Anda di halaman 1dari 16

BAB VII

HAK-HAK ASASI MANUSIA


1.

Pengantar

Seperti diketahui masalah hak asasi manusia serta perlindungan terhadapnya merupakan
bagian penting dari demokrasi. Dengan meluasnya konsep dalam konteks golbalisasi dewasa
ini, masalah hak asasi manusia menjadi isu yang hangat dibicarakan di hampir semua belahan
dunia. Sekarang ini kita membedakan tiga generasi hak asasi.
1)

Hak sipil yang sudah lama dikenal dan selalu diasiosiasikan dengan pemikiran di

negara-negara Barat
2)

Hak ekonomi, sosial, budaya, yang gigih diperjuangkan oleh negara komunis

3)

Hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan.

2.

Perkembangan Hak Asasi Manusia di Eropa

Di Eropa Barat pemikiran mengenai hak asasi berawal dari abad ke-17 dengan timbulnya
konsep Hukum Alam serta hak-hak alam. Akan tetapi, sebenarnya beberapa abad
sebelumnya, yaitu pada Zaman Pertengahan, masalah hak manusia sudah mulai mencuat di
Inggris. pada abad ke-17 dan ke-18 pemikiran mengenai hak asasi manusia maju dengan
pesat. John Locke mengatakan bahwa life, liberty and property serta goverment by
consent.
3.

Hak Asasi Manusia pada Abad ke-20 dan Awal Abad ke-21

Dalam perkembangan berikutnya terjadi perubahan dalam pemikiran mengenai hak asasi,
antara lain terjadinya depresi besar sekita tahun 1929 hingga 1934, yang melanda sebagian
besar dunia. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt pada 1941 mermuskan Emapt Kebebasan,
yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari
ketakutan, dan kebebasan dari kemiskinan. Kebetulan sistem ekonomi kapitalis yang berlaku,
terutama sesudah Perang Dunia II, berhasil meningkatkan produksi sehingga membawa
kemakmuran bagi rakyat. Di Rusia pada tahun 1917 telah terjadi revolusi menentang
kekuasan Tsar.

Dekalarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948)

Deklarasi Universal dimaksud dengan pedoman sekaligus standar minimum yang dicitacitakan oleh seluruh umat manusia. Maka dari itu berbagai hak dan kebebasan dirumuskan
secara sangat luas, seolah-olah bebas tanpa batas. Pada 1948 Universal Declaration of Human
Rghts diterima 48 negara.

Dua Kovenan Internasional

Ditentukan pula bahwa setiap hak akan dijabarkan, dan prosedur serta aparatur pelaksanaan
dan pengawasan dirumuskan secra rinci. Juga diputuskan untuk menyusun dua perjanjian
(kovenan) yakni, yang pertama mencakup hak politik dan sipil, dan yang kedua meliputi hak
ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, setiap negara memperoleh kesempatan
memilih salah satu atau kedua-duanya.

Perdebatan dalam Forum PBB

Salah satu kesukaran adalah perbedaan sifat antara hak politik dan hak ekonomi, yang
kadang-kadang menuju ke suatu ketegangan antara dua jenis hak asasi ini. Perbedaan lain
ialah, jika pelaksaan hak politik memerlukan dibatasinya peran pemerintah, maka untuk
melaksanakan hak ekonomi tidak cuckup hanya melalui perundang-undangan saja. Pada
hakikatnya, konvenan hanya merumuskan kewajiban bagi negara masing-masing untuk
mengikat kesejahteraan rakyatnya, dan tidak dimaksudkan untuk mengadakan sanksi.

Pembatasan dan Konsep Non-Derogable

Pelaksanaan beberapa hak politik secara khusus diberi pembatasan yaitu perundangundangan yang menyangkut ketertiban dan keamanan nasional dalam negara masing-masing.
Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dinyatakan terbatas oleh
undang-undang nasional yang berlaku untuk a) menghormati hak dan nama baik orang lain,
dan b) untuk menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau
kesusilaan umum (pasal 19).

Masalah Ratifikasi

Meratifikasi suatu perjanjian berarti bahwa negara yang bersangkutan mengikat diri untuk
melaksanakan ketentuan-ketentuan perjanjian dan bahwa ketentuan0ketentuan itu menjadi
bagian dari hukum nasionalnya.

Hak dan Kewajiban

Dalam bagian sebelumnya mengenai hak asasi, telah diuraikan bahwa dalam pasal 29 dan
Deklarasi Hak Asasi Manusia maupun dalam beberapa pasal Kovenan Hak Sipil dan Politik,
mengenai hak mengeluarkan pendapat telah juga disebutkan bahwa di samping hak juga ada
kewajiban terhadap masyarakat, terutama untuk mematuhi undang-undang yang mengatur
keamanan dan kesusilaan masyarakat.
4.

Peran Negara-Negara Dunia Ketiga

Pada dasawarsa 1980-an, berkat usaha Dunia Krtiga dicanangkan generasi ketiga hak asasi,
yaitu hak atas perdamaian dan hak atas pembangunan.

African (Banjul) Charter on Human and People

Cairo declaration on Human Right in Islam


Berisi hak untuk hidup, hak untuk memperoleh keadilan, hak persamaan, kewajiban

untuk memenuhi apa yang sesuai dengan hukum serta hak untuk tidak patuh kepada apa yang
tidak sesuai dengan hukum, hak kebebasan, hak kebebasan kepercayaan, hak untuk
menyatakan kebenaran, hak mendapatkan perlindungan terhadap penindasan karna perbedaan
agama, hak mendapatkan kehormatan dan nama baik, hak ekonomi, dan hak untuk memiliki.

Singapore White Paper on Shared Values (1991)

Bangkok Declaration

Vienna Declaration and programer of Action (1993)

5.

Hak Asasi pada Awal Abad ke-21

Pada awal abad ke-21 suasana yang melatarbelakangi kampanye internasional untuk
memajukan hak asasi secara global, kadang-kadang dinamakan Revolusi Hak Asasi, telah
mengalami pukulan berat, terutama sesudah Peristiwa 11 September 2011 di New York,
perang terhadap Afganistan, dan invasi tentara koalisi Amerika Serikat dan Inggis terhadap
Irak.

6.

Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak asasi manusia di Indonesia dibagi beberapa masa: masa demokrasi parlementer; masa
demokrasi terpimpin; masa demokrasi pancasila; masa reformasi. Ada pula hak asasi
perempuan serta amandemen II UUD 1945. Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami
pasang surut. Sesudah dua periode represi (rezim Soekarno dan Soeharto), reformasi
berusaha memajukan hak asasi. Akan tetapi dalam kenyataannya harus menghadapi tidak
hanya pelanggaran hak secara vertikal, tetapi juga horisontal. Pelaksanaan hak politik
mengalami kemajuan, tetapi pelaksanaan hak ekonomi masih belum dilaksanakan secara
memuaskan. H. 246-243

BAB VIII
PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA SECARA VERTIKAL DAN HORIZONTAL
1.

Pengantar

Secara vertikal : yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam hal ini yang
dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan
Secara horizintal : yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal.
Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifta
legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politika atau pembagian
kekuasaan
2.

Perbandingan Konfederasi, Negara Kesatuan, dan Negara Federal

Konfederasi (L.Oppenheim) : Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat

penuh yang untuk memperthankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar
perjanjian internasional yang diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan
tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu terhadap anggota konfederasi, tetapi tidak
terhadap warga negara negara-negara itu.

Negara Kesatuan (C.F.Strong) : Negara kesatuan ialah bentuk negara di mana

wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.


Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah.

Negara Federal (C.F.Strong) : Salah satu ciri negara federal ialah bahwa ia mencoba

menyesuaikan dua konsep yang sebenarnya bertentangan, yaitu kedaulatan negara federal
dalam keseluruhannya dan kedaulatan negara bagian. Penyelenggaraan kedaulatan ke luar
dari negara-negara bagian diserahkan sama sekali kepada pemerintah federal, sedangkan
kedaulatan ke dalam dibatasi.

3.

Beberapa Contoh Integrasi dalam Sejarah

Amerika : Dalam abad ke-18 ada 13 negara yang berdaulat; kemudian bersekutu dalam
perang melawan inggris, dan dalam tahun 1781-1789 mengadakan konfederasi; mulai tahun
1789 merupakan negara federal.

4.

Beberapa Macam Negara Federal

Boleh dikatakan bahwa tidak ada dua negara federal yang sama. Menurut C.F.Strong,
perbedaan-perbedaan itu terdapat dalam dua hal:
I.

Cara bagaimana kekuasaan dibagi antara pemerintah federal dan pemerintah

negara-negara bagian.
II.

Badan mana yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan perselisihan yang

timbul antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian.

Negara federal seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet. H. 276-80


5.

Perkembangan Konsep Trias Politika: Pemisahan Kekuasaan Menjadi Pembagian

Kekuasaan
Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga macam kekuasaan.
Trias Politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak
diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak
yang berkuasa.
Pemerintah juga berkecimpung di bidang yudikatif ( misalnya di Indonesia dalam sengketa
perumahan, dalam konflik-konflik pajak). Begitu pula dalam menfsirkan undang-undang,
pemerintah juga membuat undang-undang. Oleh karena keadaan yang tersebut di atas,
maka ada kecenderungan untuk menfasirkan Trias Politika tidak lagi sebagai pemisahan
kekuasaan, tetapi sebagai Pembagian Kekuasaan.
Di Indonesia tidak menganut paham separation of power tetapi division of power.

BAB IX
BADAN EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF
1.

Badan Eksekutif

Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-negara demokratis


badan eksekutif biasanya terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menterimenterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para pegawai negeri sipil
dan militer. Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota
legislatif, biasanya berjumlah 20 atau 30 orang.
Wewenang Badan Eksekutif :
1)

Administratif : kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan

perundangan lainnya dan menyelenggrakan administrasi negara.


2)

Legislatif : membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan

perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.


Adapun beberapa macam badan eksekutif

Sistem parlementer dengan parliementary executive

Sistem presidensial dengan fixed executive atau non-parliemantary executive.

2.

Badan Legislatif

Badan Legislatif atau Legislature mencerminkan salah satu fungsi badan itu, yaitulegislate,
atau membuat undang-undang. C.F.Strong : Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan
yang mayoritas anggota dewasa dari sutu komunitas politik berpartisipasi atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakantindakannya kepada mayoritas itu.Dengan berkembangnya gagasan bahwa kedaulatan ada di
tangan rakyat, maka badan legislatif menjadi badan yang berhak menyelenggarakan
kedaulatan itu dengan jalan menentukan kebijakan umum dan menuangkannya dalam
undang-undang.
Fungsi Badan Legislatif :
Fungsi Legislasi
Funsgi Kontrol
Fungsi Lainnya

3.

Badan Yudikatif

Suatu studi mengenai kekuasaan yudikatif sebenarnya lebih bersifat teknis yuridis dan
termasuk bidang ilmu hukum daripada bidang ilmu politik, kecuali di beberapa negara di
mana Mahkamah Agung memainkan peranan politik berdasarkan konsep judicial review.
Akan tetapi dari perkembangannya telah kita ketahui bahwa doktrin pemisahan kekuasaan
yang mutlak dan murni tersebut tidak mungkin dipraktikkan di zaman modern karena tugas
negara dalam abad ini sudah demikian kompleksnya, sehingga doktrin itu diartikan sebagai
pembagian kekuasaan; artinya hanya fungsi pokoknya yang dipisahkan, sedangkan
selebihnya letiga cabang kekuasaan itu terjalin satu sama lain.

BAB X
PARTISIPASI POLITIK
1.

Sifat dan Definisi Partipasi Politik

Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang
atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi
kebijakan pemerintah.
2.

Partsipasi Politik di Negara Demokrasi

Biasanya diadakan pembedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitasnya. Orang
yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita
waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri ( seperti memberikan suara
dalam pemilihan umum) besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlahnya orang
yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik.
3.

Partisipasi Politik di Negara Otoriter

Di negara-negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi massa umumnya
diakui keajarannya, karena secara formal kekuasaan ada di tangan rakyat. Akan tetapi tujuan
utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah merombak masyarakat yang
terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat, dan berideologi kuat.
4.

Partisipasi Poliik di Negara Berkembang

Negara-negara berkembang yang non-komunis menunjukkan pengalaman yang berbedabeda. Kebanyakan negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar
keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak
bergantung pada partisipasi rakyat.
5.

Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok-Kelompok

Kepentingan
Salah satu sebab adalah bahwa orang mulai menyadari bahwa suara satu orang (misalnya
dalam pemilihan umum) sangat kecil pengaruhnya, terutama di negara-negara yang

penduduknya berjumlah besar. Melalui kegiatan menggabungkan diri dengan orang lain
menjadi suatu kelompok, diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah.
6.

Beberapa Jenis Kelompok

Kelompok Anomi : Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi

individu-individu yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustrasi dan ketidakpuasan yang
sama.

Kelompok Nonasosional : Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa

solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaaan.

Kelompok Institusional : Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja

sama secara erat dengan pemerintah seperti birokrasi dan kelompok militer.

Kelompok Asosiasional : Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan

agama.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia : Di indonesia LSM sepada dengan

NSM serta kelompok kepentingannya, dan dalam banyak hal terinspirasi oleh koleganya dari
luar negeri. Ideologi serta cara kerjanya pun banyak miripnya. Umumnya LSM lahir sebqagai
cerminan dari kebangkitan kesadaran golongan masyarakat menengah terhadap kemiskinan
dan ketidakadilan sosial.

BAB XI
PARTAI POLITIK
1.

Pengantar

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam
proses pengelolaan negara. Dewasa ini partai politik sudah sangat akrab di lingkungan kita.
2.

Sejarah Perkembangan Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Pada awal perkembangannya,
pada akhir dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris dan Prancis, kegiatan politik
dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula
bersifat elitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap
tuntutan-tuntutan raja.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan
berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak.
3.

Definisi Partai Politik

Carl J.Friedrich : Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
partainya berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan
yang bersifat idiil serta materiil.
4.

Fungsi Partai Politik

Di negara demokrasi partai relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat
kelahirannya, yakni menjadi wahana bagia warga negara untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan
penguasa. Sebaliknya di negara otoriter partai tidak dapat menunjukkan harkatnya, tetapi
lebih banyak menjalankan kehendak penguasa.
5.

Klasifikasi Sistem kepartaian

Di atas telah dibahas bermacam-macam jenis partai. Akan tetapi beberapa sarjana
menganggap perlu analisis ini ditambah dengan meneliti perilaku partai-partai sebagai bagian

dari suatu sistem, yaitu bagaimana partai politik berinteraksi satu sama lain dan berinteraksi
dengan unsur-unsur lai dari sistem itu.
Analisis semacam ini dinamakan sistem kepartaian pertama kali dibentangkan oleh
Maurice Duverger dalam bukunya Political Parties. Duverger mengadakan klasifikasi
menurut tiga kategori, yaitu sistem partai-tunggal, sistem dwi-partai, dan sistem multi-partai.
6.

Benarkah Pengaruh Partai Politik Turun?

Mengapa kemunduran ini terjadi? Ada beberapa sebab yang dapat dikemukakan, anatara lain
partai dan parlemen dianggap tidak lagi mewakili rakyat banyak. Hal itu disebabkan karena
kehidupan politik modern telah menjadi begitu kompleks dengan bertumbuhnya golabalisasi
di bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya, baik nasional maupun internasional.
Akibatnya, baik partai maupun parlemen tidak mampu menyelesaikan beragam masalah.
7.

Partai Politik di Indonesia

Di indonesia kita terutama mengenal sistem multi-partai, sekalipun gejala partai-tunggal dan
dwi-partai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang kemudian berlaku berdasarkan sustem
tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai sistem multi-partai dengan dominasi satu partai.
Tahun 1998 mulai masa Reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi-partai (tanpa dominasi
satu partai).

BAB XII
SISTEM PEMILIHAN UMUM
1.

Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
Single-member Constituency ( satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut
Sistem Distrik).
Multi-member Constituency ( satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; dinamakan
Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional.
Disamping itu ada beberapa varian seperti Block Vote, Alternative Vote, sistem Dua Putaran
atau Two-Round System, Sistem Paralel, Limited Vote, Single Non-Transferable Vote,Mixed
member proportional, dan Single Transferable Vote.
2.

Keuntungan dan Kelemahan Kedua Sistem

Keuntungan Sistem Distrik :


Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
Fragmentasi partai dan kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung.
Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal pleh komunitasnya, sehingga
hubungan dengan konstituen lebih erat.
Bagi partai besar sistem ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih
suara pemilih lain.
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen.
Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggrakan.

Kelemahan Sistem Distrik :


Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas.
Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu
distrik kehilangan suara yang telah mendukungnya.
Sistem distrik dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang plural.
Ada kemungkiinan si wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta
warga distriknya, daripada kepentingan nasional.

Keuntungan Sistem Proporsional :


Sistem proporsional dianggap representatif.
Sistem proporsioanal dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian karena praktis
tanpa ada distorsi.
Kelemahan sistem Proporsioanal :
Sistem ini kurang mendorong partai-partai untuk berintegrasi atau bekerja sama satu sama
lain.
Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.
Memberikan kedudukan yang kuat pada pimpinan partai.
Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan konstituennya.
Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi suatu partai untuk meraih mayoritas dalam
parlemen.
3.

Gabungan Sistem Distrik dan Sistem Proporsional

Dewasa ini Jerman menggabung kedua sistem dalam pemilihan umumnya. Setengah dari
parlemen dipilih melalui dengan sistem distrik dan setengah lagi dpilih dengan sistem
proporsional. Setiap pemilih mempunyai dua suara; pemilih memilih calon atas dasar sistem
distrik ( sebagai suara pertama ) dan pemilih itu memilih partai atas dasar sistem proporsional

( sebagai suara kedua ). Negara yang melakukan sistem gabungan adalah swedia, Italia dan
Indonesia.
4.

Sistem Pemilihan umum di Indonesia


Sejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa indonesia telah menyelenggarakan

sembilan

kali

pemilihan

umum,

yaitu

pemilihan

umum

1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997,1999, dan 2004. Dalam pengalaman sebanyak itu,


pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau keistimewaan dibanding
dengan yang lain. Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang
vacuum, melainkan berlangsung dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan
umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk indonesia.

DASAR-DASAR ILMU POLITIK

Disusun Oleh
Nama : Kezia Manurung
Nim : 1601111718
Dosen : Saiman Pakpahan S.IP.,M.SI

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS RIAU

Anda mungkin juga menyukai