Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN

January 9, 2015
Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan
suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural.
Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan Hidup yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.
1. DAMPAK YANG DITIMBULKAN
Perlunya dilakukan studi AMDAL sebelum usaha dilakukan mengingat kegiatan-kegiatan
investasi pada umumnya akan mengubah lingkungan hidup. Oleh karena itu, menjadi penting
untuk memerhatikan komponen-komponen lingkungan hidup sebelum investasi dilakukan.
Adapun komponen lingkungan hidup yang harus dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan
fungsinya, antara lain:
1. Hutan lindung, hutan konservasi, dan cagar biosfer.
2. Sumber daya manusia.
3. Keanekaragaman hayati.
4. Kualitas udara.
5. Warisan alam dan warisan udara.
6. Kenyamanan lingkungan hidup.
7. Nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup.
Kemudian, komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan penting bagi
masyarakat disekitar suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, seperti antara lain:
1. Kepemilikan dan penguasaan lahan
2. Kesempatan kerja dan usaha
3. Taraf hidup masyarakat
4. Kesehatan masyarakat

Berikut ini dampak negatif yang mungkin akan timbul, jika tidak dilakukan AMDAL secara baik
dan
benar
adalah
sebagai
berikut:
1. Terhadap tanah dan kehutanan
1. Menjadi tidak subur atau tandus.
2. Berkurang jumlahnya.
3. Terjadi erosi atau bahkan banjir.
4. Tailing bekas pembuangan hasil pertambangan akan merusak aliran sungai berikut hewan
dan tumbuhan yang ada disekitarnya.
5. Pembabatan hutan yang tidak terencana akan merusak hutan sebagai sumber resapan air.
6. Punahnya keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, akibat rusaknya hutan alam
yang terkena dampak dengan adanya proyek/usaha.
2. Terhadap air
1. Mengubah warna sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan sehari-hari.
2. Berubah rasa sehingga berbahaya untuk diminum karena mungkin mengandung zat-zat
yang berbahaya.
3. Berbau busuk atau menyengat.
4. Mengering sehingga air disekitar lokasi menjadi berkurang.
5. Matinya binatang air dan tanaman disekitar lokasi akibat dari air yang berubah warna dan
rasa.
6. Menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran terhadap air bila dikonsumsi untuk
keperluan sehari-hari.
3. Terhadap udara
1. Udara disekitar lokasi menjadi berdebu
2. Dapat menimbulkan radiasi-radiasi yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti proyek
bahan kimia.
3. Dapat menimbulkan suara bising apabila ada proyek perbengkelan.
4. Menimbulkan aroma tidak sedap apabila ada usaha peternakan atau industri makanan.

5. Dapat menimbulkan suhu udara menjadi panas, akibat daripada keluaran industri tertentu.
4. Terhadap Karyawan
1. Akan menimbulkan berbagai penyakit terhadap karyawan dan masyarakat sekitar.
2. Berubahnya budaya dan perilaku masyarakat sekitar lokasi akibat berubahnya struktur
penduduk.
3. Rusaknya adat istiadat masyarakat setempat, seiring dengan perubahan perkembangan
didaerah tersebut.
Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak diatas adalah sebagai
berikut:
Terhadap tanah
1. Melakukan rehabilitasi.
2. Melakukan pengurukan atau penimbunan terhadap berbagai penggalian yang
menyebabkan tanah menjadi berlubang.
Terhadap air
1. Memasang filter/saringan air.
2. Memberikan semacam obat untuk menetralisir air yang tercemar.
3. Membuat saluran pembuangan yang teratur ke daerah tertentu.
Terhadap udara
1. Memasang alat kedap suara untuk mencegah suara bising.
2. Memasang saringan udara untuk menghindari asap dan debu.
Terhadap karyawan
1. Menggunakan peralatan pengaman.
2. Diberikan asuransi jiwa dan kesehatan kepada setiap pekerja
3. Menyediakan tempat kesehatan untuk pegawai perusahaan yang terlibat.
4. Terhadap masyarakat sekitar

5. Menyediakan tempat kesehatan secara gratis kepada masyarakat.


6. Memindahkan masyarakat ke lokasi yang lebih aman.
2. TUJUAN DAN KEGUNAAN STUDI AMDAL
Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan
studi AMDAL:
1. Mengidentifikasi semua rencana usaha yang akan dilaksanakan
2. Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak
besar dan penting.
3. Memperkirakan dan mengevaluasi rencana usaha yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup.
4. Merumuskan RKL dan RPL.
Kegunaan dilaksanakannya studi AMDAL:
1. Sebagai bahan bagi perencana dan pengelola usaha dan pembangunan wilayah.
2. Membantu proses pengambilan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha.
4. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup dari rencana usaha.
5. Memberi informasi kepada masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana
usaha.
Wilayah Studi
Lingkup wilayah studi mencakup pada penetapan wilayah studi yang digariskan dalam kerangka
acuan untuk AMDAL dan hasil pengamatan dilapangan. Batas wilayah studi AMDAL digambar
pada peta dengan skala yang memadai.
Pelingkupan Wilayah Studi
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi wilayah studi AMDAL sesuai
hasil pelingkupan dampak besar dan penting. Lingkup wilayah studi AMDAL ditetapkan
berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang, sebagai berikut:

1. Batas Proyek
Yakni ruang dimana suatu rencana usaha melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, dan
operasi.
2. Batas Ekologis
Yakni ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha menurut media transportasi limbah,
termasuk ruang disekitar rencana usaha yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas
usaha.
3. Batas Sosial
Yakni ruang disekitar rencana usaha yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi
sosial yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha.
4. Batas Administratif
ruang dimana masyarakat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Batas Ruang Lingkup Studi AMDAL
Yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah diatas, namun penentuannya
disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber data.
Berikut ini 4 hal yang tercakup dalam studi AMDAL.
1. Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak lingkungan (Amdal) untuk
studi bagi kegiatan yang direncanakan
2. Penyajian evaluasi lingkungan (PEL) dan studi evaluasi lingkungan (SEL) bagi studi
untuk kegiatan yang telah berjalan
3. Rencana kelola lingkungan (RKL), studi yang merencanakan pengelolaan dampak
kegiatan kepada lingkungannya.
4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan pengelolaan lingkungan.
5. Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan yang memberikan dasar arahan pelaksanaan SEL
atau AMDAL dengan merinci hal-hal yang perlu dilaksanakan dan bersifat khusus untuk
kegiatan yang telah berjalan atau sedang direncanakan.
Berdasarkan pasal 16 Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan
pokok pengelolaan lingkungan hidup yang meneybutkan bahwa setiap rencana yang diperkirakan
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan analisis mengenai

dampak lingkungan atau disingkat AMDAL yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan
pemerintah. Yang dimaksud dampak penting adalah perubahan yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh adanya suatu kegiatan.
Kegiatan apa saja yang perlu dilengkapi dengan AMDAL, tertuang dalam peraturan pemerintah
nomor 29 tahun 1986 yaitu setiap rencana berupa:

Perubahan bentuk lahan dan bentuk alam, seperti: pembuatan jalan, bendungan, jalan
kereta api dan pembuakaan hutan;

Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui,
seperti; pertambangan dan eksploitasi hutan;

Proses dan kegiatan lain yang secara potential dapat menimbulkan pemborosan,
perusakan dan kemerosotan pemanfaatan sumber daya alam dan energi, seperti,
pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dnegna konservasi dan penggunaan energi yang
tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakainya.

Proses dan hasilnya yang mengancam kesejahteraan penduduk, pelestarian kawasan


konservasi alam dan cagar budaya, seperti kegiatan yang proses dan
hasilnyamenimbulkan pencemaran, penggunaan energi nuklir dan sebagainya;

Introduksi jenis tumbuhan dan jenis hewan, seperti introduksi jenis tumbuhan dan jenis
hewan, seperti; introduksi suatu jenis tumbuhan baru yang dapat menimbulkan jenis
penyakit baru pada tanaman; introduksi suatu jenis hewan baru yang dapat
mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;

Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;

Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar mempengaruhi


lingkungan;

CONTOH KASUS AMDAL KAWASAN


SEMARANG. KOMPAS, 2 AGUSTUS 2002

LINGKUNGAN

INDUSTRI

KECIL

DI

BAB I
Pendahuluan
Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini
terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu
memenuhi kewajiban di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah
industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali,
menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda)

Semarang. Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal,
Bapedalda tidak bisa berbuat apa-apa.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan
tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di
kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu
diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran
yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti
industry berskala besar.
Bab II
Analisa Kasus
Aspek Hukum Perlindungan kawasan industri di Semarang dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (pasal 1 angka 2 UUPLH). Secara umum
Pengelolaan secara terpadu menghendaki adanya keberlanjutan (sustainability) dalam
pemanfaatan. Sebagai kawasan yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan, wilayah
ini memiliki kompleksitas isu, permasalahan, peluang dan tantangan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20
UUPLH disebutkan:
1. Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke
media lingkungan hidup.
2. Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke
media lingkungan hidup Indonesia.
3. Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berada pada Menteri.
4. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
5. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangundangan.
Peran Pemda juga penting bertanggungjawab dalam mengatur kawasan industri.
Dalam Pasal 22 UUPLH disebutkan:

1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau


kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup.
2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat
menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
3. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala Daerah
menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Di Indonesia Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) diatur dalam PP No 27
tahun 1999. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. AMDAL sangat diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatanyang dinilai berpotensi
berdampak negatif terhadap lingkungan. AMDAL sebagai salah satu instrumen proses
penegakkan hukum administrasi lingkungan belum terlaksana sebagaimana mestinya. Padahal
pada instrumen ini dilekatkan suatu misi mengenai kebijakan pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Dalam hal perizinan juga mengatur tentang pengelolaan limbah sebagaimana tercantum dalam
pasal 16-17:
Pasal 16
1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah
hasil usaha dan/atau kegiatan.
2. Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
3. Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17 :
1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun.
2. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
3. Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Upaya Hukum Kasus Pencemaran Oleh Industri Kecil Di Semarang

Dalam pasal 5 ayat (1) UUPLH mengakui hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Di samping kewajiban dalam pasal 6 UUPLH:
1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.
2. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Suparto Wijoyo dengan melihat ruang lingkup pasal 5 ayat (1) UUPLH merupakan
argumentasi hukum yang substantive bagi sesorang untuk melakukan gugatan lingkungan
terhadap pemenuhan kedua fungsi hak perseorangan termasuk forum pengadilan.
Dalam kasus pencemaran oleh kawasan industry kecil di Semarang ini memang belum ada upaya
hukum yang dilakukan. Hal ini dikarenakan kurangnya peran pemerintah salam hal pengawasan
serta belum adanya keberanian masyarakat untuk mengangkat kasus ini. Walupun mereka
merasakan dampak negatif dari pencemaran limbah tersebut.
Namun masyarakat ataupun LSM dapat mengajukan upaya hukum dalam menyelesaikan kasus
ini. Dalam hubungan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, penegakkan hukum dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan
kedalam 3 (tiga) kategori yaitu :
1. Penegakkan hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Administrasi / Tata
Usaha Negara.
2. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Perdata.
3. Penegakkan Hukum Lingkungan dalam kaitannya dengan Hukum Pidana
Sanksi Administrasi
Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satu instrumen
hukum yang berperan bila kita bicara tentang penegakkan hukum lingkungan adalah hukum
administrasi. Instrumen hukum administratif berbeda dengan instrumen lainnya, oleh karena
penyelesaiannya adalah di luar lembaga peradilan. Dengan demikian, efektivitasnya sangat tinggi
dalam pencegahan perusakan lingkungan. Sanksi administratif tercantum dalam pasal 25
Berdasarkan ketentuan diatas pelanggar dapat diperingati agar berbuat sesuai izin dan apabila
tidak, akan dikenakan sanksi yang paling keras pencabutan izin usaha perusahaan pengalengan
ikan yang terbukti membuang limbah ke pesisir Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk
mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang. Selain itu pihak yang
berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk mencabut
izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya (lihat pasal 27 ayat 1,2,3
UUPLH). Upaya adminisrtatif adalah upaya tercepat karena tidak memerlukan proses peradilan.
Dalam kasus pengerusakan lingkungan upaya ini terasa lebih relevan mengingat pencemaran

lingkungan hidup memerlukan upaya yang cepat agar kerugian yang ditimbulkan tidak terus
bertambah.
Sanksi Perdata
Ketentuan hukum penyelesaian perdata pada sengketa lingkungan dalam UUPLH terdapat dalam
pasal 30-39. Pada pasal Pasal 34 ayat (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar
ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Pada ayat (2) Selain pembebanan untuk
melakukan tindakan tertentu, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut. Selanjutnya pasal 34 tidak menetapkan
lebih lanjut mengenai tata cara menggugat ganti kerugian. Pengaturan mengenai tanggunggugat
dan ganti rugi masih berlaku pasal 1365 BW.
Syarat-syarat dalam pasal 1365 antara lain:
Kesalahan
Syarat kesalahan artinya pembuat harus mempertanggungjawabkan karena telah melakuakan
perbuatan melanggar hukum. Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict
liability). Karena terjadinya perbuatan melanggar hukum maka terjadi kesalahan dan pembuat
harus mempertanggungjawabkan. Jadi misalnya kelompok masyarakat sekitar Pengambengan
yang diwakili oleh LSM melakukan gugatan tentang perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran limbah, penggugat harus membuktikan adanya kesalahan dari pelanggar.
Kerugian (Schade)
Syarat lain dalam 1365 BW adalah adanya kerugian (Schade). Dlam syarat ini harus dibuktikan
adanya kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran. Pada putusan MA tanggal 2 Juni 1971
Nomor 177 K/Sip/1971 disebutkan: Gugatan ganti rugi yang tidak dijelaskan dengan sempurna
dan tidak disertai pembuktian yang meyakinkan mengenai jumlah ganti rugi yang harus diterima
oleh pengadilan tidak dapat dikabulkan oleh pengadilan
Mengenai Ganti Rugi juga diatur dalam pasal Pasal 34 UUPLH: Setiap perbuatan melanggar
hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian
pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Dalam UUPLH ini menganut asas tanggungjawab mutlak (strict liability). Pengertian
tanggungjawab mutlak adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat
sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini merupkan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya.

Asas strict liability ini dituangkan dalam pasal 35:

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun,
dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak
atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan
seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Hubungan Kausal

Harus ada kaitan antara perbuatan yang melanggar hukum dengan terjadinya kerugian dengan
kata lain, pembuangan limbah tersebut harus terbukti mengakibatkan adanya kerugian pengusaha
berupa kematian tambak udang.

Relativitas

Tuntutan supaya suatu ketentuan larangan berdasarkan unang-undang atau suatu syarat dalam
iizin dipenuhi, hanya dapat diajukan oleh seorang yang bersangkutan atau terancam suatu
kepentingan yang dilindungi oleh ketentuan berdasarkan undang-undang atau ketentuan
perizinan. Mengenai siapa yang berhak melakukan gugatan. Masyarakat dan Organisasi
Lingkungan Hidup seperti LSM berhak untuk melakukan gugatan sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 37 UUPLH:
Sanksi Pidana
Dalam pemberian sanksi pidana UUPLH 1997 menetapkan sanksi maksimum, hal terebut
tercantum dalam Pasal 41:
Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Dalam penerapan instrumen hukum pidana pada dasarnya bersifat sebagai upaya terakhir
(ultimum remidium), namun dalam penegakkan hukum lingkungan tidak selamanya bersifat
(ultimum remidium) karena tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia sudah pada tingkat
memprihatinkan.
Untuk adanya perbuatan pidana di bidang Lingkungan Hidup, menurut pasal 41 sampai Pasal 47
UUPLH ditentukan agar memenuhi syarat-syarat :
1. adanya perbuatan yang memasukkan mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke
dalam Lingkungan Hidup atau perbuatan yang menimulkan perubahan langsung atau
tidak langsung terhadap sifat fisik dan/ atau hayati Lingkungan Hidup
2. adanya penurunan kemampuan lingkungan sampai tingkat tertentu dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan atau Lingkungan Hidup kurang/ tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya

3. adanya unsur kesalahan dari perilaku baik karena kesengaajaan atau kelalaian;
4. adanya hubungan sebab akibat antara kesalahan pelaku dengan penurunan kualitas
Lingkungan Hidup sampai pada tingkat kurang / tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya;
5. kesalahan pelaku bersangkutan dimaksudkan sebagai tidak pidana
Dalam kasus Pencemaran di kawasan industri, pencemaran dilakukan bukan oleh individu saja
tetapi oleh beberapa orang atau perusahaan, mengenai pencemaran yang dilakukan secara
kolektif merujuk pada Pasal 46 UUPLH
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan
Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan
tindakan tata tertib sesuai pasal 47 UUPLH
BAB
Penutup

III

Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari pembahasan kasus diatas adalah sebagai berikut:
1. Aspek Hukum mengenai pencemaran di kawasan Lingkungan Industri Kecil Semarang
diatur dalam UUPLH No 23 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah
Kabupaten untuk mengatur dan mengurus,dan menegakkan hukum.
2. Upaya penegakkan hukum yang dapat dilakukan berkaitan dengan kasus pencemaran di
Lingkungan Industri Kecil adalah dengan penerapan instrumen hukum secara
Administratif, Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Jika sanksi administrasi dinilai tidak
efektif, barulah dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas.
Saran
1. Segala bahan buangan yang beracun perlu pengolahan (treatment) dari Lingkungan
Indutri Kecil tersebut terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat
pembuangan harus mempunyai kondisi oseanografi yang memadai. Industri-industri yang
mutlak harus didirikan di wilayah ini wajib memproses bahan-bahan buangan untuk
keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi
2. Perlunya ketegasan pemerintah dalam menangani kasus pencemaran lingkungan hidup.
Apabila upaya admisnitratif kepada perusahaan mencemari diberikan sanksi pidana agar
memberikan efek jera kepada pelakunya.

3. Selain kelembagaan pemerintah, peran kelembagaan legislatif, masyarakat/LSM, serta


dunia usaha adalah penting dan harus terlibat dalam pengelolaan, utamanya pada tataran
perencanaan dan monitoring/evaluasi. Dengan demikian akan tercipta suatu pengelolaan
terpadu yang melibatkan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang menuju ke arah
pembangunan berkelanjutan.
SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_dampak_lingkungan
https://www.facebook.com/KomunitasIdeUsaha/posts/154562704667981
http://www.bekasikota.go.id/readotherskpd/115/595/amdalanalisis-mengenai-dampaklingkunganhttp://setiawanrico.wordpress.com/2014/10/05/contoh-kasus-amdal-kawasan-lingkunganindustri-kecil-di-semarang-kompas-2-agustus-2002/

Anda mungkin juga menyukai