Anda di halaman 1dari 15

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN WATER BALANCE

A. Definisi Daerah Aliran Sungai ( DAS )


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui
sungaisungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995).

B. Metode Identifikasi Karakteristik DAS


Secara umum metode identifikasi karakteristik DAS yang digunakan
meliputi metode interpretasi dan pemetaan paramater-parameter karakteristik
lahan dan DAS, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang secara garis besar
bentuk analisisnya adalah sebagai berikut:
1. Metode interpretasi dilakukan pada citra penginderaan jauh dan pada
petapeta tematik, citra penginderaan jauh yang digunakan meliputi citra berskala
kecil (citra Landsat, MODIS, NOAA), citra berskala sedang (citra SPOT, ALOS,
ASTER, SRTM-90), dan citra berskala besar (citra IKONOS, QUICKBIRD,
WORLDVIEW), sedang peta-peta yang digunakan meliputi peta dasar Rupa
Bumi Indonesia (RBI), dan peta-peta tematik. Beberapa citra penginderaan jauh
satelit masih harus dilakukan koreksi geometrik dan radiomentrik sebagai dasar
untuk menyesuaikan format dan proyeksinya, dan untuk memudahkan dalam
intergrasi dengan hasil analisis peta-peta tematik dengan bantuan teknologi
Sistem Informasi Geografis (SIG/GIS).
2.

Melakukan integrasi data geofisik DAS yang diperoleh hasil interpretasi citra

penginderaan jauh dan peta dasar serta peta-peta tematik dengan data sosial
ekonomi budaya dan kelembagaan DAS hasil pengumpulan data sekunder dari
instansional.
Konsep yang lain menyatakan bahwa DAS memiliki 3 komponen utama
yang menjadi ciri khas atau penciri utamanya, yaitu:
a. suatu wilayah yang dibatasi oleh puncak gunung/bukit dan punggung/igirigirnya;

b.

hujan yang jatuh di atasnya diterima, disimpan, dan dialirkan oleh sistem

sungai;
c. sistem sungai itu keluar melalui satu outlet tunggal. Selanjutnya beberapa
ahli DAS membuat suatu kesimpulan bahwa DAS merupakan: suatu wilayah
bentanglahan dengan batas topografi; suatu wilayah kesatuan hidrologi; dan
suatu wilayah kesatuan ekosistem. Dari ketiga konsep wilayah tersebut maka
definisi DAS adalah: suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh
pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur
air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui
satu outlettunggal.

Gambar 1. Daerah Aliran Sunga

Karakteristik DAS Karakteristik DAS pada dasarnya meliputi 2 (dua)


bagian, yaitu karakteristik biogeofisik dan karakteristik sosial ekonomi budaya
dan kelembagaan, yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Karakteristik biogeofisik meliputi: (a) karakteristik meteorologi DAS, (b)
karakteristik morfologi DAS, (c) karakteristik morfometri DAS, (d)
karakteristik hidrologi DAS, dan (e) karakteristik kemampuan DAS.
b. Karakteristik sosial ekonomi budaya dan kelembagaan meliputi: (a)
karakteristik sosial kependudukan DAS, (b) karakteristik sosial budaya
DAS, (c) karakteristik sosial ekonomi DAS, dan (d) karakteristik
kelembagaan DAS.
C. Karakteristik Meteorologi DAS
a. Curah Hujan
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam
tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah
hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat
yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak

satu liter. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau
inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah
dalam satuan millimeter (mm). Hujan merupakan input air yang masuk dalam
suatu DAS, oleh karena itu mengetahui besarnya curah hujan sangat penting.
Untuk dapat mengetahui besarnya curah hujan yang terjadi diperlukan data
curah hujan yang diperoleh melalui stasiun-stasiun hujan, baik yang dikelola oleh
BMKG, Kementerian Kehutanan ataupun dinas/instansi lain yang bersangkutan.
Metode untuk menggambarkan curah hujan pada suatu wilayah dapat digunakan
metode poligon Theissen ataupun metode ishohyet. Poligon Theissen digunakan
apabila wilayah yang dipetakan memiliki topografi datar, sedangkan jika
wilayahnya memiliki topografi berombak hingga bergunung maka metode yang
paling sesuai adalah Ishohyet. Klasifikasi curah hujan yag digunakan dalam
kajian karakteristik DAS ini dapat dilihat pada tabel

b. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan


jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat
dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir,
longsor dan efek negatif terhadap tanaman. Intensitas hujan harian selama 1
tahun adalah rata-rata intensitas hujan setiap harinya selama 1 tahun,
sedangkan intensitas hujan tahunan, total dari seluruh intensitas hujan
sepanjang tahun. Metode untuk menggambarkan intensitas hujan pada dasarnya
sama dengan metode untuk menggambarkan curah hujan, yaitu dapat digunakan
metode poligon Theissen ataupun metode ishohyet. Poligon Theissen digunakan
apabila wilayah yang dipetakan memiliki topografi datar, sedangkan jika
wilayahnya memiliki topografi berombak hingga bergunung maka metode yang
paling sesuai adalah Ishohyet. Klasifikasi curah hujan yag digunakan dalam
kajian karakteristik DAS ini dapat dilihat pada tabel

D. Karakteristik Morfologi DAS


a. Geologi
Variabel geologi merupakan variabel yang sangat penting dalam
pembentukan karakteristik DAS dalam kaitannya dengan air permukaan maupun
air tanah. Sifat-sifat geologi lahan yang tercermin dalam litologi (jenis batuan),
stratigrafi maupun struktur geologi akan sangat mempengaruhi keberadaan dan
potensi air permukaan dalam DAS tersebut. Jenis batuan yang bersifat kedap
(tersusun dari material : lava, andesit, granit) akan menghasilkan aliran dengan
puncak lebih tajam dan waktu 9 naik (rising limb) lebih pendek dari pada jenis
batuan yang bersifat tidak kedap air (permeable) seperti batu kapur (limestone)
dan batu pasir (sandstone). Hal ini disebabkan oleh batuan yang bersifat kedap
air akan sedikit meloloskan air, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di
atasnya akan dialirkan sebagai limpasan permukaan yang langsung masuk ke
dalam sungai. Untuk batuan yang bersifat tidak kedap air akan banyak
meloloskan air, sehingga sebagian kecil dari air hujan yang akan mengalir
sebagai limpasan permukaan. Untuk memperoleh informasi variabel geologi ini
maka sumber data utama yang dapat diacu adalah Peta Geologi Bersistem yang
diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Namun apabila peta
tersebut tidak tersedia, dapat digunakan informasi yang terdapat dalam
REPPPROT ataupun melakukan interpretasi pada citra penginderaan jauh.
b.
Geomorfologi
Bentuk lahan terbentuk dari proses struktural (lipatan, patahan dan
pengangkatan), proses pelapukan batuan induk (geologi), erosi, pengendapan
dan vulkanisme yang menghasilkan konfigurasi ragam bentuk muka bumi berupa
pegunungan, perbukitan dan dataran. Karakteristik geomorfologi akan
mempengaruhi besarnya potensi limpasan permukaan, erosi, banjir dan tanah
longsor yang terjadi di wilayah DAS. Untuk mendapatkan informasi bentuk lahan,
maka dapat dilakukan dengan interpretasi pada citra penginderaan jauh. Hal ini
disebabkan oleh ketersediaan data bentuk lahan yang belum banyak tersedia.
Dalam pemetaan bentuklahan, terdapat 3 kriteria utama yang digunakan, yaitu :
1. Topografi

2. Materi
3. Proses Topografi
Dalam pemetaan bentuk lahan secara garis besar dibedakan menjadi 6
klas, yaitu : datar, landai, berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung.
Untuk materi dibedakan dalam beberapa klas, yaitu : Fluvial, Marin, Vulkanik,
Struktural, Denudasional, Aeolin, dan Organisme. Yang terakhir adalah untuk
proses digunukan keterangan tentang proses yang terjadi pada bentuk lahan
tersebut, misalnya terkikis kuat, terkikis lemah, dan seterusnya. Proses
penamaan bentuk lahan juga menggunakan ketiga kriteria tersebut, sebagai
contoh adalah :
1. Perbukitan Denudasional Terkikis Kuat
2. Pegunungan Struktural Lipatan Terkikis Lemah
Sistem klasifikasi bentuk lahan yang digunakan dalam proses pemetaan
bentuk lahan mengacu pada sistem klasifikasi bentuk lahan yang dikeluarkan
oleh BAKOSURTANAL sebagaimana tercantum pada Format.
c. Topografi
Variabel topografi dalam karakteristik DAS ini dibagi ke dalam 4 variabel,
yaitu ketinggian DAS, orientasi DAS, kemiringan lereng DAS dan bentuk lereng
DAS. Keempat variabel topografi tersebut mempunyai peranan yang erat dengan
proses terjadinya infiltrasi, limpasan permukaan dan erosi yang terjadi akibat air
hujan yang turun.
1. Ketinggian ( Elevation ) DAS
Elevasi ratarata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan
faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya
pada daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat dapat
diketahui dari peta topografi, diukur di lapangan atau melalui foto udara, jika
terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi
dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik (Hypsometric
Curve). Perhitungan ketinggian rata rata DAS ditunjukkan pada gambar
berikut :

Gambar c.1.1
Perhitungan Tinggi Rata-rata DAS

Gambar c.1.2
Kurva hipsometrik suatu DAS

2. Orientasi DAS ( Aspect )


Transpirasi, evaporasi dan faktor faktor yang berpengaruh pada jumlah
air yang tersedia untuk aliran sungai, seluruhnya dipengaruhi oleh orientasi
umum atau arah dari DAS. Orientasi DAS secara normal dinyatakan dalam
derajat azimuth atau arah kompas 11 seperti arah utara, timur laut, timur dan
sebagainya. Tanda arah anak panah yang menunjukkan arah DAS dapat dipakai
sebagai muka DAS (faces). Arah aliran sungai utama dapat juga dipakai sebagai
petunjuk umum orientasi DAS. LEE (1963) menyatakan bahwa arah DAS dapat
dinyatakan sebagai azimuth dari garis utara searah jarum jam seperti terlihat
pada Gambar 4.

Gambar c.2
Arah atau Azimuth DAS

3. Kemiringan Lereng DAS


Kemiringan rata-rata DAS (Sb) adalah faktor yang berpengaruh terhadap
limpasan permukaan. Kecepatan dan tenaga erosif dari overland flow sangat
dipengaruhi oleh tingkat kelerengan lapangan. Untuk mengukur lereng dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Abney Level atau clinometer. Pada potret
udara pengukuran lereng dapat dilakukan dengan menggunakan slope meter
atau dengan mencari beda tinggi dengan paralaks meter atau dengan
menggunakan rumus AVERY (1975) dan HORTON (1945) menggunakan
contour
method dengan rumus :

Untuk memudahkan proses pemetaan dari variabel lereng tersebut, maka peta
lereng yang sudah dihasilkan dikelompokkan atau dikelaskan ke dalam 5 kelas,
yaitu :

4. Bentuk Lereng DAS


Berdasarkan pendekatan hidromorfometri untuk DAS yang mempunyai
wilayah perbukitan yang mempunyai lereng cekung akan menghasilkan kenaikan
hidrograf (rising limb) lebih tajam dari bentuk lereng cembung. Bentuk lereng
DAS rata-rata dapat dilihat pada curve hypsometrik yang juga digunakan dalam
perhitungan ketinggian DAS. Klasifikasi bentuk lereng DAS dikelompokkan dalam
2 klas, yaitu :

E. Karakteristik Morfometri DAS


1. Luas DAS
DAS dibatasi oleh igir pegunungan yang berfungsi sebagai batas (river
divide) dan akhirnya mengalirkan air hujan yang bertemu pada satu outlet.
Akibatnya, semakin luas suatu DAS, hasil akhir (water yield) yang diperoleh akan
semakin besar, karena hujan yang ditangkap juga semakin banyak.
Cara menghitung luas DAS:
1. Menghitung luas DAS dengan cara menampilkan pada kertas millimeter
grafis (grid berukuran 1 cm x 1 cm). Luas DAS adalah jumlah kotak
tercakup, dikalikan unit kotak, kemudian dikalikan skala peta.

2. Menggunakan Planimeter
3. Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Gambar E.1
Luas DAS

2. Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola aliran sungai dan ketajaman
puncak discharge banjir. Bentuk daerah aliran sungai ini sulit untuk dinyatakan
secara kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin, dapat dibuat suatu
indeks yang didasarkan pada derajat kekasaran atau circularity dari DAS.
3. Jaringan Sungai
Pola aliran atau susunan sungai pada suatu DAS merupakan karakteristik
fisik setiap drainase basin yang penting karena pola aliran sungai mempengaruhi
efisiensi sistem drainase serta karakteristik hidrografis dan pola aliran
menentukan bagi pengelola DAS untuk mengetahui kondisi tanah dan
permukaan DAS khususnya tenaga erosi. Metode kuantitatif untuk
mengklasifikasikan sungai dalam DAS adalah pemerian orde sungai maupun
cabang cabang sungai secara sistematis seperti berikut ini :
1. Sungai-sungai pada daerah hulu mendapat skala terkecil (1)
2. Pertemuan sungai dengan orde sama, maka terjadi kenaikan orde.
3. Pertemuan sungai dengan orde yang berbeda tidak terjadi kenaikan orde

Gambar E.3
Jaringan DAS

4. Pola Aliran
Bentuk pola aliran (drainage pattern) ada bermacam macam yang
masing masing dicirikan oleh kondisi yang dilewati oleh sungai tersebut. Bentuk
pola aliran yang biasa dijumpai ada tujuh jenis yaitu :
1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan
arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan
tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan
perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang
homogen.
2. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara
pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara
ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan
monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek)
atau dekat pantai.
3. Radial: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang
pada vulkan atau dome.
4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus,
sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan
sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling
antara yang lunak dan resisten.
5. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk
sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang
berseling antara lunak dan keras.
6. Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah.
Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

7. Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,


melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst.
Pola aliran yang digunakan bisa dibedakan dengan membedakan garis
yang dijadikan tanda pola aliran tersebut. Pola aliran yang diinterpretasi
mempunyai kegunaan untuk melihat dan mengetahui jenisjenis kandungan
mineral, batuan dan ataupun kemungkinan terdapatnya bahan tambang. Salah
satu contohnya adalah pada pola aliran trelis untuk aliran sungai cenderung
mempunyai batuan lunak, karena tereduksi lebih banyak.Pola aliran pada citra
penginderaan jauh bisa diidentifikasi dengan melihat morfologi dri permukaan
bumi tersebut. Citra penginderaan jauh menampilkan semua kenampakan yang
ada pada permukaan bumi dengan bentuk dua dimensi. Apabila menginginkan
bentuk yang lebih detail dapat dilihat dengan menggunakan stereoskop.
Selain itu dari hasil interpreatasi dan deleniasi pola aliran air di daerah
Gunung Api didapatkan bahwa pola aliran air yang terdapat disana ialah pola
dendritic, radial dan paralel. Pada pola aliran dendritic bentuknya ialah seperti
percabangan pohon dengan arah dan sudut yang beragam yang berkembang
pada batuan sedimen dengn perlapisan horisontal atau pada batuan beku dan
batuan kristalin yang homogen. Sedangkan untuk pola aliran radial berbentuk
seperti lingkaran, percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak
lurus dan berkembang di batuan sedimen terlipat dengan litologi yang berselang
seling antara lunak dan resistan. Serta pada pola lairan paralel berbentuk anak
sungai utama hampir sejajar atau sejajar bermuara pada sungaisungai utama
atau langsung ke laut dan berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur
atau dekat pantai.
Hasil akhir dari intrepretasi ini ialah peta bentuk pola aliran yang terdapat
dalam kertas kalkir yang membedakan antara berbagai bentuk pola aliran yang
terdapat dalam citra atau foto udara yang di amati.Untuk lebih jelasnya masing
masing bentuk pola aliran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Hubungan
antara pola dan kerapatan aliran dengan penampang lapisan batuan disajikan
dalam lampiran

Gabar E.4
Jenei Pola Aliaran Sungai

5. Profil Sungai Utama


Sungai merupakan jalan air alami, yang mengalir menuju samudera,
danau , laut dan atau ke sungai yang lain.Sungai terdiri dari beberapa bagian,
bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai, kemudianbeberapa anak
sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Gambar 8
menunjukkan profil sungai utama dalam suatu DAS.

Gambar E.5
Profil Sungai utama

1. Penentuan Sungai Utama


Cara menentukan sungai utama menurut Horton adalah dengan
memperhatikan pertemuan antara 2 (dua) sungai, selanjutnya : a. Apabila sudut
sama (1=2), maka pilihlah sungai yang lebih panjang b. Apabila sudut tidak
sama, maka pilihlah sudut yang kecil (misal 4>3, pilih sungai pada sudut 3)
2. Panjang Sungai Utama dan Sungai Terpanjang

Panjang sungai terpanjang dalam DAS diukur dari outlet ke sumber asal
air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9, dari titik O sampai H (OH).
Sedangkan OS adalah panjang sungai utama (induk).

Gambar E.5.2
Pprofil sungai utama

3. Perbedaan Tinggi DAS


Elevasi rata rata dan variasi ketinggian pada suatu DAS merupakan
faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan, khususnya
pada daerah daerah dengan topografi bergunung. Ketinggian suatu tempat
dapat diketahui dari peta topografi, diukur dilapangan atau melalui foto udara,
jika terdapat salah satu titik kontrol sebagai titik ikat. Hubungan antara elevasi
dengan luas DAS dapat dinyatakan dalam bentuk hipsometrik ( Hypsometric
Curve ). Perhitungan ketinggian rata rata DAS ditunjukkan pada gambar berikut

Gambar E.3.1
Perhitungan Tinggi Rata-rata

4. Gradien Sungai Utama

Salah satu cara menghitung gradien sungai rata rata adalah dengan
slope faktor yang dikembangkan oleh BENSON (1962) yaitu dengan menghitung
lereng saluran antara 10 % dan 85 % jarak dari outlet seperti ditujukkan pada
Gambar 11.

Gambar E.4
Gradien Sungai utama

Jarak O Z = Lb adalah panjang sungai utama.


OB = (0,1)Lb dan OA (0,85)Lb
Gradien Sungai (Su) = (H85-H10)/ (0,75)Lb.

F. KESEIMBANGAN AIR
Siklus air yang dikatakan seimbang adalah apabila besarnya aliran air
yang masuk / ketersediaan(Inflow) dan keluar kebutuhan (Outflow) siklus adalah
sama, sedangkan ketidakseimbangan air adalah sebaliknya.
Kebutuhan air (Water requirement)
Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air
untuk keperluan tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen.
Kebutuhan air ini harus dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan
medan tanah, sifat-sifat tanah, cara pemberian air, pengolahan tanah, iklim,
waktu tanam (pola tanaman), kandungan air tanah, efisiensi irigasi, curah hujan
efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif, perkolasi,
kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah.
Ketersediaan air (Water availability)
Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk
keperluan irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan
seperti sungai, danau, dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan
tanah. Pada prinsipnya perhitungan ketersediaan air ini bersumber dari
banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh pada
daerah tangkapan hujan(catchment area/ watershed) sebagian akan hilang
menjadi evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run

off), sebagian yang lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan
menjenuhkan tanah atas (top soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water
yang akan keluar menjadi base flow
Di samping data meteorologi, dibutuhkan pula data cahaya
permukaan (exposed surface), dan data kelembaban tanah (soil moisture).
Untuk rumus run off adalah Run off = base flow + direct run off.
Ketidakseimbangan air ini dikarenakan oleh perbedaan antara kebutuhan air
yang lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada. Besarnya
perbedaan antara ketersediaan dan kebutuhan air ini di sebabkan oleh salah
satunya adalah kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) bila tahun-tahun lalu air
hujan masih bisa tertampung dan tersimpan dalam tanah kini tidak lagi. Pasalnya
kerusakan DAS dan hutan-hutan sebagai daerah tangkapan air hujan kini
mengalami kerusakan parah. Akibatnya, air hujan itu langsung mengalir ke laut
lepas. Diperparah lagi dengan adanya konversi lahan yang tidak pada
tempatnya.
Pada dasarnya analisis hidrologi mempunyai asumsi bahwa siklus
hidrologi pada daerah pengamatan adalah suatu sistem, di mana terdapat input
dan output sistem. Sistem dalam analisis hidrologi disebut WATER BALANCE,
keseimbangan air, neraca air (memperhitungkan inflow dan outflow),
Keseimbangan air dalam siklus hidrologi tergantung pada daerah yang diamati
sesuai dengan inflow dan outflow.

Gambar F.
Water Balance Model

Anda mungkin juga menyukai