Anda di halaman 1dari 13

Syok Anafilaktik

Pendahuluan
Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk diagnosis,
pengobatan dan pencegahan telah pula menimbulkan reaksi obat yang tidak dikehendaki yang
disebut sebagai efek samping. Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru
disamping penyakit dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat membawa kepada maut.
Hipokalemia, intoksikasi digitalis, keracunan aminofilin dan reaksi anafilaktik merupakan
contoh-contoh efek samping potensial yang berbahaya. Gatal-gatal karena alergi obat,
mengantuk karena pemakaian antihistamin merupakan contoh lain reaksi efek samping yang
ringan. Diperkirakan efek samping terjadi pada 6-15% pasien yang dirawat di rumah sakit,
sedangkan alergi obat berkisar antara 6-10% dari efek samping.
Syok adalah keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah, perfusi dan malfungsi organ
vital. Syok Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi obat. Meskipun terdapat
berbagai definisi mengenai anafilaksis, tetapi umumnya para pakar sepakat bahwa anafilaksis
merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa. Gejala anafilaksis
timbul segera setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus lainnya. Gejala yang
timbul melalui reaksi alergen dan antibodi disebut sebagai reaksi anafilaktik. Sedangkan yang
tidak melalui reaksi imunologik dinamakan reaksi anafilaktoid tetapi karena baik gejala yang
timbul maupun pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka kedua macam reaksi diatas
disebut sebagai anafilaksis. Perbedaan tersebut diperlukan manakala mencari penyebab
anafilaksis dan merencanakan penatalaksanaan lanjutan. Anafilaksis memang jarang terjadi,
tetapi bila terjadi umumnya tiba-tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya. Oleh karena itu
kewaspadaan dan kesiapan menghadapi keadaan tersebut sangat diperlukan. Tulisan ini akan
membahas beberapa pengertian yang berkaitan dengan anafilaksis, diagnosis, terapi dan
pencegahan.1
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari scenario adalah pasien mata bengkak dan mengeluh sulit bernapas
setelah dilakukan suntik NSAID.

Anatomi
1

Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan (gambar 1). Organ ini
terletak di rongga thoraks pada mediastinum inferior pars media sekitar garis tengah dengan
pembatas bagian anteriornya adalah sternum dan pembatas posterior adalah oesophagus.
Jantung memiliki apeks di bagian bawah kiri, sehingga ketika jantung berdenyut kuat, apeks
memukul dinding dalam dada sebelah kiri.
Organ jantung dibungkus oleh sebuah kantung berdinding ganda disebut perikardium. Selain
membungkus jantung, perikardium ini juga ikut menyelimuti pembuluh-pembuluh darah
besar.

Perikardium pada jantung ini disebut juga sebagai kantung serofibrosa dikarenakan

komponennya yang terdiri atas komponen fibrosa dan serosa. Perikardium terdiri atas 2 jenis,
yaitu: Pericardium fibrosa yang berada di sebelah luar, sedangkan pericardium serosa
dibagian dalam. 2

Gambar 1. Jantung

Jantung dibagi menjadi empat ruang, yaitu atrium dextra, atrium sinistra, ventriculus dexter,
dan ventriculus sinistra. Jantung mendapatkan darah dari arteria coronaria dextra dan sinistra,
yang berasal dari aorta ascendens tepat di atas valva aortae.
Jantung dipersarafi oleh serabut simpatis dan parasimpatis susunan saraf otonom melalui
plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian
cervicale dan thoracale I-V bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus.2

Histologi

Susunan mikro dari jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu endokardium, miokardium, dan
epikardium. Epikardium sama baik atrium maupun ventrikel, merupakan lapisan paling atas
dari dinding jantung, tersusun atas epitel selapis gepeng.
Pada dinding atrium, endokardium terdiri atas endotel, yaitu sebuah lapisan jaringan ikat
subendotel tebal, dan miokardium tebal pada muskulatur yang tersusun longgar. Lapisan
subepikardium terdiri atas jaringan ikat dan lemak yang jumlahnya bervariasi pada bagian
jantung berbeda.
Endokardium ventrikel lebih tipis jika dibandingkan dengan endokardium atrium (gambar 2),
sedangkan miokardiumnya tebal dan lebih padat. Epikardium dan jaringan ikat
subepikardium menyatu dengan epitel dan jaringan ikat yang ada di atrium.
Di antara atrium dan ventrikel, terdapat anulus fibrosus yang terdiri atas jaringan ikat padat
fibrosa. Daun katup atrioventrikular dibentuk oleh membran ganda endokardium dan jaringan
ikat padat sebagai pusatnya, kemudian menyatu dengan annulus fibrosus. Pada permukaan
ventral katup, terdapat insersio korda tendinae ke katup.3

Gambar 2. Atrium dan ventrikel kiri potongan memanjang

Serat Purkinje
Di bawah endokardium, kita bisa melihat kelompok serat Purkinje. Serat ini berbeda dengan
serat otot jantung biasa karena ukurannya lebih besar dan terpulas lebih lemah sehingga
warnanya muda. Serat purkinje mengandung glikogen. Pada potongan melintang, serat
Purkinje terlihat memiliki lebih sedikit miofibril yang tersebar di perifer, meninggalkan
sitoplasma perinuklear yang tampak jernih. Pada beberapa potongan, terlihat inti; pada
potongan yang lain, tampak daerah pusat yang tampak terang yang bidang irisannya tidak
mengenai inti.
Serat otot jantung berhubungan satu sama lain melalui diskus interkalaris, tetapi diskus
interkalaris tidak ditemukan diserat purkinje, karena serat purkinje berkomunikasi melalui
desmosom dan gap junction.3
3

Fisiologi dan Patogenesis penyakit


Kontraksi pada otot jantung sebagaimana yang telah dibahas, terjadi akibat potensial aksi
yang dimulai dari satu sel otot jantung yang kemudian menjalar sel-sel otot jantung yang lain.
Jantung dapat berdenyut secara berirama karena memiliki sifat otoritmisitas.1 Ada 2 jenis sel
otot jantung, yaitu sel kontraktil, yang melakukan kerja mekanis memompa darah dan tidak
dapat membentuk potensial aksi dengan sendirinya dan sel non-kontraktil atau sel otoritmik
yang jumlahnya sedikit namun memiliki fungsi penting untuk membangkitkan potensial aksi
pada sel kontraktil. Sel otot non-kontraktil ini tidak ikut berkontraksi dan tidak memiliki
aktivitas potensial istirahat, sel ini justru menunjukkan aktivitas pemacu dimana terdapat
gambaran depolarisasi yang berlangsung perlahan hingga akhirnya mencapai ambang dan
menimbulkan potensial aksi. Pergeseran perlahan potensial ini hingga mencapai ambang
disebut sebagai potensial pemacu. Potensial pemacu ini terus bekerja untuk menimbulkan
potensial aksi yang memicu denyut berirama tanpa mendapat rangsangan apapun.4
Syok adalah keadaan dimana tekanan darah menurun secara persisten, perfusi memburuk dan
malformasi organ vital.
Anafilaksis terjadi akibat hipersensitivitas tipe 1 dimana terjadi antigen memacu pelepasan
sistemik cepat sejumlah besar mediator aktif biologis dari sel mast dan basophil, yang dipicu
oleh interaksi antara allergen dengan antibody igE spesifik yang terikat pada membrane sel.
Aktivasi sel menyebabkan pelepasan mediator yang sebelumnya telah terbentuk dam
disimpan di dalam granul (diantaranya histamine, triptase, dan kimase) serta mediator yang
baru terbentuk (diantaranya prostaglandin dan leukotriene). Mediator ini menyebabkan
kebocoran kapiler, edema mukosa, kontraksi otot polos.5
Pemeriksaan fisik
Untuk pemeriksaan fisik kita dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan stadium syok yang
terjadi. Ada tiga fase terjadinya syok, yaitu fase kompensasi, dekompensasi dan irreversible.
Variable

II (kompensasi)

III(dekompensasi

IV(irreversible)

)
SBP

Normal

Normal

Pulse

<100

>100

>120

>140

RR

14-20

20-30

30-35

>35

Mental status

anxious

agitated

confused

lethargic

BL (%)

<15

15-30

30-40

>40

Vasoconstriksi

hipotensi

UO<5ml/hr;

Manifest

lactat 4-6 Meq/L

Setelah melakukan anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Diawali


dengan melihat keadaan umum dan kesadaran pasien, kemudian melakukan TTV.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Sebelumya harus dapat
mengidentifikasi lokasi pada dinding dada. Lokasi ada secara vertical dan horizontal. Vertical
berdasar sela iga, dan horizontal lewat garis imaginer yaitu midsternal, sternal, parasternal,
midclavicula, aksilaris anterior, midaksilaris, aksilaris posterior. 6
Pertama yang perlu dilakukan ialah inspeksi, untuk melihat thoraks dari pasien, pertama kita
perhatikan keadaan umum apakah pasien tampak lemas karena cardiac output rendah,
frekuensi napas meningkat, sesak, sianosis sentral, edema, dan sebagainya. Setelah inspeksi
dilanjutkan dengan palpasi. Yang rarus diraba pada pemeriksaan fisik jantung adalah pulsasi,
heaving pulsation, ictus cordis, lift dan thrill. Posisi pemeriksaan dapat dilakukan dengan
berbaring atau dengan posisi lateral dekubitus kiri.Pada perkusi kita mencari batas jantung
kanan dan kiri, batas jantung atas dan pinggang jantung yang bersuara pekak.6
Kemudian yang terakhir ialah auskultasi. Kemudian kita harus melakukan pengukuran
Jugularis Vein Pressure (JVP). Setelah itu untuk PF kardiovaskular kita harus memeriksa
ekstremitas, apakah ada edema perifer kaki, tungkai, sacrum.6
Pemeriksaan Penunjang
Untuk Pemeriksaan penunjang kita dapat melakukan pemeriksaan Mean arterial pressure
untuk mengetahui perfusi, CVP, Lactat, dan analisa gas darah.
MAP atau Mean Arterial Pressure mempunyai nilai normal bila berada diatas 60. MAP
menunjukkan bahwa perfusi oksigen dari arteri ke organ berada dalam posisi cukup.

CVP atau Central Vein pressure mempunyai nilai normal 8-12 mmHg berfungsi untuk
menilai status cairan dan oksigenasi tubuh.
Lactat sebagai pertanda syok bila sudah diatas 2 meq/L darah.
Analisa gas darah untuk mengetahui apakah sudah terjadi metabolic asidosis dan ketidak
seimbangan hemodinamik lain.6
Diagnosis kerja:
Syok secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu syok hipovolemik, syok distributive dan
syok cardiogenic. Syok distributive kemudian dibagi lagi menjadi tiga yaitu syok sepsis, syok
anafilaktik dan syok neurologis. Syok hipovolemik dibagi menjadi syok hemoragik dan syok
dehidrasi. Kemudian syok cardiogenic juga dibagi menjadi syok obstruktif seperti dapat
dilihat pada gambar 3.

Syok

Kardioige
nik

Hipovole
mik

Dehidrasi

Luka
Bakar

Distributif

Hemoragi
k

Anafilakti
k

Gambar 3. Pembagian syok

Syok Anafilaktik

Sepsis

Neurologi
s

Syok anafilaktik merupakan reaksi hipersensitifitas tipe I. reaksi ini terjadi dengan cepat
setelah antigen dimasukkan ke tubuh pasien. Pasien datang dengan berbagai macam keluhan
utama, sebagian besar merasakan gatal, kulit kemerahan atau seperti ditusuk-tusuk, dan
perubahan penglihatan dan pendengaran dalam beberapa menit setelah terpapar pemicu.
Keadaan ini dengan cepat berkembang menjadi urtikaria generalisata dan angiodedema,
bronkospasme, stridor, hipotensi, perasan akan mati.
Pada wanita dapat terjadi kontraksi uterus. Hilangnya kesadaran bisa terjadi akibat hipotensi
atau akibat henti jantung dan pernapasan. Kematian biasa terjadi akibat bronkospasme akut,
obstruksi laring akut karena angioedema dan aritmia cordis. Cara pemaparan, jumlah dan cara
masuk antigen, selain factor penyerta seperti alcohol dan olahraga menentukan besarnya
suatu reaksi. Kadang gejala anafilaksis bisa timbul lagi setelah beberapa jam, disebut reaksi
bifassik. Sehingga pasien harus diobservasi 12 jam.
Masing-masing pasien dapat berbeda manifestasinya. Laryngeal edema dapat terlihat sebagai
benjolan pada leher, serak, atau stridor. Obstruksi bronkus dapat dirasakan sebagai wheezing
atau rasa sesak di dada. Rasa terbakar bisa terjadi. Pada pemeriksaan mikroskopik, ditemukan
pemisahan antara serat collagen dengan kelenjar, pembengkakan vascular dan infiltrasi
eosinophil. PAF level meningkat pada pasien dengan syok anafilaktik.5,6
Penyebab tersering adalah makanan (kacang tanah, kacang pohon, sengatan serangga, gigitan
hewan, obat-obatan ( antiobiotik terutama penicillin, aspirin, obat anti inflamasi non steroid)
alergi lateks.5
Differential diagnosis
Syok hipovolemik
Syok hipovolemik dapat terjadi karena perdarahan, luka bakar, dehidrasi. Gejala yang
dirasakan pasien mulai dari kompensasi karena kurangnya cairan dalam tubuh adalah
vasokonstriksi perifer sehingga ekstremitas menjadi dingin, anuria atau oliguria. Untuk
memenuhi permintaan oksigen jaringan maka jantung berusaha untuk mengalirkan darah
lebih cepat sehingga terjadi takikardia. Hipotensi dan vena leher yang kolaps juga merupakan
tanda gejala terjadinya syok hipovolemik. Lab yang bisa dilakukan pada syok ini adalah Hb,
Ht, Lactat dalam darah. Untuk penatalaksanaan syok hipovolemik kita lakukan primary
survey terhadap Airway, Breathing, dan Circulation. Pasang IV line dan hentikan perdarahan,

ganti cairan dengan kristaloid dan koloid sambal terus melakukan monitor pada urin output,
laju jantung dan pernapasan, mental status dan capillary refil.6
Syok neurologis
Syok neurologis adalah jenis dari syok distributive. Dapat terjadi karena etiologi trauma atau
sebagai komplikasi dari anestesi spinal. Masalah yang terjadi pada syok neurologis adalah
ketika saraf simpatis tidak mampu melakukan vasokonstriksi pada pembuluh darah karean
terjadinya trauma pada spinal. Gejala yang dirasakan adalah kulit hangat karena terjadinya
vasodilatasi, hipotensi, takikardi jantung, berkurangnya cardiac output dan aliran balik vena,
vasodilatasi perifer dan preload menjadi inadekuat. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
MRI

Spinal

compression

dan

mengukur

hematocrit.

Untuk

penatalaksanaan

kegawatdarudaran kita melakukan primary survey terhadap Airway, Breathing dan


Circulation, memasang IV line kemudian untuk mengatasi vasodilatasi yang terjadi kita dapat
memberikan vasokonstriktor seperti alpha adrenergic. Kemudian mengatasi penyakit yang
menyebabkan syok yaitu dengan bedah spinal.6
Syok Sepsis
Syok Sepsis juga adalah salah satu bagian dari syok distributive. Umunya disebabkan oleh
infeksi dari mikroorganisme seperti E.coli, klebsiella dan s.aureus. Terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga kulit hangat dan demam, vasodilatasi dan
penurunan systemic vascular resistance. Untuk pemeriksaan lab, sangat khas ditemukan tanda
infeksi berupa leukoisitosis dan metabolic asidosis pada analisa gas darah. Kita juga dapat
melakukan kultur darah untuk menentukan mikroorganisme apa yang menyebabkan
terjadinya syok sepsis pada pasien. Untuk penatalaksanaan kita melakukan control airway,
Breathing dan Circulation, memasang IV line, memberikan antibiotic spectrum luas untuk
mengontrol infeksi. 6
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi karena jantung tidak memiliki kekuatan untuk memompa darah ke
tubuh karena penyakit tertentu misalnya infark myocardium, rupture katup. Gejala yang
didapatkan adalah urin output menurun, hipotensi, kulit menjadi dingin, vena leher terlihat
mengalami distensi, nyeri, dan penurunan cardiac output. Untuk pemeriksaan kita dapat
melakukan EGC atau Echocardiogram. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adlaah

melakukan control Airway, Breathing dan Circulation kemudian melakukan pemberian


inotropic dan mengatasi penyakit yang mendasarinya.6
Epidemiologi
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang mengancam jiwa, bersifat umum dan akut, yang terjadi
pada 1 dari 10.000 orang/tahun. Kematian karena anafilaksis mencapai 2-4/10.000 kejadian
syok anafilaksis dan umumnya kematian terjadi dalam 60 menit pertama.6
Tidak ada kelompok usia, jenis kelamin, ras, atau lokasi geografis terhadap reaksi anafilaksis
kecuali dari paparan immunogen.
Material yang mungkin bisa menyebabkan reaksi anafilaksis adalah protein heterogen seperti
hormone (insulin, vasopressin, parathormone); enzim ( tripsin, kimotripsin, penicillinase,
streptokinase); serbuk bunga (rumput, pohon); bulu binatang (anjing, kucing, kuda, binatang
dalam laboratorium); makanan (kacang, susu, telur, gelatin, gandum); antibody monoclonal;
produk terkait pekerjaan (latex); venom hymenoptera ( lebah, semut api); polisakarida
sepertidextran dan thiomersal sebagai pengawet vaksin; obat seperti protamine, antibiotic
(penicillin, cephalosporin, amfotericine B, nitrofurantoine, quinolones); obat kemoterapi
(carboplatin, paclitacel, doxorubicine); anastesi local (lidocaine, procaine); pelemas otot
( suxamethonium, gallamine, pancuronium) ; vitamin (thiamine, asam folat), dan lain-lain.6
Syok anafilaksis paling sering disebabkan oleh pemberian obat secara suntikan, tetapi dapat
pula disebabkan oleh obat yang diberikan secara oral atau oleh makanan. Obat suntik yang
paling sering menimbulkan syok anafilaksis antara lain penisilin, streptomisin, tiamin, dan
kombinasi vitamin neurotropik.
Penatalaksanaan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada
keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obatobat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal
ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian
atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan
obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,
adalah:7

Pertama, segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.
Kedua, segera berikan adrenalin 0,3 0,5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0,01 g/kgBB untuk penderita anak-anak, i.m. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit
sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu
adrenalin 2 4 g/menit. Lalu, dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5 6 mg/kgBB i.v dosis
awal yang diteruskan 0,4 0,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Kemuian, dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason
5 10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
Lakukan penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan
sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak
jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan,
juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas
total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuanhidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur i.v untuk koreksi hipovolemia
akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok
10

anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma.
Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangancairan 20 40% dari
volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volumeplasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa
larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi /
diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi
adrenalin lebih dari 2 3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi. 7,8
Pencegahan
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,
tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan,
antara lain:
Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Individu yang
mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap
banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok
anafilaktik. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan
mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi
positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1 3% dibandingkan dengan kemungkinan
terjadinya reaksi 60% bila tes kulit positif.

11

Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan. Mempertahankan suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.7
Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk memperoleh
reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan
peringatan dan bila perlu diberi tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya.
Kadang-kadang kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa
kemanapun ia pergi. Hal ini terutama bila pencetus tersebut sering timbul tidak terduga
seperti pada sengatan tawon atau anafilaksis idiopatik.
Pada beberapa keadaan dilaporkan adanya tindakan pencegahan untuk menghindari reaksi
anafilaksis.
Oleh karena reaksi anafilaksis terutama disebabkan oleh obat-obatan barangkali petunjuk
dibawah ini mungkin bermanfaat mencegah terjadinya anafilaksis baik di tempat praktek atau
dimana saja:9

Sebelum memberikan obat: adakah indikasi memberikan obat, adakah riwayat alergi
obat sebelumnya, apakah pasien mempunyai risiko alergi obat, apakah obat tersebut

perlu diuji kulit dulu, apakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi
Sewaktu minum obat. enam cara memberikan obat: 1) kalau mungkin obat diberikan
secara oral, 2) hindari pemakaian intermiten, 3)sesudah memberikan suntikan pasien
harus selalu diobservasi, 4) beritahu pasien kemungkinan reaksi yang terjadi, 5)
sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat, 6) bila mungkin lakukan uji

provokasi atau desensitisasi.


Sesudah minum obat : 1) kenali tanda dini reaksi alergi obat, 2) hentikan obat bila
terjadi reaksi, 3) tindakan imunisasi sangat dianjurkan, 4) bila terjadi reaksi berikan
penjelasan dasar kepada pasien agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.

Sangat dianjurkan untuk lebih baik melakukan tindakan berhati-hati atau pencegahan,
daripada menghadapi reaksi anafilaksis. Karena betapapun canggih penatalaksanaannya
pasien yang meninggal karena anafilaksis sering dilaporkan. Akan halnya dengan obat-obat
12

sebagai penyebab anafilaksis, tidak semua obat dapat diuji kulit. Hanya penisilin, berbagai
macam hormone, serum dan enzim yang dapat dipercaya hasil tes kulitnya. Pada beberapa
keadaan uji kulit maupun provokasi dengan memberikan obat kadang-kadang membentu
diagnosis tetapi kedua cara tersebut juga bisa mencetuskan anafilaksis.9

13

Anda mungkin juga menyukai