Anda di halaman 1dari 10

INTERNAL CONTROL : KAS

Pengendalian intern yang baik terhadap kas memerlukan prosedur-prosedur yang


memadai untuk melindungi penerimaan kas maupun pengeluaran kas. Dalam
merancang prosedur-prosedur tersebut hendaknya diperhatikan tiga prinsip pokok
pengendalian :
1.
Terdapat pemisahan tugas secara tepat, sehingga petugas yang bertanggung
jawab menangani transaksi kas dan menyimpan kas tidak merangkap sebagai
petugas pencatatan transaksi kas
2.
Semua penerimaan kas hendaknya disetorkan seluruhnya ke bank secara
harian
3.
Semua pengeluaran kas hendaknya dilakukan dengan menggunakan cek;
kecuali untuk pengeluaran yang kecil jumlahnya dimungkinkan untuk menggunakan
uang tunai, yaitu melalui kas kecil

Prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengawasi kas, bisa berbeda-beda antara


perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada
berbagai factor, seperti besarnya perusahaan, jumlah karyawan, sumber-sumber
kas, dan sebagainya.

Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan tunai sebaiknya dilakukan dengan
melalui kas register pada saat transaksi penjualan terjadi. Pengawasan atas
penerimaan kas yang berasal dari penjualan tunai dan penerimaan kas melalui kas,
merupkan hal yang penting akan tetapi kecurangan atau penyelewengan biasanya
jarang terjadi melalui transaksi penerimaan kas, melainkan melalui pengeluaran kas
atau dengan menggunakan faktur fiktif (palsu). Oleh karena itu pengawasan atas
pengeluarn kas sama pentingnya atau bahkan kadang-kadang lebih penting
daripada penerimaan kas
Untuk mengawasi pengeluaran kas, maka semua pengeluaran kas harus dilakukan
dengan menggunakan cek, kecuali untuk pengaturan yang jumlahnya kecil dapat
dilakukan melalui kas kecil. Jika kewenangan unuk menandatangani cek
didelegasikan kepada seorang pegawai yang ditunjuk, maka pegawai tersebut tidak
diperkenankan untuk melakukan pencatatan transaksi kas. Hal ini untuk mencegah
adanya kecurangan dalam pengeluaran kas yang tidak nampak dalam catatan

Laporan bank pada akhir bulan, bank biasanya mengirimkan laporan bank bulanan
kepada pemegang giro. Laporan tersebut berisi saldo awal dan saldo akhir bulan,
serta daftar transaksi yang terjadi selama bulan yang bersangkutan. Transaksi
tersebut meliputi penyetoran dan penarikan cek (pengambilan), serta penambahan
dan pengurangan lain yang dilakukan bank atas rekening giro. Setoran didaftar

menurut tanggal penyetorannya dan sedangkan cek didaftar menurut tanggal


pembayarannya oleh bank.

Rekonsiliasi bank apabila perusahaan membuka rekening giro di bank, maka


perusahaan akan mempunyai dua catatan mengenai kas yang dimilikinya, yaitu :
rekening kas yang terdapat dalam pembukuan perusahaan dan laporan bank yang
diteriima perusahaan secara periodic dari bank. Saldo kas yang ditunjukkan dalam
rekening kas biasanya jarang sama jumlahnya dengan saldo yang terdapat dalam
laporan bank.

Beberapa penyebab perbedaan antara saldo menurut pembukuan perusahaan


dengan laporan bank adalah sebagai berikut :
1.

Bank belum mencatat transaksi tertentu :

Setoran dalam perjalanan, perusahaan telah mencatat setoran ke bank,


tetapi bank belum mencatatnya,

Cek dalam perjalanan (cek masih beredar), cek yang ditarik dan telah
dibukukan oleh
perusahaan, tetapi bank belum mencatatnya.

2.

Perusahaan belum mencatat transaksi tertentu :

Penerimaan kas melalui bank, bank kadang-kadang melakukan penerimaan


kas untuk dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan,

Biaya administrasi bank, bank biasanya membebankan sejumlah biaya untuk


menangani transaksi-transaksi yang dilakukan pemegang giro,

Pendapatan bunga atau jasa giro, bank memberikan bunga atas saldo giro
yang dihitung atas dasar persentase tertentu dari saldo giro rata-rata per bulan,

Cek kosong dari konsumen atau debitur, perusahaan sering menerima


pembayaran dari para konsumen atau debitur dalam bentuk cek yang diperlakukan
sama dengan uang tunai. Cek tersebut bersama-sama dengan uang tunai
disetorkan tiap hari ke bank yang diterima menggunakan bank yang sama dengan
bank perusahaan, maka cek bisa langsung diuangkan dan langsung dibukukan ke
rekening giro perusahaan. Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya
(jumlah rupiah dalam cek lebih besar dari saldo giro si pemegang giro di bank pada
saat ia menarik cek tersebut).

Cek dikembalikan kepada penyetor karena alas an lain (bukan cek kosong),
bank kadang-kadang mengembaliikan cek kepada penyetor karena alasan-alasan
berikut :
Rekening penarik cek telah ditutup,

Cek telah kedaluwarsa (cek tertentu kadang-kadang hanya dapat diuangkan


dalam jangka waktu tertentu, apabila selama jangka waktu tersebut tidak
diuangkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, apabila selama jangka waktu
tersebut tdak diuangkan, maka cek menjadi tidak berlaku lagi),
Tandatangan yang tercantum pada cek tidak sah,
Terdapat kesalahan dalam penulisan cek.
3.
Bank atau perusahaan (atau kedua-duanya) telah melakukan kesalahan
pencatatan.
INTERNAL CONTROL : PIUTANG

Tujuan Sistem Pengendalian Intern atas Piutang


Pemberian piutang dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan bagi
sebuah perusahaan. Diharapkan dengan meningkatnya volume pejualan, maka
sebuah perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Namun ada beberapa resiko
atas keberadaan piutang itu sendiri yang dapat merugikan perusahaan. Oleh karena
itu perlu adanya pengendalian terhadap piutang tersebut.
Untuk mengendalikan piutang, sebuah perusahaan perlu menetapkan kebijakan
kreditnya. Kebijakan ini kemudian berfungsi sebagai standar. Apabila kemudian
dalam pelaksanaan penjualan kredit dan pengumpulan piutang tidak dilakukan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu melakukan
perbaikan.
Adapun tujuan melakukan pengendalian intern piutang adalah sebagai berikut :

Meyakini kebenaran jumlah piutang yang ada yang benar-benar menjadi hak
milik perusahaan,

Meyakini bahwa piutang yang ada dapat ditagih (collectable),

Ditaatinya kebijakan-kebijakan mengenai piutang,

Piutang aman dari penyelewengan.

Karakteristik Sistem Pengendalian Intern atas Piutang


Output dari sistem pengendalian intern piutang adalah berupa informasi dalam
bentuk laporan keuangan atau laporan manajemen lain, sehingga karakteristik
sistem pengendalian intern piutang identik dengan karakteristik informasi. Seperti
yang telah diungkapkan oleh Romney,dkk karakteristik informasi yang baik adalah :

Relevan

Reliable

Complete

Timelines

Understandable

Verrifyable

(Romney dkk 1997:14)


Pada prinsipnya sistem pengendalian harus meminimalkan dan mendeteksi serta
memperbaiki kesalahan ketika terjadi. Pelaksanaan sistem pengendalian intern
untuk piutang harus menghasilkan suatu kepastian bahwa semua transaksi piutang
telah dibukukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Pengendalian intern terhadap piutang dimulai dari penerimaan order penjualan
terus ke persetujuan atas order, persetujuan pemberian kredit, pengiriman barang,
pembuatan faktur, verifikasi faktur, pembukuan piutang, penagihan piutang, yang
akhirnya akan mempengaruhi saldo kas atau bank. Dalam hal ini harus diperhatikan
pula retur penjualan secara periodik harus dibuat perincian piutang menurut
golongan usianya untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dan menilai
apakah bagian kredit dan bagian inkaso telah bekerja dengan efisien.
Adapun sistem pengendalian intern atas piutang secara keseluruhan antara lain
sebagai berikut :
Memisahkan fungsi pegawai atau bagian yang menangani transaksi penjualan
(operasi) dari Fungsi Akuntansi Untuk Piutang ,
Pegawai yang menangani akuntansi piutang, harus dipisahkan dari fungsi
penerimaan hasil tagihan piutang,
Semua transaksi pemberian kredit, pemberian potongan dan penghapusan
piutang, harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang,
Piutang harus dicatat dalam buku-buku tambahan piutang (Accounts Receivable
Subsidiary Ledger),
Perusahaan harus membuat daftar piutang berdasarkan umurnya (Aging
Schedule).

INTERNAL CONTROL : AKTIVA TETAP


Sistem pengendalian terhadap aktiva tetap adalah keseluruhan sistem yang
digunakan oleh pemerintah daerah untuk menjamin dan mengarahkan keseruruhan
proses perencanan, penentuan, kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan
harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian,
pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum,
penatausahaannya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Gambaran pengendalian aktiva tetap sebagai berikut:


Fungsi pemakaian harus terpisah dari fungsi akuntansi aktiva tetap. Untuk
mengawasi aktiva tetap dan memakaiannya. Fungsi yang mencatat semua data
yang bersangkutan dengan aktiva tetap harus dipisahkan dari fungsi pemakaian
aktiva tetap.

Transaksi perolehan penjualan dan penghentian pemakaian aktiva tetap


hanus dilaksanakan oleh lebih dari unit organisasi yang bekerja secara independen.
Untuk menciptakan pengecekan internal dalam setiap transaksi yang mengubah
aktiva tetap, unit organisasi dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak ada satu pun
transaksi yang mengubah aktiva tetap yang dilaksanakan secara penuh hanya oleh
satu unit kerja organisasi saja.

Perubahan kartu aktiva tetap harus berdasarkan pada bukti kas keluar dan
bukti memorial yang dilampiri dengan dokumen pendukung yang lengkap, yang
diotorisasi oleh pejabat berwewenang.

Penutupan asuransi aktiva tetap terhadap kerugian. Untuk mencegah


kerugian yang timbul akibat kebakaran dan kecelakaan, aktiva tetap harus
diasuransikan dengan jumlah

Pertanggungjawaban yang memadai.

Harus dijelaskan apabila terdapat aktiva tetap yang digadaikan.

Jumlah dan jenis aktiva tetap yang dinriliki oleh pemerintah daerah haruslah
dibuat kartu aktivanya. Sehingga masing-masing aktiva tetap memiliki catatan yang
jelas tentang nilai pokoknya, penyusutan, sampai dengan nilai ekonomis dan nilai
sisanya.

Metode yang digunakan dalam perhitungan depreslasi golongan besar aktiva


tetap harus diungkapkan dalam laporan keuangan.

Aktiva tetap yang telah habis didepresiasi namun masih biasa digunakan
untuk beroperasi, jika jumlahnya material harus dijelaskan.

Ada lima kategori kebijakan dan prosedur aktivitas pengendalian dalam suatu
usaha, yang dimaksud adalah:
a. Pemisahan tugas yang cukup
b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas pengendalian
c. Dokumen dan catatan yang memadai
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan

e. Pengecekan independen atas pelaksanaan pengendalian.

INTERNAL CONTROL : UTANG


Prosedur pencatatan utang adalah prosedur sejak utang/kewajiban perusahaan
timbul sampai dengan pencatatannya dalam perkiraan/rekening utang. Utang
muncul karena adanya pembelian barang atau jasa secara kredit. Karena itu sistem
akuntansi utang sangat terkait dengan prosedur pencatatan utang dan prosedur
distribusi pembelian.

Unsur pengendalian intern dalam utang :

1. Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi

2. Transaksi retur pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi pembelian, fungsi


akuntansi yang lain. Tidak ada transaksi retur pembelian yang dilaksanakan secara
lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.
3. Memo debet untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian
4. Laporan pengiriman barang untuk retur pembelian diotorisasi oleh fungsi
pengiriman barang.
5. Pencatatan berkurangnya utang jarena retur pembelian didasarkan pada memo
debet yang didukung dengan laporan pengiriman barang.
6. Pencatatan kedalam jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
7. Memo debit untuk retur bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggung jawabkan oleh fungsi pembelian.
8. Laporan pengiriman barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggung jawabkan oleh fungsi pengiriman.
9. Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara periodik
direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar.

PRINSIP PENGUNGKAPAN PENUH (FULL DISCLOSURE PRINCIPLE)

Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan


keuangan, dan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam
proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk statemen keuangan.
Terdapat beberapa sumber yang mengemukakan pengertian pengungkapan,
diantaranya adalah Evans (2003), menyatakan bahwa pengertian dari
pengungkapan adalah penyajian informasi dalam statemen keuangan termasuk
statemen keuangan itu sendiri, catatan atas statemen keuangan, dan
pengungkapan oleh Evans ini terbatas hanya pada hal-hal yang menyangkut
pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi di luar lingkup
pelaporan keuangan tidak termasuk. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd
memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi
perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan.
Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyedia informasi lebih dari apa
yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini sejalan
dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya.

Masalah teoritis yang terdapat di dalam pengungkapan adalah sebagai berikut :


1.

Untuk siapa informasi diungkapkan?

2.

Mengapa pengungkapan harus dilakukan?

3.

Seberapa banyak dan informasi apa yang diungkapkan?

4.

Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?

Siapa yang dituju ?


Kerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan
pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan
terutama untuk mereka. SEC menuntut lebih banyak pengungkapan karena
pelaporan keuangan mempunyai aspek sosial dan publik. Oleh karena itu, informasi
yang diungkapkan untuk kepentingan publik secara umum harus dilindungi dan
dilayani, dan juga informasi kualitatif juga dituntut disediakan, sehingga
pengungkapan cenderung meluas.
Fungsi atau Tujuan Pengungkapan
Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang
perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai
pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda. Pengungkapan dapat dibagi
menjadi beberapa tujuan, yaitu (1) tujuan melindungi, (2) tujuan informatif, dan (3)
tujuan kebutuhan khusus.
Tujuan Melindungi
Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup
canggih untuk mendapatkan informasi atau mengolahnya sendiri sehingga
memperoleh substansi ekonomik dari informasi tersebut, dengan kata lain
pengungkapan ditujukan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin
kurang terbuka.
Tujuan Informatif
Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas
memiliki tingkat kecanggihan tertentu, dengan demikian, pengungkapan ditujukan
untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan
keputusan pemakai. Keluasan pengungkapan untuk tujuan informatif ini ditentukan
BAPEPAM bekerja sama dengan penyusun standar.
Tujuan Kebutuhan Khusus
Bentuk tujuan pengungkapan yang ketiga adalah tujuan kebutuhan khusus. Tujuan
kebutuhan khusus ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan
tujuan informatif.
Keluasan dan Kerincian Pengungkapan
Keluasan dan kerincian pengungkapan berkaitan dengan masalah seberapa banyak
informasi harus diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan yang

disebut dengan tingkat pengungkapan. Menurut Evans (2003) mengidentifkasi tiga


tingkat pengungkapan yaitu : (1) Memadai, (2) Wajar atau Etis, (3) Penuh.
Tingkat memadai merupakan tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen
keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan utnuk pengmabilan keputusan.
Tingkatan yang kedua, tingkat wajar, merupakan tingkat yang harus dicapai agar
semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama.
Tingkatan yang terakhir yaitu tingkat penuh (full disclosure). Tingkat ini menuntut
penyajian secara penuh semua informasi yang berpaut dengan pengambilan
keputusan.
Beberapa pertimbangan yang dapat dilakukan dalam pengungkapan adalah (1)
tujuan, (2) kos penyediaan, (3) keberlebihan informasi (overload), (4) keengganan
manajemen, dan (5) wajib atau sukarela.
Regulasi Pengungkapan
Mempercayakan pengungkapan sepenuhnya kepada manajemen sama saja dengan
menyerahkan informasi kepada pasar. Terdapat beberapa argumen yang
mendukung perlunya regulasi dalam penyediaan informasi, yaitu penyalahgunaan,
eksternalitas, kegagalan pasar, asimetri informasi, dan keengganan manajemen. Di
Indonesia, pihak yang menjdi regulator adalah BAPEPAM (melalui Peraturan
BAPEPAM) dan profesi/IAI (melalui standar akuntansi). BAPEPAM berkepentingan
dengan tingkat pengungkapan dan apa yang harus diungkapkan terutama untuk
kepentingan pendaftaran publik dan penawaran publik perdana.
Pengungkapan Wajib dan Sukarela
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure), pengungkapan wajib merupakan informasi yang diharuskan oleh
peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan melebihi
yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen
perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang
dipandang relavan untuk pengambilan keputusan oleh para pemakai laporan
tahunanya.
Apa yang Diungkap?
Pengungkapan meliputi statemen keuagan itu sendiri dan semua informasi
pelengkap. Dengan kata lain, apa yang diungkapkan Berkaitan dengan berbagai
proposal tentang komponen-komponen yang harus disampaikan. Dalam
pengungkapan informasi kepada pihak lain, terdapat beberapa model yang dapat
digunakan, yaitu model Inti, model FASB, model Komite Jenkins, model William, dan
peraturan SEC/BAPEPAM.
Motode Pengungkapan
Metode pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana secara teknis
informasi disajkan kepada pemakai dalam satu perangkat statemen keuangan

beserta informasi lain yang berpaut. Motode ini biasanya ditentkan secara spesifik
dalam standar akuntansi atau peraturan lain.

Informasi dapat disajikan dalam pelaporan keuangan sebagai antara lain pos
statemen keuangan, catatan kaki (catatan atas statemen keuangan), penggunaan
istilah teknis (terminologi), penjelasan dalam kurung, lampiran, penjelasan auditor
dalam laporan auditor, dan komunikasi manajemen dalam bentuk surat atau
pernyataan resmi.

Anda mungkin juga menyukai