016 melalui IGD pada
pukul 11.23 WIB dengan keluhan nyeri yang sangat hebat pada
bagian paha sebelah kiri setelah pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 18 Mei 2016 pada
pukul 10.30 WIB pasien mengeluh nyeri pada paha dan pada luka
insisi post operasi pasien. Nyeri terasa berdenyut-denyut. Pasien
mengeluh kaki masih sulit utuk digerakkan. keluarga mengatakan
pasien menjerit kesakitan disaat dilakukan pembersihan luka.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan pernah
mengalami fraktur pada bagian femur 2 tahun yang lalu (2014).
Lokasi fraktur pada saat itu pada lokasi yang sama pada fraktur
yang sekarang, tindakan yang dilakukan pada saat itu hanya
dengan skletal traksi (partensi). Pasien tidak ada menderita
penyakit seperti diabetesmelitus dan hipertensi.

Poltekkes Kemenkes Padang

4) Riwayat kesehatan keluarga


Pada saat dilakukan pengkajian keluarga pasien mengatakan tidak
ada riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi maupun penyakit
lainnya yang dapat memperburuk pemulihan pasien.

d. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)


1) Pola nutrisi
a) Sehat
Makan : saat sehat pasien makan tiga kali sehari, pasien
mengkonsumsi nasi di tambah lauk pauk, sayur dan kadangkadang juga mengkonsumsi buah. Pasien juga mengatakan
memiliki alergi dengan telur. Minum : saat sehat pasien
minum air putih 2000 cc perhari nya
b) Sakit
Makan : saat sakit pasien hanya menghabiskan dari porsi
makanan yang di sediakan rumah sakit. Tetapi pasien
menghabiskan makanan dari luar seperti nasi bungkus. Pasien
tidak memakan menu makannya apa bila terdapat telur di
karenakan pasien alergi pada telur dan pasien juga tidak
memakan

makanan

seperti

ikan

laut

karena

pasien

beranggapan ikan laut dapat menyebabkan penyebuhan luka


menjadi lama. Minum : saat sakit pasien minum 1500 cc
perharinya. Pasien tidak meminum susu yang diberikan kepada

Poltekkes Kemenkes Padang

nya dikarenakan pasien takut dan beranggapan susu dapat


memperlambat penyembuhan luka nya.
2) Pola eliminasi
a) Sehat
BAB : pada saat sehat pasien BAB 1 kali dalam sehari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kecoklatan. BAK : pada saat
sehat pasien BAK dengan lancar, 1900 cc perharinya.

b) Sakit
BAB : saat sakit pasien BAB 1 kali sehari, pasien
menggunakan pempers, konsistensi lunak dan berwarna
kecoklatan. BAK : pasien BAK 1400 cc menggunakan
pispot.
3) Pola tidur dan istirahat
a) Sehat
Pada saat sehat pasien tidur 7-8 jam sehari semalam pada
malam hari dan tidur 1 jam perhari pada siang hari.
b) Sakit
Pada saat sakit pasien tidur pada malam hari 6 jam sehari
semalam dan tidur pada siang hari 3 jam sehari.
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Sehat
Pada saat sehat pasien melakukan aktivitas secara mandiri.

Poltekkes Kemenkes Padang

b) Sakit
Pada asaat sakit pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari
dan aktivitas pasien di bantu oleh keluarga dan perawat.
5) Pola bekerja
a) Sehat
Pada saat sehat pasien bekerja sebagai seorang petani.
b) Sakit
Pada saat sakit pasien tidak dapat bekerja di karenakan
terdapat gangguan pada ekstermitas bawah pasien dan pasien
masih dalam masa perawatan di rumah sakit.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kadaan umum
a) Tinggi badan

: 160 cm

b) Berat badan

: 56 kg

c) Kesadaran

: Composmentis coperatif

d) Suhu

: 37 c

e) Nadi

: 84 x/m

f) Pernapasan

: 20 x/m

g) Tekanan darah

: 110/40 mmHg

2) Kepala
Tidak ada pembengkakan pada kepala, kulit kepala bersih tidak ada
ketombe dan lesi.

Poltekkes Kemenkes Padang

3) Rambut
Rambut berwarna hitam, terdapat sedikit uban, distribusi rambut
merata dan rambut terlihat bersih
4) Mata
Mata simetris kiri dan kanan, Konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikhterik, dan tidak terdapat lesi.
5) Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat
fraktur pada hidung, tidak terdapat lesi dan tidak terdapat sekret
pada hidung.
6) Mulut
Mulut dan gigi terlihat bersih, terdapat karies gigi, mulut tidak
berbau, tidak terdapat lesi, dan mukosa bibir lembab.
7) Telinga
Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan, telinga terlihat
bersih dan tidak terdapat serumen.
8) Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah
bening dan tidak terdapat bendungan pada vena jugolaris.
9) Paru-Paru
I : bentuk dada simetris, frekuensi napas 20 x/m.
P : Fermitus sama kiri kanan.
P : disaat dilakukan perkusi terdapat suara Sonor.
A : bunyi nafas vesikuler.

Poltekkes Kemenkes Padang

10) Jantung
I : bentuk dada simetris, iktus kordis terlihat
P : iktus kordis teraba
P : terdengar sura redup pada batas jantung
A : reguler
11) Abdomen
I : tidak terdapat pembengkkan atau asites pada perut
A : bising usus 15 x/m
P : saat dilakukan perkusi didapatkan suara timpani
P : hepar teraba dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen
12) Kulit
Tugor kulit bagus, kulit bersih dan sedikit kering.
13) Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
14) Ekstermitas atas
Tidak ada keluhan pada ekstermitas pasien, pasien terpasang
injekpum pada tangan sebelah kiri.
15) Ekstermitas bawah
Klien masih mengeluh nyeri pada bagian fraktur dan luka insisi.
Terdapat luka insisi pada paha kiri, luka dalam keadaan tertutup,
luka berwarna kemerahan, luka tidak berbau, terdapat cairan
eksudat pada luka, dan tidak ada pembengkakakn disekitar luka.
Pasien mengatakan nyeri terasa berdenyut-denyut. Pasien

tampak

Poltekkes Kemenkes Padang

meringis .Skala nyeri pasien 4. Pasien menjerit kesakitan pada saat


dilakukan pembersihan luka. Pasien tampak meringis,
f. Data Psikologis
1) Status emosional
Pada saat dilakukan pengkajian pasien dapat menjawab pertanyaan
dari perawat dengan jelas dan tenang.
2) Kecemasan
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan sedikit cemas
karena takut tidak bisa berjalan seperti normalnya lagi dan pasien
mengatakan juga cemas karena takut penyembuhan luka lama dan
tidak bisa beraktifitas seperti biasanya.
3) Pola koping
Pada saat dilakukan pengkajian pasien menerima dengan keadaan
dan kondisinya saat sekarang ini yang sedang sakit.
4) Gaya komunikasi
Pada saat dilakukan pengkajian komunikasi pasien dengan
keluarga dan perawat baik, pasien merespon apa yang di tanyakan
oleh perawat.
5) Konsep diri
Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak ada masalah dengan
konsep diri nya pasien tidak menarik diri dan tidak merasa malu
dengan keadaannya sekarang.

Poltekkes Kemenkes Padang

g. Data Sosial Dan Ekonomi


Pasien adalah seorang petani. Pasien berpenghasilan kurang dari Rp.
1.200.000/bulannya. Pasien memiliki status ekonomi menengah
kebawah, pasien membina hubungan baik dengan keluarga, perawat
dan tenaga medis lainnya pada saat menjakankan perawatan di rumah
sakit.
h. Data Spiritual
Pasien beragama islam, selama sakit pasien tidak melaksanakan
ibadah sholat 5 waktu sehari semalam dan pasien juga kadang-kadang
berdoa kepada tuhan. Pasien menerima keadaannya. Pasien tidak
menyalahkan tuhan dengan keadaannya yang sekarang.
i. Data Penunjang
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Keterangan

Hemoglobin

15,0 g/dl

P : 14-18

Normal

W : 12-16
3

Lekosit

10.890 /mm

5000-10.000

Meningkat

Trombosit

354.000 / mm

150.000-400.000

Normal

Ureum darah

10 mg/dl

10,0-50,00

Normal

Kreatinin darah

0,8 mg/dl

0,6-1,1

Normal

Kalsium

10,1 mg/dl

8,1-10,4

Normal

Natrium

140 Mmol/L

136-145

Normal

Kalium

4,2 Mmol/L

3,5-5,1

Normal

Klorida serum

106 Mmol/L

97-111

Normal

Poltekkes Kemenkes Padang

j. Program dan Rencana Pengobatan


Program pengobatan pasien mulai dari tanggal 09-24 Mei 2016 adalah
sebagai berikut :
Cefoperazon 1gr

2x1

Ranitidin 1amp

2x1

Ketorolac 1amp

2x1

Paracetamol 500mg

3x1 (Bila Nyeri)

Cefixime 100mg

2x1

Poltekkes Kemenkes Padang

2. Analisa Data Keperawatan


No
1.

2.

3.

Data
Ds :
a. Pasien mengatakan masih
terasa nyeri pada
paha
sebelah kiri.
b. Pasien gatakan nyeri yang
dirasakan terasa berdenyutdenyut.
Do :
a. Pasien tampak meringis.
b. Pasien takut menggerakkan
kaki nya.
c. Skala nyeri pasien 4
d. TTV
TD : 110/90 mmHg, N :84
x/m, P :21 x/m, S : 37 c
Ds :
a. Pasien mengatakan nyeri
pada luka masih terasa saat
bergerak.
b. Pasien mengatakan kedua
kakinya takut di gerakkan
Do :
a. Pasien mobilisasi (terapi
restriktif)
b. Pasien tampak berbaring di
tempat tidur
c. Pasien
tidak
mau
menggerakkan
kakinya
karena nyei.
d. Aktifitas pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
Ds :
a. Pasien mengatakan luka
masih basah.
b. Pasien mengatakan
gatal
pada daerah luka.
Do :
a. Luka pasien masih terlihat
basah dan terlihat sedikit ada
cairan
eksudat,
luka
kemerahan,
luka
tidak
berbaudan
tidak
ada
pembengkan disekitar luka.
b. Hasil

labor

Masalah
Nyeri

Etiologi
Luka insisi

Gangguan
mobilitas fisik

nyeri dan terapi


restriktif
(imobilisasi)

Resiko infeksi

prosedur
invasif atau
traksi tulang

pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

4.

5.

6.

7.

didapatkan lekosit 10.890


3
/mm
Ds :
Kurang
a. Pasien mengatakan takut pengetahuan
untuk minum susu.
b. Pasien mengatakan alergi
dengan telur.
c. Pasien mengatakan takut
makan ikan laut karena dapat
memperburuk keadaan luka.
Do :
a. Pasien tidak meminum susu
yang di berikan petugas gizi.
b. Pasien tidak memahami
manfaat susu dan ikan bagi
kesembuhan nya.
Ds :
Ansietas
a. Pasien mengatakan cemas
dengan keadaannya.
b. Pasien mengatakan takut
kondisinya tidak kembali
normal.
Do :
a. Pasien tampak cemas
b. Pasien sering bertanya
tentang keadaannya kepada
perawat.
Ds :
Resiko cidera
a. Pasien mengatakan sulit
untuk bergerak.
b. Pasien mengatakn kaki
masih terasa nyeri saat
dibawa bergerak.
Do :
a. Pasien tampak sulit bergerak
b. Akitifitas pasien masih
dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Ds :
gagguan
a. Pasien mengatakan terdapat integritas kulit
luka pada paha kaki sebelah
kiri.
b. Pasien mengatakan luka
masih basah dan gatal.
Do :
a. Terdapat luka bekas insisi
post pemasangan pen.
b. luka masih tampak basah.

kurangnya
informasi dan
pengetahuan
yang dimiliki
pasien

perubahan
status
kesehatan.

imobilisasi

insisi
pemasangan
pen

Poltekkes Kemenkes Padang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

DI
TEMUKAN
TGL
PRF
Nyeri akut b/d
luka insisi 18/05/
pemasangan pen.
2016
Gangguan mobilitas fisik b/d terapi 18/05/
restriktif (imobilisasi)
2016
Resiko infeksi b/d prosedur invasif 18/05/
pemasangan pen.
2016
Kurangnya pengetahuan tentang 18/05/
kondisi, prognosis dan kebutuhan 2016
pengobatan b/d kurangnya informasi
dan pengetahuan yang dimiliki
pasien
Ansietas b/d perubahan status 18/05/
kesehatan.
2016
Resiko cidera b/d imobilisasi
18/05/
2016
gangguan integritas kulit b/d insisi 18/05/
pemasangan pen
2016

DI
PECAHKAN
TGL
PRF
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016

18/05/
2016
18/05/
2016
18/05/
2016

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


NO
INTERVENSI
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC
NIC
1.
Nyeri akut
NOC
NIC
a. Pain level
Pain management :
b. Pain control
a. Lakukan pengkajian
c.Comfort level
nyeri
secara
Kriteria hasil :
komperhensif
a. Mampu
termasuk
lokasi,
mengontrol nyeri,
karakteristik, durasi,
(tahu
penyebab
frekuensi,
kualitas,
nyeri,
mampu
dan faktor presipitasi.
menggunakan
b. Observasi
reaksi
teknik
nonverbal
dari
nonfarmakologi
ketidak nyamanan.
untuk mengurangi c. Gunakan
teknik
nyeri,
mencari
komunikasi terapeutik
bantuan).
untuk
b. Melaporkan
mengetahui
bahwa
nyeri
pengalaman
nyeri
berkurang dengan
pasien.
menggunakan
d. Kontrol lingkungan
manajemen nyeri.
yang
dapat

Poltekkes Kemenkes Padang

2.

c. Mampu mengenali
mempengaruhi nyeri
nyeri
seperti suhu ruangan,
(skala,intensitas,
pencahayaan
dan
frekuensi,
dan
kebisingan.
tanda nyeri).
e. Kurangi
faktor
d. Menyatakan rasa
presipitasi nyeri.
nyaman
setelah f. Ajarkan teknik non
nyeri berkurang
farmakologi.
Tingkatkan istirahat.
g. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
emberian analgetik.
Analgesic
administration :
a. Tentukan
lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
c. Cek riwayat alargi.
d. Berikan
analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat.
e. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
NOC
NIC
Hambatan
a. Joint movement
Exercise
therapy
mobilitas fisik di
:
active.
:
tempat tidur
b. Mobility level.
ambulation
c. Self care : ADLs.
a. Monitoring vital sign
d. Transfer
sebelum dan sesudah
performance
atau sebelum latihan
.
dan
lihat
respon
Kriteria hasil :
pasien saat latihan.
a. Klien
meningkat b. Konsultasikan dengan
dalam
aktivitas
terapi fisik tentang
fisik.
Mengerti
rencana
ambulasi
tujuan
dari
sesuai
dengan
peningkatan
kebutuhan.
mobilitas.
c. Bantu klien untuk
b. Memverbalisasikan
menggunakan tongkat
perasaan
dalam
saat berjalan dan
meningkatkan
cegah
terhadap
kekuatan
dan
cedera.
kemampuan
d. Kaji
kemampuan
Poltekkes Kemenkes Padang

berpindah.
c. Memperagakan
penggunaan alat.
d. Bantu untuk
mobilisasi
(walker).

3.

pasien
dalam
mobilisasi.
e. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan
ADL
secara mandiri sesuai
kemampuan.
f. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu pemenuhan
kebutuhan.
ADL
a. Berikana alat bantu
jika
klien
memerlukan.
b.Ajarkan
pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan
jika
diperlukan.
Resiko Infeksi
NOC
NIC
a. Immune status.
Infection
control
b. Knowledge
(kontrol infeksi) :
: infection control
a. Bersihkan
c.Risk control
lingkungan setelah
Kriteria hasil :
dipakai pasien lain.
a. Klien bebas dari b. Pertahankan teknik
tanda dan gejala
isolasi.
infeksi.
c. Batasi pengunjung
b. Mendeskripsikan
bila perlu.
proses penularan d. Intruksikan
pada
penyakit,
faktor
pengunjung
untuk
yang
mencuci tangan saat
mempengaruhi
berkunjung
dan
penularan
serta
setelah berkunjung.
penatalaksanaan
e. Gunakan
sabun
nya
antimikroba untuk
c. Menunjukkan
cuci tangan.
kemampuan untuk f. Cuci tangan setiap
mencegah
sebelum dan sesudah
timbulnya infeksi.
melakkan tindakan
d.Jumlah
leukosit
keperawatan.
dalam
batasg. Gunakan
alat
normal.
pelindung
diri
e. Menunjukkan
sebagai pelindung.
perilaku
hidup h. Pertahankan
sehat.
lingkungan aseptik
selama pemasangan

Poltekkes Kemenkes Padang

4.

Kurangnya
Pengetahuan

NIC
a. Knowledge
: disease proccess.
b. Knowledge : health
behavior.
Kriteria hasil :
a. Pasien
dan
keluarga
menyatakan
paham
tentang
penyakit, kondisi,
prognosis
dan
program
pengobatan.
b. Pasien
dan
keluarga mampu
menjelaskan
prosedur
yang
dijelaskan secara
benar.
c. Pasien
dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.

alat.
i. Tingkatkan
intake
nutrisi.
j. Kolaborasi dengan
dokter
dalam
pemberian antibiotik
bila perlu.
k. Monitor tanda dan
gejala
infeksi
sistemik dan lokal.
NIC
Teaching
:
disease
process
a. Berikan penilaiian
tentang
tingkat
pengetahuan pasien
tentang
proses
penyakit
yang
spesifik.
b. Jelaskan
patofisiologi
daripenyakit
dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi
fisiologi,
dengan cara yang
tepat.
c. Gambarkan
tanda
dan gejala yang bisa
muncul
pada
penyakit,
dengan
cara yang tepat.
d. Gambarkan proses
penyakit,
dengan
cara yang tepat.
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat.
f. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisnya, dengan
cara yang tepat.
g. Sediakan
bagi
keluarga atau pasien
informasi
tentang
kemajuan
pasien
dengan cara yang
Poltekkes Kemenkes Padang

5.

Ansietas

tepat.
h. Diskusikan
perubahan
gaya
hidup yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit.
i. Diskusikan pilihan
terapi
atau
penanganan penyakit
pasien.
j. Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan.
k. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas
lokal,
dengan cara yang
tepat.
l. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala
untuk
melaporkan
pada
perawat dengan cara
yang tepat.
NOC
NIC
a. Anxiety self-control Anxiety
reduction
b. Anxiety level
(penurunan kecemasan)
c. Coping
a. Gunakan pendekatan
Kriteria hasil :
yang menyenangkan.
a. Klien
mampu b. Nyatakan
dengan
mengidentifikasi
jelas
harapan
dan
terhadap
pelaku
mengungkapkan
pasien.
gejala cemas.
c. Jelaskan
semua
b. Mengidentifikasi,
prosedur dan apa
mengungkapkan
yang
dirasakan
dan menunjukkan
selama prosedur.
tehnik
untuk d. Pahami
prespektif
mengontrol cemas.
pasien
terhadap

Poltekkes Kemenkes Padang

6.

Resiko cidera

7.

Gangguan
integritas kulit

situasi stres.
c. Vital sign dalam
e. Temani pasien untuk
batas normal.
memberikan
d. Postur
tubuh,
keamanan
dan
ekspresi
wajah,
mengurangi takut.
bahas tubuh dan
keluarga
tingkat
aktivitas f. Dorong
untuk
menemani
menunjukkan
pasien.
berkurangnya
g. Identifikasi
tingkat
kecemasan.
kecemasan pasien.
h. Bantu
pasien
mengenal
situasi
yang menimbulkan
cemas.
i. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
j. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi.
k. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian obat untuk
mengurangi
rasa
cemas.
NOC
NIC
a. Risk kontrol
Environment
kriteria hasil :
management
a. Klien
terbebas (
Manajemen
dari cidera.
lingkungan )
b. Klien
mampu a. Sediakan lingkungan
menjelaskan cara
yang aman untuk
mencegah cidera
pasien
c. Mampu
b. Memasang side rail
memodifikasi
tempat tidur
gaya hidup untuk
c. Menganjurkan
mencegah injury
keluarga
untuk
menemani pasien
d. Menghindari
lingkungan
yang
berbahaya
bagi
pasien.
NOC
a. Tissue integrity :
skin and mucous.
b. Membranes.

NIC
Pressure management :
a. Anjurkan
pasien
untuk menggunakan

Poltekkes Kemenkes Padang

c. Hemodyalis akses.
Kriteria hasil :
a. Integritas
kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi,
pigmentasi) tidak
ada luka atau lesi
pada kulit.
b. Perfusi
jaringan
baik.
c. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.
d. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan
perawatan
alami.

pakaian yang longgar.


b. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering.
c. Mobilisasi
pasien
(ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali.
Insision site care :
a. Membersihkan,
mengganti
balutan
serta memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan luka
yang ditutup dengan
jahitan.
b. Monitor
proses
kesembuhan
area
insisi.
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi.

Poltekkes Kemenkes Padang

A. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
18/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen

JAM

IMPLEMENTASI

08.00

a. Melakukan pengkajian ulang nyeri


secara komperhensif.
b. Menggunakan
teknik
komunikasi
terapeutik dalam membina hubungan
baik dengan pasien.
c. Memberikan lingkungan yang nyaman
pada pasien.
a.
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
b.
dalam
e. Memberikan ketorolac dan paracetamol
yang telah diresepkan oleh dokter.

08.10

10.00

Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal

10.30

a. Mengkaji kemampuan pasien dalam


mobilisasi.
b. Melatih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan secara mandiri sesuai
kemampuan
c. Menganjurkan kepada keluarga untuk
mendampingi pasien saat mobilisasi dan

EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
masih terasa.
b. Pasien mengatakan nyeri
masih
terasa
seperti
berdenyut-denyut.
O:
Pasien tampak meringis.
Skala nyeri pasien 4
c . TD :110/60 mmHg, N : 90 x/m,
P : 21 x/m, S : 36,1 c
A:
Masalah nyeri akut (pain level dan
comfort level) belum teratasi.
P:
Intervensi pain management dan
analgesic administration dilanjutkan.
S:
a. Pasien mengatakan masih
susah untuk bergerak.
b. Keluarga mengatakan ADL
pasien masih dibantu.
O:
a. ADL pasien masih dibantu

PRF

d.

Resiko Infeksi b/d


prosedur
invasif
pemasangan pen.

08.30
08.35

10.00

bantu dalam pemenuhan kebutuhannya.


Mengajarkan pasien bagaimanan
merubah posisi dan memberikan
bantuan jiak diperlukan.

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
a.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya
b.
infeksi.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.
e. Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime
yang telah diresepkan oleh dokter.

oleh keluarga dan perawat.


b. Pasien tampak kesulitan dalam
melakukan ADL.
c. TD :110/60 mmHg, N : 90
x/m, P : 21 x/m, S : 36,1 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi exercise therapy :
ambulation dan ADL dilanjutkan .
S:
a. Pasien mengatakan luka terasa
gatal.
b. Pasien mengatakan luka masih
basah.
O:
Luka masih tampak basah
Warna luka kemerahan
c. Drainase
luka
masih
terpasang
d. Terlihat cairan eksudat pada
luka.
3
Lekosit 10.890 /mm
A:
Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control

Kurangnya
Pengetahuan tentang
kondisi,
prognosis
dan
kebutuhan
pengobatan
b/d
kurang nya informasi
dan
pengetahuan
yang dimiliki pasien.

08.35

a. Memberiakan penjelasan pada pasien


bahwa pentingnya meningkatkan nutrisi
bagi penyembuhan luka dan tulang.
b. Menjelaskan tentang pentingnya diit
TKTP bagi kesembuhan luka.
c. Menjelaskan tentang manfaat ikan dan
susu bagi kesembuhan luka dan tulang
d. Menganjurkan
pasien
untuk
menghabiskan porsi makan yang
disediakan oleh rumah sakit.

Ansietas
perubahan
kesehatan

14.00

a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.

b/d
status

belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sudah
paham tentang manfaat ikan
dan susu bagi kesembuhannya.
b. Pasien mengatakan
sudah
tidak khawatir lagi untuk
mengkonsumsi ikan dan susu
O:
a. Pasien tampak paham dengan
penjelasan yang diberikan
perawat.
b. Pasien sudah menghabiskan
susu dan ikan yang diberikan
oleh rumah sakit.
A:
Masalah kurang pengetahuanTeratasi
P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan masih
cemas dengan keadaannya
b. Pasien mengatakan takut tidak
bisa berjalan dengan normal
lagi.

c. Menjelaskan kepada pasien dan O :


Pasien tampak gelisah
keluarga tentang penyakitnya.
b. Pasien masih sering bertanyad. Mengajarkan teknik relaksasi napas
tanya tentang keadaannya
dalam padda pasien.
kepada perawat.
A:
masalah anxiety self-control, anxiety
level,dan coping belum teratasi
P:
Intervensi
anxiety
reduction
dilanjutkan
Resiko cidera
imobilisasi

b/d

08.10
10.00

aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
terasa saat dibawa bergerak.
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b.
Pasien mengatakan sulit untuk
c. Menganjurkan
keluarga
bergerak
menemani pasien.
untuk O :
d. Menganjurkan
keluarga
a. Pasien tampak sulit bergerak
membantu aktifitas pasien.
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga dan perawat.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan

gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen

14.15

08.35

a. Menganjurkan pasien menggunakan S :


a. Pasien mengatakan keluar
pakaian yang longgar
cairan dari luka
b. Menganjurkan kepada pasien untuk
b.
Pasien mengatakan luka masih
menjaga kulit tetap bersih dan kering
terasa gatal
c. Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
O:
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
a. Luka tampak basah
d. Melakukan perawatan luka
b. Warna luka kemerahan
e. Memonitor proses penyembuhan area
c. Drainase
luka
masih
insisi
terpasang
f. Memonitor tanda dan gejala infeksi
d. Masih terlihat cairan eksudat
pada area insisi.
pada luka.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

pressure

management

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
19/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen

JAM
08.00
08.10

10.00

Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal

10.30

IMPLEMENTASI

EVALUASI

a. Melakukan pengkajian ulang nyeri S :


a. Pasien mengatakan nyeri
secara komperhensif.
terasa hilang timbul.
b. Menggunakan
teknik
komunikasi
b. Nyeri yang dirasakan seperti
terapeutik dalam membina hubungan
berdenyut-denyut.
baik dengan pasien.
c. Memberikan lingkungan yang nyaman O :
a. Pasien
tampak
sedikit
pada pasien.
meringis.
d. Mengajarkan teknik non farmakologi
b. Skala nyeri pasien 3
(teknik relaksasi napas dalam)
c . TD :110/80 mmHg, N : 90
e. Memberikan ketorolac dan paracetamol
x/m, P : 20 x/m, S : 36,5 c
yang telah diresepkan oleh dokter.
A:
Masalah nyeri akut (pain level dan
comfort level) belum teratasi.
P:
Intervensi pain management dan
analgesic administration dilanjutkan.
a. Mengkaji kemampuan pasien dalam S :
a. Pasien mengatakan kaki masih
mobilisasi.
susah untuk digerakkan dan
b. Melatih pasien dalam pemenuhan
terasa kaku.
kebutuhan secara mandiri sesuai
b. Keluarga mengatakan ADL
kemampuan
pasien masih dibantu.
c. Menganjurkan kepada keluarga untuk
c. Pasien
mengatakan
saat
mendampingi pasien saat mobilisasi dan
digerakkan kaki terasa nyeri
bantu dalam pemenuhan kebutuhannya.
d. Mengajarkan
pasien
bagaimanan

PRF

merubah posisi dan


bantuan jiak diperlukan.

Resiko Infeksi b/d


prosedur
invasif
pemasangan pen.

08.30
08.35

10.00

memberikan O :
a. ADL pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
b. Pasien masih tampak kesulitan
dalam melakukan ADL.
c. TD :110/80 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,5 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi
exercise
therapy
:
ambulation dan ADL dilanjutkan .
S:
a. Pasien
mengatakan
luka
mengeluarkan cairan.
b. Pasien mengatakan luka terasa
gatal.

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya O :
a. Luka masih tampak basah
infeksi.
b. Warna luka kemerahan
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
c. Drainase
luka
masih
meningkatkan asupan nutrisi.
terpasang
e. Menganjurkan kepada pasien untuk
d. Masih terlihat cairan eksudat
menjaga kebersihan diri.
pada luka.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime
yang telah diresepkan oleh dokter.

Ansietas
perubahan
kesehatan

b/d
status

14.00

a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
c. Menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang penyakitnya.
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam padda pasien.

A:
Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sudah bisa
menerapkan teknik relaksasi
napas dalam.
b. Pasien mengatakan masih
cemas dengan keadaannya
O:
a. Pasien
sudah
mampu
mempraktekkan
teknik
relaksasi napas dalam
b. Pasien masih sering bertanyatanya tentang keadaannya
kepada perawat.
A:
masalah anxiety self-control, anxiety
level,dan coping belum teratasi
P:
Intervensi
anxiety
reduction
dilanjutkan

Resiko cidera
imobilisasi.

b/d

08.10
10.00

gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen

14.15

08.35

aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
terasa hilang timbul.
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b. Pasien mengatakan masih sulit
c. Menganjurkan
keluarga
bergerak
menemani pasien.
untuk O :
d. Menganjurkan
keluarga
a. Pasien tampak sulit bergerak
membantu aktifitas pasien.
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga dan perawat.
A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
a. Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Keluarga mengatakan masih
pakaian yang longgar
keluar cairan dari luka pasien.
b. Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien masih mengeluh gatal
menjaga kulit tetap bersih dan kering
pada luka.
c. Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
d. Melakukan perawatan luka
a. Luka masih tampak basah
e. Memonitor proses penyembuhan area
c.
Warna
luka kemerahan
insisi
d. Drainase
luka
masih
f. Memonitor tanda dan gejala infeksi
terpasang
pada area insisi.
e. Masih terlihat cairan eksudat

pada luka.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

pressure

management

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
20/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen

JAM
08.00
08.10

10.00

Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal

10.30

IMPLEMENTASI

EVALUASI

a. Melakukan pengkajian ulang nyeri S :


a. Pasien mengatakan nyeri
secara komperhensif.
sudah berkurang.
b. Menggunakan
teknik
komunikasi
b. Pasien mengatakan nyeri
terapeutik dalam membina hubungan
masih
terasa
seperti
baik dengan pasien.
berdenyut-denyut.
c. Memberikan lingkungan yang nyaman
O:
pada pasien.
a. Pasien
tampak
sesekali
d. Mengajarkan teknik non farmakologi
meringis.
(teknik relaksasi napas dalam)
b. Skala nyeri pasien 3
e. Memberikan ketorolac dan paracetamol
c . TD :110/80 mmHg, N : 90
yang telah diresepkan oleh dokter.
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah nyeri akut (pain level dan
comfort level) belum teratasi.
P:
Intervensi pain management dan
analgesic administration dilanjutkan.
a. Mengkaji kemampuan pasien dalam S :
a. Pasien mengatakan masih
mobilisasi.
susah untuk bergerak.
b. Melatih pasien dalam pemenuhan
b. Keluarga mengatakan ADL
kebutuhan secara mandiri sesuai
pasien masih dibantu.
kemampuan
c. Pasien mengatakan sudah bisa
c. Menganjurkan kepada keluarga untuk
makan sendiri
mendampingi pasien saat mobilisasi dan
bantu dalam pemenuhan kebutuhannya.

PRF

d.

Resiko Infeksi b/d


prosedur
invasif
pemasangan pen.

08.30

a.

08.35

b.
c.
d.
e.

bagaimanan O :
a. ADL pasien masih dibantu
memberikan
oleh keluarga dan perawat.
b. Pasien masih tampak kesulitan
dalam melakukan ADL.
c. Pasien tampak makan sendiri
dengan diawasi oleh keluarga.
d. TD :110/80 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi
exercise
therapy
:
ambulation dan ADL dilanjutkan .
Melakukan cuci tangan sebelum, S :
a. Pasien mengatakan luka masih
sesudah ke pasien dan sebelum dan
terasa gatal.
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Pasien mengatakan luka sudah
Melakukan perawatan luka dengan
tidak basah lagi.
mempertahankan kesterilan instrumen
O:
dan tangan.
a. Luka sudah tampak kering
Memonitor tanda dan gejala terjadinya
b. Warna luka masih kemerahan
infeksi.
c. Drainase luka sudah dilepas
Menganjurkan kepada pasien untuk
d. Cairan eksudat pada luka
meningkatkan asupan nutrisi.
sudah berkurang.
Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.

Mengajarkan pasien
merubah posisi dan
bantuan jiak diperlukan.

Ansietas
perubahan
kesehatan

Resiko cidera
imobilisasi

10.00

f. Memberikan cefoperazone dan cefixime


yang telah diresepkan oleh dokter.

b/d
status

14.00

a. Menggunakan
pendekatan
yang
menyenagkan
saat
berkomunikasi
dengan pasien.
b. Memberikan dorongan pada pasien
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
c. Menjelaskan kepada pasien dan
a.
keluarga tentang penyakitnya.
b.
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam padda pasien.

b/d

08.10

a. Menyediakan lingkungan yang aman


bagi pasien
b. Memasang side rail tempat tidur

A:
Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan sedikit
nyaman setelah menerapkan
teknik relaksasi napas dalam.
b. Pasien mengatakan cemas
sudah berkurang
O:
Pasien tampak tenang.
Pasien sudah tampak relaks
c. Pasien masih sering bertanyatanya tentang keadaannya
kepada perawat.
A:
masalah anxiety self-control, anxiety
level,dan coping belum teratasi
P:
Intervensi
anxiety
reduction
dilanjutkan
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
sudah berkurang.

10.00

gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen.

14.15

c. Menganjurkan
keluarga
menemani pasien.
d. Menganjurkan
keluarga
membantu aktifitas pasien.

a.
b.
c.

08.35

d.
e.
f.

untuk

b. Pasien mengatakan masih sulit


bergerak

untuk O :
a. Pasien tampak kesulitan untuk
bergerak
b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga.

A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien
mengatakan
gatal
pakaian yang longgar
sesekali masih terasa.
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
tidak basah lagi.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
Memonitor proses penyembuhan area a. Luka sudah tampak kering
b. Warna luka masih kemerahan
insisi
Memonitor tanda dan gejala infeksi c. Drainase luka sudah dilepas
d. Cairan eksudat pada luka
pada area insisi.
sudah berkurang.

A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

pressure

management

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
21/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen

JAM
08.00
08.10

10.00

Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal

10.30

IMPLEMENTASI

EVALUASI

a. Melakukan pengkajian ulang nyeri S :


a. Pasien mengatakan nyeri
secara komperhensif.
hilang timbul.
b. Menggunakan
teknik
komunikasi
b. Pasien mengatakan nyeri
terapeutik dalam membina hubungan
masih terasa saat dibawa
baik dengan pasien.
bergerak.
c. Memberikan lingkungan yang nyaman
O:
pada pasien.
a. Pasien tampak tidak meringis
d. Mengajarkan teknik non farmakologi
lagi.
(teknik relaksasi napas dalam)
b. Skala nyeri pasien 2
e. Memberikan paracetamol yang telah
c . TD :110/80 mmHg, N : 90
diresepkan oleh dokter.
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah nyeri akut (pain level dan
comfort level) belum teratasi.
P:
Intervensi pain management dan
analgesic administration dilanjutkan.
a. Mengkaji kemampuan pasien dalam S :
a. Pasien mengatakan sudah
mobilisasi.
mulai
menggerak-gerakkan
b. Melatih pasien dalam pemenuhan
kakinya.
kebutuhan secara mandiri sesuai
b. Keluarga mengatakan kaki
kemampuan
pasien masih terasa kaku.
c. Menganjurkan kepada keluarga untuk

PRF

mendampingi pasien saat mobilisasi dan


c. Pasien mengatakan sudah bisa
bantu dalam pemenuhan kebutuhannya.
memakai baju sendiri
d. Mengajarkan pasien bagaimanan O :
merubah posisi dan memberikan
a. ADL pasien masih dibantu
bantuan jiak diperlukan.
oleh keluarga dan perawat.
b. Pasien tampak melakukan
aktifitas di tempat
tidur
dengan diawasi oleh keluarga.
c. TD :110/80 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah joint movement : active, self
care, ADL, transfer performance
belum teratasi.
P:
Intervensi
exercise
therapy
:
ambulation dan ADL dilanjutkan .
Resiko Infeksi b/d
prosedur
invasif
pemasangan pen.

08.30
08.35

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
a.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya
b.
infeksi.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.

S:
a. Pasien mengatakan luka masih
terasa perih dan gatal.
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
Warna luka masih kemerahan
c. Cairan eksudat pada luka
masih
ada
tapi
sudah

10.00

Ansietas
perubahan
kesehatan.

Resiko cidera
imobilisasi.

b/d
status

14.00

b/d

08.10
10.00

berkurang dari sebelumnya.


e. Menganjurkan kepada pasien untuk
A:
menjaga kebersihan diri.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime Masalah immune status, knowledge :
infection control, dan risk control
yang telah diresepkan oleh dokter.
belum teratasi
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
a. Menggunakan
pendekatan
yang S :
a. Pasien mengatakan sudah
menyenagkan
saat
berkomunikasi
terasa tenang dan nyaman.
dengan pasien.
b. Pasien
mengatakan sudah
b. Memberikan dorongan pada pasien
tidak cemas lagi.
dalam
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, dan kecemasan.
c. Menjelaskan kepada pasien dan O :
a. Pasien sudah tampak relaks
keluarga tentang penyakitnya.
dan tenang
d. Mengajarkan teknik relaksasi napas
b. Pasien sudah paham dengan
dalam padda pasien.
keadaannya.
A:
masalah ansietas teratasi
P:
Intervensi dihentikan
S:
a. Menyediakan lingkungan yang aman
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
kadang-kadang masih terasa.
b. Memasang side rail tempat tidur
b.
Pasien mengatakan sudah
c. Menganjurkan
keluarga
untuk
menggerakkan kaki nya tapi
menemani pasien.

d. Menganjurkan
keluarga
membantu aktifitas pasien.

masih terasa kaku.

untuk
O:

a. Pasien sudah bisa menggerakgerakkan kakinya.


b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih dibantu
oleh keluarga dan perawat.

gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen.

14.15

a.
b.
c.

08.35

d.
e.
f.

A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan kadangpakaian yang longgar
kadang masih teras perih pada
Menganjurkan kepada pasien untuk
luka.
menjaga kulit tetap bersih dan kering
b. Pasien mengatakan luka sudah
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
tidak basah lagi.
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
Melakukan perawatan luka
O:
Memonitor proses penyembuhan area
a. Luka sudah tampak kering
insisi
Memonitor tanda dan gejala infeksi b. Luka berwarna kemerahan
c. Cairan eksudat pada luka
pada area insisi.
masih
ada
tapi
sudah
berkurang dari sebelumnya.
A:
masalah tissue integrity : skin and

mucous,

membranes,
hemodyalis akses, belum

teratasi
P:
Intervensi

pressure

management

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
22/05/ Nyeri akut b/d luka
2016 insisi
pemasangan
pen

JAM

IMPLEMENTASI

08.00

a. Melakukan pengkajian ulang nyeri


secara komperhensif.
b. Menggunakan
teknik
komunikasi
terapeutik dalam membina hubungan
baik dengan pasien.
c. Memberikan lingkungan yang nyaman
pada pasien.
a.
d. Mengajarkan teknik non farmakologi
b.
(teknik relaksasi napas dalam)
e. Memberikan paracetamol yang telah
diresepkan oleh dokter.

08.10

10.00

Hambatan mobilitas
Fisik di tempat tidur
b/d
gangguan
muskuloskeletal

10.30

a. Mengkaji kemampuan pasien dalam


mobilisasi.
b. Melatih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan secara mandiri sesuai
kemampuan
c. Menganjurkan kepada keluarga untuk
mendampingi pasien saat mobilisasi dan
bantu dalam pemenuhan kebutuhannya.
d. Mengajarkan
pasien
bagaimanan
merubah posisi dan memberikan

EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan nyeri
sudah tidak terasa.
b. Pasien mengatakan nyeri
timbul apabila luka tersentuh
saja.
O:
Pasien tampak tenang
Skala nyeri pasien 2
c . TD :110/70 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah nyeri akut teratasi.
P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan sudah bisa
menggerak-gerakkan kakinya.
b. Keluarga mengatakan sudah
bisa melakukan aktifitas di
tempat tidur secara mandiri
dengan diawasi keluarga.
O:
a. pasien tampak sudah bisa
melakukan
ADL secara

PRF

bantuan jiak diperlukan.

mandiri dengan di awasi.


b. TD :110/70 mmHg, N : 90
x/m, P : 20 x/m, S : 36,4 c
A:
Masalah hambatan mobilitas fisik di
tempat tidur teratasi
P
Intervensi dihentikan .

Resiko Infeksi b/d


prosedur
invasif
pemasangan pen.

08.30
08.35

10.00

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
a.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya
infeksi.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.
e. Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime
yang telah diresepkan oleh dokter.

S:
a. Keluarga mengatakan luka
pasien masih terasa perih.
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
b. Luka sudah tidak kemerahan
lagi
c. Cairan eksudat pada luka
(eksudat) masih ada tapi
sedikit.
3
Lekosit 10.450 / mm
A:
Masalah immune status, dan risk
control teratasi sebagian
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan

Resiko cidera
imobilisasi

b/d

08.10
10.00

aman S :
a. Menyediakan lingkungan yang
a.
bagi pasien
b. Memasang side rail tempat tidur
untuk
b.
c. Menganjurkan
keluarga
menemani pasien.
untuk
d. Menganjurkan
keluarga
O:
membantu aktifitas pasien.
a.

Pasien mengatakan nyeri


sudah hilang.
Pasien mengatakan sudah
menggerakkan kaki nya tapi
masih terasa kaku.

Pasien sudah bisa menggerakgerakkan kakinya.


b. Keluarga tampak menemani
pasien
c. Aktifitas pasien masih diawasi
oleh keluarga.

gangguan integritas
kulit b/d luka insisi
pemasangan pen

14.15

a.
b.
c.

08.35

d.
e.
f.

A:
Masalah risk control belum teratasi
P:
Intervensi enviroment management
dilanjutkan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan luka sudah
pakaian yang longgar
tidak gatal.
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
kering.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
a. Luka sudah tampak kering
Memonitor proses penyembuhan area
b. Masih terdapat jahitan pada
insisi
luka
Memonitor tanda dan gejala infeksi

pada area insisi.

c. Cairan eksudat pada


masih ada tapi sedikit.

luka

A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan

pressure

management

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
23/05/ Resiko Infeksi b/d
2016 prosedur
invasif
pemasangan pen.

JAM

IMPLEMENTASI

08.30

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
a.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya
b.
infeksi.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.
e. Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime
yang telah diresepkan oleh dokter.

08.35

10.00

Resiko cidera

08.10

a.

10.00

b.
c.
d.

EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan luka sudah
tidak ada masalah.
b. Pasien mengatakan luka sudah
tidak mengeluarkan cairan.

O:
Luka sudah tampak kering.
Masih ada jahitan pada luka.
c. Cairan eksudat pada luka
masih ada tapi sedikit.
A:
Masalah immune status teratasi
sebagian
P:
Intervensi
infection
control
dilanjutkan
S:
Menyediakan lingkungan yang aman
a. Pasien mengatakan nyeri
bagi pasien
sudah tidak ada lagi.
Memasang side rail tempat tidur
b. Pasien mengatakan sudah
Menganjurkan
keluarga
untuk
melakukan aktifitas di tempat
menemani pasien.
tidur sendiri dengan diawasi
Menganjurkan
keluarga
untuk
keluarga.
membantu aktifitas pasien.
O:
a. Pasien sudah bisa menggerakgerakkan kakinya.

PRF

b. Keluarga tampak menemani


pasien
c. Aktifitas pasien di lakukan
secara mandiri dengan diawasi
oleh keluarga.
A:
Masalah resiko cidera teratasi.

gangguan integritas
kulit

14.15

08.35

a. Menganjurkan pasien menggunakan


pakaian yang longgar
b. Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kulit tetap bersih dan kering
c. Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
a.
d. Melakukan perawatan luka
e. Memonitor proses penyembuhan area b.
insisi
f. Memonitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi.

P:
Intervensi dihentikan.
S:
a. Pasien mengatakan luka sudah
tidak ada keluhan
b. Pasien mengatakan luka sudah
kering.
O:
Luka sudah tampak kering
Jahitan pada luka masih ada.
c. Cairan kekuningan pada luka
(eksudat) masih ada tapi
sedikit.
A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi
pressure management
dilanjutkan

TGL/
DIAGNOSA
HARI KEPERAWATAN
24/05/ Resiko Infeksi b/d
2016 prosedur
invasif
pemasangan pen.

JAM

IMPLEMENTASI

08.30

a. Melakukan cuci tangan sebelum,


sesudah ke pasien dan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan ke pasien.
b. Melakukan perawatan luka dengan
mempertahankan kesterilan instrumen
dan tangan.
c. Memonitor tanda dan gejala terjadinya
a.
infeksi.
d. Menganjurkan kepada pasien untuk
meningkatkan asupan nutrisi.
e. Menganjurkan kepada pasien untuk
menjaga kebersihan diri.
f. Memberikan cefoperazone dan cefixime
yang telah diresepkan oleh dokter.

08.35

10.00

gangguan integritas
kulit

14.15

a.
b.
c.

08.35

d.
e.
f.

EVALUASI
S:
a. Pasien mengatakan luka masih
sudah tidak ada keluhan.
b. Pasien mengatakan luka sudah
tidak mengeluarkan
cairan
lagi.

O:
Luka sudah tampak kering
b. Cairan eksudat pada luka
masih ada tapi sangat sedikit.
3
Lekosit 9.400 /mm
A:
Masalah resiko infeksi teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Menganjurkan pasien menggunakan S :
a. Pasien mengatakan luka sudah
pakaian yang longgar
tidak ada keluhan
Menganjurkan kepada pasien untuk
b. Pasien mengatakan luka sudah
menjaga kulit tetap bersih dan kering
kering.
Memobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
untuk menggerak-gerakkan kaki nya
O:
Melakukan perawatan luka
Memonitor proses penyembuhan area a. Luka sudah tampak kering
b. Cairan eksudat pada luka
insisi
sudah tidak ada
Memonitor tanda dan gejala infeksi
c. Masih ada jahitan pada luka.
pada area insisi.

PRF

A:
masalah tissue integrity : skin and
mucous, membranes, hemodyalis
akses, belum teratasi
P:
Intervensi dihentikan (pasien pulang)

Anda mungkin juga menyukai