Anda di halaman 1dari 8

Adat pernikahan Bali, seluruh biaya prosesi ditanggung oleh mempelai pria.

Dalam prosesinya ada


beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum disahkan sebagai sepasang suami istri dalam ikatan
adat. Seluruh tahapan biasanya dilakukan di rumah mempelai pria, baru kemudian mempelai wanita
diantarkan untuk kembali ke rumah orang tuanya untuk meminta izin agar diperbolehkan tinggal
bersama suaminya.
Ada 6 tahapan pernikahan adat Bali, yaitu upacara ngekeb, upacara mungkah lawang,
upacaramesegehagung, upacara madengen-dengen, upacara miwidhi widana, dan
upacara majeuman ngabe tipat bantal.
Upacara Ngekeb
Prosesi upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon mempelai wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Dimulai dari memohon doa restu kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar menurunkan kebahagiaan kepada calon pasangan dan diberikan keturunan yang
baik. Prosesi ini dilanjutkan sore hari, dimana calon mempelai wanita dilulur rempah yang terbuat
dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Rambutnya pun harus
dikeramas dengan air merang (jerami padi yang diolah dan diambil sarinya). Setelah prosesi mandi,

upacara dilanjutkan di dalam kamar pengantin. Sebelumnya di kamar calon mempelai wanita telah
disiapkan sesaji. Calon pengantin wanita yang sudah dimasukkan kamar biasanya tidak
diperbolehkan keluar kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada upacara penjemputan, seluruh tubuh calon mempelai wanita ditutup dengan kain kuning tipis.
Upacara ini melambangkan calon wanita siap menempuh hidup bersama pasangan baru dan
mengubur masa lalu sebagai remaja.
Mungkah Lawang
Mungkah lawang atau yang berarti buka pintu merupakan upacara yang bertujuan untuk menjemput
mempelai wanita yang berada dikamar. Dalam upacara ini, utusan pria akan mengetuk pintu kamar
calon mempelai wanita sebanyak tiga kali dengan iringan musik khas Bali dan tembang Bali. Isi
tembang atau lagu berisikan pesan yang mengatakan bahwa calon mempelai pria telah datang dan
memohon agar dibukakan pintu.

Mesegehagung
Upacara ini dilakukan pada saat kedua calon pengantin berada di pekarangan rumah pengantin
pria. Upacara Mesegehagung bermakna sebagai upacara selamat datang kepada calon mempelai
wanita. Kedua mempelai dibawa atau ditandu ke kamar pengantin. Sesampainya di kamar
pengantin, ibu dari mempelai pria akan memasuki kamar dan meminta kepada pengantin wanita
agar kain kuning yang menutupi tubuhnya dibuka dan ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang
ditusukkan dengan tali benang Bali.
Madengen-dengen

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau menyucikan kedua pengantin dari energi negatif
dalam diri kedua calon mempelai. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau biasa
disebut Balian.
Mewidhi Widana
Prosesi ini tidak kalah pentingnya dengan upacara yang lain. Upacara penyempurnaan proses
pembersihan diri dari kedua belah pihak. Dalam upacara ini mempelai pria dan wanita mengenakan
pakaian kebesaran. Tujuan dari upacara ini yaitu, meminta restu kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar upacara pernikahan dan juga kehidupan keluarga baru ini direstui. Acara ini dipimpin oleh
seorang pemangku marejan.
Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi suami istri, maka pada hari yang telah disepakati,
kedua belah pihak keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua
pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Upacara ini dilakukan untuk memohon pamit
kepada kedua orang tua serta kerabat pengantin wanita, dan kepada leluhur, bahwa saat ini
pengantin wanita telah sah menjadi bagian dari keluarga besar pengantin pria. Upacara ini sekaligus
sebagai upacara terakhir, dimana upacara ini keluarga pria akan membawa aneka makanan khas
Bali, yiatu kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, teh, sirih,
pinang, buah-buahan dan masakan khas Bali.

Menentukan Hari Baik


Setelah sebelumnya keluarga calon mempelai pria datang untuk meminang atau dalam bahasa Bali
disebut memadik atau ngindih, kedua belah pihak keluarga beranjak untuk memilih waktu yang tepat
untuk menikahkan kedua putra putri mereka. Warga Bali yang sangat religius, mempercayai hari
baik untuk melaksanakan pernikahan. Dimana hari baik yang telah disepakati tersebut, menjadi hari
bagi calon mempelai wanita untuk dijemput dan dibawa ke rumah calon mempelai pria.
Ngekeb
Sama halnya dengan ritual siraman pada adat Jawa, dalam adat pernikahan Bali pun mempunyai
tradisi demikian. Perbedaannya, sebelum siraman, calon mempelai wanita dilulurkan oleh ramuan
yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga dan beras yang telah ditumbuk halus, serta air
merang untuk keramas. Persiapan ini sebagai bentuk menyambut hari pernikahan keesokan harinya.
Selain persiapan secara lahiriah, mental atau batin pun perlu persiapan dengan memperbanyak doa
kepada Sang Hyang Widhi agar menurunkan kebahagiaan dan anugerah-Nya. Dalam menjalani

ritual ngekeb, calon mempelai wanita dilarang untuk keluar dari kamar mulai sore hari hingga
keluarga calon mempelai pria datang menjemput.
Penjemputan Calon Mempelai Wanita
Sesuai tradisi, perayaan pernikahan tidak diadakan di kediaman pihak wanita seperti kebanyakan
daerah, tetapi dilaksanakan di kediaman pihak laki-laki. Itu sebabnya mengapa calon mempelai
wanita dijemput. Namun, sebelum dijemput untuk dibawa, calon mempelai wanita telah diselimuti
kain kuning tipis mulai dari ujung rambut hingga kaki. Kain kuning yang membungkus calon
mempelai wanita diibaratkan bahwa mempelai wanita telah siap mengubur masa lalunya sebagai
lajang untuk menyongsong kehidupan baru, kehidupan berumah tangga.
Mungkah Lawang (Buka Pintu)
Sedikit mirip dengan upacara buka pintu dalam adat Sunda, perbedaannya terletak pada orang yang
mengetuk pintu. Jika dalam tradisi Sunda orang yang mengetuk pintu calon mempelai prianya, tetapi
dalam adat Bali ada seorang utusan yang disebut mungkah lawang yang bertugas mengetuk pintu
kamar calon mempelai wanita sebanyak tiga kali. Kedatangan mempelai pria juga dipertegas
dengan tembang yang dinyanyikan utusan mempelai pria (malat). Syair yang ditembangkan
berisikan tentang kehadiran mempelai pria untuk menjemput mempelai wanita. Kemudian tembang
balasan yang dilantunkan malat dari pihak wanita terdengar yang mengatakan bahwa mempelai
wanita telah siap untuk dijemput.
Mendapat lampu hijau, calon mempelai pria pun membuka pintu setelah diizinkan dan dipersilakan
oleh keluarga pihak wanita. Calon mempelai wanita digendong menuju tandu untuk segera dibawa
ke kediaman keluarga pria tanpa didampingi kedua orang tua mempelai wanita, tetapi seorang
utusan ditunjuk untuk menyaksikan upacara pernikahan.
Mesegehagung
Ritual mesegehagung merupakan upacara khusus menyambut mempelai wanita. Setibanya di
kediaman mempelai pria, kedua mempelai diturunkan dari tandu untuk bersiap menghadapi
prosesi mesegehagung. Sekali lagi, kedua mempelai ditandu menuju kamar pengantin. Kain kuning
yang masih menyelimuti tubuh mempelai wanita akan dibuka oleh ibu calon mempelai pria dan
ditukar dengan uang kepeng satakan (kepeng sebutan untuk mata uang pada masa lampau) senilai
dua ratus kepeng.

Mekala-Kalaan (Madengen-Dengen)
Dengan dipandu oleh pendeta Hindu, prosesi mekala-kala dimulai tepat saat bunyi genta bergema.
Pelaksanaan mekala-kala harus sesuai dengan tahapan-tahapan berikut ini.
- Menyentuhkan Kaki pada Kala Sepetan
Upacara mekala-kala bertujuan untuk menyucikan dan membersihkan diri kedua mempelai.
Mempelai pria memikul tegen-tegenan sementara mempelai wanita membawa bakul perdagangan,
lalu keduanya berputar sebanyak tiga kali mengelilingi sanggar pesaksi, kemulan, dan penegteg.
Keduanya diwajibkan menyentuhkan kaki pada kala sepetan.
- Jual Beli
Bakul yang dibawa oleh calon mempelai wanita tersebut kemudian akan dibeli oleh calon mempelai
pria. Kegiatan tersebut merupakan analogi dari kehidupan berumah tangga yang harus saling
melengkapi, memberi dan mengisi, hingga meraih tujuan yang diinginkan.
- Menusuk Tikeh Dadakan
Calon mempelai wanita telah bersiap memegang anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan

muda (tikeh dadakan). Sedangkan calon mempelai pria memegang keris, siap menghunuskan tikeh
dadakan dengan kerisnya. Menurut kepercayaan umat Hindu, tikeh dadakan yang dipegang calon
mempelai wanita menyimbolkan kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni), dan keris milik
calon mempelai pria perlambangan dari kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga).
- Memutuskan Benang
Sebelum memutuskan benang, kedua mempelai bersama-sama menanam kunyit, talas dan andong
tepat di belakang merajan atau sanggah (tempat sembahyang keluarga), sebagai wujud
melanggengkan keturunan keluarga. Baru setelah itu, memutuskan benang yang terentang pada
cabang dadap (papegatan) yang menganalogikan bahwa kedua mempelai siap menanggalkan masa
remaja untuk memulai hidup berkeluarga.

Upacara Mewidhi Widana (Natab Banten Beduur)


Pelaksanaan prosesi ini berlangsung di dalam pura keluarga pihak pria yang dipimpin langsung oleh
pemangku sanggah serta diantar pinisepuh. Diselimuti suasana syahdu, kedua mempelai berdoa
menyampaikan kehadiran keluarga baru kepada leluhur untuk melanjutkan keturunannya.

Upacara Mejauman (Ma Pejati)


Dalam aturan adat Bali, wanita yang sudah menikah akan mengikuti suaminya. Maka, untuk
menghormati leluhur keluarga, diadakan upacara untuk memohon pamit kepada leluhur mempelai
wanita yang disebut upacara mejauman. Kedatangan mempelai wanita untuk menjalani upacara
tersebut didampingi keluarga mempelai pria yang membawa serta berbagai penganan tradisional
berwarna putih dan merah, kue bantal, apam, sumping, kuskus, wajik, gula, kopi, buah-buahan,
lauk-pauk dan lain sebagainya

Anda mungkin juga menyukai