Kota Constantinopel adalah ibu kota kerajaan Romawi Timur atau Bizantium,
dengan jatuhnya Kota Constantinopel tenggelam kerajaan Bizantium, lawan
terbesar dari kerajaan Islam.
Gold : mencari kekayaan berupa emas dan perak, menguasai perdagangan secara
monopoli dan paksaan serta merampas negeri yang ditemukannya (faktor
ekonomi),
Glory : mencari kejayaan/ kemashuran.
Gospel : tugas suci menyebarkan agama nasrani,
Semangat Reconquesta yaitu semangat pembalasan untuk merampas negerinegeri dan pusat-pusat Islam. Contohnya pada tahun 1498 Portugis merebut pusat
perdagangan Calicut di Goa di sekitar Gujarat, India. Tahun 1511 pusat
perdagangan dan pusat Islam Malaka dikuasai Portugis dibawah pimpinan
Albuquerquer. Tahun 1512 Portugis mencapai daerah pusat rempah-rempah di
Maluku. Tahun 1515 Portugis menduduki pelabuhan Ormuz di teluk Persia dan
Pulau Sokotra di selat menuju laut merah.
ketertiban saja, dan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada pedagang dan produsen
untuk mengurus kepentingan ekonominya sendiri. Aliran ini dikenal dengan nama
Liberalisme (liber = bebas). dengan semboyan Laissez Faire ( biarkanlah),
diperjuangkan kebebasan berusaha bagi industri dan perdagangan. Biarkanlah produksi
dilaksanakan oleh swasta atas prakarsa sendiri, biarkanlah harga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran di pasar bebas, tanpa campur tangan negara.
Adam Smith ( wealth of nations, 1778) menunjukkan bahwa kebebasan berusaha yang
didorong oleh kepentingan pribadi merupakan pendorong kuat menuju kemakmuran
bangsa. Kebebasan ini 9tanpa campur tangan pemerintah yang mengatur segala-galanya
tidak akan menimbulka kekacauan sosial ekonomi. Jadi kebebasan yang diperjuangkan
tidak berarti tak ada aturan , pemerintah tetap bertugas menyelenggarakan tugas-tugasnya
demi kepentingan umum.
Dengan meluasnya perdagangan maka penggunaan uang (dengan konversi emas dan
perak) semakin bertambah. Para negarawan mulai mencari jalan bagaimana mendapatkan
uang untuk membiayai tentara dan pegawai negeri, serta mulai menggunakan
kekuasaannya untuk memperkuat kedudukan ekonomi negaranya. Para penulis yang
membahas masalah-masalah ekonomi pada waktu itu disebut aliran Merkantilisme.
Tokoh-tokoh ekonom aliran Merkantilisme diantaranya ialah :
Ada 3 pokok pikiran dalam tulisan para tokoh Merkantilis tersebut yaitu :
kaum Merkantilisme bahwa negara yang jaya haruslah negara yang kaya. Kaya pada
zaman itu berarti kaya akan emas. Bila suatu negara tidak mempunyai tambang emas
atau daerah jajahan yang bisa diperas , maka harus diusahakan agar eksportnya
diperbesar dan importnya dibatasi sehingga neraca perdagangan positif (eksport lebih
besar dari pada import). Peraturan yang membatasi atau melarang import barang jadi dan
menggalakkan industri/kerajinan untuk eksport oleh menteri Colbert di Perancis (1670)
dan Undang-undang perkapalan Act of Navigation (1651) di Inggris adalah contoh
politik ekonomi dengan pola berfikir Merkantilisme.
abad ke-16 sampai abad ke 19 (1500-1900), negara-negara Eropa meluaskan
perdagangannya keberbagai pelosok dunia, seperti tujuan awal Bangsa Portugis adalah
menguasai perdagangan, bukan memperoleh wilayah. Ketika itu beberpa negara di
Eropa bersaing untuk meluaskan perdagangan dan dengan berbagai cara berusaha
menekan defisit neraca perdagangan dengan kawasan Asia, Afrika dan Amerika latin.
Negara-negara Eropa membuat kompeni-kompeni dagang, masing-masing untuk
berusaha mengendalikan kekuasaan politik ditempat mitra dagangnya. Beberapa
perjanjian perdagangan dengan negara-negara Asia-Afrika dan Amerika latin dilakukan
dengan jalan paksaan. Pada abad 17 dan 18 perdagangan luar negeri di Asia-Afrika serta
Amerika latin berubah dari perdagangan biasa menjadi konsesi politik bagi monopoli
kompeni-kompeni di Eropa.
Demikianlah perdagangan luar negeri pada abad 16 sampai abad 18 telah memberi andil
terhadap penumpukan modal dan investasi untuk menunjang pembangunan ekonomi dan
industri di Eropa. Kemudian revolusi industri yang terjadi di Eropa pada pertengahan
abad telah membuat Eropa maju pesat meninggalkan bangsa-bangsa lain.
Belanda pada zaman VOC itu, yaitu pada tahun 1648 telah berhasil dalam perang
kemerdekaan 80 tahun, dan bebas dari kekuasaan penindasan kerajaan Spanyol.
Masa Pemerasan Imperialisme Perdagangan di Indonesia dilaksanakan dalam 2 fase:
(1).Fase pertama, antara tahun 1500-1700, Portugis maupun Belanda berusaha
menghancurkan kekuasaan dan kekuatan maritim dan perdagangan Nusantara.
Portugis dan Belanda menghancurkan kerajaan-kerajaan Islam dan maritim di
sepanjang pantai perairan Indonesia, terutama daerah-daerah yang sangat strategis
seperti selat Malaka, pantai barat Sumatera, Selat Sunda, pantai utara Jawa, Selat
Makasar dan daerah pusat rempah-rempah di Maluku. Dengan menguasai daerahdaerah strategis itu berarti menguasai perdagangan dan pelayaran Nusantara
seluruhnya.
(2).Fase kedua, sejak tahun 1700, adalah untuk menghancurkan dan menguasai
kerajaan-kerajaan agraris yang masih bertahan di daerah-daerah pedalaman, terutama
ditujukan untuk menguasai daerah-daerah pedalaman yang subur dan banyak hasilnya
seperti kerajaan Islam Mataram, kerajaan Banten dll.
Walaupun persekutuan dagang VOC telah dibubarkan pada tahun 1799 tetapi cara
pemerintahan yang didasarkan pada aturan monopoli dari imperialime perdagangan itu
tetap diberlakukan terus bahkan mencapai puncaknya dalam bentuk Cultuurstelsel /
Tanam Paksa (1830-1870).
-------------
Dominasi politik.
Eksploitasi sosial-ekonomi
Penetrasi kebudayaan
Dorongan utama bagi suatu bangsa untuk melakukan imperialisme (penjajahan) dan
kolonialisme (membentuk daerah jajahan) terhadap bangsa lain adalah faktor sosialekonomi. Perkembangan imperialisme-kolonialisme adalah diakibatkan oleh sistem
ekonomi kapitalisme (sistem ekonomi pasar bebas) yang dipakai bangsa-bangsa
Eropa. Jika dilihat dari peristiwa tersebut, ternyata faktor ekonomi menjadi sangat
dominan bagi orang-orang Barat datang ke Indonesia dengan berbagai cara seperti
kekerasan, ikut campur tangan, divide et impera (memecah belah, menghasut dan
mengadu domba) dll.
Orang-orang Barat (Eropa) berusaha untuk menguasai dan mengeksploitasi kekayaan
alam Indonesia (Nusantara), dan itu berlangsung sejak dulu sampai sekarang.
Imperialisme dan kolonialisme yang berlangsung abad 16-20 merupakan
pengalaman pahit bagi generasi Bangsa Indonesia sebelumnya dan masa sekarang.
Oleh sebab itu sebagai satu Bangsa yaitu Bangsa Indonesia harus barsatu menentang
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuknya. Reaksi perlawanan yang
telah terjadi memberikan kesadaran kepada Bangsa Indonesia, bahwa kita Bangsa
Indonesia tidak mau dijajah oleh bangsa manapun, untuk itu maka perlawanan harus terus
berlangsung sampai penjajah angkat kaki dari muka bumi Indonesia.
hari. Dengan demikian barang siapa yang berhasil dapat menjadi penyalur barang
dagangan rempah-rempah akan mendapat keuntungan yang sangat besar. Apalagi jika
dapat memperolehnya langsung dari tempat asalnya, maka keuntungan yang berlipat
ganda akan dapat diperolehnya.
Sebagai penyalur rempah-rempah yang datang dari dunia Timur ke Barat, orang Portugis
tertarik untuk mencari sendiri jalan menuju ketempat pusat rempah-rempah. Diantara
rempah-rempah yang diimport, cengkeh dari Nusantara (Indonesia) bagian timur adalah
yang paling berharga. Selain cengkeh, Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala dan
bunga pala, dll. Kawasan itulah yang menjadi tujuan utama Portugis, walaupun bangsa
Portugis sampai saat itu masih belum mempunyai gambaran sedikitpun tentang letak
kepulauan rempah-rempah yaitu Nusantara (Indonesia) dan bagaimana tentang cara
mencapainya. Tetapi itulah asal mula masuknya / penerobosan orang-orang Barat/ Eropa
ke dunia timur, dan tentu saja melalui kesulitan-kesulitan yang hebat. Dengan dilandasi
oleh semangat Perang Salib serta jiwa petualangan dan terutama motif ekonomi, maka
keinginan orang Portugis untuk mengejar keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya itu
dapat terlaksana.
Pelopor penjelajahan samudera adalah Portugis tahun (1394-1460) pangeran Henry
(pelaut) menjelajah sampai di pantai Barat Afrika dan menemukan emas di Afrika, tahun
1486 kapal Portugis dipimpin oleh Bartholomeus Diaz melakukan pelayarannya dengan
jalan menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan yaitu sampai di Tanjung
Harapan, ujung selatan benua afrika. Kemudian pelayaran dilanjutkan oleh Vasco
da Gama (1498) dengan membelok ke pantai timur Afrika dan sampai di pelabuhan
Malindi/kota dagang) .
Di Malindi Orang-orang Portugis bertemu dengan pedagang-pedagang Islam yang telah
berabad-abad lamanya menguasai perdagangan antara, daerah Persia, laut Tengah
(Venesia ) dan kepulauan Nusantara (Indonesia). Orang-orang Portugis mengetahui
bahwa kerajaan-kerajaan Islam yang berada dalam jalur perdagangan itu menjadi kaya
dengan menguasai rempah-rempah dari Nusantara (Indonesia). Semangat Perang Salib
telah mendorong bangsa Portugis untuk berusaha mematahkan perdagangan pedagangpedagang Islam dan berusaha menguasai jalur-jalur pelayaran pedagang Islam dari daerah
Nusantara (Indonesia) ke daerah Laut Merah.
Bangsa Portugis tidak kenal kompromi, setiap bertemu dengan kapal-kapal pedagang
Islam, orang-orang Portugis berusaha untuk menghancurkannya. Oleh sebab itu
bentrokan bersenjata antara pedagang Islam dengan orang Portugis tidak dapat
dihindarkan. Dalam menghadapi lawannya yang tangguh itu, orang Portugis mencari
persekutuan dengan raja-raja Asia (Burma/Myanmar, Thailand) yang tidak beragama
Islam. Sedangkan pedagang-pedagang Islam berusaha untuk menghindar dari kapal-kapal
Portugis. Pedagang-pedagang Islam yang selamat tiba kembali di Malaka kemudian
menceritakan perlakuan orang-orang Portugis di Malindi terhadap pedagang-pedagang
Islam.
Dari pelabuhan Malindi pelayaran bangsa Portugis dibawah pimpinan Vasco Da
Gama dilanjutkan kembali ke arah utara dan sampai di Calcuta / Calicut ( India)
dan berhasil mendirikan kantor dagangnya di Goa dan dijadikan sebagai pusat
pemerintahannya di Asia (1509), (pelayaran bangsa Portugis ke Afrika selatan ini
diantar oleh pandu laut Arab muslim yaitu Ahmad Ibn Majid, yang mau memberikan
petunjuk jalan laut). Akhirnya orang Portugis mulai menemukan jalan terbuka menuju ke
dunia timur (Asia Timur dan Asia Tenggara) .
9
Orang Portugis kemudian mendengar kemakmuran bandar Malaka, itulah kemudian yang
menjadi sasaran paling penting bagi Portugis yaitu mengusai ujung timur perdagangan di
Asia yaitu Malaka. Malaka adalah pusat perniagaan/ bandar transito yang terbesar dan
teramai di Asia Tenggara dengan sultannya yaitu Sultan Mahmud Syah yang beragama
Islam. Berbagai bangsa ada disana termasuk pedagang Islam dari Gujarat dan Arab, juga
tersedia berbagai barang yang diperdagangkan ke Eropa. Berita kehadiran bangsa
Portugis pun sudah sampai pula di Malaka. Dengan demikian bahaya yang mengancam
bandar Malaka apabila orang-orang Portugis datang juga sudah disadari oleh Sultan
Mahmud Syah dari Malaka maupun oleh pedagang-pedagang Islam pada umumnya.
Tahun 1509 utusan bangsa Portugis Diogo Lopez de Sequeira tiba di Malaka untuk
meminta izin dagang di Malaka, dan menjalin persahabatan dengan penguasa Malaka.
Kehadiran Portugis di perairan Malaka tentu saja menimbulkan kecurigaan. Orang-orang
Portugis datang tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk menyebarkan agama.
Bangsa portugis datang bukan atas nama perorangan, melainkan atas nama negara. Oleh
karena itu tindakan-tindakannya lebih bersifat politik daripada sifat dagangnya, walaupun
tujuan akhirnya tetap motif ekonomi (mencari keuntungan). Kapal-kapal Portugis juga
bukan merupakan kapal dagang biasa, tetapi lebih menyerupai kapal perang. Tiap kapal
dilengkapi dengan meriam-meriam yang siap untuk melakukan pertempuran.
Ketika tiba di Malaka Diodo Lopez de Sequira pada awalnya disambut dengan baik oleh
sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas pedagang Islam
internasional yang ada di Malaka menyakinkan Sultan Mahmud Syah, bahwa Portugis
merupakan ancaman besar baginya. Sultan Mahmud Syah kemudian berbalik menolak
utusan Portugis, dengan menahan beberapa anak buahnya dan membunuh beberapa anak
buah yang lainnya, dan berusaha menyerang 4 kapal Portugis, tetapi kapal-kapal Portugis
itu berhasil berlayar ke laut lepas. Dengan penolakan itu bangsa Portugis memutuskan
untuk memaksakan kehendaknya dengan kekerasan senjata.
Tahun 1511 dibawah pimpinan Alfonso DAlbuquerquer armada Portugis menyerang
Malaka dan Malaka berhasil dikuasai. Dengan jatuhnya pusat perdagangan dan pusat
agama Islam Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka akibatnya arus
perdagangan pedagang-pedagang Islam nusantara mengalihkan kegiatan perdagangannya
ke pelabuhan lain di Nusantara dengan menyusuri pantai barat Sumatera, pantai utara
Jawa dan terus ke Maluku. Selat Sunda menjadi sangat penting menggantikan
peranan Malaka sebagai urat nadi perdagangan dan pelayaran, disepanjang jalan
perdagangan ini tumbuh pusat-pusat perdagangan baru yang kemudian berkembang
menjadi kerajaan-kerajaan maritim sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran
agama Islam. Diantaranya ialah Aceh, Tiku, Baros dan Pariaman di pantai barat
Sumatera, Kerajaan Banten, Jayakarta, dan Cirebon, kerajaan Demak, Gresik dan
Pasuruan, kerajaan Makasar, pusat perdagangan Hitu di Ambon, kerajaan Riau di
Bintan, Palembang, Banjarmasin, Brunei, serawak dan kerajaan Sulawesi,
sedangkan di daerah pusat rempah-rempah Maluku dikuasai oleh dua penguasa utama
yaitu Uli Lima (persekutuan lima) yang dipimpin oleh kerajaan Islam Ternate dan
Uli Siwa (persekutuan sembilan) yang dipimpin oleh kerajaan Islam Tidore.
Sekalipun Malaka telah diduduki oleh portugis, perlawanan orang Malaka tidak
berhenti. Pada tahun 1513 Pati Unus mengirim bantuan dari Jepara sebanyak 100 kapal
dan 10.000 prajurit untuk menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi dalam pertempuran
itu armadanya mengalami kekalahan, karena orang Portugis mendatangkan armada yang
10
lebih kuat dengan kapal-kapal yang lebih besar dan meriam-meriam yang jangkauan
tembakannya lebih jauh.
Pedagang-pedagang yang semula berdagang di Malaka, kemudian mengalihkan kegiatan
perdagangannya di aceh. Aceh sebagai kerajaan pantai pada waktu itu masih mampu
mempertahankan diri terhadap desakan orang Barat. Perdagangan lada masih dikuasainya
untuk waktu yang cukup lama. Orang Aceh membawa lada sampai ke India dan Laut
Merah. Beberapa kali kapal-kapal Portugis dikirimkan ke laut Merah untuk membajak
kapal-kapal Aceh dan Gujarat , tetapi tidak berhasil. Orang Aceh pada waktu itu telah
dikenal sebagai prajurit yang ulung. Orang Portugis mengakui ketangkasan prajurit Aceh
yang selama seabad menganggu keamanan lalu lintas orang-orang Eropa di selat Malaka.
Petualangan orang Portugis tidak berhenti sampai di Malaka saja, tetapi meneruskan
usahanya untuk dapat sepenuhnya menguasai perdagangan rempah-rempah dengan
mengadakan pelayaran ke arah timur melalui laut Cina Selatan menuju kepulauan
rempah-rempah Maluku. Tahun 1512 orang portugis tiba di Maluku yaitu di kerajaan
Ternate dibawah pimpinan Diego Lopez de Sequera.
Kerajaan Ternate adalah sebuah kerajaan Islam yang mengasai lima pulau yaitu pulau
Bacan, pulau Obi, pulau Seram, pulau Ambon dan pulau Ternate ini disebut dengan
persekutuan Uli Lima, sedangkan Tidore tergabung dalam persekutuan Uli Siwa yaitu
persekutuan sembilan negara yang terdiri dari Jailolo, Makian dan daerah-daerah di
kepulauan sekitar Halmahera sampai ke Irian Jaya. Ketika Portugis tiba di Maluku ke
dua kekuasaan itu sedang terjadi persaingan dalam perebutan pengaruh atas kepulauankepulauan yang tersebar itu, keadaan ini menguntungkan Portugis. Kedatangan orang
Portugis di Ternate di terima oleh sultan Ternate dengan baik. Portugis kemudian diminta
untuk membantu Ternate dalam menghadapi musuhnya Tidore, maka Portugis pun
menuntut imbalan.
Orang Portugis memanfaatkan persaingan setempat untuk memperkuat kedudukannya
sendiri. Sebagai imbalannya Portugis mengajukan tuntutannya untuk izin monopoli.
Maka semua cengkeh dari rakyat ternate harus dijual kepada Portugis, dengan demikian
rakyat Ternate kehilangan kebebasannya untuk menjual hasil tanamannya dengan harga
yang lebih baik. Rempah-rempah harus dijual kepada Portugis dengan harga murah,
sedangkan penjualan kepada pedagang lain dilarang, yang melanggar ditindak dengan
kekerasan senjata. Pada tahun 1521 orang Portugis berhasil memperoleh izin
mendirikan benteng di Ternate dengan alasan untuk melindungi ternate dari
serangan Tidore. Sebagai balas jasa orang Portugis diberi hak monopoli perdagangan
rempah-rempah, dalam hal ini Portugis melupakan permusuhannya terhadap orang-orang
Islam demi keuntungan.
Di bidang perdagangan, Portugis mengambil seluruhnya rempah-rempah di pasaran
Maluku dan dibawa sendiri dengan kapal-kapalnya ke Eropa. Hal ini sangat merugikan
pedagang-pedagang Islam dari Nusantara, India (Gujarat), Persia dan lain-lainnya yang
semula sebagai mata rantai pedagang-pedagang perantara dari kepulauan pusat rempahrempah Maluku sampai dengan daerah-daerah Timur Tengah. Oleh karena itu kedatangan
bangsa Portugis di Asia dan Indonesia khususnya telah membangkitkan sikap
konfrontasi/ perlawanan yang dilakukan kerajaan Islam/masyarakat Islam dan pedagangpedagang dari Asia, Afrika dan Nusantara.
Portugis datang ke Indonesia tidak hanya untuk berdagang, tetapi Portugis menjelajahi
Pulau Maluku sambil menyebarkan Agama Khatolik. Pada tahun 1546 seorang
misionaris utusan gereja Khatolik dari Roma bernama Fransiscus Xaverius datang
11
ke Maluku, Fransiscus Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama, kemudian seminari dibuka di ternate, kemudian di Solor. Utusan
gereja Khatolik Roma itu menjalankan kristenisasi di kalangan penduduk dengan secara
besar-besaran, justru politik kristenisasi tersebut dilakukan ditengah-tengah kekuasaan
Sultan Ternate yang terkenal taat beribadah di daerahnya yang terkenal sebagai pusat
kekuatan Islam di Maluku Utara. Politik kristenisasi yang dijalankan oleh Fransiscus
Xaverius terhadap penduduk Maluku utara merupakan tindakan yang melanggar
kedaulatan kerajaan. Dengan cara-cara paksaan dan kekerasan penduduk didorong untuk
menjadi penganut agama kristen (khatolik). Tindakan kristenisasi tersebut
membangkitkan semangat juang dikalangan kaum muslimin di Maluku. Proses
kristenisasi yang terbesar di Maluku dan paling berhasil adalah dibawah Fransiscus
Xaverius yang terkenal itu, dengan berhasil mengkristenkan sebagian besar penduduk di
Maluku utara, dimana kesultanan Ternate dan Tidore sebagai pusat-pusat Islam di
Maluku.
Dengan hak dan kekuasaan istimewa itu, maka V.O.C adalah merupakan alat kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dengan di bentuknya V.O.C. itu, maka
16
selanjutnya kapal-kapal dagang Belanda sudah menggunakan bendera V.O.C. dan tidak
ada lagi persaingan yang tajam di dalam V.O.C.
Dengan didirikannya V.O.C. itu, maka seketika itu pula berubahlah sifat dan maksud
kedatangan Belanda ke Indonesia, tidak lagi hanya tujuan berdagang, tetapi mulai
menunjukkan kekuatan dan kekuasaannya, dimana senjata ikut bicara. Setelah
tergabungnya kongsi dagang Belanda ini, maka menjadi satu kekuatan untuk menghadapi
Portugis.
Tahun 1605 Belanda berhasil menguasai benteng Portugis di Ambon.Portugis harus
meninggalkan Maluku dan kemudian lari ke Timor Timur, Portugis di Timor Timur
sampai tahun 1975, dan Timor Timur berdiri sendiri sebagai negara merdeka tahun
1999. Berlanda kemudian menjadikan Ambon sebagai Pusat perniagaan rempah-rempah
di Maluku, dan mendirikan kantor dagangnya di Ambon. Dan Ambon merupakan daerah
pertama Belanda yang dijadikan sebagai batu loncatan bagi pengembangan
imperialismenya di Indonesia.
Perdagangan V.O.C. semakin lama semakin berkembang, dalam hal ini diperlukan
seorang pemimpin tertinggi untuk mengurus dan mengatur seluruh kepentingan Belanda
yang berkaitan dengan usaha-usaha kompeni, maka pemerintah Belanda mengangkat
Pieter Both (1610-1614) sebagai Gubernur Jendral Belanda yang pertama di Indonesia
dan dibantu oleh sebuah badan penasehat yang terdiri dari empat orang anggota, badan
itu bernama Raad van Indie.
Pada masa kekuasaan V.O.C dari sejak Pieter Both menjadi gubernur Jendral, bukanlah
pemerintahan atau Raja Belanda yang memerintah melainkan 17 anggota atau para
direktur perusahaan V.O.C. yang memegang kendali kekuasaan atas kegiatan-kegiatan
yang dilakukan V.O.C. Pieter Both kemudian memasukkan pedagang-pedagang Cina
untuk ikut berperan dalam strategi perdagangan V.O.C., orang Cina diberi peranan
sebagai pedagang perantara dan merupakan bagian kegiatan dari kongsi dagangnya di
Indonesia.
Di Ambon V.O.C. dapat memaksa Sultan Ternate dan sultan-sultan lainnya di Maluku
untuk memberi hak monopoli rempah-rempah kepada Belanda. Pedagang-pedagang
Indonesia dari Makasar, Mataram , Banten dan lain-lainnya tidak mengakui monopoli
Belanda itu, dan pedagang-pedagang Indonesia tersebut tetap melakukan perdagangan
secara bebas dengan orang-orang Maluku. Untuk mencegah perdagangan bebas, Belanda
kemudian mengeluarkan peraturan yaitu pelayaran Hongi (Hongitochten) yaitu
gerakan patroli serdadu-serdadu V.O.C. dengan menggunakan perahu-perahu
rakyak untuk memberantas perdagangan bebas yang berlangsung antara penduduk
Maluku dan pedagang-pedagang dari daerah lain.
Tindakan itu menimbulkan perlawanan rakyat Maluku, karena kehilangan kebebasan dan
keuntungan. Belanda menindas setiap perlawanan terhadap monopoli. Usaha
menanamkan monopoli perdagangan dan kekuasaan kompeni juga telah membangkitkan
reaksi perlawanan dari kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung. Pada tahun 1618
kantor dagang V.O.C di Jepara diserbu oleh kerajaan Mataram, serbuan ini merupakan
reaksi pertama yang dilakukan Mataram terhadap Belanda.
Kemudian Belanda/VOC merasa perlu adanya pusat pemerintahan V.O.C.di Jawa.
Jayakarta terpilih sebagai tempat yang baik untuk pusat pemerintahan. Jayakarta adalah
wilayah kerajaan Banten, dikepalai oleh seorang adipati Jayakarta yaitu Pangeran
17
rempah milik rakyat disekitar pelabuhan Maluku yang dianggap melanggar hak
monopoli Belanda.
5. Melaksanakan hak ekstirpasi yaitu penebangan tanaman pala dan cengkeh yang
melanggar aturan monopoli. (biji pala dan cengkeh pada waktu itu merupakan
komoditi perdagangan yang sangat laku di Eropa).
Melalui peperangan VOC terus memperluas daerah kekuasaannya di Nusantara terutama
daerah-daerah pusat perdagangan dan daerah-daerah yang banyak hasil buminya, seperti
kerajaan Banten dan Mataram.
19
20
Raden Patah/ Reden Fattah/ Jin Bun/ Reden Hasan/ Raden Bintoro putra raja Brawijaya
V / Bhre Kertabumi dengan Putri Kian, yang semula beragama Hindu-Budha, kemudian
masuk agama Islam berkat bimbingan gurunya yaitu Sunan Ampel /Reden Ahmad Ali
Rahmatullah (salah satu anggota Wali Songo periode kedua, yang juga masih terhitung
sepupunya). Pengikut setia bapaknya (Raja Brawijaya V) yang mengasuh Raden Patah
sejak kecil yaitu Sabdopalon dan Noyogenggong sangat menentang kepindahan
agamanya, dan mengundurkan diri untuk pindah ke gunung Lawu.
Ketika Sunan Ampel masih hidup, Demak disarankan tetap loyal kepada Kerajaan
Majapahit. Karena Raja Brawijaya V tidak pernah menghalangi orang masuk Islam.
Bahkan Sunan Ampel (keponakan Raja Brawijaya) dan Sunan Giri (cucu Raja
Brawijaya), boleh menyiarkan agama Islam di wilayah Majapahit.
Namun pada tahun 1437 Kediri menyatakan lepas/ memerdekakan diri dari Majapahit.
Pada tahun 1478 , Prabu Giridrawardana/ Ranawijaya (Raja Kediri) menyerang Kerajaan
Majapahit, menduduki Istana Raja, sehingga Raja Brawijaya V ( Bhree Kretabhumi )
melarikan diri dari Kerajaan Majapahit. Para anggota kerajaan Majapahit yang setia pada
rajanya menyingkir ke selatan Jawa Timur (daerah Tengger, Tulungagung sampai
Pacitan). Pada tahun 1498 M, kerajaan Majapahit diserang lagi oleh patihnya sendiri yang
berkhianat yaitu Patih Udhoro (Patih Anduro), yang menyebabkan Prabu Giridrawardana
tewas.
Disekitar tahun 1500 M , mengikuti anjuran para Wali 9 (Wali Songo / Wali Sembilan),
secara terbuka Raden Patah menyatakan bahwa Kadipaten Demak memutuskan ikatan
dengan Kerajaan Majapahit yang sudah tak berdaya lagi (karena banyak perebutan
kekuasaan dan pemberontakan-pemberontakan). Reden Fattah ini termasuk anggota Wali
Songo Periode kelima. Beberapa saat kemudian, juga atas anjuran Wali Songo serta
bantuan Sunan Giri (anggota Wali Songo) dan bantuan daerah-daerah lain yang telah
masuk Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), maka Raden Patah menyerang Majapahit
dan berusaha menumbangkan kerajaan Majapahit dan akan mendirikan kerajaan Islam
yang berpusat di Demak.
Raden Patah (Jin Bun / R.Bintoro) akhirnya mampu meruntuhkan kerajaan Majapahit,
(yang dikuasai Prabu Udhoro), dan menobatkan diri sebagai raja Islam pertama dari
Kerajaan Demak bergelar Sultan Bintoro / Sultan Demak pertama, yang didirikan pada
tahun 1513 M (abad 16 M). Sedangkan sebagian besar rakyat Majapahit akhirnya banyak
yang berganti agama dan memeluk agama baru (agama Islam). Majapahit runtuh total
tahun 1520 1522 M.
Para kerabat Kerajaan Majapahit yang tidak mau tunduk kepada Demak, lari ke selatan
(mungkin ke arah Tengger dan Pacitan.
Demak dianggap oleh Sultan Bintoro sebagai lambang dari tetap berlangsungnya
kerajaan kesatuan Majapahit dalam bentuk baru, oleh sebab itu semua alat upacara dan
pusaka bekas kerajaan Majapahit harus dibawa dan disimpan di Kerajaan Demak. Di
bawah pimpinan Sultan Bintoro (Raden Patah), kerajaan Demak mencapai kejayaan.
Pati Unus ( Adipati Yunus ) puteranya, yang menjabat bupati Jepara, sangat giat
membantu usaha ayahnya memperkuat dan memperluas kedudukan kerajaan Demak
sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.Dalam waktu singkat daerah-daerah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur (kecuali Pasuruan dan Panarukan) mengakui kedaulatannya dan
tunduk di bawah kerajaan Demak. Namun demikian, sejak tahun 1511 Malaka sudah
jatuh (dijajah) bangsa Portugis. Pati Unus pada tahun 1513 memberanikan diri untuk
21
22
Pada tahun yang sama (1521), saudaranya / kakaknya yaitu Pangeran Trenggono
menggantikannya dan bergelar Sultan Trenggono atau Sultan Demak ketiga. Sultan
Trenggono memerintah sampai tahun 1548. Dalam memerintah Sultan Trenggono
(Sultan Demak Ketiga) berusaha memperkokoh kerajaan Demak dan menegakkan tiangtiang agama Islam. Adanya orang-orang Portugis yang menguasai (menjajah) Malaka
dirasa sebagai ancaman dan bahaya bagi Sultan Trenggono, karena dikemudian hari akan
mengancam keberadaan wilayah kekuasaan kerajaan Demak.. Karena belum sanggup
langsung menggempur Portugis di Malaka, maka Sultan Trenggono mengambil siasat
lain, yaitu dengan membendung perluasan daerah jajahan bangsa Portugis. Sultan
Trenggono mampu memperluas kekuasaannya sampai daerah Pase, Sumatera Utara.
Namun beberapa saat kemudian, ternyata Sumatera telah pula dikuasai Portugis.
Seorang ulama terkemuka dari Pase bernama Fatahillah ( Falatehan ) sempat melarikan
diri lolos dari kepungan Portugis, kemudian menyeberang ke Jawa Tengah mohon
perlindungan kerajaan Demak. Fatahillah diterima dengan tangan terbuka oleh Sultan
Trenggono, bahkan dikawinkan dengan adik raja. Kemudian Fathillah bersama pasukan
dari Demak diperintahkan oleh Sultan Trenggono untuk menghalangi kemajuan bangsa
Portugis. Fatahillah bersama pasukan Demak berhasil menghalangi kemajuan orangorang Portugis, dan merebut kunci-kunci perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
Berkat bantuan Fatahillah, maka kerajaan Demak dapat memperluaskan kekuasaannya
dan berhasil merebut tempat-tempat perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat yang
belum masuk Islam, yaitu Cirebon dan Banten. Sebagai imbalan, oleh Sultan Trenggono,
Fatahillah diberi kekuasaan wilayah Cirebon dan Banten.
Sementara itu, Mas Karebet (Joko Tingkir) putra Ki Ageng Pengging (Raden
Kebokenongo) yang juga cucu buyut Raja Brawijaya, banyak jasanya bagi kerajaan
Demak, antara lain dapat membinasakan Dadung Awuk yang akan memberontak kerajaan
Demak. Atas jasanya ini, maka Mas Karebet ( Joko Tingkir ) diangkat sebagai bupati
(adipati) oleh Sultan Trenggono dan mendapat kekuasaan di Kabupaten Pajang (kota
23
Boyolali sekarang) dan bergelar Adipati Hadiwijoyo. Mas Karebet bahkan diambil
menantu oleh Sultan Trenggono, dikawinkan dengan salah satu putrinya.
(bupati) yang memberontak. Akhirnya Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh
anak pangeran Sekar Seda lepen yang bernama Aryo Penangsang ( Adipati Jipang ).
Tahta Demak untuk beberapa saat akhirnya dikuasai oleh Aryo Penangsang yang terkenal
kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul kekacauan dimana-mana. Apalagi ketika
adipati Jepara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan istri
adipati Jepara, yang berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya
menentang Aryo Penangsang. Salah satu dari adipati itu adalah Adipati Hadiwijoyo
(Mas Karebet/ Joko Tingkir) dari kabupaten Pajang, putra dari Raden Kebokenongo
(cicit Raja Brawijaya) sekaligus menantu Sultan Trenggono.
Mas Karebet (Jaka Tingkir / Adipati Hadiwijoyo), yang menjadi bupati Pajang
(Boyolali) tersebut, dengan bantuan Ki Ageng Pemanahan dan putranya Raden
Sutowijoyo, dalam peperangan berhasil membenuh Aryo Penangsang. Pemerintahan
Kerajaan Demak dalam kondisi vacum (kosong) sampai tahun 1568. Oleh karena itu,
pada tahun yang sama (1568), Mas Karebet (Adipati Hadiwijoyo) kemudian
memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Pajang
dinaikkan statusnya dari kabupaten menjadi kerajaan, sedangkan kerajaan Demak
diturunkan statusnya menjadi kabupaten yang diperintah adipati (bupati). Dengan
demikian, berakhirlah riwayat kerajaan Islam Demak.
merupakan bagian dari Kerajaan/ Kesultanan Pajang. Dalam waktu singkat, Ki Ageng
Mataram mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju.
Namun sebelum dapat ikut menikmati hasil secara optimal, pada tahun 1575, Ki Ageng
Mataram ( Ki Ageng Pemanahan ) meninggal dan dimakamkan di sebelah barat Masjid
Kota Gede. Sultan Pajang (Sultan Hadiwijoyo) kemudian mengangkat Raden Sutowijoyo
sebagai penguasa baru di Mataram. R.Sutowijoyo biasa disebut rakyatnya sebagai Raden
Mas Ngabehi Loring Pasar, karena rumahnya di sebelah utara Pasar Gede. Raden
Sutowijoyo juga terkenal sebagai ahli peperangan yang pemberani, oleh sebab itu
dikemudian hari ia lebih dikenal sebagai Senopati ing Alaga / Panglima medan Perang).
Sehingga gelar lengkap dari raden Sutowijoyo adalah Raden mas Ngabehi Loring Pasar,
Senopati ing Alaga. Berbeda dengan ayahnya, Raden Sutowijoyo tidak mau tunduk pada
Sultan Pajang, dan menyatakan bahwa Mataram lepas dari Pajang. Bahkan Raden
Sutowijoyo bercita-cita ingin mempunyai kekuasaan luas dan menjadi raja di seluruh
Jawa.
Sementara itu di Pajang terjadi perubahan besar-besaran, karena pada tahun 1582, Sultan
Hadiwijoyo (Mas Karebet / Joko Tingkir) meninggal. Anak Sultan Hadiwijoyo, yaitu
Pangeran Benowo (yang seharusnya menggantikan ayahnya) dikudeta dan disingkirkan
oleh Aryo Pengiri (adipati Demak), dan hanya diberi jabatan sebagai adipati (bupati) di
Jipang. Kemudian Aryo Pengiri (anak Sunan Prawoto dan cucu Sultan Trenggono)
mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan Pajang bergelar Sultan Pengiri. Sultan Pengiri
(Aryo Pengiri) itu tindakannya sewenang-wenang dan merugikan rakyat banyak,
sehingga menimbulkan rasa tidak senang di mana-mana.
Kanyataan ini merupakan kesempatan baik bagi Pangeran Benowo untuk merebut
kembali kekuasaannya. Pangeran Benowo minta bantuan Raden Sutowijoyo (Senopati
ing Alaga) dari Mataram. Pajang yang dikuasai Aryo Pengiri diserang dari dua jurusan,
yaitu oleh pasukan Pangeran Benowo (dari utara), dibantu pasukan Raden Sutowijoyo
dalam jumlah sangat besar dari barat (dari Mataram). Akhirnya Aryo pengiri menyerah
kepada Raden Sutowijoyo.
Namun demikian Raden Sutowijoyo tidak mau mengembalikan kerajaan Pajang pada
Pangeran Benowo, karena sejak semula Raden Sutowijoyo ingin menaklukkan dan
menguasai kerajaan Pajang. Cita-citanya, Pajang dan kerajaan-kerajaan kecil di Pulau
Jawa ( Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) harus tunduk dan menjadi bagian dari
Mataram. Pangeran Benowo beserta pasukannya merasa tidak sanggup menandingi
pasukan Raden Sutowijoyo yang sangat besar. Oleh sebab itu Pangeran Benowo
bersedia mengakui kekuasaan Mataram atas Pajang. Pajang statusnya bukan kerajaan
lagi, melainkan hanya sebagai kadipaten (dibawah Mataram) dengan adipatinya
(bupatinya) Pangeran Benowo. Dengan demikian berakhirlah kesultanan (kerajaan)
Pajang pada tahun 1586, dan sebagai gantinya berdiri kerajaan (kesultanan) Mataram.
26
27
Ki Ageng Pemanahan
Raden Sutowijoyo /
Panembahan Senopati
Adipati Martapura
28
masing-masing dibawah kekuasaan pusat di Mataram. Hal ini hanya dapat dijalankan
apabila pusat ditaati oleh daerah-daerah, atau dengan kata lain di pusat harus ada seorang
pemimpin yang kuat, yang dengan kekuatan senjata dapat memaksakan perintahnya
kepada daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan pemerintah pusat. Jadi pemerintah
pusat itu tetap memberi kesempatan kepada daerah-daerah untuk mengurus persoalan
daerahnya.
Kepala daerah itu setiap tahun berkewajiban
menghadap ke Mataram untuk
memperlihatkan kesetiannya kepada pemerintah pusat dan mempersembahkan hasil bumi
dari masing-masing daerah. Kelalaian kepala daerah melaksanakan kewajibannya berarti
pemberontakan. Pada waktu Sultan Agung memegang pemerintahan ibu kota Mataram
tidak lagi di kota Gede, melainkan di Plered yaitu ibu kota yang baru didirikan oleh
sultan Agung. Kota Plered terletak disebelah timur Yogyakarta dan didekatnya mengalir
sungai Opak. Air sungai ini dipergunakan untuk mengairi sawah-sawah didaerah sekitar
ibu kota, sawah yang kehijau-hijuan itu menghasilkan beras yang sangat dibutuhkan oleh
ibu kota. Kota Plered mempunyai penduduk yang padat dan setiap hari sapi dipotong
dalam jumlah yang banyak, untuk memenuhi permintaan sehari-hari dari penduduknya.
Kotanya berbenteng dan jika ada perang dalam waktu sehari tentara yang terdiri dari
penduduk disekitar ibu kota dapat dikerahkan. Dengan adanya berita-berita itu orang
dapat menggambarkan kemajuan kota Plered dan kesanggupan masyarakatnya pada
waktu itu untuk berorganisasi.
30
Kekalahan ini disebabkan tidak memiliki armada yang kuat untuk mengepung Batavia
dari laut. Tentara Mataram kekurangan perbekalan, hubungan dengan Mataram terlalu
jauh sehingga kebutuhan perlengkapan bagi tentara tidak dapat dengan cepat terpenuhi,
dan timbulnya penyakit menular yang sangat parah di barisannya. Sedangkan Sultan
Agung berharap, Banten akan menggunakan kesempatan untuk mengusir Belanda, tetapi
ternyata tidak dilakukan.
Akhirnya tentara Mataram mengundurkan diri. J.P.Coen kagum melihat kekuatan tentara
Mataram. Sementara itu Sultan Agung tidak putus asa, kesalahan pada serangan yang
pertama diperbaikinya. Untuk mempersiapkan serangannya yang kedua, Sultan Agung
meminta rakyat membuka tanah untuk persawahan dan membuat lumbung-lumbung padi
di sekitar daerah Cirebon dan Kerawang. Daerah itu direbut dari kekuasaan Banten oleh
Adipati Kertabumi, Bupati Galuh, atas perintah Sultan Agung, sedangkan perahuperahu penuh dengan beras menjelajahi perairan sekitar Batavia.
Dengan demikian persediaan beras akan tercukupi untuk perbekalan tentaranya jika
serangan terhadap Batavia dilancarkan lagi.
Barulah serangan kedua Sultan Agung dilancarkan pada tahun 1629, dengan
mengirimkan 80.000 tentaranya ke Batavia. Walaupun tentara Mataram berhasil
membendung sungai Ciliwung dan masuk ke kota Batavia dan mengurung benteng
Belanda selama beberapa bulan. Tetapi karena penyerangan ini dimulai pada musim
hujan, sedangkan persediaan beras dibakar oleh mata-mata musuh (J.P.Coen mengirim
kaki tangannya/mata-mata untuk mencari dan membakar lumbung-lumbung padi itu),
maka tentara Mataram yang sedang mengepung Batavia menjadi kelaparan dan
berjangkit berbagai penyakit yang pada akhirnya merusak barisan. Akibatnya serangan
kedua inipun tidak berhasil, karena kekurangan makanan. Di dalam benteng pengepungan
tentara Mataram itu J.P. Coen tanggal 21 September 1629 meninggal karena penyakit
kolera. Walaupun usahanya gagal , tetapi Sultan Agung adalah seorang Raja yang anti
imperialisme.
32
pemberontakan Adipati Pati pada tahun 1627, setelah dapat dipadamkan keadaan yang
damai kembali lagi di Mataram.
Sultan Agung walaupun sudah dua kali mengalami kegagalan belum mau menyerah,
sejak tahun 1630 Sultan Agung mencurahkan tenaganya untuk membangun negara.
kemudian dibuat rencana yang tepat, yaitu, dengan memindahkan penduduk dari Jawa
Tengah yang cukup padat dan Sumedang , ke daerah Kerawang yang masih berupa hutan
belukar dan diharuskan membuka hutan-hutan itu untuk menjadikan daerah Kerawang
daerah pertanian, sehingga rakyat dapat berladang dan bertani di daerah yang luas.
Kemudian jalan-jalan dibuat untuk mempermudah hubungan dengan Mataram.
Perdagangan dengan luar negeri dijalankan melalui pelabuhan-pelabuhan Cirebon,
Pekalongan, Tegal, Kendal, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Disamping itu Sultan
Agung berusaha untuk bersekutu dengan orang Portugis di Malaka dan orang-orang
Inggris di Banten. Batavia dipersulit kedudukannya dengan melarang pengiriman beras
kesana, sedangkan pedagang-pedagang disuruh langsung berdagang ke Malaka.
Sultan Agung juga merupakan putera Indonesia yang berusaha mempersatukan sebagian
Nusantara/Indonesia yang telah terpecah-pecah dan sangat lemah kedudukannya dalam
menghadapi kekuasaan imperialisme Barat. Sultan Agung berusaha pula untuk
mengembangkan kekuasaannya ke luar Jawa, pengaruhnya tertanam di Palembang, Jambi
dan Banjarmasin. Dalam lapangan agamapun Sultan Agung banyak jasanya sebagai
pengembang agama Islam, melanjutkan Sunan Kalijaga. Sebagai orang Islam , selalu
mentaati ibadahnya dan menjadi contoh bagi rakyatnya. Kemakmuran yang dapat dicapai
pada masa pemerintahan Sultan Agung dapat dilihat dengan pengembangan
kebudayaan, kesenian dan kesusastraan, Sultan Agung memanggil para ahli dan
memerintahkan menciptakan suatu Penanggalan resmi. Terciptalah penangglan resmi di
Mataram yang disebut Tahun Jawa yaitu hasil perpaduan penanggalan Syaka (Hindu)
dan penanggalan Hijrah (Islam). yaitu:
1. Tahun Syaka (Hindu) yang bedasarkan tahun matahari. (1 tahun =365 hari), dirubah
dengan tahun Hijrah yang berdasarkan dari perjalanan bulan (1 tahun=354 hari).
Sultan Agung menyusun Tahun Jawa pada 1633 Masehi. Sekarang sebagai tahun
Jawa yang perhitungannya berdasarkan atas perjalanan bulan. Ini sesuai dengan tahun
Hijrah.
2. Mengadakan Pesta Sekaten pada setiap hari Maulud Nabi.
Sedangkan untuk memperkokoh dirinya sebagai pemimpin Islam, ia mengirimkan utusan
ke Mekkah dan tahun 1641 kembali dengan membawa para ahli agama untuk menjadi
penasehat keraton. Sultan Agung mendapat gelar baru Sultan Abdul Muhammad
Maulana Matarami.
Sementara itu kegagalan Sultan Agung di Batavia, mendorong keberanian pada Sunan
Giri Kelima (Sunan Kawis Guwa) untuk memberontak dan berusaha berkuasa di Jawa
Timur. Namun, ternyata Surabaya tetap setia kepada Mataram, sehingga dalam tahun
1635 Gresik (daerah kekuasaan Sunan Giri Kelima) dapat dihancurkan oleh Sultan
Agung. Tindakan yang sama dilakukan terhadap Blambangan yang bersama dengan Bali
menentang berkuasanya agama Islam dari kerajaan Mataram. Maka diambil keputusan
untuk menguasai kerajaan yang berkuasa di ujung timur itu. Usahanya ini berhasil dengan
baik, Blambangan menyerah (1639), tetapi tidak lama kemudian bergabung lagi dengan
Bali.
33
35
Putra Mahkota (Adipati Anom) yang sudah dihianati oleh Trunojoyo berbalik
menentangnya, dan segera mencari jejak ayahnya (Amangkurat I) yang telah melarikan
diri. Sementara itu Sunan Amangkurat I melarikan diri untuk meminta perlindungan
Belanda. Tetapi dalam perjalanannya menuju Batavia, ditengah perjalanan itu Sunan
Amangkurat I meninggal dunia di Tegalwangi dekat kota Tegal. Oleh sebab itu Sunan
Amangkurat I kemudian dikenal sebagai Sunan Tegal Arum. Dalam keadaan putus asa
sebelum meninggal Sunan Amangkurat I berpesan kepada putranya , untuk meminta
bantuan V.O.C. Pesan itu dilaksanakan oleh putra Mahkota. Kemudian sebagai pengganti
Sunan Amangkurat I ditunjuk, putra mahkota/Adipati Anom sebagai Sunan Amangkurat
II yang telah meminta maaf kepada ayahnya. Sejak itu menyebut dirinya Sunan
Amangkurat II / Amangkurat Amral.
37
Pembagian Wilayah Kesultanan Mataram tahun 1757 menjadi tiga (Kasunanan Surakarta,
Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Mangkunegaran).
38
39
terhadap Sunan Pakubuwono III. Karena tak sanggup melawan Raden Mas Said, maka
Sunan Pakubuwono III minta bantuan Kompeni. Pada tahun 1757 diadakan Perjanjian
Salatiga (yang dimotori VOC/Belanda), yang memecah Surakarta Hadinigrat menjadi
dua.
Dalam Perjanjian Salatiga disepakati bahwa Kasunanan Surakarta Hadiningrat dibagi
dua. Bagian terbesar tetap menyandang nama Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan di
bawah kekuasaan Sunan Pakubuwono II. Sedangkan bagian kasunanan Surakarta
Hadiningrat yang lebih kecil diberikan kepada Raden Mas Said dengan nama Pura
Mangkunegaran. Raden Mas Said berkuasa di Pura Mangkunegaran dengan gelar
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunagoro I (1757 1795),
Sementara itu di Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengkubuwono I
(Pangeran Mangkubumi) wafat pada tahun 1792, dan digantikan oleh putranya yang
bergelar Sultan Hamengkubuwono II (1792-1812). Pengganti Sultan Hamengkubuwono
II adalah putranya yang bergelar Sultan Hamengkubuwono III. Namun demikian salah
satu putranya pada tahun 1812 diangkat sebagai adipati bergelar Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Ario (KGPAA) Paku Alam I (1812-1828), yang diberi kekuasaan di Pura
Pakualaman (bagian terkecil dari Yogyakarta Hadiningrat). Tetapi Pura Paku Alam ini
semi otonom (masih di bawah kekuasaan Yogyakarta Hadiningrat) berbeda dengan Pura
Mangkunegaran yang bersifat otonom penuh.
DEMAK BINTORO
abad 16M (1513 1568)
kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah
PAJANG
abad 16 M (1568 1586)
kerajaan Islam ke-2 di Jawa Tengah
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
MATARAM (ISLAM)
abad 16M18M (1586-1704)
kerajaan Islam ke-3 di Jawa Tengah
SURAKARTA HADININGRAT
JOGJAKARTA HADININGRAT
MANGKUNEGARAN
PAKUALAMAN
Gambar :
Dengan demikian, sejak 1812 Mataram telah pecah menjadi empat (Kesunanan Surakarta
Hadiningrat, Pura Mangkunegaran, Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Pura
Pakualaman).
Sejak tahun 1945, kerajaan-kerajaan di Surakarta dan di Yogyakarta (baik terpaksa
ataupun sukarela) melebur menjadi satu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keraton-keraton tersebut disepakati hanya sebagai semacam institusi kekerabatan
keluarga besar keraton masing-masing (tidak memiliki kekuasaan lagi), disamping itu
ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya. Pada waktu perang mempertahankan
kemerdekaan RI, Kasunanan Surakarta tidak mau membantu Republik Indonesia (bahkan
cenderung berdamai dengan pemerintah penjajah Belanda), maka kekuasaan otonomnya
dihapuskan. Ini berlainan dengan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat, dimana pada
waktu perang mempertahankan kemerdekaan dan sebelumnya Sultan Hamengku Buwono
IX , membantu pemerintah Republik Indonesia. Maka kekuasaan otonom Yogyakarta
Hadiningrat tidak dicabut. Yogyakarta Hadiningrat ditetapkan oleh pemerintah Republik
Indonesia sebagai Provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan gubernurnya SriSultan Hamengkubuwono IX ( sekarang Sultan Hamengkubuwono X).
Pada tahun 2000, keraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sunan Pakubuwono
XII (raja hanya sebagai simbol budaya), dan Pura Mangkunegaran dipimpin KGPAA
Mangkunagoro IX (adipati juga hanya sebagai simbul budaya). Sedangkan Keraton
Yogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono X (sebagai simbol
budaya sekaligus berkuasa penuh sebagai Gubernur D.I.Y.), dan Pura Pakualaman
dipimpin oleh KGPAA Paku Alam IX (sebagai simbul budaya, sekaligus berkuasa
penuh sebagai wakil gubernur D.I.Y.).
42
Sunan Pakubuwono 2
( Raja Surakarta 2 ) 1707 1749
Sultan Hamungkubuwono 2
(1792 1812 ) ( Raja Yoyakarta ke-2 )
Pangeran Mangkunegoro
Sunan Pakubuwono 3
( Raja Surakarta 3 ) 1749 1788
43
44
45
Wilayah Islam Kesultanan Gowa-Tallo (Makassar) abad XVII-XVIII ( gambar kiri), dan
Sultan Hasanuddin dari Keultanan Makassar (Goa-Tallo) yang gigih melawan Belanda
(V.O.C.)
3. Bangsa-bangsa lain seperti Portugis, Inggris, Spanyol dan lain-lain dilarang datang
dan tinggal di Makasar
4. V.O.C. memegang monopoli dagang ( hanya V.O.C yang boleh memasukkan
barang-barang ke Makasar).
5. Aru Palaka dijadikan Raja
6. Makasar harus membayar biaya peperangan dan menyerahkan 1000 budak belian.
Dengan jatuhnya Makasar, maka lumpuhlah benteng Indonesia bagian timur, yang berarti
hilangnya saingan berat V.O.C dalam melaksanakan monopolinya di Maluku. Dengan
demikian V.O.C mempunyai kedudukan yang kuat, sehingga dari Makasar itu
perdagangan bangsa Indonesia yang merugikan Belanda dapat dipatahkan. Pahlawanpahlawan Makasar yang gigih tidak mau tunduk kepada V.O.C. kemudian melanjutkan
perjuangannya ditempat lain. Pahlawan-pahlawan Makasar itu adalah Syech Yusuf,
Mentemaramo dan Kraeng Galesung. Juga sebagian dari pelaut-pelaut Makasar yang
tidak mau hidup dibawah Belanda, mengembara dan sedapat mungkin menghantam
Belanda apabila ada kesempatan.
Pedagang-pedagang pelaut itu tetap menjalankan perdagangan dan pelayaran dengan
diorganisir oleh kaum bangsawan Makasar,.dan kemudian pelaut tersebut meminta
perlindungan kepada Sultan Banten yang juga memusuhi Belanda. Di Banten dan Jawa
Timur pedagang/pelaut Makasar berjuang bersama-sama dengan rakyat setempat dalam
melawan V.O.C. Jadi nyatalah perjuangan orang makasar dalam menghadapi Belanda
tidak berhenti dengan ditandatangani perjanjian Bongaya 1667.
47
Inggris untuk membeli senjata dan barang-barang lainnya. Sultan Ageng memperkuat
persenjataannya untuk melawan V.O.C yang melakukan blokade terhadap Banten. Pada
benteng pertahanan pantai dipasang meriam-meriam. Sejak memegang kekuasaan, Sultan
Ageng sudah tiga kali terlibat perang dengan V.O.C.
48
Dengan berlakunya monopoli dagang V.O.C, maka kehidupan rakyat Banten yang mata
pencahariannya dimatikan oleh Belanda itu sangat menyedihkan. Banten tidak lagi
didatangi oleh kapal-kapal Asing, sedangkan V.O.C memaksa kapal-kapal Asing untuk
datang ke Batavia, dan Batavia berkembang dengan pesat. Kehidupan rakyat Banten
semakin berat, ketika V.O.C menyuruh rakyat menebangi pohon-pohon lada yang ada di
Banten. Belanda mempunyai alasan bertindak demikian sebagai pembalasan dari tidakan
rakyat Banten, yang menurut Belanda merampok di daerah V.O.C . Dengan tindakan itu
perdagangan lada yang banyak keuntungannya untuk rakyat Banten secara kejam
dimatikan oleh Belanda.
Banten yang terkenal makmur dan memiliki pelabuhan yang terkenal di dunia, pada
waktu itu telah mengalami keruntuhan dan rakyatnya menghadapi kemiskinan. Dengan
perjanjian itu Banten berhasil dikuasai oleh Belanda dalam bidang politik dan ekonomi,
V.O.C berhasil menguasai selat Sunda. Dengan demikian kekuasaan perdagangan di laut
dikuasai oleh V.O.C.
49
50
51
Hubungan Daendels dengan raja-raja Jawa sangat buruk. Sultan Yogya, Hamengku
Buwono II (sultan sepuh), bersama-sama dengan pengeran Natakusumah membuat
rencana melakukan perlawanan terhadap Daendels. Tetapi Daendels bertindak lebih
cepat. Sutan Sepuh diturunkan dari tahtanya dan digantikan oleh putranya Sultan
Hamengku Buwono III, Pangeran Natakusumah ditawan.
Tindakan-tindakan Daendels yang kejam itu telah menimbulkan ketakutan dan kebencian
penduduk, kebencian itu juga terdapat dikalangan pegawai pemerintahan, bahkan terdapat
pula dikalangan pegawai tinggi, yang kemudian melaporkan Daendels kepada pemerintah
di negeri Belanda. akhirnya Napoleon I menyuruh Daendels kembali ke Eropa dan
digantikan oleh Janssens sebagai Gubernur jendral di Indonesia.
a. Banjarmasin Enormity
Larangan perbudakan dilanggar sendiri oleh Raffles untuk kepentingan temannya sendiri
seorang kapitalis Inggris yang mempunyai tanah luas di Banjarmasin, yang membutuhkan
tenaga kerja untuk perkebunannya. Raffles kemudian mengumpulkan orang-orang Jawa
dengan paksa dan mengirimkan beberapa ribu pekerja ke Banjarmasin sebagai pekerja
53
paksa. Pekerja-pekerja itu pada umumnya menderita, banyak yang tidak bisa pulang ke
kampung halamannya, peristiwa itu disebut Banjarmasin enormity.
54
Rafles
Selanjutnya pembuatan dan penjualan garam, minuman keras dan perusahaan burung
walet dimonopoli oleh pemerintah. Penjualan tanah kepada swasta yang pernah dilakukan
oleh Daendels masih dilaksanakan, dengan penjualan tanah itu Raffles dapat menambah
pemasukan uang.
55
f. Blokade Inggris
Setelah Raffles mengundurkan diri dari jawa, Raffles berusaha merintangi kemajuan
Belanda di Indonesia dengan berusaha menguasai selat Sunda dan selat Malaka, tetapi
dapat digagalkan oleh Belanda. Hanya di Bengkulu untuk sementara Raffles dapat
mempertahankan kekuasaannya.
g. Tumasik / Singapaura
Pada tahun 1819, Raffles memperoleh Singapura dari calon sultan Johor. Dengan Aceh
Raffles dapat berhubungan baik, sehingga pihak Inggris dapat menempatkan seorang
Residen. Belanda memprotes penguasaan Singapura oleh Inggris dengan alasan
Singapura itu wilayah Johor yang telah mengakui kekuasaan Belanda. Belanda khawatir
jika Singapura berkembang menjadi sebuah pelabuhan yang ramai akan menjadi saingan
berat bagi Batavia. Karena protes Belanda itu, maka pada tahun 1824 diadakan
Perundingan antara Inggris dan Belanda yang menghasilkan Traktat London, yang
menetapkan :
1.
2.
3.
4.
Dalam tratat itu dikemukakan bahwa Belanda tidak boleh menganggu kedaulatan aceh.
Jika Belanda dapat menanamkan kekuasaannya di Sumatera utara, dikhawatirkan
Belanda akan ikut menguasai selat Malaka, hal itu tidak dikehendaki oleh Inggris. Inggris
menghendaki Malaka ada didalam kekuasaannya.
56
57
58
59
Imam Bonjol
61
Belanda kemudian melakukan tipu muslihat, dikirimkan utusan untuk menghadap Imam
Bonjol agar mau berunding dengan syarat kemerdekaan rakyat Sumatera. Tuanku imam
Bonjol percaya. Sewaktu perundingan akan dimulai tuanku Imam Bonjol ditangkap,
kemudian diasingkan ke Cianjur, lalu ke Ambon dan akhirnya ke Minahasa sampai
wafatnya pada tanggal 6 November 1864.
62
diangkat menjadi wali sultan. Tetapi pemerintahan sehari-hari pada prakteknya dilakukan
oleh Residen Smissaet orang Belanda. Oleh sebab itu Pangeran Diponegoro jarang berada
di istana, mengasingkan diri dari istana dan hidup tentram di Tagalrejo. Sering Pangeran
Diponegoro bertapa di gua-gua di gunung kidul, rakyat menganggap sebagai ratu adil
yang dinati-nantikan.
Sebab lain Pangeran Diponegoro jarang berada di istana , karena banyak hal-hal di
istana yang tidak sesuai dengan sikap hidup dan kepribadiannya, yaitu :
1. Semakin banyak budaya Barat masuk ke dalam istana
2. Semakin banyak tanah bangsawan yang diambil oleh Belanda
3. Tindakan patih Danurejo IV yang lebih mengutamakan kepentingan Belanda
daripada kepentingan rakyat
4. Tindakan pegawai Belanda yang mengecewakan dan bersikap menghina kepada
Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro
(3). Sebab-sebab umum perlawanan Pangeran Diponegoro.
1. Raja-raja di Jawa Tengah kekuasaannya semakin kecil, sebab daerah kekuasaannya
dibagi menjadi 4 yaitu, Surakarta dengan Mangkunegaran dan Yogyakarta dengan
Paku Alam. Semakin sempitnya wilayah kerajaan menyebabkan semakin
berkurangnya penghasilan kerajaan. Untuk menutupi kekurangan itu maka berbagai
macam pajak dan cukai rakyat dinaikkan, misalnya : pajak pasar, dagangan, jalan,
63
64
65
Diponegoro. Belanda kemudian menarik semua tentaranya yang ada diluar Jawa,
kenyataan yang dihadapi oleh Belanda, bahwa Belanda banyak mengalami kekalahan,
mendorong Belanda mendatangkan 3000 tentara dari negeri Belanda, tetapi dalam waktu
yang singkat lebih dari 2000 tentara tewas dalam berbagai pertempuran. Pada tahun 1827
Jendral De Kock membuat strategi baru yaitu siasat benteng atau Benteng Stelsel yaitu
mengepung dan mempersempit daerah ruang gerak gerilyawan dengan mendirikan
benteng-benteng di daerah-daerah yang telah diduduki, letak benteng-benteng itu
berdekatan dan dihubungkan oleh pasukan patroli gerak cepat.
Siasat itu memerlukan tenaga dan peralatan yang sangat banyak, sebab jendral De Kock
terpaksa mendirikan sangat banyak benteng-benteng yang bertebaran diseluruh Jawa.
Dengan strategi benteng stelsel itu lambat laun terlihat hasilnya, setahap demi setahap
daerah peperangan menjadi sempit, dan banyak daerah yang terputus hubungan dengan
pucuk pimpinannya, gerakan-gerakan pasukan Pangeran Diponegoro semakin
terbatas.Wilayah kekuasaan pangeran Diponegoro menjadi kecil hanya meliputi sebelah
barat kali Progo. Meskipun demikian tidak ada tanda-tanda bahwa perang akan segera
berakhir. Pada waktu itu jendral De Kock mengumumkan bahwa siapa yang dapat
menangkap pangeran Diponegoro mati atau hidup akan diberi hadiah 2000 ringgit. Tetapi
itu pun sia-sia, karena justru menambah semangat rakyat untung melenyapkan Belanda.
Gambar Kyai Mojo (kiri) dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo (kanan). Keduanya
merupakan pembantu Pangeran Diponegoro
66
67
68
(5). Praktek tanam paksa tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan.
1. Untuk menanam bukan 1/5 bagian tanah rakyat yang harus ditanami melainkan
1/3 atau bahkan ada yang minta seluruh tanahnya yang subur untuk ditanami
tanaman eksport yang telah ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sepert
tebu, nila, teh, kopi dan tembakau.. Tanaman itu harus diserahkan kepada
pemerintah kolonial Belanda dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak
oleh pemerintah kolonial Belanda.
2. Petani yang dipaksa menanam tanaman eksport yang ditetapkan oleh pemerintah
kolonial Belanda harus membayar pajak tanah atas tanah-tanah yang ditanami
oleh petani dengan pilihan tanaman sendiri, umumnya padi. Pajak itu sangat
memberatkan rakyat Indonesia, karena pendapatan yang diterima dari penyerahan
komoditi pertanian yang dihasilkan dari tanam paksa setelah dikurangi dengan
pembayaran pajak menjadi sangat kecil.
3. Mewajibkan petani yang tidak memiliki tanah dan petani yang bertanah sempit
untuk bekerja selama 66 hari dalam satu tahun ditanah-tanah yang disewa oleh
agen-agen pemerintah kolonial Belanda dan golongan aristoktrat dan feodal,
tetapi waktu untuk mengerjakan tanah pemerintah seringkali melebihi waktu yang
sudah ditetapkan.
4. Pengerahan rakyat dalam proyek tanam paksa dilakukan melalui kerja sama
dengan raja, bupati, golongan aristoktrat dan golongan pribumi lainnya. Golongan
feodal ini bersama-sama dengan pegawai Belanda diberi persentasi atau cultuur
procent yaitu hadiah bagi pegawai yang dapat menaikkan hasil tanaman dari nilai
eksport komoditi yang dihasilkan oleh petani, disamping pembayaran yang
diterima secara tetap dari pemerintah kolonial Belanda. cultuur procent menjadi
pendorong kolaborator- kolaborator Belanda mengintensifkan penggunaan tenaga
rakyat petani sehingga eksploitasi pekerja semakin hebat. Pegawai pemerintah
69
memeras tenaga rakyat. Rakyat menderita karena beban tanam paksa. Para
pegawai pemerintah senang karena mendapat hadiah dan pujian dari pemerintah
Belanda.
Kepala-kepala daerah/bupati hanya sebagai alat untuk melaksanakan semua perintah dan
pemerasan oleh Belanda kepada rakyat. Rakyat sangat menderita, timbul kelaparan
dimana-mana di Cirebon, Demak, Purwodadi dll, beribu-ribu jiwa meninggal karena
kelaparan. Setiap penentangan terhadap kerja paksa ditindas dengan kejam.
(a). Kalimantan.
Pada tahun 1814, Sultan Brunai meminta bantuan kepada Inggris untuk memadamkan
pemberontakan rakyat serawak. Pasukan Inggris dipimpin oleh James Brook berhasil
memadamkan pemberontakan itu, sejak itu Inggris berusaha menanamkan kekuasaannya
di Brunai dan serawak, sultan Brunai dikuasai. Setelah kejadian itu Belanda mulai
mencurahkan perhatiannya ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Di kalimantan barat
Belanda mendapat perlawanan dari penduduk Cina (gerakan Sam Cam Fui/serikat 3 jari )
perlawanan dapat dipadamkan tahun 1856. Di Banjarmasin Belanda mendapat
perlawanan rakyat dibawah pimpinan pangeran Hidayat. Pangeran Hidayat berhasil
ditangkap dan diasingkan ke Cianjur. Perjuangan di Banjarmasin dilanjutkan oleh
pangeran Antasari selanjutnya oleh Mohamad Seman.
70
Sultan Ismail harus mengakui kedaulatan Belanda atas Siak, Deli, Serdang,
Langkat dan Asahan.
Setelah Belanda berkuasa, golongan pengusaha asing terutama pengusaha
Belanda mendirikan perkebunan-perkebunan disana.
Hubungan antara Belanda dengan Aceh menjadi tegang, karena daerah Siak adalah
wilayah kerajaan Aceh.
71
72
Undang-undang Agraria
yaitu : Memberikan kesempatan kepada
pengusaha-pengusaha swasta Belanda dan pengusaha-pengusaha asing
lainnya untuk membuka perkebunan-perkebuanan besar di Indonesia dengan
cara menyewa tanah rakyat dan tanah pemerintah,
Dengan politik penanaman modal internasional itu, maka dimulailah di Indonesia zaman
imperialisme modern.
Imperialisme modern disebut pula imperialisme perindustrian, karena tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan industri pengusaha-pengusaha swasta Asing. Pada abad ke 20
telah terjadi perubahan yang pesat dalam bidang perindustrian di Eropa dan Amerika
dengan timbulnya industri-industri modern seperti pabrik mesin, mobil, listrik dll, pabrik73
pabrik itu membutuhkan bahan-bahan mentah seperti : karet, besi, timah, tembaga
dsbnya. Untuk memenuhi kebutuhan industrinya pengusaha-pengusaha Asing itu mencari
daerah-daerah jajahan yang baik untuk dijadikan sebagai :
a. Daerah produsen yaitu penghasil bahan mentah dan bahan baku.
b. Daerah konsumen yaitu daerah pemasaran barang-barang hasil industri negara
Asing. (Pemerintah kolonial Belanda tidak menghendaki adanya usaha industri di
Indonesia karena akan merugikan pemasaran hasil industri negara-negara Eropa.
Sehingga Indonesia sepenuhnya hanya sebagai daerah konsumen bagi barangbarang Made in Holand )
c. Daerah penanaman modal.
74
Sistem koleksi : yaitu mengumpulkan hasil tanaman dagangan dari para petani
dan dijual kepada para pengusaha/pedagang besar.
Sifat hubungan yang eksploitatif terjadi dalam hubungan antara para pedagang perantara
dengan produsen kecil pertanian/rakyat petani. Dalam menjual barang-barang yang
diperlukan oleh produsen-produsen kecil pertanian para pedagang perantara mengenakan
harga yang relatif tinggi, sedangkan dalam membeli hasil pertanian dari produsen kecil
pertanian para pedagang perantara mengenakan harga yang relatif rendah. Akibatnya nilai
tukar sangat merugikan produsen kecil pertanian/rakyat petani. Keadaan yang sama
terjadi dalam hubungan antara para pedagang perantara dengan produsen kecil di sektor
industri rakyat.
Bersamaan dengan terjadinya hubungan antara pedagang perantara dengan produsen
kecil/rakyat petani, terjadi pula sifat eksploitatif antara rentenir dengan produsen
kecil/rakyat petani. Para rentenir kebanyakan dari para pedagang perantara yang
melakukan kegiatan pengijonan hasil pertanian rakyat, disamping melakukan transaksi
peminjaman uang. Kedua cara itu dilakukan dengan mengenakan bunga yang sangat
tinggi. Akibatnya meluasnya golongan miskin di pedesaan.
Sebagian golongan miskin pindah ke kota menjadi buruh pabrik. Sementara golongan
penduduk yang bekerja sebagai buruh perkebunan hidupnya sangat menyedihkan karena
diperlakukan perbudakan, dan penguasa lokal seperti bupati/kepala desa dll ikut
membantu proses itu,
75
aceh dan takut kalau Aceh akan diduduki oleh salah satu negara barat lainnya. Karena
permusuhan Belanda dan Aceh memungkinkan terjadinya persekutuan antara Aceh
dengan salah satu kekuasaan Eropa untuk melawan Belanda.
Kekhawatiran Inggris dan Belanda kalau Aceh akan dibantu oleh bangsa Eropa lainnya
menjadi kenyataan . Aceh menghubungi konsul Turki dan USA di Penang untuk meminta
bantuan. Belanda memprotes tindakan Aceh itu, tentu saja protes ditolak Aceh, karena
Aceh sebuah wilayah merdeka dan tidak mengadakan ikatan janji apa-apa dengan
Belanda dan Inggris. Hal itu dipakai alasan oleh Belanda untuk mempercepat penaklukan
Aceh. Belanda mulai mencari-cari alasan untuk menyerang aceh.
78
Teuku Umar
d). Siasat Konsentrasi / Stelsel Konsentrasi.
Karena terdesak oleh gerilya Aceh, Belanda melakukan siasat baru yaitu siasat pemusatan
atau disebut stelsel konsentrasi. Pos-pos militer Belanda ditiadakan. Semua tentaranya
ditarik dan dipusatkan di kutaraja. Sekitar Kutaraja didirikan benteng-benteng pertahanan
yang dihubungkan dengan jalan-jalan kereta api. Pemusatan pertahanan dalam benteng
itu hanya bersifat mempertahankan . Hanya di dalam daerah pemusatan pertahanan itulah
Belanda berkuasa, padahal Belanda sudah berperang selama 11 tahun. Dengan siasat
konsentrasi Belanda melakukan penghematan dalam segala hal, seperti tenaga, alat-alat
perang, uang dll. Karena Belanda sudah banyak menderita kerugian akibat serangan yang
terus-menerus dari gerilya Aceh.
Benteng-benteng di daerah konsentrasipun mendapat serangan yang terus menerus dari
gerilyawan Aceh. Pada malam hari benteng-benteng itu diserang dengan tiba-tiba, dalam
serangan mendadak itu banyak tentara Belanda yang tewas. Jalan-jalan kereta api yang
menghubungkan benteng-benteng itu sering diambil oleh gerilyawan Aceh.
79
80
Panglima Polim
81
2. Orang aceh merupakan umat Islam yang taat kepada agamanya dan dijiwai oleh
semangat jihad.
Walaupun Belanda telah menganggap perang Aceh selesai, tetapi sesungguhnya sampai
pecah perang dunia ke II (1939-1945) diam-diam masih terjadi perlawanan rakyat Aceh.
Terutama kemenangan Jepang atas Rusia (1904-1905) telah menimbulkan pengharapan
besar kepada rakyat aceh yang melihat kebangunan dunia timur dari penjajahan bangsa
Barat.
83
Usul Mr. C.Th. Van Deventer diterima oleh pemerintah kolonial Belanda dan mendapat
dukungan politik baik dari kaum kapitalis dan industrialis, golongan itu sangat berminat
karena ingin memasarkan hasil industrinya sambil mengadakan perbaikan ekonomi
penduduk Indonesia yang telah berjasa terhadap pemerintah Belanda, dan secara tidak
langsung juga akan mendatangkan keuntungan bagi golongannya.
Namun demikian, Politik Ethisch ( Politik Balas Budi ), tujuan sesungguhnya untuk
kepentingan Belanda bukan untuk rakyat Indonesia .
85
direalisasikan dalam bentuk pergerakan modern, dan perubahan politik baru itu telah
membangkitkan golongan elite untuk merealisasikan cita-citanya.
Perubahan-perubahan segera mendapat peluang setelah keluarnya perintah Ratu Belanda
pada tahun 1901 yang menghendaki diangkatnya orang bumi putera (pribumi asli) di
Hindia Belanda ( Nusantara / Indonesia) dari lembah kemiskinan. Kesempatan emas yang
menjadi peluang dalam Politik Ethisch ini dimanfaatkan oleh golongan elite untuk
membebaskan diri dari dominasi kolonial dengan menyusun kekuatan berupa pergerakanpergerakan yang berupa organisasi-organisasi sosial dan politik di Indonesia sejak tahun
1908 (diawali dengan berdirinya organisasi Budi Utomo yang bersifat sosial/budaya).
--------------------oo00(0)00oo----------------------
87
DAFTAR PUSTAKA
Boxer, C.R., 1985. Jan Kompeni, Dalam Perang Damai 1602 1799. Penerbit Sinar
Harapan, Jakarta, cetakan Kedua, 160 h.
Burger, D.H. & Prajudi, 1957. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Djilid Pertama.
P.N. Pradnya Paramita, Djakarta, Tjetakan Kedua, 283 hal.
Kartodirdjo, S., 1988. Pengantar Sejarah Indonesia Baru ( 1500 1900 ), Dari
Emporium sampai Imperium, Jilid 1. Penerbit Gramedia, Jakarta, Cetakan Kedua,
406 hal.
Kartodirdjo, S., 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru (Sejarah Pergerakan
Nasional), Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2. Penerbit Gramedia,
Jakarta, Cetakan Ketiga, 276 hal.
Kasim, S., 2002. Aru Palakka dalam Perjuangan Kemerdekaan Kerajaan Bone. Penerbit
C.V. Walanae, Makassar, Cetakan Pertama, 214 hal.
Koesters, P.H., 1988. Tokoh-Tokoh Ekonomi Mengubah Dunia, Pemikiran-Pemikiran
yang Mempengaruhi Hidup Kita. Penerbit PT Gramedia, Jakarta, Cetakan Kedua,
302 hal.
Poesponegoro, D. & Notosusanto, N., 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Edisi ke-4, Jakarta, 495 hal.
Poesponegoro, D. & Notosusanto, N., 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Edisi ke-4, Jakarta, 521 hal.
Setyono, L., 1986. Ikhtisar Sejarah Nasional. P.T. Edumedia IPIEMS Group, Surabaya,
Cetakan Pertama, 135 hal.
Sjamsuddin, H., 1984. Perang Paderi. Penerbit P.T. Mutiara Sumber Widya, Jakarta,
Cetakan Ketiga, 54 hal.
Wiryosuparto, Sutjipto, 1957. Sejarah Indonesia ( 1500 1956 ). Penerbit Fakultas Sastra
Indonesia, Jakarta, 226 hal.
88
89