Anda di halaman 1dari 96

TUGAS KELOMPOK METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN EKSPERIMENTAL BATA BETON (PAVING BLOCK)


MENGGUNAKAN ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNG SINABUNG
SESUAI SNI 03-0691-1996

SEKOLAH TINGGI TEKNIK PLN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi
karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah Muhammad
SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhitiar dan kerja keras sehingga
menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena
sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran
untuk tidak pantang menyerah dalam menyeleaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil STTPLN.
Adapun judul skripsi yang diambil adalah :
KAJIAN EKSPERIMENTAL BATA BETON (PAVING BLOCK)
MENGGUNAKAN ABU VULKANIK ERUPSI GUNUNG
SINABUNG SESUAI SNI 03-0691-1996
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka
penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan,

November 2016
Penulis,

Kelompok II
2013-21-xxx

ABSTRAK
Limbah sudah sering diteliti untuk kemudian dimanfaatkan, salah satunya
yaitu debu vulkanik. Debu vulkanik ini berasal dari erupsi gunung Sinabung
dimana setelah diteliti di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Sampel uji
yang digunakan kali ini adalah bata beton (paving blok) yang menggunakan debu
vulkanik dengan ukuran debu yang digunakan yaitu lolos saringan No. 200 (
0,075) dan tanpa menggunakan debu vulkanik. Penelitian menggunakan mutu
rencana sebesar 40 Mpa.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi ini adalah menganalisis
workability beton segar menggunakan debu vulkanik sebagai bahan tambah pada
campuran beton ; menganalisis perilaku bata beton yang menggunakan debu
vulkanik sebagai bahan tambah dengan variasi 25%, 50%, 75%, 100% dan
membandingkan dengan bata beton normal ; mengetahui perbandingan hasil
pengujian bata beton dengan dan tanpa menggunakan debu vulkanik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
eksperimen. Sedangkan faktor yang diteliti adalah faktor komposisi campuran
debu vulkanik pada paving bock, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
debu vulkanik sebagai substitusi semen dengan mengurangi jumlah semen pada
pengujian ukuran, sifat tampak, daya serap air, kuat tekan, ketahanan aus dan
ketahanan terhadap natrium sulfat.
Hasil pengujian yang diperoleh ialah persen penyerapan air untuk paving
block normal 5,248%, paving block dengan debu vulkanik 25% diperoleh
penyerapan air sebesar 7,778%, dan paving block dengan debu vulkanik 50%
diperoleh penyerapan air sebesar 4,585% dan untuk paving block normal
diperoleh kuat tekan rata-rata sebesar 18,867 MPa tergolong mutu B pada SNI
03-0691-1996, dan kuat tekan untuk paving block dengan debu vulkanik 25%
diperoleh kuat tekan sebesar 12,933 MPa tergolong mutu C pada SNI 03-06911996, dan kuat tekan untuk paving block dengan debu vulkanik 50 % diperoleh
kuat tekan sebesar 17,6 MPa tergolong mutu B pada SNI 03-0691-1996.

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................i
ABSTRAK................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LatarBelakang ...................................................................... 1

1.2

Permasalahan........................................................................ 2

1.3

PembatasanMasalah ............................................................. 3

1.4

Tujuan Penelitian.................................................................. 5

1.5

Manfaat Penelitian................................................................ 5

1.6

Siatematika Penulisan .......................................................... 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Paving Block ........................................................................ 7

2.2

Klasifikasi Paving Block ...................................................... 7

2.3

Semen Portland .................................................................... 9

2.4

Agregat ............................................................................... 11

2.5

Air....................................................................................... 13

2.6

Debu Vulkanik ................................................................... 14

2.7

Pengujian Benda Uji........................................................... 15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Umum................................................................................. 20

3.2

Bagan Alir Penelitian ......................................................... 20

3.3

Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................. 21

3.4

Bahan yang Digunakan ...................................................... 21


3.4.1

Semen Portland .................................................................. 21

3.4.2

Pasir .................................................................................... 21

3.4.3

Air....................................................................................... 21

3.4.4

DebuVulkanik .................................................................... 22

3.5

Pemeriksaan Bahan Penyusun Paving Block...................... 22


3.5.1

Analisa Ayakan Agregat Halus .......................................... 22

3.5.2

Pengujian Kadar Organik Pasir Dan Debu Vulkanik..........25

3.5.3

Pemeriksaan Kadar Lumpur ............................................... 28

3.6

Pembuatan Benda Uji ......................................................... 30


3.6.1

3.7

Benda Uji Paving Block ................................................. 30


Perawatan Benda Uji .......................................................... 31

3.7.1
3.8

Benda Uji Paving Block ..................................................... 31


Pengujian Benda Uji ........................................................... 31

3.8.1

Pengujian Kuat Tekan ........................................................ 33

3.8.2

Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat. ................ 34

3.8.3

Pengujian Ketahanan Aus .................................................. 35

3.9

Perencanaan Mix Design ....................................................36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Pengujian Paving Block .....................................................38

4.1.1

Pengujian Sifat Tampak .....................................................38


4.1.2

Pengujian Ukuran .............................................................. 38

4.1.3

Pengujian Penyerapan Air ................................................. 40

4.1.4

Pengujian Kuat Tekan ....................................................... 42

4.1.4

Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat ................ 44

4.1.4

Pengujian Ketahanan Aus ................................................. 45

4.2

Hasil Keseluruhan Pengujian ............................................ 47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................50

5.1

Kesimpulan.........................................................................50

5.2

Saran .................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 52


LAMPIRAN

BAB I
PENDAHUAN
1.1

Latar Belakang
Gunung Sinabung (bahasa Karo: Deleng Sinabung) merupakan salah satu

gunung berapi yang termasuk dalam katagori aktif didunia, dan termasuk geologi
jenis Statovolkano. Secara geografis, Sinabung terletak dikoordinat 31012LU
982331BT

dataran

Tinggi

Karo,

Kabupaten

Karo,

Sumatera

Utara,

Indonesia.Dengan ketinggian 2.460 m (8.071) ft.


Aktivitas Gunung Sinabung terjadi pada tanggal 27 Agustus 2010, gunung
ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Kemudian, tanggal 29 Agustus 2010 dini
hari, gunung Sinabung mengeluarkan lava.Abu Gunung Sinabung cenderung
meluncur dari arah barat daya menuju timur laut.Tanggal 3 September, terjadi 2
letusan. Letusan pertama terjadi sekitar pukul 04.45 WIB sedangkan letusan kedua
terjadi sekitar pukul 18.00 WIB.Letusan Gunung Sinabung menyemburkan debu
vulkanis setinggi 3 kilometer dan gempa bumi vulkanis yang dapat terasa hingga
25 kilometer di sekitar gunung ini.Tanggal 7 September, Gunung Sinabung
kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif
pada tanggal 29 Agustus 2010. Debu vulkanis ini tersembur hingga 5.000 meter di
udara.Pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.00 status Gunung Sinabung
dinaikkan ke level tertinggi, level 4 (Awas). Penduduk dari 21 desa dan 2 dusun
harus diungsikan. Status level 4 (Awas) ini terus bertahan hingga memasuki tahun
2014. Guguran lava pijar dan semburan awan panas masih terus terjadi sampai 3
Januari 2014.
Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran
awan panas terus-menerus sampai hari berikutnya. Hal ini memaksa tambahan
warga

untuk

mengungsi,

hingga

(http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung

melebihi

20

_Sinabung).Erupsi

ribu

orang.
(letusan)

GunungSinabung tersebut mengeluarkan kabut asap yang tebal berwarna hitam

disertai hujan pasir, dan debu vukanik yang menutupi ribuan hektar tanaman para
petani yang berjarak dibawah radius enam kilometer tertutup debu tersebut. Debu
vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada di lereng gunung banyak
yang mati dan rusak. Diperkirakan seluas 15.341 hektar tanaman pertanian
terancam gagal panen. Karakteristik debu vulkanik umumnya mengandung
berbagai unsur mayor (AI, Si, Ca, dan Fe), minor (I, Mg, Mn, Na, P, S, dan Ti),
dan tingkat trace (Au,As, Ba, Co, Cr, Cu, Mo, Ni, Pb, S, Sb, Sn, Sr, V, Zn, dan Zr),
baik yang memiliki kegunaan yang luas (AI, Si, Ca, Fe, Ti, V, dan Zn), memiliki
nilai tinggi (Au). Didasarkan pada kandungan unsur AI, Ca, dan Si dalam abu yang
besar (masing- masing 56%, 4%, dan 18 %) maka sangat dimungkinkan
dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai bahan semen atau barang berbahan
semen. (Wahyuni,E.I. 2012.)
Indonesia sangat rentan terhadap gempa bumi dan letusan gunung api,
karena dari letak Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung
berapi aktif (Ring of Fire). Dan terdapat puluhan patahan aktif di wilayah
Indonesia. Keberadaan gunung api ini masih dianggap sebagai ancaman bagi
masyarakat sekitar. Akan tetapi, manfaat yang diberikan pasca letusan juga sangat
besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan hidup masyarakat sekitar, Salah
satunya adalah banyaknya material vulkanik yang dikeluarkan Sinabung yang
dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Misalnya debu, pasir, batu vulkanik
yang melimpahtelah memberikan manfaat bagi penduduk di sekitar Sinabung
dengan menjualnya atau dijadikan pelengkap bahan bangunan bahkan tanah yang
terkena material vulkanik akan subur. Pemanfaatan tersebut memberikan satu
pemahaman lain, bahwa letusan Sinabung bukanlah suatu hal yang perlu kita sesali
atau tangisi melainkan berkah yang patut kita syukuri. Salah satunya dengan
mengkaji pemanfaatan debu vulkanik erubsi gunung sinabung sebagai substitusi
semen pada pembuatan bata beton.

1.2

Permasalahan
Rumusan masalah adalah langkah penting untuk membatasi masalah yang

akan diteliti. Masalah adalah bagian pokok dari kegiatan penelitian. Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah:
1. Berapa

besar

persentase

debu

vulkanik

optimal

yang

memenuhi

persyaratan kuat tekan minimum bata beton (paving block) (SNI 03-06911996).
2. Bagaimana perbandingan hasil pengujian bata beton (pavingblock)dengan
dan tanpa menggunakan debu vulkanik.
1.3

Pembatasan Masalah
Dalampenelitian ini tentunya banyak parameter yang berkaitan dan perlu

di lakukan batasan masalah yang hanya dilakukan dalam penelitian ini. Adapun
batasan masalah tersebut antara lain:
1. Mutu rencana 40 Mpa.
2. Ukuran debu vulkanik yang digunakan yaitu lolos saringan No. 200 (0,075
mm).
3. Komposisi yang digunakan terdiri dari semen, debu vulkanik, pasir, abu
batu, dan air.
4. Pemeriksaan bahan penyusun bata beton:
a. Analisa ayakan pasir.
b. Pemeriksaan berat isi agregat halus.
c. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus.
d. Pemeriksaan berat jenis pada pasir dan debu vulkanik.
e. Pemeriksaan kadar lumpur dan kadar liat agregat halus.

5.

Variasi penggunaan debu vulkanik dengan mengurangi jumlah semen

mulai
dari 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dari berat agregat halus dengan benda uji
masing-masing 30 buah untuk setiap komposisi benda uji.
6. Perancangan campuran bahan penyusun bata beton dengan perbandingan 1: 2
semen dan pasir.
Tabel 1.1 Komposisi dan Jumlah Benda Uji
Persentase Debu Vulkanik
Pengujian

0%

25% 50% 75% 100%

Daya

30

30

30

30

30

ketahanan aus

30

30

30

30

30

natrium

30

30

30

30

30

beton
Jumlah Benda Uji

90

90

90

90

90

Benda Uji
Bata
Sifat tampak, Ukuran,
beton
Bata
beton
Bata

Ketahanan

terhadap

Total

450

6 cm
10 cm
20 cm
Gambar 1.1 Bentuk Benda Uji Bata Beton (Paving Block)

1.4

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi ini adalah:
1. Menganalisis workability beton segar menggunakan debu vulkanik
sebagai bahan tambah pada campuran beton.
2.

Menganalisis perilaku bata beton yang menggunakan debu

vulkanik
sebagai bahan tambah dengan variasi 25%, 50%, 75%, 100% dan
membandingkan dengan bata beton normal.
3. Mengetahui perbandingan hasil pengujian bata beton dengan dan
tanpa menggunakan debu vulkanik.
1.5

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan antara lain:
a. Penelitian

ini

diharapkan

menjadi

bahan

refrensi

mengenai

perencanaan dan pembangunan kontruksi bangunan, terutama pada


industri pembuatan bata beton.
b.

Memberikan wacana dalam aplikasi ilmu pengetahuan khususnya


ilmu rekayasa material dan bahan bangunan.

c. Memberikan usulan dan bahan pertimbangan pada pihak terkait


mengenai penggunaan material limbah untuk warga setempat
d. Mengetahui perbedaan besar nilai kuat tekan dan penyerapan air dari
debu vulkanik yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan
rekomendasi tentang layak atau tidaknya debu vulkanik digunakan
sebagai bahan pengganti dalam pembuatan bata beton (paving block).
1.6

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika dalam penulisan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai
berikut :
BAB I

Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan

masalah, tujuan, manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan.


BAB II

Dasar Teori
Pada Bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang

berkaitan dengan penelitian.


BAB III

Metode Penelitian
Pada

Bab

ini

berisikan

prosedur

percobaan

yang

meliputi pendahuluan, sistematika penelitian, peralatan, pembuatan benda


uji, dan pengujian.
BAB IV

Hasil dan Pembahasan


Pada Bab ini membahas tentang hasil dari percobaan di

Laboratorium serta analisis data berupa pengujian ukuran dan tampak luar,
pengujian daya serap, pengujian kuat tekan, pengujian ketahanan aus, dan
pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat.
BAB V

Kesimpulan dan Saran


Pada Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang

diperoleh dan saran saran dari penulis mengenai penelitian yang dilakukan.

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Paving Block


Paving Block atau concrete block merupakan perkerasan block

beton

yang merupakan versi modern block granit. Concrete Block umumnya


digunakan untuk jalan kecil atau jalan kendaraan dan apabila kegunaannya
untuk pelayanan yang banyak, masalah pecahan atau pemulihan permukaan
dapat diminimumkan (Wignal,1999).
Bata beton (paving block) menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu
komposisi suatu bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland
atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu.
2.2 Klasifikasi Paving Block
Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi
beberapa klasifikasi diantaranya yaitu :
2.2.1

Klasifikasi

Paving

Block

Berdasarkan

Cara

Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Paving Block dapat digolongkan
dalam beberapa jenis yaitu :
a) Paving Block Press Manual / Tangan
Paving Block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual
dengan tangan. Paving Block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (8.5 10
MPa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, bata beton jenis ini memiliki
nilai jual rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, bata beton press manual

umumnya digunakan untuk perkerasaan non struktural, seperti halaman rumah,


trotoar jalan, dan perkerasaan lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Paving Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki mutu beton

kelas C-B (12.5-20

MPa).

Dalam

pemakaiannya Paving Block Press Mesin Vibrasi ini banyak digunakan sebagai
alternatif perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkiran.
d) Klasifikasi Concrete Block Berdasarkan Penggunaan Menurut
SNI SNI 03-0691-1996 ada 4 tipe mutu Concrete Block :
Mutu Concrete Block Tipe A

: digunakan untuk jalan

Mutu Concrete Block Tipe B

: digunakan untuk peralatan parkir

Mutu Concrete Block Tipe C

: digunakan untuk pejalan kaki

Mutu Concrete Block Tipe D

: digunakan untuk taman

Kuat

Ketahanan aus

Tekan

Penyerapan air
rata-

( mm/menit )
Mutu

Rata-rata

Min.

Rata-rata

Min

(%)

40

35

0.090

0.103

20

17.0

0.130

0.149

15

12.5

0.160

0.184

10

8.5

0.219

0.251

10

Tabel 2.1 Mutu Paving Block

Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk


dalam mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non
struktural seperti untuk taman dan penggunaan lain yang tidak
diperlukan untuk menahan

beban diatasnya. Mutu paving block

yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres

dapat

dikategorikan ke dalam mutu beton kelas C sampai A dengan kuat


tekan diatas 12,5 MPa bergantung pada perbandingan campuran bahan
yang digunakan.
2.3.

Semen

Portland
Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic
binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling
bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.3.1

Jenis

Semen

Portland
Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui
tipe semen yang telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI
0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu :
Tipe
I
Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan
umum,tidak memerlukanpersyaratan

khusus

ketahanan terhadap sulfat, kekuatan awal)

(panas

hidrasi,

Tipe
II
Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap
sulfat sedang danmempunyai panas hidrasi sedang.
Tipe
III
High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan
awal tinggi
(cepatmenger
as)
Tipe
IV
Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang
memerlukan panas hidrasi rendah,kekuatan awal rendah.

Tipe V
High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang
tahan terhadap kadar sulfat tinggi.
Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis
OPC (OrdinaryPortland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis
yang dipergunakan secara luas untukkonstruksi umum, seperti
konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus,
antara lain bangunan perumahan, gedung- gedung bertingkat,
jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
2.3.2. Bahan Penyusun Semen Portland
Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur
(CaO), silica (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan
terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya, terkadang
ditambahkan

oksida

besi,

sedangkan

gipsum

(CaSO4.2H2O)

ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2004).


Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam semen
portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini.
Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono,
2003)

Nama Kimia
Trikalsium Silikat

Rumus Kimia
3CaO.SiO

Notasi Persen Berat


C3S
55

2
Dikalsium Silikat
Tirikalsium aluminat
Tetrakalsium

C2S
2CaO.SiO

C3A

C4A

18
10

2.4 Agregat
Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat
oleh perekat semen (CUR 2, 1993).Kandungan agregat dalam
campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari
volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga
seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai

benda

yang

utuh,

homogen, dan rapat, di mana agregat yang kecil berfungsi


sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar
(Nawy, 1998).
Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam
dan agregat buatan (pecahan).Agregat alam dan pecahan inipun dapat
dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi),
dan tekstur permukaannya.
2.4.1 Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil
disintegrasi alami daribatu-batuan atau berupa pasir buatan yang
dihailkan oleh alat-alat pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir
terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan
no.200.
Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Susunan Butiran (
Gradasi )
Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil
penelitian (larrard,
1990)menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0
pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas

yang rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang


optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi
yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat
diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang

padat

disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan

akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa


saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine
Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :
Pasir kasar

: 2.9 < FM < 3.2

Pasir Sedang

: 2.6 < FM < 2.9

Pasir Halus

: 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai
dengan ASTM C33 74a.
Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.3 Batasan gradasi untuk agregat halus menurut
ASTM C33-74a

Persentase berat yang lolos pada


9.5 mm (3/8 in)

2.

tiap

100

4.76 mm (No. 4)

95

2.36 mm ( No.8)

100
80

1.19 mm (No.16)

100
50

0.595 mm ( No.30 )

85
25

0.300 mm (No.50)

60
10

0.150 mm (No.100)

230

10
Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (
ayakan no.200 ), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat

kering ). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat


harus dicuci.
3. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )
4. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan
merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak
menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams
Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.
Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan
mengalami basah danlembab terus menerus atau yang berhubungan dengan
tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap
alkali dalam semen, yang jumlahnya

cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar


atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60%

atau

dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian.


Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan
garam sulfat :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagiam yang hancur maksimum
15%.
2.5 Air
Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan
pencampur antara semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang
bersifat asam, alkali, dan minyak.Air yang mengandung tumbuhtumbuhan

busuk

harus

benar-benar

dihindari

karena

dapat

mengganggu pengikatan semen.Pada umumnya air yang memenuhi


persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat bila

dipakai

untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang


banyak mengandung sulfat (Oglesby, 1996).
Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan
mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran
secara umum dapat menyebabkan :
1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan
2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan
3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan
4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton

5. Bercak-bercak pada permukaan beton.


Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai
untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda
atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan
zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama
pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan
cukup lama.
Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai
campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:

1. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh


mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan
organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada beton.
2.

Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke


Laboratorium

Penyelidikan

Bahan

untuk

mendapatkan

pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.


3.

Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan


dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung
air setelah

proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan


menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai
akibatnya batako yang dihasilkan akan kurang kekuatannya.
Adapun hukum perbandingan air semen dari Abrams, sebagai
berikut :
Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air
campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran
cukup plastis dan dapat dikerjakan (Murdock,L.J.,1991).
Hukum ini memberikan arti, bahwa beton yang dipadatkan
sempurna dengan agregat yang baik dan pada kadar semen tertentu,
kekuatannya tergantung pada perbandingan air semen. Maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total (semen

agregat

halus)

material yang menentukan, melainkan hanya perbandingan antara


air dan semen pada campuran yang menentukan.
2.6
Vulkanik

Debu

Debu

vulkanik

merupakan

mineral

batuan

vulkanik

termasuk material glass yang memiliki ukuran sebesar pasir dan


kerikil dengan diameter kurang lebih 2 mm (1/2 inchi) yang
merupakan hasil erupsi gunung berapi.Partikel abu sangat kecil
tersebut dapat memiliki penampang lebih kecil dari 0,001 mm
(1/25,000th of an inch).
Abu vulkanik memiliki sifat sangat keras dan tidak larut
didalam air sehingga seringkali sangat abrasive dan sedikit korosif
serta mampu menghantarkan listrik ketika dalam keadaan basah.

Gambar 2.1 Debu Vulkanik


Dari hasil pengujian di lab karakteristik debu vulkanik
mengandung unsur:
Tabel 2.4. Kandungan kimia debu vulkanik erupsi gunung sinabung
No. Parameter

Hasil

Satuan

Metode

Silika sebagai SIO2

85,6

Gravimetri

Aluminium sebagai

0,95

Perhitung

AL2O3

an

Gravimetr
3(Sumber : Balai Riset dan 4,78
Standarisasi %
Industri Medan,
Laboraturium Penguji,
Kementrian Perindustrian)
Dari hasil pemeriksaan kandungan kimia diatas maka sangat
dimungkinkan dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai
bahan pasir dan semen yang dapat digunakan pada pembuatan
paving block.
2.7 Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji paving block menurut SNI 031-0691-1996


yaitu :
2.7.1 Pengujian Kuat Tekan
1) Ambil 10 buah contoh uji masing-masing dipotong berbentuk
kubus dan rusuk-rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh
uji.
2) Contoh uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin
penekan yang dapat diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan
dari mulai pemberian beban sampai contoh uji hancur diatur
dalam waktu 1 sampai 2 menit arah penekanan pada contoh uji
disesuaikan dengan arah tekanan beban didalam pemakaiannya.
3) Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana : P = beban
tekan, N
L = luas bidang tekan
Kuat tekan rata-rata dari contoh bata beton dihitung dari jumlah
kuat tekan dibagi jumlah contoh uji.
2.7.2 Pengujian Ketahanan
aus
1) Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm
(untuk pengujian ketahanan aus).
1) Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran
kurang dari

20 mm (untuk penentuan berat jenis)


2) Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari
berat jenis dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin
semen.
3)

Benda

uji

diletakkan

yang

telah

diukur

dan

telah

ditimbang,

pada tempatnya pada mesin pengaus, dibebani

dengan beban tambahan sebesar


3 1/3 kg.
4) Mesin pengaus dijalankan dan setelah pengaus pertama
berlangsung 1 menit, benda uji diputar 90, dan pengausan
dilanjutkan.
5) Setiap setelah pengausan berlangsung 1 menit benda uji
diputar 90, dan
hal ini dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit. Selama
menit-menit

pengausan, permukaan yang diaus harus selalu diamati


setiap menit apakah lapisan kepala ini telah ada yang habis.
6) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan
selama 5 menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian
ditimbang ampai ketelitian 10 mg.
7)

Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala


telah ada yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir
habisnya lapisan kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu
dan ditimbang.

8) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji
sebelum dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis
lapisan kepalanya, pengausan dapat dilanjutkan sampai pada
menit-menit habisnya lapisan kepala atau sampai menit ke 15.
9)

Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering


ditimbang lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis
masing-masing benda uji dengan ketelitian sampai 2 desimal,
dan hitung nilai rata-rata dari 10 benda uji.

10) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai


berikut :

Dimana :
A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam g
BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala

I = Luas permukaan bidang aus,


dalam w = Lamanya pengausan,
dalam menit.

2.7.3 Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat


a.

Peralatan pengujian :
1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat
jenis antara
1,151-1,174.
2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan

natrium sulfat b.
1) Dua

Prosedur Pengujian :

buah benda uji

dibersihkan

utuh

dari kotoran

(bekas pengujian ukuran)


yang

melekat,

kemudian

dikeringkan dalam dapur pengering pada suhu (105+2) C


hingga berat tetap lalu didinginkan dalam eksikaor

2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian


direndam dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16
sampai dengan 18 jam, setelah itu diangkat dan didiamkan
dulu agar cairan yang berlebih meniris.
3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering
pada suhu (105+2) C selama kurang lebih 2 jam, kemudian
didinginkan sampai suhu kamar.
4)

Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-

turut.
5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai
tidak ada lagi sisa sisa garam sulfat yang tertinggal.
6)

Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang

tertinggal,
larutanpencucinyadapatdiujidenganlarutan
7)

2.

Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian

dengan air

panas bersuhu kurang lebih 40-50 C.


8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan
dalam

dapur pengering sampai berat tetap ( 2-4 jam),

didinginkan dalam eksikator. Kemudian ditimbang lagi sampai


ketelitian 0,1 gram.
9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah
perendaman dalam larutan garam natrium sulfat terjadi atau
Nampak adanya retakan, gugusan atau cacat-cacat lainnya.
10) Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata :

- Baik/ tidak cacat, bila tidak Nampak adanya retak-retak atau


perubahan lainnya
- Cacat/

retak-retak,

bila

Nampak

adanya

retak-retak

(meskipun kecil), rapuh, gugus dan lain- lain.


11) Apabila
dan

selisih

penimbangan

sebelum

perendaman

setelah perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda

uji tidak cacat nyatakan benda-benda uji tadi baik. Bila


selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda uji tadi lebih
besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan
benda

uji

secara

keseluruhan

menjadi

cacat.

BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Umum
Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian eksperimen. Sedangkan faktor yang diteliti adalah faktor


komposisi campuran debu vulkanik pada paving bock, dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh debu vulkanik sebagai substitusi semen
dengan mengurangi jumlah semen pada pengujian ukuran, sifat tampak,
daya serap air, kuat tekan, ketahanan aus dan ketahanan terhadap natrium
sulfat. Rancangan penelitian pada batako akan dibuat benda uji dengan
perbandingan campuran 1Pc : 2Ps, dimana campuran ini akan diberi
tambahan debu vulkanik sebagai substitusi semen dengan mengurangi
jumlah persentase dari berat semen dengan variasi perbandingan komposisi
yang digunakan, yaitu 0%, 25%, 50%,
75%, dan 100 % debu vulkanik dari berat semen. Pembuatan benda uji
dan prosedur pengujian kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 03-0691-

1996).

3.2 Bagan Alir Penelitian


1. Pengujian fisik, yaitu pengujian visual, pengujian ukuran, dan
pengujian sifat mekanik yaitu pengujian daya serap air, kuat tekan,
ketahanan aus dan ketahanan terhadap natrium sulfat.
2. Jenis semen portland, menggunakan Semen Andalas Tipe I.
3. Pasir berasal Sungai di Binjai, Sumatera Utara.
4. Kebutuhan air, ditetapkan pada kondisi adukan lengas tanah.
5. Debu vukanik diperoleh dari lokasi letusan gunung sinabung
radius 5km dari puncak gunung sinabung tepatnya di daerah Desa
Payung Kabupaten Karo
6. Pembuatan seluruh benda uji dilakukan secara manual.
7. Umur paving block, pengujian paving block ditetapkan pada umur 28
hari.
8. Cara pengujian, sesuai dengan ketentuan cara uji dalam SNI 03-06911996.

3.3 Lokasi dan Waktu Pengujian


1. Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Struktur Beton Departemen Teknik Sipil
Universitas
Sumatera Utara.
2. Waktu
Pengujian dilakukan mulai pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2016.

3.4 Bahan yang Digunakan


Bahan penyusun paving block terdiri dari semen portland, agregat halus
dan air. Sering pula ditambah bahan campuran tambahan yang sangat bervariasi
untuk mendapatkan sifat-sifat batako yang diinginkan. Biasanya perbandingan
campuran yang digunakan adalah perbandingan jumlah bahan penyusun paving
block yang lebih ekonomis dan efektif. Bahan-bahan penyusun paving block
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.4.1

Semen Portland

Semen Portland yang dipergunakan adalah semen dengan merk dagang


Semen Andalas dalam kemasan 50 kg.
3.4.2

Pasir

Pasir yang dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari quarry Sei
Wampu, Binjai. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus meliputi:

a.

Analisa ayakan pasir;

b.

Pemeriksaan berat isi agregat halus;

c.

Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test) pada agregat halus;

d.

Pemeriksaan berat jenis pada semen dan debu vulkanik;

e.

Pemeriksaan kadar lumpur dan kadar liat agregat halus;


3.4.3 Air
Air yang digunakan sebagai bahan pencampur berasal dari
Laboratorium Bahan

Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3.4.4

Debu Vulkanik

Pada penelitian ini, bahan debu vulkanik yang dipakai untuk batako berasal
dari erubsi gunung sinabung tanggal 24 Februari 2016 dengan jarak 5 km dari
puncak gunung sinabung dan di ayak dengan ayakan No.200.

3.5

Pemeriksaan Bahan-bahan Penyusun Paving Block


3.5.1 Analisa Ayak Agregat Halus (SNI 031968-1990)
dan Analisis Ayak Debu
Vulkanik

a.

Tujuan Percobaan
1) Menentukan gradasi/distribusi butiran pasir
2) Mengetahui modulus kehalusan (fineness

modulus) pasir b.

Peralatan

1) Timbangan
2) Sieve shaker machine
3) 1 set ayakan
4) Oven
5) Sample splitter
c.

Bahan
Pasir kering oven sebanyak 1000

gram. d.

Prosedur Percobaan

1) Ambil pasir yang telah kering oven (1105)C;

2) Sediakan pasir sebanyak 2 sampel masing-masing seberat 1000


gr dengan menggunakan sampel splitter;
3) Susun ayakan berturut-turut dari atas ke bawah: 9,52 mm; 4,76 mm;
2,38 mm; 1,19 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; 0,15 mm dan pan;
4) Tempatkan susunan ayakan tersebut diatas sieve shaker machine;
5) Masukkan sampel 1 pada ayakan yang paling atas lalu ditutup rapat;
6) Mesin dihidupkan selama 5 (lima) menit;
7) Timbang sampel yang tertahan pada masing-masing ayakan;
8) Lakukan percobaan diatas untuk
sampel 2. e.

Rumus
(3.1

) Dimana:
FM = Fineness Modulus
Derajat kehalusan (kekasaran) suatu agregat ditentukan oleh modulus
kehalusan (fineness)
dengan batasan-batasan sebagai berikut:
-

Pasir halus

: 2,20 < FM < 2,60

Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90

Pasir kasar

3,20 f.

: 2,90 < FM <

Hasil Percobaan

Modulus kehalusan pasir (FM) = 2,51


Modulus kehalusan Debu Vulkanik (FM) = 0.37
Pasir dapat dikategorikan sebagai pasir halus. (2,20 < FM < 2,60)
3.5.2

Berat Isi Agregat Halus (ASTM

C-29) Dan Berat isi Debu Vulkanik.


a.

Tujuan

Percobaan
1) Menentukan berat isi agregat halus (pasir)
b.

Peralatan
1) Timbangan dengan tingkat kepekaan 0,1% dari berat sampel
2) Batang perojok
3) Bejana besi
4) Termometer
5) Sekop

Kecil c.

Bahan

1) Pasir Saringan 4,75 mm kering oven suhu 1105 C


2) Air

d.

Prosedur

Percobaan
1) Dengan cara merojok:
a) Bejana besi ditimbang dan kemudian diisi dengan pasir sampai
bagian tinggi bejana tersebut lalu rojok sebanyak 25 kali secara
merata pada permukaannya;
b) Pasir ditambah lagi hingga mencapai tinggi bejana dan dirojok 25
kali secara merata pada permukaannya, kemudian bejana diisi
pasir

sampai

penuh

dan dirojok 25 kali secara

merata lalu

permukaannya diratakan. Dalam perojokan untuk setiap lapis tidak


boleh menembus lapisan dibawahnya;
c) Timbang bejana +
pasir;
d) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi oleh air hingga
penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana;
2) Cara menyiram:
a) Bejana besi ditimbang kemudian diisi pasir dengan cara menyiram
dengan sekop setinggi 5 cm dari bagian atas bejana sampai bejana
tersebut penuh, lalu ratakan permukaannya.

b) Timbang bejana + pasir.


c) Pasir dikeluarkan dan bejana dibersihkan lalu diisi air hingga
penuh, timbang berat bejana + air dan diukur suhu air didalam bejana.
Percobaan dilakukan untuk 2 sampel.
e.

Rumus

(3.2)
Dimana:
= Berat isi pasir (gr/cm3)

m = Berat pasir (gr)


v = volume bejana (cm3)

f.

Hasil Percobaan Pasir


Berat isi dengan cara merojok: 1,677 gr/cm3

Berat isi dengan cara menyiram: 1,562 gr/cm3

g.

Hasil Percobaan Debu Vulkanik


Berat isi dengan cara merojok: 1,343 gr/cm3

Berat isi dengan cara menyiram: 1,228 gr/cm3

3.5.3

Pengujian Kadar Organik Pasir/Colorimetric Test (SNI 03-2816-

1992)
Dan Kadar Organik Debu Vulkanik/ Colorimetric Test.
a.

Tujuan Percobaan
Mengetahui tingkat kandungan bahan organik dalam

agregat halus. b.

Peralatan

1) Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet kapasitas 350 ml


2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml
3) Timbangan
4) Mistar
5) Standar warna Gardner
6) Sendok pengaduk
7) Sampel
splitter c.

Bahan

1) Pasir kering oven lolos ayakan 4,75 mm


2) NaOH padat
3) Air

d.

Prosedur percobaan
1) Sediakan pasir secukupnya dengan menggunakan sampel splitter
sehingga terbagi seperempat bagian;
2) Sampel dimasukkan ke dalam botol gelas setinggi 3 cm dari dasar botol;
3) Sediakan larutan NaOH 3% dengan cara mencampur 12 gram kristal
NaOH kedalam
388 ml air menggunakan gelas ukur. Aduk hingga kristal NaOH larut;
4) Masukkan larutan tersebut sampai tinggi larutan 2 cm dari permukaan
pasir (tinggi pasir + larutan = 5 cm);
5) Larutan diaduk menggunakan sendok pengaduk selama 7 menit;
6) Botol gelas ditutup rapat menggunakan penutup karet dan diguncangguncang pada arah mendatar selama 8 menit;
7) Campuran didiamkan selama 24 jam;
8) Bandingkan perubahan warna yang terjadi setelah 24 jam dengan
standar warna
Gardner.

e.

Rumus/standar
Pengelompokkan standar warna Gardner adalah sebagai berikut:
1) Standar warna no. 1 : berwarna bening/jernih
2) Standar warna no. 2 : berwarna kuning muda

3) Standar warna no. 3 : berwarna kuning tua


4) Standar warna no. 4 : berwarna kuning kecoklatan
5) Standar warna no. 5 : berwarna coklat
Perubahan
Gardner

warna

yang

diperbolehkan

menurut

standar warna

adalah standar warna no. 3. Jika perubahan warna yang terjadi

melebihi standar warna no. 3 maka, pasir tersebut mengandung bahan organik
yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian bersihkan
dengan air.
f.

Hasil Percobaan
Warna material pasir adalah bening/jernih (Standar no. 1)
Warna material debu vulkanik adalah kuning kecoklatan (Standar no. 4)
3.5.4

Pengujian Berat Jenis Semen (SNI 15-2531-1991)

Dan Berat Jenis Debu


Vulkanik.
a.

Tujuan Percobaan:
Menentukan berat jenis

semen. b.

Peralatan:

1) Timbangan dengan ketelitian 0.001 gr


2) Botol Le Chatelir
3) Cawan Porselin
4) Gelas Ukur
5) Corong
Kaca c.

Bahan

1) Semen Portland
2) Minyak Kerosin bebas air atau naptha dengan berat jenis 62 API
(American
Petroleoum Institute)
d.

Prosedur Percobaan:
1) Isi botol Le Chatelir dengan kerosin atau naphta sampai antara skala 0
dan 1, bagian dalam piknometer diatas permukaan cairan.
2) Masukkan botol Le Chatelir ke dalam bak air dengan suhu ditetapkan
pada botol Le Chatelir 20 oC untuk mengunakan suhu cairan dalam
piknometer l dengan suhu yang ditetapkan dalam botol Le Chatelir.
3) Setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama dengan suhu yang ditetapkan
pada botol Le
Chatelir, baca skala pada botol Le Chatelir (V1).

4) Masukkan semen portland sebanyak 64 gr, sedikit demi sedikit ke


dalam botol Le Chatelir, hindarkan penempelan semen pada dinding
dalam botol Le Chatelir diatas cairan.
5) Setelah benda uji dimasukkan, putar botol Le Chatelir dengan posisi
miring secara perlahan-lahan sampai gelembung udara tidak timbul lagi
pada permukaan cairan.
6) Ulangi pekerjaan no. 2 setelah suhu dalam botol Le Chatelir sama
dengan suhu yang ditetapkan pada botol Le Chatelir, baca skala pada
botol Le Chatelir (V2).
e.

Rumus:
B
(3.3)
Dimana:

V1

= Pembacaan pertama pada skala botol Le Chatelir

V2

= Pembacaan kedua pada skala botol Le Chatelir

V2- V1

= Isi cairan yang dipindahkan oleh semen dengan berat tertentu

Catatan:
-

Berat jenis semen portland antara 3 - 3.2

Suhu ruangan yang diperbolehkan 20 oC - 24 oC.

f.

Hasil Percobaan:

Berat jenis semen: 3,062 gr/ml


Prosedur pengujian berat jenis debu vulkanik sama dengan prosedur
pengujian berat jenis semen.
Berat jenis debu vulkanik : 2,43 gr/ml
3.5.5

Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan

No.200)
a.

Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar lumpur pada pasir


dan kerikil. b.

Peralatan

1) Ayakan no. 200


2) Oven
3) Timbangan
4)
Pan c.
Bahan
1) Pasir kering oven
2) Kerikil kering oven

3) Air
d.

Prosedur Percobaan
1) Sediakan 2 (dua) sampel pasir sebanyak masing-masing 500 gram dan 2
(dua) sampel kerikil sebanyak masing-masing 1000 gram dalam keadaan
kering oven;
2) Tuang pasir kedalam ayakan no. 200 dan disiram dengan air melalui kran;
3) Pada saat pencucian, pasir harus diremas-remas hingga air keluar
melalui ayakan terlihat jernih dan bersih;
4) Letakkan sampel kedalam pan dan keringkan dalam oven selama 24 jam;
5) Setelah 24 jam, sampel yang ada didalam pan ditimbang dan hasilnya
dicatat;
6) Lakukan percobaan untuk sampel kedua dan

sampel kerikil. e.

Rumus

A-B
A

Dimana:
KL = Kadar lumpur agregat (%)

(3.4)

A = Berat sampel mula-mula


B

= Berat sampel setelah dikeringkan selama 24 jam


Pasir yang memenuhi persyaratan dan layak untuk digunakan, bila
kadar lumpur pasir < 5%.

f.

Hasil Penelitian

Kadar lumpur pasir rata-rata = 3.52% (pasir memenuhi persyaratan dan


layak untuk digunakan).
3.5.6
a.

Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump)

Tujuan Percobaan

Menentukan persentase kadar liat


dalam pasir. b.

Peralatan

1) Ayakan no. 200


2) Oven
3) Timbangan
4)
Pan c.
Bahan
1) Pasir sisa pengujian kadar lumpur
2) Aquades
3) Air

d.

Prosedur Percobaan
1) Pasir hasil percobaan kadar lumpur sebanyak 2 (dua) sampel dengan
berat kering setelah pencucian lumpur sebagai berat awal direndam dalam
aquades selama 24 jam;
2) Setelah direndam 24 jam aquades dibuang dengan hati-hati agar
jangan ada pasir yang ikut terbuang;
3) Tuangkan pasir dalam ayakan no. 200 dan dicuci dibawah kran sambil
diremas-remas selama 5 menit;
4) Pasir hasil pencucian dituang ke dalam pan dikeringkan dalam oven
bersuhu 110 5
Cselama 24 jam;
5) Pasir kering hasil pengovenan kemudian ditimbang beratnya

dan dicatat. e.

Rumus
A -B
A

(3.5)

Dimana:
A = Berat pasir mula-mula (sisa pencucian kadar
lumpur) B = Berat pasir setelah di oven
Pasir yang memenuhi persyaratan, bila kadar liat
pasir <1%. f.

Hasil Percobaan

Kadar liat rata-rata = 0,42 % (pasir memenuhi syarat untuk dipakai dalam
campuran batako).
3.6

Pembuatan Benda Uji


3.6.1

a.

Benda Uji Paving Block

Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan benda uji batako:


1) Ayakan, untuk mengayak pasir dengan ukuran 4,8 mm.
2) Timbangan, untuk menimbang kebutuhan bahan yang dipergunakan
dalam pembuatan benda uji.
3) Ember,

untuk

tempat

menampung

kebutuhan

air

dipergunakan sebagai pencampuran bahan-bahan pembuat batako.


4) Sendok spesi, untuk mencampur dan memasukkan adonan adukan
kedalam cetakan.
5) Sekop dan cangkul, untuk mengaduk campuran batako.
6) Mesin cetak paving block dengan ukuran cetakan (20 x
10 x 6) cm b.

Prosedur Pembuatan benda uji paving block :

1) Siapkan semua bahan dan alat yang diperlukan.

yang

2) Timbang semen, pasir dan serbuk kaca dengan perbandingan 1 pc : 2 ps.


Penambahan debu vulkanik dimulai dari 0%, 25%, 50% 75%, dan 100 %
dari berat semen dengan mengurangi jumlah semen awal.
3) Campurkan bahan dengan perbandingan menjadi 1 pc : 2 ps (tanpa
penambahan debu vulkanik), untuk campuran selanjutnya dengan
penambahan 25 %, 50 %, 75 % dan
100 %. Aduk semua bahan sampai rata.
4) Adonan batako yang sudah dicampur hingga rata ditambah air
secukupnya sampai tercapai campuran setengah basah (lengas tanah) yang
merata. Secara sederhana, keadaan ini dapat diketahui dengan cara:
Campuran yang telah merata dikepal dengan telapak tangan. Kemudian
dijatuhkan dari ketinggian lebih kurang lebih kurang 1,2 meter
kepermukaan tanah keras. Bila campuran sudah baik, 2/3 bagian tetap
mengumpul dan 1/3 lainnya tersebar (Utomo, 2010).

5) Setelah itu adonan yang sudah tercampur merata dimasukkan kedalam


cetakan paving block setinggi 2/3 bagian cetakan, kemudian dipadatkan
dengan cara ditumbuk sampai benar benar padat dengan alat pemadat.
6) Masukkan kembali adonan paving block kedalam cetakan hingga
penuh, kemudian dipadatkan lagi
7) Setelah itu tutup cetakan dengan penutup mesin cetakan manual,
kemudian di tekan hingga padat. Setelah padat, adonan di keluarkan dari
mesin cetak paving block manual.
8) Lalu paving block yang sudah di tercetak diangkat secara perlahan
dan letakkan ditempat yang teduh, tidak terkena cahaya matahari
langsung dan terlindung dari hujan.
3.7

Perawatan Benda Uji


3.7.1

Benda Uji Paving Block

Perawatan Paving Block yang baik, yaitu sesuai dengan langkah-langkah


berikut:
a. Hindarkan Paving Block dari sinar matahari langsung dan air hujan
agar pengikatan adonan sesuai yang diharapkan.
b. Perawatan Paving Block selama 28 hari yaitu dengan merendam dan dengan
menjaga suhu ruangan.

3.8

Pengujian Benda Uji


3.8.1

a.

Pengujian Visual

Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan sifat tampak

Penggaris siku dipergunakan untuk memeriksa kesikuan pada tiap-tiap


sudut dan kedataran permukaan bidang dari paving block. Selebihnya
pemeriksaan tampak luar dilakukan dengan menggunakan alat indra, seperti
pemeriksaan pada ketajaman dan kekuatan rusuk-rusuk batako tidak mudah
dirapihkan dengan kekuatan jari-jari tangan.
b.

Peralatan yang diperlukan pada pemeriksaan ukuran:


Peralatan kapiler atau sejenisnya dengan ketelitian 0,1 mm. pengukuran

dilakukan terhadap tiga tempat yang berbeda dan diambil nilai rata- ratanya.
c.

Prosedur Pengujian:
Setelah masa perawatan selama 28 hari, paving block yang diuji harus

dalam keadaan kering. Tahapan yang harus dilakukan yaitu:


1) Bersihkan permukaan benda uji paving block dari berbagai kotoran yang
menempel.

2) Ukur panjang, lebar dan tebal benda uji.


3) Pengamatan permukaan benda uji meliputi: keadaan permukaan, kerapatan
dan keadaan sudut-sudutnya.
3.8.2
a.

Pengujian Penyerapan Air

Peralatan yang diperlukan pada pengujian penyerapan air:


1) Wadah berisi air untuk merendam benda uji hingga paving block jenuh air.
2) Kain lap dipergunakan untuk menyeka permukaan paving block dari
kelebihan air setelah di rendam.
3) Timbangan dipergunakan untuk menimbang paving block dalam
keadaan jenuh air dan kering oven. Timbangan yang dipergunakandengan
kapasitas 60 kg dengan ketelitian 0,1 gr.
4) Oven dipergunakan untuk mengeringkan paving block akan kandungan
air setelah direndam. Oven yang dipergunakan dilengkapi pengatur
suhu, dengan suhu antara
105oC sampai dengan
110oC.

b.

Prosedur Pengujian:
Paving block yang akan diuji penyerapan airnya harus dalam keadaan
kering. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengujian ini
adalah:
1) Paving Block dibersihkan dari bahan-bahan lain yang menempel.
2) Paving Block dimasukan kedalam oven selama 24 jam/sehari, sehingga
didapati Paving

Block dalam kering oven.


3) Timbang Paving Block, sehingga didapat berat Paving Block dalam
keadaan kering oven.
4) Rendam Paving Block selama 24 jam /sehari atau hingga Paving Block
sudah keadaan jenuh.
5) Timbang Paving Block, sehingga didapati berat Paving Block dalam
keadaan jenuh.
Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, penyerapan air dapat
dihitung.
3.8.3
a.

Pengujian Kuat Tekan

Peralatan yang diperlukan pada pengujian kuat tekan:


1) Mistar sorong dipergunakan untuk mengukur luas bidang tekan.
Mistar sorong dipergunakan sampai dengan ketelitian 0,01 mm.
2) Alat uji yang digunakan adalah mesin uji kuat tekan beton

(compression machine). b.

Prosedur Pengujian:

1) Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman, lalu dijemur selama 24 jam.
2)

Timbang berat benda uji lalu letakkan pada compressor machine


sedemikian sehingga berada tepat ditengah-tengah alat penekannya.

3) Secara perlahan-perlahan beban tekan diberikan pada benda uji dengan


cara mengoperasikan mesin sampai benda uji runtuh.
4) Pada saat jarum penunjuk skala tidak naik lagi atau bertambah, maka cata
skala yang ditunjuk oleh jarum tersebut yang merupakan beban
maksimum yang dapat dipikul benda uji tersebut.
5) Percobaan diulang untuk setiap benda uji.
6) Hitung kuat tekan batako dengan persamaan rumus

Dimana : P = beban tekan, N


L = luas bidang tekan

3.8.4
a.

Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat

Peralatan pengujian :
1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat jenis antara
1,151-1,174.

2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan


natrium sulfat b.

Prosedur Pengujian :

1) Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan dari
kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering pada
suhu (105+2) C hingga berat tetap lalu didinginkan dalam eksikaor/
desikator.
2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian
direndam dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai
dengan 18 jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan
yang berlebih meniris.
3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering pada suhu
(105+2) C
selama kurang lebih 2 jam, kemudian didinginkan sampai suhu kamar.
4) Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut.
5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak ada lagi
sisa sisa garam sulfat yang tertinggal.
6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang
tertinggal, larutan

pencucinya dapat diuji dengan larutan

. 7)

Untuk

mempercepat

pencucian

dapat dilakukan pencucian dengan air panas bersuhu kurang lebih 40-50
C.
8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam dapur
pengering sampai berat tetap ( 2-4 jam), didinginkan dalam eksikator.
Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1 gram.
9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman
dalam larutan garam natrium sulfat terjadi atau Nampak adanya retakan,
gugusan atau cacat-cacat lainnya.
10) Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata :
-

Baik/ tidak cacat, bila tidak Nampak adanya retak-retak atau perubahan

lainnya
- Cacat/ retak-retak, bila Nampak adanya retak-retak (meskipun kecil),
rapuh, gugus dan lain- lain.
11)

Apabila selisih penimbangan sebelum perendaman dan setelah

perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan bendabenda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda uji
tadi lebih besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan
benda uji secara keseluruhan menjadi cacat.
3.8.5

Pengujian Ketahanan

Aus
a) Prosedur penelitian
1) Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 50 mm x
50 mm dan tebal 20 mm (untuk pengujian
ketahanan aus).

2) Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran kurang
dari 20 mm
(untuk penentuan berat
jenis)
3) Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari berat jenis
dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin semen.
4)

Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan pada
tempatnya pada mesin pengaus, dibebani dengan beban tambahan sebesar 3
1/3 kg.

5)

Mesin pengaus dijalankan dans etelah pengaus pertama berlangsung 1


menit, benda uji diputar 90, dan pengausan dilanjutkan.

6) Setiap setelah pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar 90,


dan hal ini
dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit. Selama menit-menit pengausan,
permukaan yang diaus harus selalu diamati setiap menit apakah lapisan
kepala ini telah ada yang habis.

7) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan selama 5
menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian ditimbang ampai
ketelitian 10 mg.
8) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala telah ada
yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir habisnya lapisan
kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu dan ditimbang.
9) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji sebelum
dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis lapisan kepalanya,
pengausan dapat dilanjutkan sampai pada menit-menit habisnya lapisan
kepala atau sampai menit ke 15.
10) Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering ditimbang
lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis masing-masing benda uji
dengan ketelitian sampai 2 desimal, dan hitung nilai rata-rata dari 10 benda
uji.
11) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai berikut :

Dimana :
A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam g
BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala
I = Luas permukaan bidang aus,
dalam w = Lamanya pengausan,
dalam menit.
3.9 Perhitungan Mix Design Paving Block

Perhitungan

mix

design

Paving

Block

ini

didasarkan

pada

perbandingan komposisi Semen : Pasir : Abu Batu yaitu 1: 2 : . Dan dalam


pencampuran ini air yang dipakai menggunakan sistem trial.
Tabel 3.1. Perencanaan Mix Desain Paving Block
No Varias
1
2
3
4
5

i
0
25
50
75
100

Jumla

Seme

h
30
30
30
30
30

n
24000
18000
12000
6000
0

Debu
0
600
12000
18000
24000

Pasir

Abu

48000
48000
48000
48000
48000

Batu
12000
12000
12000
12000
12000

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Mul
ai

Identifikasi masalah

Studi literature & pengumpulan data

Persiapan
alat

Persiapan bahan

Sem

Abu

Pas

en

Batu

ir

Debu Vulkanik

Pemeriksaan material
Pengujian
Bahan

Pembuatan Benda
Uj
i

Paving block 20 x 10 x 8

Masa
pemeliharaa
n selama
28 hari

SIFAT TAMPAK, UKURAN, PENYERAPAN AIR


KUAT TEKAN
KETAHANAN AUS, DAN. KETAHANAN
TERHADAP NATRIUM

Dat
a

Analisa data
dan

Pembaha
san

Memen
uhi
Standar
SNI

Ya

Tidak
Kesimpulan
dan
Sara
n

Seles
ai

BAB
IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN

4.1Pengujian Paving Block


4.1.1

Pemeriksaan Sifat Tampak


Dari pemeriksaan sifat tampak paving block diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat Tampak
Variasi Paving Block
Paving Paving Paving

1. Bidang-

Paving

Paving Block

Block

Block

Block

Block

Debu

Debu

Debu

Debu

Norma
Rata

Rata

Rata

Tida

Tida

a. Kerataan

Tida

Tida

Tida

b.

Reta

Reta

Keretakan

Halu

Halu

Halu

Tida

Tida

bidang

s
c.
(Sumber : Data Primer)

Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penggunaan debu


vulkanik sebagai substitusi semen dari beberapa variasi yang telah
ditentukan yaitu paving block normal, paving block dengan substitusi abu
vulkanik 25 %, dan paving block dengan substitusi abu vulkanik 50 %

dalam penelitian ini menghasilkan Paving Block yang mempunyai


permukaan bidang rata, tidak retak, dan halus dan tidak berongga dan telah
memenuhi syarat tampak luar menurut SNI 03-0691-1996. Namun paving
block dengan substitusi abu vulkanik 75 % dan 100 % menghasilkan
paving block yang tidak sesuai dengan persyaratan SNI 03-0691-1996.
4.1.2

Pemeriksaan Ukuran
Setelah melakukan pemeriksaan sifat tampak kemudian dapat
dilakukan pemeriksaan ukuran dimensi dan penampang sesuai dengan
ketentuan SNI 03- 06911996, dengan menggunakan paving block rata-rata digunakan 10 buah
benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur digunakan mistar dengan
ketelitian

0,1 mm dan

pengukuran tebal dilakukan paling sedikit 3 (tiga) kali pada tempat yang
berbeda dan diambil nilai rata-ratanya.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tebal Paving Block
NO

VARIASI JENIS

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

PAVING
BLOC
K
NORM
AL

PAVING
BLOCK
25%
ABU
VULKA
NIK

PAVING
BLOCK
50
%
AB
U
VULKA
NIK

KETEBAL

KETEBAL

KETEBAL

RATA-

AN

AN

AN

RATA

SAMPI

BAGI

SAMPIN

KETEBA

1
PAVI
2
NG
3
BLOC
4
K
5
6
75%
7
ABU
8
VULKA
9
10 NIK
1
PAVING
2
BLOCK
3
100%
4
ABU
5
6
VULKA
7
NIK
8
9
10
(Sumber : Data Primer)

Dapat dilihat dari data hasil pengujian, kondisi paving block


menunjukkan perbedaan tebal yang disebabkan oleh cara pembuatan paving
secara manual sehingga diperoleh paving dengan kepadatan yang tidak
seragam. Karena kerapatan pori-pori yang terdapat didalam paving block
akan sangat berpengaruh pada kepadatan komposisi paving block. Pada
pemeriksaan ukuran tebal paving block pada variasi 1 (normal), 2 (abu
vulkanik 25 %), dan 3 (abu vulkanik 50%) terdapat paving block yang
memiliki tebal lebih dan kurang dari 6 cm (60 mm), namun hal itu masih
dapat memenuhi syarat yaitu toleransi 8 %. Namun pada variasi ke 4 (abu
vulkanik 75% dan 5 (abu vulkanik
100 %), paving block hancur dan tidak memenuhi standart SNI 03-0691-1996.

4.1.3

Pengujian Daya Serap


Adapun hasil Pengujian daya serap air pada paving block

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Daya Serap


No

BER

BER

ABSORB RAT

AT
AT
SI
VARIAS JENIS
1 PAVING
V1S8
2,272
2,425
6,73
2
V1S9
2,431
2,515
3,45
3 BLOC
V1S4
2,626
2,795
6,43
4
V1S10 2,545
2,672
4,99
5 K
V1S6
2,573
2,692
4,62
1 PAVING
V2S1
2,340
2,503
6,96
2
V2S2
2,499
2,656
6,28
3 BLOCK
V2S3
2,495
2,733
9,53
4
V2S4
2,393
2,590
8,23
5 25%
V2S5
2,427
2,618
7,87
1 PAVING
V3S1
2,520
2,655
5,35
2
V3S2
2,504
2,593
3,55
3 BLOCK
V3S3
2,387
2,538
6,32
4
V3S4
2,610
2,736
4,82
5 50%
V3S6
2,481
2,552
2,86
1 PAVING
2
3 BLOCK
4
5 75 %
V4S(11 PAVING
2
3 BLOCK
4
5 100 %
V5S(1(Sumber : Data Primer dan SNI 03-0691-1996 )

Hubungan Antara Komposisi Debu


Vulkanik dan Daya Serap Air (%)
9
5
8

5.24
8

7
6

7.778

A5,248

7,778

4,558

4.558

3
2
1
0

0
0

25
75

50
100

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Komposisi Debu Vulkanik dan Daya Serap
Paving Block

Dari grafik komposisi paving block yang diuji, nilai penyerapan air
terbesar terjadi pada paving block dengan debu vulkanik 25% dengan nilai
penyerapan air sebesar 7,778% dan nilai penyerapan air terkecil terjadi pada
batako debu vulkanik 50% dengan nilai penyerapan air sebesar 4,585%. Jadi
dari 3 variasi paving block ini telah memenuhi syarat penyerapan air menurut
ketentuan SNI 03-0691-1996. Namun pada paving block dengan debu
vulkanik 75 % dan 100 %, penyerapan air tidak dapat dihitung karena paving
block yang hancur.

4.1.4

Pengujian Kuat Tekan


Adapun hasil pengujian kuat tekan pada paving block dalam

penelitian ini
No
JENIS

sebagai
berikut:
LUAS
PENAMPANG

MASSA
PAVING
BLOCK (kg)

1 4.4 Hasil
V1S1Pengujian Kuat
0,25Tekan Paving0,248
Tabel
Block

BEBAN
TEKAN
(KN)

KUAT
TEKAN
(MPa)

50

20

V1S2

0,25

0,244

48

19,2

V1S3

0,25

0,253

58

23,2

V1S4

0,25

0,250

40

16

V1S5

0,25

0,252

47

18,8

V1S6

0,25

0,249

40

16

18,867

KUAT TEKAN RATA-RATA


1

V2S1

0,25

0,242

29

11,6

V2S2

0,25

0,236

28

11,2

V2S3

0,25

0,235

35

14

V2S4

0,25

0,229

33

16

V2S5

0,25

0,232

30

13,2

V2S6

0,25

0,221

20

11,6

12,933

KUAT TEKAN RATA-RATA


1

V3S1

0,25

0,321

40

16

V3S2

0,25

0,348

48

19,2

V3S3

0,25

0,351

52

20,8

V3S4

0,25

0,330

46

18,4

V3S5

0,25

0,327

48

19,2

V3S6

0,25

0,342

30

12

Variasi ke
4 dengan
abu
vulkanik

Variasi ke
5 dengan
abu
vulkanik

Hubungan Antara Komposisi Debu Vulkanik


dengan Kuat Tekan Paving Block
18

18.867

1
2
1
0
8
6

12.933

17.6

0
0

25

50

0
75

100

125

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Komposisi Debu Vulkanik dan Kuat Tekan
Paving Block

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa Kuat tekan tertinggi terdapat
pada paving block normal sebesar 18,867 MPa. Namun pada paving block
dengan komposisi debu vulkanik 50 % mengalami kenaikan kuat tekan yaitu
17,6 MPa dibandingkan dengan paving block dengan komposisi debu vulkanik
25% yang hanya mempunyai nilai kuat tekan sebesar

12,933 MPa. Dan pada paving block dengan komposisi debu vulkanik 75% dan
100% tidak dapat diuji kuat tekannya karena paving block telah hancur
sebelum diuji. Menurut SNI 030691-1996, untuk paving block variasi 1 (paving block normal) dan paving
block dengan komposisi debu vulkanik 50% termasuk kedalam bata beton
(paving block) mutu B dengan syarat minimal kuat tekan 17 MPa, dan ratarata 20 MPa. Paving block tipe ini cocok digunakan untuk peralatan parkir.
Sedangkan untuk paving block dengan komposisi debu vulkanik 25% termasuk
kedalam bata beton (paving block) mutu C dengan syarat minimal kuat tekan
sebesar 12,5 MPa, dan rata-rata 15 MPa. Paving block tipe ini cocok digunakan
untuk pejalan kaki.

4.1.5

Pengujian Ketahanan Terhadap

Natrium Sulfat
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat
No

Variasi

Jenis

Massa

Massa

Selisi

Kehilan Keadaan

Sebelum

Setelah

Benda

Direnda

Direnda

Berat

-an

Uji

m Dalam

m Dalam

Pavin

Berat

Setelah

V2S3

2,420

2,410

0,010

0,413

Cacat

V3S4

2,527

2,511

0,016

0,633

Baik

Paving
block
Paving
2

block
Paving

block

Paving
2

Hancur

block

Paving block Hancur


2

dengan debu

Dari tabel hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat, terlihat


bahwa paving block tanpa substitusi debu vulkanik tidak terlihat retak
ataupun cacat, namun kehilangan berat pada paving block tersebut
melebihi 1%, dan ini dinyatakan cacat

menurut SNI 03-06911996.


Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 25 %, terlihat
benda uji terlihat retak dan rapuh, namun kehilangan berat paving
block tersebut tidak melebihi 1 %, tapi tetap dinyatakan benda uji
tersebut cacat menurut SNI 03-0691-1996.
Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 50 %, terlihat benda
uji tidak terlihat retak dan rapuh, dan kehilangan berat paving block
tersebut tidak melebihi 1
%, dan dinyatakan benda uji tersebut baik menurut SNI 03-06911996. Untuk
paving block dengan substitusi debu vulkanik 75% dan 100% tidak dapat
diuji karena hancur.
4.1.6

Pengujian Ketahanan Aus


Tabel 4.6 Hasil Pengujian Ketahanan Aus
Selisi
h
Massa

Massa

Sebelum

Setelah

Berat
Massa

Jenis

Variasi Pengausa Pengausa Sebelum Lapisa Lamany Luas


n (gr)

n (gr)

dan

a Aus

Sesudah
Kepala
22
2,3125 (menit)
5

a-

Paving

V1S1

133

111

Block

V1S2

122

94

28

2,3125

25

V1S3

103

86

17

2,3125

25

V1S4

92

67

25

2,3125

25

V1S5

106

90

16

2,3125

25

2,5

25

Norma
l

25

Ketahanan Aus RataV2S1

116

103
Rata

13

Ketah
nan

Paving

V2S1

135

117

18

2,5

25

Block

V2S1

95

79

16

2,5

25

V2S1

74

61

13

2,5

25

V2S1

109

92

17

2,5

25

Dengan

Ketahanan Aus Rata-

0,493

Rata
Paving

V3S1

128

108

20

2,0625

25

Block

V3S2

103

92

11

2,0625

25

Vulkanik

V3S3

105

100

2,0625

25

50

V3S4

115

106

2,0625

25

V3S5

97

91

2,0625

25

Ketahanan Aus RataPaving

Block

Dengan
Abu

-Rata
-

Ketahanan Aus Rata-

Paving

Block

Dengan
Abu

0,396

-Rata
-

Ketahanan Aus Rata-

Rata
0

1
0.9
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1

Hu

Ketahanan Aus Paving

bu

Block

ng
an
An
tar
a

0.747

Ko
m
po

0.493

sisi

0.396

De
bu
Vu
lka
ni

de

ng

25

50

100

125

75

an

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Komposisi Debu Vulkanik dan


Ketahanan Aus.
Dari grafik hasil pengujian ketahanan aus, terlihat bahwa paving block
tanpa substitusi debu vulkanik mempunyai nilai ketahanan aus sebesar
0,747 mm/menit. Namun Ketahanan aus yang didapat tidak memenuhi
standart paving block mutu B menurut SNI 03-0691-1996 yaitu
ketahanan aus minimal 0,149 mm/menit dan rata-rata 0,130

mm/meni
t.
Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 25 %, terlihat bahwa
paving block tanpa
ketahanan

aus

substitusi

debu

vulkanik

mempunyai

nilai

sebesar 0,493 mm/menit. Namun Ketahanan aus yang

didapat tidak memenuhi standart paving block mutu C menurut SNI 030691-1996 yaitu ketahanan aus minimal 0,184 mm/menit dan rata-rata
0,160 mm/menit.
Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 50 %, terlihat bahwa
paving block tanpa
ketahanan

aus

substitusi

debu

vulkanik

mempunyai

nilai

sebesar 0,396 mm/menit. Namun Ketahanan aus yang

didapat tidak memenuhi standart paving block mutu B menurut SNI 030691-1996 yaitu ketahanan aus minimal 0,149 mm/menit dan rata-rata
0,130 mm/menit. Untuk paving block dengan substitusi debu vulkanik
75% dan 100% tidak dapat diuji karena hancur.

4.2 Hasil Keseluruhan Pengujian


Dari seluruh pengujian yang dilakukan didapat data- data
sebagai berikut :
a. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa penggunaan debu vulkanik
sebagai substitusi semen dari beberapa variasi yang telah ditentukan
yaitu paving block normal, paving block dengan substitusi abu vulkanik
25 %, dan paving block dengan substitusi abu vulkanik 50 % dalam
penelitian ini menghasilkan Paving Block yang mempunyai permukaan
bidang rata, tidak retak, dan halus dan tidak berongga dan telah
memenuhi syarat tampak luar menurut SNI 03-0691-1996. Namun
paving block dengan substitusi abu vulkanik 75 % dan 100 %

menghasilkan paving block yang tidak sesuai dengan persyaratan SNI


03-0691-1996.
b.

Dari daa hasil pengujian ukuran, kondisi paving block menunjukkan


perbedaan tebal yang disebabkan oleh cara pembuatan paving secara
manual sehingga diperoleh paving block dengan kepadatan yang tidak
seragam. Karena kerapatan pori-pori yang terdapat didalam paving
block akan sangat berpengaruh pada kepadatan komposisi paving block.
Pada pemeriksaan ukuran tebal paving block pada variasi
1(normal), 2 (debu vulkanik 25%), dan 3 (debu vulkanik 50%) terdapat
paving block yang memiliki tebal lebih dan kurang dari 6 cm (60 mm),
namun hal itu masih dapat memenuhi syarat yaitu toleransi 8 %. Namun
pada variasi ke 4 (debu vulkanik 75%) dan 5 (debu vulkanik 100%),
paving block tidak dapat diukur ketebalannya karena hancur dan tidak
memenuhi standart SNI 03-0691-1996.

c. Dari grafik komposisi paving block yang diuji, nilai penyerapan air
terbesar terjadi pada paving block dengan debu vulkanik 25% dengan
nilai penyerapan air sebesar
7,778% dan nilai penyerapan air terkecil terjadi pada batako debu
vulkanik 50% dengan nilai penyerapan air sebesar 4,585%. Jadi dari
3 variasi paving block ini telah memenuhi syarat penyerapan air
menurut ketentuan SNI 03-0691-1996. Namun pada paving block
dengan debu vulkanik 75 % dan 100 %, penyerapan air tidak dapat
dihitung karena paving block yang hancur.
d.

Dari grafik Kuat tekan dapat diketahui bahwa Kuat tekan tertinggi
terdapat pada paving block normal sebesar 18,867 MPa. Namun pada
paving block dengan komposisi debu vulkanik 50 % mengalami kenaikan
kuat tekan yaitu 17,6 MPa dibandingkan dengan paving block dengan
komposisi debu vulkanik 25% yang hanya mempunyai nilai kuat tekan
sebesar 12,933 MPa. Dan pada paving block dengan komposisi debu
vulkanik 75% dan 100% tidak dapat diuji kuat tekannya karena
paving block telah hancur sebelum diuji. Menurut SNI 03-0691-1996,
untuk paving block variasi 1 (paving block normal) dan paving block
dengan komposisi debu vulkanik 50% termasuk kedalam bata beton
(paving block) mutu B dengan syarat minimal kuat tekan 17 MPa, dan
rata-rata 20

MPa. Paving block tipe ini cocok digunakan untuk

peralatan parkir. Sedangkan untuk paving block dengan komposisi debu


vulkanik 25% termasuk kedalam bata beton (paving block) mutu C
dengan syarat minimal kuat tekan sebesar 12,5 MPa, dan rata-rata 15
MPa. Paving block tipe ini cocok digunakan untuk pejalan kaki.
e.

Dari tabel hasil pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat, terlihat


bahwa paving block tanpa substitusi debu vulkanik tidak terlihat retak
ataupun cacat, namun kehilangan berat pada paving block tersebut
melebihi 1%, dan ini dinyatakan cacat menurut SNI 03-0691-1996.
Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 25

%, terlihat benda uji terlihat retak dan rapuh, namun kehilangan berat
paving block tersebut tidak melebihi 1 %, tapi tetap dinyatakan benda
uji tersebut cacat menurut SNI 03-0691-1996. Untuk paving block
dengan subtitusi debu vulkanik 50 %, terlihat benda uji tidak terlihat
retak dan rapuh, dan kehilangan berat paving block tersebut tidak
melebihi 1 %, dan dinyatakan benda uji tersebut baik menurut SNI 0306911996. Untuk paving block dengan substitusi debu vulkanik 75% dan
100% tidk dapat diuji karena hancur.
f. Dari grafik hasil pengujian ketahanan aus, terlihat bahwa paving
block tanpa

substitusi debu vulkanik mempunyai nilai ketahanan aus sebesar 0,747


mm/menit. Namun Ketahanan aus yang didapat tidak memenuhi standart
paving block mutu B menurut SNI 03-0691-1996 yaitu ketahanan aus
minimal 0,149 mm/menit dan rata- rata 0,130 mm/menit. Untuk paving
block dengan subtitusi debu vulkanik 25 %, terlihat bahwa

block tanpa

substitusi debu vulkanik mempunyai nilai ketahanan aus sebesar 0,493


mm/menit. Namun Ketahanan aus yang didapat tidak memenuhi
standart paving block mutu C menurut SNI 03-0691-1996 yaitu
ketahanan aus minimal 0,184 mm/menit dan rata-rata 0,160 mm/menit.
Untuk paving block dengan subtitusi debu vulkanik 50 %, terlihat bahwa
paving block tanpa substitusi debu vulkanik mempunyai nilai ketahanan
aus sebesar 0,396 mm/menit. Namun Ketahanan aus yang didapat tidak
memenuhi standart paving block mutu B menurut SNI 030691-1996 yaitu ketahanan aus minimal 0,149 mm/menit dan rata-rata
0,130 mm/menit. Dan untuk paving block dengan substitusi debu
vulkanik 75% dan 100% tidak dapat diuji karena hancur.

BAB
V
KESIMPULAN DAN
SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dari hasil pembahasan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a.

Untuk pengujian visual dan ukuran pada paving block sudah


sesuai dengan standart SNI 03-0691-1996, namun untuk paving block
dengan komposisi debu vulkanik 75% dan 100% tidak dapat dilakukan
pengujian karena hancur sebelum pengujian dilakukan

b. Kuat tekan terbesar adalah pada paving block normal yaitu sebesar
18,867 Mpa.
Namun pada komposisi debu vulkanik 50 % Kuat tekannya
mengalami kenaikan dibandingkan paving block dengan komposisi 25
%.
c.

Penyerapan air terbesar adalah pada paving Block dengan


komposisi debu vulkanik 25 % yaitu sebesar 7,778%

d.

Dari pengujian ketahanan terhadap natrium sulfat,

paving block

yang dinyatakan layak dipakai adalah paving block dengan komposisi


debu vulkanik 50 %.
e. Dari pengujian ketahanan aus didapat nilai ketahanan aus yang
terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan standart SNI 03-0691-1996.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan sebelumnya maka
disarankan sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan kualitas yang baik, ketelitian, perencanaan, metode
pekerjaan, alat dan bahan hingga perawatan haruslah dilakukan dengan
baik dan sesuai dengan panduan.
b. Begitu

banyaknya

diharapkan

keterbatasan

pada

penelitian

ini,

sehingga

untuk penelitian selanjutnya dilakukan hal-hal sebagai

berikut:
1) Pemilihan material sangat berpengaruh dengan mutu paving block
yang akan di uji, termasuk kadar lumpur pada material pasir dapat
menuruknan mutu beton dan

lebih banyak membutuhkan semen.


2) Pemeriksaan kandungan kimia terhadap debu vulkanik agar bisa
diketahui zat kimia yang dikandung secara mendetail.
3) Menggunakan mesin khusus untuk membuat paving block, agar
didapat hasil yang maksimal. Karena alat yang tidak memadai, proses
pembuatan Paving Block pada penelitian ini masih dilakukan secara
manual, sehingga membutuhkan waktu lebih lama dan memungkinkan
kualitas dari Paving Block yang berbeda-beda dan tidak maksimal.
4) Penggunaan mesin pengaus yang kurang maksimal sehingga
diperoleh ketahanan aus yang melebihi standart SNI 03-0691-1996.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum. 1990. Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk


Beton, SK SNI S18-1990-03. Bandung: Yayasan LPMB.
Dewan Standardisasi Nasional. 1987. Ubin Semen Polos, SNI 03-0028-1987.
Jakarta.BSN Dewan Standardisasi Nasional. 1996. Bata Beton (Paving
Block), SNI 03-0691-1996.
Jakarta.BSN
Fadli. 2002. Panduan Praktikum Pengujian Bahan II. Medan: Politeknik
Negeri Medan. Kusumadi. 2007. Panduan Praktikum Pengujian Bahan I.
Medan: Politeknik Negeri Medan.
Merapi. Jurnal Malusia dan Lingkungan, (Online), Vol. 19. No.2,
(hhtp://lib.law.ugm.ac.id, diases tahun 2012).
Mulyono, Tri. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Murdock, L.J, Brook, K.M, Hendarko, Stephanus. 1991. Bahan dan Praktek
Beton. Jakarta: Erlangga.
Nugraha, Paul. dan Antoni. 2007. Teknologi Beton dan Material, Pembuatan
Beton Kinerja
Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset.
Rahmi Karolina, dkk. 2014. The Use of Volcanic Ash of Mount Sinabung
Eruption as the Substitution of Fine Aggregate in Making Batako

(Mass-Produced Brick). Journal of Civil Engineering Research 2014,


4(3A): 178- 186
Rahmi Karolina, dkk. 2014. Optimization of the use of volcanic ash of
Mount Sinabung eruption as the substitution for fine aggregate.
ScienceDirect
Segel, R., Kole, P., dan Kusuma, Gideon. 1993. Pedoman Pengerjaan
Beton. Jakarta: Erlangga.
Tjokrodimuljo, K. 1992. Teknologi Beton. Yogyakarta: Gramedia.
Wahyuni,E.I.2012. Penentuan komposisi Kimia Abu Vulkanik dari
Erupsi Gunung

Anda mungkin juga menyukai