Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan
mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian
tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk
muka. Mengingat kegunaannya yang demikian penting maka penting untuk
menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga
mulut.
Masalah terbesar yang dihadapi penduduk Indonesia seperti juga di negaranegara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan mulut adalah penyakit
jaringan keras gigi ( caries dentis ) di samping penyakit gusi. Karies merupakan
suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksi periapeks yang dapat menyebabkan rasa
nyeri.
Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat
perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi
tetap. Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya
akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak
dini pada anak. Dampak yang terjadi bila sejak awal sudah mengalami karies
adalah selain fungsi gigi sebagai pengunyah yang terganggu, anak juga akan
mengalami gangguan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari sehingga anak
tidak mau makan dan akibat yang lebih parah bisa terjadi malnutrisi, anak tidak
dapat belajar karena kurang berkonsentrasi sehingga akan mempengaruhi
kecerdasan. Akibat lain dari kerusakan gigi pada anak adalah penyebaran toksin

atau bakteri pada mulut melalui aliran darah, saluran pernapasan, saluran
pencernaan apalagi bila anak menderita malnutrisi, hal tersebut akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan anak akan mudah terkena
penyakit. Bila gigi sulung sudah berlubang dan rusak maka dapat diramalkan gigi
dewasanya tidak akan sehat nantinya.
Proses karies dan faktor risiko terjadinya karies gigi tetap dan gigi sulung
tidak berbeda namun demikian proses kerusakan gigi sulung lebih cepat
menyebar, meluas dan lebih parah dibandingkan gigi tetap. Hal ini selain
disebabkan karena faktor dari dalam sendiri yaitu struktur enamel gigi sulung
yang kurang solid dan lebih tipis serta morfologi gigi sulung yang lebih
memungkinkan retensi dibanding gigi tetap juga disebabkan faktor luar yang
menjadi faktor risiko anak terhadap proses kerusakan gigi seperti keadaan
kebersihan mulut anak yang umumnya lebih buruk dan anak lebih banyak dan
sering makan dan minum kariogenik dibandingkan orang dewasa. Besar kecilnya
faktor risiko terhadap timbulnya karies gigi sulung pada anak usia prasekolah
dipengaruhi oleh pengetahuan, kesadaran orang tua dalam merawat kesehatan
gigi. Pengetahuan dan kebiasaan yang perlu dimiliki orang tua antara lain yang
berkaitan dengan cara membersihkan diri, jenis makanan yang menguntungkan
kesehatan gigi dan cara makan minum yang benar.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk dapat
terjadi karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein.
Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake karbohidrat dengan
karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak, protein, vitamin dan
mineral. Selain itu ternyata ada hubungan langsung antara bertambahnya
konsumsi makanan yang mudah dicerna terutama karbohidrat yang berupa tepung
dengan bertambahnya karies.
Karbohidrat dalam makanan yang sifatnya paling dapat merusak gigi adalah
jenis sukrosa. Proses karies selain ditentukan oleh jenis karbohidrat juga
tergantung pada frekuensi dan bentuk fisik karbohidrat tersebut. Karbohidrat
dalam bentuk tepung atau cairan atau yang bersifat lengket serta mudah hancur di
dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Dari penelitian Alfano (1980)

tehadap tikus ternyata makanan yang paling kariogenik adalah coklat sedangkan
sugar free biskuit, kacang-kacangan, roti dedak menduduki urutan paling rendah.
Dalam penelitian Rugg-Gunn menyatakan bahwa banyaknya intake gula harian
lebih besar hubungannya dibanding dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula
dalam snack dengan karies lebih besar dibanding total diet karena snack lebih
sering dimakan dalam frekuensi tinggi dan makanan kariogenik yang sering
dimakan di antara dua waktu makan mempunyai ciri-ciri pH rendah, mengandung
gula tinggi dan lengket. Hampir semua anak menyukai makanan minuman
kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang dimakan di antara
dua waktu makan.
Dalam perkembangannya anak membutuhkan orang lain dan orang lain yang
paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Orang
tua bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan anak juga dalam hal makanan.
Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggapnya
penting seperti ibu. Penyediaan makanan untuk dikonsumsi anggota keluarga
merupakan hasil proses pengambilan keputusan. Tindakan pengambilan keputusan
oleh ibu dalam penyediaan makanan yang baik serta pemeliharaan kesehatan anak
sangat dipengaruhi kesiapan psikologi ibu diantaranya tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan dan sikap ibu. Hasil penelitian Sanjur dan Scoma (1971) mengenai
kebiasaan makan anak, diketahui bahwa makanan yang tidak disukai oleh ibu juga
tidak disukai oleh anaknya dan ketidaktahuan ibu terhadap jenis makanan tertentu
akan mempengaruhi ketidaktahuan anak terhadap makanan tertentu. Bagi
sebagian masyarakat, jenis makanan yang telah terbiasa mereka pelajari untuk
menyukainya sejak masa kanak-kanak akan berlanjut menjadi makanan
kesukaannya pada saat dewasa.
Masalah kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan hal menarik karena
prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk
(Ibone Effendi dan Mooler, 1973). Prevalensi karies gigi dan penyakit periodental
tidak berbeda tahun 1973 dan 1983.(11) Sampai sekarang ini di Indonesia data
tentang frekuensi karies gigi sulung anak usia prasekolah masih langka. Data yang
adapun tidak dapat dipakai sebagai indikator kesehatan gigi anak karena tidak

mewakili keadaan gigi sulung di Indonesia, walaupun hasil observasi lapangan


menunjukkan adanya karies rampan gigi sulung yang cukup luas (Armasastra dan
Antonraharjo, 1986). Di Yogyakarta, dari 7 lokasi pemeriksaan didapatkan angka
frekuensi karies gigi sulung anak usia 3-5 tahun sebesar 75% dengan def-t ratarata 5,2 (Supartinah, 1982). Tahun 1985 dilaporkan fekuensi karies gigi di 100
Sekolah Taman Kanak-kanak di Yogyakarta sebesar 85 %, tanpa melaporkan
indeks def-nya (Rinaldi dan Iwa-Sutardjo, 1985). Di Medan frekuensi karies gigi
sulung anak usia balita karena minum susu botol di beberapa Puskesmas adalah
61 % (Lina dan Situmorang, 1985). Frekuensi karies gigi sulung merupakan
indikator kesehatan gigi anak usia prasekolah yang diperlukan untuk menilai
keadaan kesehatan gigi sekaligus juga keberhasilan upaya kesehatan gigi anak
usia prasekolah dan usia balita.
Anak usia 2-4 tahun umumnya sudah mempunyai gigi sulung yang lengkap
yaitu berjumlah 20 buah dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan termasuk
kesehatan gigi masih sangat tergantung pada orang dewasa terutama ibu yang
merawatnya. Kesehatan gigi anak usia ini dipengaruhi oleh perilaku ibu
khususnya dalam menjaga kebersihan gigi maupun dalam memberikan makanan
minuman yang dapat menyebabkan karies gigi.
Kelurahan ......... merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah
Kecamatan ............... Letak kelurahan yang berada ditengah kota dan berbentuk
perkampungan menyebabkan banyak tersedia kemudahan dalam mendapatkan
variasi konsumsi makanan dan minuman kariogenik dan keragaman tingkat
pendidikan ibu yang akan turut mempengaruhi keadaan kesehatan gigi anak pada
usia 2-4 tahun yang umumnya masih diasuh oleh ibu. Berdasarkan hal tersebut
peneliti merasa tertarik untuk mengetahui gambaran keadaan kesehatan gigi anak
pada usia 2-4 tahun di Kelurahan............
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan praktek
ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan

jajanan kariogenik dan status karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di
Kelurahan ...............
3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi
pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan .............. Kecamatan ...............i
Kota ..............
2. Tujuan khusus
1. Mendapatkan informasi tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 24 tahun di Kelurahan ...............
2. Mengetahui jenis-jenis makanan jajanan menurut status kariogenitas
jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak usia 2-4 tahun
3. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan
jajanan dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia
2-4 tahun
4. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan frekuesi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
5. Mengetahui hubungan frekunsi konsumsi makanan jajanan kariogenik
dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
6. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan
jajanan dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
7. Mengetahui hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak prasekolah usia 2-4 tahun
4. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah

wawasan

dan

pengetahuan

serta

memberikan

pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan penulisan karya


ilmiah.

2. Bagi masyarakat
Menjadi bahan masukan dalam melakukan tindakan pencegahan
terhadap karies gigi dan perawatan gigi sejak masih anak-anak.
3. Bagi Instansi terkait
Menjadi bahan masukan untuk menilai keadaan kesehatan gigi dan
keberhasilan upaya kesehatan gigi anak usia prasekolah dan usia balita
4. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian lebih lanjut tentang karies gigi.
5. Ruang Lingkup masalah
Permasalahan dibatasi pada hubungan antara pengetahuan dan praktek ibu
dengan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan status karies gigi
pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan.....................

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi
1. Definisi Karies
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya , akibatnya terjadi invasi
bakteri dan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke jaringan periapeks yang
dapat menyebabkan nyeri.
2. Mekanisme Karies
Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat
diragikan oleh bakteri tertentu dan dapat membentuk asam sehingga pH plak akan
menurun sampai di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang
berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi
permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Paduan keempat faktor
penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang bersitumpang.
Karies baru akan timbul hanya kalau keempat faktor penyebab tersebut bekerja
simultan.
Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi pada lapisan email.
Email menjadi keropos dan lambat laun akan terjadi lubang pada permukaan gigi.
Tanpa perawatan proses karies berjalan terus, menjalar ke lapisan dentin dan
akhirnya sampai ke jaringan pulpa. Kalau proses sampai ke jaringan pulpa maka
lambat laun pulpa akan mati dan membusuk dan proses radang akan menjalar
terus sampai ke tulang alveola. Pada ujung akar akan timbul sebuah kantong yang
berisikan nanah dan bakteri, kantong ini disebut granuloma. Granuloma menjadi
sumber infeksi untuk jaringan sekitar gigi maupun organ-organ tubuh lainnya
seperti ginjal, jantung, mata.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karies


a. Faktor dalam
Faktor resiko di dalam mulut adalah faktor yang langsung berhubungan
dengan karies. Ada 4 faktor yang berinteraksi :
1. Hospes yang meliputi gigi dan saliva
1. Komposisi gigi sulung
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di
bawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies.
Struktur email gigi terdiri dari susunan kimia kompleks dengan gugus kristal
yang terpenting yaitu hidroksil apatit. Permukaan email terluar lebih tahan
karies dibanding lapisan dibawahnya karena lebih keras dan padat. Permukaan
email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik dengan air
yang relatif lebih sedikit. Proses mineralisasi email tidak hanya melalui pulpa
dan dentin saja, tetapi ion-ion dari saliva secara tetap meletakkan komposisi
mineral langsung ke permukaan gigi atau email.
Ion kimia paling penting yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil
apatit adalah ion fluor. Dengan penambahan fluor, hidroksil apatit akan berubah
menjadi fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam. Selain unsur fluor, ada
unsur lain yang berkaitan dengan tinggi rendahnya karies. Menurut penelitian
Glass dkk (1973), bila di dalam air minum terdapat banyak unsur kalsium,
magnesium, molibdenum atau vanadium jumlah karies akan rendah. Sebaliknya
bila air minum banyak mengandung tembaga, besi dan mangan, frekuensi karies
akan lebih tinggi. Dari penelitian Newbrun (1973) juga menjelaskan klasifikasi
berat ringannya pengaruh unsur tersebut dengan karies sehingga jelas bahwa
modifikasi komposisi kimiawi gigi berpengaruh pada resistensi permukaan
email terhadap karies.
Proses karies pada gigi tetap sama dengan pada gigi sulung. Kuat
lemahnya struktur gigi terhadap karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan
kelicinan gigi serta ketebalan email. Tebal email gigi sulung yang hanya

setengah dari gigi tetap menyebabkan proses karies gigi sulung lebih cepat
terjadi dari pada gigi tetap.
2. Morfologi gigi sulung
Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies.
Morfologi gigi sulung dapat ditinjau dari 2 permukaan :
1. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal gigi molar sulung mempunyai bonjol yang relatif tinggi
sehingga lekukan menunjukkan gambaran curam dan relatif dalam. Bentuk
morfologi gigi sulung tidak banyak bervariasi kecuali gigi molar sulung pertama
atas dalam bentuk dan ukurannya. Lekukan gigi sulung yang lebih dalam akan
memudahkan terjadinya karies.

2. Permukaan halus
Kontak antar gigi tetap adalah kontak titik tetapi kontak antar gigi sulung
merupakan kontak bidang. Hal ini disebabkan bentuk permukaan proksimal gigi
sulung agak datar. Keadaan ini akan menyulitkan pembersihannya.
3. Susunan gigi sulung
Gigi-gigi berjejal dan saling tumpang tindih akan mendukung timbulnya
karies karena daerah tersebut sulit dibersihkan. Pada umumnya susunan gigi
molar sulung rapat sedangkan gigi insisivus sulung renggang. Dari berbagai
penelitian disimpulkan bahwa anak dengan susunan gigi berjejal lebih banyak
menderita karies daripada yang mempunyai susunan gigi baik.
4. Saliva
Di dalam mulut selalu ada saliva yang berkontak dengan gigi. Saliva
berperan dalam menjaga kelestarian gigi. Banyak ahli menyatakan, saliva
merupakan pertahanan pertama terhadap karies. Mereka juga menyatakan
bahwa fungsi saliva sebagai pelicin, pelindung, buffer , pembersih, anti pelarut
dan anti bakteri. Namun demikian saliva juga memegang peranan penting lain
yaitu dalam proses terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang

baik untuk kehidupan mikroorganisme tertentu yang berhubungan dengan karies


gigi.
2. Mikroorganisme
Walaupun banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana dan
mikroorganisme mana sebagai penyebab karies namun semua ahli berpendapat
bahwa karies gigi tidak akan terjadi tanpa mikroorganisme. Meskipun begitu
tidak semua mikroorganisme di dalam mulut penting dalam hubungan ini.
Ternyata

banyak

mikroorganisme

asidogenik

di

dalam

mulut

tidak

menyebabkan karies in vitro. Selain itu beberapa individu yang mempunyai


banyak mikroorganisme di dalam mulut ternyata tidak menderita karies (Volker
dan Russel, 1973; Sumnich, 1977; Newburn, 1978; Miller, 1981).
Banyak dilakukan penelitian mengenai hubungan antara mikroorganisme
dengan karies diantaranya penelitian klasik Orland tahun 1954 tentang tikus
yang diberi makan diet karbohidrat yang sangat kariogenik. Gigi tikus tersebut
ternyata tidak ada karies karena tidak ada (bebas dari) mikroorganisme. Gigi
tikus tersebut terserang karies setelah ada mikroorganisme. Penelitian
selanjutnya mengarah pada penelitian berbagai jenis mikroorganisme di dalam
mulut yang diduga berkaitan dengan karies. Banyak yang telah membuktikan
bahwa mikroorganisme di dalam mulut yang berhubungan dengan karies antara
lain bermacam strain Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain.
Mikroorganisme ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris. Plak
gigi adalah media lunak non mineral yang menempel erat di gigi. Plak terdiri
dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar sel (30%) (Newburn, 1978). Lebih
jauh Van Houte et al. (1981) mengemukakan bahwa 50 % mikroorganisme yang
ada di plak adalah Lactobacillus kendati tidak selalu terdapat di dalam jaringan
karies dan keadaannya sama di permukaan gigi yang tidak atau yang sudah
diberi fluor.

3. Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan
sehari-hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh
terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn,1978, Konig dan
Hoogendoorn, 1982). Substrat yang menempel di permukaan gigi berbeda
dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang diperlukan untuk
mendapatkan energi dan membangun tubuh.
Makanan pokok manusia ialah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya
nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat
pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk
kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga karies.
Makanan akan mempengaruhi keadaan di dalam mulut secara lokal selama
pengunyahan dan setelah ditelan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan masa pre dan pasca erupsi (Altano, 1980 dan Menaker, 1980 ).
Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam
struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies.
4. Waktu
Pengertian waktu disini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan
frekuensi substrat menempel di permukaan gigi (Newsburn, 1978 ; Konig dan
Hoogendoorn ,1982). Faktor waktu menonjol setelah Vipeholm tahun 1954
(Newburn 1978) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
waktu dengan frekuensi diet makanan dan minuman kariogenik. Ternyata
memang ada hubungan di antara keduanya. Faktor ini juga tampak jelas pada
percobaan binatang.
Karies gigi merupakan penyakit kronis, kerusakan berjalan dalam periode
bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik
adalah 18-6 bulan. Kecepatan karies anak-anak lebih tinggi sedangkan

kecepatan kerusakan gigi penderita xerostamia lebih pendek (2 bulan )


(Newsburn, 1978).
Faktor waktu ini jelas terlihat pada anak yang diberi minum susu atau cairan
manis lainnya melalui botol. Ketika anak tidur dengan dot kater di botol masih
berada di mulutnya, cairan dari botol akan tergenang di mulut dalam waktu
lama. Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan timbulnya karies
menyeluruh dalam waktu singkat (terjadi karies botol ) (Finn, 1973; Miller,
1981; Jonsen, 1984). Selain itu keadaan yang dapat menyebabkan substrat
lama berada dalam mulut ialah kebiasaan anak menahan makanan di dalam
mulut dimana makanan tidak cepat-cepat ditelan.
a. Faktor Luar
1. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun juga akan
bertambah. Hal ini jelas karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama
berpengaruh terhadap gigi. Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies
kuat akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kurang kuat
pengaruhnya.
2. Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap
wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak,
prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi
dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi
anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak
perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan
akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.

3. Suku bangsa
Beberapa penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapat hubungan suku
bangsa dengan prevalensi karies, semua tidak membantah bahwa perbedaan
ini karena keadaan sosial ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan
karies dan jangkauan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda di setiap suku
tersebut.
4. Letak geografis
Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena
kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka
gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung
lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan
kerusakan email berupa bintik-bintik hitam.
5. Kultur sosial penduduk
Wycoff (1980) menjelaskan bahwa ada hubungan antara keadaan sosial
ekonomi dan prevalensi karies. Faktor yang mempengaruhi keadaan ini adalah
pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan
merawat gigi dan lain-lain.
6. Kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung
pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam
masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi
dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap
dan perilaku serta pendidikan ibunya.

B. Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap dikonsumsi,
yang dijual di tempat umum dan terlebih dahulu telah dipersiapkan atau
dimasak di tempat produksi (rumah) atau di tempat penjualan (Fardiaz, 1992).
Sedangkan berjajan diartikan sebagai membeli panganan di kedai atau yang
dijajakan. Menurut Winarno (1998) makanan jajanan/jajan pasar yaitu jenis
masakan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada
suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi. Bagi masyarakat Indonesia,
jajan sudah menjadi kebiasaan bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari
pola makan masyarakat Indonesia.
Perkembangan di dunia industri makanan telah menghasilkan
produk-produk makanan yang siap disantap dan minuman awet yang dapat
dengan mudah diperoleh di pasaran. Hal ini didorong oleh kebutuhan
konsumen akan produk-produk yang serba praktis termasuk makanan.
Kesibukan yang menyita waktupun telah turut menjadikan makanan jajanan
sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan tubuh akan zat gizi selain
berfungsi sebagai makanan selingan yang dimakan diantara waktu makan.
Kebiasaan jajan atau mengkonsumsi makanan jajanan yang salah di
masa kanak-kanak dapat membawa dampak berupa timbulnya penyakit yang
sifatnya akut atau kronis. Efek negatif jajanan bisa diderita dalam jangka
waktu yang singkat maupun sepanjang hayat. Berikut ini adalah beberapa
contoh dampak negatif dari jajanan :
* Anak menjadi sulit makan. dan menurut Winarno (1993) dapat juga
mengurangi nafsu makan karena seringkali anak menjadi terlalu kenyang,
lebih-lebih jika jajan berkali-kali dalam sehari. Hal ini dapat menyebabkan
anak mederita berbagai penyakit akibat kurang gizi.
* Higiene sanitasi dan keamanan makanan jajanan yang kurang dapat
menyebabkan keracunan makanan dan infeksi bakteri sehingga anak
menderita muntah-muntah, sakit perut bahkan diare.
* Kandungan bahan makanan tambahan yang mengandung bahan kimia
tertentu pada makanan jajanan dengan tujuan pengawatan, penguat rasa

maupun pewarna dapat menjadi pencetus gejala alergi, diare, pusing, muntah
bahkan secara komulatif bisa menimbulkan kanker.
* Kualitas jajanan yang rendah akibat cara persiapan maupun pengolahan
bahan yang tidak tepat dapat menyebabkan hilangnya zat gizi tertentu.
* Sebagian besar makanan jajanan kaya akan kalori atau biasanya dibuat dari
tepung-tepungan

dan

gula

tetapi

miskin

akan

zat

gizi

tertentu.

Ketidakseimbangan zat gizi dalam makanan jajanan dapat menyebabkan


kegemukan yang selanjutnya dapat menyebabkan hilangnya rasa percaya diri
dan beresiko tinggi terhadap berbagai macam penyakit degeneratif seperti
penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.
C. Makanan Kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan yang dapat menyebabkan terjadinya
karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat,
lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Dari penelitian Altano (1980) dan
Menaker (1980) menyatakan adanya hubungan antara masukan karbohidrat
dengan karies. Hubungan antara konsumsi karbohidrat dengan terjadinya
karies gigi ada kaitannya dengan pembentukan plak pada permukaan gigi.
Plak terbentuk dari sisa-sisa makanan yang melekat di sela-sela gigi dan pada
plak ini akhirnya akan ditumbuhi bakteri yang dapat mengubah glukosa
menjadi asam sehingga pH rongga mulut menurun sampai dengan 4,5. Pada
keadaan demikian maka struktur email gigi akan terlarut. Pengulangan
konsumsi karbohidrat yang terlalu sering menyebabkan produksi asam oleh
bakteri menjadi lebih sering lagi sehingga keasaman rongga mulut menjadi
lebih asam dan semakin banyak email yang terlarut.
Kariogenitas suatu makanan tergantung dari :

1. Bentuk fisik
Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket
serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies
dibanding bentuk fisik lain, karbohidrat seperti ini misalnya kue-kue, roti, es
krim, susu, permen dan lain-lain (Bibby, 1975 dan 1983 ; Newburn, 1978;
Konig dan Hoogendoorn, 1982). Bibby dan Huang (1980) membuktikan
dalam percobaan in vitro bahwa susu kental

lebih menyebabkan

demineralisasi dibandingkan dengan susu kering. Susu coklat lebih merusak


dibandingkan susu saja.
Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan
lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi
kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang
membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada.
Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi.
Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya
akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi
pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih
alami seperti apel, benkoang, pir, jeruk.
2. Jenis
Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang
berhubungan

dengan

proses

karies

adalah

polisakarida,

disakarida,

monosakarida dan sukrosa terutama mempunyai kemampuan yang lebih


efisien

terhadap

pertumbuhan

mikroorganisme

asidogenik

dibanding

karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan


zat-zat asam. Makanan manis dan penambahan gula dalam minuman seperti
air teh atau kopi bukan merupakan satu-satunya sukrosa dalam diet seseorang.

3. Frekuensi konsumsi
Frekuensi makan dan minuman tidak hanya menentukan timbulnya erosi
tetapi juga kerusakan karies. Dari penelitian Rugg-Gunn et al (1980)
menyatakan banyaknya intake gula harian lebih besar korelasinya dibanding
dengan frekuensi makan gula. Hubungan gula dalam snack dengan karies
lebih besar dari total diet karena snack lebih sering dimakan dalam frekuensi
tinggi. Dalam studi Vipeholm dijelaskan bahwa karies didasarkan oleh
frekuensi yang tinggi makan makanan kecil. Dari beberapa penelitian lain
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Silverstone , 1981) .
1. Komposisi gula yang meningkat akan meningkatkan aktivitas karies.
2. Kemampuan gula dalam menimbulkan karies akan bertambah jika
dikonsumsi dalam bentuk yang lengket
3. Aktivitas karies juga meningkat jika jumlah konsumsi makan makanan yang
manis dan lengket ditingkatkan
4. Aktivitas karies akan menurun jika ada variasi makanan
5. Karies akan menurun jika menghilangkan kebiasaan makan-makanan manis
yang lengket dari bahan makanan.
D. Frekuensi Konsumsi Pangan
Metoda frekuensi pangan didesain untuk mendapatkan data kualitatif,
informasi deskriptif tentang pola konsumsi pangan. Metoda ini tidak
digunakan untuk data kuantitatif intake zat-zat gizi. Pertanyaan pertanyaan
dalam kuesioner terdiri dari dua bagian, yaitu .
1. Daftar bahan pangan
Daftar bahan pangan dapat terkonsentrasi pada satu kelompok bahan
pangan dan dapat pula berupa bahan pangan yang dikonsumsi dalam

hubungan dengan musim atau kejadian tertentu atau dapat pula mengetahui
keanekaragaman pola konsumsi dari suatu populasi.
2. Satu set frekuensi konsumsi bahan-bahan pangan
Tujuan dari metoda frekuensi pangan ini adalah untuk mendapatkan
informasi tentang frekuensi konsumsi bahan pangan tertentu atau kelompok
bahan pangan , selama waktu tertentu (seperti harian, mingguan, bulanan). Zat
gizi tertentu dapat diperoleh dari kombinasi bahan pangan tertentu yang
merupakan fokus kuesioner. Misalnya frekuensi konsumsi buah-buahan segar
dan sari buah dapat merupakan golongan makanan sumber konsumsi vitamin
C, sayuran hijau dan wortel merupakan golongan makanan sumber konsumsi
karoten. Sereal, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran merupakan
golongan makanan sumber konsumsi serat.
6. Tinjauan Umum Pengetahuan, Sikap dan Praktek sebagai Komponen
Perilaku.
Perilaku menurut Notoatmodjo (1990) adalah merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung. Bentuk operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 :.
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
Pengetahuan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pendorong yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar si subyek yang menimbulkan perasaan suka atau tidak
suka.
Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
sesuatu dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum orang itu mendapatkan
informasi atau melihat obyek itu tidak mungkin terbentuk sikap. Meskipun
dikatakan mendahului tindakan, sikap belum tentu tindakan aktif tetapi
merupakan predisposisi (melandasi/mempermudah) untuk bertindak senang
atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi
dan konasi. Menurut Berkowitz (1997) sikap merupakan respon evaluatif yang
menempati sikap sebagai perilaku yang tidak statis walaupun pembentukan
sikap seringkali tidak disadari oleh orang yang bersangkutan akan tetapi
bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan karena
interaksi dengan lingkungan. Sikap akan ada artinya bila ditampakkan dalam
bentuk pernyataan, lisan maupun perbuatan dan apa yang dinyatakan
seseorang sebagai sikapnya secara terbuka tidak selalu sesuai dengan sikap
hati sesungguhnya. Jadi penyimpulan mengenai sikap individu sangat sulit
bahkan dapat menyesatkan bila diambil dalam bentuk perilaku yang tampak.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan/praktek yang sudah nyata yaitu berupa
perbuatan terhadap situasi dan atau rangsangan dari luar.
Menurut WHO (1984) ada 4 alasan utama seseorang akan berperilaku:
1. Pikiran dan perasaaan
Yang termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan
nilai-nilai.
2. Orang yang dianggap penting seperti orang tua, orang yang dipercaya.
3. Sumber daya termasuk fasilitas, dana, waktu, ketrampilan.
4. Kebudayaan atau perilaku normal, kebiasaaa, nilai dan penggunaan sumbersumber dalam masyarakat.
Perilaku Anak dalam Makan

Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Orang lain


yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tuanya
sendiri. Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggapnya penting seperti ibu, begitu juga dalam hal makanan. Apa yang
anak pelajari tentang apa dan bagaimana makan akan membentuk pola makan
tertentu sampai dia dewasa. Ibu mempunyai peran penting dalam membentuk
pola makan anak terutama pada fase perkembangan anak usia di bawah 5
tahun.
Sejak anak lahir, ibu mulai mengenalkan anak pada makanan dengan
memberikan ASI. Menyusui bayi merupakan tradisi yang masih umum
dijumpai di Indonesia, meski periodenya berbeda dari satu tempat dengan
yang lainnya. Di desa ibu menyusukan bayinya hingga 12 bulan sampai 24
bulan. Sebagian besar anak disapih menjelang umur 2 tahun. Di daerah kota
periode penyusuan umumnya lebih pendek.
Setelah anak disapih, anak mulai dikenalkan pada makanan lain selain
ASI. Pada usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanan tergantung
pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu juga telah tumbuh tetapi belum dapat
digunakan mengunyah makanan yang terlalu keras. Ibu hanya memberikan
makanan yang teksturnya lunak namun anak hendaknya sudah diarahkan
untuk mengikuti pola makan orang dewasa. Selanjutnya fase perkembangan
anak usia 4-6 tahun, anak mulai bersifat konsumen aktif dimana mereka telah
dapat memilih makanan yang disukai. Pada usia ini kebiasaan yang baik sudah
harus ditanamkan.
Bagi sebagian besar ibu, pemberian kasih sayang pada anak masih kecil
cukup dengan memberikan kepuasan emosi pada anak-anak mereka. Orang
tua cukup memenuhi kehendak anak, bahkan biasanya disiplin tidak terlalu
ketat. Kebiasaan seperti ini berlaku juga dalam pemberian makanan. Ibu
banyak yang memberikan makanan yang menjadi keinginan anak tanpa
melihat apakah makanan tersebut sehat dan baik dikonsumsi bagi anak.
Anak-anak umumnya menyukai makanan yang manis-manis. Kebiasaan
ini terbentuk karena ibu membiasakan anak mengkonsumsi makanan yang

manis dengan atau tanpa mereka sadari. Melalui penambahan gula pada susu,
makanan bayi, penggunaan obat-obatan dalam bentuk sirup, lama-lama
kebiasaan ini akan berlanjut sampai dewasa untuk terus mengkonsumsi
makanan yang manis-manis.

KERANGKA KONSEP
1. Struktur gigi
2. Morfologi gigi
3. Susunan gigi geligi di rahang
4. pH saliva

Faktor dari dalam

5. Kebersihan mulut
6. Jumlah dan frekuensi makanan kariogenik
7. Pengetahuan, sikap dan praktek terhadap pemeliharaan kesehatan gigi
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa

Faktor dari luar

4. Letak geografis
5. Kultur sosial
HIPOTESIS
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
2. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak usia 2-4 tahun
3. Ada hubungan frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan
tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun di Kelurahan Tegalsari
4. Ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan
tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun

5. Ada hubungan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dengan tingkat
keparahan karies gigi pada anak usia 2-4 tahun
C. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
VARIABEL PENELITIAN
Kerangka Konsep I
* Variabel bebas : Pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan
jajanan
* Variabel terikat : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
Kerangka Konsep II
* Variabel bebas : Frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik anak
* Variabel terikat : Karies gigi pada anak
- Variabel pengganggu : Kebersihan gigi dan mulut yang meliputi OHI-S dan
praktek kebersihan gigi oleh anak
DEFINISI OPERASIONAL
1. Karies gigi pada anak
Indeks def-t responden yang diperoleh dengan menjumlahkan gigi sulung karies
( d=decayed ) di subyek, baik yang belum atau sudah ditambal (=extracted ) dan
yang seharusnya atau sudah dicabut ( f=filled)
Skala : rasio
Untuk memudahkan dalam analisa deskriptif keparahan karies digolongkan
menjadi :
Keparahan karies
Kategori
0,0 - 0,241

Ringan

0,242 - 0,394

Sedang

>0,394

Berat

2. Makanan jajanan

Makanan atau minuman selain makanan pokok yang berbentuk kemasan atau
tidak, yang dibuat oleh industri atau dibuat sendiri, yang dijajakan maupun
tidak, yang dimakan di antara waktu makan sebagai selingan , terbagi dalam :
I. Makanan kariogenik
Makanan kariogenik adalah makanan atau minuman yang mudah menimbulkan
karies yang bersifat manis, lengket dan mudah hancur di dalam mulutII.
Makanan non kariogenik
Makanan non kariogenik adalah makanan yang tidak menimbulkan terjadinya
karies tetapi justru bersifat sebagai pencegah terjadinya karies.
3. Frekuensi konsumsi makanan jajanan
Berapa kali per minggu anak umur 2-4 tahun mengkonsumsi makanan jajanan
yang diperoleh dengan metoda frekuensi konsumsi pangan selama satu minggu.
Skala : rasio
Dalam deskriptif frekuensi konsumsi makanan jajanan kariogenik dan non
kariogenik dikelompokkan :
1. Tiap jenis makanan kariogenik
Sering sekali :

konsumsi >14 kali/minggu

Sering :

konsumsi 8-14 kali/minggu

Jarang :

konsumsi 1-7 kali/minggu

Tidak pernah :

tidak mengkonsumsi

2. Total konsumsi makanan kariogenik


Sering sekali :

konsumsi >70 kali/minggu

Sering :

konsumsi 35-70 kali/minggu

Jarang :

konsumsi 1-35 kali/minggu

3. Makanan non kariogenik Sering sekali :


Sering :

konsumsi 4-7 kali/minggu

Jarang :

konsumsi 1-3 kali/minggu

konsumsi >7 kali/minggu

Tidak pernah : tidak mengkonsumsi


4. OHI-S
Pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan skor debris dan calculus
indeks dibagi jumlah gigi yang dinilai.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian keadaan kebersihan gigi dan mulut
dikelompokkan :
Skor OHI-S
Keadaan
0,0 1,2

Baik

1,3 - 3,0

Sedang

3,1 6,0

Kurang

5. Pengetahuan ibu
Kemampuan ibu responden untuk menjawab dengan benar pada kuesioner
tentang karies dan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian tingkat pengetahuan dikelompokkan menjadi
1. baik dengan nilai 3-5
2. kurang dengan nilai 0-2
6. Praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan
Tindakan nyata yang dilakukan ibu responden dalam memberikan atau
menyediakan makanan jajanan.
Skala : rasio
Dalam deskriptif hasil penelitian, praktek ibu dalam pemberiaan makanan
jajanan dikelompokkan :
1. baik dengan nilai >19
2. sedang dengan nilai 15-19
3. kurang dengan nilai 10-14

7. Praktek kebersihan gigi oleh anak


Tindakan nyata yang dilakukan oleh anak dalam menjaga kebersihan gigi
D. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah Explanatory yaitu menjelaskan
hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas melalui pengujian
hipotesa. Metode yang digunakan adalah survei dengan pendekatan cross
sectional.(28)
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Kelurahan Tegalsari yang
berumur 2-4 tahun
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus :
n=
keterangan : n : sampel
: standar deviasi untuk 1,96 dengan taraf kepercayaan 95%
d : derajat ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 10 % atau 0,1
p : proporsi populasi antisipasi digunakan 80 % atau 0,8 (dari penelitian
prevalensi karies sebesar 71-87,10%)
q : populasi tanpa atribut, p-1=0,2
Dengan demikian besar sampel :
n = = 64 orang
Teknik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling
Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
1. anak usia 2-4 tahun
2. Sehari-hari tinggal di wilayah Kelurahan
Kriteria eksklusi :
1. anak yang mengkonsumsi susu, susu bukan sebagai makanan pokok
3. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak yang menjadi sampel
F. Pengumpulan Data
1. Data primer
* Data diperoleh melalui wawancara dengan responden
* Pemeriksaan gigi anak
2. Data sekunder
Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh dari kantor kelurahan Tegalsari
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Editing
Untuk memeriksa kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi
2. Koding
Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan
jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner
3. Skoring
Nilai skor akhir diperoleh dari jumlah skor masing-masing pertanyaan dalam
kuesioner
4. Tabulasi dan analisis data
Pengolahan dan analisis data menggunakan program SPSS for Windows riliase
9.0. Data yang telah diskor kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis
stastistik dengan menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan jajanan dan
konsumsi makanan jajanan dan karies gigi dengan langkah-langkah :
1. Data yang telah ditabulasikan kemudian dilakukan analisis pada SPSS
dengan mengklik icon Analyze
2. Sorot Correlate dan pilih Bivariate
3. Setelah tabel Bivariate Correlation muncul, pilih variabel yang akan
dikorelasikan

4. Pada kotak Correlation Coefficient pilih Spearman


5. Klik Ok, maka tabel korelasi akan muncul.
Nilai korelasi :
rs = 0 berarti tidak ada korelasi
rs 0,5 berarti korelasinya lemah
rs > 0,5 berarti korelasinya cukup kuat
rs =1 berarti korelasinya sempurna
Taraf signifikansi atau kemaknaan dapat diketahui dengan p (value), jika :
p 0,05 berarti korelasinya tidak bermakna
p <>

Anda mungkin juga menyukai