TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri 4
Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembangbiak
dengan pembelahan diri. Pembagian bakteri berdasarkan tahap pewarnaan dibagi atas dua
bagian, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
2.1.1. Bakteri gram positif 4
Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas beberapa lapisan peptidoglikan, dan
strukturnya tebal dan keras. Dinding selnya juga tersusun atas teichonic acid yang mengandung
alkohol (seperti gliserol) dan posfat (Tortora, 2001).
2.1.2 Bakteri Gram Negatif 4
Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran
luar. Dinding selnya tidak mengandung teichoic acid. Membran luar tersusun atas
lipopolisakarida, lipoprotein, dan pospolipid (Tortora, 2001). Bakteri gram negatif adalah bakteri
yang termasuk dalam familia Enterobacteriaceae, merupakan kelompok besar yang berbentuk
batang, bersifat anaerob fakultatif
2.2 Radikal Bebas 5
Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang
tidak terkontrol, menghasilkan ikatan silang pada DNA, protein, lipida atau kerusakan oksidatif
pada gugus fungsional yang penting. Perubahan ini menyebabkan proses penuaan.
2.3 Antioksidan 6
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel atau
pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang
berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik
didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.
3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel berkurang atau
terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat
antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun. Menurut
Jawetz et al. (1982), mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi 4
yaitu:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri
Langkah pertama kerjanya berupa pengikatan pada reseptor sel. Kemudian dilanjutkan dengan
reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan terhambat. Mekanisme diakhiri dengan
pembuangan atau penghentian aktivitas penghambat enzim autolisis pada dinding sel. Contoh
antibakteri dengan mekanisme kerja diatas adalah penicilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin,
sikloserin, dan ampisilin.
2. Merusak membran sel bakteri
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sel yang bekerja sebagai penghalang dengan
permeabilitas selektif, melakukan fugsi pengangkutan aktif sehingga dapat mengendalikan
susunan sel. Bila integritas fungsi selaput sitoplasma terganggu misalnya oleh zat bersifat
surfaktan permeabilitas dinding sel akan berubah atau bahkan menjadi rusak, sehingga
komponen penting, seperti protein, asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain keluar dari sel
dan sel berangsur-angsur mati. Amfoterisin, kolistin, poimiksin, imidazol, dan polien
menunjukkan mekanisme karja tersebut.
3. Penghambatan sintesis protein bakteri
Umumya senyawa penghambat akan berikatan dengan enzim atau salah satu komponen yang
berperan dalam tahapan sintesis, sehingga akhirnya reaksi akan terhenti karena tidak ada substrat
yang direaksikan dan protein tidak dapat terbentuk. Kloramfenikol, eritromisin, linkomisin,
tetrasiklin, dan aminoglikosida bersifat menghambat sintesis protein sel bakteri.
4. Penghambatan sintesis asam nukleat
Antibakteri dapat mengganggu proses replikasi dan transkripsi sehingga pertumbuhan dan
pembelahan sel bakteri terhambat. Pada umumnya antibakteri dapat menghambat sintesis asam
nukleat dengan dua cara:
(1) interaksi dengan benang heliks ganda DNA sehingga replikasi dan transkripsi terganggu.
(2) kombinasi dengan polimerase yang terlibat dalam biosintesis DNA atau RNA.
Namun radikal bebas yang berlebihan dapat merusak sel-sel di dalam tubuh. Dengan adanya
antioksidan sebagai salah satu sistem pertahanan tubuh, maka radikal bebas yang ada akan
ternetralisir. Kondisi jaringan dipengaruhi oleh antioksidan internal yang diproduksi tubuh untuk
menghindari terjadinya stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan oksigen radikal dan non-radikal
yang dapat merusak sel-sel dengan berbagai mekanisme. Apabila kadar antioksidan tidak
mencukupi, maka jaringan tubuh tidak lagi mampu untuk mengatasi stres oksidatif, melindungi
jaringan yang normal dan tidak mampu untuk mengontrol kerusakan yang dilakukan oleh bakteri
sehingga hal ini menunjukkan pentingnya antioksidan bagi kesehatan tubuh.
2.5 Pertahanan Antioksidan dan Mekanisme Inflamasi 9,10
Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas diduga menjadi penyebab berbagai
penyakit. Antioksidan merupakan jalur pertahanan tubuh pertama dari serangan radikal bebas
sehingga mempertahankan kondisi jaringan. Bila pejamu terinfeksi dengan bakteri patogen,
PMN yang ada di dalam tubuh akan direkrut untuk menghancurkan bakteri sehingga terjadi
pengeluaran sitokin akibat proses tersebut. Menurut Asman (1987), PMN akan memproduksi
superoxide (O2-) melalui proses oksidatif sehingga jumlah PMN dan aktivitas oksidatif di
jaringan akan semakin meningkat. Menurut Smalley (1998), untuk menghindari kerusakan
oksidatif dari produksi superoxide (O2-) tersebut, maka antioksidan seperti superoxide dismutase
(SOD) distimulasi untuk mengkonversikan superoxide (O2-) dengan hydrogen peroxide (H2O2)
sehingga SOD berperan sebagai katalis untuk menukarkan superoxide dengan oksigen dan
hydrogen peroxide.
terlibat disebut catalase yang lebih banyak terdapat di dalam sel intraselular dibanding sel
ekstraselular. Catalase ini bertindak sebagai penghancur hydrogen peroxide dan superoxide.
Secara ringkasnya dapat disimpulkan seperti di bawah :
2O2- + 2H+
2H2O2
SOD
H2O2 +O2
catalase
2H2O+O2
Selain itu, hydroxyl radical (OH) akan diproduksikan melalui reaksi yang melibatkan hydrogen
peroxide. Mekanisme untuk mencegah hydroxyl radical (OH) yang akan merusak sel adalah
dengan pengikatan radikal bebas dengan antioksidan dalam bentuk logam seperti lactoferrin,
transferrin, haptoglobin dan albumin. Dengan adanya antioksidan yang berasal dari sistem
pertahanan tubuh hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Walaupun
mekanisme kerja setiap antioksidan berbeda, namun peranannya adalah sama yaitu untuk
melindungi sel dan jaringan supaya tetap sehat.