1, Desember 2016
ISSN:0000-0000
ABSTRACT
Application of geomagnetic method for exploration is able to provide an overview of shape, thickness
and depth of the pumice layer at research area which located at geographical coordinates 8o 39 12,6
8o 40 09,6 LS and 116o 35 04,3 116o 36 01,1 BT. Field data acquisition performance 5 lines with
a long trajectory of each track about reach 1 km. spacing of each station is 25 meters and the data
generated by 200 station of points. Geomagnetic data recording, pumice susceptibility testing are
performed as the data capacity to know the geological location of the areas. Data have been corrected
geomagnetic IGRF and daily correction obtained total magnetic field anomalies. Separating anomalies
by moving averages method. Inverse modeling used in modeling of distribution, thickness and depth of
the pumice layer. The result obtained show what the depth of pumice between 1- 40 meters from
ground surface with thickness between 2 30 meters.
ISSN:0000-0000
I.
ISSN:0000-0000
PENDAHULUAN
Posisi geografis dan geologis Indonesia yang terletak pada jalur pegunungan
berapi membuat Indonesia kaya akan jenis-jenis batuan alam salah satunya adalah
batu apung (pumice). Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan
gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami
transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik yang
mengandung silica, alumina, soda, besi oksida dengan warna yang beragam seperti
putih, abu-abu kebiruan, abu-abu gelap, kemerah-merahan, kekuning-kuningan,
hingga jingga (Fadhillah, 2005).
Kandungan batu apung sering dimanfaatkan terutama pada sektor industri dan
konstruksi. Aplikasinya dalam sektor industri cenderung memproduksi barang-barang
pelengkap, seperti cat, plamur, dan lain sebagainya.(Sukandarrumudi, 2009).
Perkembangan sektor industri dan konstruksi, terutama di negara-negara maju,
mengakibatkan permintaan akan batu apung Indonesia terus meningkat, salah satunya
adalah Pulau Lombok. Pulau Lombok merupakan daerah penghasil batu apung
terbanyak di Indonesia (Badan Geologi, 2009). Salah satu daerah pengghasil yang
terkenal adalah Desa Ijobalit Kecamatan Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.
Eksplorasi batu apung di desa Ijobalit ini masih bersifat manual yaitu hanya
memanfaatkan keberadaan yang tersingkap di permukaan tanah. Hal ini tentu
kurangnya pengetahuan masyarakat sehingga diperlukan informasi serta metode yang
tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Metode yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi material di dalam perut
bumi adalah metode geofisika. Metode geofisika merupakan kaidah atau tatanan ilmu
yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah
yang berhubungan dengan bumi termasuk kandungan material di dalamnya.
Pemanfaatan metode atau teknik geofisika harus sesuai target atau event yang ingin
dicapai sehingga diperlukan informasi yang akurat terkait sifat material sebelum
melakukan penelitian (Santoso, 2002).
Metode geomagnet merupakan salah satu metode geofisika yang praktis dan
ramah lingkungan. Metode ini dikatakan praktis karena dalam aplikasinya metode ini
hanya mengukur medan magnet di permukaan serta tidak membutuhkan banyak orang
sehingga budget atau biaya yang dikeluarkan juga relatif sedikit.
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan
ketebalan lapisan batu apung berdasarkan survey geomagnet di Kelurahan Ijobalit.
Pengambilan data lapangan dilakukan sebnyak 5 lintasan. Pengukuran dengan
panjang masing-masing lintasan mencapi 1 kilometer. Jarak spasi titik pengukuran 25
meter sehingga data yang dihasilkan sebanyak 200 titik pengukuran. Selain
perekaman data geomagnet, uji suseptibilitas batu apung juga dilakukan sebgai data
dukung untuk mengetahui geologi lokasi penelitian.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
Koreksi Harian
H D =H obs H harian
(2.1)
Koreksi IGRF
H IGRF =H obsIGRF
(2.2)
Distribusi nilai anomaly magnetic total mempunyi interval -250 nT hingga 550
nT. Anomaly ini terbagi menjadi tiga bagian yakni anomaly rendah, sedang dan
anomaly tinggi. Anomaly rendah mempunyi warna ungu biru yang berkisar antara
-250 nT hingga 0 nT, sedangkan anomaly sedang mempunyai warna hijau-kuning
dengan interval 0 nT hingga 300 nT serta anomaly tinggi yang dengan warna orange
merah dengan intertval 300 nT hingga 550 nT. Anomaly rendah berada pada pangkal
lintasan ketiga yakni arah Barat Daya kontur anomaly total. Anomaly sedang
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
merupakan anomaly yang mendominasi lokasi penelitian yang hampir tersebar merata
di setiap lokasi penelitian. Sedangkan anomaly tinggi berada pada dangkal lintasan
kedua (arah Barat Daya) serta ujung lintasan ketiga (arah Timur Laut).
Anomali Regional
Kontur anomaly regional yang mana Data hasil slicing berupa jarak dan
anomaly, di-input-kan ke softwer Numeri sehingga diperoleh grafik hubungan antara
bilangan gelombang (k) dengan logaritma natural amplitido (In A) sebagai berikut :
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
Dri hasil perhitungan nilai k di atas, diperoleh k rata-rata 0,041. Penentuan nilai N
dengan mengetahui panjang gelombang terlebih dahulu dengan menggunakan
persamaan k =
dengan x merupakan spasi pada griding kontur anomaly magnetic total. Dengan
menggunakan spasi 20 diperoleh lebar jendela N=9 diperoleh kontur anomaly
regional (Gambar 3) sebagai berikut :
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
Interpretasi Kuantitatif
Interpretasi kuantitatif berbeda dengan interpretasi kualitatif. Interpretasi
kualitatif dilkukan dengan membuat model lapisan batu apung yng menjadi target
penelitian. Metode pemodelan yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
invers modeling. Invers modeling merupkan salah satu metode pemodelan struktur
lapisan batuan dengan mengetahui parameter model seperti posisi, kedalaman, serta
ketebalan penyebab anomaly berdasarkan data observasi atau pola kurva yang
dihasilkan. Pola kurva ini mengindikasikan bentuk atau pola struktur geologi
khususnya sebaran lapisan batu apung (pumice), sehingga dengan melakukan
matching antara kurva observasi terhadap kurva hasil perhitungan akan diperoleh
bentuk lapisan batu apung pada lokasi penyelidikan.
Pada penelitian ini, pemodelan lapisan batu apung digmbarkan sebanyak 6
profil. Profil-profil yang dibuat sejajar dengan lintasan pengukuran atau berarah Barat
Daya-Timur Laut yang ditunjukkan dengan penampangan yang berwarna merah.
Berikut ini adalah bentuk model lapisan batu yang dihasilkan pada masing-masing
profil.
Pada profil penampang ke-1 yang berimpit dengan lintasan pertama dihasilkan
model lapisan batu apung sebagai berikut :
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
warna yang berbeda yaitu warna orange 0,0066 SI, warna hijau 0,0058 SI hingga
0,0062 SI dan biru 0,0048 SI hingga 0,0053 SI. Hasil analisa gambar di atas
menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan lapisan batu apung kelompok orange
mencapai 12 meter hingga 18 meter dengan kedalaman 2 meter hingga kurang dari 12
meter. Kelompok hijau mempunyai ketebalan berkisar 20 meter hingga 30 meter
dengan kedalaman 20 meter hingga 25 meter serta kelompok biru mempunyai
ketebalan mencapai 10 meter hingga 15 meter dengan kedalaman 1 meter hingga 8
meter.
Profil model sebaran batu apung secara keseluruhan bisa dilihat pada
Lampiran 5. Berdasarkan profil model yang telah dibuat, secara umum sebaran batu
apung baik berupa suseptibilitas, ketebalan serta kedalaman lapisan bisa terlihat
secara jelas pada table 4.2 berikut :
Tabel 2 : hasil model sebaran batu apung pada masing masing profil
Berdasarkan table hasil model sebaran batu apung di atas, pada lokasi
penelitian terdapat tiga kelompok batu apung dengan nilai suseptibilitas yang
berbeda-beda yakni dengan nilai kerentanan magnetic berkisar antara 0,0037 SI
hingga 0,0068 SI. Selain itu, ketebalan lapisan batu apung pada lokasi penelitian
berkisar antara 2 meter hingga 30 meter dengan kedalaman yang berkisar antara 1
meter hingga 40 meter.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan metode invers modeling yang telah dilakukan, sebaran batu apung
hamper merata pada lokasi penelitian. Hl ini ditandai dengan anomaly positif dan
anomaly negative yang mengindikasikan sebaran batu apung dengan suseptibilitas
batuan yang berkisar 0,0037 SI hingga 0,0068 SI
2. Berdasarkan analisis spectral, rata-rata kedalaman serta ketebalan batu apung pada
lokasi penelitian kurang dari 30 meter. Hal ini terlihat jelas pada model sebaran batu
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
apung yang mempunyai kedalaman anatara 1 hingga 40 meter dari permukaan dengan
ketebalan yang berkisar antara 2 meter hingga 30 meter.
4.2
Saran
Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan model lapisan batu apung tidak
hanya dalam bentuk tampilan 2D, melainkan dalam tampilan 3D sehingga akan
terlihat secara jelas volume batu apung yng berada pada lokasi penelitian. Selain itu,
untuk mendukung informasi mengenai sebaran serta ketebalan lpisan batu apung
metode geomagnet yang telah digunakan bisa dikorelasikan dengan metode yang lain
seperti metode geolistrik dan metode well logging.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Buletin Potensi Bahan Galian NTB. Bandung: Badan Geologi.
Anonim. 2010. Peta Geologi Lembar Lombok NTB. Bandung: Badan Geologi.
Blakely, R.J. 1995. Potential Theory in Gravity and Magneti Applications,Cambridge
University press.
Fadhillah, Said. 2005. Modul Pelatihan AMDAL Pertambangan. Jakarta:Kementerian
Pembngunan Daerah Tertinggal.
Ridwan, A.S. 2010. Makalah Bahan Galian. Mataram: Universits Mataram.
Santoso, Djoko. 2002. Pengantar Tekhnik Geofisika. Bandung: ITB.
Solihin. 2005. Skripsi. Pendugaan Kandungan Batuan Andesit dan Diorit Di
Kawasan Gedangan Malang Selatan Dengan Menggunakan Metode
Magnetik. Malang: Universitas Brawijaya.
Sukandarrumudi. 2009. Bahan Galian Industri. Yogyakarta: UGM Press.
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000
ISSN:0000-0000