Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat
reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
(Henneberger dkk., 2011).
Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk, sesak
napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin
merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan
saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan
di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami
pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada
penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non
produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental.
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi
selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.
Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang
dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan
atau ketika beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).
Tingkat gejala asma yang dialami oleh penderita asma telah
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu: 1) intermiten merupakan jenis asma
yang terjadi bulanan dengan gejala kurang dari satu kali seminggu, tidak

menimbulkan gejala di luar serangan dan biasanya terjadi dalam waktu singkat.
2) Persisten ringan yang serangannya terjadi mingguan dengan gejala lebih dari
satu kali seminggu tetapi kurang dari satu kali sehari, yang dapat mengganggu
aktivitas dan tidur. 3) Persisten sedang dengan gejala yang muncul setiap hari
dan membutuhkan bronkodilator setiap hari. 4) Persisten berat yang terjadi
secara kontinyu, gejala terus menerus, sering kambuh dan aktivitas fisik
terbatas (GINA, 2012). Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu
aktivitas sehari-hari. Gejala asma dapat mengalami komplikasi sehingga
menurunkan produktifitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2012).
Pada penderita asma eksaserbasi akut dapat saja terjadi sewaktu-waktu,
yang berlangsung dalam beberapa menit hingga hitungan jam. Semakin sering
serangan asma terjadi maka akibatnya akan semakin fatal sehingga
mempengaruhi aktivitas penting seperti kehadiran di sekolah, pemilihan
pekerjaan yang dapat dilakukan, aktivitas fisik dan aspek kehidupan lain
(Brunner & Suddard, 2002)
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat
kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun
belakangan ini obat obatan asma banyak dikembangkan. Nasional Health
Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta
orang penduduk negeri itu mengidap bronkitis kronik, lebih dari 2 juta orang
menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderiita salah satu bentuk
asma. Laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam World Health Report
2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh
kematian di dunia, masing masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK

(Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8 %, Tuberkulosis 3,0%, kanker


paru/trakea/bronkus 2,1 %, dan asma 0,3%.
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025
diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja
lebih besar mengingat

asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.

Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan


menjadi penyebab meningkatnya asma. Data dari berbagai negara menunjukan
prevalensi asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Sedangkan prevalensi penyakit asma nasional

dari

laporan

RISKESDAS 2007 yaitu sebesar 3,5%, dari 33 provinsi di Indonesia ada 18


provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit asma melebihi angka nasional
yaitu Gorontalo, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Aceh,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat,
Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Bali,
Kalimantan Barat, Sumatera Baarat, Papua, dan DI Yogyakarta. Sedangkan
provinsi yang memiliki prevalensi di bawah angka nasional yaitu Banten, Riau,
Jambi, Kalimantan Timur,Maluku, Jawa tengah, DKI Jakarta, Bengkulu
Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Timur, Sumatera
Selatan, Sumatera Utara dan Lampung. (RISKESDAS 2007)
Pada laporan RISKESDAS 2013 prevalensi penyakit asma nasional
meningkat menjadi 4,5%, dan 5 provinsi dengan prevalensi teratas yang
melebihi angka nasional yaitu Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI
Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Sedangkan 5 provinsi

yang memiliki prevalensi di bawah angka nasional yaitu Sumatera Utara,


Jambi, Riau, Bengkulu, dan Lampung. (RISKESDAS 2013)
Dari hasil RISKESDAS provinsi Sumatera Barat pada tahun 2007
prevalensi penyakit asma di Sumatera Barat melebihi prevalensi angka
nasional yaitu sebesar 3,6% atau peringkat 16 dari 33 provinsi. Sedangkan
pada laporan RISKESDAS provinsi sumatera barat pada tahun 2013 prevalensi
penyakit asma yaitu sebesar 2,7% atau peringkat 27 dari 33 provinsi. Berbeda
dengan RISKESDAS pada tahun 2013, dijelaskan oleh direktur sekaligus
pemrakarsa Asthma-COPD Center, Prof. dr. Hadiarto Manggunnegoro dalam
seminar yang bertajuk Asma Sukar Sembuh, di Hotel Aryaduta, Jakarta
(4/11/2015) bahwa penderita asma paling tinggi terjadi di provinsi Gorontalo,
Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan
Papua. Itu menjelaskan bahwa kembali terjadi peningkatan yang signifikan
pada penyakit asma di Sumatera Barat pada tahun 2015. (Sindonews.com
2015)
Prevalensi penyakit asma di kota Bukittinggi berdasarkan dari hasil
RISKESDAS provinsi Sumatera Barat pada tahun 2007 yaitu sebesar 3,1 %
meningkat menjadi 3,7% pada laporan RISKESDAS provinsi Sumatera Barat
tahun 2013. (dinkes bukittinggi dan puskesmas)
....................................................................
Meskipun asma merupakan penyakit yang dikenal luas dimasyarakat
secara umum namun kurang dipahami hingga timbul anggapan dari sebagian
dokter dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta
mudah diobati, timbul kebiasaan dari dokter dan pasien untuk mengatasi gejala
asma hanya saat gejala sesak nafas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan
bronkodilator saja, tetapi tidak dengan mengelola asma secara lengkap

sehingga bisa bersifat menetap dan penurunan produktivitas serta penurunan


kualitas hidup dan komplikasi lanjutan. (Dahlan, 2000).
Dengan update perkembangan dunia kesehatan saat ini, perawat
dibutuhkan sebagai pemberi asuhan keperawatan yang lebih khususnya pada
pasien asma. Perawat mempunyai wewenang dalam memberikan tindakan atau
intervensi baik mandiri maupun kolaboratif. Tindakan-tindakan keperawatan
yang dilakukan mulai dari tindakan preventif yaitu upaya promosi kesehatan
untuk mencegah terjadinya penyakit.
Tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap
terkontrol yang ditandai dengan penurunan gejala asma yang dirasakan atau
bahkan tidak sama sekali, sehingga penderita dapat melakukan aktivitas tanpa
terganggu oleh asmanya. Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan
dengan cara menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim
medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan
menghindari stres. Gejala asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang
dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis
tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol
gejala yang timbul serta mengurangi keparahan gejala asma yang dialami
ketika terjadi serangan. (Wong, 2008).
Terapi non farmakologis yang umumnya digunakan untuk pengelolaan
asma adalah dengan melakukan terapi pernapasan. Terapi pernapasan bertujuan
untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot
pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi,
mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan
penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada
penderita asma terapi pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi

alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur


pernapasan pada saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan
asma (Nugroho, 2006)
Yayasan Asma Indonesia (YAI) telah merancang senam bagi peserta
Klub Asma yang disebut Senam Asma Indonesia. Tujuan Senam Asma
Indonesia adalah melatih cara bernafas yang benar, melenturkan dan
memperkuat otot pernapasan, melatih eskpektorasi yang efektif, juga
meningkatkan sirkulasi. Senam ini dapat dilakukan tiga hingga empat kali
seminggu dengan durasi sekitar 30 menit. Senam akan memberi hasil bila
dilakukan sedikitnya 5 sampai 7 minggu. Sebelum melakukan senam perlu
diketahui bahwa pasien tidak sedang dalam kondisi serangan asma, tidak dalam
keadaan gagal jantung tetapi dalam kondisii kesehatan cukup baik.
(Supriyantoro, 2004 ).
Menurut teori gerakan senam asma khususnya gerakan aerobik 1, 2
dan 3. Tujuan dari gerakan tersebut adalah melatih pernapasan dimana melatih
dan mengontrol ekspirasi dan inspirasi untuk pengeluaran CO2 dari tubuh yang
tertahan karena obstruksi saluran nafas. Karena ventilasi mendahului
peningkatan pembentukan karbondioksida dalam darah sehingga otak
mengadakan suatu rangsangan antisipasi pernapasan pada permulaan latihan,
menghasilkan ventilasi alveolus ekstra bahkan sebelum hal ini dibutuhkan.
Tetapi kira-kira setelah 30 sampai 40 detik latihan, jumlah karbondioksida
yang dilepaskan dari otot aktif kemudian hampir sama dengan peningkatan
kecepatan ventilasi dan PCO2 arteri kembali normal (Guyton & Hall, 2014).
Senam asma juga merupakan latihan aerobik yang bertujuan untuk
memperkuat otot pernafasan dan meningkatkan sirkulasi (Proverawati &
widianti, 2010). Dengan meningkatnya sirkulasi dapat meningkatkan suplai

oksigen ke sel-sel otot termasuk otot pernafasan, sehingga proses metabolisme


terutama metabolisme aerob meningkat dan energi tubuh juga akan meningkat
(Guyton & Hall, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk mengetahui
Adakah Pengaruh Senam Asma Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien
Asma di Wilayah Kerja Puskesmas ..............................?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap frekuensi
nafas

pada

pasien

asma

di

wilayah

kerja

puskesmas ...........................
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden pasien asma di wilayah
kerja puskesmas .............
b. Mengidentifikasi distribusi frekuensi pernafasan sebelum
pemberian senam asma pada pasien asma di wilayah kerja
puskesmas.............
c. Mengidentifikasi distribusi frekuensi pernafasan sesudah
pemberian senam asma pada pasien asma di wilayah kerja
puskesmas.............
d. Mengidentifikasi perbandingan rata rata perubahan frekuensi
pernafasan sebelum dan sesudah.
e. Mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap frekuensi
pernafasan

pada

pasien

asma

di

wilayah

kerja

puskesmas ....................
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian
dapat

dijadikan

kontribusi

terhadap

pengembangan asuhan keperawatan, khususnya dalam perawatan

pasien dengan gangguan sistem pernafasan.

Penerapan ilmu

khususnya mengenai Asma.


1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam bidang
ilmu yang terkait dan menambah pengetahuan mahasiswa/i
keperawatan, dari data dan hasil penelitian yang dipeoleh dapat
menjadi acuan untuk peneliti selanjutnya yang terkait dengan Asma
dan dapat menjadi referensi, bahan bacaan dan dasr untuk peneliti
selanjutnya.
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
Dapat menjadi bahan masukan bagi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada penderita asma
tentang pentingnya senam asma terhadap frekuensi pernafasan
dalam kualitas hidup.
1.4.4 Bagi Lahan Penelitian
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam
usaha untuk meningkatkan frekuensi pernafasan dan kualitas hidup
pada pasien asma dengan melakukan senam asma. Selain itu senam
ini juga dapat melatih kemandirian dan partisipasi pasien dalam
mencegah kekambuhan asma.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Respirasi
2.2 Konsep Asma
Respirasi adalah suatu peristiwa ketika tubuh kekurangan oksigen
(O2) dan oksigen yang berasada diluar tuguh dihirup (inspirasi) melalui organ
pernafasan. Pada keadaan tertentu tubuh kelebuhan karbondioksida (CO 2) ,
maka tubuh berusaha untuk mengeluarkan kelebihan tersebut daengan
menghembuskan nafas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara
O2 dan CO2 di dalam tubuh (Syaifuddin, 2011)
2.2.1 Definisi Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat
reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
(Henneberger dkk., 2011).
Pada umumnya penderita asma akan mengeluhkan gejala batuk, sesak
napas, rasa tertekan di dada dan mengi. Pada beberapa keadaan batuk mungkin
merupakan satu-satunya gejala. Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan
saat udara dingin, biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa tertekan
di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami
pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada
penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non
produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental.
Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas, sehingga ekspirasi
selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien

untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.


Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang
dapat menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan
atau ketika beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).

2.2.2

Etiologi Asma
Proses terjadinya serangan asma dapat dijelaskan, bahwa serangan

asma terjadi apabila terdapat perubahan di dalam saluran pernafasan.


Perubahan yang dimaksud adalah inflamasi atau bengkak dan selanjutnya
mengakibatkan saluran pernafasan menyempit serta peka terhadap rangsangan
dari luar. Pembengkakan dalam saluran pernafasan mudah mengalami ritasi.
Selanjutnya lendir yang pekat akan dihasilkan dan menyumbat saluran
pernafasan. Penderita mulai batuk apabila dia berusaha untuk mengosongkan
saluran pernafasan yang tersumbat. Jika inflamasi sering terjadi dan keadaanya
terus, lapisan saluran pernafasan akan menebal secara permanen. Otot yang
mengelilingi saluran pernafasan mungkin menyempit dan menyebabkan
saluran pernafasan jadi sempit. Keadaan ini dinamakan bronkospasme atau
bronkokontriksi. Saluran pernafasan sangat peka terhadap pengaruh benda
benda luar, seperti debu, asap rokok, atau udara dingin (Widjadja, 2009).
Faktor Pemicu Serangan Asma
Istilah

pemicu

atau

pencetus

serangan

asma

kadang-kadang

dikacaukan dengan penyebab asma, Sebenarmya telah banyak penelitian yang


dilakukan oleh para ahli di bidang asma untuk dapat menerangkan sebab
terjadinya asma, namun belum satu pun teori atau hipotesa yang dapat diterima
atau disepakati semua ahli. Meskipun demikian yang jelas saluran napas

penderita asma memiliki sifat khas yaitu sangat peka terhadap berbagai
rangsangan (Sundaru, 2007).
Kepekaan yang berlebihan juga bukan syarat satu-satunya untuk
terjadinya asma karena banyak orang yang mempunyai saluran napas yang
peka tetapi tidak terjadi asma. Syarat kedua yaitu adanya rangsangan yang
cukup kuat pada saluran napas yang telah peka tadi. Rangsangan ini pada asma
lebih populer dengan nama faktor pencetus atau faktor pemicu. Kedua syarat
tersebut umumnya dijumpai pada penderita asma, walau masih terdapat
kemungkinan atau syarat lain yang saat ini belum diketahui (Sundaru, 2007).
Faktor pencetus atau pemicu adalah faktor yang dapat menimbulkan
serangan asma sehingga diperlukan banyak usaha untuk menghindari atau
menghilangkan aktor tersebut. Faktor pemicu bermacam-macam dan tiap-tiap
pasien mungkin mempunyai faktor pemicu yang berlainan, sehingga
diperlukan kerjasama antara tenaga kesehatan dan pasien untuk menemukan
faktor pemicu tadi. Kadang kadang tidak mudah mengenal faktor pemicu
serangan asma, tetapi jika berhasil ditemukan, kemudian dapat dihindarkan
maka diharapkan serangan asma akan berkurang bahkan mungkin menghilang
(Sundaru, 2007). Faktor-faktor pemicu yang sering dijumpai antara lain
alergen, exercise (latihan), polusi udara, faktor kerja (occupational factors),
infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus, sensitive terhadap obat dan
makanan,

penyakit

refluk

gastroesophageal

(Gastroesophageal

Reflux

Disease/GERD) dan faktor psikologis (stres emosional) (Lewis, et al., 2007).


Menurut Scullion, 2005, Holgate and Douglass 2010 dan Rees, 2010,
faktor pemicu lain terjadinya serangan asma adalah perubahan cuaca.
1. Alergen
Alergen merupakan faktor pencetus atau pemicu asma yang sering
dijumpai pada pasien asma. Tungau debu ruangan, spora jamur, kecoa,

serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing dan lain-lain dapat menimbulkan
serangan asma pada penderita yang peka. Alergen tersebut biasanya berupa
alergen hirupan, meskipun kadang-kadang makanan dan minuman dapat
menimbulkan serangan (Sundaru, 2007).
Dari beberapa studi epidemiologi telah menunjukkan korelasi antara
paparan alergen dan prevalensi asma dan perbaikan asma bila paparan alergen
menurun (Maranatha, 2010). Hasil penelitian tentang faktor-faktor risiko di
Jakarta juga menyebutkan adanya hubungan bermakna antara paparan alergen
dengan kejadian serangan asma (Jeanne, 1998).
Debu rumah sebenarnya terdiri atas bermacam-macam alergen seperti
berbagai sisa makanan, potongan rambut dan berbagai kulit binatang sampai
kecoa dan serangga. Tetapi dari semua alergen yang paling menonjol adalah
tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronyssynus atau D. Farunale).
Tungau ini selalu terdapat dalam debu rumah apalagi didaerah yang lembab.
Berkembang biak sangat cepat terutama di kamar tidur karena makanannya
adalah serpihan kulit manusia yang terlepas sewaktu tidur tanpa sepengetahuan
kita sebenarnya kulit manusia secara teratur diganti dengan yang baru. Begitu
ringannya tungau serta potongan-potongan badannya, menyebabkan partikelpartikel tadi sangat mudah tersebar di udara bila tertiup angin. Pada penderita
yang alergi, sewaktu ia menyapu lantai atau membersihkan buku-buku tua
maka akan segera terjadi reaksi alergi yang mula-mula berupa bersin, mata
gatal, batuk dan terakhir bisa sesak. Reaksi alergi terjadi beberapa menit
sampai 6-8 jam setelah terpapar (kontak) dengan alergen, begitu juga lama
serangan asma dapat berlangsung hanya setengah jam sampai berjam-jam
bahkan berhari-hari bila alergen tadi tidak disingkirkan atau dihindari
(Sundaru, 2007).
Hewan peliharaan juga dapat menimbulkan asma. Anjing, kucing, kelinci
serta kuda merupakan contoh hewan yang cukup sering menimbulkan asma.
Sumber alergen lainnya yang cukup penting adalah kecoa. Baik kotoran
maupun kencingnya bila telah kering menjadi debu, merupakan alergen yang
cukup kuat. Pentingnya alergen seperti tungau debu rumah atau kecoa atau
alergen lainnya, pada konsentrasi yang rendah menimbulkan sensitisasi
sehingga saluran napas menjadi lebih peka dan akhirnya menjadi sangat mudah

dicetuskan oleh alergen atau faktor pencetus lainnya. Pada konsentrasi tinggi
merupakan faktor risiko untuk serangan asma akut (Sundaru, 2007).
Sekitar 40% dari seluruh kasus asma berhubungan dengan respon alergi.
Alergi yang tidak diakibatkan oleh musim bisa dihubungkan dengan alergen
seperti debu, binatang, bulu-bulu dan kecoa. Pemaparan alergen kecoa sangat
penting sebagai faktor risiko pada asma terutama rumah tangga dalam kota
(Lewis, 2007).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari debu, kuman
dan alergen dalam ruangan antara lain yang merupakan prioritas dan batas
waktu lebih lama. Hal yang perlu diprioritaskan adalah menutup kasur, seluruh
bantal dengan penutup tempat tidur, mencuci linen setiap minggu dengan air
panas (>1300F/540C), mengganti penutup saringan udara, menggantung bahanbahan yang lembut dan menjemurnya di bawah sinar matahari, mencuci dan
mengganti filter udara sentral. Dalam batasan waktu lebih lama antara lain
menurunkan kelembaban dalam ruangan dengan air conditioning, mengganti
karpet dengan lantai berpelitur, mengganti perkakas furnitur dengan bahan dari
kulit atau furnitur kayu jika memungkinkan (Mills, Leung & Schatz, 2007).
Asma karena alergi bisa diakibatkan karena musim yang dihubungkan
dengan alergi karena pohon atau serbuk sari. Kejadian ini umumnya terjadi
pada dewasa muda dan anak-anak (Lewis, et al. 2007) Alergen dari luar
ruangan antara lain debu, serbuk sari dan spora jamur. Bahan lain yang dapat
mengiritasi adalah parfum, household spray dan bau cat (Rengganis, 2008).
2. Exercise (latihan)
Sebagian besar pasien asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktivitas tersebut (Rengganis, 2008).
Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama dan beratnya olahraga
menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma,
kemudian bersepeda, sedangkan renang dan jalan kaki yang paling kecil
risikonya (Sundaru, 2007).
Asma dapat disebabkan atau dieksaserbasi/diperburuk selama latihan fisik
yang disebut exercise-induced asthma (EIA). Tipe EIA ini terjadi setelah
melakukan latihan berat tetapi tidak selama melakukan latihan (seperti jogging,
aerobik, berjalan cepat dan menaiki tangga). Gejala EIA yang terjadi pada saat

aktifitas latihan bisanya diakibatkan karena pemaparan udara dingin. Gangguan


aliran udara karena perubahan dalam mukosa jalan napas disebabkan oleh
hiperventilasi terjadi selama latihan dengan atau tanpa pengaruh keadaan
dingin dan terjadi kebocoran kapiler didalam dinding jalan napas. Cromolyn
(Intal),

Nedocromil

(Tilade)

dan

Beta

adrenergic

agonist

berhasil

mempertahankan bronkodilatasi selama latihan ketika jenis obat-obatan ini


diinhalasi 10-20 menit sebelum latihan. Pasien seharusnya melakukan
pemanasan untuk melemaskan otot selama 2-3 menit sebelum latihan. Ketika
latihan dilakukan pada saat kondisi udara dingin atau panas, bernafas dengan
menggunakan scarf atau masker dapat menurunkan gejala (Lewis, et al. 2007).
Serangan asma karena latihan atau kegiatan jasmani biasanya terjadi
segera setelah selesai olah raga, lamanya sesak antara 10-60 menit dan jarang
serangan asma timbul beberapa jam setelah latihan. Biasanya penderita tampak
sehat, sehingga bagi yang tidak mengerti sulit memahami mengapa beberapa
menit setelah latihan penderita menjadi sesak. Bila penderitanya dewasa
disangka mengalami sakit jantung. Serangan asma akibat kegiatan jasmani
dikenal dengan exercise-induced asthma (EIA). Selain olah raga dan latihan,
kegiatan jasmani lain seperti mengejar bis dan bahkan hubungan seks pun pada
penderita dapat mencetuskan serangan asma (Sundaru, 2007).
3. Polusi udara
Berbagai variasi polusi udara, asap rokok, asap kendaran, peningkatan
ozon, sulfurdioksida dan nitrogen dioksida dapat menjadi pencetus serangan
asma. Di daerah industri dan area pemukiman yang padat, kondisi iklim sering
menyebabkan polusi pada atmosfir. Pasien seharusnya mengurangi aktifitas di
luar ruangan selama keadaan ini berlangsung (Lewis, et al., 2007).
Semua orang ingin menghirup udara yang bersih dan segar. Sayangnya,
keinginan ini kadang-kadang sukar dipenuhi karena udara yang ada
disekeliling kita sudah banyak yang tercemar. Pendirian pabrik-pabrik yang
mengeluarkan hasil sampingan berupa debu, uap atau asap yang tidak
terkendali dapat mengganggu penduduk sekelilingnya. Penderita asma sangat
peka terhadap zat-zat tadi apalagi asap yang mengandung hasil pembakaran
yang berupa sulfur dioksida dan oksida fotokemikal (Sundaru, 2007). Asap
rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok,
sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang

dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma pada
usia dini (Rengganis, 2008).
Asap rokok bisa saja merupakan polusi udara yang terjadi didalam rumah
selain dari semprotan obat nyamuk dan semprotan rambut yang dapat memicu
terjadinya serangan asma. Penderita yang tidak merokok bisa mendapat
serangan asma karena berada di dalam ruangan yang penuh asap rokok.
Penderita anak-anak lebih sering mendapat serangan asma bila di rumahnya
ada yang merokok, maka segera hentikan kebiasaan tersebut. Mungkin saat ini
belum kelihatan akibatnya, tetapi dalam jangka panjang hampir pasti akan
menyebabkan penyempitan saluran napas yang sangat sulit diobati (Sundaru,
2007).
Polutan di luar dan di dalam rumah mempunyai kontribusi perburukan
gejala asma dengan mentriger bronkokontriksi, peningkaan hiperresponsif
saluran napas dan peningkatan respons terhadap aeroallergen. Ada 2 polutan
outdoor yang penting yaitu industrial smog (sulfur dioxide, particulate
complex) dan photochemical smog (ozone dan nitrogen oxides). Teknologi
kontruksi modern telah dicurigai menyebabkan polusi indoor yang tinggi. Pada
gedung-gedung hemat energi ada 50% udara bersih pertukarannya kurang
terjadi. Polusi indoor termasuk cooking dan heating fuel exhaust, insulating
production, cat, vernis yang mengandung formaldehid dan isocyanate
(Maranatha, 2010)
4. Faktor kerja (occupational factors)
Asma akibat kerja adalah asma pada orang dewasa yang disebabkan oleh
pemaparan tempat kerja dan bukan karena faktor lain diluar tempat kerja,
merupakan definisi dari British Occupational Health Research Foundation
(BOHRF). Asma akibat kerja disebutkan oleh pelayanan kesehatan bahwa
terjadi serangan pada hari-hari kerja dan keadaan membaik pada hari istirahat
dan libur (Lutzker, et al., 2010).
Menurut British Thoracic Society and Scottish Intercollegiate Guidelines
Network tahun 2011, jenis pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko serangan
asma antara lain pembuat roti dan makanan, pekerja kehutanan, pekerja di
pabrik kimia, plastik dan karet, pekerja tekstil, pekerja di industri elektronik,
pekerja gudang, pekerja di area pertanian, pelayan rumah makan, pekerja

bagian kebersihan, tukang cat dan teknisi laboratorium. Ada dua tipe asma
akibat kerja. Pertama, yang paling umum (sekitar 90% kasus) adalah asma
akibat kerja dengan periode laten tergantung pada agen penyebab. Tipe ini
biasanya dimediasi oleh IgE, yang berarti bahwa pekerja sudah terpapar pada
alergen di tempat kerja selama periode waktu sebelum berkembang menjadi
alergi dan asma. Tipe kedua adalah asma akibat kerja tanpa adanya periode
laten (sekitar 10% kasus). Hal ini biasanya terjadi karena pemaparan tingkat
tinggi oleh bahan kimia, udara atau bau yang mengiritasi. Pemaparan biasanya
terjadi setelah terjadi kecelakaan atau kebocoran di tempat kerja (Bradshaw,
2010).
Asma akibat kerja merupakan keadaan yang umum pada penyakit paru
dengan perkiraan 15%-23% kasus baru asma pada dewasa di Amerika Serikat
disebabkan oleh pemaparan akibat kerja. Pemaparan pada tempat kerja dapat
memperparah keadaan asma. Agen yang dapat menimbulkan gejala seperti
kayu, kotoran sayuran, obat-obatan farmasi, deterjen laundri, kotoran binatang
dan serangga, sekresi dan serum (misalnya ayam), bahan kimia, cat dan plastik.
Individu bisa menjadi sensitif karena agen tersebut. Karakteristiknya, pasien
akan mengalami gejala pada saat sampai di tempat kerja tetapi keadaan ini
tidak terjadi saat pasien tidak bekerja. Perawat seharusnya menggali informasi
apakah pasien terus mengalami serangan atau serangan bebas pada saat pasien
libur. Kesehatan kerja dengan menggunakan masker dan ventilasi yang tepat
dapat mengurangimpemaparan pada beberapa individu (Lewis, et al. 2007).
5. Infeksi pernapasan
Infeksi pernapasan (seperti virus dan bukan bakteri) atau alergi pada
mikroorganisme adalah faktor presipitasi utama pada serangan asma akut.
Influenza dan rhinovirus adalah patogen utama pada anak-anak dan dewasa.
Infeksi menyebabkan inflamasi dalam sistem trakeobronkial dan mengubah
mekanisme mukosilier. Oleh karena itu mekanisme ini meningkatkan
hiperresponsif pada sistem bronkial. Hiperresponsif dapat berlangsung selama
2-8 minggu setelah infeksi pada keadaan normal dan individu yang asma.Hal
ini berarti bahwa virus menyebabkan keparahan pada asma dengan
mengaktifkan sistem imun. Pasien dengan asma seharusnya mencegah

berdekatan dengan orang yang flu dan mendapatkan vaksinasi influenza setiap
tahun (Lewis, et al. 2007).
Pada waktu bayi, sejumlah virus respirasi dihubungkan dengan terjadinya
asma. Sejumlah studi retrospektif jangka panjang tentang anak yang dirawat di
RS yang diketahui ada infeksi respiratory syncitial virus (RSV) telah
menunjukkan bahwa 40% bayi-bayi tersebut akan terus mengi atau menajdi
asma pada usia yang lebih besar. Pengaruh infeksi virus respirasi pada
perkembangan asma tergantung interaksi dengan atopi. Kondisi atopi dapat
mempengaruhi respon saluran napas bawah terhadap infeksi virus dan infeksi
virus kemudian mempengaruhi perkembangan sensitisasi alergik (Maranatha,
2010).
Diperkirakan dua pertiga penderita asma anak dan sepertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran napas.
Berbagai macam virus seperti virus influenza sangat sering dijumpai pada
penderita yang sedang mendapat serangan asma. Kemungkinan mendapat
serangan asma makin besar bila infeksi tadi cukup berat. Jika pada orang
normal infeksi saluran napas hanya menyebabkan batuk , pilek dan demam,
pada penderita asma gejala tadi akan diikuti serangan asma (Sundaru, 2007).
Hasil penelitian Kusbiantoro (2005) menunjukkan bahwa faktor pencetus
serangan asma yang terbanyak adalah ISPA diikuti oleh paparan asap dan udara
dingin. Tingginya kunjungan serangan asma pada musim hujan tidak
dipengaruhi oleh polusi udara, tetapi kecenderungan seiring dengan faktor
cuaca. Kunjungan serangan asma pada musim kemarau kecenderungan seiring
dengan polusi udara, meskipun dari uji statistik tidak bermakna.
6. Masalah hidung dan sinus
Sebagian besar pasien dengan asma mempunyai masalah kronis pada
hidung dan sinus. Masalah pada nasal mencakup rhinitis alergi dan polip nasal.
Perawatan pada rhinitis alergi dapat menurukan frekuensi eksaserbasi asma.
Masalah sinus biasanya dihubungkan dengan inflamasi membran mukosa,
umumnya tidak infeksi yang disebabkan oleh alergi. Bakteri sinusitis bisa juga
menjadi penyebab. Sinusitis harus dirawat dan polip nasal yang besar
dihilangkan, ini merupakan kontrol yang baik pada pasien asma. (Lewis, et al.
2007).

7. Sensitif terhadap obat dan makanan tertentu


Obat-obat juga dapat mencetuskan serangan asma. Contoh obat-obatan
yang sering menjadi pemicu serangan asma adalah penisilin, sefalosporin,
golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik dan
lain-lain (Rengganis, 2008).
Yang tersering yaitu obat-obat yang termasuk golongan penyekat beta
bloker. Golongan obat tersebut sangat sering dipakai untuk pengobatan
penyakit jantung koroner dan darah tinggi. Pada penderita asma yang berat,
bahkan obat tetes mata yang mengandung beta bloker dalam dosis kecil pernah
dilaporkan menimbulkan serangan asma (Sundaru, 2007).
Sensitif pada beberapa obat spesifik dapat terjadi pada beberapa pasien
asma, khususnya yang mempunyai masalah polip nasal dan sinusitis. Pada
sebagian besar pasien asma yang mengkonsumsi aspirin atau NSAIDs (seperti
ibuprofen (Motrin), indomethacin (Indocin)) gejala wheezing akan terjadi
dalam waktu 2 jam. Selain itu juga timbul gejala sesak dan air mata yang
berlebihan (Lewis, et al. 2007).
Aspirin dan golongan NSAIDs yang lain dapat memicu serangan asma
pada beberapa orang meskipun respon bukan merupakan true allergy. Hal ini
diakibatkan dari meningkatnya produksi leukotrin ketika aspirin atau NSAIDs
menahan proses inflamasi (Ignatavicius & Workman, 2010). Serangan asmanya
bisa berat, kadang-kadang disertai gejala alergi lain seperti mata dan bibir
bengkak, gatal-gatal kulit, meskipun mekanismenya bukan reaksi alergi
(Sundaru, 2007). Alergi makanan tertentu dapat menyebabkan gejala asma.
Pencegahan diet diperlukan untuk mencegah asma. Alergi makanan sebagai
pencetus asma jarang terjadi pada dewasa (Lewis, et al. 2007). Contoh
makanan yang sering menimbulkan alergi antara lain susu sapi, telur, udang,
kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap,
pengawet dan pewarna makanan. (Rengganis, 2008).
Zat pengawet makanan seperti asam benzoat dan zat pewarna kuning
tartarazin yang dipakai dalam industri makanan dan minuman kadang- kadang
dapat menimbulkan serangan asma (Sundaru, 2007).
8. Penyakit

refluk

Disease/GERD)

gastroesophageal

(Gastroesophageal

Reflux

Mekanisme

tepat

yang

menyebutkan

bahwa

Penyakit

refluk

gastroesophageal (Gastrophageal Reflux Disease/GERD) sebagai faktor


pencetus asma tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan refluks asam lambung
ke esophagus dapat diaspirasi menuju paru-paru, menyebabkan stimulasi reflek
vagus dan bronkokontriksi. Pasien dengan hernia hiatal, pengosongan lambung
yang tertunda, mempunyai riwayat refluk sebelumnya atau penyakit peptik
ulser, keadaan refluks asam bisa menjadi pencetus asma (Lewis, et al. 2007).
9. Faktor psikologis (stres emosional).
Faktor lain yang sering dihubungkan sebagai etiologi asma adalah
psikologis atau stres emosional. Asma bukan penyakit psikosomatik.
Bagaimanapun faktor-faktor psikologis dapat berpengaruh terhadap respon
asma dengan memperburuk atau memperbaiki proses penyakit. Menangis,
tertawa, marah dan ketakutan dapat mencetuskan hiperventilasi dan
hiperkapnia yang disebabkan penyempitan jalan napas. Serangan asma
disebabkan oleh faktor pencetus seperti panik,stres dan cemas, merupakan
emosi yang tidak diharapkan. Cemas merupakan respon yang normal (Lewis, et
al. 2007).
Faktor psikologis mempengaruhi mempengaruhi asma dimana rasa cemas
dan depresi saling berhubungan satu dengan lainnya pada remaja dan dewasa
muda dengan asma. Studi yang dilakukan pada remaja dan dewasa muda
dengan riwayat asma dan tidak diketahui bahwa pada remaja dan dewasa muda
dengan asma mempunyai tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi
dibanding

yang

tidak

ada

riwayat

asma

(Kotrotsiou,

Krommydas,

Papathanasiou, Kotrotsiou, Paralikas, Lahana, Kiparissi, 2011).


Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati, pasien asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi masihat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit
diobati (Rengganis, 2008). Stres emosional berperan dalam pengaturan kerja
hipotalamus-pituitari-adrenal yang dapat menurunkan tingkat kortisol dimana
pengaruhnya dapat mengembangkan terjadinya alergi sehingga dapat menjadi

pencetus serangan asma pada individu yang mempunyai riwayat asma


(Subbarao, 2009).
10. Perubahan cuaca
Perubahan cuaca dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Afmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim seperti
musim hujan, musim kemarau, musim panas, musim bunga (serbuk sari
beterbangan) (Rengganis, 2008). Perubahan tekanan dan suhu udara, angin dan
kelembaban dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
(Wijaya, 2010).
Selain faktor-faktor pemicu atau pencetus serangan asma diatas, ada juga
beberapa faktor risiko terjadinya serangan asma antara lain genetik, gender dan
ras, faktor lingkungan, polusi udara dan faktor lain. Genetik telah lama
diterima secara umum bahwa ada kontribusi herediter pada etiologi asma, pola
herediter komplek dan asma tidak dapat diklasifikasikan secara sederhana cara
pewarisannya seperti autosomal dominat, resesif atau sex-linked. Namun dari
studi genetik telah menemukan multiple chromosomal region yang berisi gengen yang memberi kontribusi asma. Asma pada anak lebih sering dijumpai
pada anak laki-laki tetapi menjadi berlawanan pada pubertas dan dewasa.
Prevalensi secara keseluruhan wanita lebih banyak dari pria (Maranatha, 2010).
2.2.3

Klasifikasi Asma

2.2.4

Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara

lain alergen, virus dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur

imunologis

didominasi

oleh

antibodi

IgE,

merupakan

reaksi

hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut
atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel
mast pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase sensitiasi,

antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan


antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator
yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus dan
spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan
respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung
pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam
pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai
beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosonofil, sel T, sel mast dan
Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis
asma (Rengganis, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan reflex bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma
dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi
udara dingin, asap dan kabut. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui
reflex saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan
dilepaskannya neuropeptida sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin
Gene Related Peptide (CGRP). Neuro peptida itulah yang menyebabkan
terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir dan aktivasi sel-sel inflamasi (Rengganis, 2008).
2.2.5

Manifestasi Klinis Asma


Asma dikarakteristikkan dengan penyebab yang bervariasi dan tidak

dapat diperkirakan. Gejala yang umum terjadi adalah wheezing (mengi), sulit

bernapas, dada sesak dan batuk, biasanya terjadi pada malam hari dan
menjelang pagi, yang merupakan tipe dari asma. Serangan asma bisa terjadi
hanya dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Pada saat tidak terjadi
serangan, fungsi paru pasien tampak normal (Lewis, et al. 2007).
Karakteristik manifestasi klinis dari asma adalah wheezing (mengi),
batuk, dyspnea, dan dada sesak setelah terpapar oleh faktor-faktor presipitasi
atau serangan tersebut. Mekanisme yang terjadi adalah tahapan ekspirasi
(mengeluarkan udara setelah bernafas) menjadi memanjang. Secara normal
rasio antara inspirasi dan ekspirasi adalah satu berbanding dua (1:2), pada saat
serangan asma bisa memanjang menjadi 1:3 atau 1:4. Normalnya bronkiola
menyempit

(kontriksi)

pada

saat

ekspirasi

sehingga

berakibat

pada

bronkospasme, edema dan adanya mukus pada bronkiola, jalan nafas menjadi
menyempit dari keadaan normal (Lewis, et al. 2007).
Wheezing merupakan tanda yang tidak dapat dipercaya untuk
mengukur tingkat keparahan serangan. Beberapa pasien dengan serangan
ringan, wheezing terdengar keras sedangkan pasien yang mengalami serangan
berat, tidak ada tanda wheezing. Pasien dengan serangan asma yang berat tidak
terdengar adanya wheezing karena terjadi penurunan aliran udara. Bila
wheezing terjadi, pasien dapat memindahkan cukup udara untuk memproduksi
suara. Wheezing biasanya terjadi pada saat pertama ekhalasi. Pada peningkatan
gejala asma, pasien dapat mengalami wheezing selama inspirasi dan ekspirasi
(Lewis, et al. 2007).
Pada beberapa pasien dengan asma, batuk hanya merupakan gejala dan
sering disebut cough variant asthma. Bronkospasme tidak dapat menjadi cukup
parah yang menyebabkan gangguan aliran udara tetapi tidak meningkatkan
tonus bronkial dan menyebabkan iritasi dengan menstimulasi reseptor batuk.
Batuk yang terjadi bisa tidak produktif. Sekresi yang dikeluarkan bisa kental,
lengket, putih, mukus seperti agar-agar sehingga sulit untuk dikeluarkan
(Lewis, et al. 2007).
Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa pasien mungkin
hanya memiliki batuk kering kronis dan yang lain mengalami batuk yang

produktif. Beberapa pasien memiliki batuk yang tidak sering, serangan asma
mendadak dan lainnya dapat menderita gejala itu hampir secara terus menerus.
Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin dipercepat atau
diperberat dengan banyak pemicu atau pencetus yang berbeda seperti yang
telah dijelaskan diatas. Frekuensi gejala asma mungkin semakin buruk di
malam hari, variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus
mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-gejala dari
bronkokontriksi (Tierney, McPhee, Papadakis, 2002).
Pasien dengan asma mengalami kesulitan memindahkan udara masuk
dan keluar paru-paru, yang menciptakan perasaan lemas. Walaupun demikian,
selama serangan asma akut, pasien dengan asma biasanya duduk tegak atau
menggunakan otot-otot aksesori untuk bernapas dalam upaya mendapatkan
cukup udara. Semakin sulit bernapas maka perasaan pasien semakin cemas.
Pemeriksaan pada pasien selama serangan akut biasanya menunjukkan tanda
hipoksemia yang ditandai gelisah, meningkatnya kecemasan, perilaku yang
tidak tepat, meningkatnya nadi dan tekanan darah. Perkusi pada paru
mengindikasikan hiperresonan dan auskultasi mengindikasikan adanya
wheezing pada saat inspirasi dan ekspirasi (Lewis, et al. 2007).
Beberapa penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan kemungkinan
dugaan asma. Pembengkakan mukosa hidung, meningkatnya sekresi hidung
dan polip hidung seringkali terlihat pada pasien dengan asma alergika. Eksema,
dermatitis, atopi atau manifestasi lainnya dari kelainan alergi kulit juga dapat
terlihat. Bahu yang membungkuk dan menggunakan otot pernapasan tambahan
mengarah pada meningkatnya kerja pernapasan (Tierney, et al. 2002).
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk
berbicara karena sesaknya sangat hebat. Meskipun telah mengalami serangan
yang berat, biasanya pasien akan sembuh sempurna. Manifestasi lain dari asma
adalah kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian
segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan
pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera
dilakukan pengobatan. Kadang beberapa alveoli (kontong udara di paru-paru)

bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau
menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan
memperburuk sesak yang dirasakan oleh pasien (Wijaya, 2010).

2.2.6
2.2.7
2.2.8
2.2.9

Komplikasi Asma
Pencegahan Asma
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Asma
2.3 Konsep Frekuensi Pernafasan
2.4 Konsep Senam Asma
2.4.1 Pengertian Senam Asma
Senam Asma merupakan salah satu jenis terapi latihan yang
dilakukan secara berkelompok (exercise group) yang melibatkan
aktifitas gerakan tubuh atau merupakan suatu kegiatan yang
membantu proses rehabilitasi pernapasan pada penderita asma
(Soeparman, 2004). Senam asma merupakan senam yang
diciptakan untuk penderita asma yang gerakannya disesuaikan
dengan kemampuaan dan kebutuhan penderita berdasarkan berat
ringannya penyakit asma (Supriyantoro, 2004 dalam Elyani Nur,
2011).
Senam asma merupakan salah satu bentuk kegiatan positif
yang dapat membantu pemulihan kondisi penderita asma. Senam
asma juga merupakan salah satu unsur penunjang pengobatan asma
karena keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh
obat yang dikonsumsi, namun juga ditentukan oleh faktor gizi dan
olahraga. Bagi penderita asma, olahraga yang tepat dan benar dapat
meminimalisir kekambuhan penyakitnya.

Manfaat pelatihan

olahraga yang perlu dilatihkan pada penderita penyakit pernapasan

meliputi

peningkatan

peningkatana
status

kapasitas

fungsional

atau

sehingga

daya

fungsional,

dapat

mengurangi

keparahan dispneu serta perbaikan kualitas hidup (Atmadja &


Doewes, 2007). Dari pengertian- pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa senam asma adalah : Suatu aktifitas latihan
yang terpola, terencana dan sistematis dan mengandung unsur
rekreasi, merupakan salah satu upaya dalam penangnan penderita
asma dan unsur yang terpenting dari senam asma adalah penderita
dapat melatih dan mengotrol pernapasannya.
2.4.2

Gerakan-gerakan Senam Asma Dapat Memperbaiki


Kebugaran

dan

Meningkatkan

Saturasi

Oksigen

Karena :
1. Pada awalnya sebelum senam asma dimulai dilakukan
pemanasan

dan

peregangan

dengan

tujuan

untuk

menyiapkan otot-otot tubuh, sendi-sendi tubuh, paru-paru


dan jantung agar siap untuk melkukan gerakan-gerkan
senam asma yang akan dilakukan.
2. Setelah pemanasan dan peregangan selesai dilakukan,
dilanjutkan dengan gerakan inti A. Gerakan inti A bertujuan
untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi organorgan pernapasan dan melatih cara bernapas yang efektif
pada penderita asma dengan cara menarik napas dan
mengeluarkan napas. Proses ekspirasi dilakukan dilakukan
lebih lama hitungan dengan proses inspirasi.
3. Setelah gerakan inti A, dilakukan gerakan inti B. Tujuan
gerakan inti B untuk relaksasi/melepaskan beban otot-otot

pernafasan, mobilisasi sendi yang berkaitan dengan


perubahan volume thoraks, meningkatkan daya tahan tubuh
dan mengontrol pernapasan dengan Irma yang ritmis, otototot akan menjadi relaksasi hal ini akan mempermudah
pernapasan dan ekspektorasi.
4. Setelah Gerakan inti B, dilakukan gerakan Aerobic, yaitu
gerakan

dengan

sistem

energi

lambat

atau

sistem

metabolisme aerobic, merupakan rangkaian reaksi kimia


yang memerlukan oksigen. Gerakan aerobic dilakukan agar
tubuh lebih dapat menghasilkan pembakaran 0 tingggi dan
meningkatkan ekspirasi. Gerakan ini juga berdampak pada
proses

difusi

pada

paru,

dapat

meningkatkan

oksihemoglobin dan jika hal ini dilakukan secara rotin dan


benar akan dapat meningkatkan saturasi oksigen dan
kebugaraan fisik.
5. Setelah Gerakan Aerobik, dilakukan gerakan pendinginan
yaitu gerakangerakan lambat agar otot-otot dan fungsi
organ-organ tubuh lain kembali seperti keadaan semula.
Juga untuk mengembalikan denyut nadi pada frekuensi
2.4.3

normal setelah mengalami kenaikan selama aerobik.


Prosedur Gerakan Senam Asma
Abidin & Angela (2005) dalam Elyani Nur (2012)

menyatakan bahwa senam asma tidak berbeda dengan senam pada


umumnya. Berikut rangkaian senam asma:
2.3.3.1 Pemanasan dan peregangan
Pemanasan dan peregangan merupakan gerakan awal
dengan tujuan untuk mempersiapkan otot-otot, sendi-sendi, jantung

dan paru dalam keadaan siap untuk melakukan gerakan lebih lanjut.
Gerakan ini termasuk pre activity exercise yang dimulai dari
proksimal ke distal.
Prinsip pemanasan :
1) Gerakan bebas tanpa beban ataupun bantuan
2) Melibatkan seluruh tubuh
3) Dimulai dari proksimal ke distal
4) Lamanya tidak lebih dari 15 menit
5) Kecepatan gerakan tidak lebih dari ritme sekitar 120
beat/menit
2.3.3.2
1)

Prosedur Gerakan Pemanasan adalah :


Sikap sempurna, kemudian menundukkan kepala

(sebelum melakukan senam berdoa terlebih dahulu).


Berdiri tegak, lalu kedua tangan lurus disamping badan,
lalu lakukan jalan ditempat dengan mengangkat kaki
minimum 20 cm dari lantai sambil melenggangkan tangan.
Lakukan gerakan tersebut sampai 3 x 8 hitungan.
2)
Berdiri tegak, lalu lakukan gerakan lari di tempat
sambil mengayunkan lengan dengan posisi kedua siku
menekuk. Lakukan sampa 3x 8 hitungan.
3)
Berdiri tegak, lalu lakukan kembali gerakan jalan
ditempat sampai 3 x 8 hitungan.
4)
Letakkan kedua tangan di pinggang. Tundukkan
kepala, kemudian tegakkan kembali. Lakukan gerakan
menunduk dan menegakkan kepala ini bergantian sampai
3 x 8 hitungan.
5)
Letakkan kedua tangan dipinggang. Palingkan muka
ke kanan, kembali lurus ke depan, kemudian palingkan ke
kiri dan kembali lurus ke depan. Lakukan gerakan tersebut
sampai 3 x 8 hitungan.

6)

Letakkan kedua tangan di pinggang, miringkan

kepala ke kanan kemudian kembali tegak. Selanjutnya


miringkan kepala ke kiri dan kembali tegak. Lakukan
gerakan tersebut bergantian sampai 3 x 8 hitungan.
7)
Letakkan tangan lurus disamping tubuh, kaki dibuka
selebar bahu. Ayunkan tangan kanan lurus keatas sehingga
telapak tangan menghadap kearah badan dan ayunkan
tangan kiri ke belakang dengan telapak menghadap ke
belakang. Lakukan hal tersebut pada hitungan 1 4, lalu
lakukan gerakan sebaliknya pada hitungan 5 8. Lakukan
gerakangerakan tersebut sampai 3 x 8 hitungan.
8)
Letakkan kedua tangan di bahu, buka kaki selebar
bahu. Pada hitungan 1 4 putar bahu ke depan seperti
putaran roda. Lakukan gerakan sebaliknya pada hitungan 5
8. Lakukan hal diatas bergantian sampai 3 x 8 hitungan.
9)
Posisikan kedua tangan lurus disamping badan,
buka kaki selebar bahu. Tepukkan tangan diatas kepala,
lalu kembali ke posisi semula sambil menepuk paha
samping luar. Lakukan gerakan tersebut berulang sampai 3
x 8 hitungan.
10)
Posisikan kedua tangan di pinggang, buka kaki
selebar bahu. Putar pinggul searah jarum pada hitungan 1
4. Pada hitungan 5 8, putar pinggul berlawanan dengan
arah jarum jam. Lakukan gerakan tersebut bergantian
sampai 3 x 8 hitungan. Rapatkan kedua kaki, lalu letakkan
kedua tangan di pinggang. Hentakkan tungkai kaki kanan

dan kiri ke depan dengan posisi sendi pergelangan kaki 90


derajat secara bergantian. Selanjutnya, hentakkan tungkai
kaki kanan dan kiri kearah samping (secara bergantian).
Terakhir, hentakkan kearah belakang (secara bergantian).
Lakukan gerakan tersebut masing-masing 1 x 8 hitungan.
Lakukan kembali jalan di tempat sampai 2 x 8 hitungan.
11)
Berdiri tegak dengan kedua tangan lurus disamping
badan, lalu angkat
12)
kedua tangan keatas sambil menarik nafas sampai
hitungan 2. Pada hitungan 3 8, turunkan kedua tangan
sambil menghembuskan nafas.
2.3.3.3 Prosedur Gerakan Peregangan :
1)Buka kaki selebar bahu. Luruskan tangan kanan ke depan,
sedangkan tangan kiri memegang siku tangan kanan, lalu
tarik siku tangan kanan ke arah tangan kiri sampai tangan
kanan menyentuh dada. Tahan gerakan ini sampai hitungan
ke 4. Pada hitungan 5 8 kembalikan ke sikap awal secara
perlahan-lahan. Selanjutnya lakukan gerakan sebaliknya
(posisi tangan kanan memegang siku tangan kiri).
2)Buka kaki selebar bahu, lalu angkat tangan kanan keatas
sampai tangan rileks di belakang kepala, kemudian pegang
sikunya dengan tangan kiri. Tarik siku tangan kanan ke
belakang pada hitungan 1, lalu tahan mulai hitungan 2 4.
Kembalikan ke sikap awal secara perlahan-lahan, pada
hitungan 5 8. Selanjutnya lakukan gerakan sebaliknya
(posisi tangan kanan memegang siku tangan kiri).

3)Buka kaki selebar bahu, lalu jalin kedua tangan di belakang


badan. Pada hitungan ke 1, angkat kedua tangan keatas
sambil mengempiskan perut. Selanjutnya, tahan gerakan
tersebut sampai hitungan ke 4. Kembalikan secara perlahanlahan pada posisi awal mulai hitungan 5 8.
4)Buka kaki selebar bahu, lalu lipat kedua tangan di depan
dada sampai ujung jari kedua tangan beradu. Pada hitungan
1, putar tubuh bagian atas ke kanan tetapi panggul dan
wajah tetap menghadap ke depan. Tahan gerakan ini sampai
hitungan ke 4. Kembalikan ke sikap awal secara perlahanlahan pada hitungan 5 8. Lakukan gerakan seperti diatas
untuk arah yang berlawanan.
5)Buka kaki agak lebar, kedua tangan lurus disammping
badan.Pada hitungan 1, dorong tangan kanan keatas sambil
memiringkan badan. Tekuk lutut kaki kiri dan tangan kiri
menumpu pada paha kiri.Tahan gerakan ini sampai hitungan
4. Kembalikan ke sikap awal secara perlahan-lahan pada
hitungan 5 8.
6)Berdiri dengan kaki rapat, kedua lengan lurus disamping
badan. Pada hitungan 1, langkahkan kaki kanan ke depan
sampai tumit menempel pada lantai. Kedua tangan
bertumpu pada paha kanan, kemudian rendahkan badan
sambil tekuk lutut kiri dan sendi panggul kanan (badan dan
kepala tetap lurus). Tahan gerakan tersebutpada hitungan 2
4. Pada hitungan 5 8, perlahan-lahan kembalikan pada
posisi sikap awal.

7)Kedua kaki rapat dan tangan lurus disamping badan. Pada


hitungan 1, tekuk lutut kanan ke belakang sampai
maksimal.Pegang pergelangan kaki kanan dengan tangan
kiri, lalu tarik ke belakang. Selanjutnya rentangkan tangan
kanan ke samping. Pada hitungan 2 4 tahan gerakan
tersebut. Secara perlahan-lahan kembalikan ke posisi awal
pada hitungan 5 8. Selanjutnya lakukan gerakan sebalinya
(tangan kanan memegang pergelangan kaki kiri).
8)Berdiri dengan kedua kaki rapat dan kedua tangan lurus
disamping tubuh. Pada hitungan 1, tarik tungkai kanan ke
depan sampai lutut kanan menekuk. Selanjunya, rendahkan
badan dengan kedua tangan bertumpu pada paha kanan
( badan dan kepala tetap lurus). Tahan gerakan ini sampai
hitungan 4. Kembalikan ke sikap awal secara perlahanlahan pada hitungan 5 8, lalu lakukan gerakan yang sama
dengan arah berlawanan.
2.3.3.4

Latihan Inti A

Gerakan

ini

bertujuan

untuk

memperbaiki

dan

mempertahankan fungsi alat pernafasan. Pada penderita obstruktif


paru, latihan ditujukan agar terjadi ventilasi alveolar, untuk itu
fungsi diafragma harus diperbaaiki/ditingkatkan, diharapkan kerja
otot pernafasan menjadi optimal dan kerja otot nafas bantu
menurun. Latihan inti A, bertujuan untuk melatih cara bernafas
yang efektif pada penderita asma. Dengan cara menarik nafas dan

mengeluarkan nafas. Proses pengeluaran nafas lebih lama 2


hitungan.
Pada penyakit asma, penderita mengalami kesulitan waktu
ekspirasi, maka dipilih gerakan yang dapat dikombinasikan dengan
irama pernafasan yang baik, dengan cara : Inspirasi melalui
hidung, ekspirasi melalui mulut dan berdesis, waktu ekspirasi
harus lebih panjang dari waktu inspirasi, mengikuti mekanisme
pernafasan dada dan diafragma yang dibantu oleh otot-otot perut.
a. Prinsip Gerakan A
1) Setiap gerakan di ikuti dengan inspirasi dan ekspirasi
yang dalam
2) Waktu inspirasi lebih pendek dari ekspirasi
3) Gerakan inspirasi dilakukan saat pengembangan
volume thoraks dan ekspirasi saat penciutan volume
thoraks
4) Kecepatan gerak dengan ritme sekitar 100 beat/ menit
b. Prosedur Gerakan Inti A adalah :
1) Buka kaki selebar bahu, lalu letakkan tangan di
pinggang, pada hitungan 1, tegakkan kepala dan
busungkan dada. Selanjutnya, tundukkan kepala pada
hitungan 2 4. Lakukan gerakan tersebut bergantian
sampai 2x8 hitungan.
2) Tangan masih dipinggang dan kaki dibuka selebar
bahu. Palingkan muka ke kanan pada hitungan 1, lalu
pada hitungan 2 arahkan kembali muka ke depan dan
tahan sampai hitungan 4. Pada hitungan 5 palingkan
muka ke kiri, lalu pada hitungan 6 8 arhkan kembali

ke depan. Lakukan gerakan tersebut bergantian sampai


3 x 8 hitungan.
3) Buka kaki selebar bahu dan kedua tangan lurus
disamping tubuh. Pada hitungan 1, angkat bahu kanan,
lalu turunkan kembali pada hitungan 2 4.
4) Lakukan hal yang sama untuk bahu kiri. Lakukan
gerakan tersebut bergantian sampai 3 x 8 hitungan.
Rapatkan kedua kaki dan tangan lurus disamping tubuh.
Putar bahu kebelakang dengan siku sedikit tertekuk
pada hitungan 1 3, lalu hentakkan kedua tangan ke
belakang pada hitungan 4. Pada hitungan 5 7, putar
kembali bahu ke depan, lalu pada hitungan 8 hentakkan
tangan ke depan. Lakukan gerakan tersebut bergantian
sampai 3 x 8 hitungan.
5) Buka kaki selebar bahu dan kedua tangan lurus
disamping tubuh. Pada hitungan 1, angkat kedua tangan
keatas sejajar telinga hingga membentuk huruf V. Pada
hitungan 2 4 kembalikan tangan pada posisi semula.
Lakukan gerakan tersebut sampai 3 x 8 hitungan.
6) Buka kaki selebar bahu, lalu angkat kedua tangan lurus
ke depan setinggi bahu sehingga telapak tangan
menghadap ke depan. Tarik kedua tangan kedua tangan
ke belakang pada hitungan 1 sambil menekuk lutut dan
tangan di kepalkan. Pada hitungan 2 4 kembali ke
posisi semula dengan posisi tangan seperti mendorong.
Lakukan gerakan diatas sampai 3 x 8 hitungan.

2.3.3.5 Latihan Inti B


Bertujuan untuk relaksasi/melepaskan beban otot-otot
pernafasan, mobilisasi sendi yang berkaitan dengan perubahan
volume thoraks, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengontrol
pernafasan dengan irama yang ritmis, otot-otot akan menjadi
relaksasi, hal ini akan mempermudah pernafasan dan ekspektorasi.
a. Prinsip Gerakan Inti B
1) Melibatkan otot agonis dan antagonis sehingga terjadi
kotraksi dan relaksasi.
2) Diselingi dengan pernafasan panjang diantara gerakan
tertentu untuk mengontrol pernafasan
3) Sebagian besar gerakan berpengaruh pada perubahan
volume thoraks, sedang yang lain untuk seluruh tubuh
4) Kecepatan gerak dengan irama sekitar 130 beat/menit
b. Prosedur Gerakan Inti B :
1) Buka kaki selebar bahu, lalu letakkan kedua tangan pada
bahu. Luruskan tangan ke atas, lalu turunkan kembali.
Selanjutnya luruskan pula tangankanan ke atas, lalu
turunkan kembali. Selanjutnya, luruskan pula tangan kiri
ke atas dan turunkan kembali. Lakukan gerakan ini
bergantian sampai 4 x 8 hitungan.
2) Letakkan kedua tangan lurus disamping tubuh. Lemparkan
tangan kanan ke depan atas dan tangan kiri ke belakang,
lalu lakukan gerakan sebaliknya sehingga tangan kiri
diatas dan tangan kanan mengayun ke belakang. Lakukan
sampai 4 x 8 hitungan.
3) Buka kaki selebar bahu, lalu posisikan kedua tangan yang
sikunya menekuk 90 derajat di samping tubuh. Dorong

kedua tangan lurus ke atas sampai menyerong tubuh ke


kanan, lalu tarik posisi tangan ke posisi semula. Dorong
kembali kedua tangan sambil menyerongkan tubuh kekiri.
Lalukan gerakan tersebut masing-masing 1 x 8 hitungan.
4) Lakukan jalan di tempat sebanyak 2 x 8 hitungan,
kemudian lakukan kembali jalan di tempat sambil menarik
nafas sampai 3 x 8 hitungan Buka kaki selebar bahu,
letakkan kedua tangan lurus disamping tubuh. Silangkan
kedua tangan di depan tubuh, hentakkan kaki kanan ke
depan

sampai

tumitnya

menyentuh

lantai

sambil

merendahkan badan. Selanjutnya kembali ke posisi tegak


sambil tangan di rentangkan. Lakukan gerakan yang sama
untuk kaki kiri, Lakukan bergantian kanan dan kiri sampai
4 x 8 hitungan.
5) Rapatkan kedua kaki sambil menyilangkan tangan kanan
diatas tangan kiri di depan dada. Rentangkan kedua tangan
kesamping tubuh sambil melemparkan tungkai kaki kanan
ke samping, lalu kembali ke posisi semula. Lakukan hal
yang sama untuk kaki kiri secara bergantian hingga 4 x 8
hitungan.
6) Rapatkan kedua kaki, lalu silangkan kedua tangan di
depan dada dengan
7) posisi tangan kanan diatas tangan kiri. Rentangkan kedua
tangan ke samping, seperti berenang dengan gaya katak,
lalu serongkan kaki kanan ke samping. Kembalikan ke

posisi semula dan lakukan gerakan yang sama dengan arah


yang berlawanan berganti-ganti sampai 4 x 8 hitungan.
8) Selingi dengan jalan di tempat sampai 2 x 8 hitungan,
kemudian lakukan kembali jalan di tempat sambil menarik
nafas sampai 3 x 8 hitungan.
9) Berdiri dengan kaki rapat, lalu angkat kedua tangan keatas
dengan siku menekuk 90 derajat.Gerakkan kedua tangan
tersebut ke depan dan angkat kaki kanan sampai panggul
menekuk membentuk sudut 90 derajat, lalu kembali ke
posisi awal. Lakukan pula gerakan yang sama untuk kaki
kiri. Lakukan secara bergantian sampai 4 x 8 hitungan.
Buka kedua kaki agak lebar, lalu rentangkan kedua tangan
lurus ke samping. Dorong tangan kiri kearah kanan,
sedangkan tangan kanan menyentuh lutut kiri yang agak di
tekuk.Lakukan pula gerakan yang sama dengan arah
berlawanan secara bergantian sampai 4 x 8 hitungan.
Selingi dengan jalan di tempat sampai 2 x 8 hitungan,
kemuadian lakukan kembali jalan di tempat sambil
menarik nafas sampai 3 x 8 hitungan.
2.3.3.6

Aerobik :

Aerobik dilakukan supaya tubuh dapat menghasilkan


pembakaran 02 tinggi untuk meningkatkan hembusan nafas.
Disesuaikan dengan kondisi dan usia peserta senam asma.
Gerakan-gerakan aerobic harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Melibatkan banyak sendi dan otot-otot tubuh

2) Dilakukan secara terus menerus, jika diselingi istirahat


tidak boleh lebih dari 3 menit
3) Dapat meningkatkan denyut nadi sampai 70 % dari nadi
maksimal
4) Kecepatan gerak menggunakan irama 140 beat/menit
Prosedur Gerakan Aerobik Sebagai Berikut :
7) Sambil berlari ditempat luruskan kedua tangan ke depan,
lalu kembalikan ke pundak. Selanjutnya, ulurkan kedua
tangan ke samping dan kembalikan ke pundak. Lakukan
gerakan tersebut bergantian sampai 2 x 8 hitungan, setiap
hitungan jatuh pada kaki kanan.
8) Selingi dengan jalan di tempat sampai 2 x 8 hitungan,
kemudian lakukan kembali jalan di tempat sambil
menarik nafas sampai 3 x 8 hitungan.
9) Lakukan lari di tempat dengan posisi tubuh condong ke
depan sehingga salah satu kaki terlempar ke belakang
dan lutut kaki yang lain dalam posisi lurus. Pandangan
mata ke bawah dan kedua tangan bebas bergerak
mengikuti irama berlari. Lakukan gerakan yang sama
untuk kaki yang lain secara bergantian sampai 2 x 8
hitungan.
10) Lakukan lari di tempat dengan posisi tubuh condong ke
belakang sehingga salah satu kaki terlempar ke depan
dan lutut kaki yang lain dalam posisi lurus. Kedua tangan
bebas bergerak dan pandangan ke atas. Lakukan gerakan
ini sampai 2 x 8 hitungan.
11) Lakukan lari di tempat dengan posisi tubuh tegak sambil
melemparkan kedua kaki ke samping kanan dan kiri

bergantian. Kedua tangan bebas mengikuti Irma berlari.


Lakukan gerakan ini bergantian sampai 2 x 8 hitungan.
12) Lakukan lari tempat dengan posisi tubuh tegak sambil
melemparkan kaki kanan agak serong ke kiri dan kaki
kiri dilemparkan agak serong ke kanan. Lakukan gerakan
ini bergantian sampai 2 x 8 hitungan.
13) Berdiri dengan kedua kaki agak rapat, lalu letakkan
kedua tangan diata pundak. Jatuhkan kaki kanan satu
langkah ke samping dengan kedua tangan lurus ke
samping setinggi bahu, lalu gerakkan kaki kiri mengikuti
langkah kaki kanan sambil kedua tangan kembali ke
pundak. Jatuhkan kaki kiri satu langkah ke samping
dengan kedua tangan diangkat lurus ke samping, lalu
gerakkan kaki kanan mengikuti gerakan seperti kaki kiri
sambil meletakkan tangan kembali hingga ke posisi
awal. Lakukan sampai 2 x 8 hitungan.
2.3.3.7 Pendinginan (cooling down)
Dalam gerakan ini, dilakukan gerakan-gerakan lambat
agar otot-ototkembali seperti keadaan semula yaitu dengan
menggerakkan tangan sambil menarik nafas pelan-pelan. Tujuan
utama senam asma adalah relaksasi otot - otot pernafasan serta
otot-otot yang lain. Ini dapat dicapai dengan peregangan dan
kontraksi maksimal di ikuti dengan relaksasi maksimal. Selain itu,
pendinginan untuk mengembalikan denyut nadi pada frekuensi
normal setelah mengalami kenaikan selama aerobic. Ada 3 macam
dalam pendinginan :

1) Peregangan yang meningkat, ditahan selama 6 - 8 detik


2) Isometrik kontraksi yang maksimal diikuti relaksasi
3) Ketenangan mental
Prosedur Gerakan Pendinginan sebagai berikut :
1) Berdiri tegak dengan kaki terbuka selebar bahu, lalu
jalan kedua tangan di belakang kepala. Tekan kepala ke
belakang pada hitungan 1, lalu tahan dengan kedua
tangan pada hitungan 2- 4. Pada hitungan 5 - 8,
kembalikan keposisi semula secara perlahan.
2) Buka kaki selebar bahu, lalu topang dagu dengan tangan
kanan, tangan kiri di letakkan disamping tubuh. Dorong
dagu kekiri dengan tangan kanan pada hitungan 1, lalu
tahan gerakan ini sampai hitungan 4. Pada hitungan 5-8,
kembalikan secara perlahan-lahan ke posisi semula.
3) Buka kaki selebar bahu, lalu luruskan tangan kanan ke
atas rileks di belakang kepala dan sikunya di pegang oleh
tangan kiri. Pada hitungan 1, tarik siku kanan ke
belakang dan tahan gerakan ini sampai hitungan 4. Pada
hitungan 5-8, kembalikan secara perlahan-lahan ke posisi
semula. Lakukan gerakan yang sama dengan arah
berlawanan.
4) Buka kaki selebar bahu, lalu lipat kedua tangan di depan
dada sampai jari - jarinya beradu. Pada hitungan 1, putar
tubuh ke kanan dengan panggul dan wajah tetap
menghadap ke depan, lalu tahan gerakan ini sampai
hitungan 4 pada hitungan 5-8, kembalikan secara
perlahan-lahan ke posisi semula. Lakukan gerakan yang
sama dengan arah yang berlawanan. Berdiri dengan

kedua kaki rapat, lalu letakkan kedua tangan lurus di


samping. Pada hitungan 1, langkahkan kaki kanan ke
depan

sampai

tumitnya

menempel

pada

lantai.

Rendahkan badan sambil menekuk lutut kiri dan sendi


panggul kanan, kedua tangan bertumpu pada paha kanan.
Tahan sampai hitungan 4 dengan posisi tubuh dan kepala
tetap lurus. Pada hitungan 5-8, kembalikan secara
perlahan-lahan ke posisi semula. Lakukan gerakan yang
sama dengan arah yang berlawanan.
5) Buka kaki selebar bahu sambil merapatkan kedua tangan
diatas perut. Pada hitungan 1, tarik nafas sambil
mengembungkan otot perut. Selanjutnya hembuskan
nafas pada hitungan 2-4 sambil mengecilkan perut di
bantu dengan tekanan kedua tangan. Hitungan 5, tarik
nafas kembali sama seperti gerakan sebelumnya, lalu
hembuskan kembali. Lakukan 2 x 8 hitungan.
6) Buka kaki selebar bahu, lalu luruskan kedua tangan ke
depan setinggi bahu. Turunkan badan sambil menekuk
lutut sedikit pada hitungan 1, lalu tahan gerakan ini
sampai hitungan 4. Pada hitungan 5-8, kembalikan secara
perlahan-lahan ke posisi semula. Lakukan sampai 2 x 8
hitungan.
7) Buka kaki selebar bahu dengan kedua tangan terbuka
kesamping tubuh.Tarik nafas pada hitungan 1, lalu tahan
sampai hutungan 2-4. Pada hitungan 5, hembuskan nafas
keluar sambil menepuk paha bagian samping tarik nafas

kembali,

lalu

tahan

seperti

gerakan

sebelumnya,

kemudian keluarkan nafas sambil menepuk dada bagian


samping. Terakhir, dorong kedua lengan ke depan sambil
menghembuskan nafas. Selanjutnya lakukan kembali
posisi doa.
2.4.4

Efek Samping Senam Asma


Menurut Pratyahara (2011) dalam Elyani Nur (2012) olahraga

dan kegiatan yang berlebihan dapat memicu serangan asma. Olahraga


baik bagi penderita asma selama asmanya terkendali, selama asma
yang diderita terkontrol dan termanajemen dengan baik. Umumnya
penderita mampu melakukan berbagai macam kegiatan fisik. Namun,
karena aktifitas yang berlebihan pada penderita dapat memacu
serangan asma. Efek samping yang timbul dapat berupa serangan
asma bertambah berat atau timbulnya serangan pneumotoraks. Oleh
karena itu, beberapa hal harus diperhatikan sebelum melakukan senam
asma, yaitu tidak dalam serangan asma, tidak dalam gagal jantung,
kurang tidur, baru sembuh dari sakit dan lannya (Proverawati, 2010).
Pratyahara dalam Elyani Nur (2012) terdapat syarat yang harus
dipenuhi sebelum melakukan senam asma yaitu penderita tidak dalam
serangan asma, sesak nafas dan batuk-batuk, tidak dalam serangan
jantung, tidak dalam keadaan flu atau kurang tidur serta baru sembuh
dari penyakit. Rangkaian senam asma pada prinsipnya untuk melatih
memperkuat otot-otot pernafasan agar penderita asma lebih mudah
melakukan pernafasan dan ekspektorasi. Penderita asma tidak boleh
melakukan olahraga sembarangan karena olahraga yang berat dapat

memicu serangan asma. Selain berenang dan senam asma, olahraga


yang direkomendasikan untuk penderita asma.

BAB III
KERANGKA KONSEP
I.

Kerangka Konsep
Konsep adalah suatu pengertian dasar dari apa yang akan diteliti.
Pernyataan yang sesuai menunjukan bahwa ada beberapa hubungan
yang terkait antara dua lebih, menyajikan suatu fenomena yang dapat
dipergunakan menjabarkan dan mempridiksi atau mengontrol suatu
kejadian (Nursalam, 2001).
Kerangka konsep yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

dikembangkan berdasarkan masalah keperawatan yang diintervensi


yaitu tidak efektif pola nafas, tidak efektif jalan nafas. Kedua masalah
ini mengakibatkan gangguan pertukaran gas (terjadi kekurangan atau
kelebihan pengeluaran oksigen dan karbondioksida pada membran
alveoli-kapiler). Kerangka konsep pada penelitian ini menggambarkan
ada tidaknya pengaruh senam asma terhadap frekuensi pernafasan pada
pasien asma.
Skema 3.1
Kerangka Konsep

V. Indevenden
Senam Asma

V. Dependen
Frekuensi Pernafasan

II.

Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini :

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
I.
II.
III.

IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.

Jenis Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
A. Tempat Penelitian
B. Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
A. Populasi
B. Sampel
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
Definisi Operasional
Instrumen Penelitian
Etika Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
A. Data yang dikumpulkan
B. Langkah langkah pengumpulan data
Teknik Pengolahan Data
Analisa Data
A. Analisa Univariat
B. Analisa Bivariat
C. Analisa Multivariat

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20303000-T30663%20-%20Analisis
%20faktor.pdf

Anda mungkin juga menyukai