Follow Up DSS
Follow Up DSS
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. S A
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Bamboan RT 01/06, kel. PakanSari, Kec. Cibinong
Umur : 6 Tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Anak ke : 1
Tanggal Rawat : 14 Maret 2016
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan Ayah pasien pada
tanggal 16 Maret 2016.
Keluhan Utama : Tubuh dingin dan lemas
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin sejak 1 hari sebelum
masuk RSUD Cibinong, selain kaki dan tangan yang teraba dingin pasien juga merasa lemas.
Sebelumnya pasien demam tinggi, mendadak, tidak turun walaupun sudah minum obat
penurun panas. Panas dirasakan empat hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan demam
disertai dengan rasa pegal-pegal pada tungkai, sakit kepala, dan disertai dengan mual muntah.
Riwayat batuk dan pilek disangkal. Buang air kecil sedikit. Satu hari sebelum masuk rumah
sakit, pasien muntah-muntah sebanyak 2x, dan tidak ada darah pada muntah pasien.
Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, buang air besar berdarah, buang air kecil
berdarah disangkal. Selama lima hari demam pasien buang air besar kurang teratur. Pasien
tidak memiliki riwayat ke luar kota sebelumnya.
Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Berhubungan dengan Penyakit Sekarang
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga/ Lingkungan Sekitarnya yang Ada Hubungan dengan
Penyakit Sekarang
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit
yang serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa teman
pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien dikandung cukup bulan dan ibunya memeriksakan diri 4 kali ke dokter selama
masa kehamilan. Ibunya tidak pernah mengalami kelainan selama masa kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis. Berat badan lahir sekitar 3020
gram dengan panjang badan Ibu tidak ingat.
Riwayat Makanan
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Saat ini pasien makan tiga kali
sehari. Pasien makan nasi dengan berbagai lauk setiap harinya.
Riwayat tumbuh Kembang
Pasien tumbuh seperti anak seusianya, termasuk aktif bermain. Saat ini pasien berusia
6 tahun dan telah masuk kelas Taman Kanak-kanak.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi wajib pasien lengkap, memenuhi kriteria IDAI
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo: Inspeksi
: Simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian paru yang tertinggal,
otot
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Extremitas : Akral dingin, CRT < 2, oedema (-), pulsasi arteri perifer (A.Dorsalis pedis
dekstra et sinistra) teraba lemah.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 14 Maret 2016
o 14/03/2016 08.23 (IGD)
Leukosit 4.800 / L
Trombosit 41.000 / L
Hb 16,4 g/dL
Ht 49%
IgG dan IgM dengue (+)
Masa Perdarahan 3 menit
Masa Pembekuan 12 menit
E. RESUME
Anak SA usia 6 tahun dengan berat badan 20 kg datang dengan keluhan utama kaki dan
tangan teraba dingin sejak 1 hari sebelum masuk RS. Demam tinggi sejak empat hari SMRS.
Demam dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Menggigil (+), Kejang (-). Batuk (-).
Mencret, (-) sesak (-), Mual (+), muntah (+). Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, buang air
besar berdarah dan buang air kecil berdarah disangkal. Buang air kecil pasien menjadi
semakin sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit berat, tanda vital
didapatkan Tekanan darah tidak terukur, Frekuensi nadi tidak teraba, Frekuensi nafas
24x/menit,Suhu tubuh 36,7 C, nyeri tekan epigastrium (+), pulsasi arteri perifer teraba.
Dengan hasil pemeriksaan penunjang Leukosit 4.800 / L, Trombosit 41.000 / L, Hb 16,4
g/dL, Ht 49%, IgG dan IgM dengue (+), Masa Perdarahan 3 menit, Masa Pembekuan 12
menit, kesan terjadi trombositopenia dan terjadi peningkatan Ht.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Demam Berdarah Dengue derajat IV (Dengue Shock Syndrome)
Diagnosis banding : Syok Sepsis
Rencana diagnostik
Pemeriksaan darah perifer lengkap setiap 6-8 jam.
Monitor tanda vital setiap 15-30 menit
G. Tatalaksana
o Medikamentosa
IGD
O2 4L/menit, nasal
IVFD 22.30
23.00
23.30
24.00
RL 7cc/kgBB/jam 140cc/jam
Ondancetron 8 mg (IV)
Ranitidin 2x20 mg(IV)
Pasang Douer Catheter = urin 250 cc
Pro rawat ICU
H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Dubia
Quo Ad functionam : Dubia
Quo Ad sanactionam : Dubia
CATATAN KEMAJUAN
1. 15/03/2016
S : Nyeri ulu hati (+), demam (-), nafsu makan , Belum BAB, kaki dan tangan sudah
terasa hangat, BAK sedikit
O : Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD
: 100/60 mmHg,
FN
: 110 x/menit,
FP
: 24x/menit,
Suhu
: 36,7 C
Mata
anemis,
Thoraks
Paru
Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar sulit dinilai, NT (+), NT
epigastrium (+)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (+).
Pemeriksaaan laboratorium
15/03/2016 (01.15)
Leukosit 2.900 / L
Trombosit 22.000 / L
Hb 13,1 g/dL
Ht 39,2%
15/03/2016 (06.43)
Leukosit 3.600 / L
Trombosit 17.000 / L
Hb 13,6 g/dL
Ht 37,5%
15/03/2016 (13.14)
Leukosit 6.500 / L
Trombosit 17.000 / L
Hb 13,8 g/dL
Ht 39,5%
15/03/2016 (18.02)
Leukosit 4.400 / L
Trombosit 23.000 / L
Hb 13 g/dL
Ht 38,7%
15/03/2016 (23.50)
Leukosit 4.000 / L
Trombosit 20.000 / L
Hb 12,6 g/dL
Ht 38 %
A : Demam Berdarah Dengue grade IV (Dengue Shock Syndrome)
P : IVFD 7cc/kgBB/jam (140cc / jam)
Ondancentron 2 x 2 mg
Omeprazole 1 x 20 mg
Pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit, Trombosit per 6 jam
Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 37,5oC
2. 16/ 03/2016
Nyeri ulu hati (+), demam (-), nafsu makan , Belum BAB (-), kaki dan tangan sudah
terasa hangat, BAK banyak
O : Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD
: mmHg,
FN
: x/menit,
FP
: x/menit,
Suhu
: C
Mata
16/03/2016 (01.53)
Leukosit 4.200 / L
Trombosit 16.000 / L
Hb12,2 g/dL
Ht 34,2 %
16/03/2016 (12.38)
Leukosit 4.900/ L
Trombosit 20.000 / L
Hb11,8 g/dL
Ht 36,2 %
Kesan : Hb , Ht , trombositopenia
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV perbaikan)
P : - IVFD RL 5 cc/kgBB/jam (100 cc/jam)
- Ondancentron 2 x 2 mg
- Omeprazole 1 x 20 mg
- Monitor tanda vital tiap jam
- Rencana pemeriksaan serial tiap 6-8 jam
3. 17/03/2016
S : Nyeri ulu hati (+), demam (-), nafsu makan , Belum BAB (-), kaki dan tangan sudah
terasa hangat, BAK banyak
O : Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, GCS 15
TD
: 114/64 mmHg,
FN
: 79 x/menit,
FP
: 28x/menit,
Suhu
: 36,4 C
Mata
17/03/2016 (00.27)
Leukosit 4.900 / L
Trombosit 21.000 / L
Hb11,5 g/dL
Ht 34,2 %
17/03/2016 (07.09)
Leukosit 3700/ L
Trombosit 29.000 / L
Hb12,1 g/dL
Ht 41,6 %
Kesan : Peningkatan Hb,Ht, trombositopenia
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV perbaikan)
P : - IVFD RL 3 cc/kgBB/jam (60 cc/jam)
- Injeksi Ranitidin 2 x 20 mg
- Monitor tanda vital tiap jam
Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar sulit dinilai, NT (-), NT
epigastrium (-)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (+).
Pemeriksaaan laboratorium
18/03/2016 (00.44)
Leukosit 3.500 / L
Trombosit 83.000 / L
Hb11,6 g/dL
Ht 35,6 %
A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade IV) teratasi
P : IVFD RL 500cc/hari (maintenance)
- Imupor Syrup 2x1 cth
- Boleh pulang
5. 19/03/2016
Pasien pulang
ANALISA KASUS
Pasien An. SA usia 6 tahun didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue grade IV
(Dengue Shock Syndrome). Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah kaki dan tangan
teraba dingin sejak 4 jam sebelum masuk RS. Demam tinggi sejak empat hari SMRS. Demam
dirasakan timbul mendadak dan terus menerus, pasien sudah minum obat penurun panas tapi
keluhan tidak berkurang. Menggigil (+), Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (+). Riwayat
perdarahan dari hidung, gusi, buang air besar berdarah dan buang air kecil berdarah
disangkal. Buang air kecil pasien menjadi semakin sedikit. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien tampak sakit berat, tanda vital didapatkan tekanan darah tidak terukur,
tekanan nadi tidak teraba, Frekuensi nafas 35x/menit, Suhu tubuh 36,5 C, nyeri tekan
epigastrium (+). Dengan hasil pemeriksaan penunjang Leukosit 4.800 / L, Trombosit 41.000
/L, Hb 16,4 g/dL, Ht 49%. Masa Perdarahan 3 menit, Masa Pembekuan 12 menit, kesan
terjadi trombositopenia, dan peningkatan Hb dan Ht.
Berdasarkan kriteria dari WHO mengenai penegakan diagnosis DBD terdapat kriteria
demam berdarah dengue grade IV (DSS) pada pasien yaitu demam tinggi mendadak yang
tidak turun dengan pemberian obat penurun demam, disertai dengan anoreksia, lemah, nyeri
pada persendian, terdapat tanda kegagalan sirkulasi berupa tekanan darah yang tidak terukur,
nadi tidak teraba, gelisah dan akral dingin, disertai dengan hasil laboratorium berupa
trombositopenia (64000/l) pada awal masuk, dan terjadi peningkatan hematokrit 20% jika
dibandingkan dengan hematokrit pada masa konvalesen, hasil IgM dan IgG Dengue (+). Dua
gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratorium dapat menegakkan diagnosis kerja
Demam Berdarah Dengue.Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan bahwa pasien mengalami Demam Berdarah Dengue grade IV (Dengue
Shock Syndrome).
Penatalaksanaan pertama sudah diberikan untuk mengatasi syok pada pasien yaitu
pemberian IVFD dengan cairan kristaloid RL 20cc/KgBB dalam 30 menit, lalu dilanjutkan
dengan RL 20cc/KgBB dalam 30 menit karena tanda-tanda vital belum membaik dan koloid
10 cc/KgBB selama 1 jam, setelah kondisi tanda-tanda vital pasien mulai membaik,
pemberian cairan pada pasien menjadi 3cc/KgBB/jam.Pemberian cairan sesuai dengan WHO.
BAB II
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara endemiDengue dengan kasus tertinggi di AsiaTenggara.
Pada 2006 Indonesia melaporkan57% dari kasus Dengue dan hampir 80%kematian dengue
dalam daerah AsiaTenggara (1132 kematian dari jumlah 1558kematian dalam wilayah
regional). DiIndonesia infeksi virus Dengue selaludijumpai sepanjang tahun di beberapa
kotabesar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya,Medan dan Bandung. Perbedaan pola
kliniskejadian infeksi Dengue ditemukan setiaptahun. Perubahan musim secara global,
polaperilaku
hidup
bersih
dan
dinamika
populasimasyarakat
(adanya
perang
menurun secara drastis dari41,3% ditahun 1968 menjadi kurang dari 3%ditahun 1991, namun
Sindroma Syok Denguemasih merupakan kegawatan yang sulitdiatasi. Prevalensi infeksi
dengue secara global telahmeningkat secara dramatis pada dekade terakhir.2
Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DHF di Indonesia terusmeningkat dari
0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angkatertinggi pada tahun 1988
yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlahpenderita sebanyak 47.573 orang, dan 1.527
orang penderita dilaporkanmeninggal. Setelah epidemi tahun 1988, insidens DHF cenderung
menurun, yaitu12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per 100.000 penduduk. Terjadinya syok pada
DHFmasih banyak ditemukan, di RS Sardjito Yogyakarta, selama periode januari 2002sampai
agustus 2003 ditemukan 41% pasien DHF dengan syok. Syok pada DHFsering terjadi pada
35,2% dari seluruh kasus. Case fatality rate(CFR) DHF di Indonesia dilaporkan adalah
4,6%.3,4
Infeksi virus dengue dengan keempat serotipe akan memberikan variasiklinis yang
beragam mulai dari asimptomatik, dengue fever (DF), DHF sampai keDengue Shock
Syndrome (DSS) yang merupakan klinis terberat dari infeksidengue. Gejala klinis DHF
ditandai oleh kebocoran plasma dan gejala perdarahanpada periode mendekati waktu
defervesent, biasanya hari ke-5 setelah awal panas. Morbiditas dan mortalitas DBD/DSS
yang dilaporkan berbagai negarabervariasi disebabkan beberapa faktor, antaralain status umur
penduduk, kepadatan vektor,tingkat penyebaran virus dengue, prevalensiserotipe virus
dengue dan keadaanmeteorologis.Infeksi virus dengue pada manusiamengakibatkan spektrum
manifestasi klinisyang bervariasi mulai dari tanpa gejala(asimtomatik), demam ringan yang
tidakspesifik (mild undifferentiated febrileillness), demam dengue, demam berdarahdengue
(DBD), dan dengue shock syndrome.Terdapat berbagai teori yang terkaitdengan patofisiologi
infeksi virus Dengueseperti hipotesis (ADE), teori virulensi virusyang mendasarkan pola
perbedaan serotipevirus dengue Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Teori antigen-antibodi,
yang mendasarkankenyataan bahwa pada penderita DBD terjadipenurunan aktifitas sistem
komplemen yangditandai dengan penurunan dari kadarC3,C4,dan C5.Teori mediator,
dimanamakrofag yang terinfeksi virus
sepertiinterferon,
IL-1,
TNF
mediatortersebut
bertanggung
IL-6,
IL-12,
jawab
atas
dan
lain-lain.Diperkirakan
terjadinyasyok
septik,
berbagai
demam
dan
perkembangan
mampu
teori
yangmenarik.Tetapi
menjelaskanimunopatogenesis
infeksi
berbagai
virus
teori
tersebut
Dengueataupun
membedakan dengan jelas kelompokklinis mana yang akan terjadi pada penderita,Demam
Dengue, atau Demam BerdarahDengue atau bahkan yang lebih fatal yaituSindroma Syok
Dengue. Ini disebabkankurangnya model invitro dan invivo penyakitinfeksi virus
dengue.Dengue hemorrhagic fever dan DSS merupakan manifestasi klinis beratyang dijumpai
pada infeksi virus dengue. Kasus DHF di Asia Tenggara sangatbanyak dijumpai pada anakanak. Sampai saat ini belum didapatkan prediktorpasti yang dapat mengarahkan suatu infeksi
dengue akan menuju derajat yanglebih berat.Protein nonstruktural ditemukan pada saat
replikasi virus. Protein-proteintersebut disintesis dalam bentuk prekursor poliprotein tunggal
yang cukup besar,yang tersusun dari lebih kurang 3400 asam amino.Protein NS1 ditampilkan
dalam bentuk membrane associated (mNS1) dan dalambentuk yang tersekresi (sNS1), yang
berkaitan dengan patogenesis penyakit yangberat.Beberapa penelitian pendahuluan
menunjukkan keterlibatan NS1 dalamreplikasi virus RNA. Kadar NS1 tersekresi (sNS1)
dalamplasma berkorelasi dengan titer virus, yang dijumpai lebih tinggi pada pasiendengan
DHF dibandingkan demam dengue. Peningkatankadar sNS1 bebas dalam 72 jam onset
penyakit (fase viremia) menunjukkan risikopenyakit berkembang ke arah DHF. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa cutoff value dari titer sNS1 bebas untuk berkembang menjadi
DHF adalah 600ng/mldengan menggunakan alat capture ELISA.Selain itu, beberapa
penelitian sebelumnya menemukan bahwa proteinNS1 dapat secara langsung terlibat dalam
proses perjalanan penyakit menjadi5derajat yang lebih berat melalui kemampuannya
merangsang sel dendritik untukmemproduksi TNF-, IL-1, IL-6. Dimana sitokin sitokin
diketahui sebagaisitokin yang berperan dalam terjadinya peningkatan permeabilitas vaskuler
yangberakibat kebocoran plasma.5,6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit
ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menginfeksi luas dibanyak negara di Asia
Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam
berdarah baik ringan maupun fatal. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat hampir
diseluruh daerah Indonesia.7
Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik
termasuk virus, vektor dan pejamu (host). Faktor abiotik termasuk suhu, kelembaban dan
curah hujan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi kejadian DBD. Faktor lingkungan ini
meliputi kondisi geografi dan demografi. Kondisi geografi yaitu ketinggian dari permukaan
laut, angin dan iklim.7,8
Virus dengue adalah genus dari Flavivirus dan familia Flaviviridae dengan ukuran 50
nm, mengandung RNA rantai tunggal sebagai genome. Virion terdiri atas nukleokapsid
berbentuk kubus simetris dalam amploplipoprotein. Virus dengue memiliki 4 strain DENV1,
DENV2, DENV3 dan DENV4. Infeksi salah satu serotipe virus dapat membentuk sistem
imun dari serotipe yang menginfeksi. Apabila terjadi infeksi sekunder dengan serotipe lain
atau multipel infeksi dengan serotipe berbeda dapat menyebabkan infeksi dengue berat yaitu
Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS).8,9
2.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Kasus DBD meningkat pada lima dekade terakhir. Terdapat 50-100 juta kasus infeksi
baru yang diperkirakan terjadi lebih dari 100 negara endemik DBD. Setiap tahun ratusan
sampai ribuan kasus DBD meningkat dan menyebabkan 20.000 kematian. Pada Asia
Tenggara menjadi area endemik dengan laporan kasus dengue sejak tahun 2000-2010 angka
kematian mencapai 355.525 kasus. DBD pertama kali ditemukan tahun 1968 di Surabaya
dengan 58 kasus pada anak dan diantaranya 24 anak meninggal. DBD menunjukkan
kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Wilayah diseluruh
Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD kecuali daerah yang memiliki
ketinggian lebih dari 1.000 meter DPL (Diatas Permukaan Laut). Jumlah kasus DBD di
Indonesia tahun 2008 mencapai 137.469 kasus dan jumlah kematian sebanyak 1.187 orang.
Tahun 2009 kasus DBD meningkat mencapai 158.912 kasus, jumlah kematian 1.420 orang.
Selama tahun 2010, kasus DBD menurun menjadi 156.806 kasus dan jumlah kematian 1.358
orang. Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan hingga sepuluh
tahunan. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor
diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. DBD merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung pada khususnya.
Kasus DBD cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi
menimbulkan KLB, selama tahun 2004-2012 cenderung berfluktuasi. Angka kesakitan DBD
di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 68,44 per 100.000 penduduk (diatas IR Nasional
yaitu 55 per 100.000 penduduk) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95% namun
CFR telah kurang dari 1%.2
Demam berdarah dengue (DBD) adalahpenyakit infeksi yang disebabkan olehvirus
dengue dan mengakibatkan spektrummanifestasi klinis yang bervariasi antarayang paling
ringan, demam dengue (DD),DBD dan demam dengue yang disertai renjatanatau dengue
shock syndrome (DSS);ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.albopictus yang terinfeksi.
Host alamiDBD adalah manusia, agentnya adalah virusdengue yang termasuk ke dalam
familiFlaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3
danDen-4. Jumlah kasus DBD tidak pernahmenurun di beberapa daerah tropik dansubtropik
bahkan cenderung terus meningkat dan banyak menimbulkan kematianpada anak 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia,setiap tahunnya selalu terjadi
KLB di beberapaprovinsi, yang terbesar terjadi tahun1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita79.480 orang dengan kematian sebanyak800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnyajumlah kasus terus naik tapi jumlahkematian turun secara bermaknadibandingkan
tahun 2004. Misalnya jumlahkasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orangdengan kematian
1.187 orang atau casefatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun2009 sebanyak 154.855
orang dengan kematian1.384 orang atau CFR 0,89%. Penularan virus dengue terjadi
melaluigigitan nyamuk yang termasuk subgenusyaitu nyamuk Aedes aegypti danAe.
albopictus sebagai vektor primer danAe. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae(Finlaya)
niveus sebagai vektor sekunder,selain itu juga terjadi penularan transexsualdari nyamuk
jantan ke nyamuk betina melalui perkawinan serta penularantransovarial dari induk nyamuk
ke keturunannya.Ada juga penularan virusdengue melalui transfusi darah seperti terjadidi
Singapura pada tahun 2007 yangberasal dari penderita asimptomatik. Dari beberapa cara
penularan virus dengue,yang paling tinggi adalah penularan melalui gigitan nyamuk Ae.
aegypti. Masainkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)berlangsung sekitar 8-10 hari,
sedangkaninkubasi intrinsik (dalam tubuhmanusia) berkisar antara 4-6 hari dan diikutidengan
respon imun.Penelitian di Jepara dan Ujungpandangmenunjukkan bahwa nyamuk Aedes
spp.berhubungan dengan tinggi rendahnya infeksivirus dengue di masyarakat; tetapiinfeksi
tersebut tidak selalu menyebabkanDBD pada manusia karena masih tergantungpada faktor
lain seperti vector capacity,virulensi virus dengue, status kekebalanhost dan lain-lain. Vector
kapasitas dipengaruhioleh kepadatan nyamuk yangterpengaruh iklim mikro dan makro,
frekuensigigitan per nyamuk per hari, lamanyasiklus gonotropik, umur nyamuk danlamanya
inkubasi ekstrinsik virus dengueserta pemilihan Hospes. Frekuensi nyamukmenggigit
manusia, di antaranya dipengaruhioleh aktivitas manusia; orangyang diam (tidak bergerak),
3,3 kali akanlebih banyak digigit nyamuk Ae. Aegyptidibandingkan dengan orang yang lebih
aktif,dengan demikian orang yang kurangaktif akan lebih besar risikonya untuk tertularvirus
dengue. Selain itu, frekuensi nyamukmenggigit manusia juga dipengaruhikeberadaan atau
kepadatan manusia; sehinggadiperkirakan nyamuk Ae. aegypti dirumah yang padat
penghuninya, akan lebihtinggi frekuensi menggigitnya terhadapmanusia dibanding yang
kurang padat.Selain zatgizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizimikro seperti besi dan seng
mempengaruhirespon kekebalan tubuh, apabila terjadidefisiensi salah satu zat gizi mikro,
maka akan merusak sistem imun. Status gizi adalah keadaan kesehatanakibat interaksi
makanan, tubuh manusiadan lingkungan yang merupakan hasilinteraksi antara zat-zat gizi
yang masuk dalamtubuh manusia dan penggunaannya.Tanda-tanda atau penampilan status
gizidapat dilihat melalui variabel tertentu(indikator status gizi) seperti berat badan, tinggi
badan, dan lain lain. Sumber lainmengatakan bahwa status gizi adalahkeadaan yang
diakibatkan oleh statuskeseimbangan antara jumlah asupan zatgizi dan jumlah yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: pertumbuhan fisik,perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lain lain. Status gizi sangat berpengaruhterhadap
status kesehatan manusia karenazat gizi mempengaruhi fungsi kinerjaberbagai sistem dalam
tubuh. Secara umumberpengaruh pada fungsi vital yaitu kerjaotak, jantung, paru, ginjal, usus;
fungsiaktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsipertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot&
organ lain, pada tahap tumbuh kembang;fungsi immunitas yaitu melindungi tubuhagar tak
mudah sakit; fungsi perawatanjaringan yaitu mengganti sel yang rusak;serta fungsi cadangan
gizi yaitu persediaanzat gizi menghadapi keadaan darurat.Penderita DBD yang tercatat
selamaini, tertinggi adalah pada kelompok umur<15 tahun (95%) dan mengalamipergerseran
dengan adanya peningkatanproporsi penderita pada kelompok umur 15-44 tahun, sedangkan
proporsi penderitaDBD pada kelompok umur >45 tahun sangatrendah seperti yang terjadi di
Jawa Timurberkisar 3,64%.Munculnya kejadian DBD, dikarenakanpenyebab majemuk,
artinya munculnyakesakitan karena berbagai faktor yangsaling berinteraksi, diantaranya
agent (virusdengue), host yang rentan serta lingkunganyang memungkinan tumbuh dan
berkembang
biaknya
nyamuk
Aedes
spp.
Selainitu,
juga
dipengaruhi
faktor
pendidikan,
pekerjaan,
sikap
hidup,golongan
umur,
suku
bangsa,
Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah
atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat perkembangbiakan yang potensial adalah
tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti drum, bak
mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-lain. Tempat-tempat perkembangbiakan lainnya
terkadang ditemukan pada vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas,
tempat minum burung dan lain-lain. Tempat perkembangbiakan yang disukai adalah yang
berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Nyamuk Aedes
aegypti menggigit pada siang hari pukul 09.00-10.00 dan sore hari pada pukul 16.00-17.00.
Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein dari darah manusia
diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap, nyamuk ini akan
mencari tempat hinggap.10,11
Morfologi nyamuk Aedes aegypti secara umum sebagaimana serangga lainnya mempunyai
tanda pengenal sebagai berikut :10,11
1. Terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut.
2. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang (proboscis)
untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya.
3. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan dan sayap belakang
yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang.
Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang kompleks dengan perubahan signifikan
fungsi, serta habitat. Nyamuk betina bertelur pada dinding basah, kemudian telur menetas dan
menjadi larva lalu berubah menjadi pupa dan terakhir menjadi nyamuk dewasa baru.10,11
permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme, dan
partikel-partikel lainnya dalam air. Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah:10,11
- Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir.
- Pada segmen-segmen terakhir tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(Palmate hairs)
- Sepasang rambut serta jumbai pada siphon.
- Pada sisi torak terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang
rambut di kepala.
- Siphon dilengkapi pecten.
Terdapat empat tingkat larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:10,11
- Instar I berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan
pada siphon belum jelas.
- Instar II berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri dada belum jelas, corong kepala mulai
menghitam.
- Instar III berukuran 4-5 mm, berumur 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri didada mulai
jelas dan corong berwarna coklat kehitaman.
- Instar IV berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap.
2.2.3 Pupa
Kepompong nyamuk Aedes aegypti berbentuk seperti koma, gerakannya lambat dan
sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi nyamuk dewasa
baru. Siklus nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga nyamuk dewasa memerlukan waktu 710 hari. Pupa akan tumbuh baik pada suhu optimal sekitar 28oC-32oC. pertumbuhan pupa
nyamuk jantan memerlukan waktu 2 hari, sedangkan nyamuk betina selama lebih dari 2
hari.10,11
tidak
menjadi
faktor
risiko.Faktor
risiko
yang
menyebabkan
4. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokinyang disebut monokin
dan mediator lain yang memacu terjadinyapeningkatan permeabilitas vaskuler dan aktivasi
koagulasi danfibrinolisis sehingga terjadi kebocoran vaskuler dan perdarahan.14,15
5. Teori Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yangmerupakan reaksi
terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosisadalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi
sitoplasma,peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA subseluleryang berisi
badan apoptotik.14,15
6. Teori Endotel
Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro danmenyebabkan
pengeluaran sitokin dan kemokin. Sel endotel yangtelah terinfeksi virus Dengue dapat
menyebabkan aktivasikomplemen dan selanjutnya menyebabkan peningkatanpermeabilitas
vaskuler dan dilepaskannya trombomodulin yangmerupakan pertanda kerusakan sel endotel.
Bukti yangmendukung adalah kebocoran plasma yang berlangsung cepat danmeningkatnya
hematokrit dengan mendadak.14,15
Patofisiologi primer pada Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadipeningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoranplasma ke dalam ruang ekstra
vaskuler, sehingga akan menimbulkanhemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Volume plasma menurunmencapai 20% pada kasus berat yang diikuti efusi pleura,
hemokonsentrasidan hipoproteinemia. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh,
cairanekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan menimbulkan penurunanhematokrit.
Perubahan hemostasis pada Demam Berdarah Dengue (DBD)dan Dengue Syok Syndrome
(DSS) yang akan melibatkan 3 faktor yaitu:(1) perubahan vaskuler; (2) trombositopenia; dan
(3) kelainan koagulasi.Setelah virus Dengue masuk dalam tubuh manusia, virus
berkembangbiak didalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti denganviremia yang
berlangsung 5-7 hari. Respon imun humoral atau selulermuncul akibat dari infeksi virus ini.
Antibodi yang muncul pada umumnyaadalah IgG dan IgM, pada infeksi Dengue primer
antibodi mulai terbentukdan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang ada telah
meningkat.Antibodi terhadap virus Dengue dapat ditemukan di dalam darahsekitar demam
pada hari ke 5, meningkat pada minggu pertama sampaiminggu ketiga dan menghilang
setelah 60-90 hari. Pada infeksi primerantibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14
sedangkan pada infeksisekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini
padainfeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgMsetelah hari
kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkanlebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.Trombositopenia merupakan kelainan
hematologi yang seringditemukan pada sebagian besar kasus Demam Berdarah
Dengue.Trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendahpada masa
syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masakonvalesen dan nilai normal
biasanya tercapai pada 7-10 hari sejakpermulaan sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombositdianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.Gangguan
hemostasis melibatkan perubahan vaskuler, pemeriksaantourniquet positif, mudah mengalami
memar, trombositopenia dankoagulopati. DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi
danfibrinolisis, Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dapatdijumpai pada kasus
yang berat dan disertai syok dan secara potensialdapat terjadi juga pada kasus DBD tanpa
syok. Terjadinya syok yangberlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan perawatan
yangtepat dan melakukan observasi disertai pemantauan perembesan plasmadan gangguan
hemostatis.14,15
Sumber : Darmowandowo W. Infeksi Virus Dengue. RSU Dr. Soetomo Surabaya. Continuing
Education, 2010.
sepertidemam, nyeri sendi, nyeri otot, dan gejalalainnya. Juga bisa terjadi aggregasi
trombosityang menyebabkan trombositopenia ringan.Demam tinggi (hiperthermia)merupakan
manifestasi klinik yang utamapada penderita infeksi virus dengue sebagairespon fisiologis
terhadap mediator yangmuncul.14,15,16Sel penjamu yang muncul danberedar dalam sirkulasi
merangsangterjadinya panas. Faktor panas yangdimunculkan adalah jenis-jenis sitokin
yangmemicu panas seperti TNF-, IL-1, IL-6, dansebaliknya sitokon yang meredam
panasadalah TGF-, dan IL-10.Beredarnya virus di dalam plasmabisa merupakan partikel
virus yang bebasatau berada dalam sel platelet, limfosit,monosit, tetapi tidak di dalam
eritrosit.Banyaknya partikel virus yang merupakankompleks imun yang terkait dengan sel
inimenyebabkan viremia pada infeksi virusDengue sukar dibersihkan.Antibodi yang
dihasilkan padainfeksi virus dengue merupakan nonnetralisasi antibodi yang dipelajari dari
hasilstudi menggunakan stok kulit virus C6/C36,viro sel nyamuk dan preparat virus yang
asli.Respon innate immune terhadapinfeksi virus Dengue meliputi dua komponenyang
berperan penting di periode sebelumgejala infeksi yaitu antibodi IgM dan platelet.Antibodi
alami IgM dibuat oleh CD5 + B sel,bersifat tidak spesifik dan memiliki strukturmolekul
mutimerix. Molekul hexamer IgMberjumlah lebih sedikit dibandingkanmolekul pentameric
IgM namun hexamerIgM lebih efisien dalam mengaktivasikomplemen.Antigen Dengue dapat
dideteksidi lebih dari 50% Complex CirculatingImun. Kompleks imun IgM tersebut
selaluditemukan di dalam dinding darah dibawahkulit atau di bercak merah kulit
penderitadengue. Oleh karenanya dalam penentuanvirus dengue level IgM merupakan hal
yangspesifik.14,15,16
Patofosiologi Demam Berdarah Dengue
Pada DBD dan DSS peningkatanakut permeabilitas vaskuler merupakanpatofisiologi
primer.Hal ini akan mengarahke kebocoran plasma ke dalam ruangekstravaskuler, sehingga
menimbulkanhemokonsentrasi dan penurunan tekanandarah. Pada kasus-kasus berat volume
plasmamenurun lebih dari 20% meliputi efusipleura, hemokonsentrasi danhipoproteinemia.
Lesi destruktif vaskuleryang nyata tidak terjadi.Terdapat tiga faktor yangmenyebabakan
perubahan hemostasis padaDBD dan DSS yaitu: perubahan vaskuler,trombositopenia dan
kelainan koagulasi.Hampir semua penderita dengue mengalamipeningkatan fragilitas
vaskuler dantrombositopeni, serta koagulogram yangabnormal.Infeksi virus dengue
mengakibatkanmuncul respon imun humoral dan seluler,antara lain anti netralisasi, anti
hemaglutinin,anti komplemen. Antibodi yang muncul padaumumnya adalah IgG dan IgM,
mulai munculpada infeksi primer, dan pada infeksisekunder kadarnya telah meningkat.Pada
hari kelima demam dapatditemukan antibodi dalam darah, meningkatpada minggu pertama
hingga minggu ketigadan menghilang setelah 60-90 hari. Padainfeksi primer antibodi IgG
meningkat padahari ke-14 demam sedangkan pada infeksisekunder kadar IgG meningkat
pada harikedua. Karenanya diagnosis infeksi primerditegakkan dengan mendeteksi antibodi
IgMsetelah
hari
ditegakkanlebih
kelima
dini.Pada
sakit,
sedangkan
infeksi
primer
padainfeksi
sekunder
antibodinetralisasi
diagnosis
mengenali
dapat
protein
danmonoclonal antibodi terhadap NS1, Pre Mdan NS3 dari virus dengue sehingga
terjadiaktifitas netralisasi atau aktifasi komplemensehingga sel yang terinfeksi virus
menjadilisis. Proses ini melenyapkan banyak virusdan penderita sembuh dengan
memilikikekebalan terhadap serotipe virus yang sama.Apabila penderita terinfeksi
keduakalinya dengan virus dengue serotipe yangberbeda, maka virus dengue tersebut
akanberperan sebagai super antigen setelahdifagosit oleh makrofag atau monosit.Makrofag
ini akan menampilkan AntigenPresenting Cell (APC). Antigen inimembawa muatan
polipeptida spesifik yangberasal dari Major HistocompatibilityComplex (MHC II).Antigen
yang bermuatan peptidaMHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1dan TH-2) dengan
perantaraan T CellReceptor (TCR) sebagai reaksi terhadapinfeksi.Kemudian limfosit TH-1
akanmengeluarkan substansi imunomodulatoryaitu INF, IL-2, dan Colony StimulatingFactor
(CSF). IFN akan merangsangmakrofag untuk mengeluarkan IL-1 danTNF.Interleukin-1
(IL-1) memiliki efekpada sel endotel, membentuk prostaglandin,dan merangsang ekspresi
intercelluleradhasion molecule 1 (ICAM 1).Colony Stimulating Factor (CSF)akan
merangsang neutrophil, oleh pengaruhICAM 1 Neutrophil yang telah terangsangoleh CSF
akan beradhesi dengan selendothel dan mengeluarkan lisosim yangmambuat dinding endothel
lisis
dan
endothelterbuka.
Neutrophil
juga
membawasuperoksid
yang
akan
imunitas
protektif
terhadapserotipe
tersebut,
tetapi
tidak
ada
crossprotektif terhadap serotipe virus yang lain.Virion dari virus DEN ekstraselulerterdiri
dari protein C (capsid), M (membran)dan E (envelope). Virus intraseluler terdiridari protein
pre-membran atau pre-M.Glikoprotein E merupakan epitope pentingkarena: mampu
membangkitkan antibodispesifik untuk proses netralisasi, mempunyaiaktifitas hemaglutinin,
berperan dalam prosesabsorbsi pada permukaan sel, (reseptorbinding), mempunyai fungsi
fisiologis antaralain untuk fusi membran dan perakitan virion.Secara in vitro antibodi
terhadapvirus
DEN
mempunyai
fungsi
fisiologis:netralisasi
virus,
sitolisis
infeksi
sekunder
menjelaskan
bahwaapabila
seseorang
mendapatkan
infeksiprimer dengan satu jenis virus, maka akanterdapat kekebalan terhadap infeksi
virusjenis tersebut untuk jangka waktu yang lama.Pada infeksi primer virus dengueantibodi
yang terbentuk dapat menetralisirvirus yang sama (homologous). Namun jikaorang tersebut
mendapat infeksi sekunderdengan jenis virus yang lain, maka virustersebut tidak dapat
dinetralisasi dan terjadiinfeksi berat. Hal ini disebabkanterbentuknya kompleks yang
infeksius antaraantibodi heterologous yang telah dihasilkandengan virus dengue yang
berbeda.Selanjutnya ikatan antara kompleksvirus-antibodi (IgG) dengan reseptor Fc
gamapada sel akan menimbulkan peningkataninfeksi virus DEN. Kompleks antibodimeliputi
sel makrofag yang beredar danantibodi tersebut akan bersifat opsonisasi daninternalisasi
sehingga makrofag akan mudahterinfeksi sehingga akan memproduksi IL-1,IL-6 dan TNF
dan juga Platelet ActivatingFactorSelanjutnya dengan peranan TNFakan terjadi kebocoran
dinding pembuluhdarah, merembesnya plasma ke jaringantubuh karena endothel yang rusak,
hal inidapat berakhir dengan syok.Proses ini juga menyertakankomplemen yang bersifat
vasoaktif danprokoagulan sehingga menimbulkankebosoranplasma dan perdarahan yang
dapatmengakibatkan syok hipovolemik.Pada bayi dan anak-anak berusiadibawah 2 tahun
yang lahir dari ibu denganriwayat pernah terinfeksi virus DEN, makadalam tubuh anak
tersebut telah terjadi
NonNeutralizing Antibodies
sehingga sudahterjadi
proses
Enhancing yang akanmemacu makrofag sehingga mengeluarkanIL-6 dan TNF juga PAF.
Bahan-bahanmediator tersebut akan mempengaruhi sel-selendotel pembuluh darah dan
sistemhemostatik yang akan mengakibatkankebocoran plasma dan perdarahan.Pada teori
kedua (ADE) , terdapat 3hal yang berkontribusi terhadap terjadinyaDBD dan DSS yaitu
antibodies enhanceinfection, T-cells enhance infection, sertalimfosit T dan monosit. Teori ini
menyatakanbahwa jika terdapat antibodi spesifikterhadap jenis virus tertentu, maka
antiboditersebut dapat mencegah penyakit, tetapisebaliknya apabila antibodi yang
terdapatdalam
tubuh
tidak
dapat
menetralisirpenyakit,
maka
justru
dapat
dengan
manifestasi
perdarahansedangkan
IL-10
berhubungan
Kerusakan
trombosit
akibat
darireaksi
silang
otoantibodi
anti-
anti-sel
endotel,
defisiensikoagulasi.Sehingga
dapat
sertameningkatnya
disimpulkan
level
bahwakebocoran
dari
tPA
plasma
dan
pada
manusia
yang
diinfeksi
oleh
virusDEN-2,
diperkirakan
hal
ini
selinflamasi.
apoptosis.TNF
dan
IL-1
Pemaparan
endotel
menstimulasi
dengan
radangdengan
TNFdapat
mengaktivasi
menyebabkan
berbagai
sel
bereplikasi
dalamsel
mononuklear
sumsum
tulang.
Replikasitersebut
dapat
homopoietik
awal
pada
kultur.Selama
infeksi
dilepaskan
sitokin
berlebihan
akan
berakhirdengan
jumlah
trombosit
yang
infeksi
virus
dengue.
Wiwanitkitmengamati
bahwa
nonstructural-1
protein(NS1) dari virus dengue yang merangsngantibodi memiliki epitop yang sama
denganfibrinogen dan integrin/protein adhesin padatrombosit. Kedua jenis protein
tersebutmemiliki
hubungan
filogenetik
dengan
NS-1.Reaksi
silang
yang
terjadi
antaraantibodi dengan sel endotel akanmenginduksi kerusakan yang berat. Aktivasisel endotel
inflamasi terjadi melalui faktortranskripsi NF-Kb-regulated pathway.Sitokin dan kemokin
DNA.
Hal
ini
diamati
olehLin.dkk
(2002).Pada
kasus
Dengue
antara
lain
IL-8,
MCP-1(Monocyte
Chemoattractant
Proteins-1),MIP-1
Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :17,18
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Perfusi perifer menurun
- Kulit dingin-lembab.
Penentuan Derajat Penyakit
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu
ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.
Tabel 2.1 Tabel Derajat Demam Berdarah Dengue dan Manifestasi Klinisnya
Sumber : Guidlines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Haemorrhagic Fever in Small
Hospital. WHO, New Delhi 2005
Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam tinggi,
fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang
sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang
khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan
membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnyaplasma yang bermanifestasi sebagai
peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.17,18
Gambar 2.10 Perdarahan Subkonjungtiva dengan Ekimosis pada Dhf dan DSS
Sumber : Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik pada
penderita DSS menurut Wong:17,18
1. Clouding of sensorium
2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.
3. Nyeri perut.
4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis, hematemesis, melena,
hematuri dan hemoptisis.
5. Trombositopenia berat.
6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.
7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.
Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:17,18
1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok disertai
menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.
2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1 ditambah tekanan nadi menjadi
<20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan sistolik menjadi
<80mmHg, tetapi belum sampai nol.
3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak terukur/nol,tetapi belum
ada sianosis/asidosis.
4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur lagi disertai
sianosis dan asidosis.
Gambar 2.12Jumlah Nilai Rata-Rata Leukosit, Hematokrit, dan Trombosit pada Penderita
DD, DBD, dan DSS
Sumber : Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
2. Isolasi virus
Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :
Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.Pertumbuhan virus ditunjukan
dengan adanya antigen yang ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE
(cytopathic effect) pada biakan jaringan manusia.
Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk
Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala nyamuk
yang dilihat dengan uji immunoflouresen.
3. Pemeriksaan Serologi
Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Tabel 2.3 Positivitas Hasil IgG dan IgM pada Demam Berdarah Dengue
Sumber : Darmowandowo W, Faizi M. Identifikasi Jenis Infeksi Primer dan Sekunder
Melalui Penetapan Rasio IgG dan IgM Pada Penderita DBD, Seminar Penatalaksanaan DBD.
Tropical Disease Central Unair 12 Mei 2001: 12-26, diunduh tanggal 4 Januari 2015
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang
dapat dideteksi yaitu :19
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikard
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Cairan dalam rongga peritoneum
Gambar 2.13 Perjalanan Infeksi Virus Dengue Primer dan Sekunder dan Metode Diagnosis
yang Dapat Dilakukan Untuk Menegakan Diagnosa
Sumber : WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, New
edition, 2009. WHO Geneva
2.7 Penatalaksanaan Dengue Shock Syndrome
1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat
(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB
bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah.20,21,22
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap
dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES)
sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan
nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula
darah. Pada syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan
resusitasi inisial memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.20,21,22
3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi
> 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume
10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan
hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan
klinis dan hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan
seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok
teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin
>1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai
keadaan umum baik.20,21,22
4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih >40
vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan
masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam.
Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8cmH2O) padasyok berat kadang-kadang diperlukan,
sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.20,21,22
5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan
pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka
diberikan dopamin.20,21,22
Jenis Cairan Resusitasi untuk demam berdarah dengue (rekomendasi WHO) :22
1. Kristaloid
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya
dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan
hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga
pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara
intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.23
Perbandingan Pulihnya Syok pada Sindrom Syok Dengue Memakai RingerLaktat dan
Natrium Laktat Hipertonik
Resusitasi cairan memakai kristaloid isotonik sering menyebabkan kelebihan cairan
dan jejas reperfusi. Inovasiterbaru resusitasi cairan pada penderita syok yaitu natrium laktat
hipertonik.Saat ini ada kecenderungan baru dalamresusitasi cairan penderita syok yaitu
resusitasi cairan volume kecil menggunakan cairan garam natrium hipertonik (NaCl 37,5%).
Cairan garam natrium hipertonik dapat dipakai untuk resusitasi volume kecil dengan aman
pada penderita syok septik, syok hemoragik, trauma pada kepala, luka bakar, dan
pascaoperasi jantung. 10-15 Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Mustafa dan
Leverve. Resusitasi cairan volume kecil pada syokdengan cairan NLH mempunyai
keuntungan, di antaranya memperbaiki makro/mikrosirkulasi, mengurangi jejas reperfusi, dan
efek antiinflamasi. Laktat endogen dapat memberikan efek protektif dan merupakan substrat
energi alternatif yang setara dengan glukosa pada keadaan hipoksia jaringan dan reperfusi.
Terdapat perbedaan cepatpulihnya waktu pengisian kapiler (WPK) dan kadar laktat darah
sebagai penanda pulihnya syok pada SSD anak setelah resusitasi cairan memakai NLH
dibandingkan dengan RL.Hal ini menunjukkanbahwa resusitasi cairan penderita SSD
memakai cairan RL hanya memperbaiki makrosirkulasi, sedangkan cairan NLH memperbaiki
makro/mikrosirkulasi, lalu menghindari kelebihan cairan dan juga jejas reperfusi sehingga
diharapkan akan mempercepat penyembuhan penderita SSD.Komponen laktat berperan
sebagai substratenergi yang secara aktif dioksidasi oleh setiap selyang mengandung
mitokondria di seluruh tubuhmanusia, terutama organ yang sangat aktif sepertiotak, ginjal,
jantung, dan otot. Melalui oksidasi,laktat menghasilkan energi yang sama denganglukosa (4
Kkal/g laktat). Sesudah mengalamiperiode hipoksia, laktat tadi merupakan substratenergi
yang terpilih dibandingkan dengan glukosakarena laktat berperan sebagai substrat siap
pakaiyang oksidasinya tidak memerlukan adenosinetriphosphate (ATP).24Selain mengalami
oksidasi,laktat dapat diubah menjadi glukosa melalui jalurglukoneogenesis, terutama terjadi
untuk
cairan
resusitasidengan
volume
kecil.
Pemberian
garam
Gambar 2.15 Tatalaksana Kasus Demam Berdarah Dengue Derajat III dan IV
Sumber :Dengue guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. France: WHO
Library Cataloguing; 2009.
BAB III
KESIMPULAN
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit
ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menginfeksi luas dibanyak negara di Asia
Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam
berdarah baik ringan maupun fatal. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang
terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat hampir
diseluruh daerah Indonesia.Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah
dengue (DBD) paling serius. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan
masyarakat, oleh karena morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Gejala klinis yang mencolok
demam, muntah, mual, nyeri perut, epitaksis, dan melena. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
uji forniket positif, ruam konvalesen, hepatomegali, efusi pleura, asites. Sindrom syok dengue
sebagian besar infeksi sekunder, sedangkan demam dengue infeksi primer. Gambaran
laboratorium yang mencolok kenaikan transaminase hati, leukopenia, trombositopenia, dan
hematokrit. Rerata angka leukosit dan trombosit lebih rendah pada SSD dibandingkan dengan
DD atau DBD, sedangkan rerata hematokrit lebih tinggi pada SSD. Penggunaan cairan
kristaloid merupakan terapi utama baik pada SSD maupun DBD.Menurut WHO angka
morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun dan DBD sebanyak
500.000 kasus per tahun, dengan mortalitas sekitar 15% atau 24.000 jiwa. Di Asia Tenggara,
termasuk di Indonesia, mayoritas penderita penyakit ini (>95%) anak-anak di bawah usia 15
tahun.Tatalaksana utama pada penderita DSS yaituresusitasi cairan kristaloid isotonik Ringer
laktat (RL), Ringer asetat (RA), dan larutan garam normal (NaCl 0,9%) sebanyak 20
mL/kgBBdalam 1530 menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Candra A. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan.Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 119.
2. World Health Organization. Dengue fever in Indonesia-update 4, 2012. Tersedia dari:
http://www.who.int/csr/don/archive/disease/dengue_fever/en/ , diunduh 26 Desember
2015.
3. World Health Organization. Regional officefor South East Asia. Dengue/DHF.
Situation
of
dengue.
Diunduh
dari:
Emerging
Themes
in
Epidemiology,
(http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1742-7622-2-1.pdf,
2004;2(1):1-10.
diunduh
25
Desember 2015).
5. Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update. Applied
Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November 2010. halaman 1145.
6. Hadinegoro S dan Satari HI (ed.). Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2000:32-54.
7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
8. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Edition
II.
Geneva
World
Health
Organization.
2002.
Available
from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/DenguepublicationAccessed.
Diunduh tanggal 28 Desember 2015
9. Dengue guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. France: WHO
Library Cataloguing; 2009.
10. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera:Culicidae). Pertemuan
Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis 2008 Universitas Udayana; 3-6 September 2008;
Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
11. Soedarmo SP. Infeksi virus dengue. Dalam: Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SRS,
penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak dan Penyakit Tropis. Edisi pertama.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002.h.176-208.
12. Raihan, Hadinegoro S, Tumbelaka A. Faktor Prognosis Terjadinya Syok pada Demam
Berdarah Dengue. Sari Pediatri 2010;12(1):47-52.
13. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
Edition. Geneva: World Health Organization; 2009.
14. Hanafiati E.Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya. 2012, diunduh tanggal 30 Januari 2015.
15. Juffrie M, Van Der Meer GM, Hack CE, Hasnoot K, Sutaryo, Veerman AJP, Thijs LG
et al. Inflammatory Mediators in Dengue Virus Infection in Children:Interleukin-8 and
Its Relationship to Neutrophil Degranulation.Infection and Immunity (serial on the
internet).1999 Nov 3,p.702-707. Diunduh dari : www.iai.asm.org/cgi/reprint/68/2/702
tanggal 2 Januari 2015.
16. Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidlines For Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Edition II. Geneva : World Health
Organization. 2011. Diunduh tanggal 28 Desember 2015
17. Hartoyo E. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada anak. Sari Pediatri
2008;10(3):145-150.
18. Jeannette M. Patofisiologi dan Gejala Klinis Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No. 1/Januari/2009
19. Soegijanto S, Kushartono H, Hidayah N, Darmowandowo D. Demam berdarah
dengue. Dalam Soegijanto S, penyunting. Ilmu Penyakit Anak-Diagnosa, Pemeriksaan
dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika; 2002.h.45-66.
20. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of
the Integrated Management of Childhood Illness. WHO 2005.
21. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
22. Plianbangchang S. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue
and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. WHO 2011.
23. Somasetia DH, Setiabudi D, Harliany E, Sjahid SI. Hasil evaluasi tatalaksana
sindroma syok dengue di unit perawatan intensif anak sesudah memakai protokol
tatalaksana demam berdarah dengue WHO 1997. MKB. 2002;34(1):338.
24. Christianty M, Somasetia D, Sjahrodji A. Perbandingan Pulihnya Syok pada Sindrom
Syok Dengue Memakai RingerLaktat dan Natrium Laktat Hipertonik. Departemen