Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN STUDENT PROJECT

PERKESMAS DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA


KASUS MORBUS HANSEN (KUSTA)

1.

Identifikasi dan Karakteristik Kasus


a. Identitas Pasien
Nama

: Nyoman Jati

Umur

: 63 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Petani

Diagnosis

: Morbus Hansen (Kusta)

b. Anggota Keluarga
Tabel 1. Daftar anggota keluarga
No

Nama

L/P

Umur

Pendidika
n

Pekerjaan

Hub.

Nyoman Jati

63

SD

Petani

Pasien

Made Repot

60

Petani

Istri

Komang Wijaya

30

SMA

Pegawai
LPD

Anak
ke-3

Nyoman Puspa
Sari

30

SMA

Pegawai
Koperasi

Menantu

Putu Kesya
Veronika

Cucu

c. Pedigree
1

2
1

10

Gambar 1. Pedigree
Keterangan:
1. Nyoman Jati (Pasien)
2. Made Repot (Istri pasien)
3. Wayan Wudiantara (Anak pertama
pasien)
4. Kadek Utari (Menantu pasien)
5. - (Anak kedua pasien)

6. Komang Wijaya (Anak ketiga pasien)


7. Nyoman Puspa Sari (Menantu pasien)
8. I Wayan Karma Santika (Cucu pertama
pasien)
9. Made Dwi Andika (Cucu kedua pasien)
10. Putu Kesya Veronika (Cucu ketiga
pasien)

d. Denah Rumah

7
5

18
8

10

15

14

17

18

16
11

12

13

Gambar 2. Denah rumah


Keterangan:
1. Pintu masuk
2. Warung Pak Bawa dan Pak
Mongoh
3. Merajan
4. Rumah Pak Bawa (Adik Pak
Mongoh)
5. Rumah Pak Mongoh (Sepupu
pasien)
6. Kamar tidur Pasien
7. Kamar tidur Istri Pasien
8. Dapur pasien dan anak
ketiganya
9. Ruang Keluarga

2.

10. Kamar tidur anak pertama


pasien
11. Kamar mandi
12. Dapur anak pertama pasien
13. Kamar cucu pertama pasien
14. Rumah Pak Bawa
15. Kamar mandi
16. Kamar tidur anak ketiga pasien
17. Rumah Pak Mongoh
18. Warung menantu pertama
pasien

Konsep Teori dari Penyakit atau Kesakitan yang Diderita Kasus


a.
Batasan dan Etiologi Kusta
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf
perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
3

respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali


susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat
asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan
mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khusunya pada
tangan dan kaki.
Kusta bukan merupakan penyakit keturunan. walaupun
belum diketahui secara pasti, akan tetapi Mycobacterium leprae
dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit dan inhalasi
b.

droplet dari penderita kusta


Manifestasi klinis dan klasifikasi kusta
Apabila kuman M leprae masuk kedalam tubuh seseorang dapat
timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.
Bentuk tipe klinis bergantung pada Sistem Imunitas Seluler (SIS)
penderita. Bila sistem imun baik akan tampak gambaran klinis ke
arah tuberkuloid, dan bila keadaan sistem imunnya rendah akan
memberikan gambaran lepromatosa1.
Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi
Multi Basiler (MB) dan Pausi Basiler (PB). tipe MB mempunyai
Indeks Bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan PB mempunyai IB
kurang dari 2+. Kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada
pemeriksaan kerokan jaringan kulit, yaitu tipe-tipe I, TT, dan BT
menurut klasifikasi Ridley-Jopling. Bila pada tipe-tipe tersebut
disertai dengan BTA positif, maka akan dimasukkan kedalam kusta
MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB,
BL dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif
harus diobati dengan rejimen MDT-MB1.
WHO lebih menyederhanakan klasifikasi klinis kusta
berdasarkan hitung lesi kulit dan saraf yang terkena. Hal ini dapat
di lihat di tabel berikut1.
Tabel 2. Bagan klinis menurut WHO (1995)
Sifat
Lesi kulit

PB
- 1 5 lesi

MB
- Lebih dari 5

(makula datar,
papul yang
meninggi,
nodus)

- Hipopigmentasi/eritema
- Distribusi tidak simetris
- Hilangnya sensasi yang
jelas

Kerusakan
- Hanya satu cabang
saraf
(menyebabkan
hilangnya
sensasi/
kelemahan otot
yang dipersarafi
oleh saraf yang
terkena)

lesi
- Distribusi
lebih simetris
- Hilangnya
sensasi
kurang jelas
- Banyak cabang
saraf

Kelainan kulit pada penyakti kusta tanpa komplikasi dapat


hanya berbentuk makula saja, infiltrat saja atau keduaya. Kalau
secara inspeksi mirip penyakit lain ada tidaknya anestesia sangat
banyak membantu penentuan diagnosis, mesikpun tidak selalu
jelas. Hal ini dengan mudah dilakukan dengan menggunakan jarum
terhadap rasa nyeri, kapas terhadap rasa raba dan kalau masih
belum jelas dengan kedua cara tersebut baruah pengujian terhadap
rasa suhu yaitu panas dan dingin dengan menggunakan 2 tabung
reaksi1.
Kusta yang mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan
ialah pembesaran, konsitensi, ada atau tidaknya nyeri spontan dann
nyeri tekan. Hanya beberapa saraf superfisial yang dapat dan perlu
diperiksa yaitu N. fasialis, N. aurikularis magnus, N. radialis, N.
ulnaris, N. medianus, N. poplitea lateralis dan N. tibialis posterior.
Bagi tipe ke arah lepromatosa kelainan saraf biasanya bilateral atau
menyeluruh, sedang bagi tipe tuberkuloid, kelainan sarafnya lebih
terlokalisasi mengikuti tempat lesinya.1
Deformitas atau cacat yang disebabkan oleh kusta dapat
dibedakang menjadi 2 yaitu deformitas primer dan deformitas
sekunder. Cacat primer sebagai akibat langsung oleh granuloma

yang terbentuk sebagi reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak


dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus
respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Cacat sekunder
terjadi sebagai akibat adanya deformitas primer, terutama
kerusakan pada saraf baik saraf sensorik, motorik dan saraf
autonom. Cacat sekunder dapat berupa kontraktur sendi, mutilasi
tangan dan kaki.1
Gejala-gejala kerusakan saraf karena kusta di antaranya2:

N. Ulnaris:
-

Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis


Clawing kelingking dan jari manis
Atrofi hipotenar dan otot interseus serta kedua otot lumbrikalis

medial
N. Medianus
- Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan
jari tengah
- Tidak mampu aduksi ibu jari
- Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah
- Ibu jari kontraktur
- Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
N. Radialis
- Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
- Tangan gantung (wrist drop)
- Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
N. Popliteal Lateralis
- Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
- Kaku gantung (foot drop)
- Kelemahan otot peroneus
N. Tibialis Posterior
- Anestesia telapak kaki
- Claw toes
- Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
N. Fasialis
- Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
- Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan
kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir
N. Trigeminus
- Anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata
- Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

c.

Patofisiologi
Cara penularan kusta masih belum diketahui secara pasti.

M.

Leprae merupakan parasit obligat intra seluler yang terutama


terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial
pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M.
leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit darah, sel
mononuklear dan histiosit untuk memfagositosisnya. Kemampuan
untuk memfagositosis tergantung pada sistem imunitas tubuh. Sel
Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae. Bila
terjadi gangguan imunitas tubuh didalam sel Schwann, kuman
dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi
saraf berkurang, terjadi kerusakan saraf yang

progressiv.

Sebenarnya M. leprae mempunyai petogenitas dan daya invasi


yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih
banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan
dapat sebaliknya. Oleh sebab itu penyakit kusta dapat disebut juga
sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding
dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya 1.
d.

Faktor Risiko3
Ras : insiden pada ras kulit hitam lebih tinggi dalam bentuk
tuberkoloid, sedangkan pada kulit putih lebih tinggi dalam

e.

bentuk lepromatosa
Sosioekonomi : lebih banyak pada negara berkembang dan

golongan kelas rendah


Kebersihan kurang

Prognosis
Dengan adanya obat-obatan kombinasi, pengobatan menjadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik.
Jika suda ada kontraktur dan ulkus kronis prognosis kurang baik3.

3.

Kegiatan yang Telah Dilakukan pada Kasus


a.
Kegiatan Kunjungan Rumah

Kunjungan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada tanggal 18 mei


2015 dan 20 mei 2015. Kegiatan yang dilakukan adalah:
Tanggal 18 mei 2015
Saat kunjungan pertama ke rumah pasien, kami disambut oleh
istri dan cucu pasien. Saat itu pasien sedang berada di sawah,
tetapi istri pasien kemudian menjemput pasien ke sawah. Saat
itu dilakukan wawancara mengenai profil keluarga, denah
rumah dan anamnesis tentang penyakit yang dialami oleh
pasien, seperti riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit keluarga dan sosial, dan riwayat
pengobatan.
Tanggal 19 Mei 2015
Saat kunjungan kedua, kami disambut oleh pasien, istri pasien,
dan cucu pasien. Pada saat

kunjungan kedua dilakukan

wawancara mengenai penyakit kronik yaitu asma yang dialami


pasien. Selain itu juga dilakukan observasi lingkungan untuk
mengetahui adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi
b.

kesehatan pasien.
KIE dan konseling yang telah dilakukan
Saat kunjungan ke rumah pasien, kami memberikan KIE tentang
penyakit kusta meliputi penyebab kusta, cara penularan, gejala
kusta, pengobatan kusta. Khusus pada keluarga pasien, diberikan
konseling bagaimana menghadapi pasien yang menderita kusta dan
tidak mengkucilkan pasien.

4.

Perjalanan Penyakit Kasus


a. Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Dua bulan yang lalu tepatnya Bulan Maret 2015, pasien mengalami
panas tinggi yang kemudian dibawa ke Klinik Mas. Tiga hari
kemudian keluhan tidak kunjung membaik, kemudian pasien
menuju ke Puskesmas Tegallalang I. Pasien sempat dirawat selama
tiga (3) hari di ruang rawat inap UPT Kesmas Tegallalang I serta
menjalani tes darah yang kemudian dicurigai pasien mengalami
Demam Berdarah (DB). Rendahnya kadar trombosit dan kondisi
fisik menyebabkan pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit
8

Family Husadha karena RS Sanjiwani Gianyar penuh. Barulah di


RS Family Husadha pasien diketahui mengalami Kusta (MH)
dengan hasil laboratorium BTA (+). Bercak telah timbul kurang
lebih sejak 15 tahun yang lalu, namun pasien dan keluarga tidak
menganggap bercak tersebut berbahaya karena tidak terlalu
menganggu aktifitas sampai akhirnya pasien diberitahukan
mengenai penyakitnya. Pada bercak pasien merasakan rasa kebas,
tebal, dan tidak merasakan gatal, selain itu pasien merasakan
kesemutan pada ujung-ujung jari tangan dan kaki yang dirasakan
menjalar. Namun hal itu hanya ditangani pasien dengan membeli
balsam di warung.
Setelah kondisi pasien membaik saat dirawat di RS
Familiki Husadha selama lima (5) hari kemudian pasien
diberitahukan untuk menjalani perawatan kusta di UPT Kesmas
Tegallalang I. Dua bulan setelah menjalani pengobatan, pasien
rutin minum obat dan tidak pernah absen dan lupa untuk minum
obat. Sekarang, bercak putih tersebut sudah mulai membaik dan
bercak yang ada di tangan telah mengering dan berubah menjadi
kehitaman. Sebelumnya kulit yang tersebut terasa kebas dan tidak
merasakan sesuatu apabila diraba, sekarang kulit tangan sudah
mulai merasakan sentuhan. Rasa kesemutan sudah tidak terlau
sering dirasakan, jika dulu kesemutan dirasakan hamper setiap hari,
saat ini kesemutan hanya dirasakan seminggu sekali. Buang air
besar dan buang air kecil normal seperti biasa, akan tetapi terjadi
perubahan warna air kencing menjadi sedikit kemerahan.
Penyakit ini tidak menimbulkan keterbatasan fisik bagi
pasien. Akan tetapi, pasien sering merasa gelisah karena pasien
menganggap bahwa penyakit tersebut adalah penyakit yang berat
dan memerlukan pengobatan yang lama. Pasien mempunyai
riwayat penyakit asma yang menahun, sehingga seringkali
mengganggu tidur pasien. Riwayat penyakit kronis lain disangkal

oleh pasien.
Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat kusta di keluarga disangkal oleh pasien dan keluarga


begitu juga dengan riwayat penyakit kronik. Di dalam keluarga,
hanya istri pasien yang mengidap hipertensi (180/120 mmHg) yang

diderita sejak remaja.


Riwayat sosial
Sejak bercak putih timbul yakni sekitar 15 tahun yang lalu, pasien
belum menyadari penyakitnya sehingga aktif berinteraksi dengan
warga sekitar, seperti menghadiri acara Desa melalui kegiatan
banjar, maupun mengikuti upacara keagamaan. Begitu halnya
dengan pekerjaan, pasien tetap bekerja sebagai petani karena
penyakit tersebut sama sekali tidak mengganggu aktivitasnya dan
wilayah garapan tanah yang dimilikinya cukup luas meliputi 11 are
tegal dan 11 are sawah yang berlokasi di samping SMPN 1
Tegallalang. Namun, sejak 2 tahun yang lalu pasien sering
mengalami sesak apabila udara dingin, sehingga pasien mulai
membatasi kegiatannya di sawah dan tegal.
Sejak Bulan Maret 2015 pasien

telah

didiagnosis

mengalami kusta (MH), namun pasien tetap aktif di kegiatan banjar


dan persembahyangan di Pura karena mengganggap masyarakat
sekitar tidak tahu. Pasien tidak menghadiri kegiatan banjar
biasanya belakangan ini dikarenakan sesaknya sering kumat
sehingga pasien memilih untuk menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk beristirahat di kamar. Pasien tidak merokok dan
b.

tidak minum minuman keras.


Gejala dan Tanda
Gejala: bercak putih pada wajah, leher, perut, dan tangan yang
terasa tebal (tidak merasakan sentuhan) dan tidak gatal. Selain

itu, dirasakan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki.


Tanda: Terdapat bercak warna kehitaman pada kulit tangan, dan
bercak keputihan pada wajah dan leher.

10

Foto 1. Pasien (Nyoman Jati)


c.

Hasil Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 kali per menit
Respirasi
: 18 kali per menit
Suhu
: 36,6 oc
Berat
: 50 kg
Tinggi
: 157 cm
Status Generalis
Mata

THT

Toraks

an -/-, ikt -/-, rp +/+, isokor, injeksi


konjungtiva -/- arkus senil +/+,
: sekret -/ Telinga
: rhinorea -/-,
Hidung
Tenggorok : hiperemi (-)
: statis dan dinamis:
Inspeksi
semetris; retraksi (-)
:
simetris,
normal
Palpasi
Perkusi

: sonor

Auskultasi

: - cor : S1 S2 tunggal,
reguler, murmur (-)
: - pulmo : wheezing
-/-

Abdomen

Inspeksi

: distensi (-)

Auskultasi

: bising usus (-)

11

Ekstremitas

Palpasi

: hepar tidak teraba,


lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Akral hangat, sianosis (-), kontraktur


lemas/drop

Status Dermatologi
Effloresensi :
Terdapat pacth hipopigmentasi batas tegas, sirsiner, ukuran
nummular, soliter pada region facialis sinistra
Terdapat patch hipopigmentasi batas tegas, ukuran numular,
geografik simetris pada region humerus dekstra dan sinistra

12

Foto 2. Tanda hipopigmentasi pada wajah, leher, dan tangan

Pemeriksaan Anestesia:
Pemeriksaan goresan pada lesi dan kulit normal menggunakan
kapas, tidak terdapat anestesia pada pipi, leher dan tangan kiri

dan kanan.
Pemeriksaan Saraf Tepi dan Fungsinya:

13

Dilakukan palpasi N. Ulnaris, N. poplitea lateralis sinistra, N.


tibia posterior sinistra ditemukan nyeri tekan serta penebalan
saraf.
d. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tes Laboratorium BTA Kusta : (+) positif
e. Riwayat Pengobatan
Saat ini pasien sedang mengkonsumsi MDT untuk Multibasiler selama
dua tahun. Pasien meminum obat kombinasi yang diambil setiap bulan
ke Puskesmas. Pengobatan kusta telah berjalan hampir 2 bulan, kini
pasien mengkonsumsi paket obat yang ketiga. Adapun riwayat
pengobatan kusta yang berlangsung saat ini tercantum dalam tabel di
bawah.
Tabel 3. Riwayat dan tindak lanjut pengobatan
Jenis
Nama Obat
Lama
Pengobatan Rifampicin
pengobatan
Lampren
DDS
MDT-MB
600mg/bulan 300mg/bulan 100mg/hati 24
dosis
disupervisi
disupervisi
di rumah
dalam
Pada
hari
waktu 24kedua
36
bulan
dst.nya 50
atau sampai
mg/hari di
BTA negatif
rumah
Selain itu pasien juga selalu siap sedia untuk pengobatan asma
yang sering dideritanya, namun obat-obat tersebut hanya diminum
pasien saat dirasa ada faktor pencetus, seperti udara dingin atau
kelelahan. Adapun obat-obat asma yang dipergunakan pasien

diantaranya :
Salbutamol
= 2mg
Dexamethasone
= 0.75mg
Ambroxol
= 30 mg
Selain obat-obatan pasien juga mengonsumsi beberapa vitamin
diantaranya multivitamin B kompleks

14

Foto 3. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien (kiri atas : Vitamin B


kompleks, kanan atas : pengobatan asma, bawah: pengobatan kusta)
f.

Kesembuhan
Saat ini kondisi pasien sudah membaik. Kesemutan sudah tidak
terlalu sering dirasakan lagi dan bercak putih sudah dirasa tidak
teralu tebal dan kebas, serta bercak di tangan kanan dan kiri sudah
mulai mengering.

5.

Latar Belakang Kasus


a.
Faktor Kondisi Fisik Kasus
Keadaan umum : Pada saat pemeriksaan yang dilakukan pada
saat kunjungan didapatkan vital sign: Tekanan darah 110/80
mmHg; Nadi 80x/ menit; respirasi 18x/ menit; suhu 36,6 oC.
Hal tersebut menunjukkan saat ini keadaan pasien secara umum
baik.

15

Penyakit terdahulu : Pasien mempunyai riwayat asma menahun


yang setengah terkontrol dengan tingkat kekambuhan < 2x
sebulan dan sebelumnya belum pernah mengalami penyakit

kusta.
Gizi: Dilihat dari gizi, gizi pasien sudah cukup baik, dilihat dari
BMI pasien yakni 20,4. Pasien mengonsumsi protein nabati dan
hewani berupa daging, ikan, tahu atau tempe bervariasi setiap
hari. Pasien juga mengonsumsi buah kurang lebih sebanyak 3x

b.

dalam seminggu dan sayur sebanyak 4x dalam seminggu.


Faktor Lingkungan
Secara umum, luas pekarangan 6 are yang ditempati oleh 4 Kepala
Keluarga (KK) yaitu KK Nyoman Jati (pasien), KK Wayan
Wudiantara (anak pertama pasien), KK Pak Mongoh (sepupu
pasien), dan KK Pak Bawa (adik Pak Mongoh). Rumah tersebut
terdiri dari 7 bangunan tempat tinggal yang meliputi 1 bangunan
milik pasien (terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 ruang
keluarga), 1 bangunan milik anak pertama pasien (terdiri dari 2
kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi), 1 bangunan milik anak
ketiga pasien (terdiri dari 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi), 2
bangunan milik Pak Mongoh, serta 2 bangunan lainnya milik Pak
Bawa. Selain itu, terdapat 1 merajan dan 1 bale bengong yang
digunakan bersama, 1 bangunan warung milik pasien yang dikelola
oleh menantu pertamanya dan 1 bangunan warung milik Pak
Mongoh bersama Pak Bawa. Kepadatan penghuni ini selain
menimbulkan masak privacy juga mempercepat penularan penyakit
khususnya yang menular melalui udara. Syarat rumah sehat
berdasarkan Departemen Kesehatan adalah 9m2 per orang.
Rumah pasien juga sudah dilengkapi oleh septic tank yang
berapa tepat di depan pintu masuk rumah pasien. Untuk kebutuhan
air pasien menggunakan air dari PAM dan tidak menggunakan
sumur. Pasien tidak memiliki tempat penyimpanan air sehingga air
sering macet di pagi dan sore hari. Pasien dan istri pasien
menggunakan kamar mandi yang berada di bangunan anak

16

ketiganya. Karena istri pasien sudah cukup tua, dalam hal


menguras kamar mandi seminggu sekali biasanya dibantu oleh
menantunya. Kebersihan kamar mandi cukup terjaga dan tidak
terlihat ada jentik-jentik nyamuk pada bak mandi. Pasien hanya
memelihara 3 burung dalam sangkar yang digantung di sudut-sudut
rumahnya. Adapun sejak didiagnosis menderita kusta, pasien tidur
terpisah kamar dengan istrinya.
Lingkungan rumah pasien dikategorikan bersih, tidak ada
sampah berserakan. Namun, kamar pasien memiliki sanitasi yang
kurang baik karena tidak ada jendela sehingga terasa sumpek
karena tidak ada sirkulasi udara. Bakteri akan tumbuh subur pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk >
80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang esensial bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
Selain itu, kamar pasien tidak memungkinkan ada cahaya
yang masuk kecuali pintu kamar pasien dibuka. Hal ini dapat
menyebabkan pertumbuhan kuman yang bersifat pathogen karena
sinar matahari berfungsi untuk membunuh bakteri.

c.

Foto 4. Lingkungan rumah pasien


Faktor Ekonomi, Sosial, dan Budaya (adat kebiasaan)
Dari segi ekonomi, penyakit ini tidak menimbulkan dampak sosial
ekonomi pada pasien. Hal ini dikarenakan obat yang dikonsumsi
diperoleh secara gratis melalui program Jaminan Kesehatan Bali
Mandara (JKBM) yang persyaratannya menyerahkan KTP Bali.
17

Selama ini, pasien dan istrinya hanya memperoleh pendapatan


sebagai petani di lahan miliknya sendiri dengan luas 11 are sawah
dan 11 are tegal, sehingga pendapatan tersebut tidak menentu
tergantung musim panen. Oleh karena itu, dalam hal keuangan
pasien dibantu oleh anak pertamanya yang bekerja di Koperasi
Tegallalang, menantu pertamanya yang mengelola warung, anak
ketiganya yang bekerja di LPD, dan menantu ketiganya yang
bekerja di Koperasi Pujung.
Sejak munculnya bercak putih pada tahun 2000, pasien
tetap aktif melakukan aktivitas yakni bekerja sebagai petani,
mengikuti kegiatan banjar, maupun melaksanaan kegiatan piodalan
di Pura. Pasien menganggap penyakitnya tidak menular dan
masyarakat tidak tahu sehingga pasien berinteraksi sewajarnya
secara normal. Hal ini terus berlangsung hingga Bulan Maret 2015
saat pasien didiagnosis MH (kusta), pasien justru mengurangi
aktivitasnya keluar rumah karena pasien sering sesak dan karena
lesi serta hipopigmentasi di tubuhnya mulai terlihat. Sekarang
pasien tidak lagi aktif di kegiatan banjar namun tetap bertani dan
mengikuti kegiatan piodalan di Pura. Pasien tidak mengalami
tingkat cacat 0 yaitu di mata, penglihatan normal tidak ada cacat
akibat penyakit kusta dan di tangan/kaki, tidak ada anestesi, tidak
ada cacat yang terlihat akibat kusta (Depkes RI, 2007).
Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar.
Sesekali pasien keluar kamar dan duduk di bale bengong untuk
bertemu anak, menantu, dan cucunya. Pasien dan keluarganya tidak
pernah menggunakan masker sebagai Alat Pelindung Diri (APD)
sehingga berpotensi menularkan penyakit kusta. Keluarga pasien
tetap duduk berdekatan dan berlaku sewajarnya untuk menjaga
perasaan pasien. Selain itu pasien tidak pernah keluar rumah untuk
d.

bersosialisasi dengan tetangga lagi.


Persepsi pasien dan keluarga terhadap penyakit
Pasien sering merasa takut dengan penyakit yang dialami karena
pengobatannya sangat lama yaitu 2 tahun pasien merasa kalau
penyakit ini sangat berat dan dapat menyebabkan kematian. Pasien
18

sering berkata kepada keluarganya lebih baik mati daripada sakit


tidak kunjung sembuh sejak 15 tahun lalu. Pasien tidak percaya
terhadap dukun dan hanya percaya terhadap pengobatan medis.
Pasien tidak pernah menggunakan pengobatan herbal, hanya
pengobatan dari dokter. Pasien juga mengetahui kalau penyakit
tersebut dapat menular, akan tetapi beliau tidak mengetahui media
penularannya sehingga pasien hanya memisahkan diri tidur dengan
istrinya namun tidak meminta keluarganya menggunakan APD.
Pasien menganggap kalau penyakit ini dapat sembuh kalau rutin
e.

meminum obat dan melakukan pemeriksaan.


Permasalahan
Pengetahuan dan sikap pasien tentang kusta tergolong masih
kurang sehingga pasien dan keluarga tidak mengerti untuk
melakukan spesific protection APD (memakai masker) saat

berkomunikasi dengan orang lain.


Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan tertularnya
penyakit kusta yaitu, sering berkontak langsung dengan anggota
keluarga lain, pasien tidak pernah menggunakan masker saat
berkomunikasi dengan orang lain, serta ventilasi kamar yang tidak
pernah dibuka.

6.

Kesimpulan
Pasien Laki-laki (63 tahun) menderita kusta tipe Multi Basiler
kurang lebih sejak 15 tahun yang lalu, saat ini tengah melakukan

pengobatan MDT MB mulai dari 2 bulan yang lalu.


Penyakit tersebut tidak menyebabkan dampak sosial bagi pasien
karena keluarganya memperlakukan pasien seperti biasa untuk
menjaga perasaannya. Tetangga pasien juga tidak mengetahui
pasien menderita penyakit kusta, sehingga dapat meningkatkan

risiko tertular penyakit kusta.


Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan tertularnya
penyakit kusta yaitu, sering berkontak langsung dengan anggota
keluarga lain apalagi rumah pasien terdiri dari 4 KK, pasien tidak
pernah menggunakan masker saat berkomunikasi dengan orang
lain, serta kurangnya pencahayaan kamar dan kelembaban kamar
19

yang tinggi. Hal ini terjadi karena penularan penyakit kusta dapat
melalui media mukosa hidung melalui udara dan keringat.
7.

Saran
Pencegahan
1.
Melakukan KIE ke keluarga pasien yang tinggal dalam satu
pekarangan tentang penyakit yang diderita pasien, mulai dari
2.

penyebab, cara pengobatan, gejala, dan pengobatan.


Tidak melakukan kontak langsung dengan pasien, memakai masker
saat berkomunikasi dengan pasien supaya tidak tertular penyakit
kusta. Apabila melakukan kontak langsung dengan pasien segera
cuci tangan dengan sabun. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk

3.

memproteksi diri sendiri, bukan bersifat mengkucilkan pasien.


Menjaga asupan makanan dengan mengkonsumsi makanan bergizi

4.

sehingga daya tahan tubuh menjadi baik.


Tidak melakukan kontak langsung dan memakai masker apabila

5.

berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya.


Membuat ventilasi yang baik dengan pencahayaan matahari pada

6.

kamar pasien
Pasien diharapkan rutin untuk mengkonsumsi obat setiap hari
selama 2 tahun, control secara rutin, dan melakukan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan bakterioskopis sebulan sekali

7.

atau minimal 3 bulan sekali.


Apabila terjadi reaksi kusta, pasien diharapkan segera mengunjungi
dokter dan tidak menghentikan pengobatan, karena itu merupakan

8.

suatu reaksi akibat matinya banteri Mycobacterium Leprae.


Pemegang program P2-Kusta dari UPT Kesmas Tegallalang 1
harus melakukan deteksi dini kepada orang-orang yang berisiko
terkena kusta (active case finding) supaya mendapat penanganan
yang cepat.

Peran Serta Keluarga


1.
Dukungan dari keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien.
Keluarga yang tinggal dalam satu pekarangan dengan pasien harus
di KIE tentang penyakit yang diderita oleh pasien, sehingga dapat
memberikan motivasi untuk semangat menjalani pengobatan yang
lama.

20

2.

Keluarga pasien diharapkan dapat mengawasi konsumsi obat


pasien karena pengobatan yang lama, juga dapat menyebabkan
rendahnya kepatuhan minum obat.

Foto 5. Dokumentasi kegiatan kedokteran keluarga

21

DAFTAR PUSTAKA
1.

Djuanda Adhi., 2007., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.

2.
3.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.


Pemukiman. 1990. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1991. Buku Pegangan
Kader dalam Pemberantasan Penyakit Kusta. Jakarta :Sasakawa
Memorial Health Foundation

22

Anda mungkin juga menyukai