Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan fungsi
jantung. Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki didiagnosa penyakit jantung.
Waktu dan cara kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi dalam beberapa menit setelah
gejala muncul. Alasan yang mendasari paling umum untuk pasien mati mendadak dari
serangan jantung adalah penyakit jantung koroner (buildups lemak dalam arteri yang
memasok darah ke otot jantung). Sehingga pembuluh darah sempit, otot jantung bisa
berhenti karena kekurangan suplai darah.
Dari 90 % korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih dari
korban disebabkan karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak. Sedangkan duapertiga dari korban ditemukan bekas luka dari serangan jantung sebelumnya. Ketika
kematian mendadak terjadi pada orang dewasa muda, kelainan jantung lainnya
merupakan penyebab yang lebih mungkin. Adrenalin dilepaskan selama aktivitas fisik
atau olahraga yang sering menjadi pemicu munculnya SCD. Dalam kondisi tertentu,
berbagai obat jantung dan obat lainnya, serta penyalahgunaan obat terlarang dapat
menyebabkan irama jantung abnormal yang juga dapat menyebabkan kematian SDC.
Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba
dan tak terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti mengalir ke otak
dan organ vital lainnya. SCA biasanya menyebabkan kematian jika tidak dirawat dalam
beberapa menit.
SCA tidak sama dengan serangan jantung . Serangan jantung terjadi ketika darah
mengalir ke bagian dari otot jantung tersumbat. Selama serangan jantung, jantung
biasanya tidak tiba-tiba berhenti berdetak. SCA, bagaimanapun mungkin dapat terjadi
setelah atau selama pemulihan dari serangan jantung.

Penangkapan mendadak Jantung (SCA) adalah penyebab utama kematian di


Amerika Serikat, mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA membunuh
1.000 orang per hari atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering terjadi pada
pasien dengan penyakit jantung, terutama mereka yang telah gagal jantung kongestif.
Sebanyak 75 persen orang yang meninggal karena tanda-tanda menunjukkan
SCA serangan jantung sebelumnya. Delapan puluh persen memiliki tanda-tanda
penyakit arteri koroner.
SCAs dicatat 10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873 kematian penyakit
jantung pada orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan jantung yang terjadi
out-of-rumah sakit meningkat dengan usia, dari 5,8 persen pada orang usia 0-4 tahun
61,0 persen pada orang usia lebih dari 85 years.
Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk
SCA. Namun, kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak
memiliki penyakit jantung atau faktor risiko lain untuk SCA. Seorang yang memiliki
riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau ada anggota keluarga yang pernah
meninggal mendadak perlu mewaspadai terjadinya cardiac arrest. Upaya pencegahan
lain adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat dan rutin berolahraga.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Cardiac Arrest?
2. Apakah penyebab dari Cardiac Arrest?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala Cardiac Arrest ?
4. Bagaimanakah patofisiologis Cardiac Arrest?
5. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostic Cardiac Arrest?
6. Apa saja komplikasi dari Cardiac Arrest?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan dari Cardiac Arrest?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Cardiac Arrest?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari Cardiac Arrest
2. Mahasiswa mampu memahami penyebab dari Cardiac Arrest
3. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari Cardiac Arrest
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologis dari Cardiac Arrest
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic Cardiac Arrest
2

6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari Cardiac Arrest


7. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Cardiac Arrest
8. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Cardiac
Arrest

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Cardiac Arrest
Henti jantung adalah penghentian aktivitas pompa jantung efektif yang
mengakibatkan penghentian sirkulasi. Terdapat hanya dua tipe henti jantung , yaitu :
cardiac standstill ( asisitol ) dan fibrilisasi ventrikel ( plus format lain dari kontraksi
ventrikel tak efektif, seperti flutter ventrikel, dan yang jarang terjadi takikardia
ventrikel), (Arif muttaqin, 2012).
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson,dkk (2005),
3

menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksisecara efektif.
Cardiac Arrest adalah terhentinya pompa jantung secara mendadak yang bersifat
reversible,

dan

dapat

bersifat

irreversible

jika

tidak

dilakukan

intervensi

segera(Robert,2001).
Cardiac Arrest adalah jantung tidak cukup memompa darah ke otak, Cardiac
Output <20%, dan nadi carotis tidak teraba.Gejala dan tanda yang tampak, antara lain
hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak
bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang
dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung, (Anonim, 2010).
Henti Jantung adalah terhentinya denyut jantung dan sirkulasi darah secara tibatiba pada seseorang yang sebelumnya tidak mengalami gangguan apa - apa. Henti
jantung merupakan keadaan kegawat daruratan kardiovaskuler. Keadaan ini kemudian
diikuti dengan berhentinya fungsi pernafasan dan hilangnya kesadaran secara reflex
(Anonim, 2011).
B. Penyebab dan Faktor Resiko Cardiac Arrest
1. Faktor-faktor Risiko
a. Usia
Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang
bebas dari CAD simtomatik.
b. Jenis kelamin
Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan
wanita yang bebas dari CAD yang mendasari.
c. Merokok

Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD
(ada efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi
menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat
pada pria. Yang menarik, peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti
merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang tampil pada kebanyakan
pasien yang menderita henti jantung.
d. Penyakit jantung yang mendasari
1) Tidak ada penyakit jatung yang diketahui
Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan
pasien CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri.
2) Penyakit arteri koronaria (CAD)
Data dari penelutian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD
mempunyai frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa
CAD yang jelas. The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi
beberapa variable pada pasien yang menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan
bahwa pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%,
10 atau lebih kontraksi premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan
ronki dalam masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun)
dibandingkan dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama
yang menderita MI) dengan resiko SCD yang lebih besar.
3) Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)
Tes elektrofisiologi (EP) pada pasien MVPS telah memperlihatkan tingginya
insiden aritmia ventrikel yang dapat di induksi, terutama pada pasien dengan
riwayat sinkop atau prasinkop. Terapi anti aritmia pada pasien ini biasanya akan
mengembalikan gejalanya.
4) Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)

Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel yang
bisa menyebabkan kematian listrik atau hemodinamik (peningkatan obstruksi
aliran keluar). Riwayat VT atau bahkan denyut kelompok ventrikel akan
meningkatkan risiko SCD.
5) Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
Perkembangan flutter atrium dengan hantaran AV 1:1 melalui suatu jalur
tambahan atau AF dengan respon ventrikel sangat cepat (juga karena hantaran
jalur tambahan antegrad) menimbulkan frekuensi ventrikel yang cepat, yang
dapat menyebabkan VF dan bahkan kematian mendadak.
6) Sindrom Q-T yang memanjang
Pasien dengan pemanjangan Q-T yang kongenital atau idiopatik mempunyai
peningktan resiko SCD. Kematian sering timbul selama masa kanak-kanak.
Mekanisme ini bisa berhubungan dengan kelainan dalam pernafasan simpatis
jantung yang memprodisposisi ke VF.

7) Riwayat aritmia
a) Aritmia supraventrikel
Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia
supraventrikel disertai dengan peningkatan insiden SCD. Pasien CAD yang
kritis juga beresiko, jika aritmia supraventrikel menimbulkan iskemia
miokardium. Tampak bahwa iskemia dapat menyebabkan tidak stabilnya listrik,
yang mengubah sifat elektrofisiologi jantung yang menyebabkan VT terusmenerus atau VF. Tetapi sering episode iskemik ini asimtomatik.
b) Aritmia ventrikel
Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terusmenerus menpunyai peningkatan insiden SCD dibandingkan pasien dengan VPC
tersendiri. Kombinasi VT yang tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri

disertai tingginya resiko SCD. Pasien CAD dan VT spontan mempunyai ambang
VT yang lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan tanpa riwayat VT.
Sehingga pasien CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan VF
atau VT terus-menerus yang spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.
e. Lain-lainnya
1) Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan
predisposisi SCD
2) Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum
dan SCD yang telah ditemukan
3) Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita
ditemukan peningkatan insiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.
4) Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam
mengurangi insiden SCD.
5) Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD
pada pria, bukan wanita.
2. Faktor pencetus
a. Aktivitas
Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien
yang meninggal mendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul
selama atau segera setelah gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa mencetuskan
SCD, terutama jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi.
b.Iskemia
Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia
dalam distribusi arteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark. Daerah
iskemia yang aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada suatu
jarak mempunyai kemungkinan lebih banyak daerah beresiko dibandingkan pasien
tanpa iskemia pada suatu jarak.

c.Spasme arteri koronaria


Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan
brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua aritmia dapat menyokong henti
jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang menyertai
spasme arteri koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien
spasme arteri koronaria berhubungn dengan derajat CAD obsruktif yang tetap. Yaitu
pasien CAD multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme arteri koronaria lebih
mungkin mengalami henti jantung dibandingkan pasien spase arteri koronaria tanpa
obstuksi koronaria yang tetap.
C . Tanda dan Gejala Cardiac Arrest
1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen, termasuk otak.
2. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban
kehilangan kesadaran (collapse).
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit, selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang
dapat terasa pada arteri.
6. Tidak ada denyut jantung.
D. Patofisiologi Cardiac Arrest
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya

dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari
cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke
otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia (plak) yang
terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk
sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,
meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal

berfungsi, diantaranya:
o Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam sengatan listrik.
o Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma
yang berat.
o Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah.
o Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki
gangguan jantung.
o Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal reflex akibat
penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.

Ada

Kelainan Bawaan
sebuah

kecenderungan

bahwa

aritmia

diturunkan

dalam

keluarga.

Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir

dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk (struktur) jantung dan
dapat meningkatkan kemungkinan terkena cardiac arrest

Perubahan Struktur Jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung
akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat
menyebabkan perubahan struktur dari jantung.

Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,


digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi
yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau
teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat,
atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu
menegakkan diagnosis.

Tamponade Jantung

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.

Tension Pneumothorax

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru.
Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung
akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan,
sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

E. Pemeriksaan Diagnostik
10

a. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya
missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung
dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung
tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung
telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
b. Tes darah
1) Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena
serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest.
Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah
benar-benar terjadi serangan jantung.
2). Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada
pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral
dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak
seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.
e.Imaging tes
11

1) Pemeriksaan Foto Torak


Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh
darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
2) Pemeriksaan nuklir
Biasanya

dilakukan

bersama

dengan

tes

stres,

membantu

mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah


yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera
khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paruparu.
3)Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau
pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
4) Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang
sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang
mungkin memicu - atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan dokter
untuk mengamati lokasi aritmia.
5) Ejection fraction testing

12

Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest
adalah seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat
menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan
fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari
ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70
persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest. Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti
dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT)
scan jantung.
6) Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi
penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh
darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest.
Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui
tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki,
untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi
terlihat pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan.
Selain itu, sementara kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati
penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk
menahan arteri terbuka.
F. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1.
2.
3.

Hipoksia jaringan ferifer


Hipoksia Cerebral
Kematian

G. Penatalaksanaan cardiac Arrest


1. RJP (Resusitasi Jantung Paru)

13

Adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti
nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke fungsi
optimal, guna mencegah kematian biologis.
a. Kontraindikasi
orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati lebih dari 5
menit.
b. tahap-tahap resusitasi
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap tahap
dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:
1) Pertolongan dasar (basic life support)

Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbuka dan bersih.
Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara

adekuat.
Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan cara
memijat jantung.

2) Pertolongan lanjut (advanced life support)

Drug & fluid, yaitu pemberian obat-obat dan cairan


Elektrocardiography, yaitu penentuan irama jantung
Fibrillation treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel

3) Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)

Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru,


pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya

penderita diselamatkan dan diteruskan pengobatannya.


Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan resusitasi cerebral.
Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien /

mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai berikut:


Tahap I :

Berikan bantuan hidup dasar


Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
14

Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.

Jika nadi tidak teraba :


Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
Tahap II :

Bantuan hidup lanjut.


Jangan
hentikan

Langkah berikutnya :
Berikan adrenalin 0,5 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika

kompresi

jantung

dan

Venulasi

paru.

diperlukan. Dapat diberikan Bic Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti
jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut

nadi.
Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh :

Defibrilasi : DC Shock.
Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien. Pasien yang
tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap.

15

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN CARDIAC ARREST

A.

PENGKAJIAN PRIMER

1.

AIRWAY/JALAN NAPAS

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.


1)

Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada,terdapat sumbatan jalan

napas/tidak, sianosis, ada tidaknya retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya penggunaan
otot-otot tambahan.
2)

Listen : mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan,ada bunyi napas

tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.


3)

Feel

: merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya

Pergeseran/deviasi trakhea, ada hematoma pada leher, teraba nadi karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
a.Penilaian

untuk

memastikan

tingkat

kesadaran

adalah

dengan

menyentuh, menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.


b. Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
e. Identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan, sekret,ataupun benda
asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan cara
memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).

16

f. Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan


jalan napas.
g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2.

BREATHING/PERNAPASAN

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.


1) Look : nadi karotis ada/ tidak, frekuensi pernapasan tidak ada dan tidak terlihat
adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun, sianosis, identifikasi pola
pernapasan abnormal, periksa penggunaan otot bantu dll.
2) Listen : mendengar hembusan napas.
3) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
b. Berikan therapy O2 (oksigen).
c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo
tracheal tube (ETT) jika perlu.
d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll
3.

CIRCULATION/SIRKULASI

Pemeriksaan/pengkajian :
1) Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
2) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di lakukan
perawat :
lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.

17

Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak.


1.)

Perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas

2.)

perhatikan apakah dada bayi bergerak.

3.)

tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara.

4.)

Jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas

jangan menguncang-guncangkan bayi.


5.)

Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.

6.)

Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras

7.)

Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan

tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang
rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit
tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
8.)

Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi.

9.)

Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25

cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.

PENGKAJIAN
1.

PENGKAJIAN SUBJEKTIF
Untuk

mendapatkan

data

subyektif

perlu

di

pertimbangkan

budaya

pasien,kemampuankognitif dan tingkat pertumbuhaan. Pengkajian tentang keluhan nyeri


termasuk tingkat keparahan, lokasi durasi, dan intensitas nyeri dengan menggunakan
mnemonic PQRST. Mnemonic PQRST untuk pengkajian nyeri.

18

P : Provokativ/Palliative
Apa

yang

menjadi

penyebab,apakah

ada

hal

yang

menyebabkan

kondisi

memburuk/membaik.apa yang di lakukan jika sakit/nyeri timbul. Apakah nyeri ini


sampai mengganggu tidur.
Q : Quallity/kualitas.
Seberapa berat keluhan di rasa, atau bagaimana rasanya.
R : Segion/radiasi.
Apakah sakitnya menyebar,seperti apa penyebarannya.
S : Skala severity
Skala kegawatan dapat di gunakan GCS untuk gangguan kesadaranskala nyeri atau
ukuran lain yang berkaitan dengan ukuran.
T : Time/waktu
Kapan keuhan tersebut mulai di rasakan/di temukan atau seberapa sering keluhan
tersebut di rasakan.
Pada unit gawat darurat riwayat kesehatan lengkap dan pengkajian subjektif secara
detail jarang di lakukan atau di butuhkan.pengkajian di unit gawat darurat lebih di
fokuskan pada keluhan utama yamg di rasakan pasien.
2.

PENGKAJIAN OBJEKTIF

Pengkajian objektif adalah sekumpulan data yang dapat dilihat da di ukur meliputi
TTV, BB dan TB pasien, pemeriksaan fisik, hasil perekaman EKG,serta tes diagnostik.
3.
a.
sadar
Rapi

PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien.Apakah pasien
atau
atau

tidak, penampilan

secara

umum

pasien

berantakan, melihat

apakah

pasien

bernapas

19

(general
dengan

apperance)
tersengal-

sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar, perdarahan, atau
bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah ada nyeri, gangguan
neurologis,orthopedi, dan status mental.
b.

Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantungdan suara

peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi.Lakukan pemeriksaan auskultasi


sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
c.

Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur

kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk memeriksa
denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam dapat di gunakan
untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri,ukuran, organ dan adanya kekakuan.
d.

Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan tulang

dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga, atau adanya cairan.
4.

PENGKAJIAN NEUROLOGIS
Indikator utama dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran

pasien.untuk mengetahui status neurologis dan mencatat perubahan setiap saat maka
dapat di gunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk dewasa dan pediatrik glasgow
coma scale pada anak-anak yang belum bisa bicara.

5.

PENGKAJIAN KARDIOVASKULER

Gunakan EKG 12 lead untk mengetahui atau menilai adanya abnormalitas irama.
a.

Suara jantung.

b.

Murmur.

c.

Efusi perikat/tamponade.

d.

Perfusi.

20

6.

PERNAPASAN
Suara

napas

di

kelompokan

menjadi, trakheal, bronkhiale, vesikuler, dan

bronkovesikuler. Suara napas abnormal (berat) termasuk stridor, ronkhi,rales, terputusputus, dan sulit bernapas.
7.

GASTROINTESTINAL
Pada

pengkajian

gastrointestinal.Apakah

ada

subjektif

perlu

riwayat

di

gastritis, sirosis

kaji/pemeriksaan

sistem

hepatis, appendisitis, dan

pankreatitis,dll. apakah ada gaya hidup yang mempengaruhi masalah gastrointestinal.


B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Ketidak efektifan pola napas b/d inspirasi dan /atau ekspirasi yang tidak adekuat.

Tujuan/kriteria evaluasi menurut NOC :


1)

Menunjukan pola pernapasan yang efektif,dibuktikan dengan status yang tidak

berbahaya : ventilasi dan status tanda vital.


2)

Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

3)

Menunjukan status pernapasan :ventilasi tidak terganggu seperti :


a.

Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.

b.

Ekspansi dad simentris.

c.

Tidak ada penggunaan otot bantu.

d.

Bunyi napas tambahan tidak ada.

e.

Napas pendek tidak ada.

Intervensi prioritas NIC :


AKTIVITAS KEPERWATAN
1.

Pantau adanya pucat dan sianosis.


21

2.

Pantau efek obat pada waktu respirasi.

3.

Kaji kebutuhan insersi jalan napas.

4.

Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan

ventilator.
PENDIDIKAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
1.

Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk

meningkatkan pola napas.


2.

Instruksikan kepada pasien /keluarga bahwa mereka harus memberi tahu perawat

pada saat terjadi ketidakefektifan pola napas.


3.

Informasikan kepada keluarga untuk tidak merokok di ruangan.

4.

Diskusikan

perencanaan

untuk

perawatan

di

rumah, meliputi

pengobatan, peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi, dan sumber-sumber


komunitas.

AKTIVITAS KOLABORASI
1.

Rujuk kepada ahli therapy pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi

ventilator mekanis.
2.

Laporkan perubahan sensori ,bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum

dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan atau protokol.


3.

Berikan tindakan nebulizer ultrasonik dan udara pelembab atau oksigen sesuai

kebutuhan.
4.

Berikan obat nyeri untuk pengoptimalan pola pernapasan.

22

2.

Penurunan curah jantung b/d perubahan preload,afterload,dan kontraktilitas.

Tujuan /kriteria evaluasi menurut NOC :


1)

Menunjukan crah jantung yang memuaskan di buktikan dengan keefektifan

pompa jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ abdomen),dan perfusi jaringan


(perifer).
2)

Menunjukan status sirkulasi di buktikan dengan indikator kegawatan sbb:

a.

Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal.

b.

Denyut jantung dalam batas normal.

c.

Tekanan vena sentral dan tekanan dala paru dbn.

d.

Hipotensi ortostatis tidak ada

Intervensi prioritas NIC :


AKTIVITAS KEPERAWATAN
1.

Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan

status mental.
2.

Pantau tanda kelebihan cairan,misalnya : edema pada bagian tubuh yang

tergantug/bawah.
3.

Kaji

toleransi

aktivitas

pasien

dengan

memperhatikan

awal

pendek, nyeri, palpitasi, atau pusing.

PENDIDIKAN UNTUK PASIEN/KELUARGA


1.

Jelaskan tujuan pemberian oksigen pernasal kanula /masker.

2.

Instruksikan tenteng mempertahankan keakuratan asupan dan haluaran .

23

napas

3.

Ajarkan

untuk

melaporkan

dan

menggambarkan

awitan

palpitasi

dan

nyeri,durasi,faktor yang menyebabkan,daerah kualitas,dan intensitas.


4.

Berikan informasi untuk teknik penurunan stress sepeti boifeed back ,relaksasi

otot progresif,meditasi dan latihan.


AKTIVITAS KOLABORASI
1.

Rujuk pada dokter menyagkut parameter pemberian/penghentian obat tekanan

darah.
2.

Tingkatkan penurunan afterload.

3.

Berikan anti kogulan untuk mencegah pembetukan trombus perifer,sesuai dengan

program atau potokol.

24

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010). Jameson,dkk (2005),
menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksisecara efektif.
Pertolongan yang bisa diberikan pada penderita Cardiac Arrest adalah bisa
berupa Resusitasi Jantung Paru, kemudian Pertolongan lanjut seperti pemberian obatobat dan cairan, elektrocardiography yaitu penentuan irama jantung, fibrillation
treatment, yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel , pertolongan jangka panjang, seperti
Gauging, yaitu memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung paru, pemeriksaan dan
penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat tidaknya penderita diselamatkan dan
diteruskan pengobatannya, Human mentation, yaitu penentuan kerusakan otak dan
resusitasi cerebral, Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka panjang.

25

Anda mungkin juga menyukai