Anda di halaman 1dari 11

ETIKA PROFESI NOTARIS

Dosen : Achmad Dody Daud SH, MBA

Disusun Oleh :
Lidya Jesline (024.15.138)
Ria Yuliani (024.15.108)
Muhammad Ilmam (024.15.192)
Rizky Ardiyanto (024.15.237)

PROGRAM DIII AKUNTANSI PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRISAKTI

PENDAHULUAN

Notaris adalah suatu protesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi pengacara, dimana
Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam jabatannya kepada
yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat alat bukti yang mempunyai kekuatan otentik.
Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris telah
dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat
dihadapannya. Untuk menjaga kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi
Notaris seperti lkatan Notaris Indonesia membuat Etika yang berlaku terhadap para anggotanya.

II

PEMBAHASAN

A.

Defenisi Etika

Menurut Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang
berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti etika adalah ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang bearti adat istiadat/ kebiasaan
yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak,
nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.[1]
B.

Etik Profesi

Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa
keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh
ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
C.

Profesi Notaris

Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian


terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan
dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis
atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak
atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau
suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan
sebagai lembaga notariat.[2]

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang. ( Pasal 1
Juncto 15 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam
pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum
keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka. Lembaga Notaris timbul karena adanya
kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan
suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan di antara mereka".
Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan
memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis
sebagaimana dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik. Notaris yang
mempunyai peran serta aktivitas dalam profesi hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalanpersoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana
hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih
luas lagi hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat.
Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan profesi hukum di dalam melaksanakan
jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya
diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat, dua
hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut. Adanya
kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas
pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan :[3]
1.
Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu
memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap.
berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang
pengabdi hukum yang baik.
2.
Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan
lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan
serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan
masyarakat dan teknologi.
Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van
Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya
berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat
sekaligus secara singkat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.

D.

Sejarah Notaris

Sejarah lembaga notariat dimulai pada abad ke-11 atau ke-12 di daerah Pusat perdagangan Italia.
Pada abad ke-13 lembaga notariat mencapai puncak perkembangannya, setelah itu pada abad ke14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat, hal ini disebabkan tindakan dari penguasa pada
waktu itu yang seolah-olah menjual jabatan-jabatan Notaris kepada orang-orang tanpa
mengindahkan apakah orang tersebut memiliki keahlian atau tidak, sehingga menimbulkan
banyak keluhan dari masyarakat. Pada permulaan abad ke-19, lembaga notariat in meluas ke
negara- negara sekitarnya bahkan ke negara-negara lainnya.[4]
Pada saat puncak perkembangannya dan setelah terjadi pelembagaan notariat, lembaga ini
dibawa Belanda dengan dua buah dekrit kaisar yaitu pada tanggal 8 Nopember tahun 1810 dan
tanggal 1 Maret tahun 1811 yang berlaku di seluruh negeri Belanda. Perundang-undangan
notariat Perancis yang diberlakukan di Negeri Belanda tidak segera hilang walaupun negara itu
telah lepas dari kekuasaan Perancis, setelah adanya desakan dari rakyat Belanda yang berulang
kali untuk membentuk suatu perundang-undangan nasional yang sesuai dengan aspirasi rakyat di
bidang notariat, maka pada tanggal 9 Juli tahun 1842 dikeluarkan Undang-undang tentang
Jabatan Notaris, yaitu Nederland Staatblad Nomor 20. Perkembangan sejarah notariat di negeri
Belanda Sangat penting artinya bagi lembaga notariat di Indonesia. [5]
Notariat di Zaman Republik der verenigde Nederlanden mulai masuk ke Indonesia pada
permulaan abad ke 17. Pada tahun 1860 peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris di
Indonesia disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negara Belanda dengan di
undangkannya Staatblad Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris pada tanggal 26 Januari
1860 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli tahun 1860, dengan diundangkannya Notaris
Reglemen maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia.[6]
Seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, berbagai
ketentuan dalam peraturan perundang - undangan tersebut diatas sudah tidak sesuai lagi, maka
perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undangundang yang mengatur tentang jabatan Notaris, sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum
yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum dibidang kenotariatan tersebut, pada tanggal 6
Oktober tahun 2004 disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
Menurut pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, dalam mengemban tugasnya tersebut, Notaris
harus bertanggung jawab, artinya:
1.
Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang
dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya.

2.
Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai
degnan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, buka
mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan
prosedur akta yang dibuatnya tersebut.
3.
Berdampak positif. Artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan
bukti sempurna.
Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara yang
mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban,
wewenang dan tanggung jawab dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
dibidang keperdataan.

E.

ETIKA PROFESI NOTARIS

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris,
juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut
untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda
menurut bidang keahliannya yang diakui dalam masyarakat. Para Notaris yang berpraktek di
Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI).
INI merupakan kelanjutan dari De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu
didirikan di Batavia pada tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum
dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9.
Nama Belanda kemudian diganti atau diubah menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga
sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi di Indonesia.
Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri kehakiman RI
pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan
dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena
itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004
Nomor 117.
Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi
profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.
Menurut Pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, uraian mengenai Etik Notaris meliputi
antarlain: Etika Kepribadian Notaris, Etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan terhadap
klien, etika hubungan sesama rekan Notaris, dan etika pengawasan terhadap Notaris.

1.

Etika Kepribadian Notaris

Sebagai pejabat umum, notaris harus:


a. Berjiwa Pancasila;

b. Taat pada hukum, sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris;


c. Berbahasa Indonesia yang baik.
Sebagai profesional, Notaris harus:
a. Memiliki perilaku profesional;
b. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Notaris.

Yang dimaksud dengan perilaku profesional ( Professional behaviour ), adalah memenuhi


unsur-unsur sebagai berikut:
a.

Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman tinggi;

b.

Integritas moral artinya menghindari sesuatu yang tidak baik walaupun imbalan jasanya
tinggi, pelaksanaan tugas profesi diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan
santun, dan agama;

c.

Jujur tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga kepada diri sendiri;

d.

Tidak semata-mata pertimbangan uang, melainkan juga pengabdian, tidak membedakan


antara orang mampu dan tidak mampu;

e.

Berpegang teguh pada kode etik profesi karena di dalamnya ditentukan segala perilaku
yang harus dimiliki oleh Notaris, termasuk berbahasa Indonesia yang sempurna.

2.

Etika melakukan tugas jabatan


Notaris sebagai pejabat umum dalam melakukan tugas jabatan harus: a) Menyadari
kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab; b)
Menggunakan satu kantor yang telah ditetapkan sesuai dengan undang-undang, tidak
mengadakan kantor cabang perwakilan, dan tidak menggunakan perantara; c) Tidak
menggunakan media massa yang bersifat promosi; d) Harus memasang tanda papan nama
menur ut ukuran yang berlaku.

3.

Etika pelayanan terhadap klien


Sebagai pejabat umum, notaris harus:

a.

Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan


sebaik-baiknya;

b.

Menyelesaikan akta sampai tahap pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan pengumuman

dalam Berita Negara, apabila klien yang bersangkutan dengan tegas mengatakan akan
menyerahkan pengurusannya kepada Notaris yang bersangkutan dan klien telah memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan;
c.

Memberitahu kepada klien perihal selesainya pendaftaran dan pengumumam, dan atau
mengirim kepada atau menyuruh mengambil akta yang sudah didaftar atau Berita Negara
yang sudah selesai dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan;

d.

Memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat menyadari hak dan kewajiban sebagai
warga negara dan anggota masyarakat;

e.

Memberikan jasa kepada anggota masyarakat yang kurang mampu dengan Cuma-Cuma;

f.

Dilarang menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu membuat akta pada
Notaris yang menahan berkas itu;

g.

Dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani akta buatan
orang lain sebagai akta buatan Notaris yang bersangkutan;

h.

Dilarang mengirim kepada klien atau klien-klien untuk ditandatangani oleh klien atau klien
klien yang bersangkutan;

i.

Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara apapun memaksa klien membuat akta padanya,
atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari Notaris lain;

j.

Dilarang membentuk kelompok di dalam tubuh Ikatan Notaris Indonesia dengan tujuan
untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/ekslusif, apalagi
menutup kemungkinan anggota lain untuk berpartisipasi.

4.

Etika hubungan sesama rekan Notaris

Sebagai sesama pejabat umum, Notaris harus:


a.

Saling menghormati dalam suasana kekeluargaan;

b.

Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan Notaris, baik moral maupun
material.

c.
Harus saling menjaga dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris atas dasar
rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif.

Dalam penjelasan diatas, maksud menghormati dalam suasana kekeluragaan artinya, Notaris
tidak mengeritik, menyalahkan akta-akta yang dibuat rekan notaris lainnya dihadapan klien atau
masyarakat. Notaris tidak membiarkan rekannya berbuat salah dalam jabatannya dan seharusnya
memberitahukan kesalahan rekannya dan menolong memperbaikinya. Tidak melakukan
persaingan yang merugikan sesama rekan dalam arti tidak menarik karyawan Notaris lain secara
tidak wajar, tidak menggunakan perantara yang mendapat upah, tidak menurunkan tarif jasa yang
telah disepakati. Menjaga dan membela kehormatan dan nama baik, dalam arti tidak
mencampurkan usaha lain dengan jabatan Notaris, memberikan informasi atau masukkan
mengenai klien-klien yang nakal setempat.
5.

Etika Pengawasan

a.
Etika pengawasan terhadap Notaris melalui pelaksanaan Kode Etik Notaris dilakukan oleh
Majelis Kehormatan Daerah dan atau Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
b.
Tata cara pelaksanaan kode etik, sanksi-sanksi dan eksekusi diatur dalam peraturan
tersendiri;
c.
Tanpa mengurangi ketentuan mengenai tata cara maupun pengenaan tingkatan sanksi-sank
si berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh Pengurus Pusat
secara mutlak harus dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan Notaris
Indonesia disertai usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota yang
bersangkutan adalah pelanggaran- pelanggaran yang disebut dalam Kode Etik Notaris dan
Peraturan Jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang bersangkutan dinyatakan bersalah
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

F.

Penegakan Hukum Etik Notaris

Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum


sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan
hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan
penindakan hukum menurut urutan berikut:
a.

Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi;

b.

Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);

c.

Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu);

d.

Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati).

G.

Pengawasan

Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris


merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus
diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris. Pengawasan baik preventif dan
represif diperlukan bagi pelaksanaan tugas Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif
dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah.
Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN
dan Etik Notaris.[8]
Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh
Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas,
yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas
Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari Pemerintah, organisasi Notaris dan
akademisi.[9]
1.

MPD (Majelis Pengawas Daerah)

Melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemeriksaan protocal
notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanya laporan atau pengaduan
dari masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang
melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka
MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan
mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan
terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan
wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan
kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis
Pengawas Pusat MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta
hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi.

2.

MPW (Majelis Pengawasan Wilayah)

MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. Berdasarkan BAP yang telah
diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan
Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla
dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan
BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan
harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan
putusan. MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian
disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris

Indonesia. Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat
mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat.

3.

Majelis Pengawas Pusat (MPP)

Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti Notaris
yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan Sidang
Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.

H.

Sanksi

Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6, Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang
melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :[10]
a.teguran
b. peringatan
c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
d. onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar etik
disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota. Yang dimaksud sebagai sanksi
adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan
disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris dalam menegakkan etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap etik Notaris
dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang
berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran etik termasuk didalamnya juga
menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing

III

PENUTUP

A.

Kesimpulan

B.

Saran

Anda mungkin juga menyukai