Anda di halaman 1dari 25

1. Mengapa demam pada sore-malam hari?

Demam terjadi di sore hingga malam hari karena pada waktu tersebutmetabolisme
tubuh telah menurun, sehingga suhu tubuh ikut menurun. Akibatnya,
tubuhmengkompensasi set point palsu yang di set oleh bakteri dengan mekanisme
demam. Sedangkanmenggigil adalah salah satu mekanisme termogenesis dalam
usaha meningkatkan suhu. Pada umumnyamenggigil terjadi pada demam yang
suhunya jauh dari nilai normal.
Sumber : Buku ajar IPD FKUI
2. Apa saja pola-pola demam?
Demam adalah peningkatan suhu tubuh diatas normal. Bila diukur dengan
termometer rektal > 380C ( 100,40F ), bila pada oral > 37,80C, dan pada axilla > 37,20C
( 990F ).
Sumber : Mansjoer, Arif., et all. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius.
Demam septik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun hingga diatas
normal, seringdisertai menggigil dan berkeringat. Pada kondisi sepsis
( infeksi seluruh tubuh bisa oleh karena bakteremia)
Demam hektik Malam hari suhu naik sekali, pagi hari turun normal. Malaria
Tropica
Demam remitten Suhu badan dapat turun setiap hari tapi tidak pernah
mencapai normal.Perbedaan suhu mungkin mencapai 2 derajat namun
perbedaannya tidak sebesar demam septik.
Demam intermiten Suhu badan turun menjadi normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bilademam terjadi dua hari sekali disebut tertiana dan apabila
terjadi 2 hari bebasdemam diantara 2 serangan demam disebut kuartana.
Malaria
Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkatdemam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia. Infeksi virus
Demam siklik kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebasdemam untuk beberapa hari yang diikuti kenaikan suhu seperti
semula DBD
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V
3. Mengapa sudah diberi antibiotic dan antipiretik tapi tidak ada perubahan?
Amoksisilin
Merupakan antibiotik derivat penisilin yang merupakan penghambat dari sintesis
dinding bakteri, Merupakan antibiotik spektrum luas yang bisa digunakan untuk
bakteri gram negatif maupun positif.
Namun, resistensi terhadap amoksisilin dan ampisilin merupakan suatu masalah,
karena adanya inaktifasi oleh plasmid yang diperantai penisilinase. Pembentukan
dengan penghambat laktamase seperti asam klavunat atau sulbaktam melindungi
amoksisilin atau ampisilin dari hidrolisis enzimatik dan meningkatkan spektrum
antimikrobanya (Mycek, 2001).
Ibuprofen
Ibuprofen adalah golongan obat antiinflamasi non- steroid yang mempunyai efek
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Obat ini menghambat prostaglandin dan
dengan kadar 400 mg atau lebih digunakan dimana rasa nyeri dan inflamasi
1

merupakan gejala utama.


Dosis
Dewasa :
Untuk analgesik dan antiinflamasi (rematik tulang, sendi dan non-sendi, trauma otot
dan tulang / sendi) :
Dosis yang dianjurkan : sehari 3 4 x 400 mg.
Pada permulaan pemakaian sebaiknya menggunakan dosis minimum yang efektif
yaitu 400 mg 3 kali sehari.
Untuk analgesik :
Dosis yang dianjurkan : 200 mg sampai 400 mg 3 4 kali sehari.
Efek Samping
Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping sebagai berikut : gangguan saluran
pencernaan termasuk mual, muntah, gangguan pencernaan, diare, konstipasi dan
nyeri lambung.
Juga pernah dilaporkan terjadi ruam pada kulit, bronchospasme (penyempitan
bronkus), trombositopenia (penurunan sel pembeku darah).
Farmakokinetik ibuprofen: diabsorpsi dngan baik melalui saluran gastrointestinal.
Obat-obatan ini mempunyai waktu paruh singkat tetapi tinggi berikatan dengan
protein. Jika dipakai bersama-sama obat lain yang tinggi juga berikatan dengan
protein, dapat terjadi efek samping berat. Obat ini dimetabolisme dan dieksresi
sebagai metabolit inaktif di urin.
Farmakodinamik ibuprofen: menghambat sintesis prostaglandin sehingga efektif
dalam meredakan inflamasi dan nyeri. Perlu waktu beberapa hari agar efek
antiinflamasinya terlihat. Juga dapat menambah efek koumarin, sulfonamid, banyak
dari falosporin, dan fenitoin. Dapat terjadi hipoglikemia jika ibuprofen dipakai bersama
insulin atau obat hipoglikemik oral. Juga berisiko terjadi toksisitas jika dipakai
bersama-sama penghambat kalsium.

Efek terapeutik:
Antiinflamasi untuk: artritis rematoid, osteoastritis dan gout
Meredakan nyeri: dismenorea, perawatan gigi, nyeri muskuloskeletal

Efek samping: anoreksia, mual, muntah, diare, edema, ruam kulit, purpura, tinitus,
pusing letih

Reaksi merugikan:perdarahan gastrointestinal, diskrasia darah, aritmia jantung,


nefrotoksisitas, anafilaksis

Kontra indikasi: penyakit hati dan ginjal yang berat, asma, tukak tukak peptik
Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI

Farmakokinetik
Secara umum ibuprofen beserta turunannya sangat cepat dan sangat efektif diserap
setelah pemberian peroral, dengan bioavailabilitas lebih besar dari 85%. Puncak
konsentrasi plasma terjadi antara 0,5 dan 3 jam tergantung jenis obat yangd i p i l i h .
Seluruh jenis obat tersebut mengalir ke dalam cairan sinovial
s e c a r a perlahan dan masih terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di
synovial walaupun konsentrasinya dalam plasma telah menurun. Distribusi
flurbiprofenr e l a t i f c e p a t k e d a l a m c a i r a n s i n o v i a l d a n k o n s e n t r a s i n ya
s e b a n d i n g d e n g a n konsentrasi plasma setelah 6 jam pemberian peroral.3

Ibuprofen dieliminasi terutama melalui metabolisme secara luas di hati menjadi


hidroksil atau konjugasi karboksil dengan kurang dari 1% obat ditemukand a l a m u r i n
d a l a m k e a d a a n t i d a k d i m e t a b o l i s m e . I b u p r o f e n m e m i l i k i v o l u m e distribusi
yang relatif rendah (0,1 sampai 0,12 L/kg). Waktu paruh eliminasinya berkisar
antara 2 hingga 4 jam. 1-3
Farmakodinamik
Mekanisme kerja ibuprofen melalui inhibisi sintesis prostaglandin denganm e n g h a m b a t
Cyclooxygenase I (COX I) dan Cyclooxygenase II (COX II). N a m u n t i d a k
seperti aspirin, hambatan yang diakibatkan olehnya
b e r s i f a t reversibel. Dalam pengobatan dengan ibuprofen, terjadi penurunan
pelepasanm e d i a t o r d a r i g r a n u l o s i t , b a s o f i l , d a n s e l m a s t , t e r j a d i
p e n u r u n a n k e p e k a a n terhadap bradikinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin
dari limfositT, melawan vasodilatasi, dan menghambat agregasi platelet.
Penisilin
Mekanisme kerja : menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintesis dinding sel bakteri,
Resistensi terhadap penisilin disebabkan diproduksinya enzim penisilinase oleh
mikroorganisme,
Efek samping : iritasi lokal, mual, muntah, diare, syok anafilaktik,
Indikasi : infeksi pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, meningokokus,
gonokokus, salmonela, difteria.
Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin. Obat lain yang
termasuk ke dalam golongan ini antara lain Ampicillin, Piperacillin, Ticarcillin, dan lain lain.
Karena berada dalam satu golongan maka semua obat tersebut mempunyai mekanisme
kerja yang mirip. Obat ini tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara
mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat disekujur tubuhnya.
Lapisan ini bagi bakteri berfungsi sangat vital yaitu untuk melindungi bakteri dari
perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai berai. Bakteri
tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini. Amoxicillin sangat efektif
untuk beberapa bakteri seperti H. influenzae, N. gonorrhoea, E. coli, Pneumococci,
Streptococci, dan beberapa strain dari Staphylococci.
Sesuai dengan mekanisme kerja diatas maka Amoxicillin seharusnya memang digunakan
untuk mengobati penyakit penyakit yang disebabkan oleh kuman kuman yang sensitif
terhadap Amoxicillin. Beberapa penyakit yang biasa diobati dengan Amoxicillin antara lain
infeksi pada telinga tengah, radang tonsil, radang tenggorokan, radang pada laring,
bronchitis, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi pada kulit. Amoxicillin juga
bisa digunakan untuk mengobati gonorrhea.
Untuk memperoleh obat ini, selain penderita harus menyiapkan sejumlah uang, juga
diharuskan untuk membawa resep dokter untuk mencegah penggunaan yang tidak benar.
Bila menginginkan harga murah, obat ini sudah tersedia dalam bentuk generik yang
diproduksi oleh beberapa BUMN farmasi terkemuka di Indonesia.
Obat ini tersedia di pasaran dalam bentuk Kapsul : 250 dan 500 mg. Tablet : 500 mg.
Sirop kering : 125mg/5ml dan 250mg/5ml. Vial untuk injeksi : 1000mg dan 500mg.

Untuk menjaga khasiat obat ini, maka harus pula diperhatikan cara penyimpanannya.
Amoxicillin sebaiknya disimpan dalam suhu kamar yaitu antara 20 sampai 25 derajat
Celcius. Untuk sirop kering yang telah dicampur dengan air sebaiknya tidak digunakan lagi
setelah 14 hari atau 2 minggu.
Dosis therapi untuk Amoxicillin pada orang dewasa adalah 250 mg setiap 8 jam, 500
mg setiap 8 jam, 500 mg setiap 12 jam, terggantung dari derajat keparahan dari
penyakit yang di derita. Untuk pengobatan gonorrhea pada orang dewasa, diberikan
Amoxicillin sebanyak 3 g sekali minum. Dosis untuk anak anak diatas 3 bulan adalah
25 mg/kg/hari terbagi setiap 12 jam, 20 mg/kg/hari terbagi setiap 8 jam, 40 mg/kg/hari
terbagi setiap 8 jam atau 45 mg/kg/hari terbagi dalam 12 jam terggantung dari derajat
keparahan penyakit.
Amoxicillin bisa diminum baik sebelum maupun setelah makan dan obat ini sangat jarang
ditemukan berinteraksi dengan obat obat yang lain. Amoxicillin juga aman diberikan untuk
ibu hamil dan menyusui walaupun ada beberapa kasus diare yang terjadi pada bayi yang
disusui oleh ibu yang minum Amoxicillin.
Efek samping dari Amoxicillin antara lain : diare, gangguan tidur, rasa terbakar di
dada, mual, gatal, muntah, gelisah, nyeri perut, perdarahan dan reaksi alergi lainnya.
(www.blogdokter.net)
Mekanisme Aksi
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan
penisilin-protein (PBPs Protein binding penisilins), sehingga menyebabkan penghambatan
pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri,
akibatnya biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
4. Mengapa demam sampai 7hari?
5. Mengapa nyeri kepala dan pusing?
Nyeri kepala
Nyeri berhubungan dengan pengaktifan prostaglandin sebagai reseptor nyeri
dan suhu akibat adanya inflamasi.
Perasaan tidak enak di perut
Adanya hepatomegali akibat aktivitas replikasi kuman di dalam makrofag yang
berada dalam hati dan limpa. Dan kerja berat hepar membuat perut tidak enak.
Mual dan muntah
Mual dan muntah memiliki banyak penyebab. Mulai dari gangguan saluran cerna
hingga gangguan saraf seperti pada motion sickness. Adanya gas serta gerakan
peristaltik usus pun turut berperan dalamtimbulnya mual dan muntah. Namun pada
pasien, intinya adalah kerusakan saluran gastrointestinalmenimbulkan impuls iritatif
yang merangsang pusat muntah di batang otak yang memerintahkan ototabdomen
dan diafragma untuk berkontraksi sehingga menyebabkan mual dan muntah.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol mutah, chemoreceptor trigger zone
(CTZ) dan central vomiting centre (CVC).

CTZ yang terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV diluar blood
brain barrier (sawar otak). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetik didalam sirkulasi darah atau di cairan cerebrospinal (CSF). Eferen dari CTZ
dikirim ke CVC selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui vagal
eferen splanchnic. CVC terletak dinukleus tractus solitarius dan disekitar formatio
retikularis medulla tepat dibawah CTZ 2,3,4 . CTZ mengandung reseptor reseptor
untuk bermacam-macam senya neuroaktif yang dapat menyebabkan mutah.
Sumber : Patofisiologi, Sylfia A. Price & Lorraine M. Wilson
Kembung
Kembung disebabkan karena banyaknya udara didalam perut.
Gas dapat memasuki traktus gastrointestinales dari 3 sumber berbeda:
1.

Udara yang ditelan

2.

Gas yang terbentuk sebagai hasil kerja bakteri

3.

Gas yang berdifusi dari darah kedalam traktus gastrointestinal

Akibat adanya penghambatan oleh karena obstruksi maka lumen usus akan teregang
oleh cairan dan gas. Peregangan usus yang terjadi terus menerus menagkibatkan
timbulnya lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan
ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat peregangan dan
peningkatan permeabilitas disertai absorsi toksin bakteri kedalam rongga peritoneum
dan sirkulasi sistemik dan bisa menyebabkan inflamasi.
Sumber : Patofisiologi, Sylfia A. Price & Lorraine M. Wilson
Diare
Mikroorganisme mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus
sehingga makanan tidak dicerna tapi langsung masuk ke usus besar akan menarik air
dari dinding usus sehingga transit makanan tersebut singkat dan tidak sempat diserap
besar dan timbul diare.
Sumber : Patofisiologi, Sylfia A. Price & Lorraine M. Wilson
6. Mengapa suhu badan naik?
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik
dari produk proses infeksi maupun non infeksi.Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding
bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif,
merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN-, yang bertindak sebagai pirogen
endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan reseptornya di
hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam
arakidonat dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik secara
langsung maupun melalui adenosin monofosfat siklik (c- AMP), akan mengubahsett ing
termostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya
terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang baru
tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan
pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh
dan tonus otot.
5

Sumber : Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. 1996. Medical Microbiology. Alih bahasa Edi
Nugroho, R.F. Maulany. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Patofisiologi Demam
Demam d a p a t d i p i c u o l e h b a h a n exogenous maupun endogenous. Bahan exogenous
p u n t e r n y a t a h a r u s l e w a t endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh
jajaran monosit dan makrofag dan sellain. Pemicu kenaikan suhu yang diketahui al IL-1.
TNF, IFN dan Il-6.Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada
daerah praeoptik hypothalamus merangsang phospholipase
A 2 , melepas plasma membrane arachidonic acid u n t u k m a s u k k e
j a l u r cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalammelepas
prostaglandin E2, yang mudah masuk blood-brain barrier, sehingga merangsang
thermoregulatory neuron untuk menaikkan thermostat setpoint.
Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk m e n a i k k a n s u h u l e w a t
r a n g k a i a n s i m p a t e t i k d a n s a r a f e f f e r e n t adrenergik akan memicu konservasi
panas (dengan cara vaskonstriksi) d a n k o n t r a k s i o t o t ( m e n g g i g i l ) . S e l a i n i t u
j a l u r a u t o n o m i k d a n endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah
cairanyang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai
dengan termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata.B i l a m a n a r a n g s a n g a n
s i t o k i n t e l a h m e n u r u n , t e r m o s t a t d i t u r u n k a n kembali, sehingga proses
pengeluaran panas dan penambahan jumlahcairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu
korteks serebri dalammenyesuaikan dengan perilaku.Aspek klinik demam terlihat pada
variasi suhu badan sesuaidengank e g i a t a n , m e s k i p u n p a d a a n a k k e c i l
l o n j a k a n t a j a m t i d a k j e l a s . Interpretasi demam pada bayi dan anak harus
dibedakan antara demam(diatas 38
0C) dan hiperpireksia (diatas 39,50C)
7. Mengapa ada pucat dan perasaan gelisah?
6

8. Mengapa lidah kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor?
Retakan di bagian tengah yang tidak sampai ke ujung lidah kelihatannya tidak berbahaya,
tetapi jika ada berarti Anda memiliki perut yang lemah dan pencernaan Anda tidak seperti
semestinya. Kemungkinan besar Anda mengalami kekurangan nutrisi. Dan, saya yakin
Anda sering kembung setelah makan, bahkan mungkin kekurangan tenaga pada tengah
hari, terutama setelah makan siang. Anda tidak bertenaga seperti yang seharusnya. Namun,
masalahnya, sebagian besar orang tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi.

Radang lidah adalah pertanda yang pasti akan kekurangan gizi -- seringkali kekurangan zat
besi, vitamin B6 atau niasin.
9. Apa hubungan makan di warung makan (2 minggu yg lalu)dengan keluhan sekarang?
Pada penularan penyakit infeksi, faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat
penting. Berbagai penyakit infeksi ditularkan lewat secret nasofaringeal, ekskret urine
dan feses, lewat kontak, lewat binatang vector, atau bahkan lewat partikel udara.
Pada penyakit demam tifoid, S. typhi ditransmisikan lewat saluran gastrointestinal,
terutama oleh makanan atau air terkontaminasi yang kemudian masuk kesaluran
cerna.
10. Mengapa terdapat pembesaran hepar?
Pembesaran hati
Hepatosplenomegali dalam kasus mempunyai berbagai kemungkinan.
Kemungkinan pertama adalah akibat pengumpulan sel-sel polimorfonuklear di
organ sistem retikuloendotelial tersebut.
Kemungkinanyang lain adalah akibat aktivitas replikasi kuman di dalam
makrofag yang berada dalam hati dan limpa.
Kemungkinan terakhir adalah pada hati kerja sel makrofagnya (sel Kuppfer)
bekerja lebih berat, karenasemua agen infeksius dari saluran gastrointestinal
pasti melewati vena porta hepatika, sehingga hati harusmenghadapi kuman
tersebut di garis terdepan setelah masuk sirkulasi. Sedangkan limpa
sebagailimfonodus, seperti pada banyak kasus infeksi lain, membesar akibat
peningkatan kerja organ untuk membentuk lebih banyak limfosit, juga sebagai
filter pertahanan terakhir setelah agen infeksius masuk dalam sirkulasi.
Sumber : Buku Ajar IPD
11. DD?
Demam 7 hari, disertai gejala penyerta nyeri kepala, pusing, mual, muntah, diare :
Tipes
Demam septic, lidah kotor
Malaria
Demam intermitten, ada trias malaria (demam, anemia, hepatosplenomegali)

TYPHOID
Demam thypoid ( enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk,2005 : 152 )

1. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu : 12
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan
terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.
Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi
tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman
terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula
pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2. Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri
ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus
torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan selsel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
3. Patofisiologi
Patofisiologi Demam Tifoid (Tipus)
Semua spesies Salmonella patogen ditelan oleh sel fagosit, yang kemudian masuk melalui
mukosa dan ke makrofag dalam lamina propria. Nontyphoidal salmonella merupakan fagosit
ilium distal dan kolon. Dengan reseptor tol seperti (TLR) _5 dan TLR-4/MD2/CD-14
kompleks, makrofag mengenali pola molekuler patogen-asosiasi (PAMPs) seperti flagela dan
lipopolysaccharides. Makrofag dan sel epitel usus kemudian menarik sel T dan neutrofil
dengan interleukin 8 (IL-8), menyebabkan inflamasi dan menekan infeksi.
Berbeda dengan salmonella nontyphoidal, S typhi masuk ke sistem host terutama melalui
ilium distal. S typhi yang berperan pada fimbriae masuk ke jaringan limfoid di ilium (Peyer
8

patch), titik relay utama untuk makrofag dari usus ke dalam sistem limfatik. S typhi
mempunyai antigen Vi kapsuler yang merupakan mask PAMPs, yang menghindari inflamasi
neutrofil. Bakteri kemudian memicu makrofag tuan rumah mereka untuk menarik lebih
banyak macrophages.
makrofag selular merupakan mesin untuk reproduksi mereka sendiri seperti yang dilakukan
melalui kelenjar getah bening mesenterika ke duktus toraks dan limfatik dan kemudian
masuk melalui jaringan retikuloendotelial hati, limpa, sumsum tulang, dan kelenjar getah
bening. Sesampai di sana, bakteri S typhi berdiam diri dan terus berkembang biak sampai
beberapa batas ambang kritis tercapai. Setelah itu, bakteri menginduksi apoptosis makrofag,
pecah ke dalam aliran darah untuk menyerang tubuh.
Kandung empedu tersebut kemudian terinfeksi karena bakteremia atau perluasan langsung
dari S typhi empedu yang terinfeksi. Hasilnya adalah bahwa organisme kembali memasuki
saluran pencernaan dalam empedu dan menginfeksi ulang Peyer patch. Bakteri yang tidak
menginfeksi ulang tuan rumah biasanya tersimpan dan kemudian menginfeksi hosts.
http://fkunhas.wordpress.com/2010/04/04/patofisiologi-demam-tifoid-tipus/

Kuman salmonella typhi & salmonella paratyphi masuk ke dlm tubuh manusia
lambung usus, berkembangbiak menembus sel-sel epitel lamina propria,
berkembangbiak, difagosit plaque payeri ileum distal kelenjar getah bening
mesenterika.
Melalui duktus torasikus sirkulasi darah (bakteremia pertama yg asimtomatik)
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh kuman meninggalkan sel-sel
fagosit, berkembangbiak diluar sel / ruang sinusoid sirkulasi darah bakteremia yg
ke dua kalinya dgn disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik)
Hati kandung empedu, berkembangbiak lumen usus keluar melalui feses,
sebagian masuk lg ke sirkulasi stlh menembus usus Proses yg sama terulang
kembali, (makrofag tlh teraktivasi dan hiperaktif) pelepasan mediator inflamasi
gejala reaksi inflamasi sistemik.
Sumber : Buku Ajar IPD Jilid III Edisi ke empat, FK UI.
III.

Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam
usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (teutama Plak
Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan
nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi
bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak
difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut
membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar
limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak
tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi
ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses
peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.
9

PATOFISIOLOGI

Setelah melalui asam lambung, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel
mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah
bakteriemi II
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of
payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas
vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll
Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah
melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG
untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk
membunuh Salmonalla intraseluler

10

4. Manifestasi
Secara umum gejala dari penyakit Tifus adalah sbb :
1. Demam lebih dari 5 hari
2. Sakit kepala
3. Demam terjadi terutama di malam hari
4. Diare atau sulit buang air besar
5. Mual, muntah
Gejala tifus dibagi menjadi tiga tahap.
Pada minggu pertama,
Kenaikan temperatur demam sangat pelan, yang diikuti dengan bradikardia yaitu denyut
jantung kurang dari 60 per menit, sakit kepala, dan batuk. Selain itu, dapat terjadi epistaksis
atau mimisan yang muncul pada seperempat kasus dan juga timbul rasa sakit pada daerah
perut. Adanya bakteri ini pada darah menyebabkan leukopenia (turunnya jumlah granul
eosinofil darah) dan limfositosis (meningkatnya jumlah limfosit pada darah). Diagnosis pada
minggu pertama dengan Test Widal, merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang
sering dilakukan untuk mendiagnosis penyakit tifus.
Test widal adalah suatu pemeriksaan serologi yang berarti bahwa hasil uji widal positif
menunjukkan adanya zat anti (antibodi) terhadap kuman Salmonella. Uji widal positif
menunjukkan bahwa seseorang pernah kontak/terinfeksi dengan kuman Salmonella tipe
tertentu. Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid, tetap harus didasarkan
adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus; uji widal hanya sebagai pemeriksaan
yang menunjang diagnosis. Sebaliknya, seorang tanpa gejala, dengan uji widal positif tidak
dapat dikatakan menderita tifus.
Beberapa hal yang sering disalahartikan dari pemeriksaan widal adalah: Pemeriksaan widal
positif dianggap ada kuman dalam tubuh: Seperti disebutkan di atas bahwa uji widal hanya
menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella. Pemeriksaan widal yang
diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif dianggap masih menderita tifus:
Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji widal tetap positif
11

untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk
menyatakan kesembuhan.
Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan indikasi
untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai. Hasil uji
negatif dianggap tidak menderita tifus: Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari
atau lebih setelah infeksi. Karena itu bila infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering kali
hasilnya masih negatif dan baru akan positif bilamana pemeriksaan diulang. Dengan
demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat
menyingkirkan kemungkinan tifus.
Memang terdapat kesulitan dalam interpretasi hasil uji widal karena kita tinggal di daerah
endemik,yang mana sebagian besar populasi sehat juga pernah kontak atau terinfeksi,
sehingga menunjukkan hasil uji widal positif. Hasil survei pada orang sehat di Jakarta pada
2006 menunjukkan hasil uji widal positif pada 78% populasi orang dewasa. Untuk itu perlu
kecermatan dan kehatihatian dalam interpretasi hasil pemeriksaan widal.
Pada minggu kedua
dari masa infeksi, akan terjadi panas yang tinggi yang terkadang disebut dengan nervous
fever dan bradikardia yang disebut dengan Sphygmo-thermic dissociation. Terkadang
muncul bercak merah pada daerah di bawah dada dan daerah perut, di mana hal ini hanya
terjadi pada 1/3 dari pasien yang menderita tifus. Pada minggu kedua ini juga bisa terjadi
diare enam hingga delapan kali perhari, dengan warna kehijauan dan bau yang khas, akan
tetapi konstipasi juga bisa terjadi. Kadang terdengar suara dari perut yang diakibatkan oleh
pergerakan gas di dalam intestin yang disebut dengan Borborygmus. Pembesaran hati
akan terjadi jika telah maemasuki minggu kedua ini. Pada tahap inilah tes Widal dapat
menunjukkan hasil yang positif.
Pada minggu ketiga, terjadi komplikasi diantaranya:
1. Terjadi pendarahan pada daerah Payers patches yang serius tapi tidak fatal. Payers
patchesusus. Funginya adalah untuk bertanggung jawab atas respon imun pada daerah
gastrointestinal dengan menghasilkan mukosa.
2. Septicaemia (keracunan pada darah) atau peradangan pada daerah peritonium yang
merupakan membran pada daerah perut.
3. Enchephalitis yaitu terjadi inflamasi akut pada otak akibat infeksi bakteri ataupun virus.
4. Abses atau luka
Tifus ini tergolong pada kasus yang tidak fatal. Untuk pengobatannya, biasanya digunakan
antibiotik seperti ampisilin, klorampenikol, trimetoprim-sulfametoxazole, dan ciprofloxacin.
Jika tidak dilakukan pengobatan, panas dapat berlangsung selama tiga minggu hingga satu
bulan dan dapat berakhir pada kematian. Penggunaan antibiotik perlu diperhatikan agar
tidak terjadi resistensi, yaitu tidak menghentikan penggunaan antibiotik sampai satu kali
resep yang telah diberikan habis.
Konstipasi (bagaimana patogenesisnya???)
5. Factor resiko
6. Penegakan diagnosis
Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut,
pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
12

5) Riwayat penyakit keluarga


Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam
beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan
sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b) Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.
Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi
maka segala kebutuhan klien dibantu.
d) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan ketakutan merupakan
dampak psikologi klien.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak
mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
g) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien
harus bed rest total.
h) Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena harus dirawat di rumah
sakit sedangkan yang belum menikah tidak mengalami gangguan.
i) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan sakitnya.
j) Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan tidak boleh melakukan
aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 410 C, muka kemerahan.
b) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti
bronchitis.
d) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f) Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia,
dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
13

h) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan
absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah
dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 4000 /mm3
ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.
Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium
panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat
rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b) Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.
c) Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.
d) Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja,
urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e) Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang
dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer
antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer
antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu
kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
f) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam
tifoid.
DAFTAR PUSTAKA:
Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi Ketiga, Media Aesculapius, FKUI, 1999. Jakarta.
Pemeriksaan Klinis, Pedoman Diagnostik Fisik. Nicholas J. Talley, Simon OConnor,
Binaruoam Akasara, 1994.
Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, 1996. Jakarta.
a. Leukosit : Leukopenia dan limfositosis relatif
b. Reaksi widal :
Agglutinin O : rangsangan oleh antigen O (dari tubuh kuman)
Agglutinin H : rangsangan oleh antigen H (dari tubuh flagel kuman)
Agglutinin VI : rangsangan oleh antigen VI (dari tubuh simpai kuman)
7. Penatalaksanaan
Farmakokinetik
1) Kloramfenikol
Dosis 4 x 500 mg/hari sampai 7 hari bebas kuman. Demam dapat turun rata-rata setelah 5
hari.
2) Tiamfenikol
Dosis sama dengan kloramfenikol dan demam turun kurang lebih 5 6 hari.
3) Kotrimoksazol
Efektivitas hampir sama dengan kloramfenikol, dosis dewasa 2 x 2 tab/hari sampai bebas
kuman, demam turun kurang lebih 5 6 hari.
14

4) Ampicillin dan Amoxillin


Efektivitas lebih kecil dari kloramfenikol, dosis antara 75 150 mg/kg/BB, demam turun
kurang lebih 7 9 hari.

Medikamentosa:
1. Antipiretik (Parasetamol setiap 4-6 jam)
2. Roborantia (Becom-C, dll)
3. Antibiotika :

Kloramfenikol, Thiamfenikol : 4500 mg, jika sampai 7 hari panas tidak


turun (obat diganti)

Amoksilin/ampisilin : 1 gr/6 jam selama fase demam. Bila demam turun ->
750 mg/6 jam sampai 7 hari bebas panas

Kotrimoksasol : 2 X 960 mg Selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas


panas. Jika terjadi leukopeni (obat diganti)

1. Golongan sefalospurin generasi III (mahal)


2. Golongan quinolon (bila ada MDR)
Catatan:
Kortikosterroid: khusus untuk penderita yang sangat toksik (panas tinggi tidak turun-turun,
kesadaran menurun dan gelisah/sepsis):

Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral


Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral

Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral

Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral

Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral

Pada Anak :
Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas /
minimal 14 hari. Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis. Bila dalam 4
hari panas tidak turun obat dapat diganti dengan antibiotika lain (lihat di bawah)
Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas /
minimal 10 hari

Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi dengan Ampisilin
100 mg/ kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis

Bila dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga, rujuk ke RSUD

Non-farmakokinetik
a. Perawatan
Dirawat di rumah sakit untuk diisolasi, observasi dan pengobatan penderita tirah baring
absolut 7 14 hari bebas kuman, untuk mencegah komplikasi dan mobilisasi dilakukan
secara bertahap, defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan.
15

b. Diet
Untuk diet awal pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, nasi lembik dan akhirnya
nasi biasa sesuai kesembuhan penderita. Hal ini untuk menghindari komplikasi.
8. Komplikasi
1) Komplikasi interstinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2) Komplikasi ekstra-interstinal
a. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (rejatan sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboplebitis.
b. Komplikasi darah: anemia haemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia haemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar: hepatitis dan koleksitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerolonefritis, pyelonofretis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periosstitis, spondalitis dan arthritis.
g. Komplikasi syaraf: delerium, meningismus, meningitis.
h. Komplikasi psikiatrik : sindroma katatonia.
MALARIA
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh suatu protozoa yang
dinamakan plasmodium yang menyerang eritrosit darah dan ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual dalam darah.
1. ETIOLOGI
Malaria disebabkan oleh parasit berbentuk protozoa yang masuk dalam genus
Plasmodium.
2. KLASIFIKASI
Malaria dibagi atas
1. Plasmodium Falsifarum (malaria tropika),
2. Plasmodium Vivax (malaria tertiana),
3. Plasmodium Ovale (malaria ovale),
4. Plasmodium Malariae (malaria quartana).
3. MANIFESTASI KLINIK
gejala utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang
dengan gejala klinis lain sebagai berikut :
Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah danberkeringat.
Nafsu makan menurun.
Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
plasmodium Falciparum.

16

Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.


Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)
serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3
stadium yang berurutan yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage).
2. Stadium demam (Hot stage).
3. Stadium berkeringat (sweating stage).

tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :


1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi)
pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale). Pematangan skizon tiap 48 jam maka
periodisitas demamnya setiap hari ke 3, sedangkan malaria kuartania (P. Malariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan
ditandai dengan bebeapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas
3 stadium, yaitu menggigil (15 menit 1 jam), puncak demam (2 6 jam), dan tingkat
berkeringat (2 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan karena tubuh dapat
beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun.
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang
bertambah.
3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling kerap adalah anemia
karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :
1. Penghancuran eritrosit yang berlebihan
2. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
3. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam sum-sum
tulang belakang.
4. Ikterus : Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
http://dc184.4shared.com/doc/2DT3Yaug/preview.html
4. PATOGENESIS

17

The life cycle of malaria parasites in the human body. The various stages in this process are
discussed in the text.
PATOGENESIS
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui
dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit
malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,
misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).

18

5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut :
a. Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit
yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit
dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan.
Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever)
dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
b. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang
berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit
malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat
melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam
darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang
berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada
orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil
dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro
dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler.
Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan
langsung dengan mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum
stadium lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan
tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap
endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat
dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler
darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat
dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan
menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat
menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan
tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium P. falciparum.

19

LABORATORIUM
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan
yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh
parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses
imunologis.
Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila
parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan
hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis,
polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat
dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan
peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler.
Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi
hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar
glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun
globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan
juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria.
Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai
pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis.
Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel
darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi
pengobatan.
DIAGNOSIS
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang
asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria,
riawayat pengobatan kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat
penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak
20

mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil
negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan melalui :
a. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis.
Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam
membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan
parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang
pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung
parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per
200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan
sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit
yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >
100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk
menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan
pewarnaan Giemsa, atau Leishmans, atau Fields dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan
merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat
cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak
memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari
plasmodium (pLDH) dengan caraimmunochromatographic telah dipasarkan dengan
nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat
membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax.Sensitivitas sampai 95 % dan hasil
positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes
cepat (Rapid test).
c. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat
sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.
Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif .
Metode-metode
tes
serologi
antara
lain indirect
haemagglutination
test,
immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai
cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun
jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
21

KOMPLIKASI
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious
manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi
pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi
terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan
kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksiP.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan
keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg
BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10C:8).
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti
malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler pada jaringan otak.
PENGOBATAN
Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1.kuinin (kina)
2.mepakrin
3.klorokuin, amodiakuin
4.proguanil, klorproguanil
5.Primakuin
6.pirimetamin

22

7.sulfon dan sulfonamide


8.kuinolin methanol
9.antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat
antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
1 Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrositik dalam
hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat
profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil, pirimetamin.
2 Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P.
vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps,
obatnya adala primakuin.
3 Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan
penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi
keempat spesiesPlasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P.
vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum.
Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin
yang mempunyai efek terbatas.
4 Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P.
falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies
dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P.
malariaedan P. ovale.
5 Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk
membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamukAnopheles. Obat obat yang termasuk
golongan ini adalah primakuin dan proguanil.

Konstipasi adalah frekuensi yang tidak teratur atau susah dalam pengeluaran buang air
besar/kotoran. Satu penilaian objektif mendefinisikan konstipasi/sembelit sebagai suatu
keadaan di mana: (1)Buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu, sedangkan
orang tersebut telah mengkonsumsi serat cukup tinggi, (2) Lebih dari tiga hari tanpa ada
buang air besar, atau (3) Buang air besar setiap hari tetapi kurang dari 35 gram (Mahan and
Stump, 2003).
2.3.2.Etiologi Konstipasi
Penyebab paling umum dari konstipasi adalah kebiasaan yang jelek, seperti kurangnya
respons berulang terhadap dorongan untuk buang air besar, kurangnya serat dalam diet,
kurang asupan cairan, dan kehilangan nada dalam otot-otot usus. Terlalu sering
menggunakan obat pencahar, ketegangan saraf, gugup, faktor perilaku dan kepribadian
merupakan penyebab paling sering (Mahan and Stump, 2003). Kontipasi kronis juga
mungkin akibat dari berbagai gangguan metabolik seperti diuraikan dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi
Sistemik
Efek samping dari tindakan pengobatan
23

Abnormalitas metabolik dan endokrin,seperti hipotiroid,uremia,dan hiperkalsemia


Kurang beraktifitas/olahraga
Mengabaikan atau menahan keinginan/dorongan buang air besar
Penyakit vaskular pada usus
Penyakit neuromuskular sistemik sehingga terjadi defisiensi otot volunter
Kurang mengkonsumsi atau diet rendah serat
Hamil
Tabel 2.5. Penyebab-Penyebab Konstipasi (lanjutan)
Gastrointestinal
Penyakit-penyakit yang ada di saluran gastrointestinal atas
Celiac sprue
Tukak duodenal (duodenal ulcer)
Kanker lambung (gastric cancer)
Cystic fibrosis
Penyakit-penyakit yang ada di usus besar:
Kegagalan proses pendorongan di sepanjang usus besar (colon inertia)
Kegagalan proses perlintasan sampai struktur anorektal (outlet obstruction)
Irritable bowel syndrome
Fisura anal atau Hemoroid
Penyalahgunaan laxative/obat pencahar.
Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)
2.3.3.Patofisiologi Konstipasi
Ketika serat cukup dikonsumsi, kotoran/feses akan menjadi besar dan lunak karena seratserat tumbuhan dapat menarik air, kemudian akan menstimulasi otot dan pencernaan dan
akhirnya tekanan yang digunakan untuk pengeluaran feses menjadi berkurang (Wardlaw,
Hampl, and DiSilvestro, 2004).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras. Konstipasi akan
timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar.
Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar
otot, membentuk kantong kecil yang disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat
dari tekanan yang berlebihan saat defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).
Hampir 50% dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya,
menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini memiliki
gejala ketegangan atau kejarangan defekasi (Basson, 2010).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21581/4/Chapter%20II.pdf
Patofisiologi
24

Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan faktor
anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme berak terganggu. Gangguan dapat terjadi
pada kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi fungsional pengeluaran
(functional outlet). Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya
abnormalitas anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.
Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian minum.
Berak yang nyeri dapat merupakan pencetus primer dari konstipasi pada awal masa anak.
Pada masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis, masalah
neurologis, disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor metabolik atau
endokrin. Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya
berawal dari kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas

25

Anda mungkin juga menyukai