Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN DENGAN GLAUKOMA

OLEH
DHARMA ANDREYANU, S. Kep
NIM: 113063J116013

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN
2016
I. KONSEP TEORI

a. Pengertian
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan adanya
peningkatan tekanan intraokular dan pencekungan serta atrofi nervus
opticus yang menghasilkan defek pada lapang pandang dan dapat
menyebabkan kebutaan, (John H. Direkx, 2004).
Glaukoma adalah sekelompok gangguan kompleks yang ditandai
dengan degenerasi progresif dari sel-sel ganglion retina, menimbulkan
kecacatan visual, yang mencerminkan atrofi saraf optik, dengan gambaran
klinis yang khas, (M. Gemenetzi dkk, 2012).
Glaukoma adalah sebuah neuropati optik terkait dengan kematian
progresif sel-selganglion retina dan aksonmereka, dan terkaithilangnya
bidang visual, (Johns Hopkins dkk, 2012).
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf
optik(neoropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan
tekanan okular pada papil saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang
pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral
terkena, (Bruce James. et al , 2006)
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraokular (sampai lebih dari 20 mmHg),
(Elizabeth J.Corwin, 2009)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
peningkatan TIO, enggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek
lapang pandang yang khas, (Anas Tamsuri, 2010)
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola
mata meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan, (Mayenru Dwindra, 2009)
b. Etiologi
Penyebab glaukoma antara lain :
1. Primer terdiri dari :
a) Akut: Dapat disebabkan karena trauma, seperti trauma mata,
terutama jika parah, dapat menyebabkan peningkatan tekanan bola
mata. Lensa mata juga dapat menjadi dislokasi, yang dapat
mengakibatkan penutupan sudut drainase.
b) Kronik: Dapat disebabkan oleh keturunan keluarga dan kondisi
medis yang dapat berkontribusi pada pengembangan glaukoma
termasuk diabetes, hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit
jantung, dan hipotiroidisme.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti : Katarak, perubahan
lensa, kelainan uvea, pembedahan, pemakai steroid secara rutin
misalnya: pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang
tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma, obat

steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid
secara rutin lainnya.
3. Faktor Resiko menurut Marlene Hurst, (2008) adalah :
a) Umur: Umur, terutama setelah usia 60, adalah nomor satu faktor
risiko untuk pembentukan glaukoma.
b) Ras: Mereka dari Afrika Amerika, Meksiko-Amerika, atau
keturunan Asia-Amerika memiliki risiko lebih besar
c) Riwayat keluarga glaukoma: Sebuahriwayat keluarga glaukoma
menempatkanseseorang pada risiko yang lebih besar untuk
mengembangkan glaukoma. Diperkirakan glaukoma dapat
memiliki link genetik. Itu berarti bahwa mungkin ada kerusakan
pada satu atau beberapa genyang dapat menyebabkan seseorang
menjadi lebih rentan terhadap pengembangan glaukoma.
c. Klasifikasi
1. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma Sudut-Terbuka Primer adalah tipe yang yang paling
umum dijumpai tetapi seringkali tidak ada gejala sampai terjadi
kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara
permanen. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi
bila ada riwayat dalam keluarga.
Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekuler. Sudut bilik depan terbuka normal,
pengaliran dihambat karena adanya perubahan degeratif jaringan
trebuekuler, saluran schelem dan saluran yang berdekatan. adanya
hambatan aliran AgH tidak secepat produksi, bila berlangsung secara
terus menerus, maka menyebabkan degenerasi syaraf optik, sel
gangglion, atropi iris dan siliare tetapi hal ini biasanya terjadi pada usia
dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun.
2. Glaukoma Akut Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup akut adalah terganggunya aliran
akibat tertutupnya atau terjadinya penyempitan sudut antara iris dan
kornea, Glaukoma ini lebih sering ditemukan karena keluhannya yang
mengganggu.
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekuler dan menghambat humor aquaeos mengalir ke saluran
schelemm. Di mana terjadinya penyempitan sudut dan perubahan iris
ke anterior, mengakibatkan penekanan kornea dan menutup sudut
mata, Aqueous Humor tidak bisa mengalir keluar, bilik mata depan
menjadi dangkal.

3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma Sekunder dikarenakan oleh kondisi lain seperti
katarak, diabetes, trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya.
Obat tetes mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat
meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata wajib
diukur teratur bila sedang memanfaatkan obat-obatan tersebut.
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi dari
peradangan mata, perubahan pembuluh darah dan trauma. Dengan
gejala yang hampir mirip dengan sudut terbuka dan sudut tertutup
tergantung pada penyebab.
4. Glaukoma Kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau
segera setelah kelahiran, biasanya dikarenakan oleh sistem saluran
pembuangan cairan di dalam mata tidak berfungsi dengan baik.
Hasilnya tekanan bola mata berkembang/berubah naik terus dan
menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair,
berkabut dan peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital merupakan
perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder
terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi klinik
biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia blepharospme.
d. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinik glaucoma menurut Marlene Hurst, (2008):
1. Glaukoma Primer
a) Glaukoma Sudut Terbuka
(i) Tidak ada gejala: Pada awal pengembangan glaukoma,
penumpukan cairan lambat, dan seperti bagian lain dari tubuh,
dapat mengkompensasi untuk sementara waktu. Jadi individu
bahkan mungkin tidak menyadari bahwa masalah telah dimulai
dengan peningkatan TIO yang pada akhirnya akan
menyebabkan kerusakan saraf optik.
(ii) Kehilangan penglihatan perifer: sebagai IOP terus
berkembang/berubah naik, saraf optik menjadi terpengaruh.
Tekanan ini kompres pada saraf optik dan penurunan suplai
oksigen terjadi. Hasil Kerusakan saraf jika tidak ditangani.
Akhirnya, orang tersebut kehilangan penglihatan perifer.
(iii) Visi terowongan dan akhirnya kebutaan: sebagai glaukoma
berlanjut, lebih banyak tekanan yang diberikan pada saraf
optik ke titik yang terjadi visi terowongan. Jumlah kematian
saraf optik menyebabkan kebutaan..
b) Glaukoma Akut Sudut Tertutup
(i) Nyeri hebat di dalam maupun sekitar mata: Peningkatan
tekanan intraokular terjadi tiba-tiba, menyebabkan onset
mendadak sakit mata. Mata tidak punya waktu untuk
mengimbangi ketika tekanan naik dengan cepat. Hal ini paling

sering terjadi ketika orang itu duduk di ruangan gelap, yang


menyebabkan mata melebar. Sudut berkurang, sehingga
mengurangi atau occluding aliran aqueous humor.
(ii) Penglihatan kabur : Ini adalah penumpukan tekanan di dalam
mata dan sekitar saraf optik yang menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
(iii) Halo sekitar cahaya : Sekali lagi, itu adalah penumpukan
tekanan di dalam mata dan sekitar saraf optik yang
menyebabkan orang untuk melihat lingkaran cahaya.
(iv)Mual dan muntah : Nyeri berat dapat merangsang pusat
muntah.
(v) Kerasnya mata saat dipalpasi : Peningkatan tekanan dari
cairan.
2. Glaukoma Sekunder
a) Pembesaran bola mata
b) Gangguan lapang pandang
c) Nyeri dalam mata
d) Epidemiologi
Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan di dunia, hampir 60
juta orang terkena glaukoma. Di Amerika, penyakit ini merupakan
penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah. Glaukoma sudut terbuka
primer merupakan bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih. Ras
kulit hitam memiliki resiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis dan penurunan penglihatan yang berat
dibandingkan ras kulit putih. Di Amerika Serikat, 1,29% orang berusia
lebih dari 40 tahun, meningkat hingga 4,7% pada orang berusia lebih dari
75 tahun, diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer. Pada
penyakit ini terdapat kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat
pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining yang teratur. Glaukoma
sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma
sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral
akibat glaukoma di China. Glaukoma tekanan normal merupakan tipe
yang paling sering di Jepang (Asbury, Vaughan. Ilyas S. 2010). Di
Indonesia penderita glaucoma sekitar 4,6% penduduk Indonesia,
kemungkinan masih ada yang belum terdiagnosis (Riskesdas, 2013).
Prevalensi di Provinsi Kalimantan Selatan 0,011% penduduk (Profil KalSel, 2012).
e) Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humor aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga
bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera.
Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada

pemeriksaan dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan


tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan
terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.
Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila
terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1. Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.
2. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada
bola mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada
bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas.
4. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optik (Anas Tamsuri, 2010)
f) Diagnostik Test
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
glaukoma adalah:
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan
dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau
penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO
normal atau hanya meningkat ringan.
4. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina,
discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
5. Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi
oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior
sehingga memberikan pandangan oblikkedalam tuberkulum dengan
lensa khusus.
a) Pengukuran
Tekanan
okuler
dengan
tonometer:
Nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan
dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg (normal 11-21
mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, TIO biasanya
sebesar 22-40 mmHg. Pada glaukoma sudut tertutup TIO
meningkat hingga di atas 60 mmHg (Sidharta Ilyas, 2004).
b) Pemeriksaan sudut iris kornea dengan lensagonioskopi untuk
mengkonfirmasi adanya sudut terbuka.

c) Pemeriksaan lempeng optik dan menentukan apakah mengalami


cuping patologis. Lempeng dinilai dengan memperkirakan cup to
ratio. Pada mata normal rasio ini biasanya tidak lebih besar dari
0,4. Pada glaukoma kronis, akson yang memasuki papil saraf
mati.
6. Perimetri: Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yangkhas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang
pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi
7. Darah lengkap, LED: Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan
aterosklerosisi, PAK
9. Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
10. Pemeriksaan Ultrasonografi: Ultrasonografi dalai gelombang suara
yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
g) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan
menggunakan obat sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh
tubuh)
2. Terapi obat-obatan
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Terapi
awal yang diberikan adalah penyekat beta (timolol, betaxolol,
levobunolol, carteolol, dan metipranolol) atau simpatomimetik
(adrenalin dan depriverin).Untuk mencegah efek samping obat
diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya tidak
boleh terlalu sering.Miotikum (pilocarpine dan carbachol) meski
merupakan antiglaukoma yang baik tidak boleh digunakan karena
efek sampingnya.
a) Obat Sistemik
(i)
Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara
intravena (acetazolamide 500mg) kemudian diberikan dalam
bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.
(ii)
Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk
obat minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam
bentuk intravena adalah manitol.Obat ini diberikan jika TIO
sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif
lagi.
(iii)
Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti
muntah.
(iv)
Obat Tetes Mata Lokal

(v)

Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol,


betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol.
Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.
(vi)
Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai
dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah
terapi sistemik.
(vii) Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x
dengan jarak 15 menit kemudian diberikan 4x
sehari.Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada
mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi.
b) Terapi Bedah
(i) Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik
mata belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam
pengaliran aqueus humor. Hal ini hanya dapat dilakukan jika
sudut yang tertutup sebanyak 50%.
(ii) Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang
tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan iridektomi.
(iii) Trabekulektomi
(bedah
filtrasi)
merupakan
prosedur
pembedahan untuk mengobati glaukoma dengan menurunkan
tekanan mata (TIO). Dalam prosedur ini, sepotong kecil dari
dinding mata yang mungkin termasuk trabecular meshwork
(drainase alami) akan dihapus. Pembedahan ini akan membuka
saluran baru dan menciptakan bypass ke trabecular meshwork
untuk mengurangi TIO.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Data demografi :
a) Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur kurang
lebih 40 tahun
b) Ras, kulit hitam mengalami kebutaan paling sedikit 5 kali
dibandingkan kulit putih
c) Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan
3. Makanan/cairan
Mual, muntah (glaukoma akut)
4. Nyeri/kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tibatiba/berat, menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala
(glaukoma akut)

5. Neurosensori
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar
sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut)
6. Riwayat keluarga
Apakah terdapat keluarga yang juga mengalami glaukoma atau
diabetes mellitus
7. Riwayat pasien
Mengalami trauma atau pembedahan mata atau pernah mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang. Apakah ada riwayat
pengguanaan obat, misalkan antidepresan trisiklik, antihistamin,
(menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat mengakibatkan
glaukoma sudut tertutup primer), fenotiasin, inhibitor monoamine
oksidase(MAO), antikolinergik, antispasmotik dan antiparkinson.
8. Pemeriksaan fisik dan penunjang
a) Pemeriksaan dengan oftalmoskop : mengkaji kerusakan saraf
optikus, untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus
optikus. diskus optikus menjadi lebih luas dan dalam pada
glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, aqueus humor
keruh dan pembuluh darah dan menjalar keluar dari iris.
b) Pemeriksaan lapang pandang perifer
Pada kedaan akut, lapang pandang cepat menurun secara signifikan
dan kedaan kronik akan menurun secara bertahap.
c) Pemeriksaan melalui inspeksi
Untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil dan gagal bereaksi terhadap cahaya.
d) Pengukuran tonografi
Mengkaji TIO, normal11-21 mmHg
e) Pengukuran genioskopi
Membantu membedakan glaukoma sudut tertutup atau terbuka.
f) Tes provokatif
Digunakan alam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau
hanya meningkat ringan.
g) Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya diabetes mellitus(Suddarth, 2001).
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIO
b) Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan
dengan serabut saraf oleh karena peningkatan TIO.
c) Cemas berhubungan dengan Penurunan ketajaman penglihatan,
Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan
d) Resiko cedera b/d penurunan lapang pandang

2. Post operasi
a) Nyeri berhubungan dengan post tuberkulectomi iriodektomi
b) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi

c. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi:
Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIO.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan
nyeri hilang/ berkurang dengan Kriteria Hasil:
Klien dapat mengidentifikasi penyebab nyeri
Klien menyebutkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan nyeri
Klien mampu melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
Intervensi
a. Kaji tipe, intensitas, dan lokasi
nyeri
b. Pantau derajat nyeri mata setiap
30 mentit selama masa akut
c. Pertahankan istirahat di tempat
tidur dalam ruangan yang
tenangdan gelap dengan kepala
ditinggikan 30 atau dalam
posisi nyaman
d. Berikan
lingkungan
yang
nyaman
e. Anjurkan tehnik relaksasi.
f. Kolaborasi tentang pemberian
analgesic

Rasional
a. Mengenal berat ringannya
nyeri dan menentukan terapi
b. Untuk
mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpanan
dari hasil yang diharapkan.
c. Mengurangi
rangsangan
terhadap syaraf sensori dan
mengurangi TIO

d. Stress dan sinar menimbulkan


TIO yang mencetuskan nyeri
e. Keadaan
rileks
dapat
mengurangi nyeri.
f. Untuk mengurangi nyeri

Diagnosa 2: Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan b.d serabut


saraf oleh karena peningkatan TIO
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan
peningkatan persepsi sensori dapat berkurang dengan Kriteria Hasil:
Klien dapat meneteskan obat mata dengan benar
Kooperatif dalam tindakan
Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Tidak terjadi penurunan visus lebih lanjut

Intervensi
a. Kaji dan catat ketajaman a.
penglihatan
b.
b. Kaji
tingkat
deskripsi
fugnsional
terhadap
penglihatan dan perwatan
c.

Rasional
Menentukan kemampuan visual

Memberikan
keakuratan
terhadap
penglihatan
dan
perawatan
Meningkatkan self care dan
mengurangi ketergantungan
c. Sesuaikan lingkungan dengan
d. Meningkatkan rangsangan pada
kemampuan penglihatan
waktu kemampuan penglihatabn
d. Kaji
jumlah
dan
tipe
menurun
rangsangan yang dpat diterima e. Mengetahui
kondisi
dan
klien
perkembangan klien secara dini
f. Untuk mempercepat proses
penyembuhan
e. Observasi TTV
f. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi
Diagnosa 3: Cemas b.d Penurunan ketajaman penglihatan, Kurang
pengetahuan tentang prosedur pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan
Cemas klien dapat berkurang dengan Kriteria Hasil:
Berkurangnya perasaan gugup
Posisi tubuh rileks
Mengungkapkan pemahaman tentang rencana tindakan

a.

b.

c.
d.

Intervensi
Hati-hati penyampaian
hilangnya penglihtan secara
permanen
Berikan kesempatan klien
mengekspresikan
tentang kondisinya
Pertahankan kondisi yang
rileks
Observasi TTV

a.
b.

c.
d.
e.

Rasional
Jika klien belum siap akan
menambah kecemasan
Mengekspresikan perasaan
membantu Kx mengidentifikasi
sumber cemas
Rileks dapat menurunkan cemas
Untuk mengetahui TTV dan
perkembangannya
Dengan memberikan perhatian
akan menambah kepercayaan
klien

e. Siapkan bel ditempat tidur dan


instruksikan klien memberikan
tanda bila mohon bantuan
f. Diharapkan dapat mempercepat
f. Kolaborasi dengan tim medis
proses penyembuhan

dalam pemberian terapi

Diagnosa 4: Resiko cedera b/d penurunan lapang pandang


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapakan
Klien tidak mengalami cederadengan Kriteria Hasil:
Klien mampu mendemontrasikan tentang kewaspadaan kecemasan
Klien meminta bantuan petugas saat memenuhi kebutuhan.
Intervensi
Rasional
a. Orietasikan klien terhadap
a. Mengurangi kecelakaan atau
lingkungan ketika tiba.
cidera
b. Lakukan modifikasi
b. Menimalkan tingkat cidera yang
lingkungan untuk meindahkan
berasal dari gangguan ini
semua bahaya:
Singkirkan rintangan pada
tempar lalu lalang
Sungkirkan gulungan dari
kaki
Singkirkan barang-barang
yang mungkin dapat
mencederai klien.
c. Mengurangi resiko terjatuh
c. Serahkan benda-benda
termasuk bel pemanggil, alat
bantu ambulasi kepada klien
d. Mempertahankan yang aman
d. Bantu klien dan keluarga
setelah pulang.
mengevaluasi lingkungan
rumah terhadap bahaya yang
mungkin terjadi.
Post Operasi
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan post
tuberkulectomi iriodektomi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan
nyeri hilang/ berkurang dengan Kriteria Hasil:
Klien mendemonstrasi-kan teknik penurunan nyeri
Klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi
a. Kaji derajat nyeri setiap hari.

Rasional
a. Normalnya, nyeri terjadi dalam
waktu kurang dari 5 hari setelah
operasi dan berangsur
menghilang. Nyeri dapat
meningkat sebab peningkatan

b.
b. Anjurkan untuk melaporkan
perkembangan nyeri setiap
hari atau segera saat terjadi
peningkatan nyeri mendadak.
c. Anjurkan pada klien untuk
tidak melakukan gerakan tibatiba yang dapat memicu nyeri.

c.

d.
d. Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
e. Lakukan tindakan kolaboratif
dalam pemberian analgesik
topikal/ sistemik.

e.

TIO 2-3 hari pasca operasi.


Nyeri mendadak menunjukan
peningkatan TIO masif.
Meningkatkan kolaborasi ,
memberikan rasa aman untuk
peningkatan dukungan
psikologis.
Beberapa kegiatan klien dapat
meningkatkan nyeri seperti
gerakan tiba-tiba, membungkuk,
mengucek mata, batuk, dan
mengejan.
Mengurangi ketegangan,
mengurangi nyeri.
Mengurangi nyeri dengan
meningkatan ambang nyeri.

Diagnosa 2: Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi operasi


Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah
keperawatan Risiko tinggi terhadap infeksi teratasi dengan kriterria hasil :
Klien dapat meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas
drainase purulen, eritema dan demam
Klien dapat mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
risiko infeksi

a.

b.

c.

d.

Intervensi
Diskusikan pentingnya
mencuci tangan sebelum
menyentuh/ mengobati mata
Gunakan/tunjukkan teknik
yang tepat untuk
membersihkan mata dari
dalam ke luar dengan tisu
basah/ bola kapas untuk tiap
usapan, ganti balutan dan
masukan lensa ontak bila
menggunakan
Tekankan pentingnya tidak
menyentuh/menggaruk mata
yang di operasi
Observasi/diskusikan tanda
terjadinya infeksi contoh

Rasional
a. Menurnukan jumlah bakteri pada
tangan, mencegah kontaminasi
area operasi
b. Teknik aseptik menurunkan
risiko penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang

c. Mencegah kontaminasi dan


kerusakan sisi operasi
d. Infeksi mata terjadi 2-3 hari
setelah prosedur dan memerlkan

kemerahan, kelopak bengkak,


drainase purulen. Identifikasi
tindakan kewaspadaan bila
terjadi ISK..
e. Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi:
Antibiotik
Steroid

upaya intervensi. Adanya isk


meningkatkan risiko kontaminasi
silang.
e. Mengurangi resiko infeksi dan
untuk menurunkan inflamasi

d. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil dari segala tindakan keperawatan pada
pasien. Adapun evaluasi yang diharapkan, yaitu:
1. Penggunaan penglihatan yang optimal.
2. Cemas hilang atau berkurang
3. Penggunaan penglihatan yang optimal
4. Klien mengetahui tentang kondisi, prognosis dan pengobatannya.
5. Nyeri berkurang
6. Tidak terjadi resiko infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Mansjoer, (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Arsculapiks.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku Patofisiologi. Ed. 3Jakarta : EGC.
Ilyas, Sidarta. (2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : CV. Sagung Seto.
James, Bruce. (2006). Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
Long, B. C. (2000). Perawatan Medikal Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012 - 2014. Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
iagnosa medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action
Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). Jakarta: EGC.
Salmon, J. R. (2009). Galukoma. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury (17 ed).
Jakarta : EGC
Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3).
Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. (2010). Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai