PENDAHULUAN
1. Pengertian
BPH merupakan penyakit degeneratif yang lebih sering terjadi kepada orang dengan usia
alebih lanjut. Pada usia yang lanjut masalah yang mungkin muncul pada kasus BPH aklan
lebih komplek karena psikologis yang menurun, ketahanan tubuh yang menurun.
Setiap pasien yang masuk rumah sakit pastilah mempunyai masalah, dan mereka berharap
besar bahwa masalahnya akan segera terselesaikan. Akan lebih baik apabila kita tidak
hanya berprioritas menyelesaikan maslaahnya saja tetapi juga menyiapkan pasien agar
mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari rumah sakit.
Agar hal tersebut bisa dicapai maka pasien BPH memerlukan perawatan yang
komprehensif dan profesional. Agar pasien merasa terlindungi dan terjada dari masalah
yang muncul akibat penyakitnya.
2.
Tujuan
Tujuan dalam penulisan ini adalah :
a. Mengetahui dan memehami tentang penyakit BPH dan penatalaksanaannya.
b. Mengetahui dan memahami masalah keperawatan yang muncul pada kasus BPH
c. Menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dnegan BPH.
A. TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang
dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).
2.
Etiologi
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai
dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita
kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosteron dianggap
mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal)
mempengaruhi bagian tengah prostat.
3.
Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :
a. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
b. Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
c. Ketidak seimbangan estrogen testoteron
d. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma.
e. Interaksi stroma - epitel
f. Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
g. Penurunan sel yang mati
h. Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
i.
Teori stem cell
j.
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
4.
Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah
menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon
testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat.
Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga
200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius,
tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal
sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma
(Moore). Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu
merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada
penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik.
Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang
berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar
caiaran seperti susu. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan
berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat
yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopik juga bermacammacam tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak
berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk
kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat
membentuk papil-papil ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh. Kadang-kadang
terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma.
Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylacea.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas
jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan.
Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit. Selain gambaran
di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
a. Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
b. Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah
mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari
kandung kemih.
Ada tiga cara pengkuran besarnya hipertropi prostat :
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm
: grade 0
1 - 2 cm
: grade 1
2 - 3 cm
: grade 2
3 - 4 cm
: grade 3
> 4 cm
: grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun
pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli
untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc
: normal
Sisa urine 0-50 cc
: grade 1
Sisa urine 50-150 cc
: grade 2
Sisa urine > 150 cc
: grade 3
Tidak bisa kencing
: grade 4
c. Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa
jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra.
Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak
lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence dibiarkan
dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 4041 celsius, kesadaran menurun.
5.
Tanda dan gejala
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai
gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Gejala klinik dapat berupa :
a. Frekuensi berkemih bertambah
b. Berkemih pada malam hari.
c. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik non obstruksi
10 - 15 ml/detik border line
< 10 ml/detik obstruktif
Pemeriksaan Laborat
a. Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau
PUS.
b. RFT evaluasi fungsi renal
c. Serum Acid Phosphatase Prostat Malignancy
7.
Penatalaksanaan
A. Non Pembedahan
1. Memperkecil gejala obstruksi hal-hal yang menyebabkan pelepasan cairan prostat.
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic
mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
3. Menghindari obat-obat penyebab retensi urine seperti : anticholinergic, anti histamin,
decongestan.
4. Observasi Watchfull Waiting
Yaitu pengawasan berkala/follow up tiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung
keadaan klien, Indikasi : BPH dengan IPPS Ringan, Baseline data normal, Flowmetri
non obstruksi
5. Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat Hyperplasia
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang
dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra
indikasi atau belum well motivated. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi,
Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
1. Hypoxis rosperi (rumput)
2. Serenoa repens (palem)
3. Curcubita pepo (waluh )
b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
1. Inhibitor 5 alfa reduktase
2. Anti androgen
3. Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika :
Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
6. Bila terjadi retensi urine
a. Kateterisasi Intermiten
Indwelling
b. Dilakukan pungsi blass
c. Dilakukan cystostomy
7. Prostetron (Trans Uretral Microwave Thermoterapy/TUMT)
B. Pembedahan
IMA
CVA akut
Tujuan :
Perianal Prostatectomy
Pembesaran prostat disertai batu buli-buli
Mengobati abces prostat yang tak respon terhadap terapi conservatif
Memperbaiki komplikasi : laserasi kapsul prostat
8. patway
9.
Pengkajian
a
Sirkulasi :
Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
b
Eliminasi :
Kehilangan BB mendadak.
d
Nyeri / nyaman :
Pembesaran prostat.
g
Pengetahuan / pendidikan :
Type pembedahan
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
Pemeriksaan EKG
Pencukuran rambut pubis dan lavemen.
penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang
diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli
karena mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.
2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter
3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan
warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka
spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau
dilakukan uroflowmetri.
Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
10. Diagnosa Keperawatan
a Pre operasi
1. Retensi urin
2. Nyeri kronis
3. Cemas
b Post operasi
1. Nyeri akut
2. Kurang pengetahuan
3. Risiko infeksi
Diagnosa keperawatan
Definisi :
Pengosongan kandung kemih
Batasan karakteristik :
Distensi kandung kem
Sedikit, sering kencin
Urin jatuh menetes
Disuria
Inkontinentia overflow
Urin residual
Sensasi penuh dari ka
2.
Nyeri Kronis
Definisi :
Sensori yang tidak menyena
Batasan karakteristik :
Laporan secara verba
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhatiMuka topeng
Gangguan tidur (mata
Terfokus pada diri sen
Fokus menyempit (pe
Tingkah laku distraks
Respon autonom (sep
Perubahan autonomic
Tingkah laku ekspres
Perubahan dalam nafs
3.
Definisi :
Sensori yang tidak menyena
serangan mendadak atau pela
Batasan karakteristik :
Laporan secara verba
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhatiMuka topeng
Gangguan tidur (mata
Terfokus pada diri sen
Fokus menyempit (pe
Tingkah laku distraks
4.
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya
5.
Faktor-faktor resiko :
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan peng
Trauma
Kerusakan jaringan d
Ruptur membran amn
Agen farmasi (imuno
6.
Malnutrisi
Peningkatan paparan
Imonusupresi
Ketidakadekuatan im
Tidak adekuat pertaha
Tidak adekuat pertaha
Penyakit kronik
Definisi :
Perasaan gelisah yang tak j
antisipasi terhadap bahaya. S
Ditandai dengan
Gelisah
Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran
Cemas
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Linda
Jual.
(1995). Rencana
Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Asuhan
&
Dokumentasi
Outcomes
Classification,
Availabel