Anda di halaman 1dari 8

Perkembangan Teknologi TRO 21 (2) Juni 2009 Hlm.

48-55
ISSN 1829-6289

PROSPEK TANAMAN NILAM PENGHASIL MINYAK ATSIRI;


PENGEMBANGANNYA MELALUI SISTIM POLA TANAM
Sukamto
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111
(Terima tgl. 17/7/2009 - Disetujui tgl. 20/11/2009)
ABSTRAK

PENDAHULUAN

Minyak esensial merupakan campuran kompleks dari senyawa


yang mudah menguap, dan dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada
tumbuhan. Minyak esensial biasa menentukan untuk aroma khas tanaman. Sampai saat ini telah dikenal kira-kira 3.000 jenis minyak atsiri dan
10% dari jumlah tersebut telah dikomersialkan sebagai bahan kosmetik,
makanan, dan farmasi. Sebagian besar minyak atsiri Indonesia diusahakan oleh petani untuk keperluan ekspor maupun kebutuhan dalam
negeri. Selain budidaya dan penanganan pasca panen, masalah utama
minyak atsiri khususnya nilam adalah harga yang sering berfluktuasi.
Pemasaran minyak atsiri tidak begitu mudah, di pasaran internasional
seringkali telah diikat oleh berbagai jaringan pemasaran atau sindikat,
sehingga eksportir baru tidak mudah masuk ke pasaran internasional.
Harga minyak atsiri khususnya minyak nilam sangat berfluktuasi dari
waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan banyak petani yang melakukan
diversifikasi atau menggunakan pola tanam tumpangsari dalam budidaya
minyak atsiri. Pengembangan budidaya beberapa tanaman atsiri
berpeluang dilakukan dengan menerapkan pola tumpangsari atau
tanaman campuran baik dengan tanaman semusim maupun tahunan.

Minyak atsiri merupakan campuran kompleks dari


senyawa alkohol yang mudah menguap (volatile), dan
dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada tumbuhan.
Minyak atsiri biasanya menentukan aroma khas tanaman. Sampai saat ini telah dikenal kira-kira 3.000 jenis
minyak atsiri dan 10% dari jumlah tersebut telah
dikomersialkan (Nerio et al., 2010). Minyak atsiri yang
dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas
ekspor non migas yang dibutuhkan di berbagai industri
seperti dalam industri parfum, kosmetika, industri farmasi/obat-obatan, industri makanan dan minuman. Di
dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang
punya peran strategis dalam menghasilkan produk
primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan
domestik maupun ekspor.
Penggunaan minyak atsiri ini sangat beragam,
dapat digunakan melalui berbagai cara yaitu langsung
berupa makanan dan minuman seperti jamu yang mengandung minyak atsiri, penyedap/fragrant makanan,
flavour es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain. Pemakaian luar seperti untuk pemijatan, lulur, lotion, balsam,
sabun mandi, shampoo, obat luka/memar, pewangi badan (parfum). Beberapa minyak atsiri digunakan melalui
pernapasan (inhalasi/aromaterapi) seperti untuk wangiwangian ruangan, pengharum tissue, pelega, pernafasan, rasa sejuk, dan aroma lain untuk aroma terapi.
Pemanfaatan aromaterapi sebagai salah satu pengobatan
dan perawatan tubuh yang menjadi trend back to nature
sangat membutuhkan bahan baku yang beragam dan
bermutu dari tanaman aromatik. Minyak atsiri juga
banyak digunakan sebagai insektisida, nematisida, antijamur, antibakteri, hama gudang maupun jamur
kontaminasi pada berbagai produk (Pandey et al., 2000;
Sacchetti et al., 2005; Oroojalian et al., 2010).
Jenis tanaman aromatik yang menghasilkan
minyak atsiri diperkirakan 160-200 jenis yang termasuk
dalam famili Labiatae, Compositae, Lauraceae, Graminae,
Myrtaceae, Umbiliferae dan lain-lain. Pada dunia perdagangan telah beredar 80 jenis minyak atsiri antara lain
nilam, serai wangi, cengkeh, jahe, pala, fuli, melati, dan

Kata Kunci : Minyak atsiri, nilam, pola tanam

ABSTRACT
Prospects of Patchouli to Produce Essential Oil;
Development through Cropping Pattern
System
Essential oils are complex mixtures of volatile organic compound produced as secondary metabolites in plants. Essential oils
are usually responsible for the distinctive odor of plants.
Approximately 3,000 essential oils have been known and 10% of
them have commercial importance in the cosmetics, food, and
pharmaceutical industries. Most of the essential oils cultivated by
farmers in Indonesia are export oriented and for domestic demand.
Besides cultivation and post harvest handling, other important
problem, especially for patchouli oil, is frequently price fluctuation.
Marketing of essential oils is not easy, especially in the international market, it often has been linked by a variety of marketing
network or trading unions, so new exporters are not easy to enter
the international market. Essential oil (especially patchouli oil)
prices fluctuate from time to time. This causes many farmers to
apply crop diversification or rotation system in essential oil plant
cultivation. Cultivation development of some important crops such
as patchouli oil is done by applying the cropping pattern system
(mixed cropping, inter cropping, multiple cropping, alley cropping)
with annual or seasonal crops.
Keyword : Essential oil, Pogostemon cablin, cropping pattern

48

Sukamto: Prospek tanaman nilam penghasil minyak atsiri; Pengembangannya melalui sistem pola tanam

lain-lain. Sedangkan di Indonesia diperkirakan ada sebanyak 12 jenis minyak atsiri yang diekspor ke pasar dunia.
Jenis-jenis minyak atsiri Indonesia yang telah memasuki
pasaran internasional antara lain minyak nilam (patchouli
oil), akar wangi (vetiver oil), pala (nutmeg oil), cengkeh
(cloves oil), serai wangi (citronella oil), kenanga (cananga
oil), kayu putih (cajeput oil), kayu cendana (sandal wood
oil), kayu manis (cinamon oil), lawang dan masoi. Minyak
atsiri yang diproduksi oleh petani di Indonesia sebagian
besar untuk diekspor, walaupun kebutuhan industri dalam negeri cukup besar. Pangsa pasar beberapa komoditas aromatik seperti nilam (64%), kenanga (67%), akar
wangi (26%), serai wangi (12%), pala (72%), cengkeh
(63%), jahe (0,4%), dan lada (0,9%) dari ekspor dunia
(Ditjenbun 2004; FAO, 2004). Tahun 2007, nilai ekspor
atsiri mencapai US$ 101.140.080, namun di sisi lain Indonesia juga mengimpor minyak atsiri pada tahun 2007
mencapai nilai US$ 381.940.000 (Data BPS, Imp dari US
Comtarade, 2007) (Gambar 1). Di antara minyak atsiri
yang diimpor, terdapat tanaman yang sebenarnya dapat
diproduksi di Indonesia seperti menthol (Mentha
arvensis) dan minyak anis (Clausena anisata). Oleh sebab itu keanekaragaman minyak atsiri Indonesia yang
bertujuan untuk ekspor maupun berfungsi sebagai substitusi impor harus ditingkatkan. Tulisan ini merupakan
uraian ringkas tentang peluang dan pengembangan serta
keuntungan tanaman penghasil minyak atsiri yang
dibudidayakan dengan berbagai sistem tumpangsari.

Gambar 1. Perkembangan ekspor dan impor


minyak atsiri 2003-2007 (US$)

Figure 1. Export and import of patchouli oil in 2003


2007 (US$)

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN


TANAMAN ATSIRI
Potensi Sumberdaya Genetik dan Teknologi
Pengembangan komoditas minyak atsiri sangat
ditentukan oleh potensi sumberdaya yang dimiliki yaitu
potensi keanekaragaman tanaman aromatik (penghasil
minyak atsiri) dan potensi kesesuaian lahan (lingkungan).

Indonesia kaya akan keanekaragaman/plasma nutfah tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri, diperkirakan 160-200 jenis. Pada dunia perdagangan telah
beredar 80 jenis minyak atsiri. Di Indonesia jenis minyak atsiri dapat dikategorikan menjadi 3 kondisi yaitu
sudah berkembang, sedang berkembang, dan potensial
dikembangkan (Tabel 1). Untuk minyak atsiri yang sudah
berkembang (nilam, akar wangi, serai wangi, dan kenanga), pengembangannya diarahkan pada peningkatan
volume produksi dan mutu dengan menggunakan benih
unggul dan cara pengolahan (penanganan bahan tanaman dan penyulingan) yang tepat. Selain itu dukungan
teknologi budidaya yang direkomendasikan, dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur) akan meningkatkan usahatani minyak atsiri yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing minyak atsiri Indonesia di pasar dunia.
Potensi Pasar Dalam dan Luar Negeri
Peluang pengembangan minyak atsiri hanya dengan meningkatkan produksi suatu komoditas secara
maksimal dengan menambah luas areal pertanaman dan
memacu adanya keanekaragaman jenis minyak atsiri
(diversifikasi horizontal). Prospek pengembangan tanaman aromatik sebagai penghasil minyak atsiri sebaiknya
perlu didukung seperti data pasar dalam dan luar negeri
serta tingkat penawaran dan permintaan pasar yang
luas. Hal ini diharapkan mampu memberikan data yang
lebih akurat untuk memperkirakan prospek pengembangan di masa datang. Berbagai kemungkinan yang mempengaruhi tingkat penawaran dan permintaan termasuk
persaingan di antara negara produsen seharusnya juga
dijadikan tolok ukur.
Kebutuhan minyak atsiri dalam negeri cukup besar
baik dari volume maupun jenisnya makin beragam karena kebutuhan industri juga makin pesat dan berkembang
ragamnya seperti akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan
untuk aromaterapi, spa dan lain sebagainya. Dari segi kebutuhan baik untuk ekspor maupun impor masih akan
meningkat terus sehingga peluang pengembangan minyak atsiri baik yang telah berkembang maupun minyak
atsiri baru masih terbuka luas. Peluang pasar minyak atsiri dalam maupun luar negeri sangat besar. Hal ini seharusnya dapat dimanfaatkan apabila Indonesia mampu
mengembangkan dan meningkatkan produksi dengan
memperhatikan permintaan dan penawaran.
Potensi Kesesuaian Lahan (Lingkungan)
Potensi keanekaragaman tanaman penghasil minyak atsiri yang dimiliki Indonesia akan dapat dimanfaatkan apabila ditanam pada lingkungan yang sesuai.
Indonesia mempunyai wilayah yang luas dengan ragam
tanah dan iklim yang berbeda-beda. Hal ini memungkinkan untuk pengembangan suatu komoditas minyak atsiri

49

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 21 No. 2, Desember 2009: 48-55

Tabel 1. Jenis minyak atsiri potensial di Indonesia

Table 1. Types of potential essential oil in Indonesia


Kondisi
Sudah
Berkembang

Sedang
Berkembang

Nama Minyak

Nama Dagang

Nama Tanaman

Nilam
Serai wangi
Akar wangi
Kenanga
Cendana
Kayu putih
Daun cengkeh
Gagang cengkeh
Bunga cengkeh
Pala
Lada
Jahe
Masoi
Kulit manis
Daun kayu manis
Ylang-ylang
Serai dapur

Patchouli oil
Citronella oil
Vetiver oil
Cananga oil
Sandalwood oil
Cajeput oil
Clove leaf oil
Clove stem oil
Clove bud oil
Nutmeg oil
Black pepper oil
Ginger oil
Massoi oil
Cinnamon Bark
Cinnamon leaf oil
Ylang-ylang oil
Lemon Grass oil
(East India)
Lemon Grass oil
(West Indian)
Agarwood oil
Clausena/Anis oil

Pogestemon cablin
Andropogon nardus
Vetiveria zizanoides
Canangium odoratum
Santalum album
Melaleuca leucadendron
Syzygium aromaticum
Syzygium aromaticum
Syzygium aromaticum
Myristica fragrans
Piper nigrum
Zingiber officinale
Criptocaria massoia
Cinnamomum burmanii
Cinnamomum casea
Canangium odoratum
Cymbopogon flexyosus

Parfum, sabun
Parfum, sabun
Parfum, sabun
Parfum, sabun
Parfum, sabun
Farmasi
Parfum, farmasi, makanan, rokok
Idem
Idem
Makanan, rokok
Makanan, minuman
Makanan, minuma
Makanan
Makanan, farmasi
Makanan, farmasi
Parfum, sabun
Makanan, farmasi

Cymbopogon alcohol

Makanan, farmasi

Aquilaria sp
Clausena anisata

Cormint oil
Cubeb oil
Cinnamon Bark oil
Cinnamon leaf oil
Cinnamon leaf oil
Cinnamon leaf oil
(Ceylon)
Mace oil
Cormint oil

Mentha arvensis
Piper cubeba
Cinnamomum casea
Cinnamomum casea
Cinnamomum zeylanicum
Cinnamomum zeylanicum

Parfum
Farmasi, minuman, parfum,
rokok
Farmasi, rokok, makanan
Makanan, farmasi
Makanan, farmasi
Makanan, farmasi
Makanan, farmasi
Mkanan, farmasi

Palmarosa oil
Tea tree oil (Black)
Tea tree oil (White)
Curcuma oil
Cardamon oil
Cardamon oil
Native myrthle oil
Fennel oil Bitter
type
Cubeb oil
Ginger Grass oil
Thymus oil
Proseres oil
Rosemari oil
Geranium oil
Basil oil
(Reunion type)
Basil oil
(Eugenol type)
Litsea oil
Calamus oil
E. citriodora oil
Spearmint oil
Curcuma oil
Lime oil
Coriander oil
Gaultheria oil
Cassummunas oil

Cymbopogon martini
Melaleuca bracteata
Melaleuca alternifolia
Curcuma xanthorriza
Amomum cardamomum
Elletaria cardamomum
Backhousia citriodora
Foenicullum vulgare

Makanan, farmasi
Makanan, minuman, farmasi,
rokok
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Farmasi, minuman
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Farmasi

Piper cubeba
Cymbopogon martini
Thymus vulgaris
Andropogon procerus
Rosmarinus officinale
Pelargonium graveolens
Ocimum basillicum

Farmasi
Farmasi
Farmasi
Parfum, sabun
Farmasi
Farmasi
Farmasi, pestisida nabati

Ocimum grattisimum

Farmasi, makanan

Litsea cubeba
Acarus calamus
Eucalyptus citriodora
Mentha spicata
Curcuma domestica
Citrus hystrix
Coriandrum sativum
Gaultheria fragrantissima
Zingiber cassummunar

Farmasi
Farmasi
Farmasi
Farmasi
Farmasi, minuman
Makanan, parfum
Makanan, farmasi
Farmasi
Farmasi

Serai dapur
Gaharu
Klausena

Potensi
dikembangkan

Permen
Kemukus
Kayu manis
Daun kayu manis
Kulit manis
Daun manis
Fuli pala
Permen
Palmarosa
The pohon (hitam)
The pohon (putih)
Temulawak
Kapol
Kapolaga
Surawung pohon
Adas
Kemukus
Serai ginger
Time
Proseres
Rosemari
Keranyam
Basil
Selasih Mekah
Krangean
Jeringau
E. Citriodora
Spearmin
Kunyit
Jeruk purut
Ketumbar
Gandapura
Bangle

50

Myristica fragrans
Mentha arvensis

Kegunaan

Sukamto: Prospek tanaman nilam penghasil minyak atsiri; Pengembangannya melalui sistem pola tanam

Tabel 2. Sebaran sentra produksi minyak atsiri di Indonesia

Table 2. Distribution of essential oil production centers in Indonesia


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Lampung
Bengkulu
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Maluku
Papua

Jumlah
Sentra
10
11
6
2
4
7
12
4
2
4
2
28
3

Jenis Minyak Atsiri


Nilam, pala
Nilam
Pala, nilam
Nilam, serai wangi
Nilam, minyak jahe
Akar wangi, pala, serai wangi, cengkeh
Kenanga, cengkeh, kenanga, kayu putih, serai wangi, nilam
Kenanga, cengkeh, kayu putih, serai wangi, Cengkeh,
kenanga
Cengkeh, pala
Cengkeh
Pala, kayu putih
Lawang, masoi, kayu putih

Sumber :Anonymous (2009)

yang cocok pada suatu daerah tertentu sehingga


hasilnya maksimal. Minyak atsiri di Indonesia tersebar di
beberapa daerah (Tabel 2).
Masalah Pengembangan Tanaman Atsiri
Perkembangan minyak atsiri di Indonesia berjalan
agak lambat. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor
yang menjadi masalah yang sangat erat kaitannya satu
sama lain. Rendahnya produksi tanaman, sifat usahatani,
mutu minyak yang beragam, penyediaan produk yang
tidak bermutu, fluktuasi harga, pemasaran, persaingan
sesama negara produsen dan adanya produk sintetis.
Diperkirakan sekitar 90% tanaman aromatik diusahakan oleh petani atau pengrajin di pedesaan dalam
bentuk industri kecil. Pengelolaan usahatani bersifat sampingan dengan modal yang kecil dan teknologi seadanya.
Belum semua paket teknologi (varietas/jenis unggul, budidaya dan pengolahan/pasca panen) tersedia, hanya
untuk beberapa komoditas tanaman aromatik, karena
banyak ragamnya sehingga belum semua teknologi dihasilkan. Dengan skala usahatani yang kecil dan kemampuan teknologi yang terbatas, kadang tidak memenuhi
persyaratan teknis baik dari penggunaan bahan tanaman
(varietas unggul), peralatan maupun cara pengolahan.
Produksi dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan sangat
rendah dan beragam, sehingga penyediaan produk
kurang terstandar.
Harga minyak atsiri yang berfluktuasi cukup besar
merupakan suatu masalah tersendiri yang sulit untuk
dikendalikan. Umumnya petani menggarap lahan yang
sempit dan terbatas, sehingga fluktuasi harga akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan produk. Petani
akan malas mengusahakan produk tersebut dan mengalihkan ke usahatani lain dengan menanam tanaman lain

yang harganya lebih menjanjikan atau menghentikan


usahanya sama sekali. Untuk menghadapi fluktuasi
harga, usaha yang mungkin dapat ditempuh adalah diversifikasi jenis komoditas, atau pembentukan kelembagaan. Pemasaran minyak atsiri tidak mudah, apalagi di
pasaran internasional seringkali telah diikat oleh berbagai
jaringan pemasaran atau sindikat, sehingga eksportir
baru tidak mudah masuk ke pasaran internasional. Hal ini
juga terjadi dalam pemasaran dalam negeri, sehingga
mata rantai pemasaran menjadi lebih panjang dan petani
sering dirugikan. Persaingan antar negara sesama penghasil minyak atsiri dan adanya produk sintetis juga merupakan hambatan terhadap pengembangan minyak atsiri.
Akibat tidak menentunya harga nilam telah menimbulkan
keengganan petani untuk menanam dalam skala luas,
dan bahkan tanaman nilam yang sudah ditanampun
sering ditinggalkan. Untuk menghindari kerugian usahataninya, petani pada saat ini banyak yang menerapkan
pola tanam campuran/polikultur.
POLA TANAM POLIKULTUR PADA TANAMAN
NILAM
Tanaman nilam tumbuh baik di dataran rendah
sedang (0-700 m dpl) dan kadar minyaknya lebih tinggi
dibandingkan nilam yang tumbuh di dataran tinggi (>
700 m dpl). Nilam sangat peka terhadap kekeringan.
Kemarau panjang setelah panen dapat menyebabkan
tanaman mati. Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis
tanah (andosol, latosol, regosol, podsolik, kambisol),
akan tetapi tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur
dan banyak mengandung humus (Anonymous, 2008).
Lahan dan iklim sangat mempengaruhi produksi dan

51

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 21 No. 2, Desember 2009: 48-55

kualitas minyak nilam, terutama ketinggian tempat dan


ketersediaan air.
Untuk pertumbuhan optimal dan menghasilkan
minyak yang baik, nilam perlu cukup sinar matahari.
Namun demikian tanaman nilam mampu beradaptasi terhadap naungan, sehingga hal ini sangat memungkinkan
petani melakukan pola tanam campuran baik dengan
tanaman tahunan maupun semusim lainnya. Budidaya
nilam dengan pola tanam campuran (mix cropping), tumpangsari (inter cropping), tumpang gilir (multiple
cropping), budidaya lorong (alley cropping) baik dengan
tanaman semusim maupun dengan tanaman perkebunan mempunyai dampak yang menguntungkan baik
dari segi efisiensi pemanfaatan lahan, diversifikasi komoditas, kesuburan lahan maupun pengendalian OPT.
Petani di Sumatera Barat membudidayakan nilam pada
lahan tegalan dengan tumpangsari dengan tanaman
perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kelapa dan
lada. Di Purwokerto, nilam ditanam di antara buahbuahan. Sedangkan di Kuningan, Brebes, dan Sukabumi,
nilam ditanam diantara tanaman sengon, pinus, dan jati
putih (Garbelina).
Pola Tanam Nilam dengan Tanaman Semusim
Penanaman nilam yang ditumpangsarikan dengan
tanaman semusim seperti cabai, jagung, bawang daun,
dan kacang-kacangan dijumpai di daerah Sumater Barat
(terutama daerah Pasaman) juga di Sukabumi, Jawa
Barat. Tanaman nilam ditanam satu bulan lebih lambat
dari tanaman jagung, sehingga tanaman jagung dapat
menjadi pelindung nilam dari teriknya matahari. Selain
hal tersebut dalam budidaya polikultur dapat diatur
sedemikian rupa sehingga tanaman nilam mendapat sinar matahari yang cukup/penuh selama 2 bulan sebelum
dipanen. Tumpangsari atau sistem polikutur nilam dengan cabai dan tomat kurang dianjurkan karena
tanaman-tanaman tersebut merupakan inang penyakit
yang sama yaitu penyakit layu bakteri oleh Ralstonia
solanacearum (Nasrun et al., 2007). Tanaman nilam juga
dapat ditumpangsarikan dengan akar wangi atau serai
wangi dengan sistem budidaya lorong. Nilam dengan
sistem budidaya lorong bila dinilai produksi minyak setiap
hektarnya lebih rendah dibandingkan dengan monokultur, namun sebenarnya usahataninya dapat menguntungkan karena petani masih bisa memanen serai wangi
atau akar wangi (Tabel 3).
Pemanfaatan lahan di antara tanaman tahunan
seperti kelapa, sawit, karet, lada, jati, sengon, pinus dan
buah-buahan telah dilakukan oleh petani nilam di beberapa daerah seperti Pasaman (Sumatera Barat), Cahaya
Negeri (Lampung), Kuningan, Sukabumi, (Jawa Barat),
Bengkulu, Purwokerto, dan Brebes (Jawa Tengah).

52

Tabel 3. Pertumbuhan, produksi kering dan nilam pada


pola tanam monokultur dan budidaya lorong nilam dengan
akar wangi.

Table 3. Growth, and dry yield and patchouli oil on


monoculture and alley cropping with vetiver hall
Parameter
Tinggi
Diameter batang
Jumlah daun
Jumlah cabang
Produksi berat kering
Produksi minyak

Satuan
cm
cm
helai
buah
t/ha
l/ha

Pola Tanam
Monokultur
Budidaya
Lorong
34,62
28,91
5,70
5,01
92,35
55,23
27,15
21,00
2,56
1,99
62,57
48,61

Sumber : Handayani et al. (2006)

Gambar 2. Pola tumpangsari nilam dengan bawang daun


(atas) dan jagung (bawah)

Figure 2. Intercropping pattern of patchouli with green


onion (above) and with maize (below)

Kemampuan nilam beradaptasi pada kondisi naungan, pada tahap awal pertumbuhan merupakan salah
satu sifat keunggulan nilam sehingga dapat dimasukkan
dalam program pola tanam campuran dengan tanaman
tahunan sebagai tanaman sela. Tanaman nilam yang
ditanam dengan sistem naungan biasanya menghasilkan
daun yang agak lebar, tipis, dan lebih hijau, namun sedikit menurunkan kadar minyak. Untuk menjaga agar
kandungan minyak tidak terlalu rendah, sebaiknya dua
bulan sebelum panen nilam, cabang-cabang tanaman tahunan sebagian dipangkas sehingga sinar matahari dapat menembus tanaman nilam. Tanaman nilam dapat
diusahakan secara penuh dengan tanaman tahunan
sebagai tanaman sela saat awal pertumbuhan tanaman

Sukamto: Prospek tanaman nilam penghasil minyak atsiri; Pengembangannya melalui sistem pola tanam

tahunan. Namun bila tajuk tanaman telah semakin luas


sebaiknya diperlukan pemangkasan ranting atau cabang
tanaman tahunan agar sinar matahari dapat masuk.
Sinar matahari sangat diperlukan tanaman dalam menghasilkan metabolism sekunder. Produk metabolisme sekunder untuk tanaman nilam berupa minyak nilam
(Achmad, 2004). Hasil pengujian ketahanan nilam terhadap naungan pohon kelapa menunjukkan bahwa penurunan produksi dan kandungan minyak nilam pada
perlakuan naungan tidak berbeda nyata dibandingkan
dengan perlakuan tanpa naungan.
Pada nilam yang ditanam di areal hutan rakyat
sebagai tanaman sela pohon kopi di desa Cibojong,
kecamatan Padarincang, Serang menunjukkan kadar
patchouli alkohol (PA) di atas 30, dan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan nilam yang ditanam pada
lahan terbuka (Tabel 4) (Handayani, 2006). Beberapa
petani biasanya tidak menyuling secara langsung tapi
menjual nilam kering/siap suling. Rata-rata produksi
nilam yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan
dapat menghasilkan 15-20 ton daun kering per ha. Bila
harga daun nilam kering Rp. 2.000,-/kg maka petani
akan mendapatkan Rp 30-40 juta/ha per panen.
Tabel 4.

Hasil analisis minyak nilam yang ditanam pada


areal terbuka dan naungan (tanaman sela).

Table 4. The analysis results of patchouli oil planted in the


open and shaded area (between the plants).
Kondisi
Pertanaman
Areal terbuka

Rendemen minyak
(%)
Daun
Ranting
1,88

Naungan
1,92
(tanaman sela)
Sumber : Handayani et al. (2006)

Patchouli alcohol
(%)
Daun
Ranting

0,85

33,3

28,6

0,73

30,0

25,7

Alternatif Olah Tanah Terbatas dalam Budidaya


Nilam
Tanaman nilam berakar serabut dan tidak mempunyai perakaran yang dalam, sehingga dimungkinkan
untuk ditanam dengan olah tantah terbatas. Hal tersebut
dapat ditemui di beberapa daerah sekitar Aceh, dan Pakpak Bharat (Sumatera Utara). Olah tanah terbatas pada
tanaman nilam biasanya dilakukan dengan membakar lahan, dan membiarkan rumput tumbuh. Penggunaan
herbisida biasanya dilakukan untuk mematikan rumput,
kemudian rumput yang telah mati dibiarkan yang berfungsi sebagai mulsa. Penanaman dilakukan secara

Gambar 3.

Pola tanama nilam dengan tanaman tahunan


sengon (a), jati putih (b), kakao (c), dan
sawit (d).

langsung dengan membuat lubang dan menutup kembali


dengan mulsa dari rumput-rumput. Hal ini sangat
membantu tanaman nilam pada pertumbuhan awal yang
rentan dengan sinar matahari langsung. Pengolahan tanah berpengaruh terhadap keberadaan patogen penyebab penyakit maupun mikroba lainnya dalam tanah
(Wrather dan Kending, 1998; Blenis et al., 1999; Guo et
al., 2005). Hasil penelitian Gill et al. (2008), pengolahan
tanah mempengaruhi penyakit busuk akar dan agensia
hayati dalam tanah. Serangan penyakit busuk akar lebih
rendah terjadi pada budidaya kacang tanah dengan
tanpa pengolahan (1,25%), sedangkan dengan setengah
pengolahan dan pengolahan tanah konvensional masingmasing 1,63% dan 2,88%.
Keuntungan Budidaya Pola Tanaman Campuran
Pola tanam campuran selain dapat untuk menghindari kerugian dalam usaha tani, juga dapat digunakan
sebagai salah satu teknik pengendalian penyakit (Stone
et al., 2004). Penyakit menjadi salah satu masalah utama
pada budidaya tanaman nilam (Sukamto, 2008). Penyakit
yang dapat menyebabkan kerugian besar pada pertanaman nilam adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Nasrun et al.,
2004), penyakit budok yang diduga disebabkan oleh
jamur Synchytrium sp. (Sukamto dan Wahyuno, 2007)
dan penyakit yang disebabkan oleh nematoda (Djiwanti
dan Momota, 1991; Mustika et al., 1991). Pengendaliaan
penyakit pada nilam masih banyak mengandalkan pada
penggunaan pestisida kimiawi (bakterisida, fungisida
atau nematisida). Namun sebenarnya beberapa komponen pengendalian, dan epidemiologi penyakit dapat
digunakan sebagai teknik pengendalian terpadu. Pengendaliaan penyakit tular tanah seperti R. solancearum,

53

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRO VOL. 21 No. 2, Desember 2009: 48-55

Fusarium sp., Sclerotinia minor Jagger, Synchytrium sp.


dapat dilakukan sistem pola tanam (crops rotation
system) (Gil et al., 2008). Penyakit pada tanaman kacang

tanah yang disebabkan oleh Sclerotina minor Jagger


dapat ditekan dengan pergiliran tanaman atau tanaman
campuran dengan jagung atau kapas (Phipps et al.,
1997). Stone et al. (2004) melaporkan bahwa serangan
penyakit yang disebabkan oleh Fusarium solani pada
tanaman kacang polong dan buncis dapat ditekan
dengan pegiliran tanaman dengan jagung, gandum, dan
sorghum.
Pengendaliaan penyakit layu bakteri pada nilam
dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman atau tumpangsari dengan tanaman yang bukan inang R. solanacearum seperti jagung atau bawang daun (bawangbawangan) atau tanaman tahun lainnya (sengon, sawit,
jati putih dll.). Pergiliran tanaman atau tumpangsari
dengan tanaman bukan inang suatu patogen dapat
memutus siklus hidup penyakit (Larkin, 2008), sehingga
sangat baik digunakan sebagai salah satu komponen
pengendaliaan penyakit. Pergiliran tanaman selama 2-4
tahun dengan bukan inang dari jagung atau sorghum
dapat menekan inokulum Slerotium rolfsii dan populasi
nematoda Meloidogyne spp. (Summer et al., 1981;
Summer et al., 1986). Larkin dan Honeycutt (2006)
melaporkan bahwa tumpangsari dapat meningkatkan
populasi beberapa mikroba antagonis seperti Bacillus
subtilis, Trichoderma harzianum, dan T. virens dapat
menekan penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan
dan Synchytrium sp. (Sukamto 2009).
KESIMPULAN
Minyak atsiri merupakan komoditas non migas
yang dibutuhkan di berbagai industri farmasi dan kimia
seperti obat-obatan, parfum, kosmetika, makanan, minuman. Akhir-akhir ini dimanfaatkan untuk pengobatan dan
perawatan tubuh yang disebut aromaterapi. Kebutuhan
minyak atsiri dalam negeri cukup besar, baik dari volume
maupun jenisnya makin beragam karena kebutuhan
industri juga makin pesat. Dari segi kebutuhan baik untuk ekspor maupun impor masih akan meningkat terus
sehingga peluang pengembangan minyak atsiri, baik
yang telah berkembang maupun minyak atsiri baru, masih terbuka luas. Salah satu minyak atsiri yang potensial
dikembangan adalah nilam yang biasa dikenal dalam
perdagangan sebagai patchouli oil. Dalam pengembangan-nya tanaman nilam dapat dibudidayakan dengan
pola tanam polikultur baik pada tanaman semusim,
tahunan maupun tanaman kehutanan. Kualitas minyak
nilam yang ditanam pada naungan memenuhi standar
untuk dipasarkan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
nilam dapat diusahakan dalam pemanfaatan lahan hutan

54

di sekitar masyarakat sehingga pendapatan petani


sebagai pengelola lahan dapat ditingkatkan. Pola tanam
campuran atau pergiliran tanaman selain dapat untuk
menghindari kerugian dalam usahatani, juga dapat
menekan serangan penyakit dan meningkatkan populasi
mikroba antagonis pathogen penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, SA. 2004. Bahan alam untuk mendukung
pengembangan bioindustri. Makalah Seminar
Nasional Kimia Bahan Alam. Surabaya, 4 September
2004 (tidak dipublikasikan).
Anonim. 2009. Kebijakan Pengembangan Industri Minyak
Atsiri. Direktorat Industri Kimia dan Bahan
Bangunan, Direktorat Jenderal Industri Kecil dan
Menengah, Departemen Perindustrian. Seminar
International Essential Oil II, 28 April 2009 (tidak
dipublikasikan).
Anonim. 2008. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Budidaya Tanaman Nilam. Ditjenbun-Balittro. 40 p.
Blenis, P.V., P.S. Chow, and G.R. Stringam, 1999. Effect
of burial, stem portion and cultivar on the
decomposition of canola straw. Can J. Plant Science
79:97-100.
Djazuli, M. dan Emmyzar. 2006. Monograf Tanaman
Nilam. Balittro.
Djiwanti, S.R. and Momota. 1991. Parasitic nematodes
associated with patchouli disease in West Java.
Indust. Crops. Res. J. 3(2):31-34
Gill, SV., R. Haro, C. Oddino, M. Kearney, M. Zuza, A.
Marinelli, G.J. March. 2008. Crops management
practices in the control of peanut disease caused by
soil borne fungi. Crop Protection 27:1-9.
Guo, X.W., W.G.D. Fernando, M. Entz. 2005. Effect of
crop rotation and tillage on blackleg disease of
canola. Can. J. Plant Pathol 27:53-57.
Handayani, T., A. Mulyanto, dan Titiresmi. 2006. Kualitas
minyak atsiri nilam sebagai tanaman sela pada areal
lahan hutan rakyat di desa Cibojong, Kecamatan
Padarincang, Kabupaten Serang. Makalah Seminar
Konferensi Nasional Atsiri 2006, 18-20 September
2006 (tidak dipublikasikan).
Larkin, R.P. 2008. Relative effect of biological
amendments and crops rotation on soil microbial
communities and soil borne disease of potato. Soil
Biology and Biochemisty 40:1341-1351.

Sukamto: Prospek tanaman nilam penghasil minyak atsiri; Pengembangannya melalui sistem pola tanam

Larkin, R.P. and C.W. Honeycutt. 2006. Effects of


different 3-year cropping system on soil microbial
communities and Rhizoctonia disease of potato.
Phytopathology 96:68-79.
Mustika I., Y. Nuryani, dan O. Rostiana. 1991. Nematoda
parasit pada beberapa kultiva nilam di Jawa Barat.
Bull. Littro. VI (1):9-14.
Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska. 2007.
Karakteristik fisiologi Ralstonia solanacearum
penyebab penyakit layu bakteri nilam. Jurnal Littri 13
(2):43-48.
Nerio, L.S., J. Olivero-Verbel, and E. Stashenko. 2010.
Repellent activity of essential oils: A review.
Bioresource Technology, 101 (1) :372-378.
Oroojalian, F., R. Kasra-Kermanshahi, M. Azizi, and M.R.
Bassami. 2010. Phytochemical composition of the
essential oils from three Apiaceae species and their
antibacterial effects on food-borne pathogens. Food
Chemistry (120)3: 765-770.
Pandey, R., A. Karla, S. Tandon, S., N. Mehrotra, H.N.
Singh, and S. Kumar. 2000. Essential oils as potential
sources of nematicidal compounds. J. Phytopathology. 148:501-502.

Phipps, PM., SH. Deck, D.R. Walker. 1997. Weatherbased crop and disease advisories for peanuts in
Virginia. Plant Disease 81:236-244.
Saccketti, G., S. Maietti. M. Muzzoli, M. Scaglianti, S.
Manfredini, M. Radice, and R. Bruni. 2005.
Comparative evaluation of 11 essential oils of
different origin as functional antioxidants, antiradicals, and antimicrobials in food. Food Chemistry
91:621-632.
Stone, A.G., S.J. Scheuerell, and H.M. Darby. 2004.
Supression of soilborne diseases in field agricultural
system: organic matter management, cover cropping
and other cultural practices. In Magdoff, F. and R.
Weil. (Eds) Soil Organic Matter in sustainable
agriculture. CRC Press Boca Raton: 131-177.
Sukamto. 2009. Pengendalian penyakit budok pada
tanaman nilam dengan efektifitas 60-70%. Laporan
Hasil Penelitian APBN 2009. 20 p (tidak dipublikasikan)
Wrather, J.A. and S.R. Kending. 1998. Tillage effect on
Macrophoma phaseolina population density and
soybean yield. Plant Disease 82:247-250.

55

Anda mungkin juga menyukai