Anda di halaman 1dari 14

Trickling Filter

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan fenol di lingkungan memerlukan perhatian di dalam pengelolaannya
sebelum dibuang ke perairan umum khususnya di lingkungan pengolahan minyak bumi.
Sebagimana termuat dalam KEP MENLH No. : 128 Tahun 2003 bahwa ambang batas yang
diperbolehkan adalah 0,5 ppm. Pengolahan limbah cair kilang minyak tahap I (Primary
Treatment) dengan American Petroleum Institute (API) Separator maupun Corrugated Plate
Interceptor (CPI) Separator mampu menurunkan kadar minyak hingga < 25 ppm, namun
senyawa fenol yang terkandung dalam air buangan tidak mampu diturunkan. Hal ini
disebabkan karena senyawa fenol larut dalam air.
Kadar fenol dalam air limbah pengolahan minyak sangat tergantung pada bahan baku
minyak mentah ( crude oil ) yang digunakan. Crude oil yang berasal dari luar Pulau Jawa
maupun dari Timur Tengah mengandung senyawa fenol yang lebih tinggi dibanding dengan
crude oil yang berasal dari Pulau Jawa. Fenol pada kondisi kadar yang tinggi merupakan
senyawa beracun yang mematikan, pada kadar menengah mempunyai efek yang
menghambat pertumbuhan mikroorganisme namun pada kadar yang kecil merupakan sumber
makanan bagi mikroorganisme tertentu. Sehingga bila tidak diwaspadai keberadaannya akan
mengganggu keseimbangan lingkungan.
Fenol merupakan senyawa yang memiliki sifat khas, yaitu ketika kadarnya tinggi
merupakan racun yang mematikan, sedang pada kadar yang rendah bisa dijadikan sebagai
sumber makanan mikroorganisme tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


1

Trickling Filter
1. Bagaimana proses pengolahan air limbah dengan sistem Trickling Filter?
2. Seberapa besar efektifitas penurunan kadar fenol air limbah Kilang Migas Cepu
dengan sistem Trickling Filter?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengolahan air limbah dengan sistem Trickling Filter.
2. Mengetahui efektifitas penurunan kadar fenol air limbah Kilang Migas Cepu dengan
sistem Trickling Filter.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2

Trickling Filter
2.1 Pengolahan Air Limbah Secara Biologis
Pengolahan secara biologi ditujukan untuk menyisihkan bahan-bahan yang terlarut dalam
air limbah, karena pengolahan air limbah secara fisika tidak dapat menyisihkannya.
Bahanbahan organik terlarut yang dapat disisihkan dengan pengolahan ini adalah zat organik
yang bersifat biodegradable. Sebagai pengolahan tahap kedua, pengolahan secara biologi
dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasa warsa
metode pengolahan secara biologi telah berkembang dengan segala modifikasinya.
Modifikasi-modifikasi yang selama ini telah dikembangkan antara lain dengan trickling filter.
Seluruh modifikasi ini mempunyai efisiensi yang didasarkan pada penurunan nilai BOD
sekitar (80-90) %. Apabila nilai BOD air limbah tidak melebihi 4000 mg/L, proses aerob
lebih ekonomis. Sedangkan air limbah yang mempunyai nilai BOD lebih dari 4000 mg/L
proses anaerob lebih ekonomis.
2.2 Trickling Filter
Pengolahan air limbah dengan proses Trickilng Filter adalah proses pengolahan dengan
cara menyebarkan air limbah ke dalam suatu tumpukan atau unggun media yang terdiri dari
bahan batu pecah fterikil), bahan keramik, sisa tanur (slag), medium dari bahan plastik atau
lainnya. Dengan cara demikian maka pada permukaan medium akan tumbuh lapisan biologis
(biofilm) seperti lendir, dan lapisan biologis tersebut akan kontak dengan air limbah dan akan
menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Proses pengolahan air limbah dengan sistem Trickilng Filter pada dasarnya hampir sama
dengan sistem lumpur aktif, di mana mikroorganisme berkembang-biak dan menempel pada
permukaan media penyangga. Di dalam aplikasinya" proses pengolahan air limbah dengan
sistsm trickling filter secara garis besar ditunjukkan seperti pada Gambar 1.

Trickling Filter

Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Trickling Filter.

Pertama, air limbah dialirkan ke dalam bak pengendapan awal untuk mengendapkan
padatan tersuspensi. Selanjutnya air limbah dialirkan ke bak trickling filter melalui pipa
berlubang yang berputar. Dengan cara ini maka terdapat zona basah dan kering secara
bergantian sehingga terjadi transfer oksigen ke dalam air limbah. Pada saat kontak
dengan media trickling filter, air limbah akan kontak dengan mikroorganisme yang
menempel pada permukaan media dan mikroorganisme inilah yang akan menguraikan
senyawa polutan yang ada dalam air limbah.
Air limbah yang masuk ke dalam bak trickling filter selanjutnya akan keluar melalui
pipa under-drain yang ada di dasar bak dan keluar melalui saluran efluen. Dari saluran
efluen dialirkan ke bak pengendapan akhir dan air limpasan dari bak pengendapan akhir
adalah merupakan air olahan.
Lumpur yang mengendap di dalam bak pengendapan akhir selanjutnya disirkulasi ke
inlet bak pengendapan awal.

Trickling Filter

Gambar 2. Penampang Bak Trickling Filter.

Trickling Filter

Gambar 3. Penampang Bak Trickling Filter

Di dalam operasional trickling filter secara garis besar dibagi menjadi dua yakni
trickling filter standar (Low Rate) dan trickling filter kecepatan tinggi. Parameter disain
untuk trickling filter standar dan trickling filter kecepatan tinggi ditunjukkan pada Tabel
1.

Tiga jenis dasar Trickling filter yang digunakan untuk:


1. Pengolahan limbah perumahan atau pedesaan kecil individu
2. sistem terousat untuk pengolahan limbah kota
3. sistem diterapkan pada pengolahan limbah industri
6

Trickling Filter
Pengolahan limbah cair dengan Trickling Filter dapat menggunakan media filter
konvensional seperti batu kali maupun filter buatan pabrik yang terbuat dari plastik, yang
mempunyai katarakteristik sebagai berikut :
Tabel 2.Karakteristik media Filter

Masalah yang sering timbul pada pengoperasian trickling filter adalah sering
timbul lalat dan bau yang berasal dari reaktor. Sering terjadi pengelupasan lapisan biofilm
dalam jumlah yang besar. Pengelupasan lapisan biofilm ini disebabkan karena perubahan
beban hidrolik atau beban organik secara mendadak sehingga lapisan biofilm bagian
dalam kurang oksigen dan suasana berubah menjadi asam karena menerima beban asam
organik sehingga daya adhesive dari biofilm berkurang sehingga terjadi pengelupasan.
Cara mengatasi gangguan tersebut yakni dengan cara menurunkan debit air
limbah yang masuk ke dalam reactor atau dengan cara melakukan aerasi di dalam bak
ekualisasi untuk menaikkan kensentrasi oksigen terlarut.

BAB III
PEMBAHASAN
7

Trickling Filter

3.1 Pengolahan tahap II air limbah kilang dengan trickling filter


Setelah dilakukan sirkulasi selama 2 x 24 jam pada Trickling Filter dengan memasukkan
biakan bakteri di dalamnya lalu diambil contoh air dan dianalisis kandungan fenolnya,
terukur absorben contoh pada spektrofotometer 0,016. Hasil ersebut bila dihitung maka akan
didapat konsentrasi fenol pada air contoh 0,013 mg/L, sedangkan konsentrasi awal dibuat
kondisi konsentrasi 20 mg/L. Hal tersebut membuktikan telah adanya kehidupan bakteri
pemakan fenol pada Trickling Filter.
3.1.1

Penentuan Luas Permukaan Spesifik


Untuk menentukan luas permukaan spesifik dilakukan sebagai berikut :
1. Penentuan Volume Total Filter.
Filter berbentuk tabung silinder dengan ketinggian 0,82m dan diameter 0,51m.
Jadi volume total filter = 0,25 D h
= 0,1675 m
= 167,5 liter
2. Penentuan Luas Permukaan Filter
Karena berbentuk silinder dengan diameter0,51 m,
maka luas permukaan filter =0,2043 m
3. Penentuan Luas Permukaan Spesifik
Filter terdiri dari potongan-potongan pipa paralon bekas dengan ukuran panjang :
3,221 cm dan diameter : 1,87 cm.
Jadi luas permukaan per potongnya = D p
= x 1,87 cm x 3,221 cm
= 1,89 cm
Jumlah potongan paralon : 9.062 buah
Jadi luas permukaan total = Luas per potong x Jumlah
= 1,89 cm x 9.062
= 17127,18 cm

3.1.2

Luas Permukaan Spesifik= Luas / Volume = 17,12718 m / 0,1675 m


= 102,25 m2 / m
Metodologi
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Lindungan Lingkungan Pusdiklat Migas Cepu
Contoh Air Limbah
Air limbah yang akan diolah diambil dari air limbah kilang Pusdiklat Migas Cepu yang
ditambah dengan fenol sehingga konsentrasinya 20 mg/liter.
Media Filter

Trickling Filter
Selama penelitian akan menggunakan pipa pralon bekas pelindung kabel listrik. Pipa
paralon yang akan digunakan untuk media filter mempunyai ukuran 12.5 mm dan
dipotongpotong sepanjang ( 25 35 ) mm.
Metode Penunjang
Analisa COD
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) adalah
jumlah mg oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dan zat anorganik
dalam 1 liter air pada kondisi tertentu dengan menggunakan oksidator kalium dikromat.
Analisis Fenol
Menentukan kandungan fenol dalam air.Dengan adanya kalium ferisianida, fenol bereaksi
dengan 4 aminoantipirin pada pH 10,0 0,2 membentuk warna kuning muda. Warna
yang terbentuk kemudian diperiksa dengan spektrofotometer pada = 460 nm.
Tabel 3. Data Hasil Titrasi Contoh Percobaan

Tabel 4. Data Hasil Titrasi Contoh Percobaan

Penentuan Konstanta Kecepatan Penguraian Zat Organik.


Penentuan konstanta kecepatan penguraian dilakukan dengan memvariasi debit dan
dianalisis nilai COD air hasil olahannya.Dengan Pers.

Trickling Filter

sedangkan Z,Sa dan A merupakan bilanganbilangan tetap, dan jika dikumpulan dan diberi
notasi baru sebagai K1 maka rumus tersebut diatas berubah menjadi :

Persamaan tersebut di atas identik dengan Y = aX, Dengan

Keterangan :
Se : COD keluaran
Si : COD masukan
Sa : luas permukaan spesifik
Q : Debit masukan
Z : Kedalaman Filter
A : Luas permukaan Filter

K : Koefisien kecepatan reaksi


Tabel 4.1.. Hasil Perhitungan Koefisien Kecepatan Reaksi (K)

10

Trickling Filter

Berdasarkan table 3-3 dapat dihitung dengan regresilinier sebagai berikut :


Persamaan garis Y = a X + c melalui titik-titik :
(0,69 ; 0,10), (0,83 ; 0,13), (1,04 ; 0,19), (1,39 ;0,20) sehingga disusun table perhitungan
seperti di bawah ini :
Tabel 4.2 . Data Perhitungan Fungsi Linier COD

11

Trickling Filter

Gambar 4. Grafik Fungsi Linier Nilai COD

Jadi persamaan garisnya Y = 0,173694 X 0,0115 a adalah gradient dari garis tersebut
yang artinya besarnya sama dengan KK1, sedangkan K1 besarnya bervariasi tergantung
besarnya Q.
a = KK1

K = a / Ki dari nilai rata rata perhitungan didapat nilai

Konstanta Kecepatan Reaksi ( K ) = 0,112 m/ hari.


Penentuan Efisiensi Pengolahan.
Untuk menentukan efisiensi pengolahan digunakan rumus :

Keterangan : E : Efisiensi

12

Trickling Filter
Tabel 5. Perhitungan efisiensi (E) pengolahan

Berdasarkan tabel 3-4 di atas dapat di lihat bahwa COD sebelum proses (So) rata
rata besarnya : 320 mg/l , sedangkan setelah memasuki Trickling Filter besarnya COD
(Se) bervariasi tergantung besarnya debit limbah. Semakin kecil debitnya semakin besar
penurunannya. Dari tabel 4.2 dapat diketahui pada debit (Q) : 1,44 m / hari E sebesar
10% sedangkan pada Q : 1,2 m/ hari E sebesar 12,5%, pada Q : 0,96 m / hari E sebesar
17,5%, dan pada Q : 0,72 m/ hari E sebesar 20%.

BAB IV
PENUTUP
13

Trickling Filter
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut bahwa
Trickling Filter cukup efektif untuk menurunkan kadar fenol dalam usaha pengolahan air
limbah kilang yang mengandung kadar fenol tinggi, dengan dimensi D = 0,52 m dan h = 0,82
m serta bahan filter paralon bekas, besarnya koefisien kecepatan reaksi = 0,102 m/hari.

DAFTAR PUSTAKA
Said, N. I. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis. Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT) dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Samarinda. Kalimantan Tengah.
Mawarni, D. I. (2010). Pengolahan Tahap II Air Limbah Kilang Migas Cepu dengan Trickling
Filter. SIMETRIS, (12).

14

Anda mungkin juga menyukai