Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
Ditemukan flora normal vaginal adalah Lactobacillus sp, bakteri yang
mampu menghasilkan asam laktat dari glikogen dan mengubah pH pada sekret
vagina. Kombinasi jumlah Lactobacillus spdan pH yang rendah pada vagina
merupakan mekanisme protektif pada vagina wanita yang sehat. Banyak patogen
potensial dapat ditemukan pada wanita yang sehat. Namun, seiring dengan usia
kehamilan yang bertambah, ditemukan bahwa terjadi peningkatan pada jumlah
Lactobacillus sp. 1,2,3,4,5
Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu kelainan pada vaginal normal
dengan pengurangan jumlah Lactobacillus sp, peningkatan pH dan peningkatan
jumlah patogen-patogen potensial termasuk Gardenerella vaginalis, Bacteroides
sp,Escherichia

coli,

group

Bstreptococcus,Peptostreptococcus

spanerobdanMycoplasma hominis. Diagnosa VB dapat ditegakkan dengan


pemeriksaan pewarnaan gram, kromatografi pada sekret vagina atau dengan
penemuan klinis yaitu perubahan pH vagina, bau amis dan penemuan sel clue
pada apusan tebal sekret vagina. Tidak ada perubahan signifikan pada tes-tes
diagnostik VB dalam menentukan kelahiran preterm.1,2,3,4,5
Penelitian menunjukkan kelahiran preterm meningkat sebanyak dua kali
lipat pada wanita-wanita dengan infeksi VB. Penggunaan antibiotik juga
didapatkan tidak memberi manfaat yang jelas pada eradikasi VB pada wanita
hamil. Hal ini disebabkan oleh penggunaan regimen antibiotik yang berbeda dan
jumlah penggunaan antibiotik. Namun, hal ini juga menunjukkan tidak semestinya
dengan penggunaan antibiotik dapat membentuk kembali normal flora vagina.
1,2,3,4,5

Dua antibiotik yang sering digunakan adalah metronidazol yang diberikan


secara oral atau klindamisin yang dapat diberikan secara oral atau per vaginam.
Klindamisin mempunyai manfaat berbanding metronidazol karena efeknya pada
bakteri anerobik, Mycoplasma hominis dan Urea urealyticum yang sering juga

dikaitkan dengan VB. Penemuan terbaru didapatkan skrining pada wanita


hamildengan risiko kelahiran preterm berdasarkan riwayat obstetrik atau riwayat
pengobatan VB dapat dilakukan tetapi tidak ada suatu penelitian menganjurkan
skrining rutin pada kelompok wanita hamil. 1,2,3,4,5,6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
VB adalah salah satu infeksi umum pada wanita usia reproduktif.
Diperkirakan sekitar 16% wanita di Amerika Serikat mendapat VB pada suatu
waktu. Studi epidemiologi juga menunjukkan risiko VB meningkat pada wanita
dari ras Afrika (Simhan et al.2008; Cherpes et al.2008; Klatt et al.2010), AfroAmerika dan Afro-Karibia. Kadar insidens infeksi ini sulit ditentukan karena
banyak kasus asimptomatik yang ditemukan dan kurangnya metode skrining.
Sementara di Asia, wanita di India dan Indonesia prevalensi VB dilaporkan
sebesar 32%. 3,4,5

2.2 FAKTOR RISIKO


Faktor risiko yang didapatkan termasuk sosioekonomi rendah, aktifitas
seksual pada usia muda, berganti-ganti pasangan seks, frekuensi senggama,
merokok, penggunaan pembersih kelamin, penggunaan kontrasepsi IUD
(intrauterine device) atau sering menggunakan WC duduk. Setengah penelitian
menunjukkan peningkatan prevalensi pada wanita yang bersenggama sesama
wanita akibat pertukaran flora patogen di vagina dan penggunaan sex toys yang
sama. Wanita yang tidak pernah bersenggama jarang terinfeksi. 1,3,4,5
Dibuktikan juga berganti-ganti pasangan merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya infeksi menular seksual (STIs) dan ini menunjukkan VB
dapat ditularkan secara seksual (Gardner and Dukes 1955; Criswell et al.1969;
Gardner 1980; Verstraelen 2008). Walaubagaimana, tidak seperti tipikal STI
dengan agen etiologi tunggal dan rute infeksi yang jelas, VB disebabkan banyak
patogen dan sebagian besar ditemukan di vagina yang bebas VB dan pada wanita
yang tidak berpengalaman senggama. 1,3,4,5

2.3ETIOPATOGENESIS
Cairan pelumas di vagina disekresi oleh kelenjar Bartholin yang terletak
dekat dari pembukaan vagina dan serviks. Pada waktu pubertas dan menopaus, pH
vagina antara 3.5 dan 4.5. Daerah ini menjadi tempat biakan mikroorganisme dan
Lactobacillus sp adalah spesies dominan. Glikogen adalah analog kanji yang
ditemui pada manusia yang merupakan sumber utama nutrisi bagi flora mikrobial
yang hidup pada lumen vagina. 8
Metabolisme glikogen pada sistem vagina di mediasi oleh hormonestrogen
melalui reseptor estrogen yang terletak di sel epitel lumen vagina. Aktifitas
reseptor estrogen tergantung pada siklus hormon ovari. Peningkatan pada
proliferasi sel epitel dan konsentrasi glikogen pada fase tengah siklusmenstrual
yang berhubungan dengan peningkatan lapisan sel epitel. Kuantiti mukus yang
melapisi epitel vagina meningkat apabila konsentrasi estrogen meningkat. 8
Peningkatan estrogen menyebabkan penurunan viskositas mukus yang
akhirnya menjadikan mukus lebih encer. Apabila siklus menstrual masuk ke fase
folikular, produksi lapisan mukus meningkat sebanyak 30 kali lipat. Selain dari
perubahan pada epitel dan lapisan mukosal, fisiologi mukosa juga tergantung pada
siklus menstrual. Pada waktu menstrual, terdapat peningkatan pH kepada pH 6
pada hari kedua menstrual dan penurunan pH kepada pH 4 pada hari keempat. 8
Perubahan yang dinamik pada kondisi vagina sewaktu siklus menstrual
menyebabkan

perubahan

drastik

pada

ekologi

mikoflora

vagina.Secara

generalnya, Lactobacillus spbertanggungjawab dalam memastikan pH vagina


konstan pada pH rendah. VB adalah sindrom polimikrobial apabila terjadi
ketidakseimbangan flora normal pada vagina. Perubahan ini disebabkan oleh
Lactobacillus spyang menghasilkan hidrogen peroksida termasuk G.vaginalis,
Mobiluncus sp., M.hominis, gram negatif batang anerobik. 1,2,3,4,5,6,7,8,9
Traktus genital wanita juga diproteksi oleh dua mekanisme yang saling
berhubungan yaitu sistem imunitas innate dan adaptif. Hubungan antara dua
sistem imun dan interaksi antara bakteri pada traktus genital dan sel epitel hos

memainkan peran penting pada kesehatan traktus genital wanita. Terdapat


beberapa lapisan sistem imun innate pada traktus genital wanita. Sel epitel yang
melapisi sepanjang traktus genital wanita berperan sebagai mekanisme lini
pertama dan penghalang fisik yang melindungi dari invasif patogen dan partikel
yang berhubungan. 6
Baru-baru ini juga didapatkan sekuen dari mikrobiota genital dari wanita
Amerika Utara yang asimptomatik dan ditemukan adanya kira-kira 5 tipe
komuniti bakteri yaituLactobacillus iners, L. crispatus, L. gasseri, L. jensenii, dan
yang kelima tidak dikelompok sebagai keluargaLactobacillus sp tetapi
dikelompok sebagai anerob dan G. vaginalis. Selain itu, Hummelen et al. juga
membuktikan di dalam kelompok penderita HIV+ menunjukkan L. iners dan L.
vaginalis lebih sering mengenai wanita Afrika. Ditemukan patogenPrevotella
biviabertanggungjawab

menginvasi

sel

epitel

dan

menyebabkan

respon

inflamatori pada wanita Afrika yang telah didiagnosa VB. Menariknya, L.


crispatus lebih kuat dihubungkan dengan pH vagina yang sehat dari L. inerspada
penderita-penderita HIV+ Afrika namun pada frekuensi yang tinggi,L. iners juga
dikaitkan dengan pH vagina dibawah 4.5. 1,2,3,4,5,6,9
Karakteristik utama kolonisasi dari Lactobacillus spadalah pembentukkan
asam laktat yang relatif pH rendah (pH <4.5). Dipercayai pH yang rendah ini
membantu melindungi vagina dari kolonisasi dari patogen. Lactobacillus sp juga
menghasilkan H2O2 dalam menjaga kesehatan vagina dan menjadi kompetitor
yang kuat kepada patogen-patogen potensial. Sebaliknya bakteri pada VB
menghasilkan relatif sedikit asam laktattetapi memproduksi sejumlah besar
subtans imunodulator termasuk succinat, sialidases dan protease. 1,2,3,4,5,6,9
Kondisi asam di daerah vagina yang sehat tidak menghambat mana-mana
pertumbuhan patogen potensial (Aroutcheva et al.2001a; Donati et al.2010).
Tambahan, Lactobacillus spdi vagina menjadi kompetitor patogen-patogen
potensial lainnya yang dapat menyingkirkan patogen potensial dengan
membentuk biofilm (Domingue et al.1991) dan pembentukan anti mikroba seperti
hidrogen peroksida dan substan seperti bakteriosin (Aroutcheva et al.2001a).
5

Subtans pro inflamatori juga diproduksi seperti lipopolisakarida (LPS), asam


lipoteikoik (LTA) dan peptidoglikan (PGN).3,4,6

2.4 GEJALA KLINIS


VB dapat terjadi secara asimptomatik atau simptomatik. Simptomatik
VBditandai dengan gejala keluar sekret vagina yang banyak, homogen, seperti
putih abu-abu dan berbau amis. Gejala ini dieksaserbasi setelah senggama tanpa
menggunakan kondom atau menstrual. Apabila beberapa tetes KOH 10%
ditambahkan ke preparat sekret vagina (tes Whiff), terjadi reaksi yang
menghasilkan bau amis. Bau amis ini dihasilkan oleh amina biogenik yang volatil
seperti putreskin, kadaverin dan timetilamin. Didapatkan juga pH vagina di atas
4.5 dan pemeriksaan mikroskop ditemukan sel clue, sel vagina yang terkelupas
atau sel superfisial ektoserviks yang tertutupi oleh G.vaginalis, Bacteriode sp. dan
Mobiluncus sp. Sekitar 50% wanita ditemukan asimptomatik.1,2,3,4
Gejala inflamatori pada mukosa vagina jarang ditemukan pada VB karena
hampir tidak ada neutrofil polimofronuklear yang menunjukkan mikroorganisme
tidak menginvasi lapisan subepitel. Kemotaksis dihambat pada VB akibat adanya
asam susinik dan asam asetik yaitu hasil katabolit bakteri anerobik. Hasil produk
bakteri ini menghambat migrasi monosit dan leukosit polimorfonuklear. 1,2,3,4

Gambar 2 : Gambaran vulva dengan vaginosis bakterial. 12

2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 Anamnesis
Pruritus pada vagina, sekret dari vagina atau kedua-duanya dapat
disebabkan oleh infeksi atau inflamasi pada mukosa vagina (vaginitis), inflamasi
pada vulva (vulvovaginitis). Gejala yang timbul dapat berupa iritasi, sensasi
terbakar, kadang disuria dan dispareunia. Selain keluhan pada penderita yang
ditanyakan, riwayat penyakit sekarang penderita juga digali. Riwayat penyakit
sekarang termasuk perjalanan gejala yang dialami (contohnya gatal, sensasi
terbakar, nyeri dan sekret), durasi dan intensitas gejala. Sekiranya terdapat sekret
vagina, ditanyakan tentang warna dan bau sekret dan jika terjadinya eksaserbasi,
ditanyakan kemungkinan faktor-faktor penyebab remisi (terutama faktor yang
berhubungan menstrual dan senggama). 11
Selain itu, ditanyakan juga penggunaan semprot hiegin atau parfum,
spermisida, krim vagina atau lubrikan, kondom karet, cincin kontrasepsi vagina
dan diafragma. Tambahan, ditanyakan gejala-gejala penyerta yang mengacu

penyebab-penyebab yang memungkingkan termasuk demam atau menggigil atau


nyeri suprapubik (penyakit radang panggul atau sistitis) dan poliuria atau
polidipsia (diabetes onset baru). 11
Riwayat penyakit terdahulu harus diperhatikan juga sepert faktor risiko
infeksi kandida (contohnya pengambilan obat antibiotik, diabetes, infeksi HIV,
kelainan immunosupressif lainnya) atau kanker gastrointestinal, operasi panggul
atau rektal, laserasi waktu proses persalinan dan penyakit menular seksual
(contohnya senggama tak terlindung dan berganti pasangan seksual). 11
2.5.2 Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis berfokus pada pemeriksaan panggul. Genital eksternal
diperiksa tanda-tanda eritema, sekret yang keluar dan fistula. Serviks diinspeksi
tanda-tanda inflamasi (contohnya trikomoniasis) dan sekret yang keluar. Diukur
pH vagina dan sampel sekret diambil untuk diperiksa lanjut. Pemeriksaan
bimanual dilakukan untuk mengenal pasti tanda-tanda nyeri tekan serviks dan
adneksa atau nyeri uterus (indikasi PID). 11
2.5.3 Kriteria Amsel3,4,9,14,15,16,17,18
Diagnosa VB dapat ditegakkan secara klinis dengan memenuhi 3 dari 4
kriteria klinis yang dijelaskan oleh Amsel et al.(1983).
Kriteria Amseltermasuk :
1) pH vagina >4.5
2) Pembentukan sekret putih yang mengandung
3) Bermacam sel epitel yang telah dieksfoliasi dengan ditemukan bakteri
(Gram-variabel batang polimorfik) menempel pada permukaan sel epitel
( sel clue)
4) Bau amis terutama setelah diberikan KOH ( tes Whiff ). Walaubagaimana,
VB dapat terjadi secara asimptomatik pada 50% wanita dan sistem skoring
Nugents dapat diaplikasikan (Schwiertz et al.2006)
2.5.4 Pewarnaan Gram3,4,9,14,15,16,17,18
8

Melalui tes mikroskopi sekret vagina pada pewarnaan Gram menunjukkan


kurangnya bakteri Lactobacillus sp dan kelebihan Gram-variabel atau Gramnegatif batang (Gardnerella, Prevotella, Peptostreptococcus). Pada sesetengah
kasus ditemukan Gram-negatif batangcoccus (Mobiluncus). Akibat tidak adanya
inflamasi vagina (vaginitis) pada VB, makanya hanya beberapa polimorfik dapat
didapatkan.
Prosedur pemeriksaan Gram :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Dipanaskan kaca objek yang mengandung spesimen untuk difiksasi.


Digenang spesimen dengan larutan kristal violet.
Dibiarkan pewarnaan mengering selama 1 menit.
Dibilas secara berhati-hati dengan air mengalir.
Digenang spesimen dengan larutan iodin.
Dibiarkan mengering selama 1 menit.
Bilas kaca objek secara berhati-hati dengan air mengalir.
Kaca objek dibilas dengan larutan aseton/alkohol sambal dimiringkan kaca
objek. Hentikan bilasan dengan aseton/alkohol apabila larutan tampak

bening.
9) Dibilas secara berhati-hati dengan air mengalir.
10) Digenang kaca objek dengan larutan safranin.
11) Dibiarkan spesimen mengering selama 30 detik.
12) Dibilas secara berhati-hati dengan air mengalir.
13) Dialir air yang berlebihan pada kaca objek dan dibiarkan mengering
dengan posisi tegak.

Gambar 2 : Gambaran sel clue ; bakteri bacilli Gram negatif berpasangan dan
tidak berpasangan pada sel epitel gepeng. (pewarnaan Gram dengan pembesaran
1000x)13
2.5.5 Kriteria Nugent3,4,9,14,15,16,17,18
Pada tahun 1991, Nugent et al. telah membuat satu modifikasi skoring
pewarnaan Gram pada apusan dengan diagnosa VB menggunakan metode
Spiegel. Nilai 0 hingga 10 diberikan dari penilaian jumlah bakteri batang Grampositif yang besar (morfotipe Lactobacilluus sp), jumlah bakteri batang Gramnegatif/Gram-variabel

yang

kecil

(morfotipe

G.vaginalis)

dan

bakteri

coccusGram-variabel batang (morfotipe Mobiluncussp). Nilai 7 hingga 10


konsisten dengan VB. Berbanding kriteria Amsel, Nugent skoring dapat menilai
perubahan pada flora vagina secara kontinu.
Kriteria ini digunakan sebagai standar baku bagi menilai proporsi
morfotipe bakteri pada pewarnaan Gram apusan vagina. Nilai yang diberikan di
antara 0 dan 10. Nilai <4 adalah normal, 4-6 intermediet dan >6 adalah positif VB.
Walaubagaimana, kriteria ini tidak menilai tipe flora abnormal lainnya dan
biasanya tergolong dalam kelompok flora intermediet.

Cara menghitung nilai apusan :


10

1) Kaca objek diperiksa dibawah mikroskop dengan menggunakan lensa


daya rendah untuk menilai sel epitel. Flora di area ini juga dinilai.
2) Lens minyak imersi (x1000) digunakan dan diperiksa antara 10 dan 20
lapangan pandang untuk menilai morfologi sel dan reaksi Gram.
3) Skoring VB unttuk pewarnaan Gram diaplikasikan dan dihitung
menggunakan metode Nugent.
4) Jumlah rata-rata Lactobaciilus spmorfotipe setiap lapangan pandang
minyak imersi dihitung. Organisme ini biasanya berfilamen, Gram
positif batang yang bervariasi panjang dan membentuk rantaian tetapi
kadang didapatkan Gram negatif.
5) Jumlah rata-rata Gardnerella sp dan Gram-negatif batang anerobik
juga dihitung. Mikroorganisme ini dapat kelihatan seperti Gramvariabel pleomorfik coccobacilli yang kecil.
6) Cari dan hitung jumlah morfotipe Mobiluncus yang tampak tipis,
ringan, berbentuk seperti bulu mata dan bewarna Gram-negatif batang.
Alternatif dapat kelihatan lebih kecil berbentuk seperti pisang dengan
runcing ujungnya. Kadang, mikroorganisme ini dapat bewarna gram
positif. Bakteri ini biasanya tidak kelihatan dari pewarnaan Gram pada
penderita dengan morfotipe bakteri lainnya.
7) Jumlah tiap kelompok morfotipe diperiksa dan dicatat hasilnya. Tiap
morfotipe akan dinilai dari nilai 0 hingga 4+ berdasarkan jumlah
organisme yang ada setiap lapangan pandang minyak imersi seperi di
tabel 1.

Tabel 1 : Menghitung nilai tiap mikroorganisme berdasarkan morfotipe.13


Morfotipe

Jumlah organisme per minyak imersi


Tidak
<1
1-4
5-30
ada

11

>30

Lactobacillus sp
Gardenerella dan

4
0

3
1

2
2

1
3

0
4

anerobik GNR
Mobiluncus sp

2.5.6 Kriteria Hay Ison3,4,9,15,16,17,18


Kriteria

ini

berdasarkan

penemuan

pada

pewarnaan

Gram

dan

menunjukkan hasil yang lebih baik berbanding kriteria Nugent.


Derajat 0: Tidak berhubungan dengan VB. Didapatkan sel epitel, tidak ada
Lactobacillus sp, indikasi pengobatan antibiotik.
Derajat 1: Normal. Lactobacillus sp morfotipe mendominasi.
Derajat 2: Intermediet. Campuran flora dengan terdapat beberapa Lactobacillus sp
tetapi Gardnerella atauMobiluncus morfotipe juga ada.
Derajat 3 :Vaginosis bakterial. Dominan Gardnerella dan/atau Mobiluncu
smorfotipe. Terdapat sel clue, ada beberapa atau tidak ada Lactobacillus sp.
Derajat 4 : Tidak berhubungan dengan VB.Gram positif coccus. Tidak ada
Lactobacillus sp(flora aerobik vaginitis).
Derajat 0,1 dan 4 ditemukan pada wanita tanpa VB. Derajat 2 intermediet
dan tidak ditemukan pada wanita dengan VB dan ditegakkan diagnosa dengan
kriteria Amsel. Derajat 3 konsisten dengan VB dan ditegakkan diagnosa dengan
kriteria Amsel. Jadi, hanya derajat 3 indikasi mutlak VB. Beberapa bukti
ditemukan bahwa derajat 2 dapat berespon dengan obat oral berbanding per
vagina. Klindamisin dianjurkan pada wanita hamil. Tidak ada bukti yang cukup
yang signifikan pada gejala-gejala derajat 0, 2 dan 4 pada populasi wanita tidak
hamil dan respon pada regimen pengobatan standar pada VB.
Tabel 2 : Perbedaan manfaat kriteria Nugent dan kriteria Hay Ison.9

12

Manfaat

Kriteia Amsel

Pewarnaan Gram
Hay Ison

Mudah dilakukan

Ya

Ya

Mikroskop diperlukan

Ya

Ya

Material kaustik diperlukan

Ya

Tidak

2.6 SKRINING
Skrining dianjurkan pada kelompok wanita:7,9

Wanita dengan gejala sekret vagina yang berbau atau gejala genital

lainnya.
Wanita dengan gejala sekret vagina yang banyak pada waktu

pemeriksaan.
Wanita hamil dengan riwayat kelahiran preterm.
Belum ada bukti yang cukup bagi wanita hamil yang asimptomatik.
Ada beberapa bukti mendukung skrining dan pengobatan VB sebelum
terminasi kehamilan bagi mengurangi risiko endometritis dan PID.

2.7 MANAJEMEN
Penderita harus menghidari dari pengunaan pembersih vagina, sabun
mandi pada vagina dan agen antiseptik atau shampo jika berendam. 2,16,17,18

Indikasi pengobatanvaginosis bakterialadalah :16,17,18


1) Gejala-gejala yang timbul.
2) Hasil positif dari pemeriksaan mikroskopi dengan/atau tanpa gejala pada
wanita hamil (terutama wanita dengan riwayat kelahiran preterm idiopatik
atau abortus pada trimester kedua).
3) Wanita yang menjalani beberapa prosedur operasi.
13

4) Hasil positif dari pemeriksaan mikroskopi tanpa gejala penyerta. Wanitawanita dengan karakteristik ini dapat menunjukkan pembaikan pada sekret
setelah diterapi.
5) Pasangan laki-laki tidak memerlukan terapi.
Rekomendasi regimen pada infeksi B.vaginosis (bukti tingkat Ia, derajat A).16,17,18
Pilihan pertama :

Metronidazol 400-500 mg per oral dua kali sehari selama 5 sampai 7 hari

atau
Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal atau
Tinidazol 2 gram per oral dosis tunggal

Pengobatan dengan metronidazol atau tinidazol harus dikontraindikasikan


konsumsi alkohol karena kemungkinan reaksi seperti disulfiram (antabuse).
Penderita tidak boleh mengkonsumsi alkohol sampai 24 jam setelah selesai
pengobatan metronidazol atau 72 jam setelah selesai pengobatan tinidazol. 2,16,17,18
Regimen alternatif pada infeksi B.vaginosis saja :16,17,18

Metronidazol intravagina gel (0.75%) satu kali sehari selama 5 hari atau
Klindamisin intravaginal krim (2%) satu kali sehari selama 7 hari atau
Klindamisin per oral selama 7 hari.

Pada VB, klindamisin dan metronidazol mempunyai kemampuan yang sama


baik per oral atau per intravagina. Didapatkan sekitar 58% hingga 88%
keberhasilan setelah pengobatan 5 hari dengan metronidazol atau klindamisin.
Tidak terdapat kegagalan pengobatan pada cara pemberian obat baik per oral atau
per vagina. Walaubagaimana terdapat beberapa efek samping dari penggunaan
metronidazol berbanding klindamisin. 16,17,18
Bioavailabilitas pada kedua-dua metronidazol dan klindamisin hanya 50%
pada pemberian oral setelah penggunaan secara per vagina dan diharapkan efek
samping berkurang. Apabila dibandingkan pengambilan 400 mg dua kali sehari
selama 7 hari dengan 500 mg metronidazol per intravagina pada malam hari
selama 7 hari adalah sama efektif. Kesembuhan sebesar 74% pada pengambilan

14

oral dan 79% pada pengambilan per intravagina setelah pengambilan selama 4
minggu. Eradikasi sebanyak 71% bagi kedua-dua modalitas. Eradikasi dalam
tempoh waktu 1 bulan setelah penggunaan krim klindamisin vagina sebanyak
66% hingga 83% berbanding 68% hingga 87% dengan penggunaan krim
metronidazol. 16,17,18
Dilakukan perbandingan pada pengambilan per oral metronizadol, 0.75%
krim metronidazol dan krim klindamisin 2%. Didapatkan masing-masing
85%,75% dan 86% persentasi keberhasilan. Pemberian secara intravagina
berbanding oral klindamisin menunjukkan keberhasilan yang sama tetapi
didapatkan kurang efek samping pada modalitas intravagina. Krim klindamisin
dan gel metronidazol mengandung minyak mineral yang mampu melemahkan
kondom. Makanya, penggunaan konsepsi penghalang tidak dianjurkan selama
pengobatan per intravagina. 16,17,18
2.7.1 Alergi
Alergi pada metronidazole jarang ditemukan namun jika terjadi
penggunaan krim klindamisin 2% dapat digunakan. 16,17,18
2.7.2 Kehamilan dan Menyusui
Hasil meta-analisa mendapatkan bahwa tidak ada bukti teratogenik pada
penggunaan metronidazol bagi wanita pada kehamilan trimester satu.16,17,18

Hasil pencobaan klinikal dalam pengobatan VB pada kehamilan


didapatkan:16,17,18

Wanita hamil yang simptomatik harus diobati seperti yang dianjurkan.


Tidak ada bukti yang cukup untuk menganjurkan terapi rutin bagi wanita

hamil yang asimptomasik dan positif VB.


Metronidazol dapat melewati dan merubah rasa air susu ibu. Dianjurkan
penggunaan dosis rendah pada ibu yang menyusui. Manakala hanya

15

sejumlah kecil klindamisin melewati air susu ibu. Makanya, penting


dianjurkan pada wanita yang menyusui menggunakan modalitas per
intravagina.
2.7.3 Terminasi Kehamilan
Tiga penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik dapat
mengurangi kadar infeksi dan terminasi kehamilan pada wanita dengan VB.
Penelitian Scandinavian menunjukkan sebanyak 231 wanita berhasil mengurangi
infeksi post terminasi dengan pengambilan metronidazol oral untuk eradikasi VB
sebelum terminasi. Didapatkan juga pengurangan komplikasi infeksi dengan
penggunaan krim klindamisin. Penelitian di United Kingdom mendapatkan
sebanyak 273 wanita dengan penurunan kasus infeksi saluran kemih atas post
operasi dari 16% kepada 8.5% tetapi tidak cukup mencapai signifikan statistik.
Tidak ada data menunjukkan keberhasilan terapi pada proses terminasi.
Penelitian-penelitian ini mendukung skrining dan pengobatan VB dengan
penggunaan metronidazol maupun krim klindamisin untuk mengurangi insidensi
endometritis yang menyusul dan PID. 16,17,18
2.7.4 Pasangan Seksual
Tidak ada pengurangan kadar relaps dilaporkan pada dua penelitian yang
mana pasangan laki-laki kepada wanita dengan VB dan diterapi dengan
metronidazol, tinidazol dan klindamisin. Skrining rutin dan terapi pada pasangan
laki-laki tidak dianjurkan. Dua penelitian menunjukkan insidensi tinggi VB pada
pasangan wanita lesbian dengan VB. Namun tidak ada penelitian dilakukan pada
terapi secara bersamaan pada kedua-dua pasangan lesbian.16,17,18
2.7.5 Follow Up
Pemeriksaan keberhasilan pengobatan tidak dianjurkan jika gejala-gejala
berkurang. Jika terapi diberikan pada waktu hamil untuk mengurangi risiko
kelahiran preterm, pemeriksaan ulang harus dilakukan setelah 1 bulan dan terapi
lanjut jika gejala VB kambuh.16,17,18

16

2.7.6 Rekuren VB
Beberapa penelitian telah mengevaluasi wanita yang sering kambuh dan
menganjurkan:2,4,16,17,18

Terapi supresif. Gel metronidazol 0.75% diberikan dua kali seminggu


selama 4 sampai 6 bulan untuk mengurangi gejala dan setelah terapi

pertama selama 10 hari,penderita dievaluasi.


Metronidazol per oral 400 mg bd selama 3 hari pada hari pertama
menstruasi dan hari terakhir menstruasi dan dikombinasi dengan

flukonazol 150 mg dosis tunggal jika terdapat riwayat kandidiasis.


Satu penelitian menunjukkan penggunaan yogurt atau Lactobacillus

acidophilus tidak memberi manfaat.


Terapi lain yang sementara diteliti adalah kombinasi antibiotik dengan
terapi probiotik dan hidrogen peroksida.

2.8KOMPLIKASI
Kebanyakkan

wanita

dengan

VB

tidak

ada

komplikasi

tetapi

meningkatkan angka risiko dengan masalah medis lainnya. Penderita lebih mudah
mendapat infeksi menular seksual seperti gonorea, klamidia atau herpes pada
penderita dengan VB. Penderita juga rentan mendapat infeksi HIV jika terpapar
dengan virus penyebab. Risiko menularkan virus HIV pada pasangan juga tinggi
pada penderita dengan VB. Risiko infeksi meningkat pada penderita VB setelah
operasi seperti abortus, dilatasi dan kuretase atau histerektomi. Pada wanita hamil

17

sering menyebabkan kelahiran preterm, ketuban pecah dini, infeksi intra amniotik
dan post partum endometritis.2,3,17

BAB 3
KESIMPULAN

Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu kelainan pada vaginal normal


dengan pengurangan jumlah Lactobacillus sp, peningkatan pH dan peningkatan
jumlah patogen-patogen potensial termasuk Gardenerella vaginalis, Bacteroides
sp, Escherichia coli, group B streptococcus, Peptostreptococcusspp. Anerob dan
Mycoplasma hominis. Diagnosa VB dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

18

pewarnaan gram, kromatografi pada sekret vagina atau dengan penemuan klinis
yaitu perubahan pH vagina, bau amis dan penemuan sel clue pada apusan tebal
sekret vagina. Tidak ada perubahan signifikan pada tes-tes diagnostik VB dalam
menentukan kelahiran preterm.
Dua antibiotik yang sering digunakan adalah metronidazol yang diberikan
secara oral atau klindamisin yang dapat diberikan secara oral atau per vaginam.
Klindamisin mempunyai manfaat berbanding metronidazol karena efeknya pada
bakteri anerobik, Mycoplasma hominis dan Urea urealyticum yang sering juga
dikaitkan dengan VB. Penemuan terbaru didapatkan skrining pada wanita hamil
dengan risiko kelahiran preterm berdasarkan riwayat obstetrik atau riwayat
pengobatan VB dapat dilakukan tetapi tidak ada suatu penelitian menganjurkan
skrining rutin pada kelompok wanita hamil.

DAFTAR PUSTAKA

1. D. Keith Edmonds. Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynecology. 7th


Edition. London,UK : Blackwell Publishing; 2007. p. 180-5.
2. Carol A.Spiegel. Bacterial vaginosis. Clinical Microbiology Reviews. 1991
October ; p. 485-502.
3. Yevgeniv Turovskiy, Katia Sutyak Noll, Michael L. Chikindas. The
etiology of bacterial vaginosis. J Appl Microbiol. 2011 May; 110(5):11051128.

19

4. Didier Silveira Castellano Filho, Claudio Galuppo Diniz, Vania Lucia da


Silva. Bacterial vaginosis; clinical, epidemiologic and microbiological
features. HU Revista,Juiz de Fora. 2010 July; 223-230.
5. Katherine A. Fethers, Christopher K.Fairley, Anna Morton et al. Early
sexual experience and risk factors for bacterial vaginosis. JID.2009
December;200.1662-1670.
6. Paria Mirmonsef, Douglas Gilbert, Mohammad R.Zariffard et al. The
effects of commensal bacteria on innate immune responses in the female
genital tract. American Journal of Reproductive Immunology.2011;65:1905.
7. Mark H. Yudin,MD,Deborah M. Money.MD et al. Screening and
management of bacterial vaginosis in pregnancy. SOGC Clinical Practice
Guideline. 2008 August; 211:702-8.
8. Bacterial
vaginosis
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3249696/?report=reader
9. F.Keane, C A Ison, H Noble, C Estcourt. Bacterial vaginosis. Sex Transm
Infect.2006;2:16-18.
10. Dwiana Ocviyanti, Yeva Rosana, Shanty Olivia, Ferry Darwmawati. Risk
factors for bacterial vaginosis among Indonesian woman. Med J Indones.
2010;19:130-5.
11. David H. Barad.MD. Vaginal itching and discharge. Available from:
http://mercksmanuals.com/professional/gynecology-andobstetrics/symptoms-of-gyneologic-disorders/vaginal-itching-anddiscahrge. (Accessed 12 Jun 2016).
12. Des Spence, Catriona Melville. Vaginal discharge. BMJ. 2007; 10(1136):
147-1151.
13. Tamonud Modak, Preeti Arora, Charan Agnes et al. Diagnosis of bacterial
vaginosis in cases of abnormal vaginal discharge: comparison of clinical
and microbiological criteria. J Infect Dev Ctries.2011;5(5):353-360.
14. Jeanne Jordan.Bacterial vaginosis. NHANES.2001:1-6.
15. Rohit Chawla, Preena Bhalla, Sanjim Chadha, Sujatha Grover, Suneela
Gary. Comparion of hays criteria with nugent scoring system for
diagnosis of bacterial vaginosis. Hindawi Publishing.2013;10(1155):1-5.
16. Phillip Hay. Clinical effectiveness group British association for sexual
health and HIV.In: Dr.Keith Radcliffe, Dr.Imtyaz Ahmed-Jusuf, Dr.David
Daniels, Dr Neil Lazaro, Dr Guy Rooney, Dr Gill McCarthy. National
guideline for the management of bacterial vaginosis.University of
London:2006.
17. J Sherrard, G Donders,D White, J Skov Jensen. Eropean (IUSTI/WHO)
guideline on the management of vaginal discharge. Interntional Journal.
2011;22:421-9.
18. Bacterial vaginosis. Available from:
http://www.cdc.gov/std/tg2015/VB.htm. (Accessed 12 Jun 2016).

20

Anda mungkin juga menyukai