oleh
Sintara Ekayasa
NIM 122310101036
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah ratarata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam
berinteraksi sosial. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam
Mumpuniarti (2007) mengatakan klasifikasi tuna grahita adalah tuna grahita
ringan dengan IQ berkisar 50-70, tuna grahita sedang dengan IQ berkisar 30-50
dan tuna grahita berat dan sangat berat dengan IQ berkisar < 30. Menurut Heber
(Mumpuniarti, 2007) tuna grahita adalah individu yang menunjukkan fungsi
kecerdasan umum di bawah rata-rata pada saat periode perkembangan dan
berhubungan dengan kerugian adaptasi tingkah laku. Sedangkan
Menurut American Association on Mental Deficiency (Mohammad Efendi, 2006)
seorang dikategorikan tuna grahita apabila kecerdasannya secara umum di bawah
rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase
perkembangannya.
Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada, didapatkan bahwa
jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak
yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat
dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun
2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa
adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati
angka paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan
lainnya. Tuna grahita di Amerika Serikat yang tercantum dalam buku Mental
Retardation The Changing Outlook ( Robert P. Ingals; 1978; 72 ) menyimpulkan
bahwa 86,7% dari populasi ttuna grahita adalah tuna grahita ringan, 10% dari
populasi tuna grahita adalah tuna grahita sedang, dan hanya 3,3% dari populasi
anak tuana grahita adalah tuna grahita berat dan sangat berat.
Menurut organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO)
bahwa Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari
penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh
pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta.
Laporan WHO yang dikutip (Triman Prasedio) menunjukkan bahwa di Indonesia
didapatkan 10-30 dari 1000 penderita yang mengalami tuna grahita terdapat
1.750.000-5.250.000 jiwa menderita tuna grahita. Melalui data demologi
dilaporkan bahawa 34,39% pengunjung puskesmas berusia 5-15 tahun
menunjjukan gangguan mental emosional.
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 26 September 2015 ditemukan
kasus tunagrahita yang berada di Desa Bintoro Kecamatan Patrang Kabupaten
Jember. Dari hasil pengkajian diketahui terdapat 30 jiwa yang mengalami
tunagrahita. Pemahaman terhadap remaja tunagrahita sangat diperlukan guna
memberikan pelayanan yang tepat bagi remaja tersebut. Dalam hal ini pemahaman
terkait ibadah keagamaan tidak sering diberikan pada remaja dengan tunagrahita
mengingat pentingnya ibadah pada masa usia memasuki akil baliqh.
Mahasiswa
Intervensi: Penyuluhan
tentang kewajiban shalat
lima waktu bagi aqil baliqh
Meningkatkan pengetahuan
remaja berkebutuhan khusus
tentang
pentingnya
menjalankan perintah shalat
bagi muslim
Intervensi: Demonstrasi
tata cara shalat dengan
baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Nuhayanan, Abdul Kadir. 2002. Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap. Jakarta:
Gema Insani
Rosso dan Arlianti. 2009. Investasi untuk Kesehatan dan Gizi Sekolah di
Indonesia. Jakarta: World Bank.
Suhaeri, HN. 1997. Bimbingan Penyuluhan Untuk Remaja Luar Biasa. Jakarta:
Dirjen Dikti PPTG.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 SAP
Lampiran 2 Materi
Lampiran 3 Media
Mengetahui,
Tutor PSIK
Universitas Jember
Lampiran 1
3
4
5
6
7
Standar Kompetensi
Setelah diberikan pendidikan kesehatan, diharapkan remaja tunagrahita di
SLB TPA Kec. Patrang Jember termotivasi untuk belajar tuntunan sholat
dengan baik dan benar dengan melakukan sholat secara rutin.
Kompetensi Dasar
Setelah diberikan pendidikan kesehatan, diharapkan remaja tunagrahita
mengerti apa itu tata cara sholat yang baik dan benar, manfaat dari
pelaksanaan sholat yang baik dan benar, alat dan bahan untuk melakukan
sholat yang baik dan benar.
Pokok Bahasan: Tuntunan Sholat yang Baik Dan Benar
Subpokok Bahasan
a Pengertian sholat yang baik dan benar
b Manfaat sholat yang baik dan benar
c Alat dan bahan yang diperlukan untuk sholat yang baik dan benar
d Cara untuk sholat yang baik dan benar
Waktu: 1 x 30 menit
Bahan/alat yang diperlukan: booklet
Model pembelajaran
a Jenis model pembelajaran : demonstrasi dengan diskusi
b Landasan teori
: konstruktivisme
c Langkah pokok:
1 Menciptakan suasana yang baik
2 Mengajukan masalah
3 Membuat keputusan nilai personal
4 Mengidentifikasi pilihan tindakan
5 Memberi komentar
6 Menetapkan tindak lanjut
Persiapan
Penyuluh mencari artikel tentang pentingnya sholat yang baik dan benar
Penyajian
Penutup
Tindakan
Kegiatan Penyuluh
Kegiatan Peserta
a Memberikan salam,
Memperhatikan dan
memperkenalkan diri, menjawab salam
dan membuka
penyuluhan.
b Menjelaskan materi
secara umum dan
Memperhatikan
manfaat bagi klien
c Menjelaskan TIU dan
TIK
Mendemonstrasikan
secara langsung gerakan
gerakan sholat yang baik
dan benar dari awal
hingga akhir dengan
memandu
a Menutup pertemuan
dengan memberi
kesimpulan dari
materi yang yang
disampaikan
b Mengajukan
pertanyaan kepada
klien
c Mendiskusikan
bersama jawaban dari
pertanyaan yang telah
diberikan
d Menutup pertemuan
dan memberi salam
10 Evaluasi
a. Apa gerakan pertama dalam sholat?
b. Apa gerakan terakhir dalam sholat?
Waktu
5 menit
Memperhatikan
Memperhatikan dan
mempraktikkan
25 menit
Memperhatikan
5 menit
Memberi saran
Memberi komentar
dan menjawab
pertanyaan bersama
Memperhatikan dan
membalas salam
Lampiran 2
Materi
Lampiran 7
Lampiran 8: Leflet
Lampiran 3
Media: booklet