Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Stroke
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi

klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung
dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa
ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular.1 Sebagian besar stroke
disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya
jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam kategori stroke
hemoragik.
2.2

Epidemiologi Stroke
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari

penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen.


Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001
hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usahausaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan
tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia
yang semakin meningkat usianya.2
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).3
2.3

Anatomi Pembuluh Darah Otak


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang

dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
24

25

2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.4
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum
anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu
sirkulus willisi.4,5
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabutserabut saraf ke target organ

Gambar 1. Sel Glia Pada Otak

26

Gambar 2. Pembuluh Darah di Otak

Gambar 3. Bagian Otak dan Fungsi Otak

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan


kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya
serangan stroke.6
2.4

Klasifikasi Stroke
A Berdasarkan kelainan patologik pada otak :7
1

Stroke Hemoragik
-

Perdarahan intraserebral

Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)

Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

27

Yang dibagi atas subtipe :


- Trombosis serebri
- Emboli serebri
- Hipoperfusi sistemik
B Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya
1

Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala


defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.

Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau


gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.

Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang


gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai
semakin berat.

Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit


neurologis yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

C Berdasarkan lokasi lesi vaskuler


1. Sistem Karotis
-

Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

Sensorik : hemihipestesia kontralateral, parestesia

Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis


fugax

Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2. Sistem vertebrobasiler
- Motorik : hemiparese alternan, disartria

28

- Sensorik : hemihipestesia alternan, parestesia


- Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik6,8,9

2.5

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran


darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah:

a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.


-

Buta mendadak (amaurosis fugaks).


Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan

(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.

b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.


-

Hemiparesis

menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.

kontralateral

dengan

kelumpuhan

tungkai

lebih

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.


-

Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.

Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.


Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
-

Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.


Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),

kepalaberputar (vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

29

Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

pasien sulit bicara (disatria).


Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan

daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).


Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia

homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior


-

Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


-

Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi


dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari
luasnya kerusakan otak.

Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.


Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca
huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan
keduanya disebut Global alexia.

30

Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya


kerusakan otak.

Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal


angka setelah terjadinya kerusakan otak.

Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah


sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).

Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya


kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.

Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat


kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan
yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.

Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma


capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.

Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup


sejumlah kemampuan.

2.6

Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke.

Penyumbatan sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada


ateromatous plaque pada bifurkasi dari arteri karotis. Erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosclerosis.4

31

Gambar 4. Penyumbatan Pembuluh Darah

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik


dengan cara :
a.

Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi


aliran darah.

b.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau


perdarahan aterom

c.

Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

d.

Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma


yang kemudian dapat robek
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan

menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.

32

Gambar 5. Iskemik Penumbra

Disekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari


asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra.
Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi
kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah
tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat,
yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan
menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang.
Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium
(calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan
kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang
selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya.
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak
molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan
terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan

kematian

sel.

Oklusi

akut

pembuluh

darah

intrakranial

menyebabkan penurunan aliran darah ke regio otak sesuai dengan kebutuhannya.

33

Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah kolateral dan ini sangat
tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila aliran
darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak
dalam 4 hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100
gram jaringan otak per menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam.
Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram jaringan otak per menit menyebabkan
iskemik tanpa infark kecuali jika berlangsung selama beberapa jam atau hari. Jika
aliran darah dikembalikan dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya, sehingga
jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada pasien hanya transien dan ini
disebut transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA biasanya
berlangsung dalam 5-15 menit tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.9
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di
mana pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada
kegagalan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati.
Iskemik menyebabkan nekrosis karena sel-sel neuron mengalami kekurangan
glukosa yang berakibat pada kegagalan mitokondria dalam menghasilkan ATP.
Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti berfungsi dan neuron
mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium intraselular.
Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal
sinapsis.10 Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan penumpukan asam
laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular. Radikal bebas juga dihasilkan
oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami disfungsi.
Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain sel.
Di samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan
hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika
bisa dicegah. Penurunan suhu setidaknya 2 3C dapat menurunkan kebutuhan
metabolik neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia sebesar 25-30
%.10,11

2.7

Faktor Risiko Stroke

34

Secara umum faktor resiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu
umur, jenis kelamin, ras/bangsa dan genetik, sedangkan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi, yaitu hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, merokok, dan
hiperlpidemia. Faktor resiko stroke dibagi atas faktor mayor dan faktor minor :12
A. Faktor Mayor
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes Melitus
- Pernah stroke
B. Faktor Minor
- Hiperlipidemia
- Hematokrit tinggi
- Merokok
- Obesitas
- Hiperurisemia
- Kurang olahraga
- Fibrinogen tinggi

Tabel 1. Perbedaan Klinis Stroke Infark dan Perdarahan


Gejala atau pemeriksaan
Gejala yang mendahului
Beraktivitas/istirahat

Infark otak
TIA (+)
Istirahat, tidur atau segera

Perdarahan intra serebral


TIA (-)
Sering pada waktu aktifitas

35

Nyeri kepala dan muntah


Penurunan kesadaran
waktu onset
Hipertensi
Rangsangan meningen
Defisit neurologis fokal
CT-Scan kepala
Angiografi

setelah bangun tidur


Jarang
Jarang
Sedang, normotensi
Tidak ada
Sering kelumpuhan dan
gangguan fungsi mental
Terdapat area hipodensitas
Dapat dijumpai gambaran
penyumbatan, penyempitan
dan vaskulitis

2.8

Dasar Diagnosis6

2.8.1

Dasar Diagnosis Klinis

Sangat sering dan hebat


Sering
Berat, kadang-kadang
sedang
Ada
Defisit neurologik cepat
terjadi
Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Dapat dijumpai aneurisma,
AVM, massa intrahemisfer
atau vasospasme

Anamnesis: penurunan kesadaran mendadak, lengan dan tungkai kanan


tidak dapat digerakkan, riwayat hipertensi. Pemeriksaan fisik: TD 140/90 mmHg,
hemiparese dekstra, parese N VII sinistra sentral, hemihipestesi dekstra. GDS
terakhir: 102 mg/dl
2.8.2

Dasar Diagnosis Topik


Sistem vertebrobasiler, karena gejala yang timbul merupakan gejala

gangguan sistem vertebrobasiler berupa gangguan motorik pada wajah satu sisi
dengan tubuh (anggota gerak), yaitu hemiparese dekstra, parese N VII sinistra
sentral.

2.8.3

Dasar Diagnosis Etiologi


Stroke hemoragik karena terjadi secara mendadak dan adanya penurunan

kesadaran, Hal ini sesuai dengan Algoritma Stroke Gajah Mada. Selain itu, stroke
pada pasien ini terjadi pada waktu beraktivitas (saat mandi).

36

Sistem Skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf ketepatan
pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik yang
dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang bekerja di daerah
terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat terbatas dan belum
tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk
itu beberapa peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke
dengan menggunakan tabel dengan sistem skor.
Algoritma Gajah Mada

Penderita Stroke Akut

Penurunan kesadaran

Sakit kepala

Refleks patologi

Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada


Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (-), refleks patologis (-)
Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (+), reflek patolgi (-)

Stroke
Hemoragik

Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks patologi (+) Stroke Infark
Dasar Usulan Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin: untuk mengetahui faktor resiko stroke berupa
hematokrit meningkat, fibrinogen tinggi
b. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mengetahui faktor resiko stroke berupa
DM, hiperkolesterolemia dan berguna juga untuk penatalaksanaannya.
c. Head CT scan: diagnosis pasti kelainan patologi stroke (hemoragik atau
infark), lokasi dan luas lesi.
d. EKG: mengetahui kelainan jantung berupa LVH (left ventricel hypertrofi)
2.9 Penatalaksanaan Stroke
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan
pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya
pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah

37

pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya
intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan
dari pemberian terapi trombolitik.13
2.9.1

Penatalaksanaan Umum

A. Airway and breathing


Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk
mencegah efek samping dari intubasi.6
B. Pemberian Nutrisi
Dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan
elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan mengandung glukosa
dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika fungsi menelanya baik.jika
fungsi menelannya terganggu sebaiknya dianjrkan melalui selang
nasogastrik.6
C. Pengontrolan Gula Darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis

yang

kurang

baik

dan

menghambat

reperfusi

pada

trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan


intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi.
Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian
insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien
pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian
insulin.6
Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40%

iv sampaoi

kembali normal dan di cari penyebabnya.6


D. Posisi Kepala Pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring

38

telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal


tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke
diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.6
E. Pengontrolan Tekanan Darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah otak.
Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat
berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti
hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang ekstrim
(sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.6
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien
stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak
direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik
kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120
mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka tekanan darah
harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.6
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik
antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20
mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat
ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis
maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang
diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian
terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.6
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik
lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan

39

antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan


setelah

pemberian

trombolitik

agar

tidak

terjadi

komplikasi

perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol


(10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat
yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi
hingga dosis maksimal 15 mg/jam.6
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target
terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk
mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan 6
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang
selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat
infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5
mg/jam hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari
karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
F. Pengontrolan Demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor.6
G. Pengontrolan Edema Serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset
stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat6
H. Pengontrolan Kejang

40

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan6
2.9.2

Terapi Spesifik
Terapi spesifik pada stroke iskhemik akut atas dasar patofisiologinya dapat

dibagi sebagai berikut :


A. Antitrombotik6
1. Obat anti-trombosit (zat antiplatelat) memblokade agregasi trombosit.
a. Aspirin yang diberikan dalam 48 jam pada stroke iskhemik akut
memperbaiki sedikit prognosis (consensus Asia Pasifik, 1998). Pada
umumnya manfaat aspirin pada pengobatan stroke akut dan pencegahan
stroke memberikan kepastian tetapi hasilnya sedang-sedang saja. Batas
pemberian aspirin setiap hari 30-1300 mg. Efek samping utama aspirin
adalah rasa tidak enak diperut, perdarahan saluran cerna pada 1-5%.
Pengobatan gabungan dengan platelet lain yang dapat meningkatkan
manfaat dari kerja aspirin.
b. Tiklopidin menghambat jalur ADP membran trombosit secara
reversible, mengurangi kadar fibrinogen dan menaikkan defomabilitas
eritrosit. Dosis dianjurkan 250 mg tiap 12 jam. Tiklopidin mempunyai
lebih banyak efek samping dibanding aspirin termasuk diare, mual,
dyspepsia dan rash kulit.
c. Clopidrogel obat baru dengan mekanisme sama dengan tiklopidin tetapi
efek samping lebih ringan dan lebih efektif dibandingkan aspirin untuk
stroke akut.
2. Antikoagulan : menghambat generasi thrombin dan pembentukan fibrin.
Penderita stroke iskhemik disebabkan oleh emboli dari jantung sering
diobati dengan heparin intravena diikuti oleh warfarin. Belum ada fakta

41

yang didapat dari penelitian klinis yang mensahkan pengobatan ini untuk
stroke akut, walaupun secara teori sangat menarik. Selain itu, karena
bahaya resiko perdarahan pada daerah iskhemik, belum ada consensus
yang menuliskan kapan waktu terbaik untuk memulai pemberian
pengobatan antikoagulansia.

B. Obat Trombolitik
1. Trombolisis intravena.
Recombinant tissue plasminogen activator (r-tPA), streptokinase,
urokinase, ankrod (enzim bisa ular), SVTA-3 (snake venom-antitrombotic
enzyme-3). Satu-satunya obat trombolitik yang diakui oleh FDA untuk
stroke iskemik akut adalah r-tPA. Obat ini harus diberikan dalam 3 jam
setelah gejala stroke dengan dosis 0,9 mg/KgBB, maksimal 90 mg, dengan
10% dari dosis diberikan sebagai bolus dan sisanya lewat infus selama 60
menit.

Pemberian

r-tPA harus

memenuhi

kriteria

indikasi

dan

kontraindikasi.
2. Trombolitik intra-arterial.
Pro-urokinase intra-arterial (pro ACT II 1999), gabungan r-tPA
intravena dan intra-arterial, gabungan neuroprotektan dengan r-tPA serta
gabungan penghambat IIb IIIa dengan r-tPA muncul sebagai alternatif
pengobatan tetapi dikatakan masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut
untuk mendapatkan pengakuan dari FDA Amerika Serikat.
C. Obat-Obat Neuroprotektif
1. Obat-obat mencegah iskemia dini.
L-glutamate, suatu neurotransmitter perangsang alami bekerja sebagai
neurotoksin endogen.
mengakibatkan

Kadar tinggi asam-amino perangsang (EAA)

rangsangan

sinaptik

berlebihan,

dengan

akibat

perangsangan berlebihan dan kematian sel. Atas dasar ini dicari obatobatan pencegah rangsangan EAA (EAA antagonis).

NMDA serta

glutamate bloker lain diharapkan dapat mengatasi toksisitas karena

42

glutamate dan CA. Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki


membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin dan
mengurangi kadar asam lemak bebas.

Menaikkan sintesis asetilkolin,

suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif. Therapeutik window 2-14


hari. Piracetam, cara kerjanya tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan
mengikat pada membran sel, memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran. Bermanfaat bila
diberikan dalam 7 jam setelah serangan stroke.

Pentoksifilin bekerja

dengan menurunkan viskositas darah, menambah deformabilitas butir sel


darah merah, menurunkan kadar fibrinogen, menghambat agregasi
trombosit dan menaikkan darah ke otak.
2. Obat-obat mencegah reperfusi.
Antibody-antiadesi. Enlimobab, antibody

monoclonal

dapat

memblokade molekul adesi interseluler (intercellular antibody adhesion


molecule, ICAM) pada endotel untuk mencegah adhesi dari sel darah putih
pada dinding pembuluh darah.
Antibody antitrombosit, antibody ini menghambat agregasi trombosit,
mencegah kerusakan iskhemik tambahan waktu reperfusi dan memacu
pekerjaan trombolitik.
D. Citicolin.
1. Mekansime Kerja
a. Pada level neuronal.
-

Meningkatkan pembentukan choline dan menghambat pengrusakan


phosphatydilcholine (menghambat phospholipase).

Meningkatkan ambilan glukosa.

Menurunkan pembentukan asetilkolin.

Menghambat radikalisasi asam lemak dalam keadaan iskemia.

Meningkatkan biosintesa dan mencegah hidrolisis kardiolipin.

Merangsang pembentukan glutation, yang merupakan antioksidan


endogen otak terhadap radikal bebas.

43

Mengurangi peroksidasi lipid.

Mengembalikan aktivitas Na+/K+ ATP ase.

b. Pada level vaskular.


-

Meningkatkan aliran darah otak.

Meningkatkan konsumsi O2.

Menurunkan resistensi vaskular.

2. Indikasi
a. Stroke iskemik dalam 24 jam pertama dari onset.
b. Stroke hemoragik intraserebral.
3. Peringatan dan perhatian :
a. Pada stroke hemoragik intraserebral jangan memberikan citicholin dosis
lebih dari 500 mg, harus dari dosis kecil 100 mg 200 mg, 2 3 kali
sehari.
b. Pemberian IV harus perlahan-lahan.
4. Efek samping :
a. Reaksi hipersensitif : ruam kulit.
b. Insomnia, sakit kepala, pusing, kejang, mual, anoreksia, nilai fungsi hati
abnormal pada pemeriksaan laboratorium, diplopia, perubahan tekanan
darah sementara dan malaise.
5. Dosis dan cara pemakaian :
a. Stroke iskemik : 250 1000 mg/hari, IV terbagi dalam 2 3 kali/hari
selama 2 4 hari.
b. Stroke hemoragik : 150 200 mg/hari, IV terbagi dalam 2 3 kali/hari
selama 2 14 hari.
6. Bukti klinis :

44

a. Memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit neurologis


dengan dosis optimal 500 mg/hari yang diberikan dalam 24 jam setelah
onset.
2.10

Komplikasi Stroke Non Hemoragik


Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi

edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.14


1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun
agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah
indikator independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol
dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat dimanfaatkan
dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam pembengkakan
sekunder stroke iskemik lebih lanjut belum diketahui. Beberapa pasien
mengalami

transformasi

hemoragik

pada

infark

mereka.

Hal

ini

diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa
adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Poststroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien
yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure
disorders. Kejang sekunder dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara
yang sama seperti gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat
neurologis injury.
2.11

Prognosis Stroke Non Hemoragik


Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling penting

adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien,
penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi
prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke
bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan

45

hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan,
mengingat usia lanjut di mana biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat
dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi
independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.6
2.12

Pencegahan Stroke
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia,

upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:


A. Pencegahan primordial (sebelum ada faktor risiko)
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor
risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan ini bisa dimulai dari lingkungan keluarga, mengingat
timbulnya proses pengerasan pembuluh darah/arterosklerosis terjadi sejak
usia muda, sebelum usia 20 tahun dan dalam hal ini terkait pula beberapa
perilaku dan keadaan yang memicu timbulnya stroke.
-

Kebiasaan makanan yang salah, seperti jeroan, sate, humberger,


steak berlemak, mie instant, steak dan gula secara berlebihan.

Kebiasaan minum minuman yang berenergi.

Polusi udara dan asap rokok yang dapat memicu pembuluh darah
cenderung mengeras, dan akhirnya tersumbat.

Mengkonsumsi penyedap makanan dalam berbagai snack.

Selain itu dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan,


seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan
membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.
B. Pencegahan primer (setelah ada faktor risiko)
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke. Meliputi pengendalian
tekanan darah tinggi (antara 140/90 mmHg), kencing manis, lemak, darah
tinggi, penyakit jantung, kegemukan dan merokok.

46

C. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis atau berulang. Yaitu
dengan mengendalikan faktor risiko, minum obat seumur hidup seperti
aspirin, anti oksigen seperti vitamin A, C, E dan antikoagulan yang dapat
mempengaruhi irama jantung.
Kunci dari pencegahan dan penyembuhan stroke itu sendiri dan
mengendalikan faktor risiko, menjalani cara hidup bebas risiko, seperti
menghindari pola makan berlebihan, olahraga teratur, dan menghindari
stres.
Stroke bisa sembuh total jika terdeteksi sejak awal apalagi jika
ditangani dengan cepat, tepat, dan akurat pada saat terjadi serangan,
khususnya stroke yang bukan pendarahan. Tetapi kalau sudah akut,
kemungkinan untuk sembuh sangat kecil, bahkan kalau terlambat bisa
membawa kematian dan cacat besar, jika termasuk kategori akut maka
sangat sulit untuk bisa sembuh total. Mereka masih harus menjalani
pengobatan dan rehabilitas seumur hidup. Pengobatan yang dilakukan juga
terbatas untuk mengurangi rasa sakit jika stroke sewaktu-waktu kambuh,
dan yang tak kalah penting segera bawa ke rumah sakit jika ada anggota
keluarga yang mendadak terserang stroke karena waktu emas stroke adalah
antara 3 sampai 6 jam. Artinya jika lebih dari waktu tersebut pasien belum
mendapat penanganan maka risiko keselematannya jadi begitu kecil.
Namun beberapa ahli membagi pencegahan terjadinya stroke ke dalam
beberapa kategori sebagai berikut, dimana yang terutama dalam
pencegahan ini adalah dengan pengaturan faktor risiko (risk factor
management):
1. Pengaturan risiko dilihat dari gaya hidup
Diet dan Nutrisi

47

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah merupakan faktor risiko besar
bagi stroke. Karena itu diet yang seimbang sangatlah penting. Selain
itu, kadar sodium (garam) yang tinggi diketahui dapat meningkatkan
tekanan darah, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik membantu mengontrol banyak faktor risiko yang
berhubungan dengan stroke. Dengan sirkulasi darah yang baik,
oksigenasi menjadi baik, sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Dengan latihan fisik yang teratur, menunjukkan adanya penurunan
kadar trigliserid, dan membantu mencegah obesitas.
Merokok
Merokok meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke dan berbagai
kelainan

yang

berhubungan

dengan

stroke,

seperti

penyakit

cardiovascular. Nikotin (zat aditif pada rokok) meningkatkan tekanan


darah dan mengarah kepada perkembangan hipertensi. Asap rokok yang
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, termasuk 43 jenis yang dapat
menyebabkan kanker, penebalan pembuluh darah, yang mengarah
kepada pembentukkan clot. Berdasarkan jurnal dari American Heart
Association, menunjukkan bahwa risiko dari stroke tergantung pada
banyak rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang merokok dan
orang yang tidak merokok mempunyai risiko yang sama terhadap
terjainya stroke, namun dengan tidak merokok dapat mengurangi risiko
terjadinya stroke. Bahkan perokok pasif pun memiliki risiko yang tinggi
terhadap stroke, karena asap rokok mengandung bahan kimia yang
berbahaya.
Penyalahgunaan obat-obatan
Penggunaan zat-zat/obat-obatan, baik yang illegal maupun yang
terkontrol, terbukti dapat meningkatkan risiko dari stroke. Kokain dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah yang kemudian dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah baik yang mengarah ke otak,
maupun yang berada di dalam otak.

48

Alkohol
Penelitian menunjukkan penggunaan alkohol yang berlebih (2 gelas
atau lebih perhari) dapat meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah
yang tinggi (hipertensi) merupakan faktor risiko mayor untuk stroke.
Obesitas
Obesitas meningkatkan keumungkinan terjadinya hipertensi dan
tingginya kadar kolesterol dalam darah, dimana keduanya merupakan
faktor yang memungkinkan terjadinya stroke. Beberapa penelitian
menganjurkan penurunan berat badan sampai berat badan ideal. Diet
dan aktivitas fisik merupakan terapi untuk mengatasi obesitas.
2. Pengaturan kondisi yang berisiko
Pada beberapa kasus, keadaan medis yang melibatkan seseorang yang
berisiko terhadap stroke dapat dihilangkan atau dikontrol dengan
modifikasi gaya hidup. Mereka juga dapat dirawat secara medis mulai
dari terapi dengan menggunakan obat-obatan sampai dengan terapi
bedah.
D. Pencegahan tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk
rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

49

Anda mungkin juga menyukai