Pendahuluan
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk diagnosis,
pengobatan dan pencegahan telah pula menimbulkan reaksi obat yang tidak dikehendaki yang
disebut sebagai efek samping. Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru
disamping penyakit dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat membawa kepada maut.
Hipokalemia, intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan
contoh-contoh efek samping potensial yang berbahaya. Gatal-gatal karena alergi obat,
mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek samping yang
ringan. Diperkirakan efek samping terjadi pada 6-15% pasien yang dirawat di rumah sakit,
sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10% dari efek samping.
Syok adalah keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah, perfusi dan malfungsi organ
vital. Syok Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi obat. Meskipun terdapat
berbagai definisi mengenai anafilaksis, tetapi umumnya para pakar sepakat bahwa anafilaksis
merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa. Gejala anafilaksis
timbul segera setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus lainnya. Gejala yang
timbul melalui reaksi alergen dan antibodi disebut sebagai reaksi anafilaktik. Sedangkan yang
tidak melalui reaksi imunologik dinamakan reaksi anafilaktoid tetapi karena baik gejala yang
timbul maupun pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka kedua macam reaksi diatas
disebut sebagai anafilaksis. Perbedaan tersebut diperlukan manakala mencari penyebab
anafilaksis dan merencanakan penatalaksanaan lanjutan. Anafilaksis memang jarang terjadi,
tetapi bila terjadi umumnya tiba-tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya. Oleh karena itu
kewaspadaan dan kesiapan menghadapi keadaan tersebut sangat diperlukan. Tulisan ini akan
membahas beberapa pengertian yang berkaitan dengan anafilaksis, diagnosis, terapi dan
pencegahan.1
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari scenario adalah pasien mata bengkak dan mengeluh sulit bernapas
setelah dilakukan suntik NSAID.
Anatomi
1
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan (gambar 1). Organ ini
terletak di rongga thoraks pada mediastinum inferior pars media sekitar garis tengah dengan
pembatas bagian anteriornya adalah sternum dan pembatas posterior adalah oesophagus.
Jantung memiliki apeks di bagian bawah kiri, sehingga ketika jantung berdenyut kuat, apeks
memukul dinding dalam dada sebelah kiri.
Organ jantung dibungkus oleh sebuah kantung berdinding ganda disebut perikardium. Selain
membungkus jantung, perikardium ini juga ikut menyelimuti pembuluh-pembuluh darah
besar.
Perikardium pada jantung ini disebut juga sebagai kantung serofibrosa dikarenakan
komponennya yang terdiri atas komponen fibrosa dan serosa. Perikardium terdiri atas 2 jenis,
yaitu: Pericardium fibrosa yang berada di sebelah luar, sedangkan pericardium serosa
dibagian dalam. 2
Gambar 1. Jantung
Jantung dibagi menjadi empat ruang, yaitu atrium dextra, atrium sinistra, ventriculus dexter,
dan ventriculus sinistra. Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra,
yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae.
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui
plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian
cervicale dan thoracale I-V bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.2
Histologi
Susunan mikro dari jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu endokardium, miokardium, dan
epikardium. Epikardium sama baik atrium maupun ventrikel, merupakan lapisan paling atas
dari dinding jantung, tersusun atas epitel selapis gepeng.
Pada dinding atrium, endokardium terdiri atas endotel, yaitu sebuah lapisan jaringan ikat
subendotel tebal, dan miokardium tebal pada muskulatur yang tersusun longgar. Lapisan
subepikardium terdiri atas jaringan ikat dan lemak yang jumlahnya bervariasi pada bagian
jantung berbeda.
Endokardium ventrikel lebih tipis jika dibandingkan dengan endokardium atrium (gambar 2),
sedangkan miokardiumnya tebal dan lebih padat. Epikardium dan jaringan ikat
subepikardium menyatu dengan epitel dan jaringan ikat yang ada di atrium.
Di antara atrium dan ventrikel, terdapat anulus fibrosus yang terdiri atas jaringan ikat padat
fibrosa. Daun katup atrioventrikular dibentuk oleh membran ganda endokardium dan jaringan
ikat padat sebagai pusatnya, kemudian menyatu dengan annulus fibrosus. Pada permukaan
ventral katup, terdapat insersio korda tendinae ke katup.3
Serat Purkinje
Di bawah endokardium, kita bisa melihat kelompok serat Purkinje. Serat ini berbeda dengan
serat otot jantung biasa karena ukurannya lebih besar dan terpulas lebih lemah sehingga
warnanya muda. Serat purkinje mengandung glikogen. Pada potongan melintang, serat
Purkinje terlihat memiliki lebih sedikit miofibril yang tersebar di perifer, meninggalkan
sitoplasma perinuklear yang tampak jernih. Pada beberapa potongan, terlihat inti; pada
potongan yang lain, tampak daerah pusat yang tampak terang yang bidang irisannya tidak
mengenai inti.
Serat otot jantung berhubungan satu sama lain melalui diskus interkalaris, tetapi diskus
interkalaris tidak ditemukan diserat purkinje, karena serat purkinje berkomunikasi melalui
desmosom dan gap junction.3
3
II (kompensasi)
III(dekompensasi
IV(irreversible)
)
SBP
Normal
Normal
Pulse
<100
>100
>120
>140
RR
14-20
20-30
30-35
>35
Mental status
anxious
agitated
confused
lethargic
BL (%)
<15
15-30
30-40
>40
Vasoconstriksi
hipotensi
UO<5ml/hr;
Manifest
CVP atau Central Vein pressure mempunyai nilai normal 8-12 mmHg berfungsi untuk
menilai status cairan dan oksigenasi tubuh.
Lactat sebagai pertanda syok bila sudah diatas 2 meq/L darah.
Analisa gas darah untuk mengetahui apakah sudah terjadi metabolic asidosis dan ketidak
seimbangan hemodinamik lain.6
Diagnosis kerja:
Syok secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu syok hipovolemik, syok distributive dan
syok cardiogenic. Syok distributive kemudian dibagi lagi menjadi tiga yaitu syok sepsis, syok
anafilaktik dan syok neurologis. Syok hipovolemik dibagi menjadi syok hemoragik dan syok
dehidrasi. Kemudian syok cardiogenic juga dibagi menjadi syok obstruktif seperti dapat
dilihat pada gambar 3.
Syok
Kardioige
nik
Hipovole
mik
Dehidrasi
Luka
Bakar
Distributif
Hemoragi
k
Anafilakti
k
Syok Anafilaktik
Sepsis
Neurologi
s
Syok anafilaktik merupakan reaksi hipersensitifitas tipe I. reaksi ini terjadi dengan cepat
setelah antigen dimasukkan ke tubuh pasien. Pasien datang dengan berbagai macam keluhan
utama, sebagian besar merasakan gatal, kulit kemerahan atau seperti ditusuk-tusuk, dan
perubahan penglihatan dan pendengaran dalam beberapa menit setelah terpapar pemicu.
Keadaan ini dengan cepat berkembang menjadi urtikaria generalisata dan angiodedema,
bronkospasme, stridor, hipotensi, perasan akan mati.
Pada wanita dapat terjadi kontraksi uterus. Hilangnya kesadaran bisa terjadi akibat hipotensi
atau akibat henti jantung dan pernapasan. Kematian biasa terjadi akibat bronkospasme akut,
obstruksi laring akut karena angioedema dan aritmia cordis. Cara pemaparan, jumlah dan cara
masuk antigen, selain factor penyerta seperti alcohol dan olahraga menentukan besarnya
suatu reaksi. Kadang gejala anafilaksis bisa timbul lagi setelah beberapa jam, disebut reaksi
bifassik. Sehingga pasien harus diobservasi 12 jam.
Masing-masing pasien dapat berbeda manifestasinya. Laryngeal edema dapat terlihat sebagai
benjolan pada leher, serak, atau stridor. Obstruksi bronkus dapat dirasakan sebagai wheezing
atau rasa sesak di dada. Rasa terbakar bisa terjadi. Pada pemeriksaan mikroskopik, ditemukan
pemisahan antara serat collagen dengan kelenjar, pembengkakan vascular dan infiltrasi
eosinophil. PAF level meningkat pada pasien dengan syok anafilaktik.5,6
Penyebab tersering adalah makanan (kacang tanah, kacang pohon, sengatan serangga, gigitan
hewan, obat-obatan ( antiobiotik terutama penicillin, aspirin, obat anti inflamasi non steroid)
alergi lateks.5
Differential diagnosis
Syok hipovolemik
Syok hipovolemik dapat terjadi karena perdarahan, luka bakar, dehidrasi. Gejala yang
dirasakan pasien mulai dari kompensasi karena kurangnya cairan dalam tubuh adalah
vasokonstriksi perifer sehingga ekstremitas menjadi dingin, anuria atau oliguria. Untuk
memenuhi permintaan oksigen jaringan maka jantung berusaha untuk mengalirkan darah
lebih cepat sehingga terjadi takikardia. Hipotensi dan vena leher yang kolaps juga merupakan
tanda gejala terjadinya syok hipovolemik. Lab yang bisa dilakukan pada syok ini adalah Hb,
Ht, Lactat dalam darah. Untuk penatalaksanaan syok hipovolemik kita lakukan primary
survey terhadap Airway, Breathing, dan Circulation. Pasang IV line dan hentikan perdarahan,
ganti cairan dengan kristaloid dan koloid sambal terus melakukan monitor pada urin output,
laju jantung dan pernapasan, mental status dan capillary refil.6
Syok neurologis
Syok neurologis adalah jenis dari syok distributive. Dapat terjadi karena etiologi trauma atau
sebagai komplikasi dari anestesi spinal. Masalah yang terjadi pada syok neurologis adalah
ketika saraf simpatis tidak mampu melakukan vasokonstriksi pada pembuluh darah karean
terjadinya trauma pada spinal. Gejala yang dirasakan adalah kulit hangat karena terjadinya
vasodilatasi, hipotensi, takikardi jantung, berkurangnya cardiac output dan aliran balik vena,
vasodilatasi perifer dan preload menjadi inadekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
MRI
Spinal
compression
dan
mengukur
hematocrit.
Untuk
penatalaksanaan
Pertama, segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.
Kedua, segera berikan adrenalin 0,3 0,5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0,01 g/kgBB untuk penderita anak-anak, i.m. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit
sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu
adrenalin 2 4 g/menit. Lalu, dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5 6 mg/kgBB i.v dosis
awal yang diteruskan 0,4 0,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Kemuian, dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason
5 10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
Lakukan penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan
sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak
jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan,
juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas
total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuanhidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur i.v untuk koreksi hipovolemia
akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok
10
anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma.
Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangancairan 20 40% dari
volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volumeplasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa
larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi /
diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi
adrenalin lebih dari 2 3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi. 7,8
Pencegahan
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,
tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan,
antara lain:
Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Individu yang
mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap
banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok
anafilaktik. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan
mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi
positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1 3% dibandingkan dengan kemungkinan
terjadinya reaksi 60% bila tes kulit positif.
11
Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan. Mempertahankan suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.7
Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk memperoleh
reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan
peringatan dan bila perlu diberi tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya.
Kadang-kadang kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa
kemanapun ia pergi. Hal ini terutama bila pencetus tersebut sering timbul tidak terduga
seperti pada sengatan tawon atau anafilaksis idiopatik.
Pada beberapa keadaan dilaporkan adanya tindakan pencegahan untuk menghindari reaksi
anafilaksis.
Oleh karena reaksi anafilaksis terutama disebabkan oleh obat-obatan barangkali petunjuk
dibawah ini mungkin bermanfaat mencegah terjadinya anafilaksis baik di tempat praktek atau
dimana saja:9
Sebelum memberikan obat: adakah indikasi memberikan obat, adakah riwayat alergi
obat sebelumnya, apakah pasien mempunyai risiko alergi obat, apakah obat tersebut
perlu diuji kulit dulu, apakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi
Sewaktu minum obat. enam cara memberikan obat: 1) kalau mungkin obat diberikan
secara oral, 2) hindari pemakaian intermiten, 3)sesudah memberikan suntikan pasien
harus selalu diobservasi, 4) beritahu pasien kemungkinan reaksi yang terjadi, 5)
sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat, 6) bila mungkin lakukan uji
Sangat dianjurkan untuk lebih baik melakukan tindakan berhati-hati atau pencegahan,
daripada menghadapi reaksi anafilaksis. Karena betapapun canggih penatalaksanaannya
pasien yang meninggal karena anafilaksis sering dilaporkan. Akan halnya dengan obat-obat
12
sebagai penyebab anafilaksis, tidak semua obat dapat diuji kulit. Hanya penisilin, berbagai
macam hormone, serum dan enzim yang dapat dipercaya hasil tes kulitnya. Pada beberapa
keadaan uji kulit maupun provokasi dengan memberikan obat kadang-kadang membentu
diagnosis tetapi kedua cara tersebut juga bisa mencetuskan anafilaksis.9
13