PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : Ny. RR
Umur
: 28 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Alamat
: Maulafa
No. MR
: 449311
Nama suami : Tn. BN
Umur
: 39 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Agama
: Kristen Protestan
Suku
: Timor
Alamat
: Naikliu Kec. Amfoang Utara
ANAMNESIS
Pasien rujukan dari Puskesmas Naikliu dengan diagnosis G5P4A0 Inpartu Kala I Fase Aktif +
Letak lintang tangan menumbung datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
pada tanggal 05 April 2016 Jam 17.38 WITA dengan keluhan keluar tangan dari jalan lahir.
lendir dari jalan lahir. Pukul 04.00, suami pasien kemudian memanggil bidan ke rumah untuk
menolong persalinan namun karena tangan bayi sudah diluar, pasien langsung dibawa ke
Puskesmas Naikliu untuk dirujuk segera ke RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes. Pasien kemudian
dibawa ke Kupang pada pukul 09.00 pagi dan tiba di Kupang pukul 17.30. Selama 8 jam 30
menit perjalanan, pasien mendapat 2 botol infus didalam ambulans.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 09-07-2015, TP 16-04-2016. Usia kehamilan 38-39
minggu.
2.
Hamil ini
Riwayat KB :
Tidak pernah menggunakan KB.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Kompos mentis
Tanda Vital
Gizi
Tekanan Darah
: mmHg
Frek. Nadi
: x / menit
Frek. Nafas
: x / menit
Suhu
: sedang
Kepala: normocephal
Mata: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks:
Paru
Jantung
Abdomen
: Status Obstetrikus
Genitalia
: Status Obstetrikus
Ekstremitas
STATUS OBSTETRIKUS
Muka
Mammae:
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
: TFU 2 jari dibawah procesus xyphoideus, teraba tahanan di bagian atas perut
ibu (27 cm)
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
TBJ
: 2480 gram
Auskultasi
: DJJ (+)
His
: Tetani
Genitalia eksterna
Inspeksi atau palpasi : tampak perdarahan dari jalan lahir.
Genitalia interna atau pemeriksaan dalam
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan dalam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (28 Agustus 2016)
Hemoglobin
: 7,2 gr/ uL
Hematokrit
: 21,5 vol %
Leukosit
: 16.750 g/dl
Platelet
: 208.000 /uL
MCV
: 86,3 fL
MCH
: 28,9 L pg
MCHC
: 33,5 L gr/dl
DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 37-38 minggu J/T/H + Susp. Anenchepali + PPV aktif + Anemia TBBJ
TERAPI / SIKAP
-
RENCANA
-
Rencana SC Cito atas indikasi Perdarahan Pervaginam Aktif susp Plasenta Previa Totalis
+ Anemia + Anenchephali
PROGNOSIS
Dubia ad malam
Follow up:
Laporan operasi
Operator
Tanggal
: 27/08/2016
Jenis Operasi
: SCTP
Prosedur Operasi
Asepsis-Antisepsis
Tampak uterus ..? ??? meluksir lahir bayi laki-laki dengan berat badan 2100
gram, anenchephali.
Lahirkan Plasenta
Jahit Uterus.
???
S:O:
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: mmHg
N : x/menit
Frek. Napas: //menit
A : Post SC a/i PPT + Anemia + Anenchephali
P:
- Terapi post op :
- IVFD RL + Drip Oxytocin 20 IU
- Drip analgetik dalam D5% 20 tpm
- Transfusi PRC sampai Hb > 10g/dl
- Inj. Ceftrixone 2 x 1 gr iv
- inj kalnex 3 x 500mg iv
- Alinamin F 3 x 1 gr iv
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv
6
Ruangan ICU
S : Nyeri luka operasi, flatus (+)
O:
- KU : tampak sakit berat
- Kesadaran Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
N : 107 x/menit
Frek. Napas: 25 x//menit
Suhu : 36,0C
- Status generalis : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
-
(+),
Drain :
Hb
8.6 g/dl
Eritrosit 3.12 10^6/uL
Hematokrit 25.9 %
Leukosit
7.96 10^3/uL
Trombosit 116 10^3/uL
Albumin
1.6
mg/L
07/04/2016
07.30
WITA
(+),
Drain : 450 cc/24 jam
Ruangan Flamboyan
S : Nyeri luka operasi
O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
N : 72 x/menit
Frek. Napas: 22 x//menit
Suhu : 36,6C
- Status generalis : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
- Drain : 650 cc/24 jam
- Balance cairan : -1485 cc
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 3 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
- IVFD RL : D5 % 1 : 1 30 tpm
- Transfusi PRC sampai Hb > 10g/dl
- Inj. Ceftrixone 2 x 1 gr iv
- Inf. Metronidazole 3 x 500 mg iv
- Alinamin F 3 x 1 gr iv
09/04/2016
07.30
WITA
(+),
- Drain :90 cc/24 jam
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 4 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
- IVFD + Drip analgetik
- Transfusi PRC sampai Hb > 10g/dl
- Inj. Ceftrixone 2 x 1 gr iv
- Inf. Metronidazole 3 x 500 mg iv
- Alinamin F 3 x 1 gr iv
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv
- Transfusi PRC sampai Hb 10 g/dl
Hasil Laboratorium (09 April 2016 pukul 05.41 WITA)
Albumin
2.6
mg/L
10/04/2016
07.30
WITA
Ruangan Flamboyan
S:O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 110/90 mmHg
N : 80 x/menit
Frek. Napas: 18 x//menit
Suhu : 36,5C
- Status generalis : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
10
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
VIP Albumin 3 x 1
SF 2 x 1 tab
BC 2 x 1 tab
BPL
Ruangan Flamboyan
S : Demam naik turun, menggigil (-), nyeri luka bekas operasi
O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 110/70 mmHg
N : 96 x/menit
Frek. Napas: 20 x//menit
Suhu : 39.5C
- Status generalis : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 6 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
-
12/04/2016
07.30
WITA
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
VIP Albumin 3 x 1
Alinamin F 3 x 1 tab
Antacida syr 3 x 1 cth
SF 2 x 1 tab
BC 2 x 1 tab
Aff drain
Observasi sehari
Ruangan Flamboyan
S : Demam (+), nyeri luka bekas operasi
O:
11
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 7 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
13/04/2016
07.30
WITA
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- VIP Albumin 3 x 1
- Alinamin F 3 x 1 tab
- Metronidazole supp 3 x 500 mg
- Antacida syr 3 x 1 cth
- SF 2 x 1 tab
- BC 2 x 1 tab
- Rawat luka 2 x sehari dan pasang leukomed
Ruangan Flamboyan
S : Keluar cairan dari lubang drain
O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 110/70 mmHg
N : 88 x/menit
Frek. Napas: 18 x//menit
Suhu : 37.5C
- Status generalis : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 8 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
12
Hipoalbuminemia + ILO
P:
14/04/2016
07.30
WITA
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Asam Mefenamat 3 x 500 mg
- VIP Albumin 3 x 1
- Alinamin F 3 x 1 tab
- Metronidazole supp 3 x 500 mg
- Antacida syr 3 x 1 cth
- SF 2 x 1 tab
- BC 2 x 1 tab
- Rawat luka 2 x sehari dan pasang leukomed
Ruangan Flamboyan
S : Keluar cairan dari lubang drain, nyeri luka operasi
O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
Frek. Napas: 18 x//menit
Suhu : 37.3C
- Status generalis : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 9 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
-
15/04/2016
07.30
WITA
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
VIP Albumin 3 x 1
Alinamin F 3 x 1 tab
Metronidazole supp 3 x 500 mg
Antacida syr 3 x 1 cth
SF 2 x 1 tab
BC 2 x 1 tab
Rawat luka dengan NaCl 0,9 % 500 cc + Gentamisin 80 mg +
Chlorampenicol 500 mg
Ruangan Flamboyan
S : Luka operasi kering
O:
- KU : tampak sakit sedang
13
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 10 ec
Letak lintang dan Partus Kasep + Anemia dalam transfusi +
Hipoalbuminemia
P:
-
16/04/2016
07.30
WITA
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
VIP Albumin 3 x 1
Alinamin F 3 x 1 tab
Metronidazole supp 3 x 500 mg
Antacida syr 3 x 1 cth
SF 2 x 1 tab
BC 2 x 1 tab
Rawat luka dengan NaCl 0,9 % 500 cc + Gentamisin 80 mg +
Chlorampenicol 500 mg
- Mobilisasi
Ruangan Flamboyan
S : Luka operasi kering
O:
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis.
- Tanda vital:
TD: 120/80 mmHg
N : 86 x/menit
Frek. Napas: 18 x//menit
Suhu : 36.6C
- Status generalis : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-)
- JVP 5 + 3 cm H2O
- Paru: Vesikular +/+ ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung: S1S1 tunggal reguler murmur (-), gallop (-)
- Status obstetrik :
Perut tampak cembung, nyeri luka operasi (+), bising usus
(+),
A : P5A0AH4 Post SC + Supravaginal Histerektomi Hari 11 ec
14
Cefadroxil 3 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
VIP Albumin 3 x 1
Alinamin F 3 x 1 tab
Metronidazole supp 3 x 500 mg
Antacida syr 3 x 1 cth
SF 2 x 1 tab
BC 2 x 1 tab
Rawat luka dengan NaCl 0,9 % 500 cc + Gentamisin 80 mg +
Chlorampenicol 500 mg
Mobilisasi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1
Ruptura uteri
Definisi
Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga
peritoneum dapat berhubungan. Yang dimaksud dengan ruptur uteri komplit adalah keadaan
robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan
rongga peritoneum. Peritoneum viseral dan kantong ketuban ikut ruptur, dengan demikian
sebagian atau seluruh tubuh janin telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam
kavum peritonei atau rongga abdomen.3,5
Pada ruptur uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh
peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam rongga
peritoneum. Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal
tersebut dinamakan ruptur uteri komplet.3,6
Pada dehisens (regangan) dari parut bekas bedah sesar kantong ketuban juga belum
robek, tetapi jika kantong ketuban ikut robek maka disebut telah terjadi ruptura uteri pada
parut. Dehisens bisa berubah jadi ruptura pada waktu partus atau akibat manipulasi pada
rahim yang berparut, biasanya bekas bedah sesar yang lalu. Dehisens terjadi perlahan,
15
sedangkan ruptur uteri terjadi secara cepat. Pada dehisens perdarahan minimal atau tidak
berdarah, sedangkan pada ruptur uteri perdarahannya banyak yang berasal dari pinggir parut
atau robekan baru yang meluas.3,5,6
3.1.2
Etiologi
Pasien yang beresiko tinggi antara lain3,5,6 :
Klasifikasi1,5
Ruptur uteri dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara, yaitu:
16
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC,
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafi, pelepasan plasenta secara
manual. Dapat pula pada graviditas pada kurnu yang rudimenter dan graviditas
interstisialis, kelainan congenital uterus, seperti hipoplasia uteri, uterus bikornus,
penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis, dan lainnya atau
pada gemelli, dan hidramnion, dimana dinding rahim tipis dan regang.
b. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit
atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops
fetalis, post maturitas dan grande multipara. Juga dapat karena kelainan
congenital dari janin: hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus, dan
distosia bahu, kelainan letak janin (letak lintang, dan presentasi rangkap, atau
malposisi kepala, letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah),
selain itu karena adanya tumor jalan lahir, retrofleksia gravid, atau pimpinan
c.
partus salah.
Ruptur uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
Ekstraksi forsep
Versi dan ekstraksi
Embriotomi
Versi brakston hicks
Sindroma tolakan (pushing syndrome)
Manual plasenta
Curetase
Ekspresi kisteler/cred
Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri. Batas
keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan sudah lebih dari
20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah
terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut
Bandl Ring. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologis bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas
17
simpisis, bila meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri
mengancam (RUM). 1
Mekanisme utama dari ruptura uteri disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari
uterus. Pada waktu terjadi his, korpus uteri berkontraksi sedangkan SBR tetap pasif dan
cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Apabila bagian terbawah janin tidak dapat
turun oleh karena suatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin
besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu ada his harus diimbangi oleh
perluasan SBR ke atas. Dengan demikian lingkaran retraksi fisiologik atau lingkaran Bandl
(ring van Bandl) akan semakin meninggi ke atas pusat melewati batas fisiologik dan menjadi
patologik. SBR juga akan semakin tertarik ke atas sembari dindingnya menjadi sangat
menipis hanya beberapa millimeter. Hal ini menandakan telah terjadi ruptur uteri iminens dan
rahim terancam robek. 1,3
Pada saatnya SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis ketika his berikutnya
datang, dan terjadilah perdarahan yang banyak bergantung pada luas robekan yang terjadi dan
pembuluh darah yang terputus. Pertumpahan darah sebagian besar ke dalam rongga
peritoneum, sebagian yang lain mengalir melalui pembukaan serviks ke vagina. Ketika terjadi
robekan, pasien terasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam perutnya, dan his yang
terakhir yang masih kuat itu sekaligus mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin ke luar
rongga rahim atau ke rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut usus dan omentum
mendapat jalan masuk hingga mencapai vagina dan bisa diraba melalui pemeriksaan dalam.3
3.1.5
Diagnosis
Ruptur uteri iminens mudah dikenal pada Bandl ring, yang semakin tinggi dan
segmen bawah rahim yang tipis dan keadaan ibu yang gelisah dan takut karena nyeri
abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.1
Berikut merupakan gejala dan tanda ruptur uteri mengancam (iminens)1:
a. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau
bidan,partus sudah lama berlangsung.
b. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut.
c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
d. Pernapasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
e. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labour), yaitu mulut kering,
lidah kering dan halus badan panas (demam).
f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
18
g. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduannya.
h. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
i. Penilaian korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan
teregang, sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh
untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih.
j. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas,
terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuria.
k. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
l. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema
portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Sedangkan diagnosis ruptur uteri ditegakkan dengan:1,5
1.
2.
Palpasi
a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP
c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-
3.
19
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4.
Pemeriksaan dalam
a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat didorong
keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
b. Apabila rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus, omentum dan
bagian-bagian janin.
3.1.6
Penanganan
Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera. Jiwa wanita yang mengalami
ruptur uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan
hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Syok hipovolemik mungkin tidak bisa
dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,dengan alasan
tersebut keterlambatan dalam tindakan bedah tidak boleh terjadi. Sebaliknya, darah harus
ditransfusi dengan cepat dan seksio sesaria atau laparotomi segera dimulai. 5,6 Sebaiknya
penderita dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan, dan dapat dipertimbangkan pula
untuk melakukan seksio sesaria sebelum jadwal persalinan dimulai, asal kehamilannya benarbenar lebih dari 37 minggu.7
Apabila sudah terjadi ruptur uteri, tindakan yang terbaik adalah laparotomi. Janin
dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus kemudian dilakukan
histerektomi. Jenis operasi yang dapat dilakukan antara lain histerektomi, baik total maupun
subtotal. histerektomi total dilakukan khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan
histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan laserasi. histerorafi, yaitu tepi luka
dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya. konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian
antibiotik yang cukup. Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor
antar lain: 6
- Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis)
- Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta
- Jenis luka robekan
- Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
- Perdarahn dari luka sedikit atau banyak
- Umur dan jumlah anak yang hidup
- Kemampuan dan keterampilan penolong
Janin tidak dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam
uterus dengan kepala turun jauh dalam jalan lahir ad keragu-raguan terhadap diagnosis ruptur
20
uteri. Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan satu tangan dalam uterus
apakah ada ruptur uteri. Pada umumnya pada ruptur uteri tidak dilakukan penjahitan luka
dalam usaha untuk mempertahankan uterus. Hanya dalam keadaan tertentu dilakukan yaitu
pinggir luka harus rata seperti rupture parut bekas seksio sesaria dan tidak ada tanda-tanda
infeksi.6
Pada kasus-kasus yang perdarahannya hebat, tindakan kompresi aorta dapat
membantu mengurangi perdarahan. Pemberian oksitosin intravena dapat mencetuskan
kontraksi miometrium, dan selanjutnya vasokontriksi sehingga mengurangi perdarahan.7
3.1.7
Komplikasi
Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi adalah dua
komplikasi yang fatal pada kasus ruptur uteri. Hal ini dapat terjadi bila pasien tidak segera
mendapat infuse cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu yang cepat
digantikan dengan transfusi darah segar. Pada pasien infeksi jika tidak segera memperoleh
terapi antibiotika yang sesuai dan tepat waktu karena keterlambatan pemberian antibiotik
berakibat peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.1,3 Meskipun akhirnya dapat
diselamatkan, angka morbiditas dan kecacatannya tetap tinggi. Histerektomi merupakan cacat
permanen. Kematian maternal dan/atau perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit untuk mengatasinya.3
3.2
3.2.1
Partus Kasep
Definisi
Partus kasep adalah fase akhir dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan
berlangsung lama lebih dari 18 jam, sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun
3.2.2
anak.
Patofisiologi
Penyebab kemacetan dapat karena (1,2) :
1. Faktor Panggul : kesempitan panggul
2. Faktor anak : kelainan letak
3. Faktor tenaga : hipotenia
4. Faktor penolong : pimpinan yang salah
1. Faktor panggul
- Kesempitan pada pintu atas panggul(3,4,5,6)
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10 cm atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. oleh karena pada panggul sempit
21
kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam
hal ini Serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Apabila pada panggul sempit
pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa
pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli.
- Kesempitan pintu panggul tengah(3,4,5,6)
Ukuran terpenting adalah distansia interspinarum kurang dari 9.5 cm perlu kita
waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, apabila diameter sagitalis
posterior pendek pula.
- Kesempitan pintu bawah panggul(3,4,5,6)
bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, maka
sudut arkus pubis mengecil pula ( < 80 o ) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran
janin ukuran biasa.
2. Faktor Anak(3,4,6,7)
Letak : Defleksi
Presentasi Puncak Kepala
Presentasi Muka
Presentasi Dahi
Posisi Oksiput Posterior Persisten
Kadang kadang ubun ubun kecil tidak berputar ke depan, tetapi tetap berada di
belakang
Letak belakang kepala ubun ubun kecil melintang karena kelemahan his dan
kepala janin bundar.
Letak tulang ubun ubun :
1. Positio occiput pubica (anterior)
Oksiput berada dekat simfisis
2. Positio occiput sacralis (posterior)
Oksiput berada dekat sakrum.
Letak sungsang
Letak Lintang
3. Kelainan tenaga(3,4,6)
Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih
jarang dibandingkan dengan his yang normal.
1. Inersia Uteri Primer
22
Diagnosis
Takikardi/brakardi
Ireguler
Negatif
4. Pemeriksaan Dalam
Keluar air ketuban yang keruh dan berbau campuran mekonium.
Bagian terendah anak sukar digerakkan bila rahim belum robek, tetapi
mudah didorong bila rahim sudah robek, disertai keluarnya darah.
Suhu rektal > 37,6C
3.2.5
Komplikasi 1,2
1. Ibu
Infeksi sampai sepsis
Dehidrasi,Syok,Kegagalan fungsi organ-organ
Robekan jalan lahir
Robekan pada buli-buli,vagina,uterus dan rektum.
2. Anak
Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
Lahir dalam asfiksia berat sehingga menimbulkan cacat otak menetap
Trauma persalinan
Patah tulang,dada,lengan,kaki,kepala karena pertolongan persalinan
dengan tindakan.
3.2.6 Penatalaksanaan1,2
1. Perbaiki keadaan umum ibu :
- Rehidrasi : Dekstrosa 5 10 %, 500 cc dalam 1 2 jam pertama, selanjutnya
tergantung produksi urine
- Pemberian Antibiotik : * Penisilin Prokain 1 juta IU Intramuscular : *
Streptomisin : 1 gr Intramuscular
- Obsrvasi 1 jam, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk segera bertindak
2. Mengakhiri Persalinan
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep Manual
Aid. Pada letak sungsang, Embriotomi bila janin meninggal & Seksio Sesarea
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Kejadian ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan
suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janin. Kematian ibu dan anak karena
ruptur uteri masih tinggi. Sekitar 20% dari populasi di negara negara berkembang terdiri atas
wanita usia reproduktif yang nantinya akan menghadapi resiko ruptur uteri. Persalinan macet
dengan ruptur uteri merupakan komplikasi obstetri yang sangat serius karena meningkatkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan janin.
Ruptur uteri merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan obstetri yang mengancam
nyawa yang paling jarang ditemui kejadiannya di Instalasi Gawat Darurat karena salah atau
terlambat didiagnosis berujung pada kematian dan atau kesakitan ibu dan janin. 6 Persalinan
macet merupakan penyebab utama yang berujung pada kejadian ruptur uteri di seluruh dunia.
Faktor ekonomi, sosial budaya, dan rendahnya pelayanan kesehatan memiliki peranan
penting terhadap angka kejadian ruptur uteri. Prenatal care, pimpinan partus yang baik,
disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang
cukup juga merupakan faktor yang penting.
Secara umum penegakan diagnosis usia kehamilan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan
HPHT , tinggi fundus uteri dan USG. HPHT pasien ini adalah 09 Juli 2015, sehingga
Taksiran Persalinannya 16 April 2016 dan dari pemeriksaan tinggi fundus uteri yaitu
didapatkan hasil 2 jari dibawah procesus xyphoideus, dengan tinggi fundus didapatkan
pengukuran sebesar 27 cm sehingga dapat disimpulkan usia kehamilannya adalah 38-39
minggu dengan tafsiran berat badan janin 2480 gram.
Partus kasep adalah fase akhir dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan
berlangsung lama lebih dari 18 jam, sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun anak.
waktu dari mulainya pembukaan hingga sebelum dilakukan SC yakni mulai pukul 02.00
20.00 WITA adalah sekitar 18 jam. Penyebab partus kasep meliputi beberapa faktor seperti
dari faktor panggul, faktor anak, faktor tenaga dan faktor penolong. Pada pasien ini
didapatkan bahwa penyebab dari partus kasep adalah dari faktor anak yakni kelainan letak.
25
Gambaran klinis tangan menumbung atau tangan yang keluar dari jalan lahir menunjukkan
bahwa letak janin dalam rahim adalah letak lintang dibuktikan dengan pemeriksaan leopold
dan pemeriksaan dalam didapatkan tangan teraba pada saat dilakukan VT.
Komplikasi pada ibu yang sering ditemukan pada partus kasep adalah Infeksi sampai
sepsis, Dehidrasi,Syok,Kegagalan fungsi organ-organ, Robekan jalan lahir, Robekan pada
buli-buli,vagina,uterus dan rektum. Pada kasus ini didapatkan komplikasi pada ibu yakni
robekan pada uterus atau ruptur uteri yang bersifat mengancam sehingga didiagnosis sebagai
suspek Ruptur Uteri Imminens. Sedangkan komplikasi yang bisa ditemukan pada anak yakni
Gawat janin dalam rahim sampai meninggal, Lahir dalam asfiksia berat sehingga
menimbulkan
cacat
otak
menetap,
Trauma
persalinan
seperti
patah
keduannya.Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan. Penilaian korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl
sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang
semakin tipis dan teregang, sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih
yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Perasaan sering mau kencing
karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada
kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria. Pada auskultasi terdengar denyut
jantung janin tidak teratur (asfiksia). Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda
dari obstruksi, seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Pada pasien ini ditemukan bahwa proses persalinan sudah berlangsung lama dan
ditolong oleh bidan sejak di rumah sampai ke Puskesmas, waktu dari mulainya pembukaan
hingga sebelum dilakukan SC yakni mulai pukul 02.00 20.00 WITA adalah sekitar 18 jam.
Selain itu selama perjalanan 8 jam 30 menit pasien hanya mendapat 2 botol infus RL tanpa
disertai pemberian O2 padahal sudah terjadi gawat janin selama perjalanan ke Kupang.
Gambaran klinis yang menonjol dari pasien yang menunjukkan bahwa pasien mengalami
ruptur uteri adalah pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
dan setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan, bahkan
meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan. Selain itu denyut nadi lebih cepat dari
biasanya. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus. Pada
pemeriksaan denyut jantung janin saat di Triage didapatkan sudah tidak terdengar denyut
jantung janin dan didiagnosis dengan IUFD.
Pada kejadian ruptur uteri imminens, penanganannya adalah dengan melakukan
resusitasi harus segera dimulai dan operasi caesar untuk persalinan macet/ laparotomi harus
dilakukan untuk ruptur uteri yang terjadi.13 Jenis penanganan bergantung terutama pada
keadaan klinis pasien dan jenis, lokasi, dan tingkat ruptur uterus serta pada umur dan paritas
dari pasien. Jenis ruptur uterus ditandai sebagai komplit dan inkomplit. 14 Lamanya waktu
sejak pasien mulai mengeluhkan nyeri perut saat mau bersalin hingga tiba dirumah sakit dan
dilakukan operasi semuanya dicatat. Pada pasien ini tidak diketahui penanganan awal
sebelum dirujuk karena tidak dicatat secara lengkap dalam surat rujukan. Selain itu, lamanya
waktu sejak mulai persalinan hingga persalinan diakhiri dan bagaimana kemajuan persalinan
selama perjalanan ke rumah sakit tidak di catat sehingga tidak dikethaui secara pasti sejak
kapan persalinannya mulai mengalami kemacetan. Bahkan tidak diketahui tindakan apa saja
yang sudah dilakukan oleh bidan di Puskesmas tersebut sebelum dirujuk, apakah sudah
27
diberikan oksitosin atau belum juga tidak dicatat. Pada surat rujukan hanya dikatakan selama
perjalanan pasien mendapat infus sebanyak 2 botol.
Penanganan akhir pada kejadian partus kasep dan ruptur uteri pada pasien ini
dilakukan dengan cyto SCTP dan MOW dan dilakukan juga Supravaginal Histerektomi untuk
menangani ruptur uteri yang terjadi. Komplikasi post operasi pada pasien ini yakni adanya
infeksi luka operasi selama masa perawatan. Pasien dirawat selama 11 hari dan setelah luak
operasi mengering, pasien dipulangkan dan diberikan surat kontrok ke Poliklinik kandungan
untuk kontrol 3 hari setelah dipulangkan.
BAB V
28
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Seorang wanita 39 tahun hamil anak ke lima datang ke rumah sakit dengan rujukan
dari Puskesmas Naikliu dengan keluhan keluar tangan dari jalan lahir.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien mengalami nyeri tekan pada seluruh abdomen dan
pada saat dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan tangan teraba pada jalan lahir atau tangan
menumbung yang menandakan bahwa letak janin adalah letak lintang. Tinggi fundus uteri
sesuaii usia kehamilan, konjungtiva pucat, dan didapatkan peningkatan tekanan darah dan
peningkatan denyut nadi pasien. Denyut jantung janin tidak terdengar pada pemeriksaan
auskultasi. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien kemudian didiagnosis
dengan G5P4A0 AH4 UG 38-39 minggu J/T/IUFD + Inpartu Kala I Fase Aktif + Letak
Lintang (Tangan menumbung) + Partus Kasep + Suspek RUI + TBBJ 2480 gram Pasien
ditangani dengan melakukan operasi cyto SC dan MOW.
Selama dirawat di RS, pasien mendapatkan penanganan untuk memperbaiki keadaan
umumnya berupa transfusi PRC dan transfusi albumin untuk mengatasi hipolabuminemia.
Pasien mengalami infeksi luka operasi selama masa perawatan namun sudah membaik karean
segera diobati. Pasien dirawat selama kurang lebih 11 hari dan setelah keadaan umum
diperbaiki, pasien kemudian dipulangkan dan diminta kontrol ke poli kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
2. RCOG. WHO systematic review of maternal mortality and morbidity: the prevalence
of uterine rupture. BJOG. 2005;112:1221-1228
3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.2010; 511-20
4. Dhaifalah I, Santavy J, Fingerova H. Uterine rupture during pregnancy and delivery
among women attending the al-tthawra hospital in sanaa city yemen republic.
Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub. 2006;150(2):279283
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L III, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics 22nd ed. New York: McGraw-Hill, 2005: 409-41
6. Hanretty KP. Obstetrics Illustrated. 6th Ed. Edinburgh: Churchill Livingstone: 2005;
331
7. Anand E, Padudibri V. Textbook of obsterics. New Delhi: BI Pub Ltd. 2006; 335-40.
8. Jazayeri A. Macrosomia. [updated 2012 February 14; cited 2014 May 07] Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/262679-overview
9. Markum, A.H. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1996
30