Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

RHINOSINUSITIS AKUT DAN KRONIK

Preceptor:

Oleh:
Andrian Rivanda, S.Ked
1518012222

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG,


TENGGOROK, BEDAH KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya referat dengan judul Rhinosinusitis Akut dan
Kronik ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini, masih jauh dari kesempurnaan.
Namun, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan sebagai wujud
keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dan untuk itu penulis sangat menghargai
setiap koreksi, kritik, dan saran demi kesempurnaan referat ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga referat ini dapat menambah hasanah
ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................6
2.1 DEFINISI RHINOSINUSITIS...................................................6
2.2 EPIDEMIOLOGI...............................................................................6

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI.................................7


2.4 PATOGENESIS...............................................................................9
2.5 KLASIFIKASI...............................................................................11
2.6 GEJALA KLINIK..........................................................................13

2.6.1 SINUSITIS AKUT...............................................................13


2.6.2 SINUSITIS KRONIS...........................................................14
2.7 DIAGNOSIS..................................................................................15

2.7.1 GEJALA SUBYEKTIF.......................................................15


2.7.2 GEJALA OBJEKTIF...........................................................17
2.8 PENATALAKSANAAN...............................................................22
2.9 KOMPLIKASI...............................................................................25

2.10 PROGNOSIS.................................................................................27

BAB III. KESIMPULAN.............................................................28


DAFTAR PUSTAKA....................................................................29

BAB I

PENDAHULUAN
Rinosinusitis telah dikenal luas oleh masyarakat awam dan merupakan salah satu
penyakit yang sering dikeluhkan dengan berbagai tingkatan gejala klinik. Hidung
dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernafasan sehingga infeksi
yang menyerang bronkus, paru dapat juga menyerang hidung dan sinus
paranasal.1
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasalis. Penyebab
utamanya ialah infeksi virus yang kemudian dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,
etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung
selama 12 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama lebih dari 12
tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis.1-2
Istilah rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan proses penyakit
dengan lebih akurat. Beberapa alasan lain yang mendasari perubahan "sinusitis"
menjadi "rinosinusitis" adalah 1) membran mukosa hidung dan sinus secara
embriologis berhubungan satu sama lain (contiguous), 2) sebagian besar penderita
sinusitis juga menderita rinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rinitis, 3) gejala
pilek, buntu hidung dan berkurangnya penciuman ditemukan baik pada sinusitis
maupun rinitis, dan 4) foto CT scan dari penderita common cold menunjukkan
inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal secara simultan.
Beberapa fakta diatas menunjukkan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan dari
rinitis. Hal ini mendukung konsep "one airway disease", yaitu penyakit di salah
satu bagian saluran napas akan cenderung berkembang ke bagian yang lain.
Inflamasi di mukosa hidung akan di ikuti inflamasi mukosa sinus paranasal
dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan rinosinusitis
sebenarnya merupakan kondisi atau manifestasi dari suatu respon inflamasi
mukosa sinus paranasal.1-2
Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin
akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat mengakibatkan
gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau
4

dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi,
gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini. Secara epidemiologi
yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari
sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intracranial, komplikasi ini terjadi
akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat
dihindari. Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting
karena hal diatas. Terapi antibiotic diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi
hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka
dibutuhkan tindakan operasi.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis

didefinisikan

Umumnya disertai

sebagai

inflamasi

atau dipicu oleh

mukosa

rinitis

sinus

paranasal.

sehingga sering

disebut

rhinosinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology Head &


Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena
dianggap lebih tepat dengan alasan :
1) Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2) Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis

3) Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada


rinitis ataupun rinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Sinusitis
dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.1
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu
sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus
frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak
signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan
dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.
Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk
pengobatan rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan
bahwa angka kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di
Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola
penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di
rumah sakit.4
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus etmoid yang
berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang
pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak
ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 8
kali per tahun dan diperkirakan 5% 10% infeksi saluran nafas atas akan
menimbulkan sinusitis.4
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur.

a) Virus. Sinustis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas,
virus yang lazim menyerang hidung dan nasifaring juga menyerang sinus.
Misalnya rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza.7
b) Bakteri. Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus
menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarralis. Bakteri
anaerob juga terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris,
terkait dengan infeksi pada gigi premolar.7
c) Jamur. Jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien
dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang
mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari
spesies

Rhizopus,

Rhizomucor, Mucor, Absidia,

Cunninghamella,

Aspergillus, dan Fusarium.7

Penyebab sinusitis dibagi menjadi:


1) Rinogenik
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung
menyebabkan

sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi,

dapat
polip,

deviasi septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi


sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang
membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya
menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.10
2) Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadangkadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti
infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal
mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh
darah dan limfe.10
Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila
kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk.Bakteri penyebabnya adalah. Streptococcus pneumoniae,
7

Hemophilus influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus,


Branchamella catarhalis dan lain-lain.10
Beberapa faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain ISPA akibat
virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada
wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia

seperti pada

sindrom

Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.1


Faktor predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang timbul
pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab
sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan
sumbatan dan menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat
didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.1
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin
dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.1
2.4 PATOGENESIS
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal.
Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi
sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan
serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh
bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium
untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 1
Infeksi virus
hidung

akan

menyebabkan

terjadinya

edema

pada

dinding

dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau

obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase

dalam sinus. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, juga menyebabkan
menurunya patensi ostium sinus. Virus yang menginfeksi tersebut dapat
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus
dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan
silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya
bakteri patogen.

Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya


akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia,
udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi,
kontak antara dua permukaan mukosa, parut, atau primary cilliary dyskinesia
(Sindrom Kartagener).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium

sinus

akan

menyebabkan

terjadinya

hipooksigenasi,

yang

menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan


mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan, akan saling bertemu sehingga silia tidak dpat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.Kondisi ini boleh
dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
waktu beberapa hari tanpa pengobatan. 1

Adanya bakteri dan lapisan


kemungkinan terjadinya

mukosilia yang abnormal meningkatkan

reinfeksi

atau

reinokulasi

dari

virus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia


di

dalam sinus dan

akan

memberikan

media

yang menguntungkan

untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan


9

mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat


disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi
sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri
patogen.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk pertumbuhan

dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi

purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan


memerlukan terapi antibiotik.1
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut,terjadi hipoksia dan bakteri anerob berkembang. Mukosa makin
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan operasi.1
2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan,
sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (010cm):2
- Ringan
- Sedang
- Berat

= VAS 0-3
= VAS >3-7
= VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam


VAS jawaban dari pertanyaan:
Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?
__________________________________________________________
Tidak mengganggu
10 cm
Gangguan terburuk yang masuk akal
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien
Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:
Akut

< 12 minggu
Resolusi komplit gejala

Kronik

12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut. 2

10

1) Rinosinusitis akut
a) Rinosinusitis akut pada dewasa
Rinosinusitis akut pada dewasa didefinisikan sebagai onset tiba-tiba
dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau discharge (sekret hidung anterior/ posterior):

nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah


penurunan/ hilangnya penghidu

Gejala kurang dari 12 minggu:


Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis.2
b) Rinosinusitis akut pada anak
Rinosinusitis akut pada anak didefinisikan sebagai onset tiba-tiba dari
dua atau lebih gejala:

hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti


atau discoloured nasal discharge
atau batuk (siang hari dan malam hari)

Gejala kurang dari 12 minggu:


Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2
2) Rinosinusitis kronik
a) Rinosinusitis kronik pada dewasa
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada dewasa
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):

nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah


penurunan/ hilangnya penghidu

Gejala 12 minggu:
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis

11

Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air,


hidung gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2
b) Rinosinusitis kronik pada dewasa
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada anak
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):

nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah


batuk

Gejala 12 minggu:
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis.2
2.6 GEJALA KLINIS
2.6.1 Sinusitis akut
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan
gejala sistemik seperti demam dan lesu.1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat
lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di
antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida,
nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain
adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang
dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak.1
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan
sinusitis akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza
dan Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan

12

ketika infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari
atau memburuk setelah 5-7 hari.2

Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi


virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya
diikuti oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini menetap, sekret yang
terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen.2
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan
sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis
rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah
perawatan. Kriteria diagnostik yang terbaru adalah berdasarkan EPOS
2012, dimana rhinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan pada hidung
dan sinus paranasal dengan beberapa gejala dan tanda :2
Tabel 1. Gejala dan tanda rhinosinusitis menurut EPOS 20122
Gejala utama

Gejala tambahan

Hidung buntu dan

nyeriwajah / rasa

/ atau

tertekan di wajah

Pengeluaran

berkurang atau

cairan/ discharge

hilang

dari hidung baik

Kemampuan

ke anterior atau

menghidu

ke posterior

Tanda
Tanda dari endoskopi :
-

Polip nasi danatau


Discarge mukopurulen
dari meatus nasi media

dan atau
Udem/penyumbatan
meatus

nasi

di

media

danatau
Perubahan gambaran CT
Adanya perubahan mukosa di
daerah osteomeatal kompleks dan
atau di daerah sinus.

2.6.2

Sinusitis kronik

13

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama


eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala
berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi
yang seringkali mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari
gejala-gejala dibawah ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk
kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik
muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis),
bronkiektasi, dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan
sulit diobati. 1
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhankeluhannya yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip
nasi lebih sering mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri
atau rasa tertekan daripada yang tidak memiliki polip nasi.Bakteri yang
memegang peranan penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih
kontroversial. Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik
termasuk Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti
Pseudomonas aeruginosa.Menurut EPOS 2012 diklasifikasikan sebagai
RSK jika durasi gejala 12 minggu, tanpa terjadi resolusi lengkap dan
dapat menjadi eksaserbasi akut.2
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis
yang lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada
sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan pada kantus medius.
2.7.1 Gejala subyektif
Gejala lokal yaitu:hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau
dan mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang

14

lebih berat pada pagihari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta
kadang nyeri alih ke tempat lain. Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa
lesu.7
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris
akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang
biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan
kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga.
Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari
2.

hidung dan terkadang berbau busuk.7


Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak,
seringkalibermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis
didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus
medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya,
terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip
dan sumbatan hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada

3.

pangkal hidung.7
Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda
hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi
terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra
orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi
di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik

4.

pada sinusitis frontalis.7


Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis dan oleh karena itugejalanya menjadi satu dengan gejala
infeksi sinus lainnya.7

2.7.2

Gejala Obyektif

15

Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak


matabawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas,
pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat
komplikasi.
1) Pada rhinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus
medius,sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis
sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.1
2) Pada rinoskopi posterior
Tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test yakni
pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan
provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa
memencet hidung pasien kemudian pasien disuruhmenelan ludan dan
menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan
keluar pus dari hidung.
3) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CTScan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.1
a) Pemeriksaan foto kepala
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas berbagai macam posisi antara lain:

Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)


Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film
tampak pyramid tulang

petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah

orbita atau pada dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila
orbito-meatal line tegak lurus pada film dan membentuk 1500
kaudal.

16

Gambar 1. Foto posisi AP menunjukkan air fluid level pada sinus


maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut

Foto kepala lateral


Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi
di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus
maksilaris berhimpit satu sama lain.15

Gambar 2. Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus


maksilla

Pada sinusitis tampak :


- Penebalan mukosa
- Air fluid level (kadang-kadang)
- Perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para
-

nasal
Penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasuskasuskronik)

Foto kepala posisi waters


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film.
Pada

foto

ini,

secara

ideal

piramid

tulang

petrosum

17

diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus


maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya
dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut
terbuka akan dapat menilai dinding posterior sinus sphenoid
dengan baik.

Gambar 3. Waters view demonstrating complete radiopacification of the


left maxillary and frontal sinuses and ethmoid air cells. An air-fluid level
is visible in the right maxillary sinus(arrows)

b) CT-Scan
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit
dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT
scan mampu memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan
mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal.
Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang
diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan
atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus.1

18

Gambar 4. Coronal view demonstrating opacified left maxillary sinus.

c) MRI
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena
pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran terhadap tulang
dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa mukus dengan
massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh
karena itu, MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus
yang terisi tumor dengan yang diisi oleh sekret. 1

Gambar 5. MRI menunjukkan sinusitis maksilaris

d) Transiluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi
pada satu sisi wajah,karena akan nampak perbedaan antara sinus
yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.

19

Gambar 6. Pemeriksaan transiluminasi

e) Pemeriksaan Mikrobiologi
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari
meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan
bermacam macam bakteri yang merupakan flora normal di
hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, Streptococcus,
Stphylococcus dan Haemophylus influeanzae. Selain itu mungkin
juga ditemukan virus atau jamur.1
f) Sinuskopi
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dindig medial sinus
maksila melalui meatus media inferior, dengan alat endoskop bisa
dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat
dilakukan irigasi.1

2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mencegah komplikasi
3) Mencegah perubahan menjadi kronik.1

20

Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif akut.


Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.
Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap
amoksisilin. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi
eritromicin dan dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.Terapi
antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala terkontrol.
Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus
yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila
tidak, mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. 2,12,13
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase
dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan
pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan
sinusitis sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan
pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak
ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak secret purulen, maka perlu
dilakukan bedah radikal. 2,12,13
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena
dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang
baik karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab
sinusitis, kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik. Pada
sinusitis

yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan

metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan


serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan
predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga
dilakukan untuk mengurangi nyeri. 2,12,13
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi
dapat mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya
menjadi sinusitis.1
Dekongestan

21

Dekongestan

Oral

(Lebih

aman

untuk

penggunaan

jangka

panjang)Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan


agonis alfa adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek.
Dekongestan topikal yaitu phenylephrine Hcl 0,5 % dan oxymetazoline Hcl
0,5 % bersifat vasokonstriktor lokal.Obat ini bekerja melegakan pernapasan
dengan mengurangi oedema mukosa.
Anti histamin dan Kortikosteroid
Antihistamin serta kortikosteroid diberikan lebih khusus untuk penderita
sinusitis yangdicetuskan karena keadaan rhinitis alergi.
Anti histamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamingolongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi
rhinore, dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
menembus sawar darah otak
Kortikosteroid
Bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oralyaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat minimal,
begitupula denganefek terhadap lambung juga minimal.
Berikut ini merupakan alur skema penatalaksanaan sinusitis akut dan kronik
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps
2012

22

Gambar 7. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan


kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal
Polyps 2012

Gambar 8. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak untuk pelayanan


kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal
Polyps 2012
23

Gambar 9. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip hidung
pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah


nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Etmoidektomi
dilakukan

pada

sinusitis

etmoidalis.

Frontoetmoidektomi

eksternal

dilakukan pada sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada


sinusitis sfenoidalis. Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik
yang memungkinkan visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung
dan ostium sinus normal bagi ahli bedah.
2.9 KOMPLIKASI
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat
jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang
kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak
diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan
sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi
yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan
bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis
setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran
24

bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang


tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang
mengalami kontaminasi.
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain

a)
b)
c)
d)
a)
b)

1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Potts puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
Inflamatori edema
Abses orbital
Abses subperiosteal
Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
Meningitis
Abses Subperiosteal
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial.
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak
dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis
refrakter, kronik atau berkomplikasi.

2.10

PROGNOSIS
Sinusitis

tidak

menyebabkan

kematian

yang

signifikan

dengan

sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan


morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian.
Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara

spontan

tanpa

antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %.Pasien


dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat,
biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan
setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak

25

adanya respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien


dievaluasi kembali.14

Pada pasien dengan rhinitis alergi, pengobatan agresif gejala hidung dan
tanda-tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran
keluar sinus, dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok
secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus
infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus.14

26

BAB III
KESIMPULAN

Rhinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi
atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Terdapat 4 sinus disekitar hidung yaitu
sinus maksilaris, sinus

ethmoidalis,

sinus

frontalis dan

sinus

sphenoidalis.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh


infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
ethmoid dan maksilaris. Gejala umum rhinosinusitis yaitu hidung tersumbat
diserai dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Klasifikasi dari sinusitis berdasarkan klinis yaitu sinusitis akut, subakut dan
kronik, sedangkan klasifikasi menurut penyebabnya adalah sinusitis rhinogenik
dan dentogenik. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan
intrakranial. Tatalaksana berupa terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika
telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau
kista maka dibutuhkan tindakan operasi. Tatalaksana yang adekuat dan
pengetahuan dini mengenai sinusitis dapat memberikan prognosis yang baik.

27

DAFTAR PUSTAKA
1

Mangunkusumo E & Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007

Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis


and nasal polyps. Rhinology, 2012.

Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification,


diagnosis and treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head
& Neck Surgery Otolaryngology. 4 th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 2006; 406-416.

Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji

Adam Malik in Year 2011. E Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013
Soetjipto D & Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2007


Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and
accessory sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck.
Fourteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London,

1991: p.3-8
Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar

penyakit tht. Edisi keenam. 1997. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8 Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson (Ed).
Scott-Brownss Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth, 1997: p.1/5/130.
9 Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper Airway.
Available

at:

http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html.

Accessed on: 22/06/2012


10 Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to
the diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005.
11 Katzung, B.G., 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta:
Appleton and Lange.

28

12 Gunawan, S. G dkk. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5. Departemen


Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. 2007
13 Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview.

29

Anda mungkin juga menyukai