Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-undang No. 18 tahun 2012 menjelaskan bahwa pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sri Widodo dkk, (2002: 117-119) mengatakan bahwa bagi negaranegara Asia termasuk Indonesia, pangan berarti beras. Hal ini mengisyaratkan
bahwa beras masih memegang peranan penting sebagai pangan utama di
Asia. Diperkirakan 40-80% kebutuhan kalori masyarakat berasal dari beras.
Beras menjadi sumber pendapatan penting bagi sebagian besar petani kecil di
Asia, karena diperkirakan 2/3 lahan pertanian di Asia dialokasikan untuk
tanaman padi.
Hasil suatu jenis tanaman, dalam hal ini tanaman padi, bergantung
pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah,
topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Dari faktor lingkungan,
maka faktor tanah merupakan modal utama. Keadaan tanah dipengaruhi oleh
unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang
menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan.
Perubahan iklim global pada masa kini mengakibatkan terjadinya
curah hujan yang tinggi di suatu tempat namun di tempat lain mengalami
curah hujan yang sangat rendah, hal ini berdampak pada produksi tanaman
pertanian. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan unsur hara

mengalami leaching dan hilang terangkut bersamaan dengan terjadinya


runoff. Curah hujan yang rendah dapat menghambat proses pertumbuhan
tanaman disebabkan tidak tersedianya air yang cukup bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman.
Luas areal panen padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat
memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat
untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa faktor penentu
produksi tanaman pada masing-masing wilayah bisa berbeda.
1.2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh luas areal panen
dan curah hujan dalam peningkatan produksi padi di Kabupaten Banyumas
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
makalah ini adalah analisa hanya dilakukan dengan menggunakan data curah
hujan, luas lahan, dan hasil produksi tanaman padi yang ada di Kabupaten
Banyumas pada tahun 2004 2013.
1.4. Manfaat
Makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang hubungan curah
hujan dan luas lahan dengan hasil produksi tanaman padi ditinjau dari
statistik di Kabupaten Banyumas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Profil Kabupaten Banyumas


2

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Propinsi


Jawa Tengah yang mempunyai luas wilayah 1.335,30 km, terletak diantara
1080 39' 17" 1090 27' 15" Bujur Timur dan 70 15' 05" 70 37' 10" Lintang
Selatan.
Gambar 2.1. Peta Kabupaten Banyumas

Sumber: http://ppsp.nawasis.info/dokumen/profil/profil_kota/kab.banyumas

Kabupaten Banyumas Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan


dan berbatasan dengan wilayah beberapa Kabupaten yaitu :

Sebelah Utara dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang.

Sebelah Timur dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara


dan Kabupaten Kebumen.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Cilacap.

Sebelah Barat dengan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes.

2.2.

Luas Areal Panen Padi, Curah Hujan Rata-rata dan Produksi Tanaman
Padi di Kabupaten Banyumas
Luas areal panen padi adalah jumlah seluruh lahan yang dapat
memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat
untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi. Peningkatan luas areal
panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi.
Luas areal panen padi menjadi faktor terhadap besarnya produksi padi,
komponen ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang terjadi pada suatu
musim tanam. Apabila kondisi alam bersahabat dalam arti tidak terjadi
kekeringan maupun kebanjiran, maka dapat diharapkan terjadi peningkatan
dalam luas areal panen padi, sehingga berpengaruh terhadap produksi beras.
Tabel 2.1 Luas Areal Panen Padi, Curah Hujan Rata-rata dan Produksi Tanaman Padi
di Kabupaten Banyumas Periode Tahun 2004 2013

Tahun

Curah Hujan Rata-rata


(mm)

Luas Areal Tanam


(ha)

Produksi Tanaman Padi


(ton)

2004

3058

63348

343035

2005

3471

63572

355121

2006

3707

63441

298789

2007

2743

61762

314613

2008

3219

62329

337366

2009

2580

62899

335048

2010

4738

68868

389044

2011

2753

61318

366197

2012

4972

61677

366499

2013

3420

64812

353350

Sumber : Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Banyumas, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa
Tengah, BPS Jawa Tengah tahun 2004 2013, diolah.

Secara umum, luas areal panen padi di Kabupaten Banyumas di tahun


2013 meningkat sebesar 2,3 % dibanding tahun 2002 atau rata-rata mengalami
peningkatan sebesar 0,4 % per tahunnya. Sementara itu, pada periode waktu
yang sama terjadi peningkatan produksi tanaman padi sebesar 3 % atau ratarata per tahunnya mengalami peningkatan sebesar 0,7 %. Sementara itu, pada
periode waktu yang sama terjadi peningkatan produksi tanaman padi sebesar
10,9 % atau rata-rata per tahunnya mengalami peningkatan sebesar 1,25 %.
Dari Tabel 2.1, dapat dilihat terjadi penurunan luas areal panen pada
tahun 2006, 2007, dan tahun 2011. Hal ini dapat mengakibatkan turunnya
produksi tanaman padi seperti terlihat pada tahun 2006 dan tahun 2011. Tetapi
pada tahun 2007 walaupun terjadi penurunan luas areal tanam, hasil produksi
padi mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, luas areal tanam mengalami
peningkatan tetapi hasil produksi tanaman padi mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya penurunan rata-rata curah hujan, seperti
terlihat pada Tabel 2.1
Gambar 2.2 Curah hujan rata-rata di Kabupaten Banyumas tahun 2004-2013

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa curah hujan rata-rata tiap
tahunnya sangat fluktuatif. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun
5

2012 sebesar 4972 mm/tahun sedangkan yang terendah terjadi pada tahun
2009 sebesar 2580 mm/tahun.
2.3.

Pengujian Asumsi Klasik


Sebelum data diintepretasikan terlebih dahulu dilakukan pengujian
asumsi klasik agar dapat diperoleh estimasi yang BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator). Pengujian asumsi klasik yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi uji Normalitas, Multikolinieritas, Autokorelasi dan uji
Heteroskedastisitas.
2.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi
data. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistik
parametik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data
tersebut harus terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi
secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi
normal (Santosa & Ashari, 2005:231).
Pada Normal P-P Plot prinsipnya normalitas dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal grafik
atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan
keputusan:
a.

Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah


garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.

b.

Jika data menyebar jauh garis diagonal dan/atau tidak mengikuti


arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola

distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi


normalitas (Ghozali 2007:110-112).
Gambar 2.3. Outpus SPSS untuk menghitung Uji Normalitas

Gambar 2.3 merupakan tampilan dari hasil perhitungan SPSS


untuk uji normalitas. Dari gambar 2.2 terlihat data menyebar di sekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik
histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
2.3.2. Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel-variabel ini tidak ortogonal (Ghozali 2007:91). Untuk
mendeteksi adanya multikolinearitas, dapat dilihat dari Value Inflation
Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10, terjadi multikolinieritas.

Sebaliknya, jika VIF < 10, tidak terjadi multikolinearitas (Wijaya,


2009:119).
Untuk analisisnya dengan SPSS kita lihat hasil output pada
tabel "Coefficients". seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Output SPSS untuk Uji kolinieritas

Dari hasil output data didapatkan bahwa nilai semua nilai


VIF<10 ini berarti tidak terjadi multikolinieritas. Sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa uji multikolonieritas terpenuhi atau dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi korelasi di antara
variabel bebas, yaitu curah hujan dan luas areal panen.
2.3.3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi
dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri.
Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel
dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik
nilai

variabel

sebelumnya

atau

nilai

periode

sesudahnya

(Santosa&Ashari, 2005:240).
Tabel 2.3. Output SPSS untuk Uji Autokorelasi

Dari hasil perhitungan, uji mapping Durbin Watson (DW)


diperoleh angka DW sebesar 1,701 (Tabel 2.3). Dengan jumlah data
(n) sama dengan 10 dan jumlah variabel (k) sama dengan 2 serta =
5% diperoleh angka dL = 0,607 dan dU = 1,641.
Gambar 2.4. Hasil Perhitungan Durbin Watson

Autokorela
si

Autokorelas
Daerah
i
ragu(+)
ragu-ragu
Autokorelasi
ragu
(-)
dL
dU
4 - dU
4 - dL
0,607
1,641
2,359
2,293
Daerah

Daerah bebas

Dari gambar 2.3 di atas terlihat nilai DW, yaitu sebesar 1,701, terletak
diantara dU < DW < 4-dU atau daerah bebas Autokorelasi, maka
model dapat dikatakan tidak mengandung gejala Autokorelasi baik
positif maupun negatif.
2.3.4. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah
variabel pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat
grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
9

tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana


sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi Y sesuungguhnya) yang telah di-studentized.
Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan
di

bawah

angka

pada

sumbu

Y,

maka

tidak

terjadi

heteroskedastisitas.
Gambar 2.5. Output SPSS untuk Uji Heteroskedastisitas

Dari Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa tidak terjadi


heteroskedastisitas sebab tidak ada pola yang jelas serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. sehingga dapat
dikatakan uji heteroskedastisitas terpenuhi.

2.4.

Hasil dan Pembahasan Model Regresi


2.4.1. Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis

regresi

linier

berganda

ini

digunakan

untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap


10

variabel terikat. Dan persamaan regresinya dapat dirumuskan sebagai


berikut (Supranto, 2009:249) :

Dimana :
Y = variabel terikat
a = konstanta
b1, b2, bn = koefisien determinasi
X1, X2, Xn = variabel bebas
= error
Hasil output SPSS untuk regresi linier berganda dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Output SPSS

Dari Tabel 2.4 di dapat rumus rumus regresi sebagai berikut :

Interpretasi dari regresi diatas adalah sebagai berikut:


1) Konstanta (a)
Ini berarti jika semua variabel bebas memiliki nilai nol (0) maka
nilai variabel terikat (Beta) sebesar 209098,66
2) Curah hujan (X1) terhadap Y
Nilai koefisien curah hujan sebesar 22,335. Ini mengandung arti
bahwa setiap kenaikan curah hujan satu satuan maka variabel
11

Beta (Y) akan naik sebesar 22,335 dengan asumsi bahwa


variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
3) Luas areal panen (X2) terhadap Y
Nilai koefisien luas areal panen sebesar 0,986. Ini mengandung
arti bahwa setiap kenaikan luas areal panen satu satuan maka
variabel beta (Y) akan naik sebesar 0,986 dengan asumsi bahwa
variabel bebas yang lain dari model regresi adalah tetap.
2.4.2. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap
variabel dependen. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05.
Untuk melakukan uji t, dapat dilihat dari Tabel 2.4.
1)

Curah hujan (X1) terhadap produksi tanaman padi (Y)


Hipotesis dalam uji t ini adalah :

H0 : curah hujan (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap


produksi tanaman padi (Y)

H1 : curah hujan (X1) berpengaruh signifikan terhadap


produksi tanaman padi (Y)

Dasar pengambilan keputusan:

H0 diterima dan H1 ditolak jika nilai thitung < ttabel

H0 ditolak dan H1 diterima jika nilai thitung > ttabel

Dari Tabel 2.4 variabel X1 mempunyai thitung yakni 2,46 dengan


ttabel= 1,85. Jadi thitung > ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima
dengan kata lain curah hujan (X1) berpengaruh signifikan
terhadap produksi tanaman padi (Y).
2)

Luas Areal Panen (X2) terhadap produksi tanaman padi (Y)


Hipotesis dalam uji t ini adalah :

12

H0 : luas areal panen (X2) tidak berpengaruh signifikan


terhadap produksi tanaman padi (Y)

H2 : luas areal panen (X2) berpengaruh signifikan terhadap


produksi tanaman padi (Y)

Dasar pengambilan keputusan:

H0 diterima dan H2 ditolak jika nilai thitung < ttabel

H2 diterima dan H0 ditolak jika nilai thitung > ttabel

Dari Tabel 2.4 didapat variabel X2 mempunyai thitung = 0,271


dengan ttabel= 1,85. Jadi thitung < ttabel sehingga H0 diterima dan H1
ditolak dengan kata lain luas areal panen (X2) tidak berpengaruh
signifikan terhadap produksi tanaman padi (Y).
2.4.3. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05.
Menentukan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1)
Ho : X1 = X2 = 0
Artinya variabel X1 dan X2 secara serentak tidak berpengaruh

terhadap variabel Y
H1 : X1 X2 0
Artinya variabel X1 dan X2 secara serentak berpengaruh terhadap
variabel Y

Tabel 2.5 Tabel output SPSS Perhitungan Anova

13

Dasar pengambilan keputusan:


H0 diterima apabila Fhitung < Ftabel
H1 diterima apabila Fhitung > Ftabel
Dari Tabel 2.5 didapat nilai Fhitung sebesar 4,447 sementara dari
Ftabel adalah 4,74, jadi Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dengan kata lain
variabel X1 dan X2 (curah hujan dan luas areal panen) secara bersamasama tidak berpengaruh secara signigfikan terhadap Y.
2.4.4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa
besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih
jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar
perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan
atau variasi pada variabel yang lain (Santosa & Ashari, 2005:125).
Nilai koefisien ini antara 0 dan 1, jika hasil lebih mendekati angka 0
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variasi variabel amat terbatas. Tapi jika hasil mendekati angka 1 berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

Tabel 2.6 Output SPSS untuk Perhitungan Koefisien Determinasi

14

Variabel luas areal panen dan curah hujan memberikan


kontribusi sebesar 73,2% terhadap produksi tanaman padi. Sementara
terdapat 26,8% faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi
tanaman padi.

15

BAB III
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Rumus analisa regresi adalah :
2. Di Kabupaten Banyumas pada periode tahun 2004-2013, curah hujan
berpengaruh secara secara signifikan terhadap hasil produksi tanaman
padi, sedangkan luas areal panen tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap produksi tanaman padi.
3. Faktor curah hujan dan luas areal panen secara simultan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi tanaman padi.
4. Faktor curah hujan dan luas areal panen mampu menjelaskan varian
dari hasil produksi tanaman padi sebesar 73,2 %.

3.2.

Saran
Saran yang dapat penyusun sampaikan adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar bisa meminimalisir
dampak negatif dari tinggi rendahnya curah hujan di Kabupaten
Banyumas.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengapa luas areal panen tidak
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil produksi tanman
padi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang
mempengaruhi hasil produksi tanaman padi.

DAFTAR PUSTAKA

16

Achmad Suryana dan Sudi Mardiyanto. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras,
Jakarta , LPEM FEUI.
Anonim, 2005,

Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2005, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas, Purwokerto.


Anonim, 2009, Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2009, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas, Purwokerto.
Anonim, 2014, Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2014 , Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas, Purwokerto.
Anonim, 2005, Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2005, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah, Semarang.
Anonim, 2005, Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2009, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah, Semarang.
Anonim, 2005, Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2014, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah, Semarang.
Anwar MR, Liu DL, Farquharson R, Macadam I, Abadi A, Finlayson J, Wang B,
Ramilan T. 2015. Climate change impacts on phenology and yields of five
broadacre crops at four climatologically distinct locations in Australia.
Agricultural Systems 132: 133-144.
Boer, R. 2002. Analisis Resiko Iklim Untuk Produksi Pertanian. Jurusan Geofisika
dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor.
Santosa & Ashari. 2005. Analisis Statistic Dengan Microsoft Excel & SPSS.
Yogyakarta:Andy Offset.
Sri Widodo Dkk, 2002, Kebijakan Pangan Nasional dalam Kerangka Otonomi
17

Daerah, MM Agribisnis UGM.


Suciantini, 2015, Interaksi Iklim (Curah Hujan) Terhadap Produksi Tanaman Pangan
di Kabupaten Pacitan, Prosemnas Masyarakat Biodiv Indonesia, vol 1 : 358365.

18

Anda mungkin juga menyukai