Anda di halaman 1dari 66

Pengertian Sosiologi Pedesaan Menurut Para Ahli

Sebelum lebih jauh memahami pengertian sosiologi pedesaan menurut para ahli, mengetahui
pengertian desa sangatlah penting karena merupakan obyek dari sosiologi pedesaan itu sendiri.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan daerah, desa
didefinisikan sebagai suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Cermati juga pengertian sosiologi menurut para ahli.
Perkembangan sosiologi pedesaan sebagai salah satu cabang dari sosiologi, tidak lepas dari
peranan para akademisi di Amerika Serikat saat itu yang kurang lebih setengah abad telah
mengembangkannya dan menjadi bidang akademik yang terpandang dan professional, seperti
pada tulisan Smith dan Zopf (1970), Galeski (1972).Sosiologi pedesaan tumbuh dan
berkembang untuk pertama kalinya di Amerika Serikat, bermula dari para pendeta Kristen yang
hidup di daerah pedesaan, yang kemudian aktif menuliskan bagaimana kondisi sosial ekonomi
masyarakat
pedesaan
yang
hidup
di
bagian
utara
Amerika.
Mari kita simak dan telaah pengertian sosiologi pedesaan menurut para ahli :

Menurut T. Lynn Smith dan Paul E. Zapt menguraikan bahwa sosiologi pedesaan adalah
kumpulan pengetahuan yang telah disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan
metode ilmiah ke dalam studi tentang masyarakat pedesaan, struktur organisasinya,
proses-prosesnya, sistem sosialnya yang pokok dan perubahan-perubahannya (Rahardjo,
1999).

Menurut Jhon M. Gillette (1922:6) Sosiologi pedesaaan adalah cabang sosiologi yang
secara sistematis mempelajari komunitas-komunitas pedesaan untuk mengungkapkan
kondisi-kondisi serta kecenderungan-kecenderungannya dan merumuskan prinsipprinsip kemajuan.

Sosiologi pedesaan merupakan studi yang melukiskan hubungan manusia di dalam dan
antar kelompok yang ada di lingkungan pedesaan (Priyotamtomo, 2001)

Sosiologi pedesaan didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat


dalam setting pedesaan (Rogers)

Sosiologi pedesaan adalah studi tentang hubungan manusia dalam lingkungan pedesaan
(Bertand)

Sosiologi pedesaan adalah studi tentang penduduk pedesaan, organisasi sosial pedesaan
dan proses-proses sosial komparatif, dalam masyarakat pedesaan (F. Stuard Chapin)

Sosiologi pedesaan adalah ilmu masyarakat pedesaan. Dikemukakan pula bahwa


sosiologi pedesaan merupakan ilmu tentang hukum perkembangan masyarakat pedesaan
(AR Desai)

Sosiologi pedesaan adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari kehidupan di


lingkungan pedesaan (D. Samderson).

NL. Sims (dalam Rahardjo, 1999), mengemukakan bahwa sosiologi pedesaan adalah
studi tentang asosiasi persekutuan antara orang-orang yang hidupnya lebih kurang
tergantung pada pertanian

Hakekatnya ada dua versi sosiologi pedesaan, yang lama (klasik) dan yang baru (modern).
Semua definisi atau pengertian sosiologi pedesaan menurut para ahli di atas adalah definisi
sosiologi pedesaan yang lama atau klasik yakni menggambarkan keadaan Barat secara umum
memperlihatkan perbedaan yang jelas dan bahkan dikotomis antar kawasan pedesaan dan
perkotaan.
Di era globalisasi ini, perbedaan antara kota dan desa makin kabur terutama disebabkan makin
majunya teknologi transportasi dan komunikasi sehingga sosiologi pedesaan memiliki
pemahaman berbeda dengan yang lama. Karl Kautsky dalam karyanya The Agrarian Question
mengutarakan bahwa kita harus mencari perubahan-perubahan yang dialami pertanian di bawah
dominasi produksi kapitalis. Sosiologi pedesaan yang baru seyogyanya merupakan studi
berkaitan dengan bagaimana masyarakat desa (bukan hanya desa pertanian) dapat
menyesuaikan diri terhadap masuknya kapitalisme modern di tengah kehidupan mereka
(Rahardjo, 1999).

Sosiologi Pedesaan
Sosiologi Pedesaan merupakan suatu cabang sosiologi yang mempelajari gejala sosial di
pedesaan, berawal dari kata desa maka pengertian desa harus terlebih dahulu di pahami karena
objek bagian dari ilmu sosiologi pedesaan adalah desa. Menurut Undang-undang No. 5 Tahun
1979 Tentang pemerintah daerah Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Pengertian desa adalah suatu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri (Sutardjo Kartohadikusumo).

C.S. Kansil, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan sosiologi pedesaan, banyak sekali ahli mengemukakan definisi sosiologi pedesaan
dengan segala kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Merupakan suatu cabang sosiologi
yang mempelajari gejala sosial di pedesaan sedangkan menurut beberapa ahli, Menurut T. Lynn
Smith dan Paul E. Zapt sosiologi pedesaan adalah kumpulan pengetahuan yang telah
disistematisasi yang dihasilkan lewat penerapan metode ilmiah ke dalam studi tentang
masyarakat pedesaan, struktur organisasinya, proses-prosesnya, sistem sosialnya yang pokok
dan perubahan-perubahannya (Rahardjo, 1999).

Priyotamtomo (2001) sosiologi pedesaan merupakan suatu studi yang melukiskan hubungan
manusia di dalam dan antar kelompok yang ada di lingkungan pedesaan. Pengertian pedesaan
mencakup wilayah yang disebut rural dibedakan dengan urban. Secara lengkap pedesaan
diartikan sebagai kawasan tempat tinggal dan kerja yang secara jelas dapat dipisahkan dari
kawasan yang lain yang disebut kota".

Smith dan Zopt (1970) melahirkan Sosiologi Pedesaan dan melahirkan definisi ilmu yang
mengkaji hubungan anggota masyarakat di dalam dan antara kelompok kelompokdilingkungan
pedesaan Rogers Ilmu yang mempelajari fenomena masyarakat dalam setting pedesaan.
Berbeda sosiolog telah mendefinisikan sosiologi pedesaan dalam berbagai cara. Beberapa
definisi dapat dipelajari di sini.
1. Sanderson mengatakan bahwa "adalah sosiologi pedesaan sosiologi pedesaan hidup di
lingkungan pedesaan".
2. Bertand mengatakan bahwa dalam arti luas, "sosiologi pedesaan adalah studi tentang
hubungan manusia dalam lingkungan pedesaan".
3. F. Stuard Chapin mendefinisikan sosiologi pedesaan sebagai berikut: "sosiologi pedesaan
yang hidup adalah studi tentang penduduk pedesaan, organisasi sosial pedesaan dan prosesproses sosial komparatif, dalam masyarakat pedesaan".
4. AR Desai mengatakan bahwa " sosiologi pedesaan adalah ilmu masyarakat pedesaan ... Ini
adalah ilmu tentang hukum perkembangan masyarakat pedesaan".

Hal ini jelas dari definisi yang disebutkan di atas bahwa studi sosiologi pedesaan interaksi
sosial, aktivitas dan lembaga-lembaga dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
pedesaan. Ini studi pedesaan organisasi sosial, struktur dan mensetup. Memberikan kita bahwa
pengetahuan tentang fenomena sosial pedesaan.

"Sosiologi adalah studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat. Hal ini
yang memukau dan menarik perusahaan, karena sebagai subyek perilaku kita sendiri sebagai
makhluk sosial. Ruang lingkup sosiologi sangat luas, mulai dari analisis lewat pertemuan antara
individu di jalan sampai penyelidikan di seluruh dunia proses sosial ". Anthony Giddens
( "Sosiologi", 1989).

Ada pendapat yang selalu menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa pertanian, padahal
pada kenyataan ada juga desa yang nonpertanian.

Definisi lain masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit
berbeda dengan kota. Dengan banyaknya faktor-faktor eksternal yang masuk dan
mempengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa mulai berkembang

ke arah komunitas kota, di mana adat-istiadat, tradisi atau pola kebudayaan tradisional desa
mengalami proses perubahan.

Howard Newby mengatakan bahwa dalam mempelajari sosiologi pedesaan hendaknya


diarahkan pada studi tentang adaptasi masyarakat desa terhadap pengaruh-pengaruh kapitalisme
modern yang masuk ke desa.

CIRI-CIRI MASYARAKAT DESA


Seorang ahli sosiologi yang bernama Talcott Persons menggambarkan masyarakat desa sebagai
masyarakat tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Afektivitas, yaitu merupakan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan kemesraan,
yang ditunjukkan dalam sikap kehidupan sehari-hari yang saling tolong menolong,
perasaan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain, menolong orang lain tanpa
pamrih.
b. Orientasi kolektif, sifat ini mewujudkan konsekuensi dari sifat efektivitas, yaitu
meningkatkan kebersamaan tidak suka memanjakan diri, tidak suka berbeda pendapat
dengan sesama warga desa.
c. Partikularisme, yaitu semua hal yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku
untuk tempat atau daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan
rasa kebersamaan.
d. Kekaburan, yaitu sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan secara eksplisit (penggunaan bahasa yang tidak langsung).
e. Askripsi, yaitu berhubungan dengan berdasarkan usaha yang disengaja (direncanakan),
tetapi lebih merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keharusan.
Dari sifat ini masyarakat desa sukar berubah sesuatu diterima sebagaimana adanya dan
berkembang secara tradisionalisme dan konservalisme.

Ciri-Ciri/Karakteristik Masyarakat Desa


1.
2.
3.
4.

Jumlah penduduk tidak terlalu padat dan bersifat homogeny


Kontrol sosial masih tinggi
Sifat gotong royong masih kuat
Sifat kekeluargaannya masih ada

ASPEK-ASPEK KULTURAL MASYARAKAT DESA


1. KEBUDAYAAN
Obyek studi pokok sosiologi adalah masyarakat, dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan.
Defenisi kebudayaan menurut ahli :
1.

Horton dan Hunt mendefinisikan masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling

berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang
terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat itu.
2.

Ralph Linton, kebudayaan diartikan sebagai way of life suatu masyarakat. Meliputi way of

thinking (cara berpikir, mencipta), way of feling (cara mengekspresikan rasa), way of doing
(cara berbuat, berkarya).
3.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Sumardi, kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta

dan karya masyarakat.


Jadi kebudayaan adalah suatu yang berwujud berupa alat dan berbagai teknologi untuk
keperluan hidup manusia, tata nilai dan berbagai aturan tertib sosial untuk menjaga
keberlangsungan sistem yang ada baik ekonomi, sistem sosial dan berbagai sisi kehidupan
manusia lainnya.
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri dari :
1.

Sistem kepercayaan

2.

Sistem organiasi kemasyarakatan

3.

Sistem pengetahuan

4.

Bahasa

5.

Kesenian

6.

Sistem mata pencaharian hidup

7.

Sistem teknologi
Mayor Polak = aspek kultural masyarakat adalah analog dengan aspek rohani sedangkan

aspek strukturalnya adalah analog dengan aspek jasmani suatu makhluk


Aspek kultural masyarakat desa terorientasi pada jangkauan mengenai gambarangambaran asli masyarakat desa, yaitu masyarakat pertanian.
Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang
seragam dan bersifat umum, artinya sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaanperbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani. Contoh, diferensiasi
dalam komunitas petani itu akan terlhat berdasar perbedaan dalam tingkat perkembangan

masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka
gunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi fisik-geografik lainnya.
Gambaran umum betuk deferensiasi msyarakat petani terbagi menjadi dua :
a.

Petani bersahaja yang disebut juga petani tradisional golongan peasant


Kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat

pengetahuan dan teknologi mereka, produksi mereka ditujukan pada suatu usaha untuk
menghidupi keluarga.
b.

Petani modern atau agricultural enterpreneur


Kaum petani yang menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan

menanam tanaman yang laku dipasaran. Sistem pengelolaanpertanian mereka dalam bentuk
agribisnis, agroindustri dan berusaha mengejar keuntungan.
2. KEBUDAYAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DESA
Konsep tradisional masyarakat desa mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of
Life) masyarakat desa yang hidupnya masih tergantung pada alam. Paul H.Landis
mengemukakan bahwa besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat
desa ditentukan oleh tiga faktor :
1.

Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian

2. Tingkat teknologi mereka


3.

Sistem produksi yang diharapkan


Dari faktor di atas, maka terciptanya kebudayaan tradisional apabila masyarakat amat

tergantung kepada pertanian , tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Ciri-ciri Kebudayaan Tradisional :
1.

Pengembangan adaptasi yang kaut terhadap lingkunagn alam.

Masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai
kekhususan lingkungan alam, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola
kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam).
2.

Rendahnya tingkat inovasi masyarakat karena adaptasi pasif terhadap alam.

Tingkat kepastian terhadap elemen alam (jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah,
pola geografis, dll) cukup tinggi sehingga merek tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru
karena terasa telah diatur dan ditentukan oleh alam.
3.

Faktor alam juga mempengaruhi kepribadian masyarakatnya.

Sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan filsafat
hidup yang organis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai suatu
kesatuan dan tebalnya rasa kekeluargaan.
4.

Pola kebiasaan hidup yang lamban.

Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang dipengaruhi oleh irama alam yang tetap dan lamban.
Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati prosesproses serta tahapan tertentu yang tetap.
5. Tebalnya kepercayaah terhadap takhayyul.
Konsepsi takhayyul merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam
disebabkan karena tidak dapat memahami dan menguasai alam secara alam.
6.

Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek

kebudayaan material mereka yang bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada
arsitetktur rumah dan alat-alat pertanian.
7.

Rendahnya kesadaran akan waktu.

Faktor ini didasari oleh keterikatan mereka terhadap alam yang memliki irama sendiri yang
tidak terikat oleh waktu. Tanamam memiliki proses alami dengan peket waktu tersendiri
terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang alami
itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
8.

Kecenderungan masyarakat yang serba praktis.

Dalam segala hal mereka tidak terbebani ahl-hal yang kompleks, mereka tidak perlu berbicara
panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh dan berkembangnya
sifat-sifat jujur, terus terang, dan suka bersahabat.
9. Terciptanya standar moral yang kaku dikalangan masyarakat desa.
Moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sesuatu yang absolut, tidak ada kompromi
antara baik dan buruk serta cenderung pada pemahaman clear-cut definition (pemahaman hitam
putih).
3.

Aspek-Aspek Kultural Lainnya


Untuk sebagian, pola kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat tidak terlepas ( dan

bahkan merupakan refleksi) dari cara hidup atau sistem mata pencaharian masyarakat itu. untuk
sebagian lain, agama atau kepercayaan sering merupakan elemen pokok yang menjadi cultural
focus pola kebudayaan suatu masyarakat, lebih-lebih untuk masyarakat yang relatif masih
bersahaja. Bersumber atau terkait pada agama/kepercayaan ini terciptalah adat-istiadat atau
berbagai bentuk tradisi (termasuk sistem kekerabatan) yang mengatur seluruh kehidupan
masyarakatnya.
Bagi masyarakat desa yang secara umum pengelompokannya relatif kecil, adat-istiadat atau
tradisi adalah identik dengan kebudayaan. Sebab, dalam adat-istiadat atau tradisi tersebut telah
terkandung sistem nilai, norma, sistem kepercayaan, sistem ekonomi dan lainnya, yang cukup
lengkap menjadi pedoman perilaku kehidupan mereka. Untuk sbagian lainnya lagi, pola
kehidupan masyarakat Indonesia umunya, dan desa khususnya, harus dirunut asal-muasal nenek

moyang kita yang ternyata berasal dari tempat dan suku bangsa yang berbeda-beda. Denagn
sendirinya pula dengan pola kebudayaan yang beragam.
Mengacu pada keadaan masa lampau, dengan berorientasi pada pola dasar mata pencaharian
masyarakat, W.F Wertheim (dalam Rahardjo, 1999), membedakan adanya tiga daerah peradaban
di Indonesia. Pertama, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah sekian lamanya
memiliki teknik dan system pertanian sawah. Kedua sepanjang pantai Jawa, Sumatera dan
Malaya, Kalimantan (di muara-muara sungai) yang merupakan daerah-daerah tempat
berkembangnya kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan ini mengadakan hubungan dengan
India, Cina, dan bahkan Jepang. Kegiatan perdagangan laut inilah yang merupaka unsur penentu
corak peradaban daerah-daerah ini. Ketiga, daerah-daerah pedalaman dari kota-kota pelabuhan.
Daerah-daerah ini pendudukya jarang.Desa-desa pertanian sawah yang berada di Jawa Tengah
dan Timur, yang umumnya disebut daerah pedalaman (hinterland), dapat diperkirakan lebih
bersifat tertutup, statis dan kurang berorientasi kepada keuntungan dibanding dengan
masyarakat desa-desa di daerah peradaban ke dua.
Desa-desa di sekitar daerah peradaban kedua karena terbiasa pada situasi yang tercipta oleh
hubungan (dagang) dengan luar, dapat diperkirakan cenderung mengembangkan sikap yang
tebuka dan berorientasi pada keuntungan. Orientasi pada keuntungan ini juga dapat
diperkirakan terdpat dalam masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban ketiga, sekalipun
daerah ini dilekati oleh adat-istiadat lokal yang cukup kuat. Pada desa-desa sekitar dua
peradaban terakhir ini derajat ketundukannya terhadap kekuatan supra desa kurang besar
disbanding dengan masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban pertama. Maka pada era
diterapkannya program-program pembangunan desa yang pendekatannya bersifat top-down,
desa-desa di daerah tersebut kurang dapat mengadopsi program-program itu dengan baik

A.

STRUKTUR
Struktur sosial ialah konsep perumusan asas-asas hubungan antar individu dalam kehidupan

masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu.pengertian ini tidak jauh
berbeda dengan dalam sosiologi dalam dictionary of sociologi an related sciences (h.p, 1975),
stuktur sosial diartikan sebagai pala yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial.
Dalam rumusan ini telah mencakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua
hubungan yang ada antara nanggota dalam suatu kelompok maupun antara kelompok.
Stuktur sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. J. B. A. F. Mayor polak lewat
pendapat bahwa antara kebudayaan dan struktur terdapat kolerasi fungsional. Artinya, antara
kebudaan dan struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung dan
membenarkan.

Stuktur sosial di bagi menjadi dua yakni stuktur sosial vertikal dan horisontal. Struktur
sosial vertikal atau stratifikasi sosial, atau pelapisan sosial menggambarkan kelompokkelompok sosial dalam dalam susunan yang bersifat hirarkis, berjenjang. Sehingga dalam
dimensi struktur terdapat kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan ata), sedang
(lapisan menengah), dan rendah(lapisan bawah). Struktur sosial horisontal atau diferensiasi
sosial, menggambarkan kelompok kelompok sosial tidak di lihat dari tinggi rendahnya
kedudukan kelompok satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan
pengolompokan yang ada dalam suatu masyarakat. Semakin maju atau berkembangnta
masyarakat semakin bervariasi dan komples pengelompokannya, bukan saja secara kuantitatif
tetapi juga kualitatif.
B.

STRUKTUR PHISIK DESA


Struktur phisik suatu desa berkaitan erat dengan lingkungan phisik desa itu dalam pelbagai

aspeknya. Seecara agak lebih khusus ia berkaitan dengan lingkungan geografisdengan segala
ciri-cirnya seperti : iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat
kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Variasi dalam perbedaan ciri-ciri fisik akan
menciptakan pula perbedaan dalam jenis tanaman yang di tanam, sistem pertanian yang di
terapkan, dan lebih lanjut pola kehidupan dari masing-masing kelompok masyarakatnya.
Lingkungan geografis yang memberi kemungkinan untuk budi daya tanaman padi akan
menciptakan masyarakat petani sawah yang berbeda dengan lingkungan geografis yang cocok
untuk budi daya tanaman gandum dengan petani gandungmnya. Tanah-tanah yang kurang
subur akan cenderung menciptakan desa-desa kecil yang terpencar, berjauhan satu sama lain,
dengan penduduk yang jarang titik. Sebaliknya, tanah-tanah yang subur akan cenderung
menciptakan desa-desa yang besar, berdekatan satu sama lain, dan berpenduduk padat.
Pola pemukiman tersebut merupakan salah satu aspek yang dapat mengambarkan dengan
jelas keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Pola
pemukiman menurut smith dan zopf adalah berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan
antara pemukiman yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Dalam
bentuknya terdapat 2 pola pemukiman yakni :
1. Yang pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan pertanian berada di
2.

luar dan terpisah dari lokasi pemukiman.


Yang pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain, dan masing-masing
berada di dalam atau di tengah lahan pemukiman mereka.
Pola pemukiman menurut paul H. Landis iya memperkirakan empat pola pemukiman yang

terdapat di dunia, yakni :


1.
The farm village type atau yang menurut smith dan Zopf (FVT) ialah pola pemukiman
dalam mana penduduk (petani) tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat
dengan lahan pertanian berada di luar lokasi pemukiman.

2.

The nebulous farm type (NFT) hampir sama dengan pola FVT DI atas. Bedanya, di
samping yang tinggal bersama-sama di suatu tempat , terdapat penduduk yang tinggal

tersebar di luar pemukiman, kecuali bagi penduduk yang tinggal di luar pemukiman itu.
3.
The arranged isolated farm type (AIFT) adalah pola pemukiman dalam mana penduduk
tinggal di sekitar jalan dan masing-masing berada di lahan pertanian mereka, dengan suatu
trde center di antara mereka.
4.
The pure isolated farm type (PIFT) adalah pola pemkiman yang penduduknya tinggal
dalam lahan pertanian mereka masing-masing, terpisah dan berjahuan satu sama lain dengan
suatu trade center.
C.

STRATIFIKASI SOSIAL
Stratifikasi sosial, pelapisan sosial, atau struktur sosial vertikal adalah penggambaran
kelompok-kolompok sosial dalam susunan yang hirarkis, berjenjang. Dalam masyarakat
terjadi pelapisan-pelapisan karna kehidupan manusia di dekati oleh nilai. Keberadaan nilai
selalu mengandung kelangkaan, tidak mudah di dapat, dan oleh karnanya memberi harga
pada penyandangnya. Secara umum hal-hal yang mengandung nilai berkaitan dengan
harta/kekayaan, jenis mata pencaharian, pengetahuan atau pendidikan, keturunan,
keagamaan, dan dalam masyarakat yang masih bersahaja juga unsur-unsur biologis (usia,
jenis kelamin). Bagi masyarakat desa yang di pandang bernilai adalah lahan pertanian. Maka
seberapa besar pemilikan atau penguasaan seseorang terhadap lahan pertanian akan
menentukan seberapa tinggi kedudukannya di tengah masyarakat mereka keberadaan
pelapisan sosial ini juga tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Apabila
tingkat diferensiasinya rendah maka pelapisan sosialnya juga kurang terlihat. Kalau adapun
jarak sosialnya tidak terlalu tajam.
1.

Struktur biososial
Di antara sejumlah faktor yang menciptakan stratifikasi sosial (struktur sosial
vertikal) adalah faktor biologis. Faktor biologis tidak hanya berkaitan dengan struktur
vertikal melainkan juga dengan struktur sosial horisontal. Yang berkaitan dengan faktorfaktor biologisseperti jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya.
Keterkaitan antara faktor biologis dan struktur sosial vertikal (stratifikasi sosial)
dapat di tunjukan lewat sifat mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Dalam
masyarakat yang masih bersahaja yakni dari ketika masyarkat masih dalam tingkat food
gathering economics (hunting, fishing, meramu ) sampai pada ketika mereka telah
mengalami era pertanian ( tradisional ), masyarakat manusia masih mengandal kepada
kekuatan fisik dan pengalaman.
Dalam hal kekuatan fisik kaum laki-laki tergolong lebih kuat di banding dengan
wanita. Keterampilan dan kekuatan fisik yang di butuhkan untuk perburuan secara
dominan di miliki kaum laki-laki. Kaum wanita yang memiliki kemampuan tersebut

merupakan perkecualian seklipun juga ada yang berpendapat bahwa kelemahan kaum
wanita di sebabkan oleh kebudayaan yang menciptakan kaum wanita sebagai kaum
lemah (peminim). Maka menurut pendapat ini kaum wanita menjadi lemah krena
penyesuaian dengan tuntutan budaya. Akibatnya, kaum laki-laki lebih banyak berperang
dan dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eknologi terdapat konsep potlach,
yakni semacam prinsip bahwa siapa yang berada di pihak memberi akan berkedudukan
lebih tinggi di banding dengan pihak yang menerima pemberian itu.dengan demikian di
sebabkan oleh peranannya yang besar dan berada dalam kedudukan memberi, maka
kaum laki-laki memiliki ke dudukan yang lebih tinggi dari pada kaum wanita.
Kedudukan sosial yang tinggi dari kaum pria tidak semata-mata di sebebkan oleh
keunggulan fisiknya. Foktor lain yang ikut menonjol adalah keterkaitan dengan
komposisi jenis kelamin penduduk desa yang dalam hal ini merupakan salah satu aspek
struktur horisontal masyarakat desa.
Struktur sosial masyarakat desa di indonesia juga di pengaruhi faktor biologis.
Kedudukan sosial yang tinggi dari kaum laki-laki sering kali di topan dan di perkuat
dengan ketentuan-ketentuan adat istiadat ataupun sistem kekerabatan.
2.

Desa satu kelas dan dua kelas


Berkaitan dengan sistem pemilikan atau penguasan tanah pertaniannya, maka ada
desa-desa yang tidak atau kurang memperlihatkan adanya pelapisan sosial. Dalam hal
ini smith dan zopf mengegemukakan adanya dua tipe desa, yakni apa yang dia sebut
one-class system (tipe satu kelas) dan two-class system (tipe dua kelas) secara garis
besarnya desa tipe satu kelas dapat digambarkan sebagai tipe desa yang pemilikan lahan
pertanian warganya rata-rata sama. Sedangkan desa tipe dua kelas secera garis besarnya
digambarkan sebagai desa yang di dalamnya terdapat sejumlah kecil warga yang
memiliki lahan yang amat luas, dan selebihnya dalam jumlah besar merupakan warga
yang tidak memiliki lahan pertanian. Dengan lain perkataan, dalam desa tipe dua kelas
ini terdapet pemilik tanah yang amat luas atau tuang tanah.

3.

Dimensi-dimensi pelapisan sosial


Stratifikasi sosal merupakan bagian dari proses perubahan dan perkembangan
sosial. Namun terdapat perbedaan mendasar antara stratifikasi yang terdapat dalam desa
tipe satu-kelas dan desa tipedua kelas. Apabila di lihat dari kesenjangan yang ada serta
kecenderungan yang antagonostik antara dua kelompok ini, maka plorisasi sosial lebih
mengena untuk menandai situasi yang demikian itu. Smith dan Zopfdalam kaitan ini
mengunakan istilah kasta (caste) untuk mengambarkan kekakuan hubungan antara dua
kelompok tersebut. Di sebut kasta karena antara kedua kelas itu, di samping jarak
sosialnya tajam dan jauh juga tidak terjdi mobilita sosial vertikal. Sedangkan konsep
stratifikasi yang dilihat sebagai suatu piramida sosial lebih memperlihatkan perbedaan

gradual, tidak hanya terpilah dalam dua lapisan sosial, ada interseksi antara lapisan yang
satu dengan yang lain, dan ada kemungkinan terjadinya mobilita sosial vertikal dalam
strata itu.
Stratifikasi sosial sebagai suatu piramida sosial akan lebih terlihat dalam desa
tipe satu-kelas, yakni apabila setidaknya memenuhi dua persyarakatan.
a)
Apabila kesamaan dalam pemilikan tanah warganya tidak berifat mutlak
( sepenuhnya sama ). Keseragaman dan kesamaan penguasaan tanah yang jelas di
antara petani, umumnya lebih terlihat di negara-negara sosialis.
b) Apabila tidak ada okupasi-okupasi lain di luar sektor pertanian yang dapat menjadi
alternatif bebas warganya. Sebab apabila demikian, tanah pertanian tidak lagi
menjadi faktor determinan bagi sistem pelapisan sosial masyarakatnya.
Luas sempitnya pemilikan tanah pertanian memang merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam sistem pelapisan sosial masyarakat desa pertanian. Dalam
kaitan ini, Smith dan Zopf mengetengahkan adanya lima faktor yang determinan
terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa.
a) Luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan
b)
c)
d)
e)

sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa.
Pertautan antara sektor pertanian dan industri.
Bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah.
Frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya.
Komposisi rasial penduduk.
Faktor pemilikan tanah merupakan faktor yang sangat determinan terhadap

sistem pelapisan masyarakat desa pertanian. Menegaskan apa yang telah di jelaskan di
atas, faktor pemilikan tanah ini mengandung dua kemungkinan yang berbeda
pengaruhnya terhadap sistem stratifikasi sosial masyarakatnya.
Apabila pemilikan tanah ( sangat luas ) berada di satu atau sejumlah kecil orang
( tuang tanah ), sedangkan lainnya berada dalam kedudukan sebagai petani
penggarap ( buruh ) yang tidak memiliki tanah (desa tipe dua-kelas). Muncul
fenomena kekastaan. Struktur sosial vertikal tertutup pintunya untuk proses mobilita
vertikal. Sekali menjadi petani penggarap, tidak ada harapan baginya untuk menjadi
tuan tanah. Antara kelompok tuan tanah dan petani penggarap hakekatnya
merupakan dua kelompok masyarakat yang berbeda secara kategoris.
Apabila pemilik tanah secara umum rata-rata sama ( desa tipe satu-kelas ). Perbedaan
dalam pemilikan, kalaupun ada hanya bersifat gradual, tidak kontras seperti di atas.
Perbedaan yang ada di sini justru menciptakan lapisan-lapisan sosial yang
mengindikasikan dinamika masyarakat karena di dalamnya terjadi proses mobilita
vertikal.
Bagaimana pertautan antara sektor pertanian dan industri dapat berpengaruh
sekali terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa ? apabila suatu desa tergantung
sepenehunya terhadap sektor pertanian, maka faktor tanah memang sangat menentukan

sistem stratifikasi sosial masyarakatnya. Terlebih apabila situasi ini terdapat dalam tipe
desa dua-kelas. Namun apabila di desa itu (atau di tempat lain dalam mana desa itu
memiliki akses terhadapnya) terdapat industri atau lapangan kerj lain yang memberikan
alternatif bagi mereka, maka keadaan ini akan berpengaruh terhadap pola stratifikasi
sosial masyarakatnya. Stratifikasi sosialnya tidak lagi didasarkan atas luas-sempitnya
pemilikan tanah, melaingkan juga oleh kedudukan sosial-ekonomis mereka selalu
pekerja industri atau jenis pekerja lainnya. Dengan demikian garis-garis batas demarkasi
antara lapisan-lapisan sosial yang semula kaku dan eksklusif menjadi semakin tidak
jelas dan transparan.
Bagaimana bentuk-bentuk hak milik atas tanah (land tenure) berpengaruh
terhadap stratifikasi sosial masyarakatnya? Hak milik atas tanah (land tenure) yang
dimaksud di sini adalab berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah,
yakni hak yang sah untuk mengunakannya, mengolahnya, menjualnya, dan
memanfatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan tanah itu (smith dan Zopf). Dengan
batasan pengertian semacam ini maka land tenure tidak hanya mengenai hak-milik
(eigendom) melaingkan juga termasuk hak-guna atas tanah. Hak guna atas tanah adalah
hak untuk memperoleh hasil dari tanah bukan miliknya dengan cara menyewa,
menyakap, dan lainnya. Aturan atau pengaturan mengenai bentuk-bentuk pemilikan
serta penguasaan tanah inilah status-status sosial petani dapat dinilai tinggi-rendahnya
dalam sistem pelapisan sosial yang ada.
Bagaiman frekuensi perpindahan dari petak lahan pertanian satu ke lainnya dapat
mempengaruhi pelapisan sosial masyarakatnya? Menurut Smith dan Zopf, frekuensi
perpindahan lahan pertanian ini tidak jarang memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap stratifikasi sosial daripada yang tercipta oleh luas sempitnya pemilikan atas
tanah. Seorang petani penggarap (bukan tanah miliknya) atau petani penyewa yang
mapan dapat memiliki kedudukan yang (hampir) sama dengan pemilik tanah (luas).
Namun petani penggarap atau penyewa yang sering berpindah-pindah memiliki
kedudukan yang lebih rendah, yang di pandang hanya sebagai petani penggarap
sambilan (sementara).
Bagaimana komposisi rasial penduduk dapat menpengaruhi stratifikasi sosial
masyarakat desa? Stratifikasi sosial akan cenderung bersifat eksklusif terhadap yang
lain. Stratifikasi sosial akan cenderung terjadi dalam masin-masing kelompok rasial.
Kecuali apabila di antara ras-ras itu terdapat hubungan superioritas-inferioritas, seperti
misalnya antara orang kulit putih dan kulit hitam (negro). Dalam situasi terakhir ini satu
piramida sosial yang terbentuk dari kelompok-kelompok rasial yang berbeda, dapat
terjadi.

Sutardjo

Kartohadikoesoemo

(1965)

memberikan

gambaran

tentang

penggolongan masyarakat desa di Jawa yang berlandaskan pemilikan tanah ini sebagai
berikut.
Warga baku, adalah warga desa yang memiliki tanah pertanian, rumah, dan tanah
pengarangan (orang baku, sikep, gogol kenceng, kuli/wong kenceng).
Warga desa yang mempunyai rumah dan tanah pekarangan (lindung, angguran
kampung, kuli, sikep, buri/sikep nomor dua, wong setengah kenceng)
Warga desa yang mempunyai rumah di atas pekarangan orang lain (wong dempel,
menumpamg, numpang karang)
Warga desa yang kawin dan mendok di rumah orang lain, orang tua, penganten baru,
orang baru (rangkepan, kumpulan, nusup, kempitan).
Pelapisan sosial masyarakat desa (jawa) yang didasarkan atas pemilikan atau
penguasaan tanah sebagaimana digambarkan sutardjo Kartohadikoesoemo itu juga
dikemukakan oleh sejumlah pakar lainnya. M. Jaspan mengambarkan adanya empat
pelapisan sosial yang terdapat di kalangan masyarakat desa di daerah yogyakarta.
Kuli kenceng, yakni mereka yang memiliki tanah pekarangan dan sawah,
Kuli gundul, yakni mereka yang hanya memiliki sawah
Kuli karangkopek, yakni mereka yang memiliki pekarangan saja, dan
Indung tlosor, yakni mereka yang memiliki rumah saja di atas tanah orang lain.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1964) pelapisan sosial masyarakat desa
digambarkan sebagai berikut :
Keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol)
Pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli)
Yang tidak memiliki tanah.
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, masih sangat luasnya tanah dalam
perbandingan dengan masih sangat jarangnya penduduk, telah menyebabkan tanah
kurang cukup bernilai untuk menjadi basis terciptanya pelapisan sosial. Di samping itu,
kuatnya adat-istiadat dan tradisi mencegah atau paling tidak menahan lajunya proses
pemilikan tanah secara perorangan. Di kalangan suku masyarakat ( khususnya desa
Bontoramba) yang secara umum memilki susunan kelas sosial yang tajam, namun basis
pengelompokannya bukan terutama pemilikan tanah melainkan kekerabatan.
Mengenai pengaruh pertautan antara sektor pertautan antara sektor pertanian dan
industri terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa dapat di simpulkan memiliki
relevansi yang cukup tinggi di indonesia, terutama untuk daerah-daerah yang telah
memiliki akses bagi bagi mobilita penduduknya, melainkan juga di tunjang oleh tekanan
penduduk dan semakin sempitnya lahan pertanian. Semakin banyaknya jumlah buruh
tani dari tahun ke tahun merupakan salah satu indikasi tentang bertambah beratnya
tekanan penduduk di pedesaan jawa. Ikatan daerah yang kuat di satu pihak, dan
kekurang pastian kelestarian kerja di sektor industri di lain pihak, menyebabkan banyak
dari mereka yang melakukan migrasi musiman.
Sudah barang tentu gambaran-gambaran stratifikasi sosial yang banyak berkaitan
dengan keadaan-keadaan masa lalu ini, kini telah mengalami sejumlah perubahan.

Modernisasi pertanian dengan mekanisasi dan pola produksinya, proses urbanisasi yang
terjadi, semakin transparanya desa-desa baik oleh semakin merebaknya pengaruhpengaruh luar lewat media massa ataupun oleh semakin tingginya mobilita horisontal
penduduknya, adalah merupakan sekian faktor yang merubah pelbagai aspek kehidupan
masyarakat desa termasuk sistem stratifikasi sosialnya. Mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan ini, akan dibahas dalam Bab kemudian.
D.

DIFERENSIASI SOSIAL
Diferensiasi sosial atau struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah berkaitan
dengan banyaknya pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat itu
tanpa menempatkannya dalam jenjang hierar-khis. Maka dapat disimpulkan bahwa struktur
sosial horisontal suatu masyarakat adalah gambaran dari heteroginitas sosial masyarakatnya.
Bagaimana memahami pola dasar pengelompokan-pengelompokan sosial (social
groupings) masyarakat desa ini ? langkah awal untuk memahaminya adalah dengan
menegaskan terlebih dulu : apakah yang dimaksud dengan kelompok sosial itu. Menurut
Smith dan Zopf pengertian kelompok sosial harus mencakup tiga elemen : (1) pluralitas
subyek; (2) interaksi antara subyek-subyek itu; dan (3) solidarita atau kohesi sosial mereka.
Pluralitas subyek artinya, eksistensi pengelompokan mensyaratkan adanya pluralitas
dalam elemen-elemen pembentukannya. Diman plualitas subyek menjadi salah satu faktor
determinan terhadap tingkat diferensiasi masyarakat.
Interaksi di samping pluralitas adalah sangat penting untuk eksistensi kelompok
sosial. Kelompok tanpa adanya interaksi antar anggota-anggotanya bukanlah merupakan
kesatuan yang fungsional dan karenanya bukan kelompok sosial yang sebenarnya.
Solidarita atau kohesi sosial ialah solidarita yang menciptakan apa yang dalam
sosiologi di sebut we feeling group, perasaan kekitaan, perasaan yang membawa
seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok.Emile Durkheim mengetengahkan dua tipe
solidarita sosial, yakni
Solidarita mekanik, sosial yang pertama dilandasi oleh solidarita yang terbentuk oleh
kesamaan-kesamaan para anggota kelompok
Solidarita organik, sosial yang kedua dilandasi oleh solidarita yang terbentuk justru oleh
perbedaan namun saling tergantung di antara para anggota kelompok.
Khusus mengenai solidarita mekanik ini, Sorokin, Zimmerman, dan Galpin telah
mengadakan invetarisasi 14 (variabel) kesamaan yang membentuk solidarita mekanik,
yakni :
1.
Kekerabatan dan hubungan darah
2.
Perkawinan
3.
Kesamaan dalam agama atau kepercayaan
4.
Kesamaan dalam bahasa dan adat setempat
5.
Pemilikan dan penggunaan tanah bersama
6.
Proksimitas atau kedekatan dalam suatu daerah
7. Adanya rasa tanggung jawab bersama
8.
Kebersamaan dalam kepentungan okupasi

9.
10.
11.
12.
13.
14.

Kebersamaandalam kepentingan ekonomi


Sama sama menjadi bawahan dari seorang tuan (tanah)
Kesamaan dalam akses terhadap suatu lembaga atau keagenan
Pertahanan dan keamanan bersama
Saling tolong-menolong
Hidup dan pengalaman bersama-sama.

Pengertian Stratifikasi Sosial


Di dalam setiap masyarakat pasti memiliki sesuatu yang dianggap memiliki penghargaan lebih
tinggi mengenai hal-hal tertentu. Penghargaan lebih mengenai sesuatu tersebut bisa dalam
wujud material maupun yang on-material. Dalam konsep stratifikasi sosial, penghargaan nilai
material bisa berwujud sebuah materi. Misalnya saja orang akan dihargai lebih ketika memiliki
uang yang jumlahnya lebih banyak dari warga yang ada disekitarnya, memiliki rumah mewah,
mobil mewah dan barang-barang lainnya yang berwujud materi yang mana itu dihargai lebih
tinggi oleh masyarakat yang ada disekitarnya. Sedangkan dalam konsep stratifikasi sosial yang
terbentuk bukan karena kepemilikan benda material dapat berupa prestise maupun kewibawaan
yang dimiliki oleh seseorang yang berada didalam masyarakat. Misalnya saja, ada seseorang
yang dihargai lebih tinggi oleh warga yang ada disekitarnya karena dia merupakan tokoh
masyarakat, misalnya kyai, guru ngaji, ustad dan lain-lain. Dalam konteks ini, mereka mendapat
penghargaan lebih tinggi oleh masyarakat bukan karena mereka memiliki kekayaan material
yang lebih banyak dari warga yang lain. Akan tetapi mereka mendapat penghargaan tinggi
karena ilmu yang dimiliki, sikap sopan santunnya dan kewibawaanya di dalam masyarakat.
Setiap masyarakat memiliki stratifikasi yang berbeda dengan masyarakat yang ada di daerah
lainnya. Dikatakan oleh sosiolog Pitirim A. Sorokin dalam buku Sosiologi Suatu Pegantar
karangan Soerjono Soekanto, dia mengatakan bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap
dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barang siapa yang memiliki sesuatu
yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak dianggap masyarakat berkedudukan dalam
lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam
pandangan masyarakat memiliki kedudukan yang rendah.[1]
Dalam aspek ini, individu yang ada didalam masyarakat dapat dihargai lebih atau tidak
tergantung atas kepemilikan sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Kepemilikan

sesuatu yang berharga itu dapat berupa kepemilikan benda material. Namun sesuatu yang
dianggap berharga oleh masyarakat tidak hanya berkutat pada seberapa banyak jumlah material
yang dimiliki oleh masyarakat, akan tetapi jabatan, gengsi dan prestise juga merupakan basis
yang dihargai dalam masyarakat. Dengan adanya kepemilikan sesuatu yang dianggap berharga
dalam masyarakat dengan jumlah yang berbeda-beda. Maka terciptalah stratifikasi atau
pelapisan sosial dalam masyarakat.
Menurut ter Har dalam buku Pengantar sosilogi pedesaan dan pertanian karangan rahardjo.
Pelapisan Sosial masyarakat yang ada di desa dapat dibedakan atas golongan pribumi pemilik
tanah, golongan yang hanya memiliki rumah dan pekarangan saja atau tanah pertanian saja,
golongan yang hanya memiliki rumah saja diatas tanah orang lain. Sedangkan menurut
Koentjaraningrat pelapisan sosial masyarakat desa dapat digambarkan melalui keturunan atau
cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol), pemilik tanah diluar golongan kentol, dan yang
tidak memiliki tanah.[2] Dalam aspek ini, terlihat bahwa stratifikasi sosial pada masyarakat
desa terbentuk karena adanya kepemilikan tanah. Seseorang yang memiliki tanah dalam jumlah
banyak akan memperoleh strata atas dalam masyarakat desa. Sedangkan seseorang yang
tinggalnya numpang di atas tanah orang lain atau tidak memiliki tanah memiliki strata sosial
bawah.
Dasar Lapisan dalam Masyarakat
Untuk menentukan ukuran atau kriteria dalam menggolongkan masyarakat kedalam suatu
pelapisan masyarakat. Ada beberapa cara yang digunakan dalam menggolongkannya. Misalnya
saja stratatifikasi sosial masyarakat berdasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Dalam
konteks ini, seseorang yang memiliki ukuran kekayaan yang lebih banyak dibandingkan dengan
orang yang ada disekitarnya, dalam hal ini basis material sangat dominan untuk menentukan
status sosial individu di dalam masyarakat. Ukuran kekayaan material menjadi komoditas yang
berharga di dalam masyarakat. Seseorang yang memiliki basis material yang lebih banyak akan
masuk kedalam strata sosial tingkat atas. Ukuran kekayaan yang berbasis komoditas material itu
dapat berupa rumah, mobil, uang dan lain sebagainya.
Ada juga cara yang digunakan untuk menggolongkan seseorang berada dalam strata tertentu
berdasarkan atas ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki kekuasaan tertentu akan
memperoleh strata sosial atas, karena dengan kekuasaan tersebut seseorang akan memperoleh
wewenang. Cara lain untuk menggolongkan seseorang kedalam strata sosial tertentu yaitu
dengan ukuran kehormatan. Orang yang paling disegani dan dihormati dalam masyarakat akan
memperoleh strata sosial atas. Biasanya orang-orang ini merupakan sesepuh desa atau orangorang tua yang dahulunya pernah berjasa dalam masyarakat. Misanya saja tokoh agama atau

kyai dan ustad, guru ngaji atau sesepuh desa. Orang- orang tersebut mendapat strata sosial atas
bukan karena komoditas material yang dimilikinya. Akan tetapi mereka mendapat posisi strata
atas dalam masyarakat karena kebijaksanaannya. Ini berbeda dengan penggolongan strata sosial
berdasarkan ukuran kekayaan seperti yang ada pada penggolongan strata sosial berdasarkan
jumlah kepemilikan atas basis materialnya. Cara yang terakhir untuk menggolongkan seseorang
kedalam strata tertentu dalam masyarakat adalah dengan ukuran ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat. Seseorang menjadi dihargai dalam masyarakat karena tingkatan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Misalnya saja seseorang akan lebih dihormati ketika seseorang
itu telah berhasil menempuh pedidikan tinggi[3]

DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta. Gadjah Mada
University Press.

[1] Lihat dalam buku Sosiologi Suatu Pegantar karangan Soerjono Soekanto hal. 197
[2] Lihat dalam buku Pengantar sosilogi pedesaan dan pertanian karangan rahardjo hal. 117
[3] Dalam buku Sosiologi Suatu Pegantar karangan Soerjono Soekanto hal.237-238

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT PEDESAAN


Desa dan Masyarakat Desa
Pengertian tentang desa cukup beragam, beberapa tokoh sosiologi pedesaan dan
antropologi memberikan pandangan tentang desa. Menurut Koentjaraningrat (1984), bahwa
desa dimaknai sebagai suatu komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat. Pemaknaan
tentang desa menurut pandangan ini menekankan pada cakupan, ukuran atau luasan dari sebuah
komunitas, yaitu cakupan dan ukuran atau luasan yang kecil. Pengertian lain tentang desa
dikemukakan oleh Hayami dan Kikuchi (1987) bahwa desa sebagai unit dasar kehidupan
kelompok terkecil di Asia, dalam konteks ini desa dimaknai sebagai suatu desa alamiah
atau dukuh tempat orang hidup dalam ikatan keluarga dalam suatu kelompok perumahan
dengan saling ketergantungan yang besar di bidang sosial dan ekonomi. Pemaknaan terhadap
desa dalam konteks ini ditekankan pada aspek ketergantungan sosial dan ekonomi di
masyarakat yang direpresentasikan oleh konsep-konsep penting pada masyarakat desa, yaitu
cakupan yang bersifat kecil[3]dan ketergantungan dalam bidang sosial dan ekonomi (ikatanikatan komunal).
Desa mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda satu sama lain, tergantung pada
konteks ekologinya. Pengkajian masyarakat pedesaan memberikan ciri atau karakteristik yang
cenderung sama tentang desa. Pada aspek politik, masyarakat desa cenderung berorientasi
ketokohan, artinya peran-peran politik desa pada umumnya ditanggungjawabkan atau
dipercayakan pada orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat. Secara ekonomi, mata
pencaharian masyarakat desa berorientasi pada pertanian artinya sebagian besar masyarakat
desa adalah petani. Sedangkan dalam konteks religi-kultural masyarakat desa memiliki ciri nilai
komunal yang masih kuat dengan adanya guyub rukun, gotong royong dan nilai agama atau
religi yang masih kuat dengan adanya ajengan atau Kyai sebagai pemuka agama.
Secara historis, desa memerankan fungsi yang penting dalam politik, ekonomi dan
sosial-budaya di Indonesia. Di sisi lain, pedesaan merupakan daerah yang dominan jumlahnya
di Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di daerah pedesaan. Hal ini
memberikan implikasi pada banyaknya program pembangunan yang diorientasikan pada
masyarakat pedesaan. Dengan demikian, maka kajian mengenai masyarakat desa menjadi suatu
hal yang sangat penting dilakukan sebagai kerangka dasar pembangunan nasional. Dua hal
penting yang akan menjadi fokus kajian tentang pedesaan dalam kegiatan turun lapang ini yaitu
struktur sosial dan dinamika masyarakat pedesaan. Struktur sosial yang dimaksudkan adalah
hubungan antar status/peranan yang relatif mantap. Sementara itu, dinamika masyarakat
dimaknai sebagai proses gerak masyarakat dalam keseharian, dalam konteks ruang dan waktu.
Sastramihardja (1999) menyatakan bahwa desa merupakan suatu sistem sosial yang
melakukan fungsi internal yaitu mengarah pada pengintegrasian komponen-komponennya
sehingga keseluruhannya merupakan satu sistem yang bulat dan mantap. Disamping itu, fungsi
eksternal dari sistem sosial antara lain proses-proses sosial dan tindakan-tindakan sistem
tersebut akan menyesuaikan diri atau menanggulangi suatu situasi yang dihadapinya. Sistem
sosial tersebut mempunyai elemen-elemen yaitu tujuan, kepercayaan, perasaan, norma, status
peranan, kekuasan, derajat atau lapisan sosial, fasilitas dan wilayah.

Masyarakat selalu dikaitkan dengan gambaran sekelompok manusia yang berada atau
bertempat tinggal pada suatu kurun waktu tertentu. Pengertian ini menggambarkan adanya
anggapan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungannya, baik yang bersifat
fisik maupun sosial. Berdasarkan pandangan dari segi sosiologi, hal ini memperlihatkan adanya
interaksi sosial antara manusia secara kelompok maupun pribadi. Masyarakat mengutamakan
hubungan pribadi antara warganya, dalam arti bahwa masyarakat desa cenderung saling
mengenal bahkan seringkali merupakan ikatan kekerabatan yang berasal dari suatu keluarga
pembuka desa tertentu yang merintis terbentuknya suatu masyarakat guyub. Pada masyarakat
desa terdapat ikatan solidaritas yang bersifat mekanistik dalam arti bahwa hubungan antar
warga seakan telah ada aturan semacam tata krama atau tata tertib yang tidak boleh dilanggar
jika tidak ingin mendapat sanksi. Adanya tata tertib tersebut sesungguhnya ingin menjaga suatu
comformity di kalangan masyarakat desa itu sendiri.
Menurut Geertz (1963) masyarakat desa di Indonesia identik dengan masyarakat agraris
dengan mata pencaharian sektor pertanian, baik petani padi sawah (Jawa) maupun ladang
berpindah (Luar Jawa). Selain itu, sejumlah karakteristik masyarakat desa yang terkait dengan
etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui yaitu:
sederhana, mudah curigai, menjunjung tinggi kekeluargaan, lugas, tertutup dalam hal keuangan,
perasaan minder terhadap orang kota, menghargai orang lain, jika diberi janji akan selalu
diingat, suka gotong royong, demokratis, religius. Kedudukan seorang dilihat dari berapa luasan
tanah yang dimiliki.
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status
(Susanto, 1993). Definisi yang lebih spesifik mengenai stratifikasi sosial antara lain
dikemukakan oleh Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) bahwa pelapisan sosial merupakan
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Perwujudannya adalah adanya kelas tinggi dan kelas rendah. Sedangkan dasar dan inti lapisan
masyarakat itu adalah tidak adanya keseimbangan atau ketidaksamaan dalam pembagian hak,
kewajiban, tanggung jawab, nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota
masyarakat.
Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk
menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan
pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu.
Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan
untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan
dan peranan.
Tabel 1. Perbedaan antara Diferensiasi dan Ketidaksamaan Sosial:

Diferensiasi Sosial

Ketidaksamaan Sosial

Pengelompokan secara horizontal

Pengelompokan

secara

vertikal
Berdasarkan ciri dan fungsi

Berdasarkan posisi, status,

Distribusi kelompok

kelebihan
sesuatu

yang

dimiliki,

Kriteria biologis/fisik sosiokultural


yang dihargai.
Distribusi hak dan wewenang
Stereotipe
Kriteria ekonomi, pendidikan,
kekuasaan, dan kehormatan.

Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara
sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu
karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan
antar individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua
sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan
semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang
amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang
berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumber daya.
Menurut Bierstedt (1970) pembagian kerja adalah fungsi dari ukuran masyarakat
a) Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
b) Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial
yang berakhir pada stratifikasi sosial.
2) Konflik Sosial
Konflik sosial di sini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan
sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang
mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir. Hal
ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.
Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan pada
sumber daya. Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih
lebih dan terjadi kelangkaan pada hak kepemilikan terhadap sumber daya tersebut.

Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan
hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang
berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Dasar Pelapisan Sosial
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990) adalah sebagai berikut :
1) Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya : rumah, kerbau, sawah, dan tanah.
2) Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai
wewenang terbesar menempati lapisan atas. Contoh: Pak Kades, Pak Carik, Tokoh
masyarakat (Tomas).
3) Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang
teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada maysarakat tradisional. Biasanya
mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
4) Ukuran pengetahuan, pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Barang siapa yang berilmu maka dianggap sebagai orang
pintar.
Sifat Sistem Pelapisan Masyarakat
Sifat sistem pelapisan di dalam suatu masyarakat menurut Soekanto (1990) dapat
bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem
tertutup membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang
lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun ke bawah. Di dalam sistem yang demikian,
satu-satunya jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran
(mobilitas yang demikian sangat terbatas atau bahkan mungkin tidak ada). Contoh masyarakat
dengan sistem stratifikasi sosial tertutup adalah masyarakat berkasta, sebagian masyarakat
feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.
Sistem terbuka, masyarakat di dalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha dengan
kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari
lapisan yang atas ke lapisan yang di bawahnya (kemungkinan mobilitas sangat besar).
Contohnya adalah dalam masyarakat demokratis.

Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat


Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat menurut
Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role).

Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak
serta kewajibannya. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan,
yaitu :
1) Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status
dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat
feodal (bangsawan, kasta)
2) Achieved-status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang
disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan
masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang
dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan
kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan
achieved stastus.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan
melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan.
Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu
pada organisasi masyarakat.
Mobilitas Sosial
Soekanto (1990) mendefinisikan gerak sosial sebagai suatu gerak dalam struktur sosial yaitu
pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Sorokin (1959) dalam
Soekanto (1990) menyebutkan ada dua gerak sosial yang mendasar yaitu; pertama, gerak sosial
horisontal yaitu peralihan status individu atau kelompok dari suatu kelompok sosial lainnya
yang sederajat. Misalnya seorang petani kecil beralih menjadi pedagang kecil. Status sosial
tetap sama dan relatif bersifat stabil. Kedua, gerak sosial vertikal yaitu peralihan individu atau
kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat.
Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) menyebutkan bahwa sesuai dengan arahnya gerak sosial
vertikal secara khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Gerak sosial vertikal naik (sosial climbing), berupa: masuknya individu-individu yang
mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang telah ada
sebelumnya atau pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada
derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok itu.
2) Gerak sosial vertikal turun (sosial sinking), berupa: turunnya kedudukan individu ke
kedudukan yang lebih rendah derajatnya atau turunnya derajat sekelompok individu
yang dapat berupa suatu disintegrasi dalam kelompok sebagai kesatuan.
Menurut Sorokin (1959) dalam Soekanto (1990) mobilitas sosial vertikal mempunyai saluransalurannya dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal yang melalui saluran tertentu

dinamakan sirkulasi sosial. Saluran yang terpenting di antaranya adalah angkatan bersenjata,
lembaga keagamaan (menaikkan kedudukan oarang-orang dari lapisan rendah), sekolah
(menjadi saluran gerak sosial vertikal bagi orang-orang dari lapisan rendah yang berhasil masuk
dari sekolah untuk orang-orang lapisan atas), organisasi politik, ekonomi, keahlian, dan
perkawinan.

PROSES DAN INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA


A.

Pengertian
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan
antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, dan antara orang dengan
kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi sosial terjadi apabila dalam masyarakat terjadi
kontak sosial dan komunikasi. Interaksi terjadi apabila dua orang atau dua kelompok saling
bertemu atau pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikasi terjadi di
antara kedua belah pihak. Karena keduanya yakni kontak sosial dan interaksi merupakan
syarat dari proses sosial dan untuk kebutuhan pemahaman sosiologis kedepan definisi
tersebut perlu untuk diperhatikan. Tanpa kedua kegiatan itu sangatlah mustahil interaksi
sosial dapat terjadi (Soedjono Soekanto, 1990).

Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial dimana proses sosial hanya akan
terjadi apabila ada interaksi sosial. Interaksi sosial apabila tidak dilanjutkan dengan
hubungan timbal balik antara kedua belah pihak tidak akan terjadi proses sosial. Oleh para
ahli sosiologi, interaksi sosial dibedakan dalam beberapa bentuk yakni proses yang
dissosiatif dan ossosiatif menurut Gillin dan Gillin (1954), oposisi (opposition), kerjasama
(co-operation), dan deferensiasi (defferensiutton).
B.

Proses dan Interaksi Sosial Masyarakat di Pedesaan


Proses dan interaksi di pedesaan dapat kita lihat dari kegiatan keija atau mata
pencaharian mereka, sistem tolong menolong, jiwa gotong royong, musyawarah dan jiwa
musyawarah (Koentjoroningrat, 1979).
Orang kota menganggap ketenangan dan ketentraman desa sebagai sebuah kondisi
santai dan tidak menanggung beban yang berat atas kehidupan. Pandangan ini terpatahkan
manakala kita mengamati bentuk besar beban yang harus ditanggung penduduk desa dan
bagaimana mereka bekerja keras walau dengan kembalian yang tidak sebanding dengan
pengorbanannya.
Di pedesaan kita mengenal sistem tolong-menolong yang menjadi ciri khas utama
penduduknya. Tolong menolong sendiri dibedakan antara tolong menolong yang
kompensasinya mengharapkan suatu saat akan ditoiong, dengan tolong-menolong yang
benar-banar ikhlas tanpa harapan hai sempa dimasa datang.
Aktifitas masyarakat pedesaan lainnya yang masih kita lihat adalah gotong-royong.
Kegiatan ini dilakukan terkait dengan keperiuan umum seperti perbaikan jalan, irigasi,
perbaikan pemakaman dan kegiatan lain daiam lingkup kepentingan bersama.
Kebiasaan lain yang ada di pedesaan adalah kebiasaan musyawarah dan jiwa
musyawarah yang melekat pada pikiran setiap hati penduduknya. Telah lama kebiasaan
rembuk desa dilakukan untuk mengambil keputusan tentang pembangunan desa. Kebiasaan
itu saat ini telah dilembagakan melalui Lembaga Musyawarah Desa, Lembaga Ketahanan
Masyarakat.
Untuk melihat proses sosial yang ada di pedesaan kita juga harus melihat pada
kategori apa proses sosial tersebut terjadi. Di bawah ini akan coba diungkapkan bentuk
interaksi sosial asosiatif dan disosiatif dengan berbagai bentuknya di pedesaan. Asosiatif
terdiri dari kerja sarna, akomodasi dan asimilasi, sementara dissosiatif terdiri dari
persaingan, kontraversi dan konflik.
Proses assosiatif pertama adalah kerjasama dan merupakan proses sosial yang selalu
ada di masyarakat termasuk masyarakat pedesaan. Dalam masyarakat pedesaan kita banyak

mengenal istilah sambatan, gugur gunung, soyo, dan masih banyak lagi sesuai dengan
istilah setempat.
Kerjasama merupakan proses yang telah dipelajari dan dilakukan manusia sepanjang
hidupnya. Bentuk kerjasama mulai dari pemenuhan kebutuhan fisik, keamanan dan
kebutuhan lain termasuk kasih sayang. Dalam sebuah masyarakat yang kompleks bentukbentuk kerjasama itu setidaknya menurut Soedjono Soekanto (1999) terdiri atas kerjasama
spontan fsonfaneous cooperation), kerjasama langsung (directed cooperation), kerjasama
kontrak (contractual cooperation), dan kerjasama tradisional (traditional cooperation).
Kerjasama spontan merupakan bentuk kerjasama yang terjadi secara spontan dan
serta merta di masyarakat. Kerjasama ini biasanya tidak terkoordinasi dengan baik dan
merupakan hasil dari kepedulian atau keadaan yang menuntut kerjasama dengan mendadak.
Di pedesaan kita mengenal tetulung kematian, tetulung sakit, kerjasama yang spontan terjadi
pada saat suatu peristiwa teijadi atau sebuah kerjasama yang secara cepat menuntut orang
untuk bekerjasama.
Kerjasama kedua yakni kerjasama langsung merupakan kerjasama yang terjadi
karena sebuah perintah atau aturan tertentu. Sekelompok buruh pabrik atau buruh tani di
pedesaan akan cendemng bekerjasama untuk dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Bentuk kerjasama karena perintah inilah yang dinamakan kerjasama langsung.
Selanjutnya merupakan kerjasama kontrak yang mana kerjasama ini terjadi karena
adanya perjanjian untuk melakukan sesuatu dengan bersama-sama. Biasanya bentuk
kerjasama ini sangat rinci antara kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Sebagai
contoh petani akan melakukan kerjasama kontrak dengan pabrik bajak untuk membuatkan
bajak atau dengan pabrik peralatan lainnya. Kerjasama yang didasari oleh hal-hal semacan
inilah yang dinamakan kerjasama kontrak yang mana kerjasama ini sangat mengikat antara
satu dengan yang lainnya dan cenderung mempunyai konsekwensi yang jelas pada masingmasing. Hubungan buruh tani dan majikan adalah contoh bentuk kerjasama ini meski tidak
ditulis secara langsung akan tetapi secara otomatis hak dan kewajiban antara keduannya
masing-masing akan memenuhi untuk memperoleh kepuasan yang diinginkan. Kerjasama
tradisional merupakan bentuk kerjasama sebagai hasil dari sebuah sistem sosial. Bentuk
kerjasama ini biasanya dikemas dalam aturan adat istiadat dan mempunyai konsekwensi
secara adat pula. Tolong-menolong dalam menyelesaikan kepentingan bersama seperti jalan,
mata air, dan sarana umum lainnya termasuk dalam bentuk kerjasama ini. Gotong-royong
dan kerukunan lainnya merupakan bentuk dari kerjasama yang lahir dari sebuah sistem
sosial dan terikat secara sosial pula.
Bentuk kerjasama yang lain adalah :
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong

2. Bargainmg yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang atau jasajasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasl suatu penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan
politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara dalam menghindari terjadinya
kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan
yang sama. Koalisi akan menghasilkan keadaan yang tidak stabil dalam sementara
waktu, hal itu disebabkan oieh perbedaan struktur dan kebiasaannya akan tetapi karena
tujuannya adalah untuk mencapai tujuan bersama maka sifatnya adalah kooperatif.
5. Joint uenture yakni kerjasama dalam mengerjakan proyek-proyek tertentu seperti
pengeboran minyak, perfileman, perhotelan, properti dan lain-lain.
Dalam masyarakat pedesaan bentuk kerja sama banyak dilakukan sebagai contoh
adalah contract farming dan berbagai kerja sama penyakapan lainnya. Kerjasama dalam
bidang pertanian ini telah iama ada dan hampir ditemukan di selumh wilayah Indonesia
dengan berbagai bentuk. Pada daerah yang berbeda akan diistilahkan berbeda juga model
kerjasamanya. Bentuk proses assosiatif kedua adalah akomodasi.
Sebenarnya akomodasi merupakan teori yang didasari oleh analogi kehidupan
biologis. Akomodasi merupakan proses dari individu untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya.
Akomodasi sendiri menurut Soedjono Soekanto (1999) mempunyai tujuan untuk
mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
sebagai akibat dari perbedaan faham. Akomodasi disini bertujuan untuk nnenghasilkan
sebuah sintesa antara kedua faham tersebut sehingga teijadi pola yang baru. Selain itu
akomodasi juga bertujuan untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara
waktu atau secara temporer. Akomodasi juga dapat menjadi kondisi agar memungkinkan
terjadinya kerjasama antara kelompok yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor
sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal
sistem kasta. Akomodasijuga dapat menjadi media peleburan antara kelornpok-kelompok
sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan campuran atau asimiiasi dalam arti luas.
Akomodasi terdiri dari berbagai bentuk yakni coersy atau bentuk akomodasi secara
paksaan, compromise atau bentuk akomodasi yang mana pihak yang terlibat menurunkan
tuntutannya agar tercapai penyelesaian terhadap pertentangan yang ada. Arbntcse
merupakan cara untuk mencapai kompromise apabila pihak yang bertentangan tidak
sanggup untuk menyelesaikan sendiri. Mediation juga bentuk akomodasi dimana
berperannya pihak ketiga yang netral untuk menjembatani dan memfasilitasi pertentangan.
Conciliation adalah usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang
bersengketa demi tercapas tujuan bersama. Toleransion merupakan bentuk akomodasi tanpa

persetujuan yang formal bentuknya. Toleransi lebih merupakan mekanisme kearifan


manusia yang kadang tidak ingin selalu mempertentangkan sesuatu hal itu mendorong
adanya toleransi yang tinggi di masyarakat. Stalematte mempakan sebuah bentuk akomodasi
yang terjadi apabila kedua belah pihak mengalami kebuntuan dalam melanjutkan
keinginannya masing-masing. Biasanya hal ini terjadi akibat kekuatan yang seimbang di
antara keduanya sehingga pertentangan menjadi terhenti akan tetapi juga tidak terjadi
sebuah bentuk penyelesaian. Dan yang terakhir adalah adjudcation yaitu penyelesaian
perkara di pengadilan. Secara panjang lebar Gillin dan Gillin menguraikan hasil-hasil suatu
proses akomodasi dengan mengambil contoh-contoh dalam sejarah. Antara lain hasilhasilnya sebagai berikut:
1. Akomodasi, dan integrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan
masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang akan melahirkan benih
pertentangan baru. Ketika orang-orang Normandia menaklukan Inggris pada 1066,
mereka telah memaksakan suatu kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya.
Bahasa, sistem feodalisme, hukum dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses
tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang Inggris yang mendapat
kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social distance)
antara penjajah dengan yang dijajah. Kecuali itu akomodasi juga menahan keinginankeinginan untuk bersaing yang hanya akan membuang biaya dan tenaga saja.
2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) demi kerugian pihaklain (misalnya
golongan konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing
akan dapat menyebabkan turunya harga, oleh karena barang dan jasa akan lebih mudah
sampai kepada konsumen.
3. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila dua
orang misalnya bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Di
dalam kampanye pemilihan, persaingan dilakukan dengan sengit, akan tetapi setelah
salah satu terpilih biasanya yang kalah akan.diajak bekerja sama demi keutuhan dan
integrasi partai politik yang bersangkutan.
4. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan
yang berubah.
5. Perubahan-perubahan

dalam

kedudukan.

Sebetulnya

akomodasi

menimbulkan

penetapan baru terhadap kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok


manusia. Pertentangan telah menyebabkan kedudukan-kedudukan tersebut goyah dan
akomodasi akan mengukuhkan kembali kedudukan-kedudukan tersebut.
6. Akomodasi membuka jalan untuk ke arah asimilasi.

Dengan adanya proses asimilasi para pihak lebih saling mengenal dan dengan
timbulnya benih-benih toleransi mereka akan lebih mudah untuk saling mendekati. Keadaan
demikian mungkin saja terjadi pada masyarakat berkasta seperti di India. Di India walupun
gerak sosial yang vertikal hampir-hampir tidak ada yang terjadi suatu proses yang bernama
Sankritization yaitu suatu proses dimana kasta-kasta yang lebih rendah mengambil sistem
kepercayaan, upacara tingkah laku dalam pergaulan, dan lain-lain unsur kebudayaan dari
kasta yang lebih tinggi, khususnya kasta Brahmana, untuk dijadikan unsur-unsur
kebudayaan sendiri. Proses tersebut menunjuk pada adanya usaha-usaha untuk mengadakan
akomodasi antara kasta-kasta yang semula dipisahkan dengan tegas dan kaku.
Proses sosial assosiatif ketiga adalah asimi/osi yang mempakan proses sosial dalam
taraf lanjut. la ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan asimilasi dan tujuan-tujuan bersama. Proses
asimilasi timbul bila ada :
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2. Orang perorangan sebagai warga kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif
untuk waktu yang lama, sehingga.
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan
saling menyesuaikan diri.
Asimilasi sendiri akan terjadi apabila ada suatu pendekatan antara kedua pihak,
interaksi sosial tersebut tidak mengalami hambatan atau pembatasan, interaksinya bersifat
primerjuga dilakukan dalam frekuensi yang tinggi. Selain itu juga didukung oleh sikap
toleransi antar kedua belah pihak, kesempatan-kesempatan yang seimbang dalam bidang
ekonomi, sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya. Selain itu sikap yang terbuka
dari golongan yang berkuasa di masyarakat juga akan nnempercepat terjadinya asimilasi
juga persamaan unsur kebudayaan, perkawinan campuran dan adanya musuh dari luar atau
ancaman perang. Sementara itu asimilasi juga akan mendapatkan penghalang yakni adanya
isolasi golongan tertentu di masyarakat, kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang
dihadapi, perasaan takut pada kebudayaan yang dihadapinya serta rasa rendah diri atau lebih
tinggi terhadap budaya lainnya. Selain itu perbedaan warna kulit dan ras pada masyarakat
tertentu juga menjadi penghalang asimilasi. Group feelling juga menjadi penghaiang
asimilasi apabila berlebihan demikian pula sikap menindas penguasa terhadap kelompok
niinoritas juga pertentangan kepentingan dan pertentangan antar pribadi.
Proses sosial selanjutnya adalah proses yang dissosiafif atau opposisitional
processes. Oposisi ini terdiri dari persaingan atau competition, kontrauersi atau
contravention, dan pertentangan atau conffict. Persaingan dalam masyarakat terdiri dari

persaingan ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan peranan serta persaingan ras. Persaingan
akan berfungsi sebagai tempat menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok
yang bersifat kompetitif. Selain itu persaingan juga akan menjadi jalan untuk mendapatkan
keinginan yang dihargai saat itu, juga sebagai penyaring dalam pembagian pekerjaan.
Kontraversi merupakan proses disosiatif kedua yang berada diantara persaingan dan
pertentangan. Kontraversi ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi
berbentuk penolakan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguangangguan, perbuatan kekerasan dan mengacaukan pihak lain untuk bentuk yang umum.
Sementara itu memaki, menyangkal pernyataan orang didepan umum, memfitnah,
mengkambing hitamkan orang lain adalah bentuk sederhananya. Kontraversi yang intensif
terdiri dari penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain dan
sebagainya. Selain itu yang rahasia terdiri dari pengkianatan dan menyebarkan rahasia orang
lain sementara yang taktis adalah mengejutkan lawan, mengganggu atau atau
membingungkan pihak lain dan lain sebagainya (Leopold Von Wiese dan Howard Becker
dalam Soedjono Soekanto, 1997).
Proses dissosiatif ketiga adalah konflik yang mempakan kondisi atau proses dimana
individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuanya dengan jalan menentang pihak
lain yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Konflik disebabkan oleh perbedaan
individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perbedaan sosial. Pertentangan
:

itu sendiri berbentuk pertentangan pribadi, rasial, pertentang,an antar kelas sosial,

pertentangan politik, dan pertentangan yang bersifat internasional. Pertentangan sendiri akan
dapat menyebabkan solidaritas daiam kelompok, kehancuran atau keretakan kelompok,
perubahan kepribadian individu, hancurnya harta benda dan jiwa, serta akomodasi atau
tunduknya pihak lawan (Soekanto,1997).
C.

Proses dan Interaksi Sosial Masyarakat di Pedesaan Indonesia


Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila
perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu, dan menentukan sistem serta
bentuk-bentuk hubungan tersebut. Atau apa yang akan terjadi bila terjadi perubahanperubahan yang menggoyahkan pola-pola kehidupan yang ada. Dalam masyarakat, interaksi
ini berarti merupakan hubungan timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama,
misalnya saling mempengaruhi antara persoalan sosial dan ekonomi, sosial dan politik,
ekonomi dan hukum, hukum dan politik dan seterusnya.
Dalam proses interaksi di pedesaan ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor
tersebut adalah faktor inutasi, sugesti, identifikasi, dan simpati, imitasi akan mendorong

seseorang untuk selaiu mematuhi peraiwan dan niiai yang ada. Faktor sugesti mempakan
proses seseorang yang akan mengikuti pandangan yang disampaikan oleh seseorang. Ia akan
mengikuti pandangan tersebut dan cenderung emosional Sementara pertimbangan rasionai
kurang diperhatikan. Identifikasi merupakan kecenderungan seseorang untuk berperlilaku
sama dengan orang iain yang dianggap iebih atau digemari. Proses ini akan membentuk
kepribadian seseorang hal ini teijadi karena identifikasi lebih mendalam dari pada imitasi.
Dalam proses identifikasi seseorang akan berusaha belajar untuk mengetahui kelebihan
orang yang akan dicontohnya.
Ada dua macam bentuk interaksi sosial yang ada di desa proses yang pertama adalah
asosiatif dan kedua proses disosiatif. Proses asosiasi terdiri dari kerja sama dan akomodasi.
Kerjasama yang ada di sana terjadi antar individu dan antar kelompok masyarakat.
Akomodasi yang ada di sana terjadi untuk mestabilkan apabila terjadi pertentangan.
Kerjasama yang ada merupakan kerjasama yang dilakukan antar individu karena
kekerabatan, rumah dekat, juga perkawanan. Kerjasama juga dilakukan bersama-sama
berupa perbaikan fasilitas umum, penjagaan keamanan, pembangunan masjid dan
pelaksanaan acara desa. Selain itu kelompok-kelompok masyarakat dalam satu jama'ah
masjid atau langgar juga mempunyai kebiasaan kerja sama. Mulai dari pengelolaan
mushola, arisan, tahlilan dan perkumpulan selamatan. Meski pada acara tertentu mereka
akan mengundang kyai atau tokoh masyarakat di sana. Sebagai contoh beberapa bentuk
kerjasama di pedesaan.
Proses dissosiatif mempakan proses dimana antar orang dan antar kelompok tidak
melakukan kerjasama yang mengikat namun akan menentukan sekali gerak dari mereka.
Dissosiatif ini dapat berupa persaingan (competition), kontravensi (contravention),
pertentangan atau pertikaian (conflict). Persaingan dalam ekonomi terlihat dari berlombanya
masyarakat membangun dan berbeSanja barang yang berharga di rumahnya.
Persaingan lain yang terlihat juga terjadi di antara tokoh masyarakat tentang
eksistensi dan ekonomi. Kemunculan Kopontren dan lembaga ekonomi lain yang hadir
adalah bentuk dari persaingan setelah pemain di sektor yang sama sedikit. Persaingan
pengaruh juga terjadi antar pesantren dengan memperlihatkan pembangunan yang pesat
secara fisik dan berlombanya tiap pondok untuk memanggil pejabat. Bentuk disosiatif kedua
yakni kontravensi yakni keadaan antara kerjasama dan konflik. Dalam masyarakat desa
dapat kita temui dalam berbagai bentuk seperti penolakan terhadap bibit PB-5 saat awal
revolusi hijau, keengganan masyarakat Samin untuk rnembayar pajak pada pemerintah.
Sementara itu konflik di pedesaan sering kita lihat dalam berbagai macam
kehidupan. Proses pennilihan kepala desa dan perangkat desa kerapkali menimbulkan
pertentangan antar Botoh (Pendukung), demikian pula pembagian jatah air yang tidak adil

juga menjadi sumber konflik (Venansius, 2000). Sebagai sebuah kenyataan konflik
merupakan suatu yang abadi, selama masyarakat masih ada dan berkembang.

PROSES DAN INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA


A. Pengertian
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan
antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, dan antara orang dengan
kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi sosial terjadi apabila dalam masyarakat terjadi
kontak sosial dan komunikasi. Interaksi terjadi apabila dua orang atau dua kelompok saling
bertemu atau pertemuan antara individu dengan kelompok dimana komunikasi terjadi di
antara kedua belah pihak. Karena keduanya yakni kontak sosial dan interaksi merupakan
syarat dari proses sosial dan untuk kebutuhan pemahaman sosiologis kedepan definisi
tersebut perlu untuk diperhatikan. Tanpa kedua kegiatan itu sangatlah mustahil interaksi
sosial dapat terjadi (Soedjono Soekanto, 1990).
Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial dimana proses sosial hanya akan
terjadi apabila ada interaksi sosial. Interaksi sosial apabila tidak dilanjutkan dengan
hubungan timbal balik antara kedua belah pihak tidak akan terjadi proses sosial. Oleh para
ahli sosiologi, interaksi sosial dibedakan dalam beberapa bentuk yakni proses yang
dissosiatif dan ossosiatif menurut Gillin dan Gillin (1954), oposisi (opposition), kerjasama
(co-operation), dan deferensiasi (defferensiutton)
B. Proses dan Interaksi Sosial Masyarakat di Pedesaan
Proses dan interaksi di pedesaan dapat kita lihat dari kegiatan keija atau mata
pencaharian mereka, sistem tolong menolong, jiwa gotong royong, musyawarah dan jiwa
musyawarah (Koentjoroningrat, 1979).
Orang kota menganggap ketenangan dan ketentraman desa sebagai sebuah kondisi
santai dan tidak menanggung beban yang berat atas kehidupan. Pandangan ini terpatahkan
manakala kita mengamati bentuk besar beban yang harus ditanggung penduduk desa dan
bagaimana mereka bekerja keras walau dengan kembalian yang tidak sebanding dengan
pengorbanannya.
Di pedesaan kita mengenal sistem tolong-menolong yang menjadi ciri khas utama
penduduknya. Tolong menolong sendiri dibedakan antara tolong menolong yang
kompensasinya mengharapkan suatu saat akan ditoiong, dengan tolong-menolong yang
benar-banar ikhlas tanpa harapan hai sempa dimasa datang.

Aktifitas masyarakat pedesaan lainnya yang masih kita lihat adalah gotong-royong.
Kegiatan ini dilakukan terkait dengan keperiuan umum seperti perbaikan jalan, irigasi,
perbaikan pemakaman dan kegiatan lain daiam lingkup kepentingan bersama.
Kebiasaan lain yang ada di pedesaan adalah kebiasaan musyawarah dan jiwa
musyawarah yang melekat pada pikiran setiap hati penduduknya. Telah lama kebiasaan
rembuk desa dilakukan untuk mengambil keputusan tentang pembangunan desa. Kebiasaan
itu saat ini telah dilembagakan melalui Lembaga Musyawarah Desa, Lembaga Ketahanan
Masyarakat
Untuk melihat proses sosial yang ada di pedesaan kita juga harus melihat pada
kategori apa proses sosial tersebut terjadi. Di bawah ini akan coba diungkapkan bentuk
interaksi sosial asosiatif dan disosiatif dengan berbagai bentuknya di pedesaan. Asosiatif
terdiri dari kerja sarna, akomodasi dan asimilasi, sementara dissosiatif terdiri dari
persaingan, kontraversi dan konflik.
Proses assosiatif pertama adalah kerjasama dan merupakan proses sosial yang selalu
ada di masyarakat termasuk masyarakat pedesaan. Dalam masyarakat pedesaan kita banyak
mengenal istilah sambatan, gugur gunung, soyo, dan masih banyak lagi sesuai dengan
istilah setempat.
Kerjasama merupakan proses yang telah dipelajari dan dilakukan manusia sepanjang
hidupnya. Bentuk kerjasama mulai dari pemenuhan kebutuhan fisik, keamanan dan
kebutuhan lain termasuk kasih sayang. Dalam sebuah masyarakat yang kompleks bentukbentuk kerjasama itu setidaknya menurut Soedjono Soekanto (1999) terdiri atas kerjasama
spontan fsonfaneous cooperation), kerjasama langsung (directed cooperation), kerjasama
kontrak (contractual cooperation), dan kerjasama tradisional (traditional cooperation).
Kerjasama spontan merupakan bentuk kerjasama yang terjadi secara spontan dan
serta merta di masyarakat. Kerjasama ini biasanya tidak terkoordinasi dengan baik dan
merupakan hasil dari kepedulian atau keadaan yang menuntut kerjasama dengan mendadak.
Di pedesaan kita mengenal tetulung kematian, tetulung sakit, kerjasama yang spontan terjadi
pada saat suatu peristiwa teijadi atau sebuah kerjasama yang secara cepat menuntut orang
untuk bekerjasama.
Kerjasama kedua yakni kerjasama langsung merupakan kerjasama yang terjadi
karena sebuah perintah atau aturan tertentu. Sekelompok buruh pabrik atau buruh tani di
pedesaan akan cendemng bekerjasama untuk dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Bentuk kerjasama karena perintah inilah yang dinamakan kerjasama langsung.
Selanjutnya merupakan kerjasama kontrak yang mana kerjasama ini terjadi karena
adanya perjanjian untuk melakukan sesuatu dengan bersama-sama. Biasanya bentuk
kerjasama ini sangat rinci antara kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Sebagai
contoh petani akan melakukan kerjasama kontrak dengan pabrik bajak untuk membuatkan

bajak atau dengan pabrik peralatan lainnya. Kerjasama yang didasari oleh hal-hal semacan
inilah yang dinamakan kerjasama kontrak yang mana kerjasama ini sangat mengikat antara
satu dengan yang lainnya dan cenderung mempunyai konsekwensi yang jelas pada masingmasing. Hubungan buruh tani dan majikan adalah contoh bentuk kerjasama ini meski tidak
ditulis secara langsung akan tetapi secara otomatis hak dan kewajiban antara keduannya
masing-masing akan memenuhi untuk memperoleh kepuasan yang diinginkan. Kerjasama
tradisional merupakan bentuk kerjasama sebagai hasil dari sebuah sistem sosial. Bentuk
kerjasama ini biasanya dikemas dalam aturan adat istiadat dan mempunyai konsekwensi
secara adat pula. Tolong-menolong dalam menyelesaikan kepentingan bersama seperti jalan,
mata air, dan sarana umum lainnya termasuk dalam bentuk kerjasama ini. Gotong-royong
dan kerukunan lainnya merupakan bentuk dari kerjasama yang lahir dari sebuah sistem
sosial dan terikat secara sosial pula.
Bentuk kerjasama yang lain adalah :
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong
2. Bargainmg yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang atau jasajasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasl suatu penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan
politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara dalam menghindari terjadinya
kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan
yang sama. Koalisi akan menghasilkan keadaan yang tidak stabil dalam sementara
waktu, hal itu disebabkan oieh perbedaan struktur dan kebiasaannya akan tetapi karena
tujuannya adalah untuk mencapai tujuan bersama maka sifatnya adalah kooperatif.
5. Joint uenture yakni kerjasama dalam mengerjakan proyek-proyek tertentu seperti
pengeboran minyak, perfileman, perhotelan, properti dan lain-lain.
Dalam masyarakat pedesaan bentuk kerja sama banyak dilakukan sebagai contoh
adalah contract farming dan berbagai kerja sama penyakapan lainnya. Kerjasama dalam
bidang pertanian ini telah iama ada dan hampir ditemukan di selumh wilayah Indonesia
dengan berbagai bentuk. Pada daerah yang berbeda akan diistilahkan berbeda juga model
kerjasamanya. Bentuk proses assosiatif kedua adalah akomodasi.
Sebenarnya akomodasi merupakan teori yang didasari oleh analogi kehidupan
biologis. Akomodasi merupakan proses dari individu untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya.
Akomodasi sendiri menurut Soedjono Soekanto (1999) mempunyai tujuan untuk
mengurangi pertentangan antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
sebagai akibat dari perbedaan faham. Akomodasi disini bertujuan untuk nnenghasilkan
sebuah sintesa antara kedua faham tersebut sehingga teijadi pola yang baru. Selain itu

akomodasi juga bertujuan untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara
waktu atau secara temporer. Akomodasi juga dapat menjadi kondisi agar memungkinkan
terjadinya kerjasama antara kelompok yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor
sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal
sistem kasta. Akomodasijuga dapat menjadi media peleburan antara kelornpok-kelompok
sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan campuran atau asimiiasi dalam arti luas.
Akomodasi terdiri dari berbagai bentuk yakni coersy atau bentuk akomodasi secara
paksaan, compromise atau bentuk akomodasi yang mana pihak yang terlibat menurunkan
tuntutannya agar tercapai penyelesaian terhadap pertentangan yang ada. Arbntcse
merupakan cara untuk mencapai kompromise apabila pihak yang bertentangan tidak
sanggup untuk menyelesaikan sendiri. Mediation juga bentuk akomodasi dimana
berperannya pihak ketiga yang netral untuk menjembatani dan memfasilitasi pertentangan.
Conciliation adalah usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan pihak yang
bersengketa demi tercapas tujuan bersama. Toleransion merupakan bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang formal bentuknya. Toleransi lebih merupakan mekanisme kearifan
manusia yang kadang tidak ingin selalu mempertentangkan sesuatu hal itu mendorong
adanya toleransi yang tinggi di masyarakat. Stalematte mempakan sebuah bentuk akomodasi
yang terjadi apabila kedua belah pihak mengalami kebuntuan dalam melanjutkan
keinginannya masing-masing. Biasanya hal ini terjadi akibat kekuatan yang seimbang di
antara keduanya sehingga pertentangan menjadi terhenti akan tetapi juga tidak terjadi
sebuah bentuk penyelesaian. Dan yang terakhir adalah adjudcation yaitu penyelesaian
perkara di pengadilan. Secara panjang lebar Gillin dan Gillin menguraikan hasil-hasil suatu
proses akomodasi dengan mengambil contoh-contoh dalam sejarah. Antara lain hasilhasilnya sebagai berikut:
1. Akomodasi, dan integrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan
masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang akan melahirkan benih
pertentangan baru. Ketika orang-orang Normandia menaklukan Inggris pada 1066,
mereka telah memaksakan suatu kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya.
Bahasa, sistem feodalisme, hukum dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses
tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang Inggris yang mendapat
kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social
distance) antara penjajah dengan yang dijajah. Kecuali itu akomodasi juga menahan
keinginan-keinginan untuk bersaing yang hanya akan membuang biaya dan tenaga
saja.
2. Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu
kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) demi kerugian pihaklain (misalnya
golongan konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula

bersaing akan dapat menyebabkan turunya harga, oleh karena barang dan jasa akan
lebih mudah sampai kepada konsumen.
3. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila
dua orang misalnya bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik.
Di dalam kampanye pemilihan, persaingan dilakukan dengan sengit, akan tetapi
setelah salah satu terpilih biasanya yang kalah akan.diajak bekerja sama demi
keutuhan dan integrasi partai politik yang bersangkutan.
4. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan
yang berubah.
5. Perubahan-perubahan dalam kedudukan. Sebetulnya akomodasi menimbulkan
penetapan baru terhadap kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok
manusia. Pertentangan telah menyebabkan kedudukan-kedudukan tersebut goyah
dan akomodasi akan mengukuhkan kembali kedudukan-kedudukan tersebut.
6. Akomodasi membuka jalan untuk ke arah asimilasi.
Dengan adanya proses asimilasi para pihak lebih saling mengenal dan dengan
timbulnya benih-benih toleransi mereka akan lebih mudah untuk saling mendekati. Keadaan
demikian mungkin saja terjadi pada masyarakat berkasta seperti di India. Di India walupun
gerak sosial yang vertikal hampir-hampir tidak ada yang terjadi suatu proses yang bernama
Sankritization yaitu suatu proses dimana kasta-kasta yang lebih rendah mengambil sistem
kepercayaan, upacara tingkah laku dalam pergaulan, dan lain-lain unsur kebudayaan dari
kasta yang lebih tinggi, khususnya kasta Brahmana, untuk dijadikan unsur-unsur
kebudayaan sendiri. Proses tersebut menunjuk pada adanya usaha-usaha untuk mengadakan
akomodasi antara kasta-kasta yang semula dipisahkan dengan tegas dan kaku.
Proses sosial assosiatif ketiga adalah asimi/osi yang mempakan proses sosial dalam
taraf lanjut. la ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi
usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan asimilasi dan tujuan-tujuan bersama. Proses
asimilasi timbul bila ada :
1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.
2. Orang perorangan sebagai warga kelompok saling bergaul secara langsung dan
intensif untuk waktu yang lama, sehingga.
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah
dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi sendiri akan terjadi apabila ada suatu pendekatan antara kedua pihak,
interaksi sosial tersebut tidak mengalami hambatan atau pembatasan, interaksinya bersifat
primerjuga dilakukan dalam frekuensi yang tinggi. Selain itu juga didukung oleh sikap

toleransi antar kedua belah pihak, kesempatan-kesempatan yang seimbang dalam bidang
ekonomi, sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya. Selain itu sikap yang terbuka
dari golongan yang berkuasa di masyarakat juga akan nnempercepat terjadinya asimilasi
juga persamaan unsur kebudayaan, perkawinan campuran dan adanya musuh dari luar atau
ancaman perang. Sementara itu asimilasi juga akan mendapatkan penghalang yakni adanya
isolasi golongan tertentu di masyarakat, kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang
dihadapi, perasaan takut pada kebudayaan yang dihadapinya serta rasa rendah diri atau lebih
tinggi terhadap budaya lainnya. Selain itu perbedaan warna kulit dan ras pada masyarakat
tertentu juga menjadi penghalang asimilasi. Group feelling juga menjadi penghaiang
asimilasi apabila berlebihan demikian pula sikap menindas penguasa terhadap kelompok
niinoritas juga pertentangan kepentingan dan pertentangan antar pribadi.
Proses sosial selanjutnya adalah proses yang dissosiafif atau opposisitional
processes. Oposisi ini terdiri dari persaingan atau competition, kontrauersi atau
contravention, dan pertentangan atau conffict. Persaingan dalam masyarakat terdiri dari
persaingan ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan peranan serta persaingan ras. Persaingan
akan berfungsi sebagai tempat menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok
yang bersifat kompetitif. Selain itu persaingan juga akan menjadi jalan untuk mendapatkan
keinginan yang dihargai saat itu, juga sebagai penyaring dalam pembagian pekerjaan.
Kontraversi merupakan proses disosiatif kedua yang berada diantara persaingan dan
pertentangan. Kontraversi ditandai dengan gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi
berbentuk penolakan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguangangguan, perbuatan kekerasan dan mengacaukan pihak lain untuk bentuk yang umum.
Sementara itu memaki, menyangkal pernyataan orang didepan umum, memfitnah,
mengkambing hitamkan orang lain adalah bentuk sederhananya. Kontraversi yang intensif
terdiri dari penghasutan, menyebarkan desas-desus, mengecewakan pihak-pihak lain dan
sebagainya. Selain itu yang rahasia terdiri dari pengkianatan dan menyebarkan rahasia orang
lain sementara yang taktis adalah mengejutkan lawan, mengganggu atau atau
membingungkan pihak lain dan lain sebagainya (Leopold Von Wiese dan Howard Becker
dalam Soedjono Soekanto, 1997).
Proses dissosiatif ketiga adalah konflik yang mempakan kondisi atau proses dimana
individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuanya dengan jalan menentang pihak
lain yang disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan. Konflik disebabkan oleh perbedaan
individu, perbedaan kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perbedaan sosial. Pertentangan
:

itu sendiri berbentuk pertentangan pribadi, rasial, pertentang,an antar kelas sosial,

pertentangan politik, dan pertentangan yang bersifat internasional. Pertentangan sendiri akan
dapat menyebabkan solidaritas daiam kelompok, kehancuran atau keretakan kelompok,

perubahan kepribadian individu, hancurnya harta benda dan jiwa, serta akomodasi atau
tunduknya pihak lawan (Soekanto,1997).

C. Proses dan Interaksi Sosial Masyarakat di Pedesaan Indonesia


Proses sosial merupakan cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila
perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu, dan menentukan sistem serta
bentuk-bentuk hubungan tersebut. Atau apa yang akan terjadi bila terjadi perubahanperubahan yang menggoyahkan pola-pola kehidupan yang ada. Dalam masyarakat, interaksi
ini berarti merupakan hubungan timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama,
misalnya saling mempengaruhi antara persoalan sosial dan ekonomi, sosial dan politik,
ekonomi dan hukum, hukum dan politik dan seterusnya.
Dalam proses interaksi di pedesaan ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor
tersebut adalah faktor inutasi, sugesti, identifikasi, dan simpati, imitasi akan mendorong
seseorang untuk selaiu mematuhi peraiwan dan niiai yang ada. Faktor sugesti mempakan
proses seseorang yang akan mengikuti pandangan yang disampaikan oleh seseorang. Ia akan
mengikuti pandangan tersebut dan cenderung emosional Sementara pertimbangan rasionai
kurang diperhatikan. Identifikasi merupakan kecenderungan seseorang untuk berperlilaku
sama dengan orang iain yang dianggap iebih atau digemari. Proses ini akan membentuk
kepribadian seseorang hal ini teijadi karena identifikasi lebih mendalam dari pada imitasi.
Dalam proses identifikasi seseorang akan berusaha belajar untuk mengetahui kelebihan
orang yang akan dicontohnya.
Ada dua macam bentuk interaksi sosial yang ada di desa proses yang pertama adalah
asosiatif dan kedua proses disosiatif. Proses asosiasi terdiri dari kerja sama dan akomodasi.
Kerjasama yang ada di sana terjadi antar individu dan antar kelompok masyarakat.
Akomodasi yang ada di sana terjadi untuk mestabilkan apabila terjadi pertentangan.
Kerjasama yang ada merupakan kerjasama yang dilakukan antar individu karena
kekerabatan, rumah dekat, juga perkawanan. Kerjasama juga dilakukan bersama-sama
berupa perbaikan fasilitas umum, penjagaan keamanan, pembangunan masjid dan
pelaksanaan acara desa. Selain itu kelompok-kelompok masyarakat dalam satu jama'ah
masjid atau langgar juga mempunyai kebiasaan kerja sama. Mulai dari pengelolaan
mushola, arisan, tahlilan dan perkumpulan selamatan. Meski pada acara tertentu mereka
akan mengundang kyai atau tokoh masyarakat di sana. Sebagai contoh beberapa bentuk
kerjasama di pedesaan.
Proses dissosiatif mempakan proses dimana antar orang dan antar kelompok tidak
melakukan kerjasama yang mengikat namun akan menentukan sekali gerak dari mereka.

Dissosiatif ini dapat berupa persaingan (competition), kontravensi (contravention),


pertentangan atau pertikaian (conflict). Persaingan dalam ekonomi terlihat dari berlombanya
masyarakat membangun dan berbeSanja barang yang berharga di rumahnya.
Persaingan lain yang terlihat juga terjadi di antara tokoh masyarakat tentang
eksistensi dan ekonomi. Kemunculan Kopontren dan lembaga ekonomi lain yang hadir
adalah bentuk dari persaingan setelah pemain di sektor yang sama sedikit. Persaingan
pengaruh juga terjadi antar pesantren dengan memperlihatkan pembangunan yang pesat
secara fisik dan berlombanya tiap pondok untuk memanggil pejabat. Bentuk disosiatif kedua
yakni kontravensi yakni keadaan antara kerjasama dan konflik. Dalam masyarakat desa
dapat kita temui dalam berbagai bentuk seperti penolakan terhadap bibit PB-5 saat awal
revolusi hijau, keengganan masyarakat Samin untuk rnembayar pajak pada pemerintah.
Sementara itu konflik di pedesaan sering kita lihat dalam berbagai macam
kehidupan. Proses pennilihan kepala desa dan perangkat desa kerapkali menimbulkan
pertentangan antar Botoh (Pendukung), demikian pula pembagian jatah air yang tidak adil
juga menjadi sumber konflik (Venansius, 2000). Sebagai sebuah kenyataan konflik
merupakan suatu yang abadi, selama masyarakat masih ada dan berkembang.
Buku Acuan :
1. Djiwandi, 1991, Sosiologi Pedesaan, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. Hal : 56-68
2. Ibrahim J. T., 2003, Sosiologi Pedesaan, UMM, Malang. Hal : 9-23

PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT DESA


Perubahan adalah sebuah kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan itu bisa berupa
kemajuan maupun kemunduran. Bila dilihat dari sisi maju dan mundurnya, maka bentuk
perubahan sosial dapat dibedakan menjadi :
1.

Perubahan sebagai suatu kemajuan (progress)

Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan yang memberi dan


membawa kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan
itu bisa memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan
kondisi masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana,
menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan teknologi yang memberikan
berbagai kemudahan merupakan sebuah perkembangan dan pembangunan yang
membawa kemajuan. Jadi, pembangunan dalam masyarakat merupakan bentuk
perubahan ke arah kemajuan (progress).
Perubahan dalam arti progress misalnya listrik masuk desa, penemuan alat-alat
transportasi, dan penemuan alat-alat komunikasi. Masuknya jaringan listrik membuat
kebutuhan manusia akan penerangan terpenuhi; penggunaan alat-alat elektronik
meringankan pekerjaan dan memudahkan manusia memperoleh hiburan dan informasi;
penemuan alat-alat transportasi memudahkan dan mempercepat mobilitas manusia proses
pengangkutan; dan penemuan alat-alat komunikasi modern seperti telepon dan internet,
memperlancar komunikasi jarak jauh.
2.

Perubahan sebagai suatu kemunduran (regress)


Tidak semua perubahan yang tujuannya ke arah kemajuan selalu berjalan sesuai
rencana. Terkadang dampak negatif yang tidak direncanakan pun muncul dan bisa
menimbulkan masalah baru. Jika perubahan itu ternyata tidak menguntungkan bagi
masyarakat, maka perubahan itu dianggap sebagai sebuah kemunduran.
Misalnya, penggunaan HP sebagai alat komunikasi. HP telah memberikan kemudahan
dalam komunikasi manusia, karena meskipun dalam jarak jauh pun masih bisa
komunikasi langsung dengan telepon atau SMS. Disatu sisi HP telah mempermudah dan
mempersingkat jarak, tetapi disisi lain telah mengurangi komunikasi fisik dan sosialisasi
secara langsung. Sehingga teknologi telah menimbulkan dampak berkurangnya kontak
langsung dan sosialisasi antar manusia atau individu.

Jika dilihat dari proses berlangsungnya, menurut Soerjono Soekamto perubahan dapat
dibedakan menjadi Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat).
1.

Evolusi
Evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam
waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang
bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan
masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari
usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan
hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan
sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu.

2.

Revolusi
Revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembagalembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi
diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat, keteganganketegangan tersebut sulit dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat
dikendalikan. Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan tertentu, antara lain :
a. Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya pemimpin/kelompok yang mampu memimpin masyarakat tersebut.
c. Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.
d. Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
e. Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa
tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan
program dan arah gerakan revolusi.
Contoh perubahan secara revolusi adalah peristiwa reformasi (runtuhnya rezim
Soeharto), peristiwa Tsunami di Aceh, semburan lumpur Lapindo (Sidoarjo).

Jika dilihat dari ruang lingkupnya, perubahan sosial dibagi menjadi dua, yaitu perubahan
social yang berpengaruh besar dan perubahan sosial yang berpengaruh kecil.
1.

Perubahan Kecil
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian dan lain
sebagainya.

2.

Perubahan besar
Perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial
yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola
kehidupan masyarakat.

Jika dilihat dari keadaannya, perubahan sosial dibagi menjadi dua yaitu, perubahan yang
Direncanakan dan Tidak Direncanakan.
1.

Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan


Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang
telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak
melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk
memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk
mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan
pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata
pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.

2.

Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan


Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan
perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat
menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan. Contoh perubahan
yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa
kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan
tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.

Disini yang dimaksud dengan aspek-aspek perubahan yaitu menyangkut tentang perubahan
khusus dalam masyarakat desa yang diperkirakan penting untuk memahami kehidupan
masyarakat desa. Hal ini dapat memperdalam pemahaman tentang dinamika kehidupan desa.
a.

Urbanisasi dan Perkembangan Masyarakat Desa


Urbanisasi, terlebih dalam artinya sebagai proses pengotaan, adalah suatu bentuk
khusus modernisasi. Dengan kata lain, konsep modernisasi yang sangat luas cakupan
pengertiannya itu mendapatkan bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep
urbanisasi. Sebagaimana diketahui urbanisasi adalah proses pengotaan (proses

mengotanya suatu desa), proporsi penduduk yang tinggal di desa dan di kota, dan
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanward migration).
Urbanisasi

dalam

arti

proses

pengkotaan

hakekatn ya

meng

gambarkan proses perubahan dari suatu wila yah dengan masyara katnya yang
semula adalah desa atau bersifat pedesaan kemudian berubah dan berkembang
menjadi kota atau bersifat kekotaan. Dalam ken yataann ya secara umum desa
memang
atau

selalu mengalami peru bahan dan perkembangan. Cepat -lambatnya

besar-kecilnya perubahan dan perkembangan yang terjadi tergantung pada

banyak faktor, antara lain tergantung- kepada potensi wilayah yang bersang
kutan. P e r ub a h an it u s e c a r a u m um c e n d e r u n g me n ga r a h k e s i f
a t - si fa t

perkotaan. Namun, tidak semua perubahan dan perkembangan yang

terjadi di desa itu dapat disimpulkan sebagai proses pengkotaan (proses


perubahan desa menjadi kota). Proses perubahan itu seringkali han ya

merupakan

proses perubahan biasa saja, yang hakekatn ya secara umum terjadi di semua
kelompok masyarakat.
b.

Perubahan Kultural
Perubahan kultural (kebudayaan) adalah perubahan kebudayaan masyarakat desa
dari pola tradisional menjadi bersifat modern. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
kebudayaan desa yang awalnya bersifat tradisional mulai dari alat yang digunakan,
ideologi, pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi berkembang ke arah yang lebih
modern.
Yang menjadi titik tolak utama pengertian pola kebudayaan tradisional adalah yang
dikemukakan oleh Paul H. Landis an Everett M. Rogers. Seperti telah diuraikan
dalam bab tersebut, nurut Paul H. Landis keberadaan pola kebudayaan tradisional
tentukan oleh tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah:
a. Sejauh mana ketergantungan masyarakat terhadap alam.
b. Bagaimana tingkat teknologi nya.
c. Bagaimana sistem produksinya.
Pola kebudayaan tradisional akan tetap eksis apabila masyarakat desa memiliki
ketergantungan yang sangat besar terhadap alam, namun dengan tingkat teknologi
yang tinggi, dan produksi yang hanya ditujukan untuk memenuhi kebu tuhan
keluarga. Ini berarti bahwa apabila ketergantungan terhadap alam berkurang atau
bahkan hilang, tingkat teknologinya tinggi, dan pr oduksi ditujukan untuk mengejar
keuntungan (profit orientecl), maka kebudayaan tradisional menjadi kehilangan dasar
eksistensinya. Dan hal tersebut menunjukkan perubahan cultural pada masyarakat desa

yang sudah terlihat. Selain hal tersebut meningkatnya teknologi pada masyarakat desa
juga menunjukkan semakin berubahnya kebudayaan di desa. Akan tetapi masih
ada kendala dalam memajukan desa kearah modern. Hal ini disebabkan k a r e n a c a
ra hidupmodern
hidup

tradisional

karena

itu,

menuntut

b i a ya

t i n g gi .

Sebaliknya, cara

adalah merupakan cara hidup yang relatif murah. Oleh

sekalipun

misalnya penduduk telah mendapatkan dan menyerap

pengetahuan baru dan budaya modern, namun pengaruhnya hanya sebatas sikap dan
pandangan hidup saja. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan hidup modern karena masalah struktural,

yakni

karena

mereka

termasuk golongan miskin yang rendah tingkat keberdayaannya.


3.

Perubahan Struktural
Senada dengan uraian tentang perubahan kebudayaan di atas, bagian ini juga
mencoba

mengungkapkan

perubahan

struktur

masya rakat

desa

yang

menjadi semakin bersifat kompleks.


Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan
lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur adalah sifat fundamental bagi
setiap sistem. Identifikasi suatu struktur adalah suatu tugas subjektif, karena
tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian-bagiannya dan hubungan
mereka. Karenanya, identifikasi kognitif suatu struktur berorientasi tujuan dan
tergantung pada pengetahuan yang ada.
4.

Perubahan Lembaga dan Kelembagaan


Lembaga adalah sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan dalam suatu
masyarakat. Dalam kaitan ini kelembagaan adalah sebagai wujud dari suatu tindakan
bersama (Collective action). Jadi jika suatu masyarakat menginginkan suatu kebutuhan
baru dan beragam maka secara otomatis lembaga lama akan tidak berfungsi lagi.
Secara umum lembaga diartikan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan
yang ada dalam suatu mas yarakat.

5.

Perubahan dan Pembangunan dalam Bidang Pertanian


Perubahan dan pembangunan di bidang pertanian tidak lepas dari perubahan
yang ada di dunia ini khususya dalam IPTEK dan teknologi yang menunjang
peningkatan dalam sektor pertanian.

PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA


Didalam pembangunan masyarakat desa masih terdapat permasalahan yang sangat
relevan dibahas, alasannya. Pertama, dalam dua dasawarsa terakhir, perkembangan
pembangunan hanya berkecimpung di daerah perkotaan sementara secara umum Negara kita
Indonesia masih didominasi oleh pedesaan. Kedua, kendati pada masa pemerintahan Orde
Baru telah mencanangkan berbagai upaya kebijaksanaan dan program pembangunan
pedesaan, tetapi secara riil dapat kita lihat bahwa kondisi social ekonomi masyarakat
pedesaan masih sangat jauh dari yang diharapkan (memprihatinkan).
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat desa sangat perlu diperhatikan oleh
pemerintah dan perkembangan pembangunan masyarakat pedesaann tidak hanya semata-mata
pada sector pertanian, distribusi barang dan jasa tetapi lebih kepada spectrum kegiatan yang
menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan segenap anggota masyarakat sehingga
mereka lebih bisa mandiri, percaya diri, tidak bergantung dan terlepas dari belenggu
structural yang membuat hidup sengsara. Sementara itu, pembangunan juga perlu diarahkan
untuk merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik sehingga dapat tercapai tujuan dari
ruang lingkup pembangunan pedesaan yang sangat luas.
Dari perkembangannya, cukup beragam strategi-strategi yang dilakukan oleh Negaranegara berkembang (termasuk Indonesia) dalam upaya pembangunan pedesaan. Tetapi dalam
bacaan ini hanya membahas beberapa saja.
Sebagaimana dikemukakan diatas, pembangunan adalah Merupakan proses perubanan
yang disengaja dan direncanakan lebih Lengkap lagi, pembangunan berarti perubahan yang
disengaja atau Direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehandaki
ke arah yang dikehendaki. Istilah pembangunan umum- nya dipadamkan dengan istilah
developmen, sekalipun istilah developmen sebenarnya berarti perkembangan tanpa
perencanaan. Maka pcmbangunan masyarakat desa juga disebut

rurar development.

Demikian pula istilah modemisasi juga sering diartikan identik dengan pembangunan, yakni
mengingat artinya sebagai proses penerapan pungetahnan dan teknologi modem pada
berbagai segi atau bidang kchidupan masyarakat. Sehingga, ada pula yang mendefinisikan
pcm- bnngunan sebagai usaha yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan. perubahan
sosial melalui modemisasi.
Di negara-negara berkembang, proses perubahan dan perkem- bangan yang terjadi
padu ntasyarakat --termasuk masyarakat desa-- tidak lepas dari campur tangan Pemerintah.
Dengan demikian jelas bahwa yang merencanakan dan merekayasa prubahan adalah Negara

(cq. pemerintah), Campur tangan Negara ini dilakukan dengan tujuan untnk mempercepat
akselerasi pembangunan agar bangsanya tidak tertinggal dari dunia Barat. Istilah dan
pengertian pembangunan tersebut di atas tidak lazim bagi negara-negara industri Barat yang
telah maju dan modern. Hal ini dapat dimengerti karena proses modemisasi di Barat
merupakan peroses perkembangan (developmen) intemal dan wajar lewat industri dungan
sistem kapitalisasinya. Proses ini bersifat wajar dalam arti tidak ada perencanaan,
pengendalian, atau kesengajaan terhadap jalannya proses tcrsebut. Peran Pemerintah bersifat
pasif. Kalaulah ada yang dapat diperhitungkan sebagai kekuatan pengendali yang aktif,
adalah kekuatan pasar.
Modernisasi ini, dengan industri dan system. Kapitalisme yang melandasainya, telah
mengantarkan negara- ncgara. Barat tersebut ke tingkat kemajuan yang telah dicapainya
sejauh ini. Bagaimana dengan dunia Ke tiga, terasuk Indonesia? Mengapa pembangunan
diperlukan? Hal ini mudah dimengerti. Sebab, Negara negara berkembang (dunia ke tiga)
semenjak memperoleh kemerdekaannya; merasa bebas untuk menentukan-nasibnya sendiri.
Hal yang segera dirasakan adalah keterbelakangan dan ketertinggalan- nya dari dunia Barat.
Maka untuk memajukan Negara dan sekaligus untuk mengejar ketertinggalan itu; proses
modemisasi (dengan atau tanpa industrialisasi) yang biasa tidaklah cukup. Moderenisasi itu
harus direncanakan, dipacu, dan diakselerasikan, sedemikian rupa sehingga ibarat kendaraan
segcra bisa mengantar negara-negara berkembang_tersebut menjadi negara yang maju dan
sejahtera setara dengan dunia`Barat. Pembangunan secara umum mengandung penger- tian
secaman ini. Bagaimana kegiatan pembangunan nasional di Indonesia? Scbagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa pembangunan adalah mcrupakan kegiatan yang direncanakan. Oleh
negara atau khususnya pemerintahu
Di Indonesia kegiatan pernbangunan nasiona1 secara berencana telah dilancarkan
semenjak tahun 1950-an, khususnya lewat pcran Dewan Perancang Nasional (DEPPERNAS)
yang memprioritas- kan pembangunan di bidang ekonomi. Dengan diemikian, pemba~
nggunan nasional telah dilancarkan semenjak jaman Orda, Orba, hingga sekarang.
Bagaimana rumusan pengertian pembangungm nasional kita? Diawali dengana penugasan
Deppernas oleh Presiden untuk "meran- cangkan pola masyarakat 'adil' dan makmur
sebagaimana dfnuaksudkan o1ch Pembukaan_UUD 1945, maka Undang-undang Nomor ;
85,Tabun 1958 menyiratkan pengcrtian pembangunan nasional kita sebagai usaha untuk
mempertinggi tingkat kehidupan bangsa Indonesia dengan jalan peningkatan produksi dan
pengubahm: struktur pereko- nomian yang ada-menjadi struktur perekonomian nasional.

Rurnusan semacam ini ditegaskan kembali dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960
Lentang-Garis-garis Besar Pola Pembanggunan Nasional
Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969. Rencana ini tidak berjalan seperti
yang diharapkan. karena pecahnya pemberontakan G30S PKI tahun l965. Kemudian,
tahun.1966 Badan Perancang Pembangunan Naaional (BAPPENAS) yang dibentuk tahun
l967 mulai mengambil peran dalam rancangan pembangunan nasional. Program-program
pembangunan memperoleh landasannya lewat pelbagai keputusan politik seperti tertera
dalam Kepres Nomor 319 Tahun 1968 tentang Repelita I, Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN
1978, dan lainnya. Tap MPR Nomor II/MPR/1983 menegas- kan hakekat pembnngunan
nasional sebagai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indo- nesia. Bagaimana dengan pembangunan masyarakat desa? Dalam rumusan
pembangunan nasional tersebut ditetapkan bahwa pembangunan masyarakat desa merupakan
bagian integral dari pemba- ngangunan nasional. Secara lebih khusus pembangunan
masyarakat dcsa memiliki beberapa pengertian, antara lain:
Pembangunan "masyarakat delsa berarti pembangunan masyarakat tradisional rnenjadi
manusia modern (Horton dan Hunt, 1976, Alex Inkeles, 1765)
Pembangunan masyarakat desa berarti membangun swadaya masyarakat dan rasa percaya
pada diri sendiri (Mukerjee dalam Bhattacharyya, 1972).
Pembangunan pcdesaan tidak lain dari pembangunan usaha tani atau membangun pertanian
(Mosher, 1974, Bertrand, 1958).
Di samping batasan-batasan tersebut, pembangunan desa di Indonesia memiliki arti:
pembangunan nasional yang ditujukan pada usaha peningkamn taraf hidup masyarakat
pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan,
dan menciptakan hubungan yang selaras antara masyarakat dengan lingkungannya
(berdasarkan GBHN dan Repelita-repelita). * Dalam pada itu, istilah asing untuk
pcmbangunan desa bukan hanya rural development (RD), rnelainkan juga community
development (CD).`Dua istilah ini sering muncul dalam berbagai wacama tentang
pembangunan masyarakat desa. Sekalipun ada yang Cenda- rung tidak memperlihatkan
perbedaannya, namun sebcnamya tcrdapat perbedaan antara dua konsep itu.
CD merupakan pendekatan pemba- ngunan yang mengutamakan panisipasi aktif
masyarakat. CD berlaku baik di desa maupun di perkotaan. RD di lain pihak hanya berlaku di
pedesaan, dan mengutamakan keserasian masyarakat dengan Iing- kungannya. Sejak tahun

1977 Indonesia mengembangkan konsep Integrated Rural Development (IRD). IRD


menekankan keterpaduan program-program pembangunan yang ada di desa, yang kalau tidak
dipadukan akan bersifat fragmentaristik, terikat pada berbagai depanernen yang ada
(Penanian, Sosial, Perindustrian, dan lainnya) Berlandaskan Undang-undang'Nomor 5 'Tahun
1974, pemba- ngunan desa yang diIaksanakan oleh Pemerintah terutama bertumpu pada
Departemen Dalam Negeri. Pasal 80 Undang-undang itu menyai takan bahwa Kepala
Wilayah (Gubernur, Bupatit,.Camat) adalah pcnguasa tunggal di bidang pemerintahan dan
berkewajiban untuk mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyara- kat
di segala bidang. Departemen Dalam Negeri rnemiliki program program pembangunan
jangka pendek dan panjang.
Progranm-program jangka pendek bertujuan untuk mensukses- kan sector-sektor yang
diprioritaskan dalam skala nasional seperti: menggerakkan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalarn pembangunan, penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan, peningkatan produksi pangan (pertanian); perluasan .kesempatan kerja, pemerataan pendapatan dan
kegiatan

pembangunan,

menggcrakan

dan

meningkatkan

kegiatan

perkoperasian,

menggalakkan dan meningkatkan Keluarga Berencana, Serta meningkatkan kesehatan'


masyarakat.
Program-program jangka panjang dalam' garis besamya bertujuan untuk memajukan
dan mengembangkan selumh dcsa di Indonesia. Ukuran kemajuan didasarkan atas tipologi
desa yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri; khususnya Ditjen Pembangunan
Desa (BANGDES), yakni tipe desa swadaya, swakarya, dan swasembada. Pngembangan ini
tidak terlepas dari kerangka Pembangunan Regional dan Nasional.
Langkah-langkah yang ditempuh Departemen Dalam Negeri dalam kaitannya dengan
program-program jangka pendek dan panjang tersebut rantara lain adalah memperluas dan
menyernpurnakan jaringan prasarana desa, meningkatkan pengetahuan dan kcterampilan
masyarakat desa, memper1uas fasilitas serta pelayanan keehatan dan perbaikan sanitasi,
pengembangan dan perbaikan pernukiman, perlu- asan lapamgan kerja, pengembangan dan
pcningkatan perkoperasian, perbaikan dalam penggunaan dan peruntukan tanah, dam lainnya.
PERUBAHAN-PERUBAHAN KHUSUS
Yang dimaksud dengan perubahan-perubahan khusus adalah perubahan-perubahan
yang menyangkut aspek-aspek tenentu yang diperkirakan sangat penting dalam memahami
kehidupan masyarakat desa. Dengan demikian, analisa terhadap perubahan tentang atau yang

berkait dengan aspek-aspek ini akan dapat memperdalam pemahaman kita tentang dinamika
kehidupan masyarakat desa. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam bab ini adalah:
urbanisasi, kultur, struktur,1ern- baga, dan pertanian.
I. Urhanisasi dan perkembangan masyarakat desa
Urbanisasi, terlebih dalam artinya sebagi proses pengkotaan, adalah suatu bentuk
khusus proses modemisasi. Dengan kata lain, konsep modemisasi yang sangat Iuas cakupan
pengeniannya itu men- dapatkan bentuknya yang khusus di pedesaan dalam konsep urbamisasi. Sebagaimana diketahui, urbanisasi kecuali berarti (1) 'proses pngkotaan (proscs
mengkotanya suatu daerah/desa) juga berarti: (2) proporsi penduduk yang tinggal di kota
dibanding dengan yang tinggal di desa, dan (3) perpindahan utau pergeseran penduduk dari
desa ke Kota (urbanward migration). " Pengertian pertama dan ke dua umunya dinilai
sebagai bersifat posltip, karena proses' ini menunjukkan perkernbangan dan kemajuan desa.
Dengan demikian, proses ini sesuai dengan perspektif evolusioner. Dalam beberapa model
khusus teori evolusi diwacanakan bahwa desa yang masih terbelakang dan bersifat tradisional
menjadi berkcmbang dan maju setelah mendapatkan pengaruh kota. Model teori ini lazim
disebut teori dfusi kultural, '
Urbanisasi dalam arti proses pengkotaan hakekatnya menggam- barkan proses
perubahan dan suatu wilayah dengan masyarakatnya yang semula adalah desa atau bersifat
pedesaan kemudian berubah dan berkembang menjadi kota atau bersifat kekotaan. Dalam
kenyataannya secara urnum desa memang se1a1u mengalami perubahan dan perkembangan.
Cepat-1ambatnya atau besar-kecilnya perubahan dan perkembangan yang terjadi tergantung
pada banyak; faktor, antara-lain tergantung kepada potensi wilayah yang bersangkutatan.)
Perubahan itu secara umum cenderung mengarah ke sifat-sifai perkotaa namun, tidak semua
pembahan dan perkernbangan yang terjadi di desa itu dapat disimpulkan sebagai proses
pengkotaan (proses perubahan desa menjadi kota). Proses perubahan itu seringkali hanya
merupakan proses perubahan. biasa-saja, yang hakekatnya secara umum, terjadi-di semua
kelompok masyarakat.
Mcnurut Ro1and L Warren, proses perubahan yang menunjukkan terjadinya
rnetamorpose, dari; desa rnenjadi kota hanya dapat disimak lewat adanya gejala yang
Olehnya disebut great change. Indikator dan adanya great change ini adalah: (1) division of
labor, yakni bila desa itu telah menunjukkan tumbuh dan.berkernbangnya kelompokkelompok kerja yang berbeda-beda tetapi saling ada ketergantungan atau jalinan; (2)
munculnya diferensiasi kepentingan dan asosiasi; (3) semakin bertambahnya hubungana yang

sistemik dngan masyarakat yang lebih luas; (4) muncul dan berkembangnya fenomena
birokratisasi dan impersonali- sasi dalam kegiatan usaha; (5) pengalihan fungsi-fungsi ke
lembaga pmerintahan dan ke bidang-bidang usaha yang menguntungkan; (6) adanya proses
penyerapan gaya hidup perkotaan dan (7) adanya proses perubahan nilai-ni1ai.(RoIand L
Warren, 1963: 54).
Yang sering, diu1as, da1am berbagai; pembahasan adalah konsep urbanasasi dalam
artian pergeseran penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dalam artian ini banyak diulas
berkaitan dengan kerugian- Kerugian yang dialarni desa. Dari sekian banyak penelitian yang
ada' di Amerika Serikat misalnya, kebanyakan mengungkapkan betapa besar kerugian yang
diderita desa; akibat adanya urbanisasi ini. Beberapa penelitian itu berkesimpulamsani, yakni
bahwa urbanisasi meng- akibatkan desa-desa kehilangan tenaga-tenaga terbaik' (kaum muda)
dan terpandainyaa.

Definisi Urabanisasi
Urbanisasi merupakan proses dimana adanya peningkatan proporsi penduduk yang tinggal
diperkotaan.Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa kekota. Urbanisasi
merupakan masalah yang cukup serius bagi kita semua.persebaran penduduk yang tidak
merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan
pangan dan lain sebagainya tentu adalah sesuatu masalah yang harus segera dicari jalan
keluarnya. Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti
persentase penduduk yang tinggal didaerah perkotaan.
Perpindahan manusia dari desa kekota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu
sendiri dikatagorikan menjadi dua macam:
1. Migrasi penduduk yaitu perpindahan penduduk dari desa kekota dengan tujuan untuk
tinggal menetap dikota
2. Mobilitas penduduk yaitu perpindahan penduduk yang bersifat sementara atau tidak
menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah/ pergi kekota dari desa seorang biasanya harus
mendapatkan pengaruh kuat dalam bentuk ajakan informasi media massa impian
pribadi,terdesak kebutuhan ekonomi dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong memaksa atau faktor
mendorong seseorang untuk urbanisasi maupun dalam bentuk menarik perhatian atau penarik

Menurut tokoh sosiologi


Prof. Dr. Herlianto, ahli sosiologi Indonesia, mengatakan bahwa urbanisasi adalah suatu
proses pertumbuhan daerah pertanian atau pedesaan menjadi perkotaan, bertumbuh dalam
berbagai macam segi, misalnya, dalam segi keterampilan, gaya atau style, ekonomi, sehingga
desa pun tumbuh menjadi perkotaan.
De GOEDE, ahli sosiologi Belanda, menyatakan bahwa pengertian urbanisasi dibagi menjadi
empat yakni :
1. Arus perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pindahnya penduduk desa dari desa ke kota
dengan berbagai macam masalah yang dihadapi
2. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Semakin banyaknya jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sekto pertanian

3. Tumbuhnya pemukiman-pemukiman menjadi kota. Pemukiman-pemukiman yang dibuat


oleh masyarakat, semakin bertumbuh juga bisa disebut urbanisasi
4. Pengaruh kota dipedesaan sangat besar pada bidang sosial, politik, dan budaya. Pengaruh
pada bidang politik, sosial, dan budaya yang sangat besar di pedesaan bisa kita sebut juga
sebagai urbanisasi.

Faktor-faktor penyebab terjadinya urbanisasi


Faktor penyebab adanya urbanisasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu
kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab adanya
urbanisasi yaitu:
1.

Faktor Penarik (Pull Factors)


Alasan orang desa melakukan migrasi atau pindah ke kota didasarkan atas beberapa
alasan, yaitu:

Lahan pertanian yang semakin sempit.

Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya. Rasa jenuh atau merasa tertekan
dengan peraturan-peraturan budaya di daerah membuat imigran memutuskan pindah
ke jakarta mengharapkan adanya keleluasaan dalam menjalani kehidupannya.

Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa. Minimnya lapangan


pekerjaan di desa membuat para

Terbatasnya sarana dan prasarana di desa. Kurang tersedianya sarana dan prasana di
pedasaan memaksa orang desa untuk berpindah ke kota agar mudah mendapakat
fasilitas sarana dan prasana yang lebih mudah di dapat dan lebih lengkap dari pada di
desa. Misalnya sarana hiburan yang belum memadai di desa sedangkan kan di Jakarta
banyak Mall dan tempat hiburan yang dapat di jangkau dengan mudah.

Diusir dari desa asal, sehingga ke kota menjadi tujuan. Diusir dari desa hal ini
biasanya jarang terjadi, walaupun ada tapi hanya sedikit yang menjadikan alasan
urbanisasi karena diusir dari asalnya. Apabila seseorang/ keluarga di usir biasanya
seseorang/keluarge tersebut melakukan kesalahan yang menyeabkan kerugian
terhadap penduduk desa.

Memiliki impian kuat menjadi orang kaya, karena tingkat upah di kota lebih tinggi.
Penduduk pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota
besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya Ketimpangan
pembangunan daerah perdesaan dengan daerah perkotaan sangat tidak berimbang
yang mengakitbatkan kurangnya peralatan dan perkembangan teknologi di desa.

Melanjutkan sekolah, karena di desa fasilitas atau mutunya kurang. Keadaan


pembangunan pendidikan di desa yang kurang memadai membuat para orang tua
murid memutuskan untuk mensekolahkan anak mereka ke kota dengan harapan dapat
mendapatkan ilmu dan fasilitas yang memadai bagi proses belajar pembelajaran anak
mereka.

Pengaruh cerita orang atau keluarga bahwa hidup di kota Jakarta mudah untuk
mencari pekerjaan, atau mudahnya membuka usaha kecil-kecilan. Jakarta sebagai
kota besar dan berpenduduk banyak tentunya sangat menjanjikan untuk orang-orang
kecil yang berniat untuk mencari sesuap nasi dikota ini mulai dari pedagang kaki lima
(PKL), pedagang asongan, tukang ojek, tukang sngat menjanjikan untuk hidup.
Padahal tidak semuanya yang datang ke Jakarta mendapatkan pekerjaan. Para
peruraban harus mempunyai keahlian khusus agar dapat diterima bekerja di jakarta.

Kebebasan pribadi lebih luas. Kebebasan disini bukannya bebas melakukan apa saja
akan tetapi bebas dalam konteks ini adalah dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
keinginan kita tanpa harus manaati pertaturan-peraturan yang ada di desa. Tetapi
masih dalam hal yang wajar dan mengikuti dari peraturan dari pemerintah.

Adat atau adanya tolenransi antar agama . Jakarta menjadi tempat berkumpulan para
migran yang berpindah dari berbagai daerah, agama, suku. Karena itu budaya adat
dari daerah tersebut tidak begitu kental lagi di jakarta. Saling menghormati agama
orang lain tidak menggangu satu sama lain merupakan kunci dari toleransi itu sendiri.

2.

Faktor Pendorong (Push Factors)


Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa
umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong
timbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:

Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis (tidak mengalami
perubahan yang sangat lambat). Hal ini bisa terjadi karena adat istiadat yang masih
kuat atau pun pengaruh agama.

Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung


lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya
makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.

lapangan kerja yang hampir tidak ada karena sebagian besar hidup penduduknya
hanya bergantung dari hasil pertanian pendapatan yang rendah yang di desa

keamanan yang kurang

Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang berkualitas.

Kebanyakan dari pelajar di desa berpindah sekolah/ kuliah di jakarta karena fasilitas sarana
dan prasarana pendidikan di jakarta lebih baik dan menggunakan teknologi yang memadai di
bandingkan dengan di desa asal mereka.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor utama penyebab timbulnya urbanisasi yang paling
kuat adalah faktor ekonomi (menjadi motif utama para migran), selain itu disusul dengan
faktor tingkat pendidikan. Penyebab lain dari terjadinya urbanisasi adalah karena terjadinya
overruralisasi yaitu tingkat dan cara produksi di pedesaan terdapat terlalu banyak orang
Keuntungan Urbanisasi
Segala sesuatu, memiliki keuntungan yang banyak maupun kekurangan yang banyak pula,
akan tetapi keuntungan dapat menutupi kekurangan. Begitu juga urbanisasi, urbanisasi
memiliki keuntungan yang dapat dirasakan oleh masyarakat desa maupun masyarakat kota.
Keuntungannya sebagai berikut :
1.

Memodernisasikan Warga Desa.


Keidentikan warga desa sebagai masyarakat tradisional yang gagap akan teknologi dapat
di hilangkan dengan melakukan urbanisasi, modern dalam ilmu pengetahuan, dan
kebiasaan masyarakat dikota. Urbanisasi dikatakan dapat memodernkan warga desa,
karena masyarakat desa tidak ingin ketinggalan zaman di kota besar.
Pengertian modernisasi warga pedesaan tidak semata-mata dalam arti fisik, seperti
misalnya membangun fasilitas perkotaan, namun membangun penduduk pedesaan
sehingga memiliki ciri-ciri modern penduduk perkotaan. Dalam hubungan inilah lahir
konsep urbanisasi pedesaan Konsep urbanisasi pedesaan mengacu pada kondisi di mana
suatu daerah secara fisik masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang kental, namun karena ciri
penduduk yang hidup didalamnya sudah menampakkan sikap maju dan mandiri, seperti
antara lain mata pencaharian lebih besar di nonpertanian, sudah mengenal dan
memanfaatkan lembaga keuangan, memiliki aspirasi yang tinggi terhadap dunia
pendidikan, dan sebagainya, sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah
perkotaan.

2.

Menambah Pengetahuan Warga Kota


Menambah pengetahuan akan sesuatu yang belum pernah diketahui, seperti cara
mengobati tradisional, misalnya warga kota yang tidak punya uang untuk berobat, dapat
meminta tolong kepada warga desa untuk membuatkan obat-obat tradisional, yang dapat
menyembuhkan penyakitnya tanpa biaya yang lebih.

3.

Menjalin kerja sama yang baik antar warga suatu daerah.


Rata-rata penduduk di jakarta adalah imigran dari seluruh daerah di Indonesia sehingga
warga asli jakarta pun tidak terlalu banyak. Biasanya dalam suatu perkumpulan
masyarakat daerah atau paguyuban daerah tertentu mengadakan acra yang bersifat
silahturahmi dan mempererat kerjasama antar sesama daerah asal mereka ataupun dengan
masyarakat daerah lain.

4.

Menyeimbangkan masyarakat kota dengan masyarakat desa

Dampak-dampak Urbanisasi
Dibawah ini ada beberapa dampak dari terjadinya urbanisasi. Ada beberapa dampak positif
yang dihasilkan oleh Urbanisasi, yaitu:

Terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja di kota. Kota memerlukan banyak sekali tenaga
kerja di bidang industri, transportasi, perdagangan jasa, dan lain-lain. Dengan adanya
urbanisasi kebutuhan tenaga kerja dengan sendirinya dapat terpenuhi.

Meningkatnya aktifitas perekonomian kota. Kota bertambah ramai, perdagangan


semakin meningkat, kehidupan di kota semakin berkembang dengan banyaknya
pendatang-pendatang baru dari luar kota.

Meluasnya kesempatan membuka usaha-usaha baru. Dengan meningkatnya jumlah


penduduk kota, diperlukan banyak fasilitas untuk melayani kebutuhan masyarakat
sehingga kesempatan membuka usaha baru terbuka lebar seperti usaha bengkel,
transportasi, warung, tukang pangkas rumput, dan sebagainya.

Meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk desa yang berurbanisasi ke kota.


Orang-orang desa yang telah berhasil di kota, banyak di antara mereka yang
mengirimkan sebagian dari penghasilannya ke desa untuk inventasi maupun untuk
membangun desanya. Hal ini berarti urbanisasi dapat membawa dampak positif bagi
pembangunan desa.

Dapat meningkatkan taraf hidup keluarga yang ditinggalkan di desa. Jumalah


penduduk desa yang sebelumnya tidak sebanding dengan lapangan kerja yang ada,
dengan urbanisasi jumalah penduduk desa semakin berkurang. Denagn demikian
penduduk yang tinggal di desa, dapat lebih mudah bekerja, misalnya dengan
mengelolah lahan yang ada.

Terjadinya percampran antara budaya desa dan kota sehingga antara orang desa dan
orang kota akan saling menyerap kebudayaan yang baik di antara keduanya.

Terjadinya hubungan kekeluargaan yang lebih erat antara orang desa dengan orang
kota.

Kota mendapatkan pasokan tenaga kerja yang murah untuk pembangunan, teutama
untuk tenaga kasar yang biasanya enggan dikerjakan penduduk kota.

Mengurangi pengangguran dan kepadatan penduduk di desa.

Pasti ada dampak dari suatu hal yang berlebihan begitu pula overloadnya Jakarta. Kesesakan
yang diakibatkan oleh berlebihannya penduduk Jakarta mengakibatkan;

1.

Sifat Konsumtif.
Sifat manusia cenderung konsumtif, yang berarti bahwa konsumen selalu mengkonsumsi
produk atau jasa sepanjang waktu. Perilaku konsumtif ini muncul selain dikarenakan
untuk pemenuhan kebutuhan yang sangat beragam, tetapi juga untuk mengikuti trend
yang berkembang di pasar.

2.

Kekumuhan kota.
Hal ini bisa terjadi karena terlalu banyaknya imigran yang datang ke jakarta tidak dapat
membangun rumah yang layak yang pada akhirnya mereka membuat tempat tinggal di
tanah-tanah milik negara misalnya di bantaran kali, dipinggiran rel, dibawah kolong
jembatan yang sebernarnya hal tersebut hanya memperburuk tata kota di jakarta.
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya
urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangangelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya
trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat
tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak
sehingga tidak berfungsi lagi.

3.

Kemacetan lalu lintas.


Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus
urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun
pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang
awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki
kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota..

4.

Kriminalitas yang tinggi.


Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila
masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun,
kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan
kecuali bertani.
Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka
terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang
becak, masalah pedagang kaki lima dan pekerjaan lain yang sejenis.
Hal ini akhrtnya akan meningkatkan jumlah pengangguran di kota yang menimbulkan
kemiskinan dan pada akhirnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, orang orang
akan nekat melakukan tindak kejahatan seperti mencuri, merampok bahkan membunuh.
Ada juga masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya,
tunawisma, dan tunasusila.

5.

Struktur kota yang berantakan.


Membeludaknya penduduk yang migrasi ke jakarta membuat struktur kota yang telah
disusun secara rapih menjadi berantakan akibat tidak seimbangnya antara struktur yang
ada dengan penduduk yang bertambah.

6.

Menambah polusi di daerah perkotaan.


Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun
untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus,
menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau
polusi suara bagi telinga manusia. Ekologi di daerah kota tidak lagi terdapat
keseimbangan yang dapat menjaga keharmonisan lingkungan perkotaan.

7.

Isu Jakarta tenggelam.


Banyaknya penduduk dan bangunan bertingkat yang menimbulkan isu bahwa kota jakarta
akan teggelam karena tidak dapat lagi menanpung beban yang melebihi kapasistas d. Isu
ini masi belum di ketahui kebenarannya tapi hal ini bisa terjadi bila tidak adanya
pembenahan yang dilakukan pemerintah secar serius.

8.

Banjir atau bencana alam.


Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan
lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai atau kali
untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka.
Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk
menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai
sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.

9.

Pelebaran kota dengan tata kota yang tidak baik.


Daya tampung penduduk dengan luas kota jakarta tidak berimbang sehingga mmbuat
perluasan kota yang tidak terorganisir dengan baik.

10.

Melonjaknya sector informal.

11.

Terjadinya kemerosotan kota.

12.

Pengembangan industry yang menghasilkan limbah.


Pengembangan industri di ibukota dapat membuka lapangan pekerjaan baru untuk para
imigran namun di lain pihak pembangunan pabrik industri dapat mengahasilkan limbah

yang berlebih. Seharusnya pihak dari pabrik dan pemerintah dapat merundingkan
bagaimana cara agar limbah pabrik atau industri tersbut tidak mencemarkan lingkungan
di sekitar pabrik.
dampak negatif terhadap desa yang di tinggal :

Terhambatnya pembangunan desa karena desa kekurangan tenaga kerja sumber daya
manusia . Biasanya, orang-orang muda yang pindah ke kota merupakan orang-orang
muda yang berpendidikan yang mencari pekerjaan di Jakarta padahal sangat
dibutuhkan potensinya untuk membangun desa menjadi lebih baik. Contohnya saja
seorang sarjana pendidikan mereka lebih memilih menjadi guru dijakarta karena
tunjangan dan fasilitas yang diberikan dijakarta lebih lengkap dari pada di desa. Akan
tetapi hal tersebut membuat perkembangan pendiidkna di desa tidak dapat berjalan
dengan baik.

Akibat dari yang pertama di atas akan berdampak lebih lanju tterhadap menurunnya
produktifitas sector pertanian yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat
desa. Kekuranggan sumber daya yang berkualitas membuat para petani hanya
menggunakan sumber daya dan teknologi seadaya dalam sektor pertanian dan
produksinya tidak sebanyak bila menggunakan orang-orang yang berkompeten dalam
bidang pertanian.

Masuknya budaya kota yang kurang baik ke desa, seperti mabuk-mabukan, pergaulan
bebas, dan lain-lain

Cara mengatasi agar tidak terjadi urbanisasi


Masalah urbanisasi ini dapat ditangani dengan memperlambat laju pertumbuhan populasi
kota yaitu diantaranya dengan membangun desa , adapun program-program yang
dikembangkan diantaranya:

intensifikasi pertanian

mengurangi/ membatasi tingkat pertambahan penduduk lewat pembatasan kelahiran,


yaitu program Keluarga Berencan

memperluas dan mengembangkan lapangan kerja dan tingkat pendapatan di pedesaan

program pelaksanaan transmigrasi.

penyebaran pembangunan fungsional di seluruh wilayah

pengembangan teknologi menengah bagi masyarakat desa

pemberdayaan potensi utama desa perlu dukungan politik dari pemerintah,


diantaranya
adanya
kebijakan
seperti
reformasi
tanah
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka yang yang berperan adalah pemerintah

setempat dalam penerapannya. Pemerintah daerah perlu berbenah diri dan perlu
mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi yang ada di daerah, sehingga terjadi
kegiatan ekonomi dan bisnis yang benarbenar berorientasi pada kepentingan
warganya.
Tapi bukan berarti pemerintah daerah saja yang berperan, di tingkat pusat, pemerintah juga
perlu membuat kebijakan lebih adil dan tegas terkait pemerataan distribusi sumber daya
ekonomi. Arus balik ialah fenomena tahunan. Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik
untuk mengantisipasi meledaknya jumlah penduduk perkotaan dengan segala macam
persoalannya.

Pengertian Nilai Sosial dan Norma Sosial di Masyarakat, Macam-macam, Ciri-ciri,


Klasifikasi, Contoh, Fungsi, Jenis-jenis, Sosiologi - Setiap masyarakat akan menjunjung

tinggi nilai dan norma yang berlaku dan yang telah disepakati bersama. Nilai dan norma
menjadi suatu hal yang melekat di dalam masyarakat secara turun temurun, serta dianggap
sebagai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Nilai adalah suatu bentuk abstrak dari hal-hal
yang bersifat ideal dan disepakati bersama dalam masyarakat. Norma lebih bersifat aturan
umum yang ada di masyarakat. Antara nilai dan norma tersebut terwujud dalam kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat tertentu.

Nilai adalah sesuatu yang dianggap tinggi dan menjadi landasan dalam kehidupan
bermasyarakat. Nilai sosial adalah hasil dari anggapan-anggapan masyarakat terhadap
perilaku individu.

Dalam bab ini Anda akan mempelajari konsep-konsep nilai dan norma sosial. Jika
dianalogikan, nilai adalah aroma yang muncul dari harumnya bunga, sedangkan norma
diibaratkan sebagai cara kita menumbuhkan bunga tersebut, memelihara, dan menjaganya.
Dengan demikian, nilai dan norma bergabung menjadi satu dalam sebuah kebudayaan yang
ada di masyarakat. Kebudayaan memiliki berbagai macam unsur di dalamnya, termasuk nilai
dan norma tersebut.

A. Nilai dan Nilai Sosial


1.1. Pengertian Nilai dan Nilai Sosial
Apa yang dimaksud dengan nilai? Secara sederhana, nilai merupakan suatu hal yang
dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun hal
tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat. Contohnya, orang menganggap
menolong bernilai baik dan mencuri bernilai buruk. Adapun nilai sosial adalah penghargaan
yang diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang terbukti memiliki daya guna
fungsional bagi kehidupan bersama. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk
umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam
kehidupan sehari-hari.

Setiap penghargaan akan berbeda, bergantung pada besar atau kecilnya fungsi seseorang,
misalnya presiden mendapat nilai sosial yang lebih luas dibandingkan dengan bupati karena
fungsi presiden lebih luas dibandingkan dengan bupati. Pesawat terbang akan memiliki nilai
lebih tinggi dibandingkan bus atau kereta api karena fungsinya yang memberikan ketepatan
waktu dan jasa pelayanannya. Demikian juga untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik
atau buruk, pantas atau tidak pantas, harus melalui proses menimbang. Hal tersebut tentunya

sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Akibatnya, antara masyarakat
yang satu dan yang lain terdapat perbedaan tata nilai.

Masyarakat perkotaan umumnya lebih menyukai nilai persaingan, karena dalam persaingan
akan muncul pembaruan-pembaruan. Pada masyarakat pedesaan atau masyarakat tradisional,
persaingan cenderung dihindari karena dalam persaingan dapat mengganggu keharmonisan
dan tradisi yang sifatnya turun-temurun.

Nilai sosial dapat pula berupa gagasan dari pengalaman yang berarti ataupun tidak,
bergantung pada penafsiran setiap individu atau masyarakat yang memberikan atau
menerimanya. Pengalaman baik akan menghasilkan nilai positif sehingga nilai yang
bersangkutan dijadikan pegangan, seperti menepati janji, tepat waktu, dan disiplin.

Adapun pengalaman buruk akan menghasilkan nilai negatif sehingga nilai yang demikian
akan dihindari. Misalnya, seseorang mengalami pengalaman buruk, karena dibohongi orang
lain, akan menghindari orang tersebut. Hal ini disebabkan oleh pengalaman negatif akan
menghasilkan nilai negatif. Dengan demikian, nilai akan menjadi kaidah yang mengatur
kepentingan hidup pribadi ataupun kepentingan hidup bersama sehingga nilai dapat dijadikan
etika.

1.2. Klasifikasi atau Macam-macam Nilai


1. Nilai Sosial adalah sesuatu yang sudah melekat di masyarakat yang berhubungan
dengan sikap dan tindakan manusia. Contohnya, setiap tindakan dan perilaku individu
di masyarakat, selalu mendapat perhatian dan berbagai macam penilaian.
2. Nilai kebenaran adalah nilai yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi,
dan cipta). Nilai ini merupakan nilai yang mutlak sebagai suatu hal yang kodrati.
Tuhan memberikan nilai kebenaran melalui akal pikiran manusia. Contohnya, seorang
hakim yang bertugas memberi sangsi kepada orang yang diadili.
3. Nilai keindahan adalah nilai yang bersumber pada unsur rasa manusia (estetika).
Keindahan bersifat universal. Semua orang memerlukan keindahan. Namun, setiap
orang berbeda-beda dalam menilai sebuah keindahan. Contohnya, sebuah karya seni
tari merupakan suatu keindahan. Akan tetapi, tarian yang berasal dari suatu daerah
dengan daerah lainnya memiliki keindahan yang berbeda, bergantung pada perasaan
orang yang memandangnya.
4. Nilai kebaikan atau nilai moral adalah nilai yang bersumber pada kehendak atau
kemauan (karsa, etik). Dengan moral, manusia dapat bergaul dengan baik antar

sesamanya. Contohnya, berbicara dengan orang yang lebih tua dengan tutur bahasa
yang halus, merupakan etika yang tinggi nilainya.
5. Nilai religius adalah nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber
pada hidayah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Melalui nilai religius, manusia mendapat
petunjuk dari Tuhan tentang cara menjalani kehidupan. Contohnya, untuk dapat
berhubungan dengan Tuhan, seseorang harus beribadah menurut agamanya masingmasing. Semua agama menjunjung tinggi nilai religius. Namun, tata caranya berbedabeda. Hal ini karena setiap agama memiliki keyakinan yang berbeda-beda.
Nilai-nilai tersebut menjadi kaidah atau patokan bagi manusia dalam melakukan tindakannya.
Misalnya, untuk menentukan makanan yang baik bagi kesehatan tubuh, kita harus berdasar
pada nilai gizi dan bersih dari kuman. Namun, ada nilai lain yang masih harus
dipertimbangkan seperti halal tidaknya suatu makanan tertentu. Dengan demikian, nilai
berperan dalam kehidupan sosial sehari-hari, sehingga dapat mengatur pola perilaku manusia
dalam kehidupan bermasyarakat.

1.3. Ciri-Ciri Nilai Sosial


Sesuai dengan keberadaannya, nilai-nilai sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Hasil dari proses interaksi antar manusia secara intensif dan bukan bawaan sejak lahir.
Contohnya, seorang anak yang bisa menerima nilai menghargai waktu karena
didikan orangtuanya yang mengajarkan disiplin sejak kecil.
2. Ditransformasikan melalui proses belajar meliputi sosialisasi, akulturasi, dan difusi.
Contohnya, nilai menghargai kerja sama dipelajari anak dari sosialisasi dengan
teman-teman sekolahnya.
3. Berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial. Contohnya, nilai memelihara ketertiban lingkungan menjadi ukuran tertib
tidaknya seseorang, sekaligus menjadi aturan yang wajib diikuti.
4. Berbeda-beda pada tiap kelompok manusia atau bervariasi antara kebudayaan yang
satu dan yang lain. Contohnya, di negara-negara maju manusianya sangat menghargai
waktu, keterlambatan sulit ditoleransi. Sebaliknya di Indonesia, keterlambatan dalam
jangka waktu tertentu masih dapat dimaklumi.
5. Setiap nilai memiliki pengaruh yang berbeda-beda bagi tindakan manusia. Contohnya,
nilai mengutamakan uang di atas segalanya membuat orang berusaha mencari uang
sebanyak-banyaknya. Sebaliknya, jika nilai kebahagiaan dipandang lebih penting
daripada uang, orang akan lebih mengutamakan hubungan baik dengan sesama.
6. Mempengaruhi perkembangan kepribadian individu sebagai anggota masyarakat, baik
positif maupun negatif. Contohnya, nilai yang lebih mengutamakan kepentingan
pribadi akan melahirkan individu yang egois. Adapun nilai yang lebih mengutamakan
kepentingan bersama akan membuat individu tersebut lebih peka secara sosial.

Dari ciri-ciri tersebut, nilai merupakan suatu kebutuhan manusia yang digunakan untuk
pedoman hidup tentang suatu perbuatan yang seharusnya dilakukan atau suatu perbuatan
yang seharusnya dihindari. Pengalaman seseorang akan menjadi sebuah nilai yang dapat
bersifat positif dan negatif bagi dirinya.
Berdasarkan ciri-ciri nilai tersebut, nilai sosial dapat diklasifikasikan lagi menjadi nilai
dominan dan nilai yang mendarah daging (internalized value). Adapun pengertian dari nilai
dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting dibandingkan nilai-nilai lainnya.

Suatu masyarakat yang menganggap suatu nilai dominan atau tidak, didasarkan pada berbagai
pertimbangan, yaitu sebagai berikut.
1. Banyaknya orang yang menganut suatu nilai. Contohnya di zaman reformasi saat ini,
sebagian besar anggota masyarakat menghendaki adanya perubahan ke arah yang
lebih baik di segala bidang, seperti ekonomi, politik, hukum, dan sosial.
2. Masyarakat telah memegang nilai tersebut dalam waktu yang lama. Contohnya, sejak
dulu masyarakat Yogyakarta melaksanakan tradisi sekatenan untuk memperingati
maulid Nabi Muhammad saw.
3. Tinggi rendahnya usaha orang untuk melaksanakan suatu nilai. Contohnya, pulang
kampung sudah menjadi tradisi masyarakat di Indonesia saat menjelang hari lebaran
dan natal.
4. Adanya kebanggaan dari orang yang melaksanakan suatu nilai. Contohnya memiliki
mobil mewah dapat memberikan kebanggaan tersendiri.
Adapun nilai yang mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan
kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau
pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai demikian telah tersosialisasi dan terbentuk
sejak kecil. Jika nilai ini tidak dilakukan, akan muncul rasa malu atau rasa bersalah.
Contohnya, seorang siswa yang memiliki kebiasaan rajin belajar akan merasa malu dan
bersalah apabila dia gagal dalam mengikuti ujian. Berbeda halnya dengan siswa yang malas,
dia tidak akan malu atau merasa bersalah jika gagal ujian.

1.4. Fungsi Nilai


Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah
laku, dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Kehidupan bersama di masyarakat memerlukan pengertian
yang harus diperhatikan, yaitu pembentukan pribadi manusia sebagai warga masyarakat.

Dengan demikian kemajuan masyarakat dan perkembangan sosial budaya dapat tercapai.
Dari ketiga hal tersebut, ditetapkan fungsi nilai sosial sebagai berikut.
a. Sebagai Faktor Pendorong
Tinggi rendahnya individu dan satuan manusia dalam masyarakat bergantung pada tinggi
rendahnya nilai sosial yang menjiwai mereka. Apabila nilai sosial dijunjung tinggi oleh
sebagian besar masyarakat, maka harapan ke arah kemajuan bangsa bisa terencana. Hal ini
merupakan cita-cita untuk menjadi manusia yang berbudi luhur dan beradab sehingga nilai
sosial ini memiliki daya perangsang sebagai pendorong untuk menjadi masyarakat yang ideal.
b. Sebagai Petunjuk Arah
Nilai sosial menunjukkan cita-cita masyarakat atau bangsa. Adapun nilai sosial sebagai
petunjuk arah tergambar dalam contoh berikut ini.
1. Cara berpikir dan bertindak warga masyarakat secara umum diarahkan oleh nilai-nilai
sosial yang berlaku. Setiap pendatang baru harus dapat menyesuaikan diri dan
menjunjung tinggi nilai sosial masyarakat yang didatanginya agar tidak tercela, yang
menyebabkan pandangan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap dirinya.
Dengan demikian, pendatang baru dapat menghindari hal yang dilarang atau tidak
disenangi masyarakat dan mengikuti pola pikir serta pola tindakan yang diinginkan.
2. Nilai sosial suatu masyarakat berfungsi pula sebagai petunjuk bagi setiap warganya
untuk menentukan pilihan terhadap jabatan dan peranan yang akan diambil. Misalnya
dalam memilih seorang pemimpin yang cocok bukan saja berdasarkan kedudukan
seseorang, melainkan juga berdasarkan kualitas yang dimiliki, atau menentukan posisi
seseorang sesuai dengan kemampuannya.
3. Nilai sosial berfungsi sebagai sarana untuk mengukur dan menimbang penghargaan
sosial yang patut diberikan kepada seseorang atau golongan.
4. Nilai sosial berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan
atau kelompok tertentu.
c. Sebagai Benteng Perlindungan
Pengertian benteng di sini berarti tempat yang kokoh karena nilai sosial merupakan tempat
perlindungan yang kuat dan aman terhadap rongrongan dari luar sehingga masyarakat akan
senantiasa menjaga dan mempertahankan nilai sosialnya. Misalnya, nilai-nilai keagamaan,
dan nilai-nilai Pancasila.
Pengkhianatan G 30 S/PKI terhadap Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti sejarah
bangsa Indonesia, tetapi dengan keyakinan bahwa Pancasila harus tegak dari setiap usaha
yang akan meruntuhkannya maka pengkhianatan tersebut dapat dipatahkan.

Anda mungkin juga menyukai