Anda di halaman 1dari 12

REFRAT

Hiperplasi Endometrium

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Heryuristianto, sp. OG

Diajukan Oleh :
Arinil Husna Kamila, S. Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

REFERAT
HIPERPLASI ENDOMTRIUM
Diajukan Oleh :
Arinil Husna Kamila

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal Desember 2016
Pembimbing
Dr. dr. Heryuristianto, sp. OG

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dona Dewi Nirlawati

(....................................)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wanita memiliki organ eksterna dan interna serta dilengkapi
dengan hormon-hormon reproduksi. Perkembangan zaman yang semakin
pesat, menjadikan wanita rentan sekali terhadap berbagai penyakit
terutama yang berhubungan dengan organ reproduksi contohnya seperti
Hiperplasi Endometrium (Cotran & Robbins, 2008).
Sebanyak 40.000 kasus terdiagnosa di Amerika pada tahun 2005.
Risiko terjadinya kelainan ini meningkat pada wanita dengan obesitas,
diabetes dan pengguanaan terapi pengganti hormon (Cotran & Robbins,
2008).
Hiperplasi endometium adalah pertumbuhan yang berlebih dari
kelenjar dan stroma disertai pembengkakan vaskularisasi dan infiltrasi
limfosit pada endometrium. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian
atau seluruh lapisan endometrium. Angka kejadian hiperplasi endometrium
sangat bervariasi. Umumnya hiperplasi endometrium dikaitkan dengan
perdarahan uterus disfungsional yang seringkali terjadi pada masa
perimenopause, walaupun dapat terjadi pada masa reproduktif, pasca
menars ataupun pascamenopause (Chandrasoma & Tavor, 2006).
Hiperplasi endometrium merupakan prekusor terjadinya kanker
endometrium yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan
(unopposed estrogen) pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang
tidak terlawan dari siklus anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen
pada wanita postmenopause menunjukkan peningkatan kasus hiperplasi
endometrium dan karsinoma endometrium. Kelainan ini biasanya muncul
dengan perdarahan uterus abnormal. Risiko terjadinya progresif sangat
terkait dengan ada atau tidak adanya sel atipik (Chandrasoma & Tavor,
2006).
The American Cancer Society (ACS) memperkirakan ada 40.100
kasus baru dari kanker rahim yang didiagnosa pada tahun 2003, dimana

95% berasal dari endometrium. Sistem klasifikasi dari hiperplasi


endometrium telah dibuat berdasarkan kompleksitas dari kelenjar
endometrium dan sel-sel atipik pada pemeriksaaan sitologi. Hiperplasi
atipikal

sangat

terkait

dengan

progresifitas

menjadi

karsinoma

endometrium (Ara & Roohi2011).


Hiperplasi sederhana (simpel hyperplasia) lebih sering mengalami
regresi jika sumber estrogen endogen dihilangkan. Hiperplasi atipikal
lebih sering berkembang menjadi adenokarsinoma kecuali diitervasi
dengan terapi medis. Terapi dengan penggantian hormon sedang dalam
penelitian untuk menuntukan dosis dan tipe dari progestrin untuk melawan
efek stimulasi berlebihan estrogen pada endometrium. Hiperplasi
endometrium biasanya didiagnosa dengan dengan biopsy endometrium
atau kuretase endometrium setelah seorang wanita menemui dokter
kandungan dengan perdarahan uterus abnormal (Ara & Roohi2011).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Hiperplasi Endometrium?
2. Apakan penyebab dari Hiperplasi Endometrium?
3. Bagaimana terapi dari Hiperplasi Endometrium?
C. Tujuan
1. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk para
pembaca

khusunya

praktisi

kesehatan

mengenai

hiperplasi

endometrium
2. Diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum kepada
masyarakat luas, sehingga dapat mendeteksi dini serta mencegah
terjadinya hiperplasi endometrium.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hiperplasi endometrium didefinisikan sebagai pertumbuhan yang
berlebih dari kelenjar dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan
infiltrasi limfosit pada endometrium. Bersifat noninvasif yang memberikan
gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran
yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian atau seluruh
bagian endometrium (Munro et al., 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi Endometrium
Uterus adalah organ muscular yang berbentuk seperti buah pir yang
terletak di dalam pelvis dan kandung kemih di anterior dan rectum di
posterior. Uterus biasanya terbagi menjadi korpus dan servik. Korpus
dilengkapi oleh endometrium dengan ketebalan bervariasu sesuai dengan
usia dan tahapan siklus menstruasi. Endomtrium terusun oleh kelenjarkelenjar endometrium dan sel-sl stroma mesenkim, yang keduanya sangat
sensitiv terhadap kerja hormon seks wanita. Hormon yang ada di tubuh
wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium,
dimana

estrogen

merangsang

pertumbuhan

dan

progeseteron

mempertahankanya (Ganong, 2008).


Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan
kanalis endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis. Endometrium
adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempat menempelnya ovum yang
telah dibuahi. Di dalam lapisan endometrium terdapat pembuluh darah
yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum
yang telah dibuahi menempel di lapisan endometrium, maka ovum akan
terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubungan dengan
tali pusat pada bayi. Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulanya dalam
rangka mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan agar hasil
konsepsi bisa tertanam. Pada satu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh
sperma, maka korpus luteum akan berhenti memproduksi hormon
progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan
sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah

menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti


diproduksi (Guyton, 2008).
1. Siklus endometrium normal
a. Fase menstruasi (Deskuamasi)
Fase ini berlangsung 3-4 hari pada fase ini terjadi pelepasan
endometrium dari dinding uterus yakni sel-sel epitel dan stroma
yang mengalami disitegrasi otoliisis dengan membran basale yang
masih utuh disertai darah dari vena dan arteri yang mengalami
aglutinasi dan hemolisis serta sekret dari uterus, serviks dan
kelenjar-kelenjar vulva (Guyton, 2008).
b. Fase pasca haid (Regenerasi)
Fase ini berlangsung selama 4 hari. Terjadi regenerasi epitel
menggantikan sel epitel yang luruh (Guyton, 2008)
c. Fase intermenstrum (proliferasi)
1. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Terdapat regenerasi kelenjar. Bentuk kelenjar khas fase
proliferasi yakni lurus, pendek dan sempit dan mengalami
mitosis.
2. Fase proliferasi madya (midplorifration phase)
Fase ini merupakan bentuk trasnsisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuklekuk dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema.
3. Fase prolifrasi (late proliferation phase)
Fase ini dapat dikenali dari permukaan kelenjar yang tidak rata
dengan

banyak

mitosis.

Inti

epitel

membentuk

psseudostratifikasi. Stroma semakin tumbuh aktif dan padat


(Ganong, 2008).
d. Fase pra haid ( sekrsi)
Berlangsung sejak hari setelah ovulasi yanki hari ke 14 sampai 28.
Bentuk kelenjar menjadi berlekuk-lekuk, panjang dan mengeluarkan
getah yang semakin nyata. Dala endometrium telah tersimpan
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk
telur yang dibuahi. Fase ini terbagi menjadi fase sekresi dini dan
fase sekresi lanjut. Pada fase sekresi dini endometrium dapat
dibedakan menjadi beberapa lapisan yakni:

1.

Stratum basale: yakni lapisan endometrium bagian dalam yang

berbatasan dngan emiometrium.


2. Stratum spongiosum: lapisan tengah yang berbentuk anayaman
seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar, berklok-kelok dan dan hanya sedikit stroma
diantaranya.
3. Stratum kompaktum: lapisan atas yang padat. Salura-slauran
kelenjar yang sempit, lumenya berisi sekret sekret dan
stromanya edem (Ganong, 2008).
C. Patogenesis
Hiperplasi endomtrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau
adanya stimulasi unoppesd (estrogen tanpa pendamping priogesteron).
Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotropin
(feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan
folikel berkurang, kemudian regresi dam diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenepause sering terjadi siklus yang anovulator
sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum
sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan
ini adalah terjadi stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun
stroma endometrium tanpa adanya hamabatan dari progsteron yang
meneyebabkan

proliferasi

berlebih

dan

terjadi

hiperplasi

pada

endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menepause dimana seringkali


mendapat terapi hormon pengganti yaitu hormon progesteron dan
estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron
menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu
oleh adanya kista ovarium serta berat badan berlebih (Ellv et al., 2012).
D. Faktor Risiko
1. Peningakatan Body Mass Index (BMI)
2. Nulipara
3. Anovulasi yang bersifat kronik
4. Late onset of menopause
5. Diabetes
6. Selektif estrogen-reseptor modulator (SERMs) (Ara & Roohi, 2011).
E. Klasifikasi
Sistem klasifikasi untuk hiperplasi endometrium dikembangkan
berdasarkan

histologi

dan

potensi

onkogenik.

Hiperplasi

endomoetriumterbagi

mnjadi

jenis

berdasarkan

morfologi

pada

pemeriksaan patologi anatom, yakni:


1. Hiperplasi non atipikal sederhana
Disebut juga hiperplasi kistik atau ringan. Terdapat proliferasi jinak
dari kelenjar endometrium yang berbentuk ireguler dan juga berdilatasi
tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling
tumpang tindih atau sel yang atipik.
2. Hiperplasi atipikal kompleks
Terdapat proliferasi dari kelenjar endometrium dengan tepi yang
ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi
tidak terdapat sel yang atipik. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran
endometrium sehingga kelenjar menjadi berdesak-desakan, membesar
dan berbentuk ireguler. Bentuk irguler ini adalah manifestasi utama
meningkatnya

stratifikasi

sel

dan

pembesaran

nukleus

serta

memperlihatkan komplsitas epitel permukaan yang prmukaanya


menjadi berlekuk-lekuk atau bertumpuk-tumpuk.
3. Atipikal
Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan kehilangan
polaritasnya (Ara & Roohi2011).
F. Manifestasi klinis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering
muncul pada hiperplasi endometrium. Pasien usia lebih muda pada usia
reproduktif biasanya muncul hiperplasi endometrium sekunder akibat
polycystic ovarian syndrome (PCOS). PCOS menghasilkan stimulasi
estrogen yang tidak terlawan secara sekunder ke siklus anovulatori. Pada
pasien yang lebih muda dapat juga terjadi peningkatan estrogen secara
sekunder dari konversi perifer dari androgen menjadi androestenedione
pada jaringan adiposa, atau tumor ovarium yang mensekresi estrogen
(Munro et al., 2011).
G. Diagnosa
Pada perdarahan uterus abnormal yang disertai dengan faktor risiko
harus dilakukan pemerikasaan untuk menyingkirkan kemungkinan
hiperplasi endometrium:
a. Pemeriksaan ultrasonografi

Pada wanita pascamenopause ketebalan endometrium pada


pemeriksaan ultrasonogravi trans vagina kira-kira 4 mm. Untuk
dapat melihat kedalam dinding cavum uteri secara lebih baik maka
dapat

dilakukan

pemeriksaan

hysterosonografi

dengan

memasukkan cairan ke dalam uterus.


b. Biopsy
Diagnosis hiperplasi endometrium dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan
menggunakan mikrokuret. Metode ini dapat menegakkan diagnosa
keganasan utrus.
c. Dilatasi dan kuretase
d. Histeroskopi
Adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil
kedalam uterus untuk melihat keadaan dalam uterus dengan
peralatan ini selain melakukan inspeksi juga dapat dilakukan
tindakan

pengambilan

sediaan

biopsi

untuk

pemeriksaan

histopatologi (Munro et al., 2011).


H. Diagnosa banding
Hiperplasi memiliki gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu
dapat diperkirakan kemungkinan:
1. Karsinoma endometrium
2. Abortus inkomplit
3. Leiomioma
4. Polip endometrium (Munro et al., 2011).
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan kuretase selain untuk menegakkan diagnosis sekaligus
sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.
2. Terapi progseteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam
tubuh. Namun perlu diperhatikan kemungkinan efek samping
penggunaanya antara lain mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Ratarata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan
penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin sangat
efktif dalam mengobati hiperplasi endometrium tanpa atipik, akan
tetapi kurang aktif untuk hiperplasi endometrium atipik (Wildemeersch
& Dhont, 2013).
J. Prognosis

Umumnya lesi pada hiperplasi atipikal akan mengalami regresi


dengan terapi progestrin. Akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang
lebih tinggi ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada
hiperplasi tanpa atipikal.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi
62.5% pasien dengan hiperplasi endometrium atipikal yang tidak diterapi
ternyata juga mengalami karsinoma endometral pada saat yang bersamaan.
Sedangkan pasien dengan hiperplasi endometrium tanpa atipikal yang
dihisterektomi hanya 5% diantaranya yang juga memiliki kaesinoma
endometrial (Ellv et al., 2012).
K. Pencegahan
1. Melakuan pemeriksaa USG atau pemeriksaan rahim secara rutin untuk
mendeteksi dini adanya kista yang dapat menyebabkan penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami keluhan seputar
menstruasi.
3. Penggunaan estrogen pada masa pasca menepause disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan perlu diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik yaitu dengan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan (Munro et al., 2011).

BAB III

KESIMPULAN
Hiperplasi endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan
dalam rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan
proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasi tipe atipik)
dapat menjadi kanker rahim.
Endometrium merupakan lapisan paling dalam dari rahim. Lapisan
ini tumbuh dan menebal setiap bulanya dalam rangka mempersiapkan diri
terhadap terjadinya kehamilan, agar hasil konsepsi bisa tertanam. Jika tidak
terjadi kehamilan, maka lapisan ini akan keluar saat menstruasi.
Pada saat mendekati menepause kadar hormon estrogen dan
progesteron berkurang. Setelah menepause wanita tidak haid lagi karena
produksi horman sangat sedikit. Untuk mengurangi gejala dan keluhan
menopause sebagian wanita memakai hormon pengganti dari luar (terapi sulih
hormon) bisa dalam kombinasi (estrogen + progesteron), maupun estrogen
saja. Estrogen tanpa pendamping progesteron menyebabkan penebalan
endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium
serta berat badab berlebih.
Pada kebanyakan kasus hiperplasi dapat diobati dengan obatobatan yaitu dengan memakai progesteron.

Progesteron menipiskan/

menghilangkan penebalan serta mencegah tidak menebal lagi. Namun


pemakaian progesteron ini menimbulkan bercak/ spoting.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ara. S., & Roohi. M. 2011. Abnormal uterine Bleeding: Histopathological


Diagnosis by Conventional Dilatation and Curretage. The Professional
Medical Journal. 587-59.
2. Chandrasoma. Parakrama dan Tavor. Clive.R. Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta: EGC. 2006.
3. Cotran dan Robbins. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC.
2008.
4. Ellv.J, W., Kennedy. C.M, Clark. E. C., & Bowdler. N.C. 2012. Abnormal
Uterine Bleeding: A Management Alogarithm: JABFM. 590-602.
5. Ganong, Williams., Buku ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta, 2008.
6. Guyton, Arthur C.&Hall, John E., Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta,
2008.
7. Munro, M.G., Critchlev, H. O., Broder, M.S.,&Fraser, I.S. 2011. Figo
Classification System (PALM-COEIN) for Cause of Abnormal Uterine
Bleeding Non Gravid Women of Reproduction Age. International Journal
of Gynecology and Obstetri. 3-12.hont.
8. Wildemeersch, D., & Dhont, M.2013. Treatment of Non Atypical and
Atypical Enodomtrial Hyperplasi with a Levonorgestrel-Relesing Intra
Uterine System American Journal of obstetrics and Gynecologic. 1-4.

Anda mungkin juga menyukai