Anda di halaman 1dari 2

Terhitung 1 Januari lalu, Asean Economic Community (AEC) atau dalam istilah bahasa

Indonesia Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) diberlakukan. MEA atau AEC adalah bentuk kerja
sama antara anggota negara-negara Asean yang terdiri dari Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja,
Laos, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Melalui kerja sama tersebut akan
diberlakukan perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. MEA dipersiapkan dan
dirancang untuk mewujudkan wawasn ASEAN 2020. Dengan diberlakukannya MEA, jelas
persaingan usaha akan semakin sempit walau pangsa pasar lebih luas meliputi negara-negara
ASEAN. Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konfrensi
Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada KTT selanjutnya
yang berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa pembentukan
MEA pada tahun 2016. Pertanyaanya adalah apakah kita semua, Indonesia sudah siap guna
mengahadapi MEA? Dalam sebuah kesempatan, Presiden Jokowi menegaskan bahwa siap tidak
siap Indonesia harus siap. Jangan takut. Kita harus bangun optimisme. Terkait dengan kesiapan
Indonesia, beberapa kalangan mengusulkan agar kita fokus pada nilai unnggul. Nilai lebih yang
dimiliki. Tentu dengan tidak mengabaikan potensi unggul lainnya. Anas Arief, Kepala Bagian
Perlindungan Konsummen Kementerian Kordinator Perekonomian berpendapat, Indonesia
memliki keunggulan dalam beberapa sektor. Diantaranya, Anas Arif menyebutkan keunggulan
sektor kontriuksi, sektor kesehatan, sektor kelautan dan produk lokal. Pada sektor tersebut
Indonesia bisa memfokuskan diri. Untuk sektor kontrusksi permasalahan kita ada pada
sertifikasi. Demikian pula sektor kesehatan, secara profesional talenta Indonesia diakui oleh
Jepang. Namun sertifitaktnya belum dimiliki. (http://nasional.republika.co.id/) Walaupun di
banyak sektor Indonesia memiliki nilai unggul itu tidak menjamin akan memenangkan
persaiangan. Keunggulan tersebut membutuhkan SDM yang handal untuk menyulapnya menjadi
kemenangan. Dan SDM yang diharapkan sangat bergntung dunia pendidikan. Sementara dunia
pendidikan kita masih dipertanyakan oleh banyak pihak seperti Daniel Johan, Kapoksi Komisi
IV DPR RI. Ini yang harus dijawab oleh dunia pendidikan kita. Daniel Johan, menyebutkan
Indoensia masih memiliki kelemahan dalam persaingan di MEA. Disebutkannya kelemahan
tersebut diantaranya di bidang pendidikan, pemerintahan, birokrasi, sistem dan peraturan
undang-undang. Secara khusus dalam bidang pendidikan, Daniel Johan berargumentasi
Kelemahan Indonesia di bidang pendidikan dapat dilihat dari sedikitnya lulusan sarjana
dibandingkan sekolah dasar. (http://www.beritasatu.com/) Pendidikan kita Pendidikan
mengemban peran sangat penting dalam membangun sumber daya manusia (SDM) handal yang
kompetitif, mampu bersaing dengan negara lain. Oleh karena itu untuk menyambut MEA, dunia
pendidikan kita harus mampu mempersiapkan SDM yang terampil, peka dan kritis dalam
menghadapi tantangan maupun perubahan-perubahan yang akan terjadi di dunia pendidikan
mendatang. Dina Nur Hayati (2015) menyebutkan, tantangan MEA dalam dunia pendidikan yang
akan dihadapi antara lain, menjamurnya lembaga pendidikan asing, standar dan orientasi
pendidikan yang makin pro pasar, serta pasar tenaga kerja yang dibanjiri tenaga kerja asing.
(https://dinanurhayati.wordpress.com) Kehadiran lembaga pendidikan asing di era MEA
merupakan suatu kenistaan yang tak dapat ditolak tapi harus disikapi, disiasat, dihadapi dan
dipersiapkan oleh lembaga pendidikan kita. Ke depan persaingan lembaga pendidikan akan lebih
ketat lagi. Persaingan tak hanya antara lembaga pendidikan kita, juga dengan lembaga
pendidikan asing. Di sini, mutu dan kualitas pendidikan akan dipertaruhkan. Sebab tidak
mustahil untuk mengejar mutu dan kualitas, masyarakat kita memilih lembaga pendidikan asing.
Bukankah selama ini sebagian dari mereka juga bersekolah atau kuliah di lembaga pendidikan
asing, bahkan untuk itu mereka rela meninggalkan tanah air untuk belajar di luar ke Malaysia,

Australia misalnya? Ini menjadi tantangan yang harus disadari oleh semua pihak yang terlibat
dalam pendidikan di tanah air. Semua civitas pendidikan harus siap dan mempersiapkan diri
menghadapi MEA. Mereka dituntut meningkatkan kemampuan, kualitas, etos kerja, dan
tanggung jawab. Ditambah lagi posisi mereka sebagai produsen SDM Indonesia. Kemudian
pendidikan kita ke depan harus berorientasi pada pangsa pasar. Saya teringat dengan konsep
pendidikan Link annd Match yang digagas mantan Menteri Pendidikan Prof. Dr wardiman
Joyonogoro. Link and Match ialah pendekatan menghendaki adanya hubungan anatara dunia
pendidikan dan dunia usaha atau industri. Dunia penidikan disiapkan sebagai pemasok tenaga
kerja handal sedangkan dunia usaha sebagai pengguna. Sehingga dalam Link and Match,
kurikulum menyesuaikan dunia usaha dan industri. Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Anis Baswedan mencabut pemberlakuan Kurikulun 2013 dengan alasan penerapan
kurikulum itu terlalu buru-buru. Kurikulum 2013 disempurnakan. Mustinya, penyempurnaan itu
juga mengakomodir kepentingan kita semua menghadapi MEA. Karena sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya tantangan dan tuntutan dunia pendidikan terkait MEA adalah berorientasi
pada pasar. Karena kurikulum 2013 yang sedang direvisi oleh Kemendikbut idealnya tanggap
terhadap pesoalan MEA. Sehingga ke depan kurikulum pendidikan bisa menjawab kebutuhan
menghadapi pasar bebas. Dan paling penting dari semuanya adalah kesiapan guru dalam
menghadapi MEA. Karena guru berada pada garda terdepan pendidikan, yang menyiapkan SDM
Indonesia bersaing di MEA. Untuk itu guru harus meningkatkan etos kerja, kualitas diri,
kreatifitas dalam mendidik dan mengajar peserta didik. Program Tunjangan Sertifikasi Guru
(TPG) yang digulirkan oleh Pemerintah beberapa tahun belakangan harus dimaknai sebagai
usaha meningkatkan kulaitas, profesionalisme disamping meningkatkan kesejahteraan guru
tentunya. Walhasil, MEA sudah di depan mata. Kita tak bisa menghindar. Semua harus siap
termasuk dunia pendidikan. Dan guru sebagai pelaku pendidikan yang berada di garda terdepan
harusnya lebih tanggap dan siap. Jangan pernah meremehkan. Bila Pendidikan kita tak siap, bisa
jadi masyarakat kita sendiri akan memilih lembaga pendidikan asing. Ini menjadi memalukan.
Selain itu , pendidikan kita tak akan mampu mencetak SDM Indonesia handal yang dapat
bersaing dan memenangkan di era MEA. Ini yang menjadi ketakutan sebagian dari kita.
Sekarang saatnya kita buang ketakutan, menyongsong optimisme ke depan dengan usaha dan
kerja keras. Wa Allahu Alam
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/amirudinmahmud/mea-dan-pendidikankita_569190bf9893736f1a12b48b

Anda mungkin juga menyukai