Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Tatalaksana pada Gangguan Panik

Disusun oleh: Kelompok 3


Yohanna

11-2012-131

Mitzi

11-2012-161

Muhammad Afiq bin Maslan Malik

11-2012-304

Mohamad Faisal bin Mohammed Nasim 11-2013-038


Muhammad Hasif bin Hussin

11-2013-052

Dosen Pembimbing: dr. Adhi, SpKJ

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA


WACANA
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Ketergantungan Obat
17 Februari 2014 7 Maret 2013

Definisi Panik
Gangguan panik merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai
oleh serangan panik parah yang berulang dan tak terduga. Frekuensi serangannya bervariasi
mulai dari beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari.
Serangan panik dapat pula terjadi pada gangguan cemas yang lain, namun hanya pada
gangguan panik, serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas.
Serangan panik terjadi mendadak tanpa disebabkan oleh obat (seperti kafein), pengobatan,
atau kondisi medis (seperti tekanan darah tinggi), dan selama serangan penderita mungkin
mengalami sensasi seperti detak jantung meningkat atau tidak teratur, sesak napas, pusing,
atau takut kehilangan kontrol atau gila.
Pasien gangguan panik sering ditemukan pada mereka yang berada pada usia
produktif yakni antara 18-45 tahun. Selain itu penderita gangguan panik lebih umum
ditemukan pada wanita, terutama mereka yang belum menikah serta wanita post-partum.
Serangan panik jarang ditemukan pada wanita hamil.1
Diagnostik
Berdasarkan PPDGJ III:
Di dalam klasifikasi ini, suatu serangan panik yang terjadi pada suatu situasi fobik
yang sudah dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia tersebut. Gangguan panik baru
menjadi diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya salah satu gangguan fobia seperti yang
tercakup dalam F40.
Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari anxietas otonomik harus terjadi dalam
periode kira-kira satu bulan.
a. Pada keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya.
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun sering terjadi juga anxietas antipatorik).2
Menurut DSM-IV:
Kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya serangan panik
yang berkaitan dengan kecemasan persisten lebih dari 1 bulan terhadap:
(1) Serangan panik baru
(2) Konsekuensi serangan, atau

(3) Terjadi perubahan yang signifikan berhubung dengan serangan


Selain itu mendiagnosis serangan panik kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13
gejala berikut ini:

Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan

Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila

Takut mati

Leher terasa dicekik

Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat

Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada

Merasa sesak, nafas pendek

Mual atau distres abdominal

Gemetaran

Berkeringat

Rasa panas di kulit, menggigil

Mati rasa, kesemutan

Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) selama serangan
panik, pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa ajalnya hampir
menjelang akibat perasaan tercekik dan berdebar-debar.

Gejala lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin,
timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.2,3

Tatalaksana Panik
Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi dan
psikoterapi.3 Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk mengurangi atau
mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan mengantisipasi ansietas serta mengatasi
keadaan komorbid yang menyertainya.2 Penggunaan modalitas terapi harus diperhatikan dari
segi faktor resiko serta keuntungan dari masing-masing terapi sesuai dengan kebutuhan
masing-masing dari penderita.
Alprazolam (Xanax) dari golongan benzodiazepin dan paroksetin (Paxil ) dari
golongan Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah dua obat yang disetujui
untuk terapi gangguan panik. Kombinasi SSRI atau obat trisiklik dan benzodiazepin atau
SSRI dan litium atau obat trisiklik dapat dicoba. Apabila terapi yang digunakan efektif, terapi
dilanjutkan selama 8 sampai 12 bulan. Pada terapi yang tidak memberikan respon harus dikaji
ulang adanya keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol atau penggunaan zat.
A. Golongan Obat
SSRI dan Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRI) telah disetujui digunakan
pada semua gangguan ansietas utama, seperti gangguan panik. Walaupun antidepresan yang
tua dan obat sedatif-hipnotik masih tetap digunakan untuk terapi gangguan ansietas, SSRI
dan SNRI telah banyak menggantikan ini.
Benzodiazepin memberikan keringanan yang cepat pada generalized anxiety dan
panik daripada yang dilakukan oleh antidepresan. Namun bagaimanapun juga, antidepresan
paling tidak memperlihatkan sama efektifnya atau mungkin lebih efektif dari benzodiazepin
pada terapi gangguan ansietas jangka panjang. Lagi pula, antidepresan tidak menyebabkan
resiko dependensi dan toleransi seperti yang terjadi dengan benzodiazepin.4
B. Cara penggunaan
1. Pemilihan obat
Semua jenis obat anti panik (Trisiklik, Benzodiazepin, Reversible Inhibitor of
Monoamine Oxydase-A (RIMA), SSRI) sama efektifnya menanggulangi sindrom
panik pada tahap sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik. Bagi
mereka yang sensetif terhadap efek samping golongan trisiklik atau adanya
penyakit organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan SSRI atau RIMA di
mana efek samping relatif lebih ringan. Alprazolam merupakan obat yang paling
kurang toksik dan onset of action yang lebih cepat.2

2. Pengaturan dosis
Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek samping
dan khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin antara waktu pemberian
obat dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik dalam periode
waktu tertentu. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan
dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah
terjadinya toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Apabila
dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan merasakan
manfaatnya, atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah mulai
membaik pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.3
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada
beberapa kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis efektif
biasanya sekitar 150-200 mg/hari. Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat
dalam waktu beberapa hari setelah pemberian obat, sedangkan Trisiklik/RIMA/
SSRI baru menunjukkan efek setelah pemberian 4-6 minggu.
Imipramin atau Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis
tunggal pada malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/hari dengan selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, hingga tercapai
dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai sekitar
150-200 mg/hari), dengan efek samping yang dapat ditoleransi oleh penderita.
Dosis efektif dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi perlahan-lahan
sampai 1-2 bulan.
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, Imipramin/Clomiperamin sekitar 100-200 mg/hari dan Setraline sekitar
100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun).
3. Lama pemberian
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu tertentu). Dalam
3 bulan setelah bebas obat sekitar 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.
Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semul diulangi untuk
selama 2 tahun. Setelah itu diboba lagi diberhentikan perlahan-lahan dalam kurun
waktu 3 bulan dan seterusnya. Ada beberapa penderita yang memerlukan

pengonatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala dan bebas dari


disabilitas.2
C. Sediaan obat anti-panik dan dosis anjuran
No
1.
2.
3.
4.

Nama Generik
Imipramine
Clomipramine
Alprazolam

Golongan
Trisiklik

Diazepam

Sediaan
Tab. 25 mg
Tab. 25 mg
Tab. 0,25-0,5-1

Dosis Anjuran
75-150 mg/hari
75-150 mg/hari
3x 0,25-0,5 mg/hari

mg
Tab. 25 mg

Peroral 10-30
mg/hari, 2-3x/hari,

Benzodiazepin

Parental IV/IM 210 mg/kali, setiap


Klordiazepoksoid

Tab. 5 mg

3-4 jam
15-30 mg/hari

6.
7.
8.
9.
10

Lorazepam
Clobazam
Brumazepin
Oksazolom
Klorazepat

Caps. 5 mg
Tab. 0,5-2 mg
Tab. 10 mg
Tab. 1,5-3-6 mg
Tab. 10 mg
Caps. 5-10 mg

2-3 x/hari
2-3x 1 mg/hari
2-3x 10 mg/hari
3x 1,5 mg/hari
2-3x 10 mg/hari
2-3x 5 mg/hari

.
11.
12

Prazepam
Moclobemide

Tab. 5 mg
Tab. 150 mg

2-3x 5 mg/hari
300-600 mg/hari

Tab. 50 mg

50-100 mg/hari

Caps. 10-20 mg

20-40 mg/hari

5.

.
13

RIMA (Reversible Inhibitor


of Monoamine Oxydase-A)

Sertraline

.
14

Fluoxetine

.
15

Parocetine

Tab. 20 mg

20-40 mg/hari

.
16

Fluvoxamine

Tab. 50 mg

50-100 mg/hari

.
17

Citalopram

Tab. 20 mg

20-40 mg/hari

.
18

Buspiron

Tab. 10 mg

15-30 mg/hari

SSRI (Selective Serotonine


Reuptake Inhibitor)

Obat lain

Tabel 1: Nama generik, golongan, sediaan, dan dosis anjuran anti panik (sumber:
Farmakologi dan terapi FKUI, 2007)
D. Farmakoterapi Antipanik
1. Antidepresan
a. Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI)
SSRI menjadi lini pertama dalam pengobatan farmakoterapi pada gangguan
mood dan ansietas, termasuk gangguan panik. SSRI efektif untuk terapi
gangguan panik akut maupun sebagai pengobatan jangka panjang gangguan
panik. Terapi awal pemberian SSRI dapat memberikan efek seperti
meningkatnya ansietas, rasa gelisah, gemetar dan agitasi. Oleh karena itu
pemberian initial dose harus diberikan dalam dosis kecil, yang kemudian
dititrasi meningkat secara perlahan. Terapi dosis inisial rendah diberikan
selama 3 sampai 7 hari, kemudian peningkatan dosis dilakukan perlahan
tergantung dari toleransi tiap individu hingga mencapai standar dosis terapi
rumatan. Obat diberikan selama 3 sampai 6 bulan atau lebih, tergantung dari
kondisi individu agar kadarnya stabil dalam darah sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.3
Efek samping yang paling sering ditimbulkan SSRI antara lain adalah
sakit kepala, irirabel, mual serta gangguan gastrointestinal lainnya, insomnia,
disfungsi seksual, meningkatnya ansietas, rasa kantuk dan tremor. Dilihat dari
efek samping yang ditimbulkan, SSRI lebih aman dibandingkan dengan
antidepresan jenis lain seperti TCA (Tricyclic Antidepressan) dan MAO
(Monoamine Oxidase Inhibitors).2
Dosis pemberian obat SSRI sebaiknya diturunkan secara perlahan
(tapering) apabila pengobatan akan dihentikan, minimal 7 sampai 10 hari
sebelum menghentikan pengobatan. Terapi SSRI yang dihentikan secara tibatiba dapat menyebabkan discontinuation syndrome pada sistem neurosensorik
(parestesia. Shock-like reaction, mialgia), gastrointestinal (mual, diare),
neurophsyciatric (cemas, iritabel), vasomotor (berkeringat) dan berbagai
manifestasi lainnya seperti insomnia, pusing, sakit kepala serta rasa elah.
Apabila terjadi gejala diskontinuitas tersebut, maka terapi SSRI diberikan
kembali sesuai dengan dosis terakhir diberikan selama beberapa hari diikuti
penurunan dosis secara perlahan.5

Berikut ini adalah beberapa obat yang tergolong dalam SSRI:

Paroksetin
Paroksetin memiliki efek sedatif dan membuat pasien lebih tenang.
Pemberian dimulai pada dosis kecil dan dititrasi meningkat secara
perlahan. Pemberian awal 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2
minggu pertama kemudian dosisnya ditingkatkan 10 mg setiap 1
sampai 2 minggu hingga dosis maksimum 60 mg. Apabila sedasi tidak
dapat ditoleransi, dosis diturunkan kembali hingga 10 mg per hari dan
diganti fluoxetine pada 10 mg per hari dan dititrasi meningkat.
Pendekatan konservatif adalah dengan memulai paroksetin, sentralin
(Zoloft) atau fluvoxamin (Luvox) pada gangguan panik terisolasi.
Dosis

rumatan

20-40

mg/hari.5

Mekanisme

aksi

terhadap

neurotransmiter lain terbatas, termasuk pada reseptor muskarinik.


Konsentrasi plasma dicapai setelah 5 jam. Metabolisme di hati dan
diekskresi melalui urin dan feces dalam bentuk metabolit.6

Fluoxetine
Merupakan SSRI yang potensial. Fluoxetin tidak berikatan dengan
adenoreseptor atau histamin, GABA-B atau reseptor muskarinik.
Konsentrasi plasma dicapai setelah 6-8 jam. Penggunaan jangka
panjang fluoxetin (Prozac) adalah efektif untuk panik yang bersamaan
dengan depresi. Efek samping awalnya dapat menyerupai gejala panik
selama beberapa minggu. Dosis rumatan 20-40 mg/hari.6

Fluvoxamin
Fluvoxamin merupakan derivat alkylketone, bekerja dalam mencegah
pengambilan (reuptake) serotonin di neuron otak. Diabsorbsi secara
oral pada traktus gastrointestinal. Metabolisme di hati menjadi bentuk
inaktif melalui proses oksidasi demetilasi dan deaminasi, ikatan protein
plasma 70%. Ekskresi melalui urin. Dosis efektif 100-300 mg/hari.6

Sertralin
Sertra lin adalah penghambat ambilan (reuptake) serotonin 5-HT yang
poten dan spesifik pada CNS neuronal sehingga meningkatkan
konsentrasi 5-HT pada synaptic cleft.6 Dosis rumatan 100-200 mg/hari.

Citalopram

Merupakan

SSRI

dengan

sedikit

atau

tanpa

efek

terhadap

noradrenergik, dopamin dan GABA. Memiliki afinitas yang sangat


rendah dan tidak berikatan terhadap reseptor 5-HT1A, 5-HT2, D1 dan
D2, Beta-adrenoreseptor, histamin, reseptor muskarinik, kolinergik,
benzodiazepin dan reseptor opioi. Dosis rumatan 20-40 mg/hari.

Escitalopram
Memiliki mekanisme aksi yang serupa dengan sertralin serta memiliki
efek yang minimal pada pengambilan norepinefrin dan dopamin
neuronal. Dosis rumatan 10-20 mg/hari.

b. Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRi)


Obat golongan SNRi huga diberikan dengan dosis awal rendah yang
kemudian ditingkatkan secara perlahan dan bertahap. Beberapa individu
memerlukan dosis yang lebih tinggi dan memiliki toleransi terhadap
pemberian dosis yang lebih tinggi. Obat-obat golongan SNRi yang dapat
dibuktikan efektif untuk mengatasi gangguan panik adalah Venlaxapin dan
Venlaxapin ER pada dosis 75-225 mg/hari.6
c. Tricyclic Antiepressan
Efek samping obat-obatan trisiklik bersifat toksik pada penggunaan
dosis tinggi yang di mana diperlukan untuk mencapai efektifitas terapi
gangguan

panik,

sehingga

penggunaan

obat

trisiklik

lebih

sedikit

dibandingkan dengan obat-obatan SSRI. Efek samping yang paling sering


ditemukan antara lain adalah 1) efek antikolinergik: mulit kering, konstipasi,
kesulitan berkemih, peningkatan denyut jantung dan pandangan yang menjadi
kabur; 2) berkeringat berlebihan; 3) gangguan tidur; 4) hipotensi ortostatik dan
dizziness; 5) rasa lemah dan kelelahan; 6) gangguan kognitif; 7) peningkatan
berat badan, terutama pada penggunaan jangka panjang; 8) gangguan fungsi
seksual.5 Dosis harus dinaikkan secara perlahan untuk menghindari stimulus
berlebihan. Obat-obatan golongan trisiklik ini tidak dapat diberikan pada
keadaan glaukoma dan pembesaran kelenjar prostat.2,5

Beberapa obat golongan trisiklik, antara lain:

Imipramin (tofranil)
Imipramin menghambat pengambilan noradrenalin. Imipramin dan
clomipramin merupakan jenis obat trisiklik yang paling efektif
mengatasi gangguan panik, tetapi imipramin lebih efektif dibandingkan
clomipramin. Dosis awal diberikan 10 mg/hari, dosis rumatan 100-300
mg/hari.

Clomipramin
Merupakan SSRI yang potensial di otak. Merupakan antagonis
kolinergik dan alfa 1-reseptor yang signifikan. Clomipramin juga
merupakan antagonis lemah reseptor dopamin yang juga memiliki efek
antidepresan, sedatif dan efek antikolinergik.6 Dosis rumatan 50-150
mg/hari.

Desipramin
Lebih bersifat noradrenergik sehingga kurang efektif dibandingkan
dengan jenis yang bersifat serotonergik. Dosis rumatan 100-200
mg/hari.

Nortriptilin
Adalah

bentuk

metabolit

aktif

dari

amitriptilin.

Merupakan

dibenzocycloheptadine tricyclic antidepressan.Nortriptilin mencegah


reuptake noadrenalin dan serotonin di saraf terminal.6 Dosis rumatan
50-150 mg/hari.
d. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOi)
Penggunaan obat MAO dalam penatalaksanaan terhadap gangguan
panik masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Obat-obatan MAO dapat
menginduksi krisis hipertensi pada penggunaan tiramin. Oleh karena itu
pengobatan dengan MAO perlu diawasi dan dilakukan diet rendah tiramin.
Pemberian MAO bersamaan dengan obat lain seperti antidepresan lain (SSRI),
antibiotik linezolid, analgesik (meperidin, tramadol), dekstromorphan dosis
tinggi, serta obat-obatan yang bersifat serotonergik dapat mengakibatkan efek
samping yang berakibat fatal, yaitu serotonine syndrome dengan gejala
seperti konfusi, agitasi, hipertermia, tanda vital tidak stabil, dan gangguan
neuromuskular (tremor, hiperefleksia, klonus, myoklonus, ataksia). Obat yang
dianggap efektif adalah fenelzin (Nardil). Sejumlah data juga menyokong

penggunaan tranilsipromin (Parnate).6 Dosis penuh baru dapat dicapai


sedikitnya 8 sampai 12 minggu agar efektif.6
e. Antidepresan lain
Antidepresan lain yang telah dilakukan penelitian dan saat ini dianggap
efektif,2,3 antara lain adalah venlafaxin (Pollack et al. 1996), nefazodon (Papp
et al. 2000) dan mirtazapin (Boshuisen et al. 2001). Nefazodon merupakan
antidepresan phenilpiperazin yang secara struktural menyerupai traodon,
menghambat pengambilan serotonin di neuron presinap dan merupakan
antagonis reseptor 5-HT2 di postsinap. Nefazodon juga menghambat Alfa 1adrenoreseptor yang berhubungan dengan efek samping hipotensi postural.
Nefaodon menghambat pengambilan noradrenalin.6
2. Benzodiazepin
Metabolisme hepar memiliki fungsi untuk klirens seluruh benzodiazepin. Namun,
pola dan nilai dari metabolisme tergantung pada setiap obat itu sendiri.
Alprazolam dan triazolam mengalami -hidroksilasi, dan hasil metabolitnya
memberikan efek farmakologi yang pendek karena mereka secara cepat
dikonjugasi membentuk glukoronida inaktif.
Biasanya, ansietas diikuti oleh kesadaran fisik, seperti peningkatan
kewaspadaan, motor tension, dan hiperaktivitas otonom. Ansietas bisa terjadi
akibat sekunder dari penyakit organik, seperti infark miokard akut, angina
pektoris, ulkus gastrointestinal, dll; kesemua itu memerlukan terapi yang spesifik.
Kelas ansietas sekunder lainnya yaitu situational anxiety disebabkan akibat dari
keadaan yang di mana menuntut untuk dihadapi selama beberapa kali, seperti
antisipasi dari ketakutan akan pengobatan, prosedur terapi gigi, penyakit keluarga,
atau kejadian yang mengundang stres lainnya. Walaupun hal ini merupakan selflimiting, terapi sedatif-hipnotik yang digunakan jangka pendek boleh diberikan.
Kecemasan yang berlebihan atau tidak ada alasan mengenai kondisi
kehidupan, gangguan panik, dan agorafobia disetujui menggunakan terapi obat,
bahkan terkadang dengan terapi tambahan psikoterapi. Benzodiazepin secara luas
digunakan untuk managemen ansietas dan mengontrol panic attacks. Bisa juga
digunakan dalam terapi jangka panjang untuk generalize anxiety disorder (GAD)
dan gangguan panik. Gejala ansietas dapat dikurangi dengan penggunaan

benzodiazepin. Alprazolam yang biasa digunakan untuk terapi gangguan panik


dan agorafobia lebih selelktif dibandingkan benzodiazepin lainnya. Pemilihan
benzodiazepin untuk ansietas berdasarkan dari beberapa prinsip farmakologik:
1. Rapid inset of action;
2. Indeks terapi yang cukup tinggi, ditambah ketersediaan flumazenil sebagai
terapi jika terjadi overdosis;
3. Risiko rendah interaksi obat berdasarkan dari induksi enzim hati;
4. Efek minimal pada fungsi kardiovaskular dan otonom.
Awitan kerja paling cepat, sering pada minggu pertama dapat digunakan untuk waktu
yang lama tanpa timbul toleransi terhadap efek antipanik. Alprazolam paling luas
digunakan untuk gangguan panik. Lorazepam (Ativan) dan klonazepam (Klonopin)
juga menunjukkan efektifitas yang sama. Benzodiazepin dapat digunakan awal
bersama serotonergik dan dosis dititrasi hingga dosis terapeutik hingga 4-12 minggu.
Dosis dapat diturunkan selama 4 sampai 10 minggu dan obat serotonergik (SSRI)
diteruskan. Pemberian singkat alprazolam bersamaan dengan SSRI dapat digunakan
pada keadaan yang lebih berat, diikuti dengan penurunan dosis secara perlahan. 2
Benzodiazepin dapat menyebabkan gangguan kognitif terutama pada penggunaan
jangka panjang. Penghentian benzodiazepin dapat menimbulkan gejala putus zat dan
meningkatkan angka kekambuhan pada gangguan panik. Berikut ini adalah beberapa
golongan benzodiazepin yang digunakan pada terapi gangguan panik:

Alprazolam
Memiliki

efek

anti-ansietas,

muscle

relaxan,

antikonvulsan,

antidepresi.7 Alprazolam berikatan dengan reseptor-reseptor spesifik


yang terdapat pada susunan saraf pusat seperti GABA. Seperti senyawa
benzodiazepin lainnya, alprazolam menyebabkan depresi susunan saraf
pusat yang bervariasi. Konsentrasi plasma dicapai setelah 1-2 jam.

Lorazepam
Merupakan benzodiazepin jenis short-acting yang memodulasi
GABAA reseptor. Konsentrasi plasma dicapai dalam 2 jam. Onset
pemberian secara intramuskular sekitar 20-30 menit untuk memberikan
hipnosis, efek sedasi melalui intravena dicapai dalam 5-20 menit,
sedangkan onset peroral adalah 30-60 menit.

Clonazepam

Merupakan antikonvulsan yang efektif dengan meningkatkan aktivitas


GABA dan bekerja sebagai anti cemas. Kadar plasma dicapai dalam 4
jam. Clonazepam dapat melewati sawar plasenta.2
3. Obat-obat lain
a. Antikonvulsan
Data mengenai penggunaan antikonvulsan untuk mengatasi gangguan
panik masih terbatas. Asam valproat adalah antikonvulsan mood
stabilizer yang dilaporkan efektif dalam mengatasi gangguan panik
dalam sebuah penelitian (Woodman and Noyes 1994). Antikonvulsan
lain yang juga terbukti efektif adalah Gabapentin dengan dosis 6003600 mg/hari (Pande et al. 2000). Gabapentin dan asam valproat dapat
digunakan

sebagai

terapi

tunggal

atau

kombinasi

bersama

antidepresan.7
b. Antihipertensi
Golongan calcium channel blocker dan penyekat beta-adrenergik adalah obatobatan yang dikatakan dapat digunakan pada terapi gangguan panik. Namun
penelitian yang telah dilakukan belum cukup dapat membuktikan efektifitas
penggunaan yang bermakna pada gangguan panik. Golongan penyekat beta
dapat digunakan untuk mengurangi efek somatik seperti palpitasi. Pemberian
penyekat beta adrenergik ini dapat mengakibatkan efek samping seperti
kelelahan, gangguan tidur dan kemungkinan dapat memperburuk keadaan
depresi sehingga tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai terapi rutin pada
gangguan panik.8
c. Buspiron
Merupakan agonis parsial reseptor serotonin 5-HT1A. Terapi tunggal buspiron
tidak terlalu efektif untuk gangguan panik, tetapi dapat digunakan sebagai
terapi tambahan bersama antidepresan dan benzodiazepin.2

What are the first-line treatments?

SSRIs and the SNRI venlafaxine

When should treatment be stopped because the

Cognitive-behavorial therapy
After 4-6 weeks

lack of efficacy?
What if partial response occurs after 4-6 weeks?

Treat another 4-6 weeks with increased dose

What are the treatment options for treatment-

before changing the treatment strategy


- Switching from one SSRI to another

resistant cases?

Switching from venlafixine to an SSRI or


vice verca

Switching to tricyclic antidepressants

Switching

to

benzodiazepines,

reboxetine,

phenelzine,

or

moclobeminde.
-

Switching to drugs that have been


effective in preliminary open studies or
case

reports:

inositol,

mirtazapine,

ondansetron,

valproate,
gabapentin,

tiagabine, vigabatrin
-

Switching to drugs that were effective in


other anxiety disorders in double-blind,
placebo-controlled studies: duloxetine,

Can antipanic drugs be combined?

quetiapine, buspirone.
Usually, monotherapy is the better option.
Combinations of drug may be used in treatmentresistant cases. These combination are supported
by studies:
-

Benzodiazepines

may

be

used

in

combination in the first weeks, before


onset of efficacy of the antidepressants.
-

Augmentation

of

fluoxetine

with

pindodol
-

Augmentation of clomipramine with


lithium

Augmentation with olanzapine

Tabel 2: algoritme Penatalaksanaan Gangguan Panik (Stein, DJ et al. Textbook of Anxiety


Disorders, 2009)

Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara


psikologis, yang dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus yang menjalin hubungan
kerjasama secara professional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan,
mengubah, atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. 4 Psikoterapi
dilakukan dengan wawancara atau interview. Hal penting dalam wawancara adalah tujuan
terapeutik dan penegakan diagnosis yang diperoleh dengan menjalin hubungan interpersonal
yang baik dari waktu ke waktu setiap kali wawancara dilakukan.
Terapi kognitif dan perilaku
Merupakan terapi yang efektif untuk gangguan panik yang memerlukan usaha serta
kerjasama dari terapis dan individu itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
psikoterapi ini mengungguli terapi secara farmakologis, beberapa yang lain mengatakan hal
yang sebaliknya. Tetapi kombinasi farmakologi dan psikoterapi lebih efektif dibandingkan
terapi itu secara tersendiri.3 Dua fokus utama terapi kognitif gangguan panik adalah instruksi
mengenai keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi
mengenai keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk salah
mengartikan sensai tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya serangan panik, ajal atau
kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup penjelasan bahwa, ketika serangan
panik terjadi, serangan ini terbatas waktu dan tidak mengancam nyawa.
Terapi ini secara tidak langsung mengajak individu untuk membentuk kembali pola
perilaku menjadi lebih rasional serta restrukturisasi kognitif. Individu dilatih untuk membuat
daftar pengalaman harian serta cara individu dalam menyikapi berbagai peristiwa yang
dialami dan dilakukan evaluasi setiap kali pertemuan. Pada sebuah penelitian mengenai
perbandingan terapi kognitif dan perilaku dengan terapi perilaku itu sendiri, diperoleh fakta
bahwa terapi kognitif dan perilaku, keduanya menjadi kombinasi terapi yang lebih unggul
secara bersama-sama dibandingkan dengan terapi perilaku secara tunggal.9

Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat secara relatif cepat untuk meredakan serangan panik dan
memenangkan individu. Tujuan terapi relaksasi adalah memberikan pasien rasa kendali
mengenai tingkat ansietas dan relaksasi. Teknik dasar menggunakan terapi relaksasi otot dan
membayangkan situasi yang membuat santai, sehingga pasien menguasai teknik yang dapat
membantu saat terjadi serangan panik.3,10 Individu diperkenalkan kepada sensasi ketegangan

dan sesudah itu sensasi relaks. Individu harus bisa membedakan antara sensasi saat panik
dengan sensasi relaks. Lazarus menggabungkan teknik terapi relaksasi dengan pernapasan. 7
Hiperventilasi dianggap berhubungan dengan serangan panik yang mungkin berkaitan dengan
sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, pendekatan langsung adalah melatih pasien untuk
melakukan hiperventilasi. Lazarus juga mengatakan bahwa terapi hipnosis dapat digunakan
untuk menginduksi relaksasi.
Relaksasi dapat berfungsi sebagai teknik tunggal atau sebagai kombinasi bersama
terapi lainnya, seperti terapi perilaku dan desentisasi sistematik. Sebelum dilakukan terapi
relaksasi, individu perlu dipersiapkan dan diberi penjelasan yang cukup agar dapat bekerja
sama dan memfokuskan dirinya untuk melakukan relaksasi itu sendiri. 2 Tehnik relaksasi ini
sebaiknya tidak digunakan untuk keadaan asma bronkial, pasien dengan psikosis akut,
depresi agitatif atau yang mudah terkena disosiasi. Pada permulaan terapi relaksasi pada
gangguan panik dapat timbul ansietas yang diinduksi oleh relaksasi itu sendiri.
Pelatihan pernapasan.
Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin berkaitan
dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan langsung untuk
mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien mengendalikan dorongan untuk
melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan seperti itu, pasien dapat menggunakan tehnik
untuk membantu mengendalikan hiperventilasi selama serangan panik.
Pajanan in vivo.
Pajanan in vivo dahulu merupakan terapi perilaku lazim untuk gangguan panik.
Tehnik ini meliputi pemajanan pasien terhadap stimulus yang ditakuti yang semakin lama
semakin berat: dari waktu ke waktu pasien menjadi mengalami desensitisasi terhadap
pengalaman tersebut. Dahulu, fokusnya adalah pada stimulus eksternal; baru-baru ini, tehnik
ini telah mencakup pajanan sensasi internal yang ditakuti pasien (contohnya, takipnea dan
rasa takut mengalami serangan panik).11
Psikoterapi dinamik
Psikoterapi dinamik merupakan sebuah terapi psikiatri yang diterapkan dari teori
Sigmund Freud. Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas yang tidak disadari
telah dihipotesiskan, simbolis situasi yang dihindari, kebutuhan untuk menekan impuls dan

keuntungan sekunder gejala tersebut. Individu diajak untuk lebih memahami diri dan
lingkungannya (berdasarkan tilikan), bukan hanya sekedar menghilangkan gejalanya semata.
Pengalaman traumatik yang terutama terjadi pada awal kehidupan dapat menimbulkan
konflik psikologis. Sebagian besar aktivitas mental dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
pikiran sadar dilindungi dari pengalaman konflik dengan mekanisme yang dirancang untuk
mengurangi kecemasan. Mekanisme tersebut berkembang dalam kehidupan dewasa dan
menghasilkan gejala psikologis atau kurangnya kemampuan untuk pertumbuhan dan
pemenuhan personal. Keluarga individu dan hubungan pribadi sebelumnya dapat bermakna
dalam mencapai tujuan psikoterapi itu sendiri, yaitu pemahaman dan perubahan pada
individu. Pada sebuah penelitian, penerapan psikoterapi dinamik dengan pemberian
klomipramin menunjukkan bahwa angka kekambuhan berkurang dibandingkan dengan terapi
klomipramin itu sendiri.12

Terapi Psikososial Lain


a. Terapi keluarga
Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agoraphobia juga mungin telah dipengaruhi
oleh gangguan anggota keluarga. Terapi keluarga yang ditujukan pada edukasi dan
dukungan sering bermanfaat.
b. Psikoterapi Berorietasi tilikan
Psikoterapi berorietasi tilikan dapat memberikan keuntungan di dalam terapi gangguan
panik dan agoraphobia.Terapi berfokus membantu pasien mengerti arti ansietas yang
tidak disadari yang telah dihipotesiskan, simbolisme situasi yang dihindari, kebutuhan
untuk menekan impuls, dan keuntungan sekunder gejala tersebut. Suatu resolusi konflik
pada masa bayi dini dan Oedipus dihipotesiskan berhubungan dengan resolusi stress saat
ini.12

Daftar Pustaka
1. McLean PD & Woody SR. Panic Disorder And Agoraphobia. In: Anxiety Disorders
inAdults. Vancouver: Oxford University Press; 2001. Cp.5
2. Sadock J Bejamin, Sadock A Virginia. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC; 2010.
Edisi 2. H. 239-41, 259-63, 477-83, 484-6. 522-9.
3. Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2013.
Hal 258-263
4. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in
Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh
tanggal 28 Febuari 2014.
5. Stein DJ, Hollander E et al. Textbook of Anxiety Disorders. American Psychiatric
Publishing. 2009. 399-435
6. Antidepressan, Anxyolitics Drugs. MIMS Guideline. April 2011. Diunduh tanggal 27
Febuari 2014.
7. Lydiard RB, Johnson RH. Assessment and Management of Treatment-Resistance in
Panic Disorder. Focus psychiatry guideline. June 1, 2011. Vol IX ; No. 3. Diunduh
tanggal 28 Febuari 2014.
8. Stein MB et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With Panic Disorder.
Second Edition. American Psychiatric Association guideline. 2009. Diunduh tanggal 28
Febuari 2014.
9. Manjula M, Kumariah, V et al. Cognitive Behavior Therapy In The Treatment of Panic
Disorder. Indian Journal of Psychiatry. 2009 Apr-Jun; 51(2): 108-110
10. Greist JH & Jefferson JW. Anxiety disorder. In: Review of General Psychiatry. 5th Ed.
Baltimore: Vishal. 2000. Cp.21.
11. Elvira SD. Psikoterapi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2013. Hal 390-405
12. Adikusumo A. Relaksasi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Edisi Kedua. Badan Penerbit FK UI. Jakarta: 2013. Hal 416-420

Anda mungkin juga menyukai