Anda di halaman 1dari 3

Rifa Nabilla/ 11513039

Rekayasa Kehutanan
Review Kunjungan CIfor, Bogor
I.Selayang Pandang
Cifor merupakana

lembaga

nirlaba

yang

melakukan

penelitian

terhadap berbagai tantangan paling mendesak dalam pengelolaan hutan di


seluruh dunia. Melalui penelitian berkualitas tinggi dan kemitraan yang kuat,
Cifor membantu para pembuat kebijakan, praktisi, dan masyarakat untuk
mengambil keputusan mengenai bagaimana mereka memanfaatkan dan
mengelola hutan beserta landskapanya. Cifor merupakan anggota dari
program penelitian CGIAR tentang perubahan iklim, pertanian dan ketahanan
pangan. Cifor memimpin program penelitian CCIAR tentang hutan, pohon dan
wanatani melalui lima tema kerjasama lintas sector yaitu jender, landsakap
sentinel, pengembangan kapasitas, pemantauan, evaluasi dan penilaian
dampak juga komunikasi. Lima tema tersebut terbagi menjadi 17 SDGs.
Terdapat 3 pilat utama Cifor yaitu Research for impact (penelitian yang
dilakukan harus memiliki dampak dan pengaruh bagi orang lain ); Capacity
development (meningkatkan kapasitas peneliti, masyarakat, partner kerja);
penelitian yang dapat diadopsi oleh semua orang. Research team Cifor di
Indonesia tersebar di Indonesia, antara lain yaitu di Riau, Aceh, Sumatera
Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalimantan
Timur, Kalimantan Barat, Sulawesia dan Papua. Distribusi tim eneliti ini
bertujuan untuk merepresentasi dan membandingkan seluruh penelitian yang
dilakukan. Terdapat 285 sumber daya manusia dari 40 kebangsaan, 138
diantaranya merupakan orang Indonesia. Cifor menjalin kemitraan dengan
berbagai lembaga, diantanya yaitu Kementerian Kehutanan, LSM, Perhutani,
merang REDD Pilot Project, Yayasan Riak Bumi, Perguruan Tinggi : IPB,
Universitas negeri Papua dsb.
II.

Konstribusi Rayap Terhadap Emisi Metana dan Nitro Oksida Paska


Alir Guna Hutan Menjadi Kebun Karet dan Kelapa Sawit
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya alih fungsi hutan di
Sumatera yang dijadikan kebun karet dan kebun kelapa sawit. Emisi gas di
atmosfer ini terdiri dari 3 gas utama yaitu Nitrooksida, Metana, dan

Karbondioksida. Rayap adalah organism yang dapat membantu proses


dekomposisi, mempengaruhi berbagai macam proses kimia, biologi, fisika di
dalam tanah, rayap sebagai sumber nutrisi. Estimasi konstribusi rayap
terhadap emisi GRK cukup sulit karena biodiversitas rayap semakin tinggi
terutama di Negara tropis. Struktur koloni rayap terdiri dari : rayap pemakan
kayu; rayap pemakan jamur, rumput; rayap pemakan tanah yang kaya bahan
organic dan rayap pemakan tanah yang miskin bahan organic. Penelitian ini
mengkaji jenis-jenis rayap yang ada di atas permukaan tanah juga rumahrumah rayap sebagai indicator emisi gas. Di kebun kelapa sawit dapat
ditemui banyak sekali rayap pohon dan jarang ada rayap pemakan tanah. Hal
ini mengindikasikan bahwa rayap tanah tidak mampu bertahan hidup dan
tanah di permukaan kelapa sawit tidak bias dijadikan sebagai bahan
makanan, hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya suhu di sekitar kebun
kelapa sawit. Jumlah koloni rayap yang sangat banyak dan melebihi jumlah
wajar akan mengindikasikan bahwa rayap-rayap tersebut menjadi hama di
kebun kelapa sawit tersebut. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa
rayap pekerja lebih besar berkonstribusi terhadap emisi gas dari pada rayap
prajurit.
III. Stopping Mangrove Deforestation Makes A Whole Lot of Sense for
Climate Change Mitigation in Indonesia
Indonesia memiliki kawasan hutan Mangrove yang begitu luas, yaitu
sekitar 2,900,000 Ha atau sekitar luas ekosistem Mangrove di dunia.
Deforestrasi mangrove harus dikurangi karena Mangrove menyimpan
sebesar lima kali lipat stok karbon dari upland forest. Total karbon di hutan
mangrove Indonesia sekitar 3,14 juta ton. Sayangnya 52,000 ha
mangrove di Indonesia telah hilang setiap tahunnya. Akibat dari
deforestrasi mangrove yaitu menghasilkan emisi sekitar190,000,000. 42%
global emisi dihasilkan dari rusaknya ekosistem coastal di hutan
mangrove Indonesia. Dengan mengurangi deforestrasi mangrove di hutan
Indoneisa diharapkan dapat mengurangi 26% emisi gas pada tahun 2020.
IV. Mengunjungi Laboratium
Laboratorim yang kami kunjungi sangat unik dan tidak seperti
Laboratorium biasanya. Lab ini dibangun dari container bekas dengan ukuran
yang cukup dan efesien bagi setiap hal yang dapat dikerjakan di container
tersebut. Kami mengunjungi 3 kontainer yang berbeda-beda. Pertama kami

memasuki lab untuk mengetahui kandungan bahan organic dari tanah gambut.
Lab kedua digunakan untuk melakukan pengeringan tanah dan serasah
gambut.Pengeringan tanah dan serasah dilakukan dengan oven yang diatur suhu
dan waktunya tergantung dari keadaan tanah dan serasah yang akan diteliti. Lab
terahir digunakan untuk menghitung umur dari lingkaran berbagai macam jenis
pohon. Agar mudah dalam menghitung umur pohon, prosesnya dibantu dengan
mikroskop khusus dengan perbesaran 40x, dan computer. Ada dua cara untuk
mengetahui umur pohon, yaitu dengan menebang batang pohon dan melakukan
pengeboran pada batang pohon. Cara pertama memiliki kelemahan yaitu
terbatasnya ketersediaan pohon yang sedang ditebang. Sedangkan cara kedua
sulit dalam proses pembacaan lingkaran pohonnya, dan terkadang pemboran
tidak

berhasil

mencapai

tengah

pohon,

pembacaan umur pohon yang sebenarnya.

sehingga

mempengaruhi

hasil

Anda mungkin juga menyukai