Pembimbing :
dr. Melani, SpA
Disusun oleh :
Nur Afiqah Binti Jasmi
11-2013-031
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
Nama
Nim
: 11.2013.031
Tanda Tangan:
Ibu
Nama lengkap
Umur
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
: Ny. Egap
: 23 Tahun
: Betawi
: Islam
: SMP
: Ibu Rumah Tangga
: Jl. Balawdewa Kiri No. Q9 RT 003/004, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat,
DKI Jakarta
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dari Ibu dan Bapa Pasien
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2014 Jam : 15:00 di Ruang Melati
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: Sesak
: Mencret, Panas, batuk
Silsilah Keluarga
3
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 30 Oktober 2014 pukul 15.00 WIB di Ruang Melati
Pemeriksaan umum
Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Suhu
Pernapasan
Antropometri
Panjang Badan
Berat Badan
Panjang badan/Usia
Berat badan/Usia
Panjang badan/berat badan
Lingkar Kepala
Lingkar lengan atas
Status Gizi
: 61.5cm
: 4.0kg
: SD < -3
: SD <-3
: SD <-3
: 42cm ( 0 SD -2)
: 12 cm
: Gizi Buruk
Kepala
: Normosefali, UUB belum menutup tidak cekung, rambut hitam tipis, mudah
tercabut
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+ , Kelopak
mata cekung, Air mata tidak ada
Telinga
: Normotia, sekret (-) membran timpani utuh, refleks cahaya +/+, nyeri (-)
Hidung
: Septum deviasi (-), rhinorrhea (+) putih encer, nyeri tekan sinus (-), napas cuping
hidung (+)
Gigi-Mulut
: Mukosa mulut kering, caries dentis (-), langit-langit intak, tampak pertumbuhan
jamur, bibir kering, sariawan.
Tenggorokan : T1-T1,tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher
: KGB dan tiroid tidak membesar, retraksi suprasternal (+)
Thorax
Paru-Paru :
Inspeksi
Kiri
Kanan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Batas kanan
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Depan
Simetris dalam batas normal,
retraksi intercostals (+)
Simetris dalam batas normal,
retraksi intercostals (+)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara napas bronkovesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (+)
Suara napas bronkovesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (+)
Belakang
Simetris dalam batas normal,
retraksi intercostals (-)
Simetris dalam batas normal,
retraksi intercostals (-)
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Sonor dalam batas normal
Suara napas bronkovesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (+)
Suara napas bronkovesikuler
Wheezing (-)
Ronkhi (+)
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Supel, lemas
: Menurun
: Tidak teraba membesar
: Tidak teraba membesar
: Tidak teraba
: Tidak ada
: Timpani
: Bising usus (+) normal
Kulit : Warna kulit normal, dermatosis (-), tidak tampak ikterus maupun sianosis, tidak pucat, tidak
tampak eritema, vesikel, papul,pustul,ulkus atau luka pada kulit.
Ekstremitas
Inspeksi
Palpasi
Kekuatan:
Sianosis
: Deformitas (-), edema (-), sianosis (-), wasting (+) Baggy Pants (+)
: akral hangat, CRT <3, Kekuatan dan tonus otot baik
+5
+5
+5
+5
Edema:
Genital : labia mayor menutupi labia minor dan clitoris. Edema vulva (-)
Pemeriksaan neurologis
Tingkat kesadaran : Somnolen E3M3V2
Tidak ada tremor, korea, ataksia
Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinsky (-)
Refleks fisiologis: biceps +2/+2, triceps +2/+2, patella +2/+2, achilles +2/+2
Refleks primitif:
Refleks Moro: Refleks Palmar Grasp: Refleks Babinski: -/Refleks Tonus Leher Asimetrik: Refleks Landau: +
Refleks Rooting: +
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium (30 Oktober 2014 jam 7:00 di IGD) :
Hemoglobin
15.3 g/dL
Natrium
127 mEq/L
Hematokrit
44.2 %
Kalium
2.9mEq/L
Eritrosit
5.65 juta/uL
Clorida
97 mEq/L
Lekosit
13500/mm3
157 mg/dL
Trombosit
249000/mm3
C. RINGKASAN
Pasien anak perempuan berusia 11 bulan dengan keluhan sesak sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga
mencret sejak 5 hari yang lalu dengan frekuensi 4-5 kali sehari, encer, banyak air dan ada ampas sedikit,
dan warnanya kuning. Muntah-muntah sebanyak 4-6 kali sehari, isinya susu yang diminum, tidak
projektil dan tidak berdarah. Batuk dan dalam perawatan flek paru pada minggu 3. Pasien mempunyai
riwayat susah menaikkan berat badan sejak lahir. Pasien saat ini hanya bisa tengkurap. Pasien hanya dapat
imunisasi sekali setelah lahir. Status gizi : gizi buruk. Pemeriksaan fisik ditemukan rambut tipis, warna
hitam dan mudah dicabut, mata cekung, bibir kering, dan sariawan pada seluruh mulut. Terlihat tulang iga
dengan jelas. Ditemukan ronkhi, gallop dan murmur pada auskultasi. Turgor kulit menurun dan
ditemukan wasting dan baggy pants. Pemeriksaan laboratorium: Natrium 127 mEq/L, Kalium 2.9mEq/L,
Clorida97 mEq/L. Pada pemeriksaan EKG ditemukan sinus takikardi dan inverted T menggambarkan
hipokalemia. Pada rontgen thoraks ditemukan infiltrat difus menggambarkan infeksi di paru dan juga
kardiomegali.
D. DIAGNOSIS KERJA
1. Gagal Jantung
2. Diare akut
3. Gangguan Keseimbangan elektrolit (Hipokalemi & Hiponatremia)
4. Gizi buruk
5. Presumptive HIV
6. Tuberkulosis paru dalam pengobatan minggu ke 3
1. Pneumocystis Jirovecii Pneumoniae
7. Imunisasi tidak lengkap
8. Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumoniae Bakteri
2. Hipertensi Pulmonal
3. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
E. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
5.
11
F. PROGNOSIS
Ad vitam: dubia ad malam
Ad fungsionam: dubia ad malam
Ad sanationam: dubia ad malam
G. PENATALAKSANAAN
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
H. KEBUTUHAN ENERGI
1. ReSoMal 20ml setiap 30 menit untuk 2 jam pertama secara oral atau NGT
2. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 20-40ml/jam berselang-seling dengan F-75 20-40ml/jam,
setiap jam selama 10 jam.
3. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
12
I. FOLLOW UP
Tanggal/ jam
Subjektif
Objektif
30/10/2014
KU lemah, E3M5V4
Nadi: 150-160 kali/menit
RR: 39 kali/menit
Suhu 37.2oC
Cor: Murmur (+) Gallop (+)
Hemoglobi 14.1 g/dL
n
Hematokrit
41.4 %
Eritrosit
5.16 juta/uL
Leukosit
11800/mm3
trombosit
180000/mm3
Basofil
0%
Eosinofil
0%
Batang
0%
Neutrofil
68%
Limfosit
27%
Monosit
5%
pH
7.374
pCO2
27.3 mmHg
PO2
136.5 mmHg
sO2
99.1%
BE-ecf
-9.4 mmol/L
Be-b
-6.9 mmol/L
SBC
18.9 mmol/L
HCO3
16.1 mmol/L
TCO2
16.9 mmol/L
A
116.1 mmHg
O2 Ct
1.2 mmHg
Temperatur 37.0
e
Kesan:
Asidosis Metabolik
Terkompensasi
A:
-Gagal Jantung
-Diare akut
-Asidosis Metabolik
-Gangguan Keseimbangan
elektrolit
-Gizi buruk
-Presumptive HIV
-Asianotik PJB
-Tuberculosis dalam pengobat
minggu ke 3
-Imunisasi tidak lengkap
23:00
P:
Konsul Sp.Jp
-Pemeriksaan Darah Perifer
Lengkap
-Laju Endap Darah
-EKG
-Rehidrasi Stop
-Terapi lain lanjutkan
13
31/10/2014
12:00
1/11/2014
13:00
KU berat, E3M5V4
A:
-Gagal Jantung
Nadi: 147 kali/menit
-Diare akut
-Gangguan Keseimbangan
RR: 54 kali/menit
elektrolit
o
-Gizi buruk
Suhu 37 C
-Presumptive HIV
Cor: BJ 1-2 Regular, Murmur (+) -Asianotik PJB
Gallop(+)
-Tuberculosis dalam pengobat
minggu ke 3
Pulmo: Suara Napas BV, Rh +/+,
-Imunisasi tidak lengkap
Wh-/-, Retraksi + sela iga
P:
Pindah PICU
Lasix iv 1 x 5mg
Digoxin 1 x 0.0625mg
Pasang DC & NGT
Terapi lain lanjut
KU berat, somnolen
A:
RR: 31-40kali/menit
TD: 104/63
Suhu 36.4oC
SpO2: 96-99%
Hidung: NCH -
P:
KaEN 3B + KCL 20 mEq
Cor: Gallop (-) Murmur(+)
400ml/24jam
Pulmo:
Suara
Napas Lasix 1 x5 mg po
Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh-/-, Susu Formula 6 x 30cc
Terapi lain dilanjutkan
Retraksi +
14
3/11/2014
5/11/2014
7/11/2014
Retraksi +
KU sedang, compos mentis
P:
Nadi: 110 kali permenit
Oralit 50ml tiap BAB
RR: 35 kali / rmenit
Suhu 36.3oC
Susu Formula Free Lactose 8
Pulmo:
Suara
Napas 60ml
Bronkovesikuler, Rh +/+, Wh-/-, OAT 1 x1
Retraksi +
Kotrimoksazol 1 x 120mg
Zinkid 1 x 1
Puyer Batuk 3 x1
CTM 1mg
Cetirizine 2mg
Ambroxol 6mg
Asam askorbat 50mg
Thiamin 1/2 tab
Asam Folat 1/2 tab
Piridoksin 1/2 tab
15
10/11/2014
P:
Terapi lanjutkan
11/11/2014
P:
Tes Viral Load
Terapi lanjutkan
12/11/2014
A:
-Gizi buruk
-Presumptive HIV
-Pneumocystis Pneumoniae
-Tuberculosis dalam pengobat
minggu ke 4
-Imunisasi tidak lengkap
P:
Terapi oral lanjutkan
Pasien Boleh Pulang
ANALISA KASUS
16
Pasien anak perempuan berusia 11 bulan didiagnosa dengan gagal jantung, pneumocystis
pneumoniae, tuberkulosiss paru. diare akut dan gizi buruk dengan penyakit kronis yang mendasari yaitu
HIV. Perbaikan gizi buruk membutuhkan waktu yang lebih lama dan kemungkinan untuk kambuh sangat
tinggi. Dianjurkan agar pasien diperiksa PCR kuantitatif HIV (Viral Load) untuk menegakkan diagnosa
definitif HIV supaya pengobatan ARV dapat dimulai.
A. Presumptive HIV
Presumptive HIV adalah pada anak dibawah 18 bulan dengan tes seropositif HIV positif atau lahir dari
ibu terinfeksi HIV dan ditemukan paling tidak 2 kondisi penyerta HIV ( Pneumocystis pneumonia,
cryptococcal meningitis, gizi buruk, Kaposi sarcoma, tuberkulosis ) atau 2 gejala simptomatik seperti
kandidiasis orofaringeal, pneumonia berat, atau sepsis berat.
Pada anak yang sakit dengan HIV diduga sebagai penyakit yang mendasari dan tes virologis belum
tersedia atau belum dilakukan, tes serologi dan diagnosis klinikal adalah dianjurkan. 1 Kasus ini diduga
penularan HIV adalah dari ibu ke anak. Ibu pasien merupakan penderita HIV dan sepanjang hamil atau
sebelum hamil tidak pernah mendapat pengobatan antiretroviral. Anak dilahirkan spontan pervaginam dan
menyusu ibu sehingga usia 4 bulan.1 Penularan HIV dari ibu ke anak tanpa pencegahan Antiretroviral
diperkirakan berkisar antara 1545%.2 Manakala risiko penularan lewat ASI adalah sekitar 10-15% 1
Pada anak ini ditemukan tanda-tanda diagnosis klinis anak dengan HIV AIDS seperti
Eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi. Demam menetap
dan atau berulang berlangsung 7 hari, atau terjadinya lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.
Penyakit tuberkulosis paru dan pneumocystis jirovecii pneumoniae
Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan berat
badan secara perlahan. 1,2,3
Di antar bayi-bayi yang mengalami penularan secara vertikal dari ibu, 80% menunjukkan gejala pada usia
2 tahun. Sekitar 23% anak menunjukkan gambaran klinis AIDS pada usia 1 tahun dan 40% nya setelah
usia 4 tahun. 1
Diagnosa presumptive HIV mempunyai sensitivitas 68.9% dan spesifisitas 81.01 %. 1
Disarankan supaya pasien ini melakukan tes HIV. Tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests). Untuk
anak berumur < 18 bulan, tes cepat antibodi HIV merupakan cara yang sensitif, dapat dipercaya untuk
mendeteksi bayi yang terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak yang tidak
mendapat ASI. Untuk anak berumur < 18 bulan, semua tes antibodi HIV yang positif harus dipastikan
dengan tes virologis. 1-3
Tes Serologis HIV
Enzyme Linked Immunosorbant Assay
Deteksi antibodi IgA
Western Blot Test
Tes serologis yang positif atau reaktif adalah disarankan untuk tes virologis.
Tes Virologis HIV
17
Tabel: Sistem tahapan klinis untuk anak menurut WHO yang telah diadaptasi:
Digunakan untuk anak berumur <13 tahun dengan konfirmasi laboratorium untuk
infeksi HIV (HIV Ab pada umur >18 bulan, tes virologis DNA atau RNA untuk umur
<18 bulan)
Stadium
1
Tanpa gejala
Stadium
2
Hepatosplenomegali persisten
yang tidak dapat dijelaskan
Stadium
3
Stadium
4
simptomatik
Anemia yang dijelaskan (<8 g/dl) ,
netropenia (<500/mm3) atau
trombositopenia (<30,000/mm3)
selama lebih dari 1 bulan
Kriptokokosis termasuk meningitis
Mikosis endemic diseminata
Kriptosporidosis kronik atau
isosporiasis (dengan diare >1 bulan)
Infeksi CMV (onset pada umur lebih 1
bulan pada organ selain hati, limpa
atau kelenjar limfe.
Penyakit mikrobakterial diseminata
selain tuberculosis
Kadida pada trakea, bronkus atau paru
Acquired HIV-related recto-vesico
fistula
Limfoma sel B non-Hodgkins atau
limfoma serebral
Sarcoma Kaposi
Progressive multifocal
leukoencephalopathy
Kandidiasis esophagus
Ensefalopati HIV
HIV-related cardiomyopathy
HIV-related nephropathy
Toksoplasmosis susunan syaraf
pusat(diluar masa neonates)
Terapi antiretroviral harus dimulai pada semua anak terinfeksi HIV di bawah usia lima tahun, tidak
tergantung dari stadium klinis WHO atau jumlah CD4.5
Bayi didiagnosis pada tahun pertama kehidupan
19
Anak-anak yang terinfeksi HIV satu tahun sampai kurang dari lima tahun
2.
Terapi antiretroviral harus dimulai pada semua anak terinfeksi HIV lima tahun dan lebih tua dengan
jumlah CD4 500 sel / mm3 tidak tergantung dari stadium klinis WHO.
Jumlah CD4 antara 350 dan 500 sel / mm3 (rekomendasi bersyarat).
3.
Terapi antiretroviral harus dimulai pada semua anak terinfeksi HIVdengan penyakit gejala yang berat
atau lanjutan (WHO klinis stadium 3 atau 4) tanpa memandang usia dan jumlah CD4 (rekoemndais
kuat).5
4.
ART harus dimulai pada setiap anak berusia di bawah 18 bulan yang telah diberi diagnosis
presumptive HIV.5
Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis yang tepat
Daftar dosis yang sederhana
Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil
Rejimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya. Sebagiannya ARV tidak tersedia
dalam formula yang cocok untuk anak
Pada pasien ini ditemukan riwayat batuk lebih 3 minggu, kontak langsung dengan ayah pasien yang
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis tetapi pengobatan tidak selesai, gizi buruk.
Orang dengan HIV 26-31 kali lebih mungkin untuk mengembangkan TB dibandingkan orang tanpa HIV.
TB adalah penyakit paling umum pada orang yang hidup dengan HIV, termasuk di antara mereka yang
mendapat pengobatan antiretroviral dan merupakan penyebab utama kematian terkait HIV. 1
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis TB anak dengan
menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Skor TB
pasien adalah 8. 8
Parameter
Kontak TB
Uji tuberkulin
0
Tidak
jelas
1
Laporan
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu
2
Kavitas (+),
BTA tidak
jelas
Negatif
Berat
badan/keadaan
gizi
Demam tanpa
sebab jelas
BB/TB <90%
atau
BB/U <80%
2 minggu
Batuk
Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksilla,
inguinal
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen
thoraks
3 minggu
1cm,
jumlah >1,
Tidak nyeri
Klinis gizi
buruk
(BB/U<60)
3
BTA positif
Positif 10 mm
atau 5 mm pada
keadaan
imunosupresif
Ada
pembengkak
an
Normal/ti
dak jelas
-Pembesaran
kelenjar
-Konsolidasi
segmental/lo
bar
-atelektasis
-Kalsifikasi
+ infiltrate
Pembesaran
kelenjar +
infiltrat
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase
awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,
kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan8
Pada pasien ini diberikan
INH
: 50mg ( 5-15 mg/kgBB/hari)
Rifampisin
: 75mg ( 10-20 mg/kgBB/hari)
Pirazinamid
: 100mg ( 15-30 mg/kgBB/hari)
Setelah diberi
OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus
dievaluasi. Respons
pengobatan dikatakan baik apabila gejala
klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan
meningkat, demam menghilang , batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian
OAT dilanjutkan sampai 6 bulan. Sedangkan apabila pengobatan kurang atau tidak baik maka
pengobatan TB tetap dilanjutkan sambil mencari penyebabnya. Sistem skoring hanya digunakan
untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.8
Metode diagnostik pilihan termasuk induksi dahak dan lavage bronchoalveolar belum dapat
dilakukan kepada anak ini. Pemeriksaan mikroskopik sputum yang didapatkan dari lavage
broncolaveolar mempunayi sensitivitas 86-97%. 9
Disarankan juga untuk diperiksa laktat dehidrogenase (LDH). Hampir semua pasien PCP
mempunyai kadar LDH lebih dari 460 U per L.6 Kadar serum LDH tidak spesifik untuk PCP dan
mungkin meningkat sebagai akibat dari banyak kondisi paru. Meskipun ada keterbatasan sebagai
penanda diagnostik, tingkat elevasi LDH serum telah terbukti berkorelasi dengan prognosis dan
respon terhadap terapi. Pasien dengan PCP dan nyata meningkat kadar serum LDH awal atau tingkat
serum LDH meningkat meskipun pengobatan PCP memiliki prognosis yang lebih buruk dan
penurunan tingkat kelangsungan hidup.11,12
Pada anak ini rontgen thoraxnya ditemukan infiltrat difus di suprahiler, perihiler dan pericardial
dextra. Rontgen thorax biasanya menunjukkan infiltrat interstisial atau difus perihilar tapi bisa
normal dalam setidaknya sepertiga dari kasus. Kadang ditemukan juga pneumatoceles yang bisa
meningkatkan risiko pneumotoraks. Kurang umum, infiltrat lobar, efusi atau lesi cavitary meniru
proses paru lainnya. Banyak penyakit lain mungkin memiliki presentasi yang sama, termasuk
pneumonia mikobakteri, jamur, virus atau bakteri.10
B3. Pneumonia Bakterial
Diagnosis tuberkulosis paru, pneumocystis pneumonia dan pneumonia bakteri kadang sulit
dibedakan berdasarkan pemeriksaan klinis dan rontgen thorax pada anak karena gejalanya hampir
mirip.10
Sampai dua pertiga dari semua kasus pneumonia memiliki etiologi bakteri dan virus campuran, dan
berbagai tes mungkin diperlukan, kadang-kadang bersamaan, untuk mendeteksi agen etiologi.
Agen dapat bervariasi berdasarkan usia: 13
Anak di bawah usia 2 bulan lebih sering terinfeksi Gram-negatif organisme, anaerob dan PCP,
Anak-anak berusia antara 2 bulan dan 5 tahun sering dipengaruhi oleh organisme yang umum
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus.
Anak-anak lebih dari 5 tahun lebih sering mengalami Mycoplasma pneumoniae atau
Chlamydophila pneumoniae.13
Penelitian di Johannesburg menemukan bahwa bakteremia lebih banyak terdapat pada anak HIV
dengan pneumonia yang berat, yang dihubungkan S. pneumoniae, H. influenza dan E. Coli.10
Ampisilin (atau penisilin saat ampisilin tidak tersedia) ditambah gentamisin atau ceftriaxone yang
direkomendasikan sebagai antibiotik rejimen lini pertama untuk bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV bawah 5 tahun dengan pneumonia berat atau sangat berat. 13
C. Diare Akut dengan Gizi Buruk
Diagnosis pasien ini adalah gizi buruk, yaitu dengan alasan:
23
Pada pemeriksaan antropometri: berat badan perumur, panjang badan per umur dan berar badan per
panjang badan didapatkan z score dibawah -3 berdasarkan kurva pertumbuhan WHO. 14
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gizi buruk pada anak ini yaitu fisiknya kelihatan
sangat kurus, rambut hitam tipis mudah tercabut, konjungtiva anemis, iga gambang, dan baggy
pants.15
Diagnosis pasien ini adalah diare akut yaitu dengan alasan:
Sesuai dengan definisinya, diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak dengan
frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair dan tidak lebih 14 hari.16
Pada pasien ini didapatkan riwayat penyakit buang air besar mencret 4-5x/hari, cair dan berwarna
kuning, tidak disertai darah maupun lendir. Pasien mencret sudah hari ke 9.
Tatalaksana
Untuk penatalaksanaanya:
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan
rehidrasi pada anak dengan gizi baik
Beri 20ml (5ml/kgBB) setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 40 ml/jam (5-10ml/kgBB/jam) berselang seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak yang anak mau, volume tinja yang keluar dan
apakah anak muntah
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1 thn :50-100ml setiap buang air
besar, usia 1th: 100-200ml setiap buang air besar. 14,17
Anak kurang gizi buruk biasanya menderita kekurangan kalium dan berbagai kekurangan
mineral lainnya, serta dari tingkat natrium abnormal tinggi. Dalam hal rehidrasi, karena itu perlu
untuk memberi mereka oralit khusus yang mengandung kurang sodium, kalium lebih banyak
magnesium, seng dan tembaga.
Stabilisasi
Transisi
Rehabilitasi
Energy
320-400kkal/hari
(80100kkal/KgBB/hari)
400-600kkal/hari
(100150kkal/KgBB/hari)
1600-880
kkal/hari (150220kkal
/KgBB/hari)
Protein
8-12gram (23gr/KgBB/hari)
16-24gram (46gr/KgBB/hari)
24
Cairan
520ml/hari
(130ml/KgBB/hari)
600ml/hari
(150ml/kgBB/hari)
600ml-800ml/hari
(150-200ml
/kgBB/hari)
Bubur Nasi: 300kkal
Biskuit: 75kkalF100:
100ml setiap 6 jam
(400ml/hari
400kkal/hari)
Pengobatan lainnya untuk diare pada anak terinfeksi dan terpajan HIV.13
Suplementasi vitamin A dianjurkan untuk semua bayi dan anak-anak yang terinfeksi atau terpajan
HIV usia 6 bulan sampai 5 tahun, dalam dosis yang diberikan setiap 6 bulan (100 000 IU untuk bayi
usia 6-12 bulan dan 200 000 IU untuk anak-anak> 12 bulan).
ORS osmolaritas rendah adalah lebih baik daripada ORS standar untuk pengobatan dehidrasi
(elektrolit intravena dalam kasus dehidrasi berat) pada bayi yang terinfeksi HIV atau terpajan HIV
dengan diare.
Suplemen zinc unsur dianjurkan selama 10-14 hari, dengan pemberian cairan dan makanan yang
mencukupi, untuk semua anak yang terinfeksi HIV dan terpajan HIV dengan diare (10 mg per hari
untuk bayi di bawah 6 bulan, 20 mg per hari untuk bayi dan anak di atas 6 bulan).
Ciprofloxacin dianjurkan selama 3 hari pada dosis oral 15 mg / kg untuk mengobati diare berdarah.
Memberikan diet bebas laktosa atau rendah laktosa untuk anak-anak dengan diare persisten yang
berusia lebih dari 6 bulan dan tidak mampu menyusui.
Menilai setiap anak dengan diare persisten untuk infeksi nonintestinal (misalnya pneumonia, sepsis,
infeksi saluran kemih, oral thrush, otitis media), dan memperlakukan mereka secara tepat.
Menyediakan konseling dan tes HIV untuk bayi dan anak-anak yang hadir dengan diare persisten
atau tanda-tanda lain dan gejala yang dapat mengindikasikan infeksi HIV (termasuk tuberkulosis),
anak-anak yang lahir dari ibu HIV-positif, dan anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi
yang tidak berespon dengan terapi nutrisi yang sesuai.13
Pemantauan
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2
jam pertama. Kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan,
yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksa:15
Frekuensi nafas
Frekuensi nadi
25
Vaksin
Asimtomatik HIV
Simptomatik HIV
BCG
Diberikan
Tidak diberikan
DPT
Diberikan
Diberikan
OPV
Diberikan
IPV
Campak
Diberikan
Diberikan
Hepatitis B
Diberikan
Diberikan
Toksoid tetanus
Diberikan
Diberikan
MMR
(Tidak pada CD4 < 15%)
Diberikan
Diberikan
Hib
Diberikan
Diberikan
Pneumokokus
Diberikan
Diberikan
Varisela
(Tidak pada CD4 < 15%)
Diberikan
Diberikan
Influenza
Diberikan
Diberikan
Usia minimal
untuk dosis 1
Sela waktu
Dosis 1 & 2
Hepatitis B
Lahir
4 minggu
DPT
27
Apabila Imunisasi DPT terlambat diberikan, maka berapa pun interval keterlambatannya jangan
mengulang dari awal, namun langsung lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak belum pernah
diimunisasi dasar pada usia < 12 bulan, maka imunisasi dasar DPT dapat diberikan pada usia anak sesuai
jumlah dan interval yang seharusnya. 18,19
Vaksin
Usia Minimal
untuk Dosis 1
Sela
waktu Sela
Waktu Sela
Waktu Sela
Waktu
Dosis 1 & 2
Dosis 2 & 3
Dosis 3 & 4
Dosis 4 & 5
DPT
6 minggu
4 minggu
4 minggu
6 bulan
6 bulan
Polio
Bila imunisasi polio terlambat diberikan, Anda tidak perlu mengulang pemberiannya dari awal lagi.
Cukup melanjutkan dan melengkapinya sesuai jadwal tidak peduli berapa pun interval keterlambatan dari
pemberian sebelumnya.. Anak HIV dengan dejala dimunisasi dengan inactivated polio vaccine (IPV).18,19
Vaksin
Usia Minimal
untuk Dosis 1
Sela
waktu Sela
Waktu Sela
Waktu
Dosis 1 & 2
Dosis 2 & 3
Dosis 3 & 4
IPV
6 minggu
4 minggu
4 minggu
6 bulan
Campak
Vaksin Campak harus diberikan pada usia 9 bulan pada semua anak infeksi HIV tanpa memandang gejala
atau tidak. Untuk anak yang terlambat/belum mendapat imunisasi campak, bila saat itu anak berusia 9-12
bulan, berikan kapan pun saat bertemu. 18,19
Vaksin
Campak
12 Bulan
3 Bulan
Hepatits A
12 Bulan
6 Bulan
Pneumokokok
28
Vaksin pneumokokok konjugasi (PCV7) diberikan pad anak HIV +. Pada umur kurang dari 23 bulan
mendapatkan imunisasi PCV7 3 kali dengan interval 2 bulan, sedangakn anak umur 24-59 bulan karena
mempunyai risiko tinggi maka diberikan imunisasi PCV7 2 kali dengan interval 2 bulan dan dilanjutkan
dengan imunisasi ke3 memakai vaksin pneumokokok polisakarida PCV23.18,19
Vaksin
Usia
Minimal
untuk Dosis 1
Pneumokokok
6 minggu
2 bulan
2 bulan
2 bulan
Perkembangan motorik, koordinasi, tonus otot, dan reflex yang paling konsisten berefek pada
anak infeksi HIV. 20
Pasien ini harus dikonsulkan ke fisioterapi dan klinik tumbuh kembang supaya mendapat pelatihan yang
sesuai supaya bisa beraktivitas sesuai anak seuisianya. 20
G. Antibiotik
Pasien ini telah mendapat cefotaxime dan cotrimoxazole sebagai antibiotik. Pasien ini juga mempunyai
gejala infeksi iaitu demam sekitar 38C hingga 40C. Keadaan umumnya tampak sakit berat dan
kesadarannya somnolen. Secara khusus, anak ini mempunyai risiko lebih besar untuk mendapat infeksi
pneumokokus dan tuberkulosis paru. Pencegahan dengan kotrimoksazol dan ART dapat sangat
mengurangi jumlah anak yang meninggal secara dini. 14,21
Pada gizi buruk infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Semua anak dengan gizi buruk dianggap
mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik spektrum luas.
14
Anak ini telah mendapat cefotaxime yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dan
berspektrum luas. Dosis cefotaxime adalah 25mg/kgbb dan tersedia dalam kemasan 500mg/1gram vial.
Cefotaxime merupakan terapi empirik buat pneumonia bakterialis.
Pada gizi buruk dengan komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak
sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:
29
Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15
mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral
(50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari
DITAMBAH:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. 14
Pasien in juga mendapat antibiotik kotrimoksazol yang merupakan kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol dan berada dalam golongan sulfonamid. Pencegahan dengan kotrimoksazol diberikan
untuk menurunkan kematian yang disebabkan oleh Pneumocystic Penumoniae. Dosis yang
direkomendasikan 68 mg/kgBB Trimetoprim sekali dalam sehari. Dalam setiap 5ml suspensi
kotrimoksazol sirup mengandungi 40mg trimetoprim dan 200 mg sulfametoksazol. 21
Kotrimoksazol diberikan pada:
Semua anak yang terpapar HIV sejak umur 4-6 minggu
Setiap anak yang diidentifikasikan terinfeksi HIV dengan gejala klinis atau keluhan apapun yang
mengarah pada HIV, tanpa memandang umur atau hitung CD4.
Kotrimoksazol harus diberikan kepada anak yang terpapar HIV sampai infeksi HIV benar-benar
dapat disingkirkan dan ibunya tidak lagi menyusui
Anak yang terinfeksi HIV- terbatas bila ARV tidak tersedia
Jika berikan ART- kotrimoksazol hanya boleh dihentikan saat indicator klinis dan imunologis
memastikan perbaikan sistem kekebalan selama 6 bulan atau lebih. Dengan bukti yang ada, tidak
jelas apakah kotrimoksazol dapat terus memberikan perlindungan setelah perbaikan kekebalan. 21
H. Gagal Jantung , Hipertensi Pulmonal & Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penilaian secara klinis pada anak usia di bawah 3 tahun seringkali tidak spesifik karena infeksi paru
juga dapat menunjukkan tanda-tanda yang sama. 22 Pada anak ini ditemukan tanda-tanda
hemodinamik yang tidak stabil dengan parameter detak jantung yang takikardi. Selain itu pada
pemeriksaan fisik anak ini juga ditemukan bising jantung gallop dan murmur. Bunyi gallop
disebabkan oleh perlambatan tiba-tiba aliran darah ke ventrikel kiri dari atrium kiri dan merupakan
petanda kegagalan jantung. Pada pemeriksaan foro rontgen thoraks ditemukan kardiomegali dan
pinggang jantung yang menghilan, tampak pembesaran ventrikel kanan. Jantung anak ini
kemungkinan hipertrofi karena kesulitan ventrikel memompa darah ke paru-paru atau karena
kebutuahan curah jantung yang meningkat atau kedua-duanya.
Kegagalan jantung anak ini bisa berpunca dari tahanan paru yang meningkat akibat infeksi paru yang
berat dan menyebabkan resistensi vaskular pulmonar dan menambah beban kerja ventrikel kanan,
kelainan septal jantung, atau kebutuhan curah jantung yang meningkat pada pasien dengan sakitberat
unutk memenuhi kebutuhan basal metabolisme lalu menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel. 22
Kelainan jantung yang umum terutama pada anak-anak dengan gejala penyakit HIV adalah sinus
takikardia , disfungsi sistolik ventrikel kiri dan dilatasi ventrikel kanan.23
Hipertensi pulmonal adalah tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg saat beristirahat dan lebih
dari 30 mmHg saat beraktivitas. Gejala klinis yang timbul adalah sesak napas, sinkop, nyeri dada.
Pemeriksaan fisik yang paling penting dan konsisten ditemukan adalah peningkatan komponen
pulmonal pada suara jantung dua. Hipertensi pulmonal bisa terjadi pada penyakit paru yang
30
menyebabkan hipoksia seperti penyakit parenkim paru, obstruksi saluran napas bagian atas,
berkurangnya ventilasi dan hipoksia.22,24
Gejala awal hipertensi pulmonal sering sama dengan penyakit paru, karena tidak ada tanda-tanda
jantung yang spesifik dari pemeriksaan fisik. Roentgen thoraks menampakkan pembesaran jantung
kanan.22
Infeksi HIV sering dihubungkan dengan timbulnya Hipertensi Pulmonal. Penderita HIV/AIDS yang
menderita Hipertensi Pulmonal diperkirakan sebesar 0,5% dengan risiko 6-12 kali lebih tinggi dari
populasi umum. Terjadinya Hipertensi Pulmonal tidak tergantung pada kadar CD4 dalam darah,
namun berhubungan dengan lama menderita infeksi HIV. Karena virus ini tidak menginfeksi sel
endotel arteri pulmonalis maka mekanisme pasti timbulnya Hipertensi Pulmonal tidak diketahui.24
Diagnosis Penyakit Jantung Bawaan Asianotik disingkirkan apabila hasil echocardiography
menunjukkan tiada kelainan pada septum jantung anak. Bising murmur yang ditemukan mungkin
Innocent murmur. Disarankan anak untuk menjalani pemeriksaan ulang dimasa hadapan.
Anak ini mendapat terapi diuretik lasix dan inotropik digoxin. Diuretik adalah dasar untuk terapi
simtomatik. Digoksin memiliki efek inotropik positif pada irama sinus dan menyebabkan perbaikan
simtomatik serta menurunkan tingkat perawatan di rumah sakit, walaupum tidak mempengaruhi
tingkat mortalitas.22
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Diagnosis of HIV Infection in Infants and Children. Guidelines for the Use of Antiretroviral
Agents in Pediatric HIV Infection. AIDS Research Advisory Council: 2014. Hal 25-40
2. Antiretroviral drugs for treating pregnant women and preventing HIV infection
in infants. Switzerland WHO Press; 2010
3. HIV AIDS. World Health Organisation. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia. 2009: Hal 223-40
4. Virologic Testing. WHO Recommendations on the Diagnosis of HIV Infection in Infants and
Children . Switzerland WHO Press.2010 Hal 35-43
5. Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing HIV
infection. WHO. June 2013
6. Antiretroviral therapy of HIV infection in infants and children in resource-limited settings:
towards universal access. Recommendations for a public health approach . WHO; 2006
7. George KS. Mark JA. Sharon N. Michael TB. Kenneth LD. Dkk Guidelines for the Prevention
and Treatment of Opportunistic Infections Among HIV-Exposed and HIV-Infected Children. The
Pediatric Infectious Disease Journal. November 6, 2013.
8. Tuberculosis. World Health Organisation. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia. 2009: Hal 113-9
9. Castro JG. Bryant MM. Management of Pneumocystis Jirovecii pneumonia in
HIV infected patients: current options, challenges and future directions.
DovePress: 23 June 2010.
10. Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi oportunistik pada AIDS. Pokdisus AIDS FKUIPDPAI 2005.
11. Zaman MK, White DA. Serum lactate dehydrogenase levels and Pneumocystis carinii
pneumonia. Diagnostic and prognostic significance. Am Rev Respir Dis 1988;137(4):796-800.
12. Garay SM, Greene J. Prognostic indicators in the initial presentation of Pneumocystis carinii
pneumonia. Chest 1989;95(4):Hal769-772.\
13. WHO recommendations on the management of diarrhoea and pneumonia in HIV-infected infants
and children: integrated management of childhood illness (IMCI). WHO: Geneva; 2010
14. Gizi buruk. World Health Organisation. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia. 2009: Hal 193-219
15. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
32
16. Diare. World Health Organisation. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia. 2009: Hal 131-151
17. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
18. Ranuh IG. Suitno H. Hadinegoro SRS. Kartasasmita CB. Imunisasi pada anak berisiko. Pedoman
Imunisasi di Indonesia. Ed. 4. 2011. IDAI. Hal 97-108
19. Birth-18 Years & "Catch-up" Immunization Schedules in Recommended Immunization Schedules
for Persons Aged 0 Through 18 Years. Centers for Disease Control and Prevention: United States,
2014.
20. Blanchette N, Smith M, Fernandes-Penney A, et al. Cognitive and motor development in children
with vertically transmitted HIV infection. Brain Cogn. 2001;Hal: 46:46
21. Co-trimoxazole prophylaxis among infants and children. Guidelines on co-trimoxazole
prophylaxis for HIV-related infections among children, adolescents and adults. WHO: 2006. Hal
8
22. Nelson KB. Heart Failure. Nelson Textbook of Pediatric. 15th Ed. Philadelphia : WB Saunders
Co ; 2000: Hal 1582-86
23. Lubega S. Heart disease among children with HIV/AIDS attending the paediatric infectious
disease clinic.. Afr Health Science. Sep 2005; 5(3): Hal; 219-226
24. Rabinovitch M. Pathophysiology of pulmonary hypertension. Heart disease in infant, children,
and adolescents including the fetus and young adult. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins, 2001.Hal.1311-46
33