Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

1. Daftar isi
2. Pendahuluan..
3. Anatomi dan Fisiologi kepala...................................................................
4. Defenisi.
5. Infectious Agent Meningitis....................................................................
6. Patofisiologi.............................................................................................
7. Gejala Klinik ......
8. Pemeriksaan Rangsangan meningeal .............
9. Pemeriksaan Penunjang Meningitis ........................................................
10. Pencegahan meningitis
11. Prognosa............. ...
12. Kesimpulan ...............................
13. Daftar pustaka

1
2
4
5
5
6
7
8
9
10
12
13
14

BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di


negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu yang perlu mendapat

perhatian adalah Meningitis. Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang
mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America).
Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan
perubahan di status mental. Penyebab paling sering dari meningitis adalah
Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek,
2004). Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan
Meningococcal C. Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek
dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus,
alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009).
Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus,
patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic
streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anakanak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza
(bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria
meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan
dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie,
H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria
monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen
penyebab

meningitis

yang

paling

sering

adalah

Pneumococcus,

Listeria

monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan


penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan
(leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal, kontaminan), obat
(NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechets
disease (Tidy, 2009).
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien
yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang
memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath.

mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami


meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani
lumbar puncture (Van de Beek, 2010).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningeal yang melindungi


struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningeal terdiri dari tiga lapis, yaitu: (Strandring, 2008)
2.2.1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak
untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2.2.2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
2.2.3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
2.2. Definisi Meningitis

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial (Matondang, 2000)
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal
yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan
virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat
akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri
spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta
yang paling sering terjadi (Nelson, 2000)
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan
tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan
penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara
dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak (Ridwan,
2006)
2.3. Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain
karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri
maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai
kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak
disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan
5

umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan


Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae,
Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20
tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus
dan Listeria. (WHO, 2003;Swartz, 2008)
2.4. Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus/bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput
otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia
dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak,
Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran
kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak (Chotmongkol, 2003). Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada piamater dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal)
dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk
eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian
luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag (Mardjono, 1988)
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

2.5. Gejala Klinis Meningitis


Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Meningitis karena virus ditandai dengan cairan
serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada meningitis
yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang
tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak
pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula,
tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah,
demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri biasanya didahului oleh
gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada
neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu
ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 %
anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada
anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian
atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.

2.6. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


2.6.1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
7

pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala.
2.6.2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa
nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135
(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
2.6.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
2.6.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

2.7. Pemeriksaan Penunjang Meningitis


2.7.1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
8

intrakranial. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,


jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa
jenis bakteri.
2.7.2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada Meningitis
Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
2.7.3. Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
2.8. Pencegahan Meningitis (Razonable, 2010)
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan
pola hidup sehat.Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi
meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate
vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal
conjugate vaccine(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib
Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat
digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.20
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh
WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12
bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup

diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di
bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi. Meningitis
Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada
orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang
dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.35 meningitis TBC dapat
dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10
20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan
dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat
kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda
dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan
perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan
pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas
kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam
mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secara dini.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik untuk
meningitis purulenta yaitu :

10

1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.


2. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
3.Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson

c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut
atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini
bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang
tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2.9. Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak
dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan
cacat berat dan kematian. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan
mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan
mengalami sequelle (akibat sisa). 50% meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan
seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5
10% penderita mengalami kematian. Penderita meningitis karena virus biasanya
menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan.
Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh
dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa
terjadi.

11

BAB 3
KESIMPULAN

12

Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan
spinal cord. Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan
perubahan di status mental. Penyebab paling sering dari meningitis adalah
Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%). Meningitis dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah
sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik
maupun virus.
Pemeriksaan

rangsang

meningeal

pada

meningitis

dapat

dilakukan

pemeriksaan kaku kuduk, tanda kernig, tanda brudzinski I, tanda brudzinski II.
Sedangkan pada pemeriksaan penunjangnya dapat dilakukan pemeriksaan pungsi
lumbal, pemeriksaan darah dan pemeriksaan radiologis. Pencegaham terhadap
penyakit meningitis purulenta ini dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi,
mendeteksi penyakit secara dini untuk mencegah komplikasi yang berlanjut dan
memberikan pengobatan yang adekuat. Prognosis meningitis tergantung kepada
umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme
dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.
Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang
semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

13

Chotmongkol, Veraji.(2003). Tuberculosis Meningitis in Adults: Adjective four year


review during 1997-2000.southeast asian journal tropical medicine public health
vol. 34 No.4 december 2003
Mardjono, M. Sidharta, P.,(1988). Neurologi Klinis Dasar. Edisi kelima. Jakarta: Dian
Rakyat.
Matondang, Cony S.,dkk, (2000). Diagnosis Fisis Pada Anak,Edisi Kedua.PT Sadung
Seto,Jakarta
Meningitis Foundation of America.(2010). What is Meningitis?. USA: Meningitis
Foundation of America.
Nelson,(2000).Ilmu Kesehatan Anak.Bagian 2.EGC.Jakarta
Razonable, R.R., (2010). Meningitis. Omaha: emedicine.
Ritarwan, K.,(2006). Diagnosa dan Penatalaksanaan Meningitis Otogenik. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Strandring, S., (2008). Grays Anatomy. 39th ed. UK: Churcill Livingstone.
Swartz, M.N.,(2008). Meningitis: Bacterial, Viral, and Other. In: Goldman, L.,
Ausiello, D., Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Tidy, C.(2009). Meningitis. Leeds: Patient UK.
Van de Beek, D., Drake, J.M., Tunkel, A.R.,(2010). Nosocomial Bacterial Meningitis.
N Engl J Med, 362 (2): 146-154.
WHO (World Health Organization), (2003). Etiology and occurance of acute
bacterial meningitis in children in Benghanzi, Libyan Arab Jamahiya.

14

Anda mungkin juga menyukai