Anda di halaman 1dari 39

Proses &Pen

Penapisan
apisan
Penerbitan Izin Lingkungan
Dr. Hamdani Fauzi, S.Hut, M.P

Fakultas Kehutanan
Universitas Lambung Mangkurat

Sistem Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan


Lembaga Pelatihan
Kompetensi (LPK)
Amdal

Rencana
Usaha
dan/atau
Kegiatan

Penyusun Amdal
Perorangan or LPJP
untuk Amdal

Pemrakarsa

Proses
Penapisan &
Penentuan
Kewenangan

Proses
Penyusunan
Dokumen
Lingkungan Hidup

Instansi LH

Masyarakat

Lembaga Sertifikasi
Kompetensi (LSK)
Amdal

Registrasi
Kompetensi
Penyusun Amdal

KPA Berlisensi &


Instansi LH (Pusat,
Provinsi dan
Kab/Kota

Pakar

Proses Penilaian
dan Pemeriksaan
Dokumen LH
serta Penerbitan
Izin Lingkungan

Mutu/Kualitas dokumen LH untuk penentuan


kelayakakan LH/Persetujuan & Penulisan
Keputusan (SKKL, Rekomendasi dan Izin Lingk)

Sistem
Penaatan
LH

Izin
Lingkungan

Pelaksanann
Izin
Lingkungan

Kualitas izin Lingkungan: operasional


& Enforceable

1
Penapisan dan Penentuan Kewenangan
Penilaian Amdal

Esensi Dasar Proses Penapisan dan


Penentuan Kewenangan
Esensi dasar penapisan (screening) dan penentuan
kewenangan adalah untuk menentukan:
1. Apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan dapat
dilakukan di suatu lokasi yang telah direncanakan;
2. Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
termasuk wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL atau
bahkan cukup SPPL;
3. Pendekatan studi Amdal yang akan dilakukan;
4. KPA yang berwenang untuk melakukan penilaian
Amdal.

Lampiran V Peraturan MENLH No. 05 Tahun 2012: Basis


Penapisan dan Penentuan Kewenangan
1.Basis dan kunci untuk melakukan penapisan
dan penentuan kewenangan adalah
informasi yang dituliskan atau tercantum
dalam Lampiran V Peraturan MENLH No. 05
Tahun 2012.
2.informasi yang yang jelas dan rinci yang
disampaikan dalam formulir seperti yang
tercantum dalam lampiran V akan
memudahkan proses penapisan dan
penentuan kewenangan.

Gambaran Umum Proses Amdal, UKL-UPL dan


Izin Lingkungan di Indonesia
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan (Project)

Proses Penapisan (Screening)

Wajib Amdal

Wajib UKL-UPL

SPPL

Proses
Amdal dan
Izin Lingkungan

Proses
UKL-UPL dan Izin
Lingkungan

Proses
SPPL

Proses untuk Menentukan Apakah Rencana Usaha dan/atau


Kegiatan dapat dilakukan
Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan

Proses Amdal dan Izin Lingkungan,


atau
Proses UKL-UPL dan Izin Lingkungan

Tidak

Apakah Lokasinya
Sesuai dengan
Rencana Tata
Ruang, dan/atau
Sesuai dengan
Ketentuan PUU
PPLH & SDA

ya

Sesuai

Apakah lokasinya berada


di dalam
Kawasan Hutan Primer &
Lahan Gambut dalam Peta
Indikatif Penundaan Izin
Baru (PIPIB) ?

ya

Apakah termasuk usaha


dan/atau Kegiatan yang
DIKECUALIKAN?

Tidak

Tidak Sesuai

Ditolak

Inpress 06/2013 penganti Inpres 10/211

Ditolak

Usaha dan/atau kegiatan yang dikecualikan dalam Inpres 10/2011 (Inpres 06/2013)
Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan;
Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu: geothermal,

migas,

ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu


Pemanfaatan izin pemanfaatan hutan dan/atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin
di bidang usahanya masih berlaku

Proses Penapisan Usaha/Kegiatan Wajib Amdal (Screening)


(Pasal 2 & Lampiran II Peraturan MENLH No. 05/2012)
Uji informasi Awal
dengan daftar jenis
rencana usaha
dan/atau kegiatan
wajib Amdal
(Lampiran I)

Tidak

?
Ya

Pemrakarsa mengisi
ringkasan informasi awal
Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan yang diusulkan
(Kegiatan Utama &
Pendukung) (lampiran V)

Periksa apakah lokasinya


berada di dalam dan/atau
berbatasan langsung dengan
kawasan lindung
(Lampiran III)

Deskripsi jenis rencana usaha


dan/atau kegiatan utama &
pendukung harus diuraikan secara
jelas . Periksa dan bandingkan
seluruh jenis usaha dan/atau
kegiatan dengan Permen 05/2012
Kawasan lindung wajib
ditetapkan;
Tidak semua jenis kawasan
lindung dalam PP 26/2008 dan
Keppres 32/1990 dimasukan
dalam daftar kawasan lindung
Ada jenis usaha dan/atau
kegiatan yang dikecualikan

Tidak

Uji ringkasan awal dengan


kriteria pengecualian
(Pasal 3 ayat 4)

Wajib Memiliki
Amdal

Tidak

Ya

Wajib UKL-UPL
atau SPPL

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib Amdal


No

Lampiran 1 Peraturan
MENLH No. 05/2012

14 Bidang
72 Jenis Kegiatan

Rencana usaha dan/atau


kegiatan dilakukan:
Di dalam Kawasan
Lindung
Berbatasan langsung
dengan kawasan
lindung

Bidang

Jumlah
Jenis
Kegiatan

1.

Multisektor

2.

Pertahanan

3.

Pertanian

4.

Perikanan dan KELAUTAN

5.

Kehutanan

6.

Perhubungan

7.

Teknologi Satelit

8.

Perindustrian

9.

Pekerjaan Umum

12

10.

Perumahan dan Kaw. Permukiman

11.

Energi dan Sumber Daya


Mineral

18

12.

Pariwisata

13.

Ketenaganukliran

14.

Pengelolaan LB3

Rencana Usaha/Kegiatan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan


Lindung Wajib Memiliki AMDAL (Pasal 3 Peraturan MENLH No. 05/2012)
Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
lokasinya berada di dalam kawasan lindung
jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diizinkan sesuai peraturan perundang-undangan,
misal: tambang di hutan lindung, wisata alam di
kawasan lindung

1
Batas proyek
terluar yang
bersinggungan
dengan batas
terluar dari
kawasan
lindung

Dampak potensial dari


rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan
dilaksanakan tersebut
secara nyata
mempengaruhi kawasan
lindung terdekat

Kawasan Lindung
Yang tercantum dalam
Lampiran Permen LH &
telah ditetapkan sesuai
dengan PUU

Dampak
potensial

3
Keterangan:
= Rencana Usaha
dan/atau kegiatan

Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan


yang berada di dalam dan/atau berbatasan
langsung dengan kawasan lindung yang
dikecualikan dari kewajiban menyusun
Amdal adalah rencana usaha dan/atau
kegiatan:
1. Eksplorasi pertambangan, migas dan
panas bumi;
2. Penelitian dan pengembangan di bidang
ilmu pengetahuan;
3. Yang menunjang pelestarian kawasan
lindung;
4. Yang terkait dengan kepentingan
pertahanan dan keamanan negara yang
tidak berdampak penting terhadap
lingkungan;
5. Budidaya yang secara nyata tidak
berdampak penting bagi lingkungan
hidup;
6. budidaya yang diizinkan bagi penduduk
asli dengan luasan tetap dan tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan dan
di bawah pengawasan ketat.

Tools Penapisan dan Penentuan Kewenangan


No

Esensi dasar penapisan (screening) dan


penentuan kewenangan

Tools yang digunakan

1. Apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan PUU PPLH dan SDA i.e. UU 41/1999,
dapat dilakukan di suatu lokasi yang telah
PP 24/2010, PP 10/2010, PP 26/2008
direncanakan
2. Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut termasuk wajib memiliki Amdal atau
UKL-UPL atau bahkan cukup SPPL

Peraturan MENLH No. 5 Tahun 2012:


Bagan Alir Penapisan di Lampiran II,
Lampiran I dan Lampiran III

3. Pendekatan studi Amdal yang akan dilakukan:


a. Tungal;
b. Terpadu; atau
c. Kawasan.
4. KPA yang berwenang untuk melakukan
penilaian Amdal

Pasal 8 PP No. 27 Tahun 2012

Peraturan MENLH No. 8 Tahun 2013


Pasal 10 dan Pasal 11
Lampiran II-Lampiran IV

Studi kasus # 1: Apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan dapat


dilakukan di suatu lokasi yang telah direncanakan.
Seorang pemrakarsa berencanaan akan
melakukan :
usaha dan/atau kegiatan perkebunan
kelapa sawit dengan luasan 4000
hektar.
Lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut sebagianb besar
berada di dalam kawasan hutan
produksi dan sebagian berada di dalam
kawasan budidaya perkebunan.
Areal lahan yang berada di dalam
budidaya perkebunan tersebut
merupakan kawasan gambut.

Apakah rencana usaha dan/atau kegiatan


tersebut dapat dilakukan dan apa
alasannya

Untuk dapat menjawab pertanyaan


tersebut, maka pemrakarsa, konsultan
penyusun dokumen Amdal atau pihak
instansi lingkungan hidup harus
menguasai PUU PPLH dan PSDA terkait
dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut

Kata Kunci:
Perkebunan Cari PUU terkait
perkebunan i.e. UU 18/2004
Kawasan Hutan Produksi Cari
PUU terkait dengan Penggunaan
Kawasan Hutan;
Kawasan Gambut Cari PUU
terkait dengan kawasan gambut

Jawaban Studi Kasus # 1


Untuk kasus pertama, PUU PSDA yang digunakan adalah:
PP 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan,
PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan
Hutan,
Peraturan Menteri Kehutanan No. 33 Tahun 2010 tentang Tata Cara Kawasan
Produksi yang dapat dikonversi dan
Inpres No. 6 Tahun 2013 tentang PIBIB.
Berdasarkan PUU tersebut rencana kegiatan perkebunan:
tidak dapat dilakukan jika status kawasan hutan produksi tersebut berupa hutan
produksi terbatas dan hutan produksi tetap.
Rencana kegiatan perkebunan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan
produksi yang dapat dikonversi.
Rencana kegiatan perkebunan di dalam kawasan gambut, jika kawasan gambut
tersebut termasuk dalam PIPIB sesuai dengan Inpres No. 6 Tahun 2013, maka
rencana kegiatan perkebunan tersebut tidak dapat dilakukan.
Pemanfaatan sistem informasi geografis yang didukung dengan data layer yang memadai
juga sangat penting untuk menentukan apakah suatu rencana uaha dan/atau kegiatan
dapat dilakukan;

Studi kasus # 2: Apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan dapat


dilakukan di suatu lokasi yang telah direncanakan.
Potensi panas bumi di Indonesia sebagai
besar berada di dalam kawasan lindung
berupa hutan lindung dan kawasan
konservasi seperti kawasan pelestarian alam
dan kawasan suaka alam. Untuk
memanfaatan panas bumi tersebut, seorang
pemrakarsa akan melakukan rencana usaha
dan/atau kegiatan panas bumi (geothermal).
1. Rencana usaha dan/atau kegiatan
berlokasi di dalam kawasan hutan
lindung dan
2. rencana usaha dan/atau kegiatan panas
bumi lainnya berada di dalam kawasan
taman nasiona.
Apakah kedua rencana usaha dan/atau
kegiatan panas bumi tersebut dapat
dilakukan

Untuk dapat menjawab pertanyaan


tersebut, maka pemrakarsa, konsultan
penyusun dokumen Amdal atau pihak
instansi lingkungan hidup harus
menguasai PUU PPLH dan PSDA terkait
dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut

Kata Kunci:
Panas Bumi Cari PUU terkait
Panas Bumi i.e. UU 27/2003
Kawasan Hutan Lindung Cari
PUU terkait dengan Penggunaan
Kawasan Hutan i.e. PP 24/2010
Kawasan Taman Nasional
Cari PUU terkait kawasan
konservasi i.e. PP 28/2011
Kawasan Gambut Cari PUU
terkait dengan kawasan gambut

Jawaban Studi Kasus # 2


Untuk kasus kedua PUU PSDA yang digunakan adalah:
UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan
UU No. 41 Tahun 1999,
PP No. 24 Tahun 2010 serta
PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA.
Inti dari ketentuan tersebut adalah rencana kegiatan panas bumi
tidak dapat dilakukan di dalam kawasan konservasi selama regim
panas bumi masih termasuk kegiatan pertambangan. Kegiatan
pertambangan hanya dapat dilakukan dalam kawasan hutan produksi
dan hutan lindung.
Sekali lagi pemanfaatan sistem informasi geografis yang didukung
dengan data layer yang memadai juga sangat penting untuk
menentukan apakah suatu rencana uaha dan/atau kegiatan dapat
dilakukan;

Studi Kasus Penapisan & Penentuan Kewenangan Rencana


Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Mineral
Kawasan
Hutan
Lindung

Tambang
Mineral (PIT)
1

Wilayah Dalam Satu


Kabupaten/Kota

3
Smelter

Laut
Transhipment

2 Jalan
Pelabuhan (Terminal
Untuk Kepentingan
Sendiri/Terminal
Khusus)

Batas Tapak
Proyek

Apakah
rencana usaha
dan/atau
kegiatan
tersebut dapat
dilakukan?
Jika Ya, Apa
Dokumen LH?
Pendekatan
studi apa yang
akan
dilakukan?
KPA yang
berwenang?
Catatan: Pelabuhan ini
berada di dalam wilayah
DLKp dan DLKr
Pelabuhan Utama

Jawaban Studi Kasus


No

Rencana Usaha dan/atau


Kegiatan

1. pertambangan mineral logam

Skla/Besaran

Amdal atau UKLUPL (Peraturan


MENLH No. 05
Tahun 2013
Amdal, karena
sebagian areal
berada di dalam
hutan lindung

Kewenangan
(Peraturan
MENLH No. 8
Tahun 2013)
Pusat Lampiran II
Huruf E angka 1
Peraturan MENLH
8/2013)

250.000 ton per


tahun dan luas areal
pertambangan 175
hektar
(Skala UKL-UPL)
2. Jalan tambang
3 kilometer dengan UKL-UPL
Kabupaten
luas pengadan tanah
seluas 30 hektar
3. Smelter
Semua besaran
Provinsi
wajib amdal
4. Pelabuhan (TUKS/Telsus)
Semua besarn
Provinsi
konstruksi masif dan pelabuhan
wajib Amdal
terdekatnyanya adalah
Rencana usaha dan/atau kegiatan Kegiatan tersebut:
Pelabuhan Utama (Bagian dari
diizinkan oleh PUU;
DLKp dan DLKr Pelabuhan
Wajib Amdal dengan pendekatan studi Amdal Terpadu
Utama)
Kewenangan KPA Pusat

Penilaian Amdal Terpadu atau Kawasan oleh Komisi Penilai Amdal


Komisi Penilai Amdal Pusat
Komisi Penilai Amdal Provinsi

+ 2 +
atau

+ 2
atau

2 + 3

+ 3

Studi AMDAL dengan Pendekatan


TERPADU atau KAWASAN
Komisi penilai Amdal pusat
menilai dokumen Amdal yang
disusun dengan menggunakan
pendekatan terpadu atau kawasan
apabila terdapat usaha dan/atau
kegiatan (1), (2) dan/atau (3)
Sumber: Pasal 55 PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan

Studi AMDAL dengan Pendekatan


TERPADU atau KAWASAN
Komisi penilai Amdal provinsi menilai
dokumen Amdal yang disusun dengan
menggunakan pendekatan terpadu atau
kawasan apabila terdapat usaha
dan/atau kegiatan (2) dan (3)

Keterangan
1.

Usaha dan/atau Kegiatan yang dinilai


oleh Komisi Penilai Amdal Pusat

2
3.
3

Usaha dan/atau Kegiatan yang dinilai


oleh Komisi Penilai Amdal Provinsi

2.

Usaha dan/atau Kegiatan yang dinilai


oleh Komisi Penilai Amdal
Kabupaten/Kota

Dalam PP 27/1999: Ketentuan terkait hal ini


tidak diatur/tidak ada

2
Penentuan Kelayakan LH, Penulisan
SKKL dan Izin Lingkungan

Penilaian Amdal
1. Dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan

Fokus
Penilaian
Amdal

2. Dampak lingkungan terhadap


rencana usaha dan/atau
kegiatan

Dampak

Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan

Dokumen AMDAL

Lingkungan
Hidup

Mutu dokumen
Amdal

Kelayakan
LH

10 Kriteria Kelayakan Lingkungan (1)


1. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
sumber daya alam (PPLH & PSDA) yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
3. Kepentingan pertahanan keamanan;
4. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak
dari aspek biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan
kesehatan masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan
pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan;
5. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai
sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga
diketahui perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang
bersifat negatif;
6. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung
jawab dalam menanggulanggi dampak penting negatif yang akan
ditimbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan;

10 Kriteria Kelayakan Lingkungan (2)


7.

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai


sosial atau pandangan masyarakat (emic view);

8.

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi


dan/atau mengganggu entitas ekologis yang merupakan:

9.

entitas dan/atau spesies kunci (key species);

memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance);

memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance);


dan/atau

memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).

Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan


terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah ada di sekitar
rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan;

10. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan


hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal
terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dimaksud; dan

World Bank guidelines for environmental sustainability


1. Environmental Aspects of Bank Work, (OMS 2.36), para 9(a)
states: The Bank endeavours to ensure that each project affecting
renewable natural resources (e.g., as a sink for residues or as a source of
raw materials) does not exceed the regenerative capacities of the
environment.

2. Output Guide: Waste emissions from a project should be within the


assimilative capacity of the local environment to absorb without
unacceptable degradation of its future waste absorptive capacity or other
important services.

3. Input Guide: Harvest rates of renewable resource inputs should be


within regenerative capacity of the natural system that generates them;
depletion rates of nonrenewable resource inputs should be equal to the
rate at which renewable substitutes are developed by human invention
and investment.
Sumber: World Bank 1991

Examples of threshold tests for environmental acceptability


Level of acceptability

Potential impact threshold


Exceeds legal threshold, e.g. quality standard

Unacceptable

Increases level of risk to public health and safety above qualitative or


quantitative criteria (e.g. in some jurisdictions an increased risk of
death of 1 in a million per year
Extinction of biological species, loss of genetic diversity, rare or
endangered species, critical habitat
Conflict with existing environmental policies, land-use plans

Normally unacceptable

Loss of populations of commercial biological species


Large-scale loss of productive capacity of renewable resources

May be acceptable only with Avoidance of spread of biological disease, pests, feral animals, weeds
minimization, mitigation,
Taking of rare or endangered species
management
Some loss of threatened habitat
Some loss of populations and habitats of non-threatened species
Normally acceptable

Modification of landscape without downgrading special aesthetic


values
Emissions demonstrably less than the carrying capacity of the
receiving environment

Source: Sippe 1999

Contoh Kasus:
Pembangunan Pabrik Pulp & Paper PT. Tanjung Enim Lestari, di Kabupaten Tanjung
Enim, Propinsi Sumatera Selatan
Debit inlet
TETAP

IPAL

Sungai yang
debitnya fluktuatif
[bergantung pada
musim]
Kolam
Penampungan Air
Limbah Hasil
Pengolahan IPAL

sungai

Debit outlet
TETAP

Debit
Pembuangan
DIATUR

26

Kebijakan yang akan terpengaruh rencana usaha dan atau


kegiatan
Misal: Kebijakan pangan dan lahan pertanian nasional
Contoh Kasus:
Pembangunan Jalan Tol Yogya-Solo-Ngawi [Kertosono], Propinsi DIY-Jawa TengahJawa Timur
Ruas [alignment] Jalan Tol Yogya-Solo akan melewati areal lahan pertanian yang
telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebagai lahan ABADI.
Total lahan pertanian yang akan dimanfaatkan untuk jalan tol sekitar 1800 ha,
dengan potensi kehilangan beras ~9 juta ton beras per tahun. Diputuskan bahwa
BP Jalan Tol, WAJIB mencari alignment baru dan menghindari areal lahan
pertanian.

27

Nilai sosial atau pandangan masyarakat [social


values/emic view] yang akan terpengaruh rencana usaha dan atau
kegiatan

Misal: Hal-hal terkait kepercayaan/agama, budaya dlsb


Contoh Kasus:
Ditolaknya rencana pembangunan jalur transmisi SUTET Paiton-Bali, Propinsi Jawa
Timur-Bali

P. Jawa

70 m

P. Bali

Selat Bali

Pure Segara Rupek


28

Contoh Kasus:
Ditolaknya rencana pelurusan dan pendalaman alur pelayaran di Tanjung Benoa,
Propinsi Bali, karena lokasi karang mati diyakini oleh masyarakat lokal sebagai
PUSER BUMI [pusat keseimbangan alam].

Daratan
Laut

Alur pelayaran lama


Pelabuhan
Tanjung
Benoa

Perbaikan alur
pelayaran diusulkan
Karang
mati
29

Komponen lingkungan yang memiliki nilai penting


ekologis [ecological importance] yang akan terpengaruh
rencana usaha dan atau kegiatan

Misal: Flora/fauna langka atau berfungsi sebagai spesies kunci [key


species]
Contoh Kasus:
Perubahan lokasi Environment Expo 2005, di Aichi Perfecture, Jepang

30

Komponen lingkungan yang memiliki nilai penting


ekonomi [economic importance] yang akan terpengaruh rencana
usaha dan atau kegiatan

Misal: Gangguan terhadap habitat walet

Contoh Kasus:
Pembangunan PT. Semen Gombong, di Gombong, Jawa Tengah
Pembangunan PT. Semen Makmur Indonesia, di Desa Tamansari, Kecamatan
Pangkalan, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat

31

Terganggunya ekosistem yang memiliki

nilai penting

secara saintifik (ilmu pengetahuan)


Misal: Kawasan lindung geologi atau ilmu pengetahuan [gumuk pasir]
Contoh Kasus:
Pembangunan Hotel, di Pantai Parangtritis, Yogyakarta

32

KEGIATAN VITAL YANG AKAN TERPENGARUH


12

3
9

11
10

6
2
7

1
8

1.

PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar.

8.

Kawasan Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol

2.

PLTU Tanjung Priok.

9.

3.

Permukiman Pantai Mutiara,

Permukiman nelayan di Muara Angke dan


Kamal Muara.

4.

Permukiman Pantai Indah Kapuk

5.

Pelabuhan Tanjung Priok

6.
7.

10. Suaka Marga Satwa Muara Angke


11. Hutan Lindung Angke Kapuk

12. Hutan Wisata Kamal.


Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudra
Sunda Kelapa
13. Beberapa bangunan dan obyek peninggalan
sejarah (Museum Fatahillah, rumah si Pitung
Kawasan Berikat Nusantara Marunda
dll).
33

Muatan Keputusan kelayakan


lingkungan hidup
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.

lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan;


ringkasan dampak yang diperkirakan timbul;
rencana pengelolaan dan pemantauan dampak
yang akan dilakukan oleh pemrakarsa dan pihak
lain;
pernyataan penetapan kelayakan lingkungan;
dasar pertimbangan kelayakan lingkungan;
jumlah dan jenis izin PPLH yang diperlukan; dan
tanggal penetapan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup

Sumber: Pasal 16 Peraturan MENLH 08/2013 tentang Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan

Muatan Izin Lingkungan


Izin lingkungan paling sedikit memuat:
1. persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL;
2. persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota; dan
3. Berakhirnya izin lingkungan.
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pemrakarsa wajib memiliki izin PPLH, izin lingkungan tersebut
mencantumkan jumlah dan jenis izin PPLH.
Izin lingkungan hidup berakhir bersamaan dengan berakhirnya
izin usaha dan/atau kegiatan maksudnya adalah: Izin
Lingkungan berlaku selama usaha dan/atau kegiatan tetap
berlangsung sepanjang tidak ada perubahan dan tidak
dicabut;
Sumber: Pasal 48 PP 27/2012 Izin Lingkungan

Muatan Izin Lingkungan untuk Rencana Usaha dan/atau


Kegiatan Yang Wajib Memiliki Amdal
1. Dasar diterbitkannya izin lingkungan berupa surat keputusan kelayakan
lingkungan;
2. identitas pemegang Izin Lingkungan sesuai dengan akta notaris, meliputi:
a. nama perusahaan;
b. jenis usaha dan/atau kegiatan;
c. nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan jabatan;
d. alamat kantor; dan
e. lokasi kegiatan;
3. deskripsi lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan;
4. persyaratan pemegang Izin Lingkungan, antara lain:
a. persyaratan sebagaimana tercantum dalam RKL-RPL; dan
b. memperoleh Izin PPLH yang diperlukan;
c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur,
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
kepentingan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
Sumber: Pasal 17 Peraturan MENLH 08/2013 tentang Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan

Muatan Izin Lingkungan untuk Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang


Wajib Memiliki Lanjutan
5. kewajiban pemegang izin lingkungan antara lain:
a. memenuhi persyaratan, standar, dan baku mutu lingkungan
dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
b. menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan
kewajiban yang dimuat dalam Izin Lingkungan selama 6 (enam)
bulan sekali;
c. mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan apabila
direncanakan untuk melakukan perubahan terhadap lingkup
deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatannya; dan
d. kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
kepentingan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
Sumber: Pasal 17 Peraturan MENLH 08/2013 tentang Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan

Muatan Izin Lingkungan untuk Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang


Wajib Memiliki Amdal - Lanjutan
6. hal-hal lain, antara lain:
a. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang Izin Lingkungan dapat dikenakan
sanksi administratif apabila ditemukan pelanggaran sebagaimana tercantum
dalam Pasal 71 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
b. pernyataan yang menyatakan bahwa Izin Lingkungan ini dapat dibatalkan apabila
di kemudian hari ditemukan pelanggaran sebagaimana tercantum dalam Pasal
37 ayat (2) Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
c. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang izin lingkungan wajib
memberikan akses kepada pejabat pengawas lingkungan hidup untuk melakukan
pengawasan sesuai dengan kewenangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 74
Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
7. masa berlaku Izin Lingkungan, yang menjelaskan bahwa izin lingkungan ini berlaku
selama usaha dan/atau kegiatan berlangsung sepanjang tidak ada perubahan atas
usaha dan/atau kegiatan dimaksud; dan
8. penetapan mulai berlakunya Izin Lingkungan
Sumber: Pasal 17 Peraturan MENLH 08/2013 tentang Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan

Terima kasih

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Hamdani Fauzi
Email:danie_bastari@yahoo.co.id
https://unlam.academia.edu/HFauzi

Anda mungkin juga menyukai