Anda di halaman 1dari 89

PERKEMBANGAN

IMPERIALISME DAN KOLONIALISME BARAT

A. INDONESIA SEBELUM KEDATANGAN BANGSA EROPA


Kepulauan Indonesia telah dikenal di Eropa sejak zaman pertengahan. Sebagai negeri
rempah-rempah, buah pala, cengkeh dari Maluku dan lada dari Sumatera dan Jawa
Barat banyak digunakan untuk obat-obatan dan bumbu masakan . Rempah-rempah baru
bisa sampai ke konsumen di Eropa setelah melalui beberapa pedagang perantara yaitu
pedagang-pedagang India, Arab dan Italia. Oleh sebab itu rempah-rempah di Eropa
harganya sangat mahal (10x harga di Indonesia).

B. PROSES MASUK DAN PERKEMBANGAN PENJAJAHAN


BANGSA BARAT DI INDONESIA.
Kedatangan bangsa Eropa pada abad ke 15 dan 16 ke dunia timur telah menimbulkan
akibat-akibat yang sangat luas yaitu dengan dimulainya zaman penjajahan bangsa Eropa
di Asia Afrika.
1. ZAMAN PENJELAJAHAN SAMUDERA.
Latar belakang penjelajahan samudera adalah :
1. Berkembangnya keyakinan akan kebenaran ajaran Copernicus yaitu bahwa dunia
ini tidak datar melainkan berbentuk bulat seperti bola, sehingga bila seseorang
berlayar lurus ke arah barat akhirnya akan tiba kembali di titik semula.
2. Ditemukannya alat pedoman arah yaitu kompas yang sangat penting bagi
pelayaran.
3. Tahun 1453 Turki Ustmaniyah berhasil merebut pusat perdagangan dan ibu kota
kerajaan Romawi Timur yaitu Constantinopel. Akibat Jatuhnya Constantinopel
yaitu :

Tertutupnya sama sekali hubungan perdagangan antara Eropa dengan dunia


timur lewat daerah perairan Laut Tengah.

Kota Constantinopel adalah ibu kota kerajaan Romawi Timur atau Bizantium,
dengan jatuhnya Kota Constantinopel tenggelam kerajaan Bizantium, lawan
terbesar dari kerajaan Islam.

Jatuhnya Kota Constantinopel berarti hilangnya kekuatan yang membendung


Islam untuk masuk ke Eropa.

Kota Constantinopel adalah pusat ilmu pengetahuan Yunani dan agama


khatolik Yunani. Dengan Jatuhnya Kota Constantinopel banyak ahli-ahli ilmu
pengetahuan Yunani lari ke Italia yang menjadi salah satu sebab timbulnya
Renaissance.
1

Kota Constantinopel adalah pelabuhan transito dalam perdagangan antara


Asia dan Eropa (antara lain rempah-rempah dari Indonesia). Hubungan
dagang Asia-Eropa terputus ketika Kota Constantinopel jatuh, sehingga
bangsa Barat terpaksa mencari jalan laut ke Asia untuk mencari tanah-tanah
baru, dan akibatkanya terjadi penjajahan di Asia-afrika dan Amerika oleh
Bangsa barat.

Peristiwa-peristiwa itulah yang mendorong pelaut-pelaut Eropa Barat berusaha mencari


jalan baru untuk pergi mencari pusat perdagangan di Asia Tenggara dan Asia Timur.
Zaman penjelajahan ke dunia timur dipelopori oleh pelaut-pelaut bangsa Portugis dan
Spanyol yang justru pada saat itu sedang dilanda kegembiraan dan kemenangan karena
telah berhasil merebut benteng terakhir Islam di Granada pada tahun 1492. Dengan
peristiwa itu maka seluruh negeri Portugis dan Spanyol telah terbebaskan dari kekuasaan
Islam yang berlangsung sekitar 7 abad yaitu sejak tahun 711-1492.
Faktor-faktor tersebut diatas mewarnai tujuan pelayaran pelaut-pelaut Spanyol dan
Portugal khususnya, dan bangsa-bangsa Eropa pada umumnya yaitu : Didorong oleh tiga
3 G yaitu :

Gold : mencari kekayaan berupa emas dan perak, menguasai perdagangan secara
monopoli dan paksaan serta merampas negeri yang ditemukannya (faktor
ekonomi),
Glory : mencari kejayaan/ kemashuran.
Gospel : tugas suci menyebarkan agama nasrani,
Semangat Reconquesta yaitu semangat pembalasan untuk merampas negerinegeri dan pusat-pusat Islam. Contohnya pada tahun 1498 Portugis merebut pusat
perdagangan Calicut di Goa di sekitar Gujarat, India. Tahun 1511 pusat
perdagangan dan pusat Islam Malaka dikuasai Portugis dibawah pimpinan
Albuquerquer. Tahun 1512 Portugis mencapai daerah pusat rempah-rempah di
Maluku. Tahun 1515 Portugis menduduki pelabuhan Ormuz di teluk Persia dan
Pulau Sokotra di selat menuju laut merah.

Dengan menguasai tempat-tempat strategis tersebut, Portugis bermaksud untuk


menghalang-halangi perdagangan kaum muslimin dari India dengan kerajaan Islam Turki
Ustmaniyyah.

II. MASA PEMERAHAN / IMPERALISME PERDAGANGAN.


Pengaruh Barat terhadap dunia timur / Negara berkembang dapat dibagi dalam tiga
periode, yaitu :
Pertama, masa Merkantilisme,
Kedua, masa kolonialisme/imperialisme
Ketiga, masa imperialisme ekonomi (ketimpangan utara - selatan) atau periode
kebergantungan dunia ketiga kepada dunia pertama.

1. Periode Merkantilisme ( periode Politik Ekonomi Merkantilisme )


abad ke-17 sampai abad ke 18.
a. Masa sebelum revolusi industri .
Di Eropa pada akhir abad pertengahan muncul negara-negara nasional seperti Spanyol,
Portugis, Byzantium, Perancis dan Inggris. Pembentukan negara-negara nasional
tersebut berdasarkan atas kesamaan bahasa dan kebudayaan. Dalam negara-negara
nasional tersebut kekuasaan raja bukan hanya dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam
bidang ekonomi. Hal itu bertujuan agar negaranya dapat berkembang menjadi negara
besar dengan dukungan ekonomi yang kuat.
Pemerintah mulai merasa berkepentingan untuk memajukan perekonomian Nasional,
langkah yang diambil ialah dengan mulai mengatur perdagangan internasional dan
produksi dalam negeri, untuk itu dikeluarkan berbagai macam peraturan yang ketat,
karena itu pemerintah berusaha memperbesar eksport dan mengurangi import, untuk itu
diadakan macam-macam jenis pajak dan bea masuk. Dalam sejarah perkembangan
ekonomi bentuk campur tangan itu dikenal dengan nama Merkantilisme.( Merchant =
pedagang ), Merkantilisme merupakan kumpulan azas-azas yang diterapkan dalam
kehidupan ekonomi oleh pemerintah diberbagai negara Eropa dan oleh kaum pedagang.
Merkantilisme / politik-ekonomi Merkantilisme adalah suatu paham atau politik
ekonomi dengan tujuan utama mengumpulkan emas dan perak sebanyak-banyaknya ke
dalam kas negara atau Suatu campur tangan pemerintah secara mendalam dalam
perekonomian, dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran.
Paham itu dijalankan melalui kegiatan perdagangan yang diatur oleh negara untuk
mendapatkan neraca perdagangan aktif/ positif (nilai eksport lebih besar dari pada
nilai import). Emas dan perak (logam mulia) pada waktu itu merupakan standar devisa
suatu negara. Politik yang dijalankan oleh kaum Merkantilisme antara lain adalah politik
untuk memajukan industri dan suatu politik proteksi (dalam arti melaksanakan tindakantindakan untuk melindungi dalam bidang perdagangan internasional). Negara negara
Eropa yang menganut paham merkantilisme pada abad 16-17 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
Negara mengawasi dan ikut campur dalam perkembangan perekonomian
Meningkatkan industri dalam negeri dengan meningkatkan eksport
Mencegah masuknya hasil industri dari negara lain dengan mengenakan bea
masuk (pajak masuk) yang tinggi.
Dengan hanya mengizinkan import bahan mentah dan bahan baku dari negaranegara produsen yang dikuasai secara tunggal (monopoli perdagangan).
Mencari negeri-negeri yang memiliki kekayaan alam yang besar sebagai daerah
koloni/jajahan.
Pada waktu timbul revolusi industri di Inggris akhir abad 18, ketika mulai muncul pabrikpabrik yang besar dan pergadangan internasional pun semakin luas, timbullah reaksi
melawan campur tangan negara yang dirasakan sangat terlalu mengekang. Timbullah
pandangan bahwa pemerintah sebaiknya membatasi diri pada bidang keamanan dan
3

ketertiban saja, dan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada pedagang dan produsen
untuk mengurus kepentingan ekonominya sendiri. Aliran ini dikenal dengan nama
Liberalisme (liber = bebas). dengan semboyan Laissez Faire ( biarkanlah),
diperjuangkan kebebasan berusaha bagi industri dan perdagangan. Biarkanlah produksi
dilaksanakan oleh swasta atas prakarsa sendiri, biarkanlah harga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran di pasar bebas, tanpa campur tangan negara.
Adam Smith ( wealth of nations, 1778) menunjukkan bahwa kebebasan berusaha yang
didorong oleh kepentingan pribadi merupakan pendorong kuat menuju kemakmuran
bangsa. Kebebasan ini 9tanpa campur tangan pemerintah yang mengatur segala-galanya
tidak akan menimbulka kekacauan sosial ekonomi. Jadi kebebasan yang diperjuangkan
tidak berarti tak ada aturan , pemerintah tetap bertugas menyelenggarakan tugas-tugasnya
demi kepentingan umum.

b. Kaum Merkantilisme di Negara-Negara Eropa (1500-1700).


Abad ke 17 sering disebut sebagai abad keemasan, masa itu merupakan masa revolusi
perdagangan :

Masa penemuan-penemuan besar seperti Columbus,


Masa terbentuknya negara-negara nasional di Eropa, serta
Munculnya pusat-pusat perdagangan dan kerajinan seperti di Italia, Belanda,
Spanyol, Jerman, Perancis dan Inggris.

Dengan meluasnya perdagangan maka penggunaan uang (dengan konversi emas dan
perak) semakin bertambah. Para negarawan mulai mencari jalan bagaimana mendapatkan
uang untuk membiayai tentara dan pegawai negeri, serta mulai menggunakan
kekuasaannya untuk memperkuat kedudukan ekonomi negaranya. Para penulis yang
membahas masalah-masalah ekonomi pada waktu itu disebut aliran Merkantilisme.
Tokoh-tokoh ekonom aliran Merkantilisme diantaranya ialah :

Thomas Mun (1571-1641), dari Inggris


William Petty (1623-1687), dari Inggris
Thomas Gresham (1519-1579) dari Inggris.
Oliver Colbert (1619-1683) dari Perancis.
Pieter de La Court (1618-1683) dari Belanda.
Philip von Hornick (1637-1712) dari Jerman.

Ada 3 pokok pikiran dalam tulisan para tokoh Merkantilis tersebut yaitu :

Perlunya campur tangan negara dalam perekonomian nasional dengan politik


ekonomi yang tepat untuk memajukan industri/kerajinan dan perdagangan dalam
negeri.
Pentingnya uang (dan juga emas) sebagai ukuran kekayaan/ kemakmuran bangsa.
Perlunya mengusahakan neraca perdagangan yang positif (eksport lebih besar
daripada import).

Dalam pandangan para tokoh kelompok Merkantilisme, bahwa sumber utama


kemakmuran suatu bangsa adalah perdagangan internasional. Yang dimaksudkan
dengan kemakmuran itu terutama berupa persediaan barang dagangan dan emas. Menurut
4

kaum Merkantilisme bahwa negara yang jaya haruslah negara yang kaya. Kaya pada
zaman itu berarti kaya akan emas. Bila suatu negara tidak mempunyai tambang emas
atau daerah jajahan yang bisa diperas , maka harus diusahakan agar eksportnya
diperbesar dan importnya dibatasi sehingga neraca perdagangan positif (eksport lebih
besar dari pada import). Peraturan yang membatasi atau melarang import barang jadi dan
menggalakkan industri/kerajinan untuk eksport oleh menteri Colbert di Perancis (1670)
dan Undang-undang perkapalan Act of Navigation (1651) di Inggris adalah contoh
politik ekonomi dengan pola berfikir Merkantilisme.
abad ke-16 sampai abad ke 19 (1500-1900), negara-negara Eropa meluaskan
perdagangannya keberbagai pelosok dunia, seperti tujuan awal Bangsa Portugis adalah
menguasai perdagangan, bukan memperoleh wilayah. Ketika itu beberpa negara di
Eropa bersaing untuk meluaskan perdagangan dan dengan berbagai cara berusaha
menekan defisit neraca perdagangan dengan kawasan Asia, Afrika dan Amerika latin.
Negara-negara Eropa membuat kompeni-kompeni dagang, masing-masing untuk
berusaha mengendalikan kekuasaan politik ditempat mitra dagangnya. Beberapa
perjanjian perdagangan dengan negara-negara Asia-Afrika dan Amerika latin dilakukan
dengan jalan paksaan. Pada abad 17 dan 18 perdagangan luar negeri di Asia-Afrika serta
Amerika latin berubah dari perdagangan biasa menjadi konsesi politik bagi monopoli
kompeni-kompeni di Eropa.
Demikianlah perdagangan luar negeri pada abad 16 sampai abad 18 telah memberi andil
terhadap penumpukan modal dan investasi untuk menunjang pembangunan ekonomi dan
industri di Eropa. Kemudian revolusi industri yang terjadi di Eropa pada pertengahan
abad telah membuat Eropa maju pesat meninggalkan bangsa-bangsa lain.

c. Pengaruh politik ekonomi Merkantilisme di Nusantara ( Indonesia )


pada masa imperialisme-kolonialisme Barat.
Kekuasaan Portugis dan VOC di Indonesia yang berkembang pada zaman penjelajahan
samudera sejak abad 15-16 adalah termasuk jenis Imperialisme Perdagangan yang
bertujuan untuk menguasai perdagangan secara monopoli dan paksaan, merampas
negeri dan menyebarkan agama Nasrani. Bentuk imperialisme perdagangan itu timbul
dari politik ekonomi Merkantilisme yang berkembang di negara-negara Eropa Barat
pada zaman itu yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk
kekayaan emas, perak yang sebesar-besarnya dari perdagangan dengan daerah di
seberang lautan.
Untuk mencapai tujuan itu dibentuklah persekutuan-persekutuan dagang yang bersifat
monopoli seperti persekutuan dagang Belanda VOC di Indonesia, persekutuan dagang
Inggris EIC di India dsb. Setiap persekutuan dagang monopoli itu memiliki hak istimewa
yang diterima dari pemerintah negerinya masing-masing, dan dapat bertindak sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah kolonial di daerah-daerah kekuasaannya. Dengan hak
kekuasaan istimewa itu, maka VOC (persekutuan dagang bangsa Belanda) pada
hakekatnya adalah merupakan kekuasaan pemerintah kolonial di Nusantara
(Indonesia) yang pada tahun 1605 telah merampas daerah pertama yaitu benteng
Portugis di Ambon.
Dengan aturan monopoli dan paksaan serta perampasan daerah, maka VOC memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya dari daerah koloninya di Indonesia. Sehingga bangsa
5

Belanda pada zaman VOC itu, yaitu pada tahun 1648 telah berhasil dalam perang
kemerdekaan 80 tahun, dan bebas dari kekuasaan penindasan kerajaan Spanyol.
Masa Pemerasan Imperialisme Perdagangan di Indonesia dilaksanakan dalam 2 fase:
(1).Fase pertama, antara tahun 1500-1700, Portugis maupun Belanda berusaha
menghancurkan kekuasaan dan kekuatan maritim dan perdagangan Nusantara.
Portugis dan Belanda menghancurkan kerajaan-kerajaan Islam dan maritim di
sepanjang pantai perairan Indonesia, terutama daerah-daerah yang sangat strategis
seperti selat Malaka, pantai barat Sumatera, Selat Sunda, pantai utara Jawa, Selat
Makasar dan daerah pusat rempah-rempah di Maluku. Dengan menguasai daerahdaerah strategis itu berarti menguasai perdagangan dan pelayaran Nusantara
seluruhnya.
(2).Fase kedua, sejak tahun 1700, adalah untuk menghancurkan dan menguasai
kerajaan-kerajaan agraris yang masih bertahan di daerah-daerah pedalaman, terutama
ditujukan untuk menguasai daerah-daerah pedalaman yang subur dan banyak hasilnya
seperti kerajaan Islam Mataram, kerajaan Banten dll.
Walaupun persekutuan dagang VOC telah dibubarkan pada tahun 1799 tetapi cara
pemerintahan yang didasarkan pada aturan monopoli dari imperialime perdagangan itu
tetap diberlakukan terus bahkan mencapai puncaknya dalam bentuk Cultuurstelsel /
Tanam Paksa (1830-1870).

II. Periode Imperialisme - Kolonialisme Masa ini antara abad ke 18


sampai pertengahan abad ke-20.
Masa kolonialisme merupakan lanjutan dari dominasi ekonomi dan perdagangan, melalui
kongsi-kongsi perdagangan. Melalui kongsi-kongsi perdagangan diterapkan dominasi
politik dan sosial sebagai penambahan atas dominasi ekonomi. Penaklukan wilayah
mulai dilakukan untuk mengubah sistem sosial, politik dan ekonomi agar sesuai
dengan kepentingan negara induknya. Perdagangan hampir tidak ada lagi, yang ada
adalah penyediaan kebutuhan negara penjajah oleh wilayah jajahan/koloni. Hasil produk
negara jajahan untuk mencukupi kebutuhan negara-negara penjajah, deindustrialisasi
dialami oleh negara-negara jajahan.
Sementara itu negara-negara penjajah mengatur agar hasil industrinya dapat terus
dipasarkan pada daerah jajahannya secara monopolistis. Pranata sosial yang sudah mapan
pada masa sebelumnya dirombak. Pranata sosial dari Barat dipaksakan untuk diterima.
Kolektifisme (kegotongroyongan) diganti dengan landasan materialisme (kebendaan).
Peranan pemimpin juga bukan lagi tanggung jawab sosial, tetapi sebagai administrator
saja.

III. Periode Imperialisme Ekonomi ( abad 20 ).


Setelah berakhirnya perang dunia II (1939-1945), negara-negara Asia-Afrika diberi
kemerdekaan oleh negara penjajahnya, kecuali Indonesia yang memproklamasikan
kemerdekaannya sendiri. Pada kenyataannya Kemerdekaan politik itu tidak sepenuhnya
diikuti oleh kemerdekaan ekonomi, karena pada kenyataannya sistem ekonomi dunia
didominasi oleh negara-negara maju. Produk negara-negara berkembang pada umumnya
adalah komoditi primer sedangkan produk negara-negara maju adalah komoditi sekunder
6

(industri). Bagaimana bisa mengumpulkan modal untuk investasi dan proses


pembangunan yang lebih baik bagi negara-negara Asia-Afrika jika produk ekspornya
dinilai dengan harga murah, sedangkan kebutuhan impornya dibeli dengan harga tinggi.

C. LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA EROPA KE


DUNIA TIMUR
Pedagang-pedagang perantara di Eropa seperti Portugis dan Belanda memperoleh
rempah-rempah dari kota dagang di Italia yaitu Venesia, Genoa, Firenza dsbnya. Pada
abad ke 14 kota Lisabon/ Lisboa (Portugis) telah menjadi kota dagang yang ramai
yang berhubungan dengan kota dagang di Laut Tengah seperti, Venesia, Genoa, Firenza
dll. Awal abad 15 kawasan Eropa belum menjadi negara yang maju di dunia (masih
terbelakang), pada saat itu kekuatan besar yang sedang berkembang di dunia adalah
kekuasaan Islam Turki Usmanyah (Turki Ottoman).
Pada tahun 1453, Turki Usmanyah (Turki Ottoman) dalam rangka meluaskan
kekuasaannya berhasil merebut kota Konstantinopel pusat perdagangan disebelah Timur
Laut Tengah, kemudian seluruh pantai timur Laut Tengah dikuasainya (daerah Timur
Tengah). Raja Turki pada saat itu Sultan Mahmud II kemudian melarang pedagangpedagang Portugis dan Spanyol untuk berdagang di Konstantinopel. Jatuhnya
Konstantinopel ini mengakibatkan tertutupnya sama sekali hubungan perdagangan antara
Eropa dengan dunia timur melalui perairan Laut Tengah..
Akibatnya perdagangan Bangsa Eropa terganggu, Bangsa Eropa terutama Portugis
berusaha mencari jalan sendiri ke Asia untuk mencari sumber rempah rempah. Pada saat
itu bangsa Portugis telah mencapai kemajuan di bidang teknologi, yang mendorong
bangsa Portugis berlayar mengarungi samudera dengan berbekal pengetahuan geografi
dan astronomi yang diperolehnya dari bangsa Arab (Islam), yang tersebar di kalangan
Kristen Eropa Barat melalui sarjana Yahudi.
Dengan memadukan layar yang berbentuk segi tiga dengan yang persegi empat serta
memperbaiki konstruksi kapal, bangsa Portugis telah menciptakan kapal-kapal yang lebih
cepat dan lebih mudah digerakkan, dan dapat untuk mengarungi samudera lebih jauh.
Bangsa Portugis juga mulai menggunakan meriam diatas kapalnya. Dengan kemajuankemajuan di bidang teknologi (terutama teknologi perkapalan) itulah yang
memungkinkan bangsa Portugis melakukan ekspansi sampai jauh ke Asia Tenggara
( Nusantara ). dan Asia Timur
Petualangan para pelaut Portugis abad ke 15 telah berhasil membawa rempah-rempah
untuk diperdagangkan di Eropa, telah membangkitkan hasrat yang besar bagi negaranegara Eropa lainnya seperti Belanda, Perancis dan Inggris untuk mengikuti jejak
Portugis dan Spanyol untuk melakukan imperialisme (penjajahan) dan kolonisasi
(menciptakan daerah-daerah jajahan) atas daerah-daerah yang disinggahinya.

-------------

D. MASUKNYA KEKUASAAN ASING KE WILAYAH INDONESIA


(NUSANTARA) MELALUI KONGSI PERDAGANGAN DAN
PERLUASAN IMPERALISME DAN KOLONIALISME.
Pada hakekatnya imperialisme dan kolonialisme adalah nafsu serakah suatu bangsa untuk
menguasai / menaklukan bangsa lain di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya,
dengan jalan :
1.
2.
3.

Dominasi politik.
Eksploitasi sosial-ekonomi
Penetrasi kebudayaan

Dorongan utama bagi suatu bangsa untuk melakukan imperialisme (penjajahan) dan
kolonialisme (membentuk daerah jajahan) terhadap bangsa lain adalah faktor sosialekonomi. Perkembangan imperialisme-kolonialisme adalah diakibatkan oleh sistem
ekonomi kapitalisme (sistem ekonomi pasar bebas) yang dipakai bangsa-bangsa
Eropa. Jika dilihat dari peristiwa tersebut, ternyata faktor ekonomi menjadi sangat
dominan bagi orang-orang Barat datang ke Indonesia dengan berbagai cara seperti
kekerasan, ikut campur tangan, divide et impera (memecah belah, menghasut dan
mengadu domba) dll.
Orang-orang Barat (Eropa) berusaha untuk menguasai dan mengeksploitasi kekayaan
alam Indonesia (Nusantara), dan itu berlangsung sejak dulu sampai sekarang.
Imperialisme dan kolonialisme yang berlangsung abad 16-20 merupakan
pengalaman pahit bagi generasi Bangsa Indonesia sebelumnya dan masa sekarang.
Oleh sebab itu sebagai satu Bangsa yaitu Bangsa Indonesia harus barsatu menentang
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuknya. Reaksi perlawanan yang
telah terjadi memberikan kesadaran kepada Bangsa Indonesia, bahwa kita Bangsa
Indonesia tidak mau dijajah oleh bangsa manapun, untuk itu maka perlawanan harus terus
berlangsung sampai penjajah angkat kaki dari muka bumi Indonesia.

1. IMPERIALISME-KOLONIALISME PORTUGIS ( 1511-1575 ).


Faktor pendorong orang-orang Portugis mencari jalan sendiri menuju kepulauan rempahrempah Maluku ( Ternate dan Tidore ) adalah :
1. Faktor ekonomi ( mencari rempah-rempah ).
2. Faktor agama ( penyebaran agama kristen ).
3. Faktor petualangan
Diantara ketiga faktor tersebut di atas, faktor ekonomi (mencari rempah-rempah)
merupakan tujuan utama.. Usaha untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dari
perdagangan rempah-rempah (faktor ekonomi) telah menjadi bagian penting dalam
kegiatan perdagangan di Eropa. Sudah sejak lama rempah-rempah menjadi bahan
berharga dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Eropa. Ungkapan semahal lada di
Barat, menggambarkan betapa tingginya nilai rempah-rempah dalam kehidupan sehari8

hari. Dengan demikian barang siapa yang berhasil dapat menjadi penyalur barang
dagangan rempah-rempah akan mendapat keuntungan yang sangat besar. Apalagi jika
dapat memperolehnya langsung dari tempat asalnya, maka keuntungan yang berlipat
ganda akan dapat diperolehnya.
Sebagai penyalur rempah-rempah yang datang dari dunia Timur ke Barat, orang Portugis
tertarik untuk mencari sendiri jalan menuju ketempat pusat rempah-rempah. Diantara
rempah-rempah yang diimport, cengkeh dari Nusantara (Indonesia) bagian timur adalah
yang paling berharga. Selain cengkeh, Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala dan
bunga pala, dll. Kawasan itulah yang menjadi tujuan utama Portugis, walaupun bangsa
Portugis sampai saat itu masih belum mempunyai gambaran sedikitpun tentang letak
kepulauan rempah-rempah yaitu Nusantara (Indonesia) dan bagaimana tentang cara
mencapainya. Tetapi itulah asal mula masuknya / penerobosan orang-orang Barat/ Eropa
ke dunia timur, dan tentu saja melalui kesulitan-kesulitan yang hebat. Dengan dilandasi
oleh semangat Perang Salib serta jiwa petualangan dan terutama motif ekonomi, maka
keinginan orang Portugis untuk mengejar keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya itu
dapat terlaksana.
Pelopor penjelajahan samudera adalah Portugis tahun (1394-1460) pangeran Henry
(pelaut) menjelajah sampai di pantai Barat Afrika dan menemukan emas di Afrika, tahun
1486 kapal Portugis dipimpin oleh Bartholomeus Diaz melakukan pelayarannya dengan
jalan menyusuri pantai barat Afrika terus ke selatan yaitu sampai di Tanjung
Harapan, ujung selatan benua afrika. Kemudian pelayaran dilanjutkan oleh Vasco
da Gama (1498) dengan membelok ke pantai timur Afrika dan sampai di pelabuhan
Malindi/kota dagang) .
Di Malindi Orang-orang Portugis bertemu dengan pedagang-pedagang Islam yang telah
berabad-abad lamanya menguasai perdagangan antara, daerah Persia, laut Tengah
(Venesia ) dan kepulauan Nusantara (Indonesia). Orang-orang Portugis mengetahui
bahwa kerajaan-kerajaan Islam yang berada dalam jalur perdagangan itu menjadi kaya
dengan menguasai rempah-rempah dari Nusantara (Indonesia). Semangat Perang Salib
telah mendorong bangsa Portugis untuk berusaha mematahkan perdagangan pedagangpedagang Islam dan berusaha menguasai jalur-jalur pelayaran pedagang Islam dari daerah
Nusantara (Indonesia) ke daerah Laut Merah.
Bangsa Portugis tidak kenal kompromi, setiap bertemu dengan kapal-kapal pedagang
Islam, orang-orang Portugis berusaha untuk menghancurkannya. Oleh sebab itu
bentrokan bersenjata antara pedagang Islam dengan orang Portugis tidak dapat
dihindarkan. Dalam menghadapi lawannya yang tangguh itu, orang Portugis mencari
persekutuan dengan raja-raja Asia (Burma/Myanmar, Thailand) yang tidak beragama
Islam. Sedangkan pedagang-pedagang Islam berusaha untuk menghindar dari kapal-kapal
Portugis. Pedagang-pedagang Islam yang selamat tiba kembali di Malaka kemudian
menceritakan perlakuan orang-orang Portugis di Malindi terhadap pedagang-pedagang
Islam.
Dari pelabuhan Malindi pelayaran bangsa Portugis dibawah pimpinan Vasco Da
Gama dilanjutkan kembali ke arah utara dan sampai di Calcuta / Calicut ( India)
dan berhasil mendirikan kantor dagangnya di Goa dan dijadikan sebagai pusat
pemerintahannya di Asia (1509), (pelayaran bangsa Portugis ke Afrika selatan ini
diantar oleh pandu laut Arab muslim yaitu Ahmad Ibn Majid, yang mau memberikan
petunjuk jalan laut). Akhirnya orang Portugis mulai menemukan jalan terbuka menuju ke
dunia timur (Asia Timur dan Asia Tenggara) .
9

Orang Portugis kemudian mendengar kemakmuran bandar Malaka, itulah kemudian yang
menjadi sasaran paling penting bagi Portugis yaitu mengusai ujung timur perdagangan di
Asia yaitu Malaka. Malaka adalah pusat perniagaan/ bandar transito yang terbesar dan
teramai di Asia Tenggara dengan sultannya yaitu Sultan Mahmud Syah yang beragama
Islam. Berbagai bangsa ada disana termasuk pedagang Islam dari Gujarat dan Arab, juga
tersedia berbagai barang yang diperdagangkan ke Eropa. Berita kehadiran bangsa
Portugis pun sudah sampai pula di Malaka. Dengan demikian bahaya yang mengancam
bandar Malaka apabila orang-orang Portugis datang juga sudah disadari oleh Sultan
Mahmud Syah dari Malaka maupun oleh pedagang-pedagang Islam pada umumnya.
Tahun 1509 utusan bangsa Portugis Diogo Lopez de Sequeira tiba di Malaka untuk
meminta izin dagang di Malaka, dan menjalin persahabatan dengan penguasa Malaka.
Kehadiran Portugis di perairan Malaka tentu saja menimbulkan kecurigaan. Orang-orang
Portugis datang tidak hanya untuk berdagang, tetapi juga untuk menyebarkan agama.
Bangsa portugis datang bukan atas nama perorangan, melainkan atas nama negara. Oleh
karena itu tindakan-tindakannya lebih bersifat politik daripada sifat dagangnya, walaupun
tujuan akhirnya tetap motif ekonomi (mencari keuntungan). Kapal-kapal Portugis juga
bukan merupakan kapal dagang biasa, tetapi lebih menyerupai kapal perang. Tiap kapal
dilengkapi dengan meriam-meriam yang siap untuk melakukan pertempuran.
Ketika tiba di Malaka Diodo Lopez de Sequira pada awalnya disambut dengan baik oleh
sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas pedagang Islam
internasional yang ada di Malaka menyakinkan Sultan Mahmud Syah, bahwa Portugis
merupakan ancaman besar baginya. Sultan Mahmud Syah kemudian berbalik menolak
utusan Portugis, dengan menahan beberapa anak buahnya dan membunuh beberapa anak
buah yang lainnya, dan berusaha menyerang 4 kapal Portugis, tetapi kapal-kapal Portugis
itu berhasil berlayar ke laut lepas. Dengan penolakan itu bangsa Portugis memutuskan
untuk memaksakan kehendaknya dengan kekerasan senjata.
Tahun 1511 dibawah pimpinan Alfonso DAlbuquerquer armada Portugis menyerang
Malaka dan Malaka berhasil dikuasai. Dengan jatuhnya pusat perdagangan dan pusat
agama Islam Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka akibatnya arus
perdagangan pedagang-pedagang Islam nusantara mengalihkan kegiatan perdagangannya
ke pelabuhan lain di Nusantara dengan menyusuri pantai barat Sumatera, pantai utara
Jawa dan terus ke Maluku. Selat Sunda menjadi sangat penting menggantikan
peranan Malaka sebagai urat nadi perdagangan dan pelayaran, disepanjang jalan
perdagangan ini tumbuh pusat-pusat perdagangan baru yang kemudian berkembang
menjadi kerajaan-kerajaan maritim sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran
agama Islam. Diantaranya ialah Aceh, Tiku, Baros dan Pariaman di pantai barat
Sumatera, Kerajaan Banten, Jayakarta, dan Cirebon, kerajaan Demak, Gresik dan
Pasuruan, kerajaan Makasar, pusat perdagangan Hitu di Ambon, kerajaan Riau di
Bintan, Palembang, Banjarmasin, Brunei, serawak dan kerajaan Sulawesi,
sedangkan di daerah pusat rempah-rempah Maluku dikuasai oleh dua penguasa utama
yaitu Uli Lima (persekutuan lima) yang dipimpin oleh kerajaan Islam Ternate dan
Uli Siwa (persekutuan sembilan) yang dipimpin oleh kerajaan Islam Tidore.
Sekalipun Malaka telah diduduki oleh portugis, perlawanan orang Malaka tidak
berhenti. Pada tahun 1513 Pati Unus mengirim bantuan dari Jepara sebanyak 100 kapal
dan 10.000 prajurit untuk menyerang orang Portugis di Malaka, tetapi dalam pertempuran
itu armadanya mengalami kekalahan, karena orang Portugis mendatangkan armada yang

10

lebih kuat dengan kapal-kapal yang lebih besar dan meriam-meriam yang jangkauan
tembakannya lebih jauh.
Pedagang-pedagang yang semula berdagang di Malaka, kemudian mengalihkan kegiatan
perdagangannya di aceh. Aceh sebagai kerajaan pantai pada waktu itu masih mampu
mempertahankan diri terhadap desakan orang Barat. Perdagangan lada masih dikuasainya
untuk waktu yang cukup lama. Orang Aceh membawa lada sampai ke India dan Laut
Merah. Beberapa kali kapal-kapal Portugis dikirimkan ke laut Merah untuk membajak
kapal-kapal Aceh dan Gujarat , tetapi tidak berhasil. Orang Aceh pada waktu itu telah
dikenal sebagai prajurit yang ulung. Orang Portugis mengakui ketangkasan prajurit Aceh
yang selama seabad menganggu keamanan lalu lintas orang-orang Eropa di selat Malaka.
Petualangan orang Portugis tidak berhenti sampai di Malaka saja, tetapi meneruskan
usahanya untuk dapat sepenuhnya menguasai perdagangan rempah-rempah dengan
mengadakan pelayaran ke arah timur melalui laut Cina Selatan menuju kepulauan
rempah-rempah Maluku. Tahun 1512 orang portugis tiba di Maluku yaitu di kerajaan
Ternate dibawah pimpinan Diego Lopez de Sequera.
Kerajaan Ternate adalah sebuah kerajaan Islam yang mengasai lima pulau yaitu pulau
Bacan, pulau Obi, pulau Seram, pulau Ambon dan pulau Ternate ini disebut dengan
persekutuan Uli Lima, sedangkan Tidore tergabung dalam persekutuan Uli Siwa yaitu
persekutuan sembilan negara yang terdiri dari Jailolo, Makian dan daerah-daerah di
kepulauan sekitar Halmahera sampai ke Irian Jaya. Ketika Portugis tiba di Maluku ke
dua kekuasaan itu sedang terjadi persaingan dalam perebutan pengaruh atas kepulauankepulauan yang tersebar itu, keadaan ini menguntungkan Portugis. Kedatangan orang
Portugis di Ternate di terima oleh sultan Ternate dengan baik. Portugis kemudian diminta
untuk membantu Ternate dalam menghadapi musuhnya Tidore, maka Portugis pun
menuntut imbalan.
Orang Portugis memanfaatkan persaingan setempat untuk memperkuat kedudukannya
sendiri. Sebagai imbalannya Portugis mengajukan tuntutannya untuk izin monopoli.
Maka semua cengkeh dari rakyat ternate harus dijual kepada Portugis, dengan demikian
rakyat Ternate kehilangan kebebasannya untuk menjual hasil tanamannya dengan harga
yang lebih baik. Rempah-rempah harus dijual kepada Portugis dengan harga murah,
sedangkan penjualan kepada pedagang lain dilarang, yang melanggar ditindak dengan
kekerasan senjata. Pada tahun 1521 orang Portugis berhasil memperoleh izin
mendirikan benteng di Ternate dengan alasan untuk melindungi ternate dari
serangan Tidore. Sebagai balas jasa orang Portugis diberi hak monopoli perdagangan
rempah-rempah, dalam hal ini Portugis melupakan permusuhannya terhadap orang-orang
Islam demi keuntungan.
Di bidang perdagangan, Portugis mengambil seluruhnya rempah-rempah di pasaran
Maluku dan dibawa sendiri dengan kapal-kapalnya ke Eropa. Hal ini sangat merugikan
pedagang-pedagang Islam dari Nusantara, India (Gujarat), Persia dan lain-lainnya yang
semula sebagai mata rantai pedagang-pedagang perantara dari kepulauan pusat rempahrempah Maluku sampai dengan daerah-daerah Timur Tengah. Oleh karena itu kedatangan
bangsa Portugis di Asia dan Indonesia khususnya telah membangkitkan sikap
konfrontasi/ perlawanan yang dilakukan kerajaan Islam/masyarakat Islam dan pedagangpedagang dari Asia, Afrika dan Nusantara.
Portugis datang ke Indonesia tidak hanya untuk berdagang, tetapi Portugis menjelajahi
Pulau Maluku sambil menyebarkan Agama Khatolik. Pada tahun 1546 seorang
misionaris utusan gereja Khatolik dari Roma bernama Fransiscus Xaverius datang
11

ke Maluku, Fransiscus Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk
penyebaran agama, kemudian seminari dibuka di ternate, kemudian di Solor. Utusan
gereja Khatolik Roma itu menjalankan kristenisasi di kalangan penduduk dengan secara
besar-besaran, justru politik kristenisasi tersebut dilakukan ditengah-tengah kekuasaan
Sultan Ternate yang terkenal taat beribadah di daerahnya yang terkenal sebagai pusat
kekuatan Islam di Maluku Utara. Politik kristenisasi yang dijalankan oleh Fransiscus
Xaverius terhadap penduduk Maluku utara merupakan tindakan yang melanggar
kedaulatan kerajaan. Dengan cara-cara paksaan dan kekerasan penduduk didorong untuk
menjadi penganut agama kristen (khatolik). Tindakan kristenisasi tersebut
membangkitkan semangat juang dikalangan kaum muslimin di Maluku. Proses
kristenisasi yang terbesar di Maluku dan paling berhasil adalah dibawah Fransiscus
Xaverius yang terkenal itu, dengan berhasil mengkristenkan sebagian besar penduduk di
Maluku utara, dimana kesultanan Ternate dan Tidore sebagai pusat-pusat Islam di
Maluku.

a. Empat Kerajaan Besar di Nusantara Abad 17


Dalam pertengahan abad ke 17 terdapat empat kerajaan yang mempunyai kekuasaan
besar di Nusantara , yaitu :
1.
2.
3.
4.

Kerajaan Aceh (Sultan Iskandar Muda, 1607-1636)


Kerajaan Mataram (Sultan Agung, 1613-1645)
Kerajaan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa, 1650-1682)
Kerajaan Makasar (Sultan Hasanuddin, 1650-1699).

b. Peranan Kerajaan Islam dan Pusat Perdagangan Nusantara pada


Abad 16-17 M
Peranan Kerajaan-kerajaan Islam dan pusat perdagangan Nusantara pada abad 16-17
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam
2. Merupakan kerajaan Maritim dan penguasa laut di perairan Nusantara
3. Secara de facto dan de jure merupakan kerajaan-kerajaan nasional nusantara yang
merdeka dan berdaulat.
4. Semua kerajaan merupakan potensi kekuatan dalam menghadapi ekspansi
kekuasaan Eropa dengan politik konfrontasi, yaitu :
a. Konfrontasi politik, yaitu : perebutan daerah kekuasaan, mempertahankan
daerah kekuasaannya dari perampasan-perampasan wilayah oleh kekuasaan
Eropa terutama Portugis dan Belanda (VOC).
b. Konfrontasi ekonomi, yaitu : persaingan dalam perdagangan dan armada,
menolak monopoli dan kekuasaan kolonial.
c. Konfrontasi agama, yaitu : menolak dan menghadapi penetrasi agama
nasrani yang dilancarkan dengan kekuatan militer yang agresif oleh Portugis
dan Spanyol.
Pada tahun 1522 orang Portugis tertarik pula oleh hasil kerajaan Pajajaran yaitu Lada,
orang Portugis berlabuh di Sunda kelapa. Kemudian Portugis dengan kerajaan Pajajaran
membuat perjanjian persahabatan. Dengan menguasai tempat-tempat strategis itu bangsa
Portugis bermaksud menghalang-halangi perdagangan pedagang Islam dari India dengan
kerajaan Islam Turki Usmanyah.
12

2. IMPERIALISME-KOLONIALISME SPANYOL ( 1522-1529 )


Dilain pihak pelaut-pelaut Spanyol bergerak ke arah barat, dan dengan dipelopori oleh
Christoporus Columbus pada tahun 1492, pelaut-pelaut Spanyol menemukan benua
baru Amerika. Tahun 1519-1521 pelaut Magelhaens berhasil mengelilingi dunia untuk
pertama kalinya. Pada tahun 1521 armada Spnyol menduduki kepulauan Philipina, yang
dikuasainya sebagai daerah koloninya sampai tahun 1898. Kemudian berdasarkan
perjanjian Tordesilas tanggal 7 Juni 1494 yang direstui oleh Paus di Roma, maka bola
dunia dibagi atas dua wilayah pengaruh yaitu :
1. Dari Brazilia ke arah timur sampai di kepulauan Halmahera (Maluku) merupakan
daerah penjelajahan dan daerah monopoli Portugis.
2. Dari Mexico ke arah barat sampai di kepulauan Philipina merupakan daerah
penjelajahan dan monopoli kekuasaan Spanyol. Sejak itu maka Spanyol
menguasai sepenuhnya Amerika Latin, Hawai dan Philipina.
Pada tahun 1522 orang Spanyol tiba di Maluku dengan dua buah kapalnya, orang
Spanyol datang melalui Philipina dan Kalimantan Utara, terus menuju Tidore, Bacan dan
Jailolo, didaerah tersebut orang Spanyol diterima dengan baik. Tetapi bagi orang
Portugis, orang Spanyol dianggap saingan yang akan mengancam monopoli perdagangan
rempah-rempah, akibatnya timbul permusuhan antara Portugis dan Spanyol. Kemudian
orang Spanyol diserang oleh Portugis, karena kalah kuat maka orang Spanyol tidak lama
berdagang di Maluku, hanya sampai tahun 1529, orang Spanyol kemudian meninggalkan
Tidore.
Sepeninggal Spanyol terjadi konflik antara Portugis dan Ternate dalam soal politik
perdagangan yaitu bahwa bahwa Ternate menganggap monopoli Portugis itu hanya
beberapa pulau saja, tapi Portugis menganggap semua pulau. Sikap Portugis yang serakah
dan memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah telah membuat rakyat Maluku
dan ditempat lainnya tidak menyukai, selain faktor ekonomi tersebut, orang Portugis di
maluku juga tidak disenangi karena faktor agama. Orang Portugis selalu berusaha
memaksakan agamanya ( Khatolik ).
Sekitar tahun 1540 Pendeta Portugis yang bernama Fransiscus Xaverius singgah di
Maluku untuk menyebarkan agama Nasrani (Katholik). Proses kristenisasi yang terbesar
adalah dibawah Fransiscus Xaverius ini yang mengkristenkan sebagian besar penduduk
Maluku Utara dimana kesultanan Ternate dan Tidore merupakan pusat-pusat Islam di
Maluku. Sekalipun penyebaran agama Nasrani demikian pesat di kepulauan maluku,
namun dakwah Islam terus berkembang baik di kepulauan Maluku Utara, Maluku Tengah
maupun Maluku Selatan.
Di Ternate dan Tidore penduduk merasa bahwa menerima agama baru berarti mengakui
kekuasaan Asing yang merugikan. Di lain pihak , orang Portugis menganggap bahwa
orang-orang Portugis merasa lebih aman di daerah yang telah seagama dari pada didaerah
yang beragama Islam, oleh sebab itu diberbagai tempat lain kedatangan Portugis
13

mendapat tantangan. Politik kristenisasi dilakukan ditengah-tengah kekuasaan Sultan


Ternate yang terkenal sangat taat beribadah, didaerah yang terkenal sebagai pusat
kekuasaan Islam di Maluku Utara. Politik kristenisasi ini dianggap melanggar kedaulatan
kerajaan. Dan Tindakan kristenisasi tersebut membangkitkan semangat juang di kalangan
muslimin Maluku.
Sultan Tabarigi/ sultan Ternate dianggap bersekutu menentang monopoli Portugis,
kemudian ditangkap dan Portugis mengangkat adiknya Sultan Hairun menjadi sultan
Ternate. Pada awal kekuasaan Sultan Hairun, hubungan Portugis dan Ternate baik kecuali
dengan rakyat Maluku. Tahun 1553 timbul pemberontakan rakyat ternate. Bangsa
Portugis banyak yang menjadi korban, hubungan Portugis dan Sultan Hairun menjadi
renggang, karena rakyat tetap tidak menerima monopoli Portugis. Putranya Hairun yaitu
Babullah membantu pemberontakan rakyat Ternate.Ternate yang semula menjadi sekutu
Portugis akhirnya juga memusuhi orang-orang Portugis.
Dengan usaha diplomasi diadakan perjanjian antara Sultan Hairun dan Gubernur
Portugis Lopez de Maqueta, keduanya berjanji, bahwa mereka akan hidup
berdampingan dan tidak akan berselisih lagi. Setelah perjanjian itu Sultan Hairun
berkunjung ke benteng Portugis untuk beramah tamah, tetapi ketika berada di benteng
Portugis, Sultan Hairun dibunuh. Akibatnya seluruh rakyat Maluku bersatu bangkit
mengangkat senjata melawan Portugis dibawah pimpinan Babullah. Perlawanan juga
timbul dari orang-orang Tidore dan Bacan terhadap Portugis, maka tepatlah dapat
dikatakan bahwa pada waktu itu seluruh Maluku bangkit melawan Portugis. Dalam suatu
pertempuran rakyat Ternate berhasil membakar benteng Portugis. Dan pada tahun 1575
benteng Portugis berhasil direbut oleh Babullah, Portugis diharuskan meninggalkan
Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil mengusir sama sekali orang Portugis
dari wilayahnya.
Orang Portugis kemudian terpaksa pindah ke tempat lain yang tidak jauh dari Tidore
yaitu Ambon dan mendirikan benteng disana, tetapi ditempat itupun orang Portugis
mendapat perlawanan dari rakyat Ambon, dan juga diganggu terus menerus oleh orang
Jawa dan Melayu yang biasa mengangkut cengkeh dari sana, disamping orang-orang
Ternate sendiri. Diberbagai tempat lain kedatangan orang Portugis mendapat tantangan.
Selain di Maluku orang Portugis hanya dapat memperoleh pangkalan di beberapa tempat
di Jawa, karena kuatnya pengaruh kerajaan Demak orang Portugis hanya diterima di
Pasuruan dan Blambangan, sedangkan untuk memperoleh tempat di Sematera , terutama
di daerah penghasil lada tidak berhasil, karena pengaruh kerajaan Aceh yang kuat. Pada
akhirnya orang Portugis merasa tidak aman lagi tinggal di daerah Maluku dan
memutuskan untuk mengalihkan kegiatannya ke daerah Nusatenggara. Lebih-lebih
setelah orang Belanda datang , kedudukan orang Portugis semakin lama semakin
terdesak. Dan pada akhir abad 16 kekuasaan Portugis mulai berkurang dengan munculnya
orang Belanda di Indonesia.

3. IMPERIALISME-KOLONIALISME BELANDA / VOC (1602-1799).


Belanda berusaha berlayar ke Indonesia terdorong oleh suatu peristiwa yang terjadi di
Eropa yang disebabkan oleh peristiwa politik di Eropa yaitu jatuhnya kota Lisabon
(Lisboa) ketangan Spanyol.
Peristiwa politik yang terjadi antara Spanyol dan Belanda tersebut adalah perang 80
tahun (1568-1648). Belanda yang berada dibawah kekuasaan Spanyol sedang
memberontak untuk membebaskan diri dari kekuasaan Spanyol. Karena sulitnya
14

mematahkan perlawanan Belanda maka pemerintah Spanyol berusaha untuk


memadamkan perlawanan Belanda melalui jalan ekonomi yaitu dengan menguasai
Lisabon / Lisboa. Lisabon merupakan pelabuhan yang sangat penting di Portugal dan
merupakan pelabuhan transito/pusat perniagaan di Eropa, barang-barang dagangan dari
Asia terkumpul di kota itu. Pedagang-pedagang Belanda adalah pedagang perantara
dalam perniagaan di Eropa dan mengambil barang-barang dagangannya dari Lisboa.
Pemerintah Spanyol mengetahui bahwa sumber penghidupan bangsa Belanda itu
berhubungan dengan Portugal. Maka pada tahun 1580 Portugal diserang oleh Spanyol
dan berhasil dikuasainya, dan sejak tahun 1580 pelabuhan Lisabon (Portugal) ditutup
oleh Spanyol bagi pedagang-pedagang Belanda, dan kerajaan Portugal bersatu dengan
Spanyol dibawah perintah Raja Spanyol. Dengan ditutupnya pelabuhan Lisabon, Belanda
kehilangan mata pencahariannya. Peristiwa itulah yang mendorong orang-orang Belanda
berusaha mencari jalan sendiri menuju dunia timur, yang terkenal sebagai gudang
rempah-rempah.

a. Belanda tiba di Banten tahun 1596.


Pada abad ke 16 Banten sebagai kerajaan Islam mempunyai pelabuhan yang ramai
didatangi oleh pedagang-pedagang dari berbagai tempat. Terutama setelah Malaka jatuh
ke tangan Portugis, pelabuhan Banten semakin bertambah ramai. Pedagang-pedagang
dari India, Persia dan Arab tidak lagi singgah di Malaka, tetapi langsung memindahkan
jalur pelayaran / perdagangannya ke Banten.
Pada tahun 1595 berlayarlah empat buah kapal Belanda dibawah pimpinan Cornelis de
Houtman dan De keyzer melalui Tanjung Harapan menuju Indonesia. Kapal-kapal
Belanda itu tiba di selat sunda pada tahun 1596, kemudian berlabuh di pelabuhan
Banten. Kedatangan Belanda didengar oleh orang Portugis dan disambut baik oleh orang
Portugis di Banten. Bersama anak buahnya Belanda kemudian menghadap pembesar
kesultanan Banten, dan kapiten Belanda itu menjelaskan maksud kedatangannya
hanyalah untuk berdagang. Tentu saja Pembesar Banten tidak keberatan, asal menjunjung
tinggi tata krama sebagai layaknya seorang tamu Asing, dan Belanda memperoleh izin
dagang di Banten. Tahun 1597 rombongan Belanda yang pertama kembali ke Belanda,
meskipun tidak memperoleh hasil bumi (lada, pala dan cengkeh) yang banyak, namun
keberhasilan itu disambut gembira oleh orang-orang Belanda, karena jalan ke Indonesia
telah diketahui.
Belanda sampai di Indonesia berkat sebuah buku yang diterbitkan oleh orang Belanda
yang sebelumnya bekerja untuk pemerintah Portugis di Goa yaitu Johan Huyghen Van
Linschosten, Ia kembali ke Belanda dan menulis sebuah buku yang berjudul
ITINERORIO VOYAGOFTE SCHIP VERTNAER OOST OFTE PORTUGAELS
(CATATAN PERJALANAN / PELAYARAN KE TIMUR ), dengan buku ini
pelayaran Belanda ke Indonesia menjadi terbuka tanpa disengaja.
Tahun 1598 pelayaran Belanda ke dua datang ke Indonesia dipimpin oleh Jacob Van
Neck, Steven Van der Huyghen dan Heemskerck. Di negeri Belanda banyak
perusahaan dagang dan setiap perusahaan dagang mengirimkan kapalnya ke Indonesia.
Pada tahun 1600 Belanda menandatangani perjanjian dengan kerajaan Hitu dan Banda
yaitu :
1. Bahwa Belanda dengan pimpinan Hitu dan Banda akan saling membantu
2. Hitu dan Banda memberi hak monopoli dagang kepada Belanda
15

3. Masing-masing mepertahankan agamanya.


Kedatangan Belanda ke Indonesia bukan semata-mata hanya untuk berdagang, tetapi
tujuan utamanya adalah faktor ekonomi yaitu dengan cara kolonialisme/penjajahan
merebut kedudukan politik dan ekonomi dengan menggunakan kekuatan militer.
Kedatangan kembali Belanda dengan kapal-kapal berikutnya, dengan membawa
peralatan persenjataan yang lebih lengkap lagi untuk bertempur, sambil membawa
rohaniawan-rohaniawan/pendeta protestan, alasannya untuk memenuhi kebutuhan sendiri
sebagai pemeluk agama kristen protestan. Disamping itu Belanda memberi kesan kepada
bangsa Indonesia bahwa kedatangannya hanya untuk berdagang, tidak mempunyai
maksud menyebarkan agama kristen kepada penduduk Indonesia seperti halnya orangorang Portugis dan Spanyol.
Proses selanjutnya menunjukkan bahwa pendeta-pendeta Protestan yang dilindungi oleh
kekuatan politik dan militer itu, kemudian terjun ketengah-tengah masyarakat untuk
bersaing dengan orang-orang Portugis yang berdagang sambil menyebarkan agama
katholik, alasannya untuk memprotestankan penduduk yang beragama katholik yang
telah ditanamkan oleh Portugis. Sejak semula Belanda antipati terhadap Portugis yang
merupakan sekutu Spanyol dan musuh dari Belanda. Sebagai orang-orang pengikut
Protestan, Belanda tidak senang melihat perluasan agama Katholik yang disebarkan oleh
Portugis di kepulauan Maluku.
Belanda kemudian mengejar Portugis sampai ke Maluku, tujuannya sudah jelas untuk
merebut monopoli perdagangan rempah-rempah, mengusir Portugis dan menggantikan
kedudukan agama katholik, untuk menyebarkan agama Protestan, Sekalipun penyebaran
agama kristen demikian pesat di kepulauan Maluku, tetapi dakwah Islam terus
berkembang, baik di kepulauan Maluku utara, tengah dan selatan. Agama Islam sejak
kedatangan mubaligh-mubaligh dari Arab, Pase, Malaka dan Jawa terus berkembang di
gugusan pulau-pulau di Maluku.
Di negeri Belanda antara kongsi dagang yang satu dengan yang lain saling bersaing
(bermusuhan), hal ini disadari oleh pemerintah Belanda dan itu tentu saja akan merugikan
kepentingan Belanda sendiri, persaingan itu juga akan merugikan persaingan dengan
Inggris. Kemudian pemerintah kerajaan Belanda menganjurkan supaya semuanya
bersatu. Akhirnya pedagang-pedagang Belanda mau bergabung dalam kongsi
perdagangan yaitu : Verenigde Oost-Indische Compagnie (V.O.C.) atau Perserikatan
Perdagangan Hindia Timur.V.O.C dibentuk pada tanggal 20 Maret 1602. Setelah
melihat kemungkinan dapat mengembangkan usahanya, pemerintah kerajaan Belanda,
kemudian memberikan hak-hak istimewa dan kekuasaan yang luar biasa kepada
V.O.C. yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengizinkan pembentukan pasukan tentara dibawah komando V.O.C


Memerintah daerah-daerah yang diduduki
Mengumumkan perang jika perlu dan mengadakan perdamaian
Membuat perjanjian dengan Raja-Raja di Indonesia
Mempunyai kekuasaan monopoli
Memperoleh hak untuk mencetak serta mengedarkan mata uang sendiri.
Mendirikan benteng-benteng.

Dengan hak dan kekuasaan istimewa itu, maka V.O.C adalah merupakan alat kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dengan di bentuknya V.O.C. itu, maka
16

selanjutnya kapal-kapal dagang Belanda sudah menggunakan bendera V.O.C. dan tidak
ada lagi persaingan yang tajam di dalam V.O.C.
Dengan didirikannya V.O.C. itu, maka seketika itu pula berubahlah sifat dan maksud
kedatangan Belanda ke Indonesia, tidak lagi hanya tujuan berdagang, tetapi mulai
menunjukkan kekuatan dan kekuasaannya, dimana senjata ikut bicara. Setelah
tergabungnya kongsi dagang Belanda ini, maka menjadi satu kekuatan untuk menghadapi
Portugis.
Tahun 1605 Belanda berhasil menguasai benteng Portugis di Ambon.Portugis harus
meninggalkan Maluku dan kemudian lari ke Timor Timur, Portugis di Timor Timur
sampai tahun 1975, dan Timor Timur berdiri sendiri sebagai negara merdeka tahun
1999. Berlanda kemudian menjadikan Ambon sebagai Pusat perniagaan rempah-rempah
di Maluku, dan mendirikan kantor dagangnya di Ambon. Dan Ambon merupakan daerah
pertama Belanda yang dijadikan sebagai batu loncatan bagi pengembangan
imperialismenya di Indonesia.
Perdagangan V.O.C. semakin lama semakin berkembang, dalam hal ini diperlukan
seorang pemimpin tertinggi untuk mengurus dan mengatur seluruh kepentingan Belanda
yang berkaitan dengan usaha-usaha kompeni, maka pemerintah Belanda mengangkat
Pieter Both (1610-1614) sebagai Gubernur Jendral Belanda yang pertama di Indonesia
dan dibantu oleh sebuah badan penasehat yang terdiri dari empat orang anggota, badan
itu bernama Raad van Indie.
Pada masa kekuasaan V.O.C dari sejak Pieter Both menjadi gubernur Jendral, bukanlah
pemerintahan atau Raja Belanda yang memerintah melainkan 17 anggota atau para
direktur perusahaan V.O.C. yang memegang kendali kekuasaan atas kegiatan-kegiatan
yang dilakukan V.O.C. Pieter Both kemudian memasukkan pedagang-pedagang Cina
untuk ikut berperan dalam strategi perdagangan V.O.C., orang Cina diberi peranan
sebagai pedagang perantara dan merupakan bagian kegiatan dari kongsi dagangnya di
Indonesia.
Di Ambon V.O.C. dapat memaksa Sultan Ternate dan sultan-sultan lainnya di Maluku
untuk memberi hak monopoli rempah-rempah kepada Belanda. Pedagang-pedagang
Indonesia dari Makasar, Mataram , Banten dan lain-lainnya tidak mengakui monopoli
Belanda itu, dan pedagang-pedagang Indonesia tersebut tetap melakukan perdagangan
secara bebas dengan orang-orang Maluku. Untuk mencegah perdagangan bebas, Belanda
kemudian mengeluarkan peraturan yaitu pelayaran Hongi (Hongitochten) yaitu
gerakan patroli serdadu-serdadu V.O.C. dengan menggunakan perahu-perahu
rakyak untuk memberantas perdagangan bebas yang berlangsung antara penduduk
Maluku dan pedagang-pedagang dari daerah lain.
Tindakan itu menimbulkan perlawanan rakyat Maluku, karena kehilangan kebebasan dan
keuntungan. Belanda menindas setiap perlawanan terhadap monopoli. Usaha
menanamkan monopoli perdagangan dan kekuasaan kompeni juga telah membangkitkan
reaksi perlawanan dari kerajaan Mataram dibawah Sultan Agung. Pada tahun 1618
kantor dagang V.O.C di Jepara diserbu oleh kerajaan Mataram, serbuan ini merupakan
reaksi pertama yang dilakukan Mataram terhadap Belanda.
Kemudian Belanda/VOC merasa perlu adanya pusat pemerintahan V.O.C.di Jawa.
Jayakarta terpilih sebagai tempat yang baik untuk pusat pemerintahan. Jayakarta adalah
wilayah kerajaan Banten, dikepalai oleh seorang adipati Jayakarta yaitu Pangeran
17

Wijayakrama yang menjalankan pemerintahannya secara otonom, oleh sebab itu


Pangeran Wijayakrama menentukan sendiri kebijaksanaan-kebijaksanaan terhadap
Belanda dan Inggris. Mula-mula V.O.C. memdapatkan izin dari Adipati jayakarta
Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagangnya di tepi sungai Ciliwung.
Agar V.O.C. tidak merupakan ancaman, diizinkan pula orang-orang Inggris untuk
mendirikan kantor dagangnya ditepi sungai itu, berhadap-hadapan dengan kantor dagang
Belanda.
Belanda memagari kantornya dengan tembok, hingga merupakan benteng. Kemudian
terjadi perselisihan antara Belanda dan Inggris, karena masing-masing pihak ingin
berkuasa dan tidak mau disaingi, maka terjadi konfrontasi antara Belanda dan Inggris.
Belanda terdesak, kemudian mencari bantuan dari Ambon. Orang Inggris berselisih pula
dengan Pangeran Wijayakrama, kemudian orang-orang Inggris diusir dari Jayakarta.
Ketika belanda kembali dari Ambon dengan pasukan bantuan, di Jayakarta sedang terjadi
perselisihan antara Pangeran Wijayakrama dengan Sultan Banten, peristiwa ini
memudahkan Belanda untuk merebut Jayakarta (30 Mei 1619).
Kota Jayakarta hancur terbakar akibat pertempuran. Kemudian diatas reruntuhan
Jayakarta itu dibangun kota baru dan diberi nama oleh Belanda yaitu Batavia, dan
Batavia menjadi pusat V.O.C.. Menurut nama nenek moyang Belanda bangsa
Batavieren. Pendiri kota Batavia adalah Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jendral
pengganti Pieter Both. Batavia sebagai pusat V.O.C. letaknya sangat strategis karena
berada ditengah jalur pelayaran antara Malaka dan Maluku dan strategis pula untuk
mengawasi gerak-gerik pelayaran di Selat Sunda dan selat Malaka.
Setelah melihat usaha-usaha V.O.C. untuk memperkuat kedudukannya di Jayakarta
(Batavia), ketegangan antara Mataram dan V.O.C. semakin meningkat antara tahun 1620
dan 1628. Pada tahun 1628 dan 1629 Mataram melancarkan serangan secara besarbesaran terhadap V.O.C di Batavia. Reaksi yang sama juga diberikan oleh daerah-daerah
yang lain. Pada tahun 1666-1669 di Selawesi Selatan timbul pula perlawanan terhadap
V.O.C. Di Jawa pada tahun 1686-1703 berkobar perang melawan V.O.C. dibawah
Untung Suropati. Dan Banten dibawah kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)
mengobarkan perang melawan V.O.C. Dengan demikian selama abad ke 17 dan ke 18
usaha-usaha V.O.C. untuk memperluas kekuasaannya di wilayah Indonesia
mendapat tantangan dan perlawanan yang keras.
V.O.C. mempunyai pegawai dan tentara yang semakin lama semakin besar dan daerah
kekuasaannya semakin luas, perluasan dilakukan dengan berbagai cara, selain dengan
kekerasan, ditempuh juga politik campur tangan/siasat politik memecah belah/devide et
impera. Dengan campur tangan dalam pertikaian-pertikaian yang sedang terjadi dalam
lingkungan keluarga kraton, maka V.O.C. dapat memetik keuntungan yang besar.
Biasanya dengan memberikan bantuan kepada pihak yang lemah, V.O.C. dapat
memaksakan kehendaknaya, V.O.C. dapat menuntut penyerahan-penyerahan tidak saja
berupa bahan-bahan hasil bumi, tetapi juga daerah yang dimiliki oleh penguasa pribumi
yang dibantunya. VOC kemudian melakukan berbagai bentuk paksaan, seperti :
1. Peraturan monopoli dengan menguasai secara mutlak seluruh perdagangan
rempah-rempah di Indonesia.
2. Menerapkan bermacam-macam kerja rodi (kerja paksa tanpa upah).
3. Pungutan pajak secara paksa.
4. Melaksanakan pelayaran hongi (1650), Hongi adalah suatu armada terdiri atas
perahu-perahu kecil yang tujuannya merusak dan memusnahkan pohon rempah18

rempah milik rakyat disekitar pelabuhan Maluku yang dianggap melanggar hak
monopoli Belanda.
5. Melaksanakan hak ekstirpasi yaitu penebangan tanaman pala dan cengkeh yang
melanggar aturan monopoli. (biji pala dan cengkeh pada waktu itu merupakan
komoditi perdagangan yang sangat laku di Eropa).
Melalui peperangan VOC terus memperluas daerah kekuasaannya di Nusantara terutama
daerah-daerah pusat perdagangan dan daerah-daerah yang banyak hasil buminya, seperti
kerajaan Banten dan Mataram.

b. VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) menanamkan


kekuasaan di kerajaan Banjar dan Gowa untuk mendapatkan hasil
bumi
1). Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar telah berdiri sekitar pertengahan abad ke 16, kerajaan yang terletak di
pantai Kalimantan Selatan. Daerah pengaruh Banjar meliputi Sukadana, Kotawaringin
dan Lawei. Pada awalnya kerajaan Banjar harus mengirimkan upeti ke Demak. Setelah
Demak mengalami kemunduran, pengiriman upetinya dihentikan, tetapi hubungannya
dengan Jawa tetap berlangsung.
Di pelabuhan kerajaan Banjar tersedia bahan perdagangan hasil bumi seperti kapur
barus, berlian dan lada. Orang Portugis dan Belanda pada akhir abad ke 18 juga datang ke
daerah kerajaan Banjar dan selanjutnya mulai terasa ancaman V.O.C. Praktek-praktek
yang telah dilakukan V.O.C. didaerah lain juga dicoba dilaksanakan di Banjar. Setelah
berhasil membuat kontrak untuk melakukan perdagangan dengan Raja Banjar, V.O.C.
mulai melakukan perluasan pengaruhnya dengan jalan ikut campur urusan rumah tangga
keraton Banjar.
2). Kerajaan Gowa-Tallo ( Makassar )
Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar) menempati kedudukan yang baik dalam jalur
perdagangan yang datang dan pergi dari daerah Maluku. Dalam lalu lintas perdagangan
itu Gowa menduduki kedudukan sebagai bandar transito bagi kapal-kapal yang
mengangkut bahan perdagangan yang ke Maluku atau dari Maluku. V.O.C. pun
memandang Gowa sangat penting karena letaknya yang sangat baik dalam jalur pelayaran
antara Malaka, Batavia dan Maluku. Kapal-kapal orang-orang Makasar yang biasanya
pulang dan pergi antara Gowa dan Maluku mulai diganggu dan diserang oleh V.OC.
Akibatnya timbullah ketegangan yang meningkat sampai pada bentrokan-bentrokan
bersenjata, tetapi dengan segala kekuatannya V.O.C. mencoba melumpuhkan kekuatan
orang Makasar di laut. Melalui peperangan VOC terus memperluas daerah kekuasaannya
di Nusantara terutama daerah-daerah pusat perdagangan dan daerah-daerah yang banyak
hasil buminya, seperti kerajaan Banten dan Mataram
V.O.C. berusaha menguasai jalan-jalan pelayaran dengan berusaha meruntuhkan
kerajaan-kerajaan Islam yang dianggap membahayakan kedudukannya, yaitu : Mataram,
Aceh, Banten dan Makasar.

19

c. Konfrontasi / Perlawanan Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara


(Indonesia) terhadap penindasan Imperialisme dan Kolonialisme
Barat / Eropa (1513 1682 )
Kerajaan-kerajaan Islam terdapat di Jawa, Aceh dan Makassar ( Sulawesi ). Kerajaankerajaan Islam di Jawa dimulai dari Demak, kemudian disusul Pajang dan Mataram
dan Juga Banten. Kerajaan Demak dan Pajang di Jawa mengadakan perlawanan terhadap
imperialisme & kolonialisme Portugis. Sedangkan kerajaan Mataram dan kerajaan
Banten serta kerajaan Aceh dan kerajaan Makasar mengadakan perlawanan terhadap
imperialisme dan kolonialisme Belanda/VOC dan pemerintah kolonial Belanda, yang
didahului oleh imperialisme (penjajahan) oleh bangsa Portugis.
1). Kerajaan Demak (1513 1568)
Kerajaan Demak di Jawa Tengah merupakan kerajaan Islam pertama, berdiri dari tahun
1513-1568. Raja pertama adalah Sultan Bintoro ( Raden Patah ), raja terakhir adalah
Sultan Trenggono.
Sebelum kerajaan Demak lahir, kerajaan Majapahit dalam keadaan lemah dan terpecahpecah. Majapahit terpecah menjadi tiga kerajaan kecil, yaitu Majapahit (bagian dari
Majapahit lama), Kahuripan ( diperintah oleh Raja Purwawisesa), Tumapel kemudian
dinamakan Daha (diperintah Raja Singhawiikramawardhana). Penerus kerajaan
Majapahit yang tetap ada di Majapahit lama adalah Raja Bhre Kertabumi/ Brawijaya,
yang memerintah antara tahun 1453 1478. Tidak diketahui mengenai perjalanan dan
perkembangan kerajaannya. Raja Brawijaya melalui perantaraan Wali Songo menikahi
cucu raja Cempa (Thailand Selatan) yang bernama Dewi Dwarawati (Dewi Anarawati).
Menurut cerita perkawinan Raja Brawijaya (yang beragama Hindu-Budha) dengan Dewi
Dwarawati (yang beragama Islam) tersebut merupakan taktik Wali Songo/ Wali Sembilan
(terutama Syekh Maulana Malik Ibrahim), agar Raja Brawijaya memeluk agama Islam,
atau setidaknya mendukung perkembangan Islam di Jawa Timur, khususnya sekitar
kerajaan Majapahit. Namun demikian ajakan ini ditolak secara halus oleh raja Brawijaya
(beliau ingin menjadi raja terakhir Majapahit yang tetap beragama Hindu-Budha).
Raja Brawijaya sangat senang dan berbahagia memperistri Dewi Dwarawati karena
kecantikannya. Karena tidak mau di madu, maka istri-istri selir Raja Brawijaya harus
diceraikan dahulu. Pada saat itu salah satu istri Raja Brawijaya yaitu Dewi Kian (putri
berasal dari Cina) telah mengandung tiga bulan, diceraikan dan diberikan kepada Adipati
Ario Damar, seorang adipati Majapahit di Palembang (pada saat itu Sriwijaya dan
kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Palembang menjadi taklukkan kerajaan Majapahit, dan
statusnya hanya merupakan kabupaten dari kerajaan Majapahit). Setelah lahir, bayi putra
Raja Brawijaya dengan Dewi Kian ini dIberi nama Jin Bun atau Raden Patah/ Raden
Fattah atau Raden Hasan atau Raden Bintoro. Raden Patah sejak kecil diasuh oleh
ibundanya (Dewi Kian) dan Ario Damar di Palembang. Setelah dewasa Raden Patah oleh
ayahandanya (Raja Brawijaya) diberi kedudukan sebagai bupati Demak (1462 M) dan
bergelar Adipati Bintoro. Pada tahun 1465 M, para Wali Songo (atas persetujuan Adipati
Bintoro) diijinkan membangun Mesjid Demak di Demak Bintoro.

20

Raden Patah/ Reden Fattah/ Jin Bun/ Reden Hasan/ Raden Bintoro putra raja Brawijaya
V / Bhre Kertabumi dengan Putri Kian, yang semula beragama Hindu-Budha, kemudian
masuk agama Islam berkat bimbingan gurunya yaitu Sunan Ampel /Reden Ahmad Ali
Rahmatullah (salah satu anggota Wali Songo periode kedua, yang juga masih terhitung
sepupunya). Pengikut setia bapaknya (Raja Brawijaya V) yang mengasuh Raden Patah
sejak kecil yaitu Sabdopalon dan Noyogenggong sangat menentang kepindahan
agamanya, dan mengundurkan diri untuk pindah ke gunung Lawu.
Ketika Sunan Ampel masih hidup, Demak disarankan tetap loyal kepada Kerajaan
Majapahit. Karena Raja Brawijaya V tidak pernah menghalangi orang masuk Islam.
Bahkan Sunan Ampel (keponakan Raja Brawijaya) dan Sunan Giri (cucu Raja
Brawijaya), boleh menyiarkan agama Islam di wilayah Majapahit.
Namun pada tahun 1437 Kediri menyatakan lepas/ memerdekakan diri dari Majapahit.
Pada tahun 1478 , Prabu Giridrawardana/ Ranawijaya (Raja Kediri) menyerang Kerajaan
Majapahit, menduduki Istana Raja, sehingga Raja Brawijaya V ( Bhree Kretabhumi )
melarikan diri dari Kerajaan Majapahit. Para anggota kerajaan Majapahit yang setia pada
rajanya menyingkir ke selatan Jawa Timur (daerah Tengger, Tulungagung sampai
Pacitan). Pada tahun 1498 M, kerajaan Majapahit diserang lagi oleh patihnya sendiri yang
berkhianat yaitu Patih Udhoro (Patih Anduro), yang menyebabkan Prabu Giridrawardana
tewas.
Disekitar tahun 1500 M , mengikuti anjuran para Wali 9 (Wali Songo / Wali Sembilan),
secara terbuka Raden Patah menyatakan bahwa Kadipaten Demak memutuskan ikatan
dengan Kerajaan Majapahit yang sudah tak berdaya lagi (karena banyak perebutan
kekuasaan dan pemberontakan-pemberontakan). Reden Fattah ini termasuk anggota Wali
Songo Periode kelima. Beberapa saat kemudian, juga atas anjuran Wali Songo serta
bantuan Sunan Giri (anggota Wali Songo) dan bantuan daerah-daerah lain yang telah
masuk Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), maka Raden Patah menyerang Majapahit
dan berusaha menumbangkan kerajaan Majapahit dan akan mendirikan kerajaan Islam
yang berpusat di Demak.
Raden Patah (Jin Bun / R.Bintoro) akhirnya mampu meruntuhkan kerajaan Majapahit,
(yang dikuasai Prabu Udhoro), dan menobatkan diri sebagai raja Islam pertama dari
Kerajaan Demak bergelar Sultan Bintoro / Sultan Demak pertama, yang didirikan pada
tahun 1513 M (abad 16 M). Sedangkan sebagian besar rakyat Majapahit akhirnya banyak
yang berganti agama dan memeluk agama baru (agama Islam). Majapahit runtuh total
tahun 1520 1522 M.
Para kerabat Kerajaan Majapahit yang tidak mau tunduk kepada Demak, lari ke selatan
(mungkin ke arah Tengger dan Pacitan.
Demak dianggap oleh Sultan Bintoro sebagai lambang dari tetap berlangsungnya
kerajaan kesatuan Majapahit dalam bentuk baru, oleh sebab itu semua alat upacara dan
pusaka bekas kerajaan Majapahit harus dibawa dan disimpan di Kerajaan Demak. Di
bawah pimpinan Sultan Bintoro (Raden Patah), kerajaan Demak mencapai kejayaan.
Pati Unus ( Adipati Yunus ) puteranya, yang menjabat bupati Jepara, sangat giat
membantu usaha ayahnya memperkuat dan memperluas kedudukan kerajaan Demak
sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.Dalam waktu singkat daerah-daerah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur (kecuali Pasuruan dan Panarukan) mengakui kedaulatannya dan
tunduk di bawah kerajaan Demak. Namun demikian, sejak tahun 1511 Malaka sudah
jatuh (dijajah) bangsa Portugis. Pati Unus pada tahun 1513 memberanikan diri untuk
21

memimpin armada menggempur Malaka untuk mengusir orang-orang Portugis. Sayang


usaha ini gagal, karena armada Portugis lebih unggul dalam teknologi persenjataan.
Seorang putri dari Radja Brawijaya, yaitu Ratu Pembayun kawin dengan Pangeran
Dayaningrat ( Ki Ageng Pengging Sepuh ), mempunyai dua anak laki-laki bernama
Raden Kebokanigoro dan Raden Kebokenongo (Ki Ageng Pengging), yang menjadi
teman dekat seorang Wali 9 kontroversial, yaitu Syech Siti Jenar (Syech Lemah
Abang). Ajaran yang dibawakan Syech Siti Jenar dipandang oleh sebagian besar
anggota Wali 9 menyimpang dari ajaran agama Islam, karena bukan
Monotheisme /Ketahuidan / Wajibul Wujud (keberadaan Tuhan Yang Maha Esa terpisah
dengan alam semesta), melainkan bersifat Pantheisme/ Monisme/Wihdatul wujud
( keberadaan Tuhan Yang Maha Esa menyatu dengan alam semesta). Ajaran sufisime
Syech Siti Jenar terpengaruh ajaran agama Hindu. Kebokenongo ( Ki Ageng Pengging )
mempunyai putra bernama Mas Karebet. Karena masih cucu Raja Brawijaya, dan juga
teman dekat Syech Siti Jenar, maka Kebokanigoro dan Kebokenongo dicurigai dan
dikarantina aparat kerajaan Demak, karena dikawatirkan akan memberontak dan
menumbangkan kerajaan Demak. Sejak kecil sampai dewasa, Mas Karebet dititipkan
kepada teman dekat ayahnya yang bernama Ki Ageng Tingkir di desa Tingkir. Oleh sebab
itu Mas Karebet lebih dikenal dengan sebutan Joko Tingkir. Mas Karebet (cicit Raja
Brawijaya) ini dikemudian hari menjadi Sultan Hadiwijoyo (pendiri kerajaan Pajang,
setelah Demak runtuh).
Putra lain dari Raja Brawijaya bernama Lembupeteng yang berkedudukan di
Gilimangdangin (sekarang kota Sampang di Madura), mempunyai cucu buyut (cicit)
bernama Raden Praseno yang menjadi adipati Sampang (Madura), dan bergelar Adipati
Cakraningrat I. Raden Praseno (Cakraningrat I) ini mempunyai dua anak, yang pertama
bernama Pangeran Undakan kemudian menggantikannya dan bergelar Cakraningrat
II. Sedangkan putra kedua (tidak disebutkan namanya) mempunyai anak bernama
Trunojoyo.
Sultan Bintoro ( Sultan Demak I / Raden Patah / Jin Bun ) wafat tahun 1518, dan
digantikan oleh putranya yang bernama Pati Unus (Adipati Yunus) atau Pangeran
Sabrang Lor yang bergelar Sultan Demak kedua. Tetapi hanya memerintah selama 3
tahun, karena Sultan Demak II ( Pati Unus) meninggal pada pada tahun 1521

22

Pada tahun yang sama (1521), saudaranya / kakaknya yaitu Pangeran Trenggono
menggantikannya dan bergelar Sultan Trenggono atau Sultan Demak ketiga. Sultan
Trenggono memerintah sampai tahun 1548. Dalam memerintah Sultan Trenggono
(Sultan Demak Ketiga) berusaha memperkokoh kerajaan Demak dan menegakkan tiangtiang agama Islam. Adanya orang-orang Portugis yang menguasai (menjajah) Malaka
dirasa sebagai ancaman dan bahaya bagi Sultan Trenggono, karena dikemudian hari akan
mengancam keberadaan wilayah kekuasaan kerajaan Demak.. Karena belum sanggup
langsung menggempur Portugis di Malaka, maka Sultan Trenggono mengambil siasat
lain, yaitu dengan membendung perluasan daerah jajahan bangsa Portugis. Sultan
Trenggono mampu memperluas kekuasaannya sampai daerah Pase, Sumatera Utara.
Namun beberapa saat kemudian, ternyata Sumatera telah pula dikuasai Portugis.
Seorang ulama terkemuka dari Pase bernama Fatahillah ( Falatehan ) sempat melarikan
diri lolos dari kepungan Portugis, kemudian menyeberang ke Jawa Tengah mohon
perlindungan kerajaan Demak. Fatahillah diterima dengan tangan terbuka oleh Sultan
Trenggono, bahkan dikawinkan dengan adik raja. Kemudian Fathillah bersama pasukan
dari Demak diperintahkan oleh Sultan Trenggono untuk menghalangi kemajuan bangsa
Portugis. Fatahillah bersama pasukan Demak berhasil menghalangi kemajuan orangorang Portugis, dan merebut kunci-kunci perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.
Berkat bantuan Fatahillah, maka kerajaan Demak dapat memperluaskan kekuasaannya
dan berhasil merebut tempat-tempat perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat yang
belum masuk Islam, yaitu Cirebon dan Banten. Sebagai imbalan, oleh Sultan Trenggono,
Fatahillah diberi kekuasaan wilayah Cirebon dan Banten.
Sementara itu, Mas Karebet (Joko Tingkir) putra Ki Ageng Pengging (Raden
Kebokenongo) yang juga cucu buyut Raja Brawijaya, banyak jasanya bagi kerajaan
Demak, antara lain dapat membinasakan Dadung Awuk yang akan memberontak kerajaan
Demak. Atas jasanya ini, maka Mas Karebet ( Joko Tingkir ) diangkat sebagai bupati
(adipati) oleh Sultan Trenggono dan mendapat kekuasaan di Kabupaten Pajang (kota
23

Boyolali sekarang) dan bergelar Adipati Hadiwijoyo. Mas Karebet bahkan diambil
menantu oleh Sultan Trenggono, dikawinkan dengan salah satu putrinya.

Perpotongan jalur pelayaran perdagangan Kesultanan Demak dan pelayaran perdagangan


bangsa Portugis yang mencari rempah-rempah di Halmahera, sebagai pemicu awal
peperangan antara kesultanan Demak dengan Portugis.
Pada tahun 1522 bangsa Portugis datang ke Sunda Kelapa (Jakarta sekarang), bekerja
sama dengan raja Padajaran (Hindu) untuk menghadapai kerajaan Islam Demak, dan
Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Pada tahun 1527 orang-orang
Potugis datang kembali, namun Sunda Kelapa sudah berubah nama menjadi Jayakarta,
dibawah kekuasaan Fatahillah yang tinggal dan diberi kekuasaan di Banten oleh Sultan
Trenggono. Portugis menyerang dan ingin merebut Jayakarta, namun kalah perang dan
akhirnya meninggalkan daerah tersebut. Sedangkan Sultan Trenggono sendiri walaupun
berhasil menaklukkan Mataram (Hindu) dan Singhasari, tapi daerah Pasuruan dan
Panarukan dapat bertahan, dan juga Blambangan masih tetap menjadi bagian dari Bali
yang tetap beragama Hindu. Sultan Trenggono pada tahun 1548 wafat akibat luka parah
yang dideritanya saat perang dalam rangka menaklukkan Pasuruan dan Panarukan di
Jawa Timur..
Kematian Sultan Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya Pangeran
Sekar Seda Lepen dengan putranya bernama Pangeran Prawoto. Pangeran Prawoto
berhasil membunuh pamannya (adik Sultan Trenggono) di tepi sungai (oleh sebab itu
disebut Pangeran Sekar Seda lepen). Pangeran Prawoto kemudian mengangkat dirinya
sendiri menjadi raja Demak pada tahun 1549, dan bergelar Sunan Prawoto. Sunan
Prawoto ini mempunyai kepemimpinan yang lemah dan peragu, sehingga banyak adipati
24

(bupati) yang memberontak. Akhirnya Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh
anak pangeran Sekar Seda lepen yang bernama Aryo Penangsang ( Adipati Jipang ).
Tahta Demak untuk beberapa saat akhirnya dikuasai oleh Aryo Penangsang yang terkenal
kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul kekacauan dimana-mana. Apalagi ketika
adipati Jepara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan istri
adipati Jepara, yang berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya
menentang Aryo Penangsang. Salah satu dari adipati itu adalah Adipati Hadiwijoyo
(Mas Karebet/ Joko Tingkir) dari kabupaten Pajang, putra dari Raden Kebokenongo
(cicit Raja Brawijaya) sekaligus menantu Sultan Trenggono.
Mas Karebet (Jaka Tingkir / Adipati Hadiwijoyo), yang menjadi bupati Pajang
(Boyolali) tersebut, dengan bantuan Ki Ageng Pemanahan dan putranya Raden
Sutowijoyo, dalam peperangan berhasil membenuh Aryo Penangsang. Pemerintahan
Kerajaan Demak dalam kondisi vacum (kosong) sampai tahun 1568. Oleh karena itu,
pada tahun yang sama (1568), Mas Karebet (Adipati Hadiwijoyo) kemudian
memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Pajang
dinaikkan statusnya dari kabupaten menjadi kerajaan, sedangkan kerajaan Demak
diturunkan statusnya menjadi kabupaten yang diperintah adipati (bupati). Dengan
demikian, berakhirlah riwayat kerajaan Islam Demak.

2). Kerajaan Pajang ( 1568 1586 )


Mas Karebet ( Joko Tingkir ) sebagai raja pertama kerajaan Pajang (lokasinya di Boyolali
sekarang) bergelar Sultan Hadiwijoyo (1568 1582). Kedudukannya disahkan oleh
Sunan Giri Keempat (Sunan Giri Prapen) salah seorang anggota Wali Songo (Wali
Sembilan) Periode kelima, dan segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Demak sendiri kini hanya menjadi daerah kekuasaan
adipati (kabupaten), dan adipatinya adalah Adipati Aryo Pengiri, salah seorang anak dari
Sultan Prawoto (Anak Sultan Trenggono), yang diangkat oleh Sultan Pajang (Sultan
Hadiwijoyo).
Salah seorang yang paling berjasa dalam membinasakan Aryo Penangsang, yaitu Ki
Ageng Pemanahan (putra Ki Ageng Anis, yang mana Ki Ageng Anis adalah putra Ki
Ageng Selo tokoh ulama besar dari Selo kabupaten Grobogan) dan putranya Raden
Sutowijoyo. Dugaan sementara orang, nama lain dari Ki Ageng Pemanahan adalah
Rangga Tohjoyo ( mantan senopati perang Demak yang mengundurkan diri), dan nama
aslinya adalah Mahesa Jenar. Sedangkan Raden Sutowijoyo, menurut desas-desus adalah
putra kandung Sultan Hadiwijoyo (Mas Karebet) sendiri yang dititipkan kepada Ki Ageng
Pemanahan.
Sebagai imbalan, pada tahun 1568, Ki Ageng Pemanahan kemudian diberi oleh Sultan
Hadiwijoyo daerah Alas Mentaok ( Hutan Mentaok ) yang masih lebat dan kosong (tak
ada penghuninya). Hutan mentaok ini, oleh Ki Ageng Pemanahan dan Raden Sutowijoyo
dibabat habis dan dibuka sebagai tanah perdikan baru, dengan nama Mataram (sekitar
Kota Gede, dekat Yogyakarta sekarang). Ki Ageng pemanahan kemudian membangun
istananya dan diberi nama Kota Gede untuk ibu-kota tanah perdikan (semacam
kabupaten otonom) Mataram. Di Kota Gede juga didirikan pasar besar yang banyak
pengunjungnya, sehingga Kota Gede pada saat itu dapat juga disebut sebagai Pasar Gede.
Ki Ageng Pemanahan kemudian bergelar Ki Ageng Mataram ( Ki Gede Mataram ).
Selama menjadi penguasa tanah perdikan (daerah otonom penuh) Mataram, Ki Ageng
mataram tetap setia pada Sultan Hadiwijoyo, dan menyatakan bahwa Mataram tetap
25

merupakan bagian dari Kerajaan/ Kesultanan Pajang. Dalam waktu singkat, Ki Ageng
Mataram mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju.
Namun sebelum dapat ikut menikmati hasil secara optimal, pada tahun 1575, Ki Ageng
Mataram ( Ki Ageng Pemanahan ) meninggal dan dimakamkan di sebelah barat Masjid
Kota Gede. Sultan Pajang (Sultan Hadiwijoyo) kemudian mengangkat Raden Sutowijoyo
sebagai penguasa baru di Mataram. R.Sutowijoyo biasa disebut rakyatnya sebagai Raden
Mas Ngabehi Loring Pasar, karena rumahnya di sebelah utara Pasar Gede. Raden
Sutowijoyo juga terkenal sebagai ahli peperangan yang pemberani, oleh sebab itu
dikemudian hari ia lebih dikenal sebagai Senopati ing Alaga / Panglima medan Perang).
Sehingga gelar lengkap dari raden Sutowijoyo adalah Raden mas Ngabehi Loring Pasar,
Senopati ing Alaga. Berbeda dengan ayahnya, Raden Sutowijoyo tidak mau tunduk pada
Sultan Pajang, dan menyatakan bahwa Mataram lepas dari Pajang. Bahkan Raden
Sutowijoyo bercita-cita ingin mempunyai kekuasaan luas dan menjadi raja di seluruh
Jawa.
Sementara itu di Pajang terjadi perubahan besar-besaran, karena pada tahun 1582, Sultan
Hadiwijoyo (Mas Karebet / Joko Tingkir) meninggal. Anak Sultan Hadiwijoyo, yaitu
Pangeran Benowo (yang seharusnya menggantikan ayahnya) dikudeta dan disingkirkan
oleh Aryo Pengiri (adipati Demak), dan hanya diberi jabatan sebagai adipati (bupati) di
Jipang. Kemudian Aryo Pengiri (anak Sunan Prawoto dan cucu Sultan Trenggono)
mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan Pajang bergelar Sultan Pengiri. Sultan Pengiri
(Aryo Pengiri) itu tindakannya sewenang-wenang dan merugikan rakyat banyak,
sehingga menimbulkan rasa tidak senang di mana-mana.
Kanyataan ini merupakan kesempatan baik bagi Pangeran Benowo untuk merebut
kembali kekuasaannya. Pangeran Benowo minta bantuan Raden Sutowijoyo (Senopati
ing Alaga) dari Mataram. Pajang yang dikuasai Aryo Pengiri diserang dari dua jurusan,
yaitu oleh pasukan Pangeran Benowo (dari utara), dibantu pasukan Raden Sutowijoyo
dalam jumlah sangat besar dari barat (dari Mataram). Akhirnya Aryo pengiri menyerah
kepada Raden Sutowijoyo.
Namun demikian Raden Sutowijoyo tidak mau mengembalikan kerajaan Pajang pada
Pangeran Benowo, karena sejak semula Raden Sutowijoyo ingin menaklukkan dan
menguasai kerajaan Pajang. Cita-citanya, Pajang dan kerajaan-kerajaan kecil di Pulau
Jawa ( Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) harus tunduk dan menjadi bagian dari
Mataram. Pangeran Benowo beserta pasukannya merasa tidak sanggup menandingi
pasukan Raden Sutowijoyo yang sangat besar. Oleh sebab itu Pangeran Benowo
bersedia mengakui kekuasaan Mataram atas Pajang. Pajang statusnya bukan kerajaan
lagi, melainkan hanya sebagai kadipaten (dibawah Mataram) dengan adipatinya
(bupatinya) Pangeran Benowo. Dengan demikian berakhirlah kesultanan (kerajaan)
Pajang pada tahun 1586, dan sebagai gantinya berdiri kerajaan (kesultanan) Mataram.

26

3). Panembahan Senopati pendiri Kerajaan Mataram (1586-1600).


Kerajaan (Kesultanan) Mataram berdiri tahun 1586, maka pusaka-pusaka, umbulumbul dan lambang kekuasaan kerajaan Pajang (yang sebagian besar warisan Majapahit
dan Demak) semuanya oleh Raden Sutowijoyo dipindahkan ke Mataram. Raden
Sutowijoyo menobatkan dirinya sendiri menjadi Sultan Mataram pertama, yang bergelar
Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panatagama (artinya : Panembahan
Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama). Lebih termashur
dengan nama Panembahan Senopati. Panembahan Senopati mengaku sebagai
keturunan raja-raja Majapahit (menurut desas-desus nenek moyangnya adalah Raja
Brawijaya). Karena menganggap keturunan Majapahit, maka kekuasaan Mataram harus
seperti kekuasaan Majapahit. Tetapi pengangkatan dirinya sendiri menjadi raja Mataram
dan politik ekspansi, maka Raden Sutowijoyo memperoleh banyak tantangan.
Bupati-bupati (adipati-adipati) daerah pantai menentang tuntutan Panembahan Senopati
dan timbul perlawanan. Namun pasukan Mataram dapat menaklukkan daerah-daerah
yang akan memberontak. Kecuali Blambangan yang tetap bertahan dan belum Islam,
hampir seluruh Pulau Jawa termasuk Cirebon dan Galuh sudah menjadi taklukkan
kerajaan Islam Mataram pada tahun 1595. Dengan demikian Panembahan Senopati
( Sultan Mataram Pertama / Raden Sutowijoyo) berhasil meletakkan dasar-dasar
kerajaan Mataram, dengan wilayah pemerintahan hampir meliputi seluruh Pulau Jawa.
Raden Sutowijoyo (Sultan Mataram Pertama / Panembahan Senopati ing Alogo
Sayidin Panatagama) meninggal tahun 1601, dan dimakamkan di Kota Gede (dekat
Yogyakarta sekarang).
Penggantinya adalah putranya dari perkawinannya dengan Ratu Hadi (putri Pangeran
Benowo) yang bernama Mas Jolang yang bergelar Sultan Hanyokrowati (1601 1613).
Mas Jolang (Sultan Hanyokrowati/ Sultan Mataram kedua), banyak menghadapi
pemberontakan. Kegagalannya menaklukkan Surabaya, walau di berbagai daerah
berhasil, menyebabkan ia luka-luka parah dan wafat di Krapyak tahun 1613 ( oleh sebab
itu ia lebih dikenal dengan Pangeran Seda Krapyak ), dan dimakamkan di Kota Gede.
Pengganti dari Mas Jolang ( Sultan Mataram Kedua / Sultan Hanyokrowati /
Pangeran Seda Krapyak), kurang dari setahun digantikan oleh anaknya yang bernama
Adipati Martapura. Namun Adipati Martapura sering sakit-sakitan, sehingga digantikan
oleh saudaranya yang bernama Raden Rangsang yang memerintah mataram dan
menjadi Sultan Mataram Ketiga yang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613
1646 ). Atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung dari Mataram.

27

Sultan Hadiwijoyo / Mas Karebet /


Joko Tingkir ( Sultan Pajang ) ( 1568
1582 )

Ki Ageng Pemanahan

Pangeran Benowo ( 1582 1586 )

Raden Sutowijoyo /
Panembahan Senopati

Ratu Putri Hadi


(putri Pangeran Benowo)

( Sultan Mataram 1) 1586 1604

Raden Mas Jolang / Sultan Hayokrowati


(Sultan Mataram2) 1586 1604

Adipati Martapura

Mas Rangsang / Sultan Agung Hayokrokusumo


( Sultan Mataram 3 ) 1586 1604

Silsilah Sultan Pajang hingga Sultan Mataram Ketiga


4). Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung (1613-1645)
Raja Mataram yang ketiga dan dianggap yang terbesar adalah Sultan Agung (Mas
Rangsang) putera dari Mas Jolang. Pada waktu dinobatkan, Sultan agung baru berusia
22 tahun, memiliki kemauan yang keras, untuk mencapai sesuatu hal selalu didasarkan
atas keadilan dan kebijaksanaan, siapa yang jujur mendapat penghargaan, siapa yang
pengecut dan tidak adil mendapat hukuman. Di bawah pemerintahan Sultan Agung,
Mataram mengalami kejayaan, terhormat dan disegani sampai di luar Jawa. Keraton yang
semula di Kerta dipindahkan ke Plered.

(a). Perluasan wilayah Mataram dibawah pimpinan Sultan Agung.


Pada waktu Sultan Agung naik tahta pada tahun 1613 keadaan Indonesia terdiri dari
beberapa daerah yang berdiri sendiri dan satu dengan yang lain saling bertentangan. Di
Pulau Jawa ada beberapa kerajaan yaitu Mataram, Banten, Cirebon, daerah-daerah di
Jawa Timur Surabaya dan Giri. Daerah-daerah di Jawa Timur itu sebenarnya pada
zaman Penembahan Senopati telah tunduk kepada Mataram, tetapi pada waktu Sultan
Agung memegang kekuasaan, kedua daerah tersebut melepaskan hubungan dengan
Mataram.

28

Sultan Agung Hayokrokusumo


Madura yang dipimpin oleh Panembahan Cakraningrat juga berdiri sendiri. Di
Indonesia Timur, terdapat beberapa daerah yang kaya karena perdagangan pala dan
cengkeh, seperti kerajaan Makasar di Sulawesi selatan, Bali, Ternate, Banda dan
kepulauan Ambon, daerah-daerah itu satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Di
Sumatera juga demikian halnya, diantara daerah-daerah yang mempunyai kedudukan
penting karena menguasai sebagian dari perdagangan internasional ialah Aceh. Dengan
keadaan yang terpecah-pecah ini secara mudah kekuasaan imperialis asing seperti bangsa
Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris dapat memecah belah dan mengambil
keuntungan dagang dan politik.
Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan Indonesia dan menguasai perdagangan
internasioanal. Sebelum dapat mewujudkan cita-citanya. Sultan Agung harus dapat
mempersatukan dulu Pulau Jawa yang terpecah-pecah itu . Tindakan pertama yang harus
diambil ialah menundukkan Surabaya, Giri dan Madura. Apabila ini telah tercapai
maka Sultan Agung akan memerangi Banten. Angkatan perang Mataram baik didarat,
maupun di laut cukup kuat untuk memaksa kerajaan Banten dan daerah-daerah lainnya di
Jawa dan Madura untuk bersatu dengan Mataram.
Tetapi pada waktu itu bangsa Belanda juga sedang berusaha untuk menguasai
perdagangan di Indonesia dan sejak tahun 1619 telah berhasil menduduki kota Batavia,
hal ini harus diperhitungkan juga oleh Sultan Agung, sebab Belanda dengan V.O.C nya
telah mendirikan kantor dagang dan diberi benteng, seperti di Jepara, Ambon, Ternate,
Banda dan beberapa tempat di semenanjung seperti di Johor dan Patani.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa V.O.C telah berhasil menduduki tempat-tempat
penting untuk perdagangan dan siasat perangnya. Kalau Mataram dikatakan akan
mempersatukan sebagian dari Indonesia, pengertian kesatuan itu berarti mempersatukan
daerah-daerah yang tetap dikuasai oleh kepala-kepala daerah Adipati atau Bupati,
29

masing-masing dibawah kekuasaan pusat di Mataram. Hal ini hanya dapat dijalankan
apabila pusat ditaati oleh daerah-daerah, atau dengan kata lain di pusat harus ada seorang
pemimpin yang kuat, yang dengan kekuatan senjata dapat memaksakan perintahnya
kepada daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan pemerintah pusat. Jadi pemerintah
pusat itu tetap memberi kesempatan kepada daerah-daerah untuk mengurus persoalan
daerahnya.
Kepala daerah itu setiap tahun berkewajiban
menghadap ke Mataram untuk
memperlihatkan kesetiannya kepada pemerintah pusat dan mempersembahkan hasil bumi
dari masing-masing daerah. Kelalaian kepala daerah melaksanakan kewajibannya berarti
pemberontakan. Pada waktu Sultan Agung memegang pemerintahan ibu kota Mataram
tidak lagi di kota Gede, melainkan di Plered yaitu ibu kota yang baru didirikan oleh
sultan Agung. Kota Plered terletak disebelah timur Yogyakarta dan didekatnya mengalir
sungai Opak. Air sungai ini dipergunakan untuk mengairi sawah-sawah didaerah sekitar
ibu kota, sawah yang kehijau-hijuan itu menghasilkan beras yang sangat dibutuhkan oleh
ibu kota. Kota Plered mempunyai penduduk yang padat dan setiap hari sapi dipotong
dalam jumlah yang banyak, untuk memenuhi permintaan sehari-hari dari penduduknya.
Kotanya berbenteng dan jika ada perang dalam waktu sehari tentara yang terdiri dari
penduduk disekitar ibu kota dapat dikerahkan. Dengan adanya berita-berita itu orang
dapat menggambarkan kemajuan kota Plered dan kesanggupan masyarakatnya pada
waktu itu untuk berorganisasi.

(b). Usaha Sultan Agung mempersatukan Jawa.


Setelah Sultan Agung memperkuat kedudukannya di Mataram, maka Sultan Agung mulai
berusaha mempersatukan Jawa Timur dan Mataram. Surabaya merupakan kota yang kuat
dan mempunyai hubungan dengan laut, kota pelabuhan ini sulit direbut. Oleh sebab itu
dalam tahun 1624 Sultan Agung mengirimkan tentaranya ke Madura terlebih dahulu dan
Madura menyerah tahun 1624. Panembahan Cakraningrat dipersilahkan pindah ke
mataram dengan diantarkan oleh rakyatnya yang juga pindah ke Mataram. Kecuali
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan sultan Agung, panembahan
Cakraningrat dengan keluarganya dipererat dengan keluarga Sultan Agung yaitu
perkawinan antara keluarga Panembahan cakraningrat dengan Mataram merupakan salah
satu jalan untuk mendekatkan Mataram dengan Madura. Dari Madura, Sultan Agung
dapat memulai usahanya menundukkan Adipati Surabaya. Surabaya dikepung dari timur
dan selatan .
Dengan bantuan Belanda yang mengirimkan bekal dan keperluan perang dari laut,
Adipati Surabaya mula-mula dapat mematahkan serangan-serangan Mataram. Untuk
menundukkan kota Surabaya dengan tidak menimbulkan kerusakan, sungai Mas
dibendung, sehingga kota Surabaya kekurangan air dan mengalami kesulitan. Begitu juga
dengan air yang dibiarkan mengalir kearah Surabaya itu sangat kotor karena didalam
sungai itu dilemparkan bangkai-bangkai binatang yang mati. Adipati Surabaya terpaksa
menyerah kepada Sultan Agung, Surabaya jatuh ketangan Sultan Agung dalam tahun
1625. Orang mengira bahwa Adipati Surabaya akan dihukum berat oleh Sultan Agung.
Tetapi raja yang bersifat adil ini menghargai sikap yang ditunjukkan oleh adipati
Surabaya, selain diampuni, Adipati Surabaya diambil menantu dan tetap sebagai adipati
Surabaya.

30

Tindakan Sultan Agung yang mendekati cita-cita mempersatukan sebagian dari


Indonesia, penyerbuan Mataram ke Sukadana di Kalimantan Barat bagian selatan. Tujuan
Sultan Agung sangat jelas yaitu dengan dikuasainya Sukadana itu, maka pelayaran di laut
Jawa yang ramai dan merupakan jalur pelayaran untuk mengangkut barang-barang
dagangan dari Maluku kearah barat dapat diawasi oleh Sultan Agung. Kedudukan yang
kuat yang dicapai oleh Sultan Agung telah menimbulkan kekhawatiran V.O.C. di Batavia.

(c). Perlawanan Sultan Agung mengusir Belanda.


Dalam usahanya melaksanakan cita-citanya mempersatukan seluruh Jawa, maka Sultan
Agung sebagai raja yang melanjutkan kerajaan Demak, mengaku berhak pula atas daerah
Banten, ternyata Banten tidak bersedia mengakui hal itu, oleh sebab itu banten harus
ditudukkan. Akan tetapi antara Banten dan Mataram ada Batavia tempat kedudukan
Belanda, sedangkan Sultan Agung sudah tahu bahwa Batavia tidak suka melihat Mataram
terlalu berkuasa. Maka terlebih dahulu Batavia lah yang harus dilenyapkan dari pulau
Jawa.
Saat Gubernur Jenderal Batavia dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen sekaligus wakil
V.O.C. (Verrenigde Oost-Indische Compagnie), pada tahun 1628, Sultan Agung
melancarkan serangannya yang pertama dengan mengirimkan tentaranya dibawah
pimpinan Panglima Bahureksa untuk menyerang Batavia. Batavia terkepung untuk
beberapa lamanya dan dengan susah payah Batavia dapat bertahan.
Panglima Bahureksa gugur dalam pertempuran itu, kemudian digantikan oleh Suro AgulAgul. Kemudian disusul oleh tentara Sunda menyerang Batavia dibawah komando Dipati
Ukur. Tetapi penyerangan pertama ini gagal, tentara Mataram tidak berhasil merebut
Batavia, meskipun prajurit-prajurit Sultan Agung berperang dengan gagah berani.
31

Kekalahan ini disebabkan tidak memiliki armada yang kuat untuk mengepung Batavia
dari laut. Tentara Mataram kekurangan perbekalan, hubungan dengan Mataram terlalu
jauh sehingga kebutuhan perlengkapan bagi tentara tidak dapat dengan cepat terpenuhi,
dan timbulnya penyakit menular yang sangat parah di barisannya. Sedangkan Sultan
Agung berharap, Banten akan menggunakan kesempatan untuk mengusir Belanda, tetapi
ternyata tidak dilakukan.
Akhirnya tentara Mataram mengundurkan diri. J.P.Coen kagum melihat kekuatan tentara
Mataram. Sementara itu Sultan Agung tidak putus asa, kesalahan pada serangan yang
pertama diperbaikinya. Untuk mempersiapkan serangannya yang kedua, Sultan Agung
meminta rakyat membuka tanah untuk persawahan dan membuat lumbung-lumbung padi
di sekitar daerah Cirebon dan Kerawang. Daerah itu direbut dari kekuasaan Banten oleh
Adipati Kertabumi, Bupati Galuh, atas perintah Sultan Agung, sedangkan perahuperahu penuh dengan beras menjelajahi perairan sekitar Batavia.
Dengan demikian persediaan beras akan tercukupi untuk perbekalan tentaranya jika
serangan terhadap Batavia dilancarkan lagi.
Barulah serangan kedua Sultan Agung dilancarkan pada tahun 1629, dengan
mengirimkan 80.000 tentaranya ke Batavia. Walaupun tentara Mataram berhasil
membendung sungai Ciliwung dan masuk ke kota Batavia dan mengurung benteng
Belanda selama beberapa bulan. Tetapi karena penyerangan ini dimulai pada musim
hujan, sedangkan persediaan beras dibakar oleh mata-mata musuh (J.P.Coen mengirim
kaki tangannya/mata-mata untuk mencari dan membakar lumbung-lumbung padi itu),
maka tentara Mataram yang sedang mengepung Batavia menjadi kelaparan dan
berjangkit berbagai penyakit yang pada akhirnya merusak barisan. Akibatnya serangan
kedua inipun tidak berhasil, karena kekurangan makanan. Di dalam benteng pengepungan
tentara Mataram itu J.P. Coen tanggal 21 September 1629 meninggal karena penyakit
kolera. Walaupun usahanya gagal , tetapi Sultan Agung adalah seorang Raja yang anti
imperialisme.

(d). Pembangunan pada masa Sultan Agung.


Kesusastraan pada zaman Sultan Agung juga mengalami kemajuan yang pesat, keadaan
yang tentram dan damai telah memungkinkan orang mempelajari buku-buku yang
ditinggalkan oleh kesussastraan pada zaman Majapahit dan periode sebelumnya. Sultan
Agung juga seorang ahli sastra dan filsuf, terbukti dari hasil buku-buku karangannya
seperti : Sastro Gending, Nitistruti, Nitisastra, Astabrata yang memberikan
pendidikan agama, taat kepada pemerintah dan cinta kepada tanah air dan bangsa. Juga
adanya persesuaian antara kebudayaan Islam di Indonesia dengan menyesesuaikan diri
dengan kebudayaan asli Indonesia yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu,
dibuktikan oleh bangunan Mesjid dan makam Panembahan Senopati di kota Gede dan
makam Sultan Agung di Imogiri.
Bangunan-bangunan itu mempunyai gapura yang dinamakan Candi Bentar, bentuk
gapura yang demikian itu lazim dipakai pada zaman sebelum Islam di Indonesia. Contoh
lainnya yang menunjukkan perpaduan antara kesenian Indonesia asli dengan agama Islam
ialah mimbar di mesjid kota Gede yang apabila dilihat dari dekat merupakan seni ukir
yang menggunakan daun-daunan sebagai hiasan, tetapi apabila dilihat dari jauh berbentuk
binatang singa. Zaman yang damai di Mataram ini hanya digoncangkan oleh

32

pemberontakan Adipati Pati pada tahun 1627, setelah dapat dipadamkan keadaan yang
damai kembali lagi di Mataram.
Sultan Agung walaupun sudah dua kali mengalami kegagalan belum mau menyerah,
sejak tahun 1630 Sultan Agung mencurahkan tenaganya untuk membangun negara.
kemudian dibuat rencana yang tepat, yaitu, dengan memindahkan penduduk dari Jawa
Tengah yang cukup padat dan Sumedang , ke daerah Kerawang yang masih berupa hutan
belukar dan diharuskan membuka hutan-hutan itu untuk menjadikan daerah Kerawang
daerah pertanian, sehingga rakyat dapat berladang dan bertani di daerah yang luas.
Kemudian jalan-jalan dibuat untuk mempermudah hubungan dengan Mataram.
Perdagangan dengan luar negeri dijalankan melalui pelabuhan-pelabuhan Cirebon,
Pekalongan, Tegal, Kendal, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Disamping itu Sultan
Agung berusaha untuk bersekutu dengan orang Portugis di Malaka dan orang-orang
Inggris di Banten. Batavia dipersulit kedudukannya dengan melarang pengiriman beras
kesana, sedangkan pedagang-pedagang disuruh langsung berdagang ke Malaka.
Sultan Agung juga merupakan putera Indonesia yang berusaha mempersatukan sebagian
Nusantara/Indonesia yang telah terpecah-pecah dan sangat lemah kedudukannya dalam
menghadapi kekuasaan imperialisme Barat. Sultan Agung berusaha pula untuk
mengembangkan kekuasaannya ke luar Jawa, pengaruhnya tertanam di Palembang, Jambi
dan Banjarmasin. Dalam lapangan agamapun Sultan Agung banyak jasanya sebagai
pengembang agama Islam, melanjutkan Sunan Kalijaga. Sebagai orang Islam , selalu
mentaati ibadahnya dan menjadi contoh bagi rakyatnya. Kemakmuran yang dapat dicapai
pada masa pemerintahan Sultan Agung dapat dilihat dengan pengembangan
kebudayaan, kesenian dan kesusastraan, Sultan Agung memanggil para ahli dan
memerintahkan menciptakan suatu Penanggalan resmi. Terciptalah penangglan resmi di
Mataram yang disebut Tahun Jawa yaitu hasil perpaduan penanggalan Syaka (Hindu)
dan penanggalan Hijrah (Islam). yaitu:
1. Tahun Syaka (Hindu) yang bedasarkan tahun matahari. (1 tahun =365 hari), dirubah
dengan tahun Hijrah yang berdasarkan dari perjalanan bulan (1 tahun=354 hari).
Sultan Agung menyusun Tahun Jawa pada 1633 Masehi. Sekarang sebagai tahun
Jawa yang perhitungannya berdasarkan atas perjalanan bulan. Ini sesuai dengan tahun
Hijrah.
2. Mengadakan Pesta Sekaten pada setiap hari Maulud Nabi.
Sedangkan untuk memperkokoh dirinya sebagai pemimpin Islam, ia mengirimkan utusan
ke Mekkah dan tahun 1641 kembali dengan membawa para ahli agama untuk menjadi
penasehat keraton. Sultan Agung mendapat gelar baru Sultan Abdul Muhammad
Maulana Matarami.
Sementara itu kegagalan Sultan Agung di Batavia, mendorong keberanian pada Sunan
Giri Kelima (Sunan Kawis Guwa) untuk memberontak dan berusaha berkuasa di Jawa
Timur. Namun, ternyata Surabaya tetap setia kepada Mataram, sehingga dalam tahun
1635 Gresik (daerah kekuasaan Sunan Giri Kelima) dapat dihancurkan oleh Sultan
Agung. Tindakan yang sama dilakukan terhadap Blambangan yang bersama dengan Bali
menentang berkuasanya agama Islam dari kerajaan Mataram. Maka diambil keputusan
untuk menguasai kerajaan yang berkuasa di ujung timur itu. Usahanya ini berhasil dengan
baik, Blambangan menyerah (1639), tetapi tidak lama kemudian bergabung lagi dengan
Bali.

33

Sementara itu Belanda semakin kuat kedudukannya. Dengan kekuatan armadanya,


perdagangan dengan Maluku jatuh ketangan Belanda, dalam tahun 1641 Belanda merebut
Malaka dari Portugis. Maka Belanda berkuasa di laut. Hal ini tentu saja sangat
menyulitkan Sultan Agung. Semakin giatlah Sultan Agung untuk mempersiapkan diri
menghapus peranan Belanda dalam sejarah di Nusantara/Indonesia. Ketika persiapan
terakhir sudah hampir selesai , Sultan agung meninggal dunia (1645) dalam usia 55
tahun, dan dimakamkan di Imogiri yang sampai sekarang merupakan makam-makam raja
di Surakarta dan Yogyakarta dengan keluarganya yang semuanya merupakan keturunan
Sultan Agung.
Meskipun cita-citanya untuk mempersatukan jawa tidak berhasil, tetapi Sultan Agung
merupakan raja yang terbesar setelah Majapahit, juga ahli militer yang menganggumkan.
Sultan Agung adalah seorang Raja yang anti imperialisme dan anti kolonialisme sejati.
Sultan Agung meninggalkan Mataram sebagai negara yang makmur dan aman. Sebagai
penggantinga adalah putranya yaitu Sunan Amangkurat I.
5). Sunan Amangkurat I (1645-1677)
Sultan Agung telah meluaskan wilayah kerajaan Mataram melalui peperangan. Oleh
sebab itu Sunan Amangkurat I (Amangkurat Agung) putranya, menerima warisan
kerajaan Mataram yang luas. Sifat Amangkurat I sangat berbeda dengan sifat ayahnya,
Sultan Agung berjiwa besar, bijaksana dan sederhana dalam kehidupan sehari-hari,
sedangkan Amangkurat I lemah hati dan mudah dipengaruhi. Kalau Sultan Agung sampai
wafatnya terus berusaha mengusir Belanda, sebaliknya Amangkurat I bersikap lunak
terhadap Belanda. Para Bupati dan adipati harus tinggal di Mataram dan mengikuti
kehidupan Sunan Amangkurat I yang bersenang-senang dan berfoya-foya. Sunan
Amangkutat 1 dikenal kejam, tindakan-tindakan yang kejam dan tidak adil telah
menimbulkan kebencian dari golongan alim ulama, bangsawan maupun rakyat jelata.
Tindakan-tindakan yang kejam dan tidak adil itu telah menimbulkan dendam dari
kalangan alim ulama dan golongan bangsawan. Bahkan Pangeran Adipati Anom, putera
mahkota Mataram juga pernah mendapat siksaan dari ayahnya, sehingga Pangeran adipati
Anom mengadakan hubungan rahasia dengan seorang bangsawan pemimpin Islam yang
besar pengaruhnya, yaitu seorang bangsawan bernama Pangeran Kajoran. Diantara dua
orang tersebut telah ada kesepakatan bahwa Trunojoyo (cucu raden Praseno / Adipati
Panembahan Cakraningrat I di Madura) menantu Pangeran Kajoran akan mengadakan
pemberontakan terhadap Amangkurat I. Apabila Trunojoyo dapat merebut Plered, Adipati
Anom akan menjadi raja di Mataram. Maka ketika timbul pemberontakan besar, Sunan
Amangkurat I tidak mampu menghadapi. Oleh sebab itu Amangkurat I minta bantuan
kumpeni / VOC untuk menghadapi pemberontakan Adipati Anom (putranya) yang
bersekongkol dengan Trunojoyo. Namun sebagai balas jasa, VOC minta imbalan dari
Sunan Amangkurat I
Pada tahun 1646 Sunan Amangkurat I menandatangani perjanjian dengan V.O.C,
isinya adalah :
1. Mataram mengakui kekuasaan V.O.C. di batavia, dan V.O.C. mengakui kekuasaan
Sunan Amangkurat I di Mataram.
2. Utusan-utusan Mataram yang akan ke luar negeri akan menggunakan kapal-kapal
V.O.C.
3. Kapal-kapal Mataram boleh berlayar melalui selat Malaka dengan mendapat izin
dari V.O.C.
34

4. Mataram tidak boleh mengadakan perdagangan di Maluku


5. Jika terjadi peperangan masing-masing tidak akan membantu musuh.
Dengan perjanjian tersebut berarti Sunan Amangkurat I mengakui kedaulatan Belanda di
Nusantara/Indonesia. Perjanjian itu merupakan langkah pertama yang memberi
kesempatan kepada V.O.C. untuk menguasai Mataram.

6). Pemberontakan Trunojoyo tahun 1674-1680.


Sunan Amangkurat I bersikap lemah terhadap Belanda, dan tindakan-tindakan Sunan
Amangkurat I mengakibatkan rakyat menderita. Rakyat dibebani kewajiban untuk
menyerahkan sebagian hasil tanahnya dan bekerja bakti untuk Raja, kaum bangsawan dan
Belanda. Penduduk pantai lebih menderita, karena perniagaan di laut mati, mata
pencaharian semakin sempit.
Peristiwa pertama timbulnya pemberontakan di Madura dipimpin oleh Trunojoyo
(1674-1680). Trunojoyo mendapat bantuan dari beberapa golongan seperti dibawah ini :
1. Karena Trunojoyo seorang bangsawan Madura (cucu Adipati Cakraningrat I), maka
Trunojoyo mendapat bantuan dari rakyat Madura.
2. Mendapat bantuan dari Kyai Puspo yang menjadi pimpinan agama Islam di Giri
(daerah Gresik). Orang-orang Giri yang dipaksa tunduk pada zaman Sultan Agung,
ingin melepaskan hubungannya dengan Mataram.
3. Mendapat bantuan dari pelaut-pelaut Makasar yang berlindung di Banten seperti
Kraeng Galesung.
4. Mendapat bantuan dari kerajaan Banten yang membantunya secara diam-diam.
Trunojoyo tidak bisa menahan amarahnya melihat tindakan-tindakan Sunan Amangkurat
I dan Adipati Cakraningrat II (pangeran Undakan anak Cakraningrat I) sendiri yang tidak
memperhatikan nasib rakyat Madura yang semakin menderita.. Trunojoyo adalah anak
dari Adipati Madura (anak Ckraningrat I/ Raden Praseno) yang dibunuh oleh Sunan
Amangkurat 1, dan diganti oleh pamannya Cakraningrat II. Putra Mahkota (Adipati
Anom) yang pernah diperlakukan kasar oleh Ayahnya (Sunan Amangkurat I) diam-diam
bersekutu dengan Trunojoyo. Persekutuan dengan putra Mahkota telah memberi
kesempatan kepada Trunojoyo untuk merebut kedudukan Ayahnya dulu. Dengan bantuan
orang-orang Makasar mudah bagi Trunojoyo untuk merebut Madura. Kemudian
Trunojoyo menyeberang ke Jawa dan dapat mengalahkan tentara Mataram di Grobogan
(13 Oktober 1676).
Pada pertempuran di Grobogan inilah Trunojoyo mengkhianati putra mahkota, dengan
menyerang putra Mahkota, padahal dalam kesepakatan sebelunya Trunojoyo tidak akan
menyerang putra mahkota. Dalam waktu yang singkat seluruh Jawa Timur dan daerah
pesisir Jawa Tengah dapat dikuasainya. Pemberontakan Trunojoyo mendorong Belanda
untuk mengirimkan Speelman untuk menghentikan perang tersebut. Tetapi usahanya
untuk mendamaikan kedua belah pihak mengalami kegagalan. Setelah gagal diserangnya
kedudukan Trunojoyo di Surabaya dan berhasil direbut oleh Belanda, Trunojoyo
kemudian pindah ke Kediri.
Dari kediri Trunojoyo berhasil merebut ibu kota Mataram (2 Juli 1677), Kartasura dan
merampas/membawa semua alat-alat upacara kebesaran Mataram dan pusaka Mataram
juga harta benda semuanya dibawa ke Kediri. Trunojoyo menyebut dirinya Maduretna.

35

Putra Mahkota (Adipati Anom) yang sudah dihianati oleh Trunojoyo berbalik
menentangnya, dan segera mencari jejak ayahnya (Amangkurat I) yang telah melarikan
diri. Sementara itu Sunan Amangkurat I melarikan diri untuk meminta perlindungan
Belanda. Tetapi dalam perjalanannya menuju Batavia, ditengah perjalanan itu Sunan
Amangkurat I meninggal dunia di Tegalwangi dekat kota Tegal. Oleh sebab itu Sunan
Amangkurat I kemudian dikenal sebagai Sunan Tegal Arum. Dalam keadaan putus asa
sebelum meninggal Sunan Amangkurat I berpesan kepada putranya , untuk meminta
bantuan V.O.C. Pesan itu dilaksanakan oleh putra Mahkota. Kemudian sebagai pengganti
Sunan Amangkurat I ditunjuk, putra mahkota/Adipati Anom sebagai Sunan Amangkurat
II yang telah meminta maaf kepada ayahnya. Sejak itu menyebut dirinya Sunan
Amangkurat II / Amangkurat Amral.

7). Sunan Amangkurat II tahun 1677-1703.


Pada tahun 1677, Sunan Amangkurat II ( Amangkurat Amral ) mengadakan perjanjian
dengan V.O.C. di Semarang untuk merebut kembali Mataram dari tangan Trunojoyo.
Perjanjian ini pada hakekatnya merupakan pukulan keras terhadap Mataram, yang sejak
itu secara bertahap masuk perangkap V.O.C, adapun perjanjian itu adalah :
1.
2.
3.
4.

Sunan Amangkurat II diakui sebagai Raja yang syah di Mataram


Belanda boleh berniaga di seluruh Mataram
Belanda bebas dari membayar bea masuk barang-barang ke bandar-bandar Mataram
Jajahan Belanda di Jawa Barat diperluas sampai Cimanuk, begitu pula Semarang dan
sekitarnya diserahkan kepada V.O.C.
5. Daerah pantai Jawa dikuasai Belanda sampai sunan Amangkurat II dapat membayar
biaya peperangan.
Pada tahun 1678, dibawah pimpinan Anthonie Hurdt dilakukan serangan umum ke
Kediri, dan untuk merebut kota Kediri itu Belanda mendapat bantuan dari Aru Palaka
yang datang dengan tentara Bugisnya. Setelah Kediri dipertahankan mati-matian oleh
Trunojoyo, meskipun bertahan dengan hebat, tetapi Trunojoyo akhirnya terpaksa
mengundurkan diri ke Batu dan kemudian bersembunyi di Gunung Kelud. Karena
terkepung oleh kapten Jonker (seorang Indonesia dari suku Ambon yang masuk tentara
V.O.C.), akhirnya Trunojoyo menyerah di Ngantang (27 desember 1679). Atas
permintaan Sunan Amangkurat II, diserahkan kepadanya dan dengan tidak disangkasangka, Trunojoyo dibunuh (ditikam oleh keris) oleh Sunan Amangkurat II. Adapun
Raden Kajoran sebagai mertua Trunojoyo yang ikut berperang, sebelum Kediri jatuh
Raden Kajoran bermaksud akan kembali ke jawa Tengah, tetapi ditengah perjalanan
terkepung oleh pasukan Belanda, kemudian tertangkap dan dihukum mati (14 september
1679).
Sementara itu Plered diduduki oleh saudara Amangkurat II yaitu Pangeran Puger. Pada
waktu sunan Amangkurat II belum sampai di Mataram, pada masa-masa perang
Trunojoyo, Pangeran Puger mengangkat dirinya menjadi Raja Mataram. Pada tahun 1680
Sunan Amangkurat II dengan dikawal oleh V.O.C. masuk ke keraton Plered, dan
Pangeran Puger lari ke Bagelen. Tetapi sebagai paman yang tidak mau melihat kekecauan
di karaton, maka Pangeran Puger kemudian berdamai dengan Sunan Amangkurat II dan
melepaskan hak-haknya sebagai Raja (17 November 1681). Setelah menduduki tahta
kerajaan Sunan Amangkurat II memindahkan keratonnya (kerajaannya) ke Kartasura.
Sunan Amangkurat II dapat menjadi raja Mataram diperoleh dengan bantuan dari
Belanda, dengan imbalan yang sangat mahal.
36

Walaupun kekuasaan sunan Amangkurat II sangat kuat , tetapi sesungguhnya Mataram


berada dibawah kekuasaan Belanda. Sunan Amangkurat II menyadari betapa berat
perjanjian yang telah diterima dari V.O.C, rakyat Mataram yang belum sembuh dari lukaluka peperangan diharuskan membayar kerugian perang, Sunan Amangkurat II menyadari
betapa berat penindasan V.O.C terhadap negara dan rakyatnya. Sunan Amangkurat II
berusaha mencari jalan untuk melepaskan diri dari tekanan-tekanan V.O.C. Datangnya
Untung Surapati ke Mataram diterima oleh Sunan Amangkurat II (Amangkurat Amaral)
dan menjadi teman untuk bersama-sama melenyapkan kekuasaan V.O.C di Mataram
khususnya dan Jawa pada umumnya.

8). Perlawanan Untung Surapati I tahun 1686-1706.


Enam tahun setelah berakhirnya perang Trunojoyo, timbul pula perlawanan Untung
Surapati menentang kekuasaan Belanda. Untung Surapati adalah keturunan
bangsawan Bali yang masuk tentara V.O.C. dan menjadi Letnan Indonesia pada tentara
Belanda. Tahun 1684 Untung Suropati berselisih dengan tentara V.O.C, yaitu diawali
dengan peristiwa Pangeran Purbaya yang melarikan diri dari Banten dan tertangkap
didaerah Priangan oleh Untung Surapati, akan tetapi Belanda kemudian menyuruh
seorang opsir Belanda yaitu Kuffeler untuk menyusul Untung Suropati. Karena tindakan
Kuffeler kasar terjadilah pertengkaran antar Kuffeler dan Untung Suropati.
Untung Suropati kemudian membunuh Kuffeler dan pengikutnya (28 Januari 1684),
Untung Suropati kemudian meninggalkan tentara Belanda, timbul kesadaran pada dirinya
bahwa Belanda adalah sumber penderitaan bagi rakyat Indonesia, maka Untung Surapati
bangkit memimpin rakyat melawan kekuasaan Belanda. Mula-mula perlawanan
dilakukan di sekitar Batavia, kemudian bergerak ke daerah Priangan, dan melalui Cirebon
menuju ke Jawa Tengah. Sunan Amangkurat II yang telah merasakan tekanan-tekanan
Belanda (V.O.C.) akibat perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani, baik oleh
ayahnya Sunan Amangkurat I maupun oleh dirinya sendiri, menyambut baik kedatangan
Untung Surapati dengan harapan akan dapat menentang V.O.C bersama-sama. V.O.C. di
Batavia mendengar kabar kalau Untung Surapati yang menjadi buronan Belanda diterima
baik oleh Sunan Amangkurat II. V.O.C. merasa terancam, kemudian segera mengirimkan
pasukan tentara dibawah pimpinan Kapten Franqois Tack, untuk menghadap Sunan
Amangkurat II untuk membicarakan soal hutang yang harus dibayar, serta untuk
meminta penyerahan Untung Suropati.
Pada waktu kapten Tack datang ke Kartasura, Sunan Amangkurat II tidak mau menemui.
Timbul keributan antara pasukan kapten Tack dengan pasukan Kartasura dan Untung
Surapati dengan anak buahnya. Dalam pertempuran itu kapten Tack tewas pada
8Februari 1686 ditikam oleh Untung Suropati. Sunan Amangkurat II ragu-ragu
mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Sejak itu Sunan Amangkurat II memberikan
daerah Pasuruan sampai ke Timur kepada Untung Surapati. Kemudian Untung
Surapati dan anak buahnya, bergerak ke Jawa Timur membangun pertahanan di Pasuruan.
Untung surapati diakui sebagai Bupati yang berkuasa dengan gelar Adipati Wiranegara.
Daerah kemudian diperluas sampai ke Kediri, Malang, Besuki dan Blambangan.

37

9). Perebutan tahta Mataram ke I (1703-1708).


Pada tahun 1703 Sunan Amangkurat II wafat, diganti oleh putranya yaitu Sunan
Amangkurat III (1703-1708), yang dikenal dengan nama Sunan Mas. Sunan Mas
berusaha melanjutkan politik ayahnya, bersikap menentang kekuasaan Belanda, dan
bekerja sama dengan Untung surapati/Adipati Wiranegara untuk berusaha mengusir
Belanda dari Mataram. Pangeran Puger, paman Sunan Mas (Sunan Amangkurat III)
menginginkan tahta Mataram. Untuk mencapai maksudnya itu Pangeran Puger pergi ke
Semarang, dan tahun 1704 Pangeran Puger di Semarang dinobatkan oleh Balanda
(walaupun tidak sah dan sepihak) menjadi sunan Mataram dengan gelar Sultan Paku
Buwono I, dan memihak terhadap Belanda. Tahun 1705, Sultan Paku Buwono I
(Pangeran Puger) dengan dikawal oleh Belanda membantu untuk merebut tahta kerajaan
Mataram. Pangeran Puger (Sultan Pakubuwono I) menyerang Istana dan Sunan Mas
menyingkir ke Jawa Timur bergabung dengan Untung Suropati . Pangeran Puger
kemudian secara sah oleh Belanda dinobatkan menjadi Sunan Mataram dengan gelar Sri
Susuhunan Pakubuwono I/ Sunan Paku Buwono I (1705-1719).

Pembagian Wilayah Kesultanan Mataram tahun 1757 menjadi tiga (Kasunanan Surakarta,
Kasultanan Yogyakarta, dan Pura Mangkunegaran).

38

Paku Buwono I kemudian menandatangani perjanjian dengan Belanda (1705):


1. Seluruh daerah Priangan, Cirebon dan bagian Timur Madura diserahkan kepada
V.O.C.
2. Sunan Pakubuwono I dibebaskan dari hutang-hutangnya yang terdahulu kepada
V.O.C, tetapi setiap tahun selama 25 tahun harus menyerahkan 800 kiya beras
kepada V.O.C.
3. V.O.C. menempatkan pasukannya di Kartasura untuk melindungai Sunan
Pakubuwono I, pembiayaan tentara itu ditanggung oleh Sunan/ Susuhunan
Pakubuwono I.
Dengan peristiwa itu Mataram mengalami perang saudara yang akan menuju kepada
keruntuhannya. Perang saudara inilah didalam sejarah dikenal dengan Perang Suksesi
yang terjadi antara tahun 1703-1708. Pasukan Paku Buwono I dan tentara V.O.C.,
kemudian menyerang Untung Surapati dan Sunan Mas ( Sunan Amangkurat III ).

10). Perlawanan Untung Surapati Kedua di Jawa Timur.


Tentara Belanda dibawah pimpinan Herman de Wilde mengadakan serangan besarbesaran terhadap Pasuruan. Kedudukan Untung Surapati di Pasuruan telah kuat, baik
dalam hal kemiliteran maupun ekonomi. Pasukannya telah mendapat latihan-latihan yang
matang, benteng-benteng pertahanan telah didirikan ditempat-tempat yang strategis.
Hidup rakyat sejahtera dibawah pimpinan Untung Surapati. Serangan Belanda terhadap
kedudukan Untung Surapati dilakukan dari beberapa jurusan ; dari Surabaya, Panarukan
dan Banyuwangi. Dalam suatu pertempuran di Bangil, Untung Surapati menderita luka
berat yang mengakibatkan kematiannya.
Setelah Untung Surapati wafat (1706), Pasuruan jatuh ketangan Belanda, maka Sunan
Mas (Amangkurat III) mundur ke Malang dan Blambangan, tetapi pertempuran terus
berlangsung, dan Sunan Mas beserta putra-putra Untung Surapati masih melanjutkan
perlawanan. V.O.C. kemudian menawarkan kepada Sunan Mas untuk diangkat menjadi
Adipati di suatu daerah yang luas, asal Sunan Mas mau meyerahkan diri dan mengakui
Paku Buwono I sebagai Raja Mataram. Pada awalnya Sunan Mas tidak mau menyerah,
tetapi karena semakin terjepit, kemudian tawaran V.O.C diterima, dan Sunan Mas
(Sunan Amangkurat III) menyerah kepada Belanda. Perang perebutan mahkota Mataram
selesai pada tahun 1708 dengan menyerahnya Sunan Mas. Sunan Mas (Amangkurat III)
tidak diberi kekuasaan (Belanda mengingkari janji), bahkan Sunan Mas kemudian
diasingkan ke Ceylon (Srilangka) oleh Belanda.
Meskipun Untung Surapati telah gugur, rakyat Jawa Timur tidak menghentikan
perlawanannya. Rakyat menyerang Belanda dan membuat setiap rumah menjadi kubukubu pertahanan. Belanda melakukan tindakan kejam, daerah Malang, Probolinggo dan
Panarukan harus dikosongkan, orang yang masih terlihat mendiami daerah-daerah itu
ditembak mati. Setelah Belanda menguasai daerah-daerah itu pada tahun 1771,
penduduknya hampir tidak ada. Akibat campur tanngan bangsa asing (Belanda), Mataram
yang didirikan oleh Raden Sutowijoyo (panembahan Senopati) dan dibangun oleh Sultan
Agung pada awal abad 17, yang semula makmur dan luas, pada akhirnya Mataram hanya
merupakan wilayah sempit dipedalaman Pulau Jawa.

39

11). Perebutan Tahta Mataram ke II (1719-1828).


Luka-luka parah yang diderita oleh Mataram belum lagi sembuh, ketika Mataram untuk
ke dua kalinya mengalami perang saudara lagi. Ini dimulai pada tahun 1719, ketika Paku
Buwono I wafat dan digantikan oleh Sunan Amangkurat IV (Amangkurat Jawi), yang
juga dikenal dengan nama Sunan Prabu merupakan salah satu putra Sunan Amangkurat
III ( Sunan Mas ). Sunan Amangkurat IV betahta di Kartasura (1719-1727). Penggantinya
adalah Sri Susuhunan Pakubuwono II/ Sunan Pakubuwono II (1727-1749) putra dari
Sunan Paku Buwono I. Pada saat pemerintahaan beliau, terjadi pertentangan dengan
Pangeran Mangkunegoro (Putra Amangkurat IV), dan akhirnya pangeran dibuang ke
Srilangka kemudian ke Afrika Selatan. Apa yang terjadi dengan Pangeran Mangkunegoro
tersebut, ternyata membuahkan sakit-hati dan dendam terhadap putranya, yaitu Raden
Mas Sahid (Pangeran Sambernyawa).
Pada tahun 1740, terjadi pemberontakan oleh kaum keturunan Cina, dan pemberontak
berhasil menguasai keraton Kartasura. Pasukan keraton Pakubuwono II melarikan diri ke
Ponorogo. Dengan meminta bantuan VOC, pemberontak berhasil dikalahkan. Pada tahun
1745, beliau memerintahkan mencari daerah baru yang bisa dijadikan pusat pemerintahan
yang baru. Pada akhirnya dipilihlah daerah dusun Sala (Solo), daerah tersebut terletak di
sebelah barat sungai paling panjang di pulau Jawa, yaitu Bengawan Solo. Pada akhirnya
nama daerah tersebut diganti menjadi Surakarta Hadiningrat ( Surakarta sekarang )
sebagai pusat pemerintahan Mataram yang baru.
Pada tahun 1746, pemerintahan Pakubuwono II banyak menghadapi pemberontakan.
Diantaranya adalah pemberontakan oleh Pangeran Mangkubumi (putra Pangeran
Puger/ Sunan Pakubuwono I) yang tidak puas atas putusan penyerahan sebagian wilayah
Mataram ke VOC, karena balas-budinya menumpas pemberontakan Sunan Kuning
(Sunan Mas/Amangkurat III). Sementara itu Raden Mas Sahid juga memperhebat
perlawananya terhadap prajurit Pakubuwono II,
Pada tahun 1749 Pakubuwono II wafat, dan kedudukannya digantikan oleh putranya Sri
Susuhunan Pakubuwono III/ Sunan Pakubuwono III (1749 1788). Sementara itu
Pangeran Mangkubumi (saudara Pakubuwono II dan paman Pakubuwono III) meminta
bagian kekuasaan kerajaan Mataram. Perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram ini
dimanfaatkan oleh V.O.C./Kompeni untuk sekalian memecah-belah dan mengadu domba
(devide et impera) keluarga kerajaan Mataram, dan kemudian menjajahnya. Puncak dari
perpecahan itu terjadi pada tanggal 13 Februari 1755, yang ditandai dengan Perjanjian
Gianti (yang diprakarsai V.O.C. /Belanda) yang membagi Kerajaan Mataram menjadi
dua. Sebelah barat merupakan kekuasaan Kesultananan Yogyakarta Hadiningrat
(provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sekarang) dengan rajanya Pangeran
Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792) yang beribu kota
di Yogyakarta. Sebelah timur merupakan Kesunanan Surakarta Hadiningrat dengan
rajanya tetap Sri Susuhunan Pakubuwono III/ Sunan Pakubuwono III (1749 1788)
tetap beribukota di Surakarta ( Solo ).
Raden Mas Said (putra Pangeran Mangkunegara yang sakit hati terhadap Sunan
Pakubuwono II), menyusun kekuatan di daerah Pengunungan Selatan ( Wonogiri ).
Raden Mas Said ini adalah senopati perang yang tangguh, dan banyak membinasakan
pasukan Kompeni, oleh sebab itu sebutan Raden Mas Said adalah Pangeran
Sambernyawa (Pangeran penyabut nyawa). Raden Mas Said meminta bagian wilayah
kesunanan Surakarta Hadiningrat, namun demikian Raden Mas Said sangat hormat
40

terhadap Sunan Pakubuwono III. Karena tak sanggup melawan Raden Mas Said, maka
Sunan Pakubuwono III minta bantuan Kompeni. Pada tahun 1757 diadakan Perjanjian
Salatiga (yang dimotori VOC/Belanda), yang memecah Surakarta Hadinigrat menjadi
dua.
Dalam Perjanjian Salatiga disepakati bahwa Kasunanan Surakarta Hadiningrat dibagi
dua. Bagian terbesar tetap menyandang nama Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan di
bawah kekuasaan Sunan Pakubuwono II. Sedangkan bagian kasunanan Surakarta
Hadiningrat yang lebih kecil diberikan kepada Raden Mas Said dengan nama Pura
Mangkunegaran. Raden Mas Said berkuasa di Pura Mangkunegaran dengan gelar
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunagoro I (1757 1795),
Sementara itu di Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengkubuwono I
(Pangeran Mangkubumi) wafat pada tahun 1792, dan digantikan oleh putranya yang
bergelar Sultan Hamengkubuwono II (1792-1812). Pengganti Sultan Hamengkubuwono
II adalah putranya yang bergelar Sultan Hamengkubuwono III. Namun demikian salah
satu putranya pada tahun 1812 diangkat sebagai adipati bergelar Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Ario (KGPAA) Paku Alam I (1812-1828), yang diberi kekuasaan di Pura
Pakualaman (bagian terkecil dari Yogyakarta Hadiningrat). Tetapi Pura Paku Alam ini
semi otonom (masih di bawah kekuasaan Yogyakarta Hadiningrat) berbeda dengan Pura
Mangkunegaran yang bersifat otonom penuh.

Pembagian Wilayah Mataram tahun 1830. Kasunan Surakarta,


Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran, Pura Pakualaman
41

DEMAK BINTORO
abad 16M (1513 1568)
kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah

PAJANG
abad 16 M (1568 1586)
kerajaan Islam ke-2 di Jawa Tengah

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

MATARAM (ISLAM)
abad 16M18M (1586-1704)
kerajaan Islam ke-3 di Jawa Tengah
SURAKARTA HADININGRAT

JOGJAKARTA HADININGRAT

abad 18M-sekarang (1704-sekarang)

abad 18M-sekarang (1755-sekarang)

MANGKUNEGARAN

PAKUALAMAN

abad 18M-sekarang (1757-sekarang)

abad 19M-sekarang (1812-sekarang)

Gambar :

Silsilah Kesultanan Islam Demak, Pajang hingga Kesultanan Mataram Islam


dan pecahannya.

Dengan demikian, sejak 1812 Mataram telah pecah menjadi empat (Kesunanan Surakarta
Hadiningrat, Pura Mangkunegaran, Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan Pura
Pakualaman).
Sejak tahun 1945, kerajaan-kerajaan di Surakarta dan di Yogyakarta (baik terpaksa
ataupun sukarela) melebur menjadi satu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keraton-keraton tersebut disepakati hanya sebagai semacam institusi kekerabatan
keluarga besar keraton masing-masing (tidak memiliki kekuasaan lagi), disamping itu
ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya. Pada waktu perang mempertahankan
kemerdekaan RI, Kasunanan Surakarta tidak mau membantu Republik Indonesia (bahkan
cenderung berdamai dengan pemerintah penjajah Belanda), maka kekuasaan otonomnya
dihapuskan. Ini berlainan dengan Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat, dimana pada
waktu perang mempertahankan kemerdekaan dan sebelumnya Sultan Hamengku Buwono
IX , membantu pemerintah Republik Indonesia. Maka kekuasaan otonom Yogyakarta
Hadiningrat tidak dicabut. Yogyakarta Hadiningrat ditetapkan oleh pemerintah Republik
Indonesia sebagai Provinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dengan gubernurnya SriSultan Hamengkubuwono IX ( sekarang Sultan Hamengkubuwono X).
Pada tahun 2000, keraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sunan Pakubuwono
XII (raja hanya sebagai simbol budaya), dan Pura Mangkunegaran dipimpin KGPAA
Mangkunagoro IX (adipati juga hanya sebagai simbul budaya). Sedangkan Keraton
Yogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono X (sebagai simbol
budaya sekaligus berkuasa penuh sebagai Gubernur D.I.Y.), dan Pura Pakualaman
dipimpin oleh KGPAA Paku Alam IX (sebagai simbul budaya, sekaligus berkuasa
penuh sebagai wakil gubernur D.I.Y.).

42

Raden Mas Rangsang / Sultan Agung Hayokrokusumo


( Raja Mataram ke-3 ) 1586 1604
Sunan Amangkurat 1 / Amangkurat Agung
( Raja Mataram ke-4 ) 1645 1677

Sunan Amangkurat 2 / Amangkurat Amral


( Raja Mataram ke-5 ) 1677 1703

Pangeran Puger / Sunan Pakubuwono 1


Sunan Amangkurat 3 (1703 1708)
( Raja Mataram ke-6 )

( Raja Surakarta 1 ) 1705 1719

Sunan Pakubuwono 2
( Raja Surakarta 2 ) 1707 1749

Sunan Amangkurat 4 ( 1719-1727)


Raja Mataram ke-7

Pangeran Mangkubumi / Sultan


Hamungkubuwono 1 ( 1755 1792 )
( Raja Yogyakarta ke 1 )

Sultan Hamungkubuwono 2
(1792 1812 ) ( Raja Yoyakarta ke-2 )

Pangeran Mangkunegoro
Sunan Pakubuwono 3
( Raja Surakarta 3 ) 1749 1788

Adipati Pakualam 1 (1812 - 1828 )


( Adipati Pura Pakualaman 1 )

Raden Mas Said /


Adipati Mangkunegoro 1
( 1757 1795 )
Adipati Pura Mangkunegaran 1

Silsilah Raja-raja dari Kesultanan Mataram (Sultan Agung Hayokrokusumo) dan


pecahannya (Kesunanan Surakarta, Kesultanan Jogyakarta, Pura Pakualaman dan Pura
Mangkunegaran)

12). Aceh dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda tahun 1606-1636.


Ketika Malaka jatuh ketangan Portugis (1511), banyak para pedagang yang mengalihkan
perdagangannya ke pelabuhan-pelauhan lain di Nusantara, seperti Aceh. Aceh adalah
pelabuhan/bandar perdagangan yang letaknya sangat strategis, banyak para pedagang dari
daerah lain berkunjung kesana. Dari perdagangannya yang ramai, Aceh kemudian
menjelma menjadi sebuah kerajaan dagang yang kuat, dengan memiliki armada perang
dan dagang yang besar, terutama pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, juga
berhasil menyebarkan agama Islam ke Malaka, seluruh Minangkabau dan Semenanjung.
Aceh mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Iskandar Muda (1606-1636),
dengan tentaranya yang kuat dan armadanya yang besar, Sultan Iskandar Muda
berkeyakinan bahwa perdagangan Aceh dapat diperbesar. Iskandar Muda berhasil
menguasai lebih dari sebagian Sumatera (sampai ke daerah Bengkulu di pantai Barat dan
daerah kampar di pantai timur), tujuannya untuk mengurung dan menggempur Malaka .
Sultan Iskandar Muda menyadari akan bahaya kolonialisme Portugis yang telah sampai di
Malaka. Pada tahun 1629, Iskandar Muda dengan armadanya melancarkan serangan
besar-besaran terhadap Malaka. Dalam melawan orang Portugis tersebut , Aceh minta
bantuan negara-negara Islam seperti Mesir dan Turki. Tetapi usaha ini tidak berhasil.

43

Wilayah Kesultanan Aceh

(a). Kemunduran kekuasaan Aceh.


Sultan Iskandar Muda wafat pada tahun 1636 meninggalkan Aceh dalam keadaan aman
dan sentosa (makmur dan kuat). Penggantinya Sultan Iskandar Thani masih dapat
mempertahankan kebesaran Aceh, Setelah wafatnya Sultan Iskandar Thani pada tahun
1641, mulai tampak gejala-gejala kemunduran, sering terjadi perebutan kekuasaan
diantara panglima-panglima Aceh, sehingga akhirnya para panglima itu berkuasa seperti
raja vasal. Kedudukan Sultan hanya merupakan lambang saja. Pengganti selanjutnya
secara berturut-turut itu, mulai kurang bijaksana dalam menjalankan politiknya disekitar
selat Malaka. Sebab pada waktu V.O.C. berusaha menyerang Malaka pada tahun 1641,
Belanda meminta bantuan dari Aceh, tetapi Aceh tidak memberi bantuan, V.O.C.
kemudian menyerang sendiri Malaka, dan pada tahun 1641 Belanda berhasil mengusai
Malaka. Oleh sebab itu Belanda merasa berkuasa sendiri di selat Malaka. Sejak jatuhnya
Malaka ketangan Belanda, telah mengurangi kekuasaan Aceh di selat Malaka yang
penting itu, dan sejak peristiwa itu pula perdagangan Aceh mulai dirintangi oleh Belanda.

44

(b). Kebudayaan dan Kesusastraan di Aceh.


Pada zaman puncak kekuasaan Sultan Iskandar Muda dan zaman sesudahnya, Aceh
mengalami zaman keemasan dalam bidang kebudayaan dan kesususastraan. Agama Islam
dengan filsafatnya banyak dipelajari oleh kaum alim ulama, diantaranya yang
mempelajari dan menulis buku-buku tentang filsafat agama Islam ialah Hamzah Fansuri,
yang didalam syair-syairnya dipengaruhi oleh filsuf Islam yang terkenal yaitu IbnArabi.
Karena filsafatnya bersifat Pantheistis ( Tuhan menyatu dengan alam semesta ) tetapi ada
aliran filsafat lainnya yang diajarkan oleh Syeich Nurud-din ar Raniri. yang menentang
filsafat Hamzah Fansuri. Kecuali menulis tentang buku-buku tentang filsafat, Ar Raniri
juga menulis buku-buku tentang sejarah, adat istiadat, ajaran agama Islam dan
sebagainya. Hasil kesusastraan di Aceh tidak ditulis dalam bahasa daerah Aceh,
melainkan dalam bahasa Melayu.

13). Kesultanan Makasar (Goa-Tallo) dibawah pimpinan Sultan


Hasanuddin tahun 1654-1669.
Makasar merupakan sebuah pusat perdagangan dan kerajaan dagang yang merupakan
benteng Indonesia bagian timur terhadap serangan-serangan Belanda. Kerajaan/
Kesultanan Makasar (Goa-Tallo) mencapai puncak kebesarannya ketika diperintah oleh
Sultan Hasanuddin. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis 1511 mengakibatkan banyak
saudagar-saudagar Islam mengalihkan perdagangannya ke bandar Makasar. Demikian
pula ketika ditutupnya Malaka oleh Belanda pada tahun 1641 menyebabkan Makasar
semakin ramai dikunjungi oleh kapal-kapal dagang, karena Makasar adalah bandar
transito yang bebas, dan menggantikan kedudukan Malaka. Ekspansi Sultan Agung
(Mataram) ke bandar-bandar di pantai laut Jawa mengakibatkan pula banyak saudagarsaudagar Jawa pindah ke Makasar. Selain peristiwa-peristiwa tersebut ada pula hal lain
yang mendorong perkembangan Makasar menjadi sebuah kerajaan dagang yang besar
yaitu :
1. Letak Makasar berada pada jalur pelayaran antara Malaka dan Maluku dan
persimpangan jalan pelayaran menuju ke Philipina dan Cina.
2. Makasar letaknya dekat dengan sumber rempah-rempah di Maluku
3. Makasar merupakan penghasil beras yang banyak diminta dalam perdagangan pada
waktu itu.
Sebagai bandar transito, Makasar harus mempu menyediakan barang-barang dagangan,
terutama beras. Untuk menjamin adanya persediaan beras, Makasar mengadakan ekspansi
ke Wajo, penghasil beras. Dalam peperangan raja Wajo gugur dan putra Mahkota yaitu
Arupalaka dikejar-kejar. Kemudian ekspansi dilanjutkan ke Bima (Sumbawa) penghasil
beras di Nusatenggara. Untuk memperkuat kekuasaan dagangnya di Makasar,
Hasanuddin menyatukan pulau sumbawa dengan Makasar dan lambat laun penduduk
Sumbawa juga memeluk agama Islam. Kekuasaan Sultan Hasanuddin di Makasar oleh
V.O.C. dianggap sebagai perintang. Kecuali angkatan laut Hasnuddin yang kuat itu selalu
membantu rakyat Maluku untuk menerobos perdagangan monopoli V.O.C., pelabuhan
Makasar hanya terbuka bagi pedagang-pedagang Asing seperti orang Portugis, Denmark
dan Inggris. Orang Belanda tidak diizinkan berdagang di Malaka.

45

(a). Pertentangan Sultan Hasanuddin dengan Belanda.


Sultan Hasanuddin tetap membantu rakyat Maluku untuk berdagang dengan orang-orang
Asing di Makasar. Kapal-kapal Makasar terus berlayar ke Maluku untuk mengadakan
perdagangan dengan penduduk dan tidak mau mengakui monopoli V.O.C, maka V.O.C.
memandang Makasar sebagai saingan berat dan oleh karena itu V.O.C. berusaha untuk
meruntuhkan. Kemudian pecah perang yang berulang-ulang antara Sultan Hasanuddin
dengan V.O.C. Didalam peperangan ini, baik darat maupun laut, angkatan perang Belanda
dibawah pimpinan Cornelis Speelman dapat dihalau.

Wilayah Islam Kesultanan Gowa-Tallo (Makassar) abad XVII-XVIII ( gambar kiri), dan
Sultan Hasanuddin dari Keultanan Makassar (Goa-Tallo) yang gigih melawan Belanda
(V.O.C.)

(b). Politik Devide et impera.


Belanda yang merasa mempunyai keyakinan, bahwa kerajaan/rakyat Indonesia yang kuat
dapat dikalahkan dengan bantuan bangsa Indonesia lainnya. V.O.C. kemudian
membunjuk Aru Palaka supaya menyerang Makasar (Sultan Hasanuddin) dan V.O.C.
akan membantunya dengan mengadakan serangan dari laut. Pada tahun 1666 pecah
perang , pasukan Aru Palaka menyerang Makasar, angkatan perang V.O.C. yang dipimpin
oleh Cornelis Speelman menyerang Makasar dengan meriam-meriam dari laut.
Aru Palaka / Arung Pallaka (raja Bone) dengan bantuan Belanda berhasil merebut
kembali Wajo, benteng Makasar diduduki. Setelah berperang empat bulan lamanya,
Kesultanan Makasar kalah pada tahun 1667. Dan pada tanggal 18 November 1667, Sultan
Hasanuddin harus menerima syarat-syarat perdamaian yang dipaksakan oleh Belanda,
perjanjian diadakan di Bongaya (Perjanjian Bongaya), Sultan Hasanuddin terpaksa
menandatangani perjanjian yang pada hakekatnya mengakui kekuasaan V.O.C, isinya
ialah :
1. Makasar harus melepaskan kekuasaannya atas daerah Bugis, Bima dan Sumbawa
2. Kapal-kapal Makasar tidak boleh berlayar ke Maluku
46

3. Bangsa-bangsa lain seperti Portugis, Inggris, Spanyol dan lain-lain dilarang datang
dan tinggal di Makasar
4. V.O.C. memegang monopoli dagang ( hanya V.O.C yang boleh memasukkan
barang-barang ke Makasar).
5. Aru Palaka dijadikan Raja
6. Makasar harus membayar biaya peperangan dan menyerahkan 1000 budak belian.
Dengan jatuhnya Makasar, maka lumpuhlah benteng Indonesia bagian timur, yang berarti
hilangnya saingan berat V.O.C dalam melaksanakan monopolinya di Maluku. Dengan
demikian V.O.C mempunyai kedudukan yang kuat, sehingga dari Makasar itu
perdagangan bangsa Indonesia yang merugikan Belanda dapat dipatahkan. Pahlawanpahlawan Makasar yang gigih tidak mau tunduk kepada V.O.C. kemudian melanjutkan
perjuangannya ditempat lain. Pahlawan-pahlawan Makasar itu adalah Syech Yusuf,
Mentemaramo dan Kraeng Galesung. Juga sebagian dari pelaut-pelaut Makasar yang
tidak mau hidup dibawah Belanda, mengembara dan sedapat mungkin menghantam
Belanda apabila ada kesempatan.
Pedagang-pedagang pelaut itu tetap menjalankan perdagangan dan pelayaran dengan
diorganisir oleh kaum bangsawan Makasar,.dan kemudian pelaut tersebut meminta
perlindungan kepada Sultan Banten yang juga memusuhi Belanda. Di Banten dan Jawa
Timur pedagang/pelaut Makasar berjuang bersama-sama dengan rakyat setempat dalam
melawan V.O.C. Jadi nyatalah perjuangan orang makasar dalam menghadapi Belanda
tidak berhenti dengan ditandatangani perjanjian Bongaya 1667.

14). Kesultanan Banten dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa


tahun 1650-1682.
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kerajaan Banten mencapai puncak
kebesarannya. Sultan Ageng adalah sultan yang berjiwa besar, sejajar dengan Sultan
Agung dari Mataram, Sultan Iskandar Muda dari aceh dan Sultan Hasanuddin dari
Makasar. Sultan Ageng berusaha memajukan perdagangan di Banten. Banten adalah
bandar bebas, terbuka bagi kapal-kapal dagang dari segala bangsa. Setelah Aceh,
Mataram dan Makasar lumpuh, maka Banten menjadi satu-satunya kerajaan dagang yang
berdiri tegak. Pedagang-pedagang dari Aceh, Mataram, Makasar yang tidak mau ditekan
oleh V.O.C. berdagang di Banten, maka semakin ramai perdagangan di Banten. Belanda
mengakui kalau Banten merupakan saingan berat dan kuat bagi V.O.C. Pada tahun 1671,
sesuai dengan adat, maka sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi
sultan muda dan diberi kekuasaan untuk turut serta memerintah. Sultan Muda ini dikenal
dengan sebutan Sultan Haji (1671-1687), karena dalam tahun 1674 sultan muda naik haji,
sehingga sultan muda bergelar sultan haji.
Sementera sultan muda naik Haji, pembesar-pembesar Banten mengajukan pangeran
lainnya yaitu pangeran Purbaya. Kemudian hal ini menimbulkan pertentangan. Setelah
kembali dari Mekah tingkah laku sultan muda ternyata lebih condong kepada Belanda,
sehingga hal ini menimbulkan perselisihan dengan ayahnya yang tidak dapat dihindarkan.
Kemudian Sultan Ageng memperkuat armada Banten dengan maksud menghadapi V.O.C.
dan untuk melindungi perniagaannya. Sultan Ageng juga mengadakan hubungan
persahabatan dengan Inggris, Denmark dan Perancis.Dengan bantuan bangsa-bangsa
Eropa itu sultan Ageng membangun armada Banten. Pada tahun 1681 dikirim utusan ke

47

Inggris untuk membeli senjata dan barang-barang lainnya. Sultan Ageng memperkuat
persenjataannya untuk melawan V.O.C yang melakukan blokade terhadap Banten. Pada
benteng pertahanan pantai dipasang meriam-meriam. Sejak memegang kekuasaan, Sultan
Ageng sudah tiga kali terlibat perang dengan V.O.C.

Kesultanan Banten, Cirebon dan Jayakarta

(a). Politik divide et impera.


Belanda berhasil melakukan politik devide et impera dengan mengobarkan perpecahan
antara Sultan Ageng dengan sultan Haji. Belanda membujuk Sultan Haji dengan
mengatakan bahwa kedudukan putra mahkota akan didesak oleh saudaranya yang
bernama pangeran Purbaya. Karena hasutan Belanda timbulah perselisihan antara sultan
Ageng dan sultan Haji, timbullah perang saudara (1682-1683). Sultan Ageng didukung
oleh rakyat Banten dan mendapat bantuan dari pahlawan Makasar yaitu Syech Yusuf.
sultan Haji meminta bantuan V.O.C . Pada awalnya fihak Sultan Ageng memperoleh
kemenangan-kemenagan, tetapi kemudian dengan bantuan V.O.C, Sultan Haji dapat
merebut kekuasaan di Banten setelah mematahkan perlawanan ayahnya, sultan Ageng
terdesak dan Belanda berhasil menangkapnya, kemudian diasingkan ke Batavia (1683).
Pahlawan Makasar Syech Yusuf pun tertawan dan diasingkan ke Afrika selatan. Pangeran
Purbaya melarikan diri kedaerah Priangan, kemudian menyerah pula kepada Belanda.
Sultan Haji naik tahta Banten dengan Bantuan V.O.C. dan terpaksa
menandatangani perjanjian yang merugikan Banten (1683).isinya ialah :
1. Banten harus melepaskan pengaruhnya di Cirebon.
2. Banten harus mengakui monopoli V.O.C, artinya hanya V.O.C yang boleh
memasukkan barang-barang dagangan ke Banten dan hanya V.O.C pula yang boleh
mengeluarkan lada dari Banten.
3. Bangsa Asing dilarang datang dan tinggal di Banten.
4. Sungai Cisadane menjadi batas antara daerah Banten dan daerah V.O.C.

48

Dengan berlakunya monopoli dagang V.O.C, maka kehidupan rakyat Banten yang mata
pencahariannya dimatikan oleh Belanda itu sangat menyedihkan. Banten tidak lagi
didatangi oleh kapal-kapal Asing, sedangkan V.O.C memaksa kapal-kapal Asing untuk
datang ke Batavia, dan Batavia berkembang dengan pesat. Kehidupan rakyat Banten
semakin berat, ketika V.O.C menyuruh rakyat menebangi pohon-pohon lada yang ada di
Banten. Belanda mempunyai alasan bertindak demikian sebagai pembalasan dari tidakan
rakyat Banten, yang menurut Belanda merampok di daerah V.O.C . Dengan tindakan itu
perdagangan lada yang banyak keuntungannya untuk rakyat Banten secara kejam
dimatikan oleh Belanda.
Banten yang terkenal makmur dan memiliki pelabuhan yang terkenal di dunia, pada
waktu itu telah mengalami keruntuhan dan rakyatnya menghadapi kemiskinan. Dengan
perjanjian itu Banten berhasil dikuasai oleh Belanda dalam bidang politik dan ekonomi,
V.O.C berhasil menguasai selat Sunda. Dengan demikian kekuasaan perdagangan di laut
dikuasai oleh V.O.C.

d. V.O.C. dibubarkan tanggal 31 Desember 1799.


Sejak berdirinya V.O.C. tahun 1602 sampai kira-kira tahun 1700, V.O.C. telah
memperoleh keuntungan dari Indonesia yang didapatnya dengan jalan monopoli
perdagangan rempah-rempah. Tetapi kira-kira sampai tahun 1700 itu tampak adanya
gejala-gejala kemunduran. Keuntungan mulai berkurang, rempah-rempah yang dihasilkan
dari Indonesia mendapat saingan dari rempah-rempah yang dihasilkan daerah-daerah lain
di dunia. Armada Belanda telah lemah akibat peperangan yang sering dilakukan, baik di
Indonesia maupun di Eropa, sehingga tidak mungkin lagi dapat mengawasi perdagangan
secara baik. Kegiatan Inggris di pantai barat Sumatera merupakan pukulan bagi Belanda.
Untuk mengatasi keruntuhannya, kemudian V.O.C. mengubah siasat. Mulai abad ke 18,
V.O.C. mencurahkan perhatiannya ke Pulau Jawa dan Maluku saja, sehingga daerahdaerah lainnya kurang diperhatikan. Tidak heran apabila dalam abad ke 18 peperangan
yang terjadi terutama untuk melawan Belanda, kebanyakan terjadi di pulau Jawa.
Sejak awal abad ke 18 terlihat perubahan V.O.C. dari sifat pedagang menjadi penguasa
yang menuntut upeti. Di Pulau Jawa diadakan peraturan-peraturan seperti Verplichte
Leverantien( penyerahan wajib) yaitu penyerahan wajib barang-barang dari daerah
kerajaan, dibeli dengan harga yang ditentukan oleh V.O.C. dan Contingenten ialah
penyerahan hasil bumi dari daerah-daerah yang dikuasai langsung oleh V.O.C.
Penyerahan wajib mula-mula dikenakan kepada :

Mataram, yang harus menyerahkan beras dengan harga murah,


Banten yang harus menyerahkan Lada.
Bupati-Bupati Priangan harus menyerahkan kayu, beras, lada, nila.
Cirebon harus menyerahkan nila, gula, beras, kayu dan kapas.

Peraturan-peraturan itu merupakan beban yang menyebabkan penderitaan bagi rakyat.


Di daerah Priangan penderitaan rakyat semakin besar dengan diperluasnya peraturan
penyerahan wajib dengan Preangerstelsel yaitu tanam paksa kopi yang berlangsung
sejak tahun 1720, peraturan tanam paksa kopi itu ialah :

49

1. Rakyat di Priangan diharuskan menyediakan 2/5 dari tanahnya untuk tanaman


kopi pemerintah.
2. Hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah, dengan mendapatkan sedikit ganti
rugi.
Uang pembayaran kopi dari VOC sering tidak sampai kepada rakyat yang berhak. Bupatibupati yang mendapat hadiah dari VOC memeras rakyatnya agar menghasilkan kopi
sebanyak banyaknya, sehingga beban rakyat semakin berat. Selain kewajiban menanam
kopi dibebankan pula dengan bermacam-macam kewajiban dan pajak. Bukan pejabatpejabat daerah saja yang korupsi, pegawai-pegawai VOC pun sudah biasa melakukan
korupsi.
Menjelang akhir abad 18 keuangan VOC sudah sangat buruk, hutang VOC kepada
pemerintah Belanda semakin besar kurang lebih 134 juta gulden, sedangkan situasi di
negeri Belanda pun dalam keadaan tidak aman. Pada tahun 1795 kerajaan Belanda
menjadi sebuah Republik (Republik Bataaf) yang dipengaruhi oleh Republik perancis
(ingat peristiwa revolusi perancis).
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan karena tidak menguntungkan lagi bagi
pemerintah Belanda. Setelah VOC dibubarkan, daerah kekuasaan VOC di Indonesia
menjadi daerah jajahan kerajaan Belanda. Daerah jajahan itu meliputi Pulau Jawa,
Kepulauan Maluku dan beberapa kota dagang di luar Jawa.

4. IMPERIALISME-KOLONIALISME HINDIA BELANDA/


REPUBLIK BATAFF (AWAL PEMERINTAHAN HINDIA
BELANDA), 1799-1808
Setelah VOC dibubarkan, semua kegiatan VOC terutama perdagangan diambil alih oleh
pemerintah Hindia Belanda. Sejak itu pemerintah Hindia Belanda menekankan usahanya
kepada eksploitasi ekonomi yang diikuti dengan penetrasi politik.
Sampai dengan tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda masih mencoba-coba jenis
eksploitasi mana yang sesui untuk diterapkan dan dapat menghasilkan keuntungan yang
besar. Kemudian diperkenalkan terlebih dahulu sistem administrasi dan birokkrasi untuk
menunjang pemasukan uang melalui sewa tanah, akan tetapi usaha itu mengalami
kegagalan dan keuangan pemerintah Hindia Belanda habis untuk membiayai perlawananperlawanan rakyat Indonesia. Perubahan status pemerintahan itu tidak membawa
perbaikan kepada rakyat . Rakyat tidak mengetahui adanya perubahan status, yang
diketahuinya ialah rakyat tetap diperintah/dijajah oleh Bangsa Belanda dibawah pimpinan
Gubernur Jendral Van Overstraten.
Pada masa itu hubungan Belanda dengan raja-raja Jawa pada umumnya cukup baik,
kecuali dengan Cirebon timbul perselisihan, karena putera sultan Cirebon yang
diasingkan pada tahun 1773 menuntut haknya, kemudian cucu Sultan Cirebon yaitu
sultan Kanoman melanjutkan usahanya untuk menuntut haknya itu.

50

5. IMPERIALISME-KOLONIALISME HINDIA BELANDA /


PENGARUH PERANCIS ( 1808 1811).
Pada tahun 1806 Republik Bataff dijadikan kerajaan oleh Napoleon Bonaparte yang
telah menguasai negeri Belanda dan mengangkat saudaranya yaitu Louis Napoleon
menjadi raja Belanda. Pada tahun 1807 Louis Napoleon memberi tugas kepada Deandels
sebagai Gubernur Jendral di Indonesia. Gubernur Jenderal Daendels adalah seorang
patriot Belanda yang mendukung Perancis, juga sebagai anak revolusi Perancis, dimana
di dalam jiwanya berkobar semangat persamaan dan persaudaraan. Tetapi semboyan
revolusi Perancis itu hanya untuk bangsanya, bukan untuk bangsa Asia. Hal itu terbukti
dari tindakan-tindakan Daendels di Indonesia yang telah berubah menjadi seorang
diktator yang tidak mengenal prikemanusiaan.Tugas Daendels yang utama adalah
melakukan persiapan-persiapan untuk menghadapi kemungkinan serangan Inggris dari
India. Inggris adalah musuh besar Napoleon Bonaparte.

Gubernur Jenderal Daendels

a. Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.


Korupsi yang merajalela pada zaman VOC oleh Daendels diberantas dengan ancaman
dan hukuman yang berat, pegawai diberi gaji yang cukup. Pulau jawa oleh Daendels
dibagi menjadi sembilan keresidenan. Bupati-bupati dinyatakan sebagai pegawai negeri
yang diangkat oleh pemerintah di Batavia dan menerima gaji. Bupati-bupati berada
dibawah residen. Tindakan itu mengakibatkan berubahnya susunan masyarakat Indonesia
lama yaitu berkurangnya sifat feodalisme. Kekuasaan-kekuasaan Bupati atas rakyat dan
daerahnya dibatasi.

51

b. Pertahanan Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda


Dalam rangka membangun pertahanan di Jawa, Daendels memerintahkan membuat jalan
raya dari Anyer ke Panarukan sepanjang 1000 km, Didirikan pula asrama-asrama tentara,
benteng-benteng pertahanan dan pabrik-pabrik senjata, untuk mempermudah gerakan
militer dan mempermudah pengangkutan perbekalan. Pembuatan jalan raya itu
dilaksanakan dengan kerja paksa. Rakyat dipaksa bekerja tanpa upah, banyak rakyat yang
meninggal menjadi korban kerja paksa, akibatnya hubungan Daendels dengan raja-raja di
Jawa menjadi sangat buruk
Kerja paksa/ rodi pembuatan jalan melalui bukit cadas yang keras dan harus selesai dalam
waktu yang singkat (sekarang jalan Cadas Pangeran) Dalam menghadapi kekejaman
Daendels Pangeran Kusumadinata, bupati Sumedang yang dikenal dengan julukan
Pangeran Kornel berani menentang Daendels.
Tindakan Pangeran Kornel menentang Daendels adalah tindakan yang sangat berani, dan
sangat membahayakan dirinya, karena Daendels akan bertindak kejam kepada siapa saja
yang berani menentang nya. Tindakan Pangeran Kornel didorong oleh rasa tanggung
jawab terhadap rakyatnya yang diperas tenaga dan hartanya untuk kepentingan Belanda.
Daendels menerima sanggahan dari Pangeran Kornel dengan memperingan kerja rodi di
daerah Sumedang itu. Atas keberanian Pangeran Kornel maka jalan itu diberi nama cadas
Pangeran
Dibentuk pula angkatan perang yang terdiri atas serdadu-serdadu bangsa Indonesia. Di
ujung kulon Daendels akan membangun pangkalan angkatan laut. Sultan Banten dipaksa
mengerahkan rakyatnya untuk bekerja rodi pada pembangunan pangkalan angkatan laut
tersebut. Dalam pembuatan pangkalan itu banyak rakyat yang meninggal akibat
kecelakaan, penyakit malaria dan kelelahan bekerja. Yang tidak tahan banyak yang
melarikan diri . Sultan Banten mengajukan keberatan-keberatan atas pengerahan rakyat
nya, hal ini menimbulkan kemarahan Daendels. Kemudian Daendels mengirimkan
tentaranya ke Banten dan menghukum mati Mangkubumi, Sultan diasingkan ke Ambon
(1809). Banten dinyatakan sebagai milik Belanda.

c. Usaha keuangan Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda


Oleh karena tidak mendapat bantuan dari Nederland, maka untuk membiayai pertahanan
Daendels menempuh jalan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Contingenten yaitu aturan menyerahkan sebagian dari hasil bumi
sebagai pajak. Dan pelaksanaan Verplichte Leverantie yaitu aturan penjualan
paksa hasil bumi kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
b. Rodi (kerja paksa).
c. Menjual tanah-tanah yang luas kepada pengusaha swasta bangsa Belanda,
Tionghoa. Dengan penjualan tanah-tanah itu diserahkan juga desa-desa yang ada
di wilayahnya, lengkap dengan penduduknya serta pemerintahannya. Lahirlah
penindasan, penghisapan dan kesewenang-wenangan oleh pengusaha-pengusaha
swasta terhadap rakyat Indonesia.
52

Hubungan Daendels dengan raja-raja Jawa sangat buruk. Sultan Yogya, Hamengku
Buwono II (sultan sepuh), bersama-sama dengan pengeran Natakusumah membuat
rencana melakukan perlawanan terhadap Daendels. Tetapi Daendels bertindak lebih
cepat. Sutan Sepuh diturunkan dari tahtanya dan digantikan oleh putranya Sultan
Hamengku Buwono III, Pangeran Natakusumah ditawan.
Tindakan-tindakan Daendels yang kejam itu telah menimbulkan ketakutan dan kebencian
penduduk, kebencian itu juga terdapat dikalangan pegawai pemerintahan, bahkan terdapat
pula dikalangan pegawai tinggi, yang kemudian melaporkan Daendels kepada pemerintah
di negeri Belanda. akhirnya Napoleon I menyuruh Daendels kembali ke Eropa dan
digantikan oleh Janssens sebagai Gubernur jendral di Indonesia.

d. Pemerintahan Janssens ( Mei 1811-September 1811 )


Ketika tiba di Indonesia, Janssens menghadapi banyak kesulitan , angkatan perang yang
dibangun Daendels tidak kuat, raja-raja yang diharapkan bantuannya ternyata menentang
kekuasaan Belanda. Dalam kondisi yang lemah, pada tahun itu juga datang serangan
Inggris dari India dibawah pimpinan Lord Minto. Dalam waktu yang singkat
pertahanan ciptaan Daendels dapat dihancurkan, perlawanan jassens terhadap Inggris siasia, Jansssens akhirnya menyerah di Tuntang.
Kapitulasi Tuntang tanggal 18 September 1811, dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Seluruh Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris


Semua serdadu menjadi tawanan perang
Hutang belanda tidak menjadi tanggungan Inggris
Pegawai yang bersedia bekerja sama dapat terus memegang jabatanya.

Dengan demikian rakyat Indonesia mulai menghadapi penjajahan Inggris.

6. IMPERIALISME-KOLONIALISME INGGRIS ( 1811 1816).


Inggris ( Lord Minto) kemudian mengangkat Raffles sebagai kepala pemerintahan di
Nusantara/Indonesia dengan pangkat Gubernur Jendral. Raffles akan menjalankan
pemerintahan berdasarkan teori liberalisme, seperti yang dipraktekan Inggris di India,
dengan rencana sebagai berikut :
1. Kerja paksa akan dihapuskan, kecuali di Priangan (Preanger stelsel) dan di Jawa
Tengah (kerja paksa di hutan jati).
2. Monopoli, pelayaran hongi dll yang bersifat paksa di Maluku dihapuskan.
3. Contingenten dan penyerahan wajib dihapuskan.
4. Perbudakan dilarang.
Dalam prakteknya rencana Raffles itu banyak yang dilanggarnya sendiri.

a. Banjarmasin Enormity
Larangan perbudakan dilanggar sendiri oleh Raffles untuk kepentingan temannya sendiri
seorang kapitalis Inggris yang mempunyai tanah luas di Banjarmasin, yang membutuhkan
tenaga kerja untuk perkebunannya. Raffles kemudian mengumpulkan orang-orang Jawa
dengan paksa dan mengirimkan beberapa ribu pekerja ke Banjarmasin sebagai pekerja

53

paksa. Pekerja-pekerja itu pada umumnya menderita, banyak yang tidak bisa pulang ke
kampung halamannya, peristiwa itu disebut Banjarmasin enormity.

b. Pemerintahan Kolonial Inggris.


Di bidang pemerintahan Raffles mengadakan perubahan-perubahan yaitu Pulau jawa dan
Madura dibagi menjadi 16 keresidenan dan Bupati-bupati dikurangi kekuasaannya. Di
lapangan pengadilan digunakan sistem juri, seperti pada pengadilan di Inggris.

c. Hubungan Raffles dengan raja-raja di Jawa.


Sebelum mengadakan serangan ke Jawa, Inggris terlebih dahulu membujuk Raja-raja di
Jawa dan Palembang agar membantu Inggris memerangi Belanda. Bila berhasil Inggris
menjanjikan kedaulatan raja-raja itu akan dikembalikan seperti dahulu. Ternyata janjijanji itu tidak ditepati, raja-raja di Indonesia yang berjasa karena telah membantu Inggris
merasa kecewa. Dan ketika tahu bahwa tindakan-tindakan Inggris itu ternyata tidak
berbeda dengan politik penjajahan Belanda, maka rasa kecewa itu semakin dalam.
Selanjutnya segera Raffles berusaha mengurangi kekuasaan Raja-raja sebagai berikut :
Sultan Palembang Badaruddin yang membantu Inggris justru diturunkan dari tahtanya,
kemudian penggantinya Najamuddin harus menyerahkan Bangka dan Belitung sebelum
naik tahta kerajaan Palembang. Kesultanan Banten dihapuskan, sedangkan kedaulatan
kesultanan Cirebon harus diserahkan kepada Inggris.
Di Yogyakarta Sultan sepuh (1811-1812) mengajak sunan Surakarta merebut kembali
kebesarannya. Tetapi Raffles mendahului menyerang kedua raja tersebut, dan Raffles
berhasil mengalahkan kedua raja itu. Sultan sepuh diasingkan ke Pulau Pinang kemudian
ke Ambon. Dan putra mahkota (sulta raja) dijadikan raja dengan gelar Hamengku
Buwono III (1812-1814). Di daerah Yogyakarta Raffles mendirikan kerajaan kecil dengan
memberikan sebagian daerah Yogyakarta kepada pangeran Natakusumah (banyak berjasa
kepada Inggris) dengan gelar Paku Alam, daerahnya disebut Paku Alaman.
Selanjutnya kesultanan Surakarta pun diperkecil kekuasannya. Dengan kerajaan-kerajaan
lainpun demikian seperti Kalimantan barat, banjarmasin, Bali dll, kecuali di Sulawesi
pengaruh Inggris masih kecil.

1). Bidang ekonomi


Raffles melaksanakan sistem pajak baru yang disebut Landrente yaitu pajak bumi.
Semua tanah dianggap milik pemerintah dan rakyat sebagai penyewa tanah dari
pemerintah harus membayar sewa tanah, besarnya pajak itu tergantung kepada kesuburan
tanah (1/5 sampai 1/3 dari hasil), pajak harus dibayar dengan uang kalau tidak dengan
hasil padinya. Dalam pelaksanaannya, Landrente sangat memberatkan beban hidup
rakyat, karena ketidakjujuran dari para petugas. Beberapa daerah Landrente dibayar
terlebih dahulu oleh orang-orang swasta terutama orang Cina, kemudian orang-orang
swasta tersebut akan memungut landrente dari rakyat. Akibatnya sistem seperti itu
menimbulkan penipuan dan penghisapan besar-besaran terhadap rakyat Indonesia.
Disamping itu Contingenten rodi dan cultuur kopi masih tetap berjalan, sehingga
Landrente itu sangat menyengsarakan rakyat.

54

Rafles
Selanjutnya pembuatan dan penjualan garam, minuman keras dan perusahaan burung
walet dimonopoli oleh pemerintah. Penjualan tanah kepada swasta yang pernah dilakukan
oleh Daendels masih dilaksanakan, dengan penjualan tanah itu Raffles dapat menambah
pemasukan uang.

2). Bidang budaya.


Raffles berusaha menyelidiki dan mempelajari kebudayaan Indonesia hasil usahanya itu
ditulis dalam buku yang berjudul History of Java

d. Akhir Kekuasaan Inggris di Indonesia.


Napoleon Bonaparte dikalahkan oleh sekutu pada pertempuran di Leipzig pada tahun
1813. Napoleon Bonaparte ditangkap dan diasingkan ke pulau Elba. Inggris dan Belanda
kemudian mengadakan perundingan yang menghasilkan Convention London/konvensi
London (1814), isinya ialah menetapkan tentang pengembalian semua jajahan Belanda
dari Inggris kecuali Afrika selatan dan Srilangka. Raffles tidak setuju dengan keputusan
itu, karena harus menyerahkan kembali daerah-daerah di Indonesia, sebab Raffles
mengetahui kekayaan Indonesia lebih menguntungkan bagi Inggris daripada kekayaan
daerah-daerah lain jajahan Inggris. Pada tahun 1816 Raffles diganti oleh John Fendall
yang akan melaksanakan keputusan konvensi London untuk meyerahkan Indonesia
kepada Belanda.

55

e. Pelaksanaan Konvensi London.


Pada tahun 1816 John Fendall melakukan serah terima kepada Belanda.Untuk mengurus
pengembalian itu pihak Belanda menugaskan 3 orang komisaris jendral yaitu, Elout,
Buyskes dan Van Der Capellen untuk menerima penyerahan itu. Tugas ke 3 komisaris
Jendral itu untuk selanjutnya adalah menyusun dan menjalankan pemerintahan Belanda
di Indonesia sampai tahun 1819. Sejak itu Belanda menjajah kembali Indonesia.
kembalinya penjajahan Belanda di Indonesia mendapat perlawanan besar dari rakyat
Indonesia.

f. Blokade Inggris
Setelah Raffles mengundurkan diri dari jawa, Raffles berusaha merintangi kemajuan
Belanda di Indonesia dengan berusaha menguasai selat Sunda dan selat Malaka, tetapi
dapat digagalkan oleh Belanda. Hanya di Bengkulu untuk sementara Raffles dapat
mempertahankan kekuasaannya.

g. Tumasik / Singapaura
Pada tahun 1819, Raffles memperoleh Singapura dari calon sultan Johor. Dengan Aceh
Raffles dapat berhubungan baik, sehingga pihak Inggris dapat menempatkan seorang
Residen. Belanda memprotes penguasaan Singapura oleh Inggris dengan alasan
Singapura itu wilayah Johor yang telah mengakui kekuasaan Belanda. Belanda khawatir
jika Singapura berkembang menjadi sebuah pelabuhan yang ramai akan menjadi saingan
berat bagi Batavia. Karena protes Belanda itu, maka pada tahun 1824 diadakan
Perundingan antara Inggris dan Belanda yang menghasilkan Traktat London, yang
menetapkan :
1.
2.
3.
4.

Belanda melepaskan hak-haknya atas Malaka, Srilangka dsbnya.


Inggris melepaskan haknya atas Bangka, Belitung dan Bengkulu.
Belanda tidak boleh menganggu kedaulatan Aceh.
Belanda harus menjamin keamanan pelayaran di selat Malaka.

Dalam tratat itu dikemukakan bahwa Belanda tidak boleh menganggu kedaulatan aceh.
Jika Belanda dapat menanamkan kekuasaannya di Sumatera utara, dikhawatirkan
Belanda akan ikut menguasai selat Malaka, hal itu tidak dikehendaki oleh Inggris. Inggris
menghendaki Malaka ada didalam kekuasaannya.

56

7. IMPERIALISME-KOLONIALISME HINDIA BELANDA /


KEMBALINYA PENJAJAHAN BELANDA DI INDONESIA
(1816-1942).
Pada tahun 1813 negeri Belanda lepas dari kekuasaan Perancis. Dan selama Napoleon
Bonaparte berkuasa di Eropa, perekonomian Belanda hancur, karena Indonesia tidak
menghasilkan apa-apa bagi negeri Belanda, kemudian Indonesia dikuasai Inggris.
Sejak tahun 1816 penjajahan Belanda tertanam kembali di Nusantara/Indonesia,
pemerintah Hindia Belanda harus lebih keras dari VOC untuk dapat memulihkan
perekonomian Belanda. Berbagai cara pemerasan dilakukan agar Indonesia dapat segera
memberikan hasil yang sangat banyak kepada negeri Belanda.

a. Pemerintahan Komisaris Jendral (1816-1819)


Pemerintahan ke 3 komisaris jendral itu ternyata tidak sama pendiriannya dalam cara
mengeksploitasi Indonesia, Elout dan Buyskes berpandangan liberal sedangkan Van der
Capellen berpandangan konservatif, walaupun demikian politik pemerintahan ke 3
komisaris itu berpandangan liberal. Pada masa itu perdagangan dilakukan secara liberal,
orang-orang Eropa diperbolehkan berdagang bebas di Indonesia, tetapi orang-orang
Belanda mendapat perlakuan yang lebih istimewa dengan menerapkan bea import yang
lebih tinggi kepada orang-orang Eropa. Politik Raffles sebelumnya yang bersifat liberal
yaitu penghapusan tanam paksa dan kerja paksa (kecuali preanger stelsel dan kerja paksa
di hutan jati, di jawa tengah) terus dilanjutkan. Pengusaha-pengusaha swasta asing
diperbolehkan menyewa tanah dari pemilik-pemilik tanah bangsa Indonesia.
Pemerintahan komisaris jendral dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bamyak
menghadapi kesulitan yang harus segera diatasi, terutama dalam menanamkan kembali
kekuasaannya di luar Jawa, karena kembalinya imperialisme Belanda ke Indonesia
mendapat perlawanan yang hebat dari rakyat Indonesia yang tidak mau lagi diperas
dengan kerja paksa. Rakyat Indonesia sudah mengalami banyak penderitaan akibat
monopoli yang dijalankan oleh Belanda sebelumnya, penderitaan itu tidak boleh terulang
lagi. Perjuangan menentang kembalinya imperialisme-kolonialisme Belanda terjadi
diseluruh Indonesia .

b. Perlawanan di Maluku tahun 1817


Di Maluku terjadi perlawanan hebat terhadap Belanda, karena monopoli rempah-rempah
yang telah dihapuskan oleh Inggris akan dijalankan kembali oleh Belanda. Rakyat
Maluku melawan Belanda dengan sangat berani dibawah pimpinan Patimura (Thomas
Matualesy).
Benteng-benteng Belanda di Maluku diserbu, serdadu-serdadu dan penghuninya dibunuh,
pemberontakan menjalar ke Ambon dan daerah-daerah lainnya. Wanitapun bangkit
bersama-sama dengan laki-laki melawan penjajah, seorang wanita yang sangat berani
yaitu Cristina Martha Tiahohu menjadi pengobar semangat perjuangan.

57

Pattimura ( Thomas Matualessy )


Untuk melemahkan perlawanan itu, Belanda mengeluarkan maklumat yang meringankan
beban rakyat, yaitu :
1. Hak ekstirpasi, yaitu pemusnahan pohon rempah-rempah dikurangi, pelayaran
hongi dan kewajiban penyerahan hasil bumi ditiadakan.
2. Rakyat diberi kebebasan menanam rempah-rempah dan hasilnya harus dijual
kepada Belanda dengan harga yang dinaikkan.
Tetapi perlawanan tidak surut, ketika armada Buyskes yang akan mendarat di Maluku itu
disergap, Buyskes mulai melakukan politik kotornya dengan mengibarkan bendera putih
sebagai tanda berunding. Seorang Belanda menemui Pattimura untuk mengadakan
perundingan. Ketika Pattimura datang ke tempat perundingan, Pattimura kemudian
ditangkap. Pada tanggal 16 Desember 1817 bapak rakyat Maluku itu setelah diarak
keliling kota akhirnya dihukum gantung di depan benteng Victoria. Cristina Martha
Tiahohu ditawan, ketika akan diasingkan ke Pulau jawa meninggal dalam perjalanan.
Pada tahun 1819 berakhirlah pemerintahan komisaris jendral, pemerintahan selanjutnya
dibawah pimpinan Van Der Capellen.

58

c. Pemerintahan Van Der Capellen (1819-1825)


Pemerintahan Van Der Capellen tetap mempertahankan politik monopoli eksploitasi oleh
pemerintah, tanam paksa dan kerja paksa lebih digiatkan, akibatnya timbul perlawanan
dari rakyat Indonesia.

d. Perang Paderi (1821-1837)


Di Minangkabau masih terdapat orang-orang yang memegang teguh adat istiadat yang
bertentangan dengan hukum Agama Islam (kaum adat). Kemudian muncul golongan
agama yang hendak memaksakan orang-orang dengan mengganti peraturan adat istiadat
dengan hukum Agama, golongan Agama itu menamakan dirinya kaum Paderi.
Dalam masyarakat Minangkabau terdapat 3 golongan masyarakat yaitu :
1. Golongan Bangsawan (lebih mengutamakan adat daripada syariat).
2. Golongan Ulama (lebih mengutamakan syariat daripada adat).
3. Golongan rakyat banyak.(dapat menerima syariat dan adat).

(1). Kaum Wahabi ( Ulama ).


Pada awal abad ke 19 terdapat 3 orang dari Sumatera Barat menunaikan rukun Islam ke
lima. Di Arab ke 3 orang itu berkenalan dengan faham Wahabi, faham yang sedang
berkembang di tanah Arab. Faham Wahabi adalah faham yang bertujuan
memurnikan agama Islam dari pengaruh yang berasal dari luar Islam.
Sekembalinya dari Mekah ke Sumatera Barat ke 3 orang Haji itu yaitu Haji Sumanik,
Haji Miskin dan Haji Piabang menyebarkan faham Wahabi. Gerakan menyebarkan faham
Wahabi itu bertujuan ingin membersihkan agama Islam dari kebiasaan adat yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam dan menjauhkan dari segala kesenangan
duniawi seperti menyambung ayam, berjudi, minum-minuman keras, madat dll.
Faham Wahabi itu kemudian menyebar ke Minangkabau. Pengaruh faham Wahabi itu
tumbuh subur di kalangan kaum ulama yang menghendaki kembali kepada kehidupan
yang sesuai dengan ajaran Agama Islam yang sebenarnya. Kaum Wahabi dari
Minangkabau itu disebut kaum Paderi. Kaum Paderi dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol
yang berkedudukan di daerah Bonjol. Ternyata semakin lama kaum paderi semakin
banyak pengikutnya, sehingga kekuasaan Imam Bonjol semakin besar. Masyarakat
Minangkabau yang masih memegang adat istiadat/kebiasaan lama yang turun temurun
disebut kaum adat yang dipimpin oleh Suroaso. Pada awalnya pembaharuan kaum Paderi
dilakukan secara damai, tetapi kemudian dilakukan dengan cara kekerasan. Mulailah
timbul pertentangan antara kaum Paderi dan kaum adat yang berlangsung sejak tahun
1817.

(2). Perang Saudara.


Tindakan kekerasan yang sering dilakukan oleh kaum Paderi terhadap kaum adat
mendapat perlawanan dari kaum adat, sehingga pertentangan semakin tajam dan meletus
menjadi bentrokan bersenjata, timbullah perang saudara. Dalam perang saudara itu kaum
adat banyak mengalami kekalahan.

59

(3). Belanda ikut campur tangan.


Tuanku Suroaso kemudian meminta bantuan Belanda untuk menghadapi kaum Paderi.
Belanda menggunakan kesempatan itu untuk menanamkan kekuasaannya di sumatera
barat. Pada tanggal 10 februari 1821 diadakan perjanjian antara Belanda dan kaum adat
yaitu Belanda memperoleh hak mencampuri urusan pemerintahan di Minangkabau.

(4). Jalannya Perang Paderi (1821-1837).


Setelah ditanda tangani perjanjian itu, Belanda membantu kaum adat memerangi kaum
Paderi., maka dimulailah perang Paderi. Kaum Paderi dapat melawan Belanda yang lebih
baik persenjataannya, semangat perjuangan kaum Paderi semakin berkobar, karena
membenci adanya campur tangan Belanda. Kaum adat bersama-sama pasukan Belanda
lebih unggul, dan pada tahun 1821 daerah Bonjol berhasil diduduki Belanda, tetapi
tuanku Imam Bonjol sudah terlebih dahulu keluar dari daerah Bonjol.
Pada tanggal 22 Januari 1824, Belanda mulai terdesak, kemudian Belanda mengusulkan
perjanjian perdamaian di Masang yaitu untuk menghentikan permusuhan. Pada saat itu
belanda dalam keadaan lemah karena sebagian serdadunya dikerahkan untuk menghadapi
perlawanan di pulau jawa. Perjanjian itu kemudian dilanggar sendiri oleh belanda, dan
pecah kembali perang Paderi sampai dengan pecah perang Diponegoro (1825). Belanda
kembali mengadakan genjatan senjata dengan kaum Paderi (perjanjian Padang tanggal 15
November 1825). Setelah perang diponegoro berakhir (1830), Belanda memulai kembali
peperangan dengan kaum Paderi.

(5). Kaum adat dan kaum Paderi bersatu.


Bagi kaum adat walaupun selalu unggul dari kaum Paderi, tetapi kaum ini diperlakukan
seperti budak oleh Belanda. kaum adat kemudian menyadari tipu muslihat Belanda,
bahwa Belanda tidak bermaksud menolong kaum adat dari serangan kaum Paderi, tetapi
akan menjajah seluruh Minangkabau. Kaum adat kemudian berbalik untuk berdamai dan
bersatu dengan kaum Paderi, dan bersama-sama melawan penjajahan belanda. Sejak
tahun 1833 peperangan menjadi perang melawan penjajah Belanda. Tahun 1833, dengan
persatuan seluruh rakyat Sumatera barat daerah Bonjol dapat direbut kembali dan semua
orang-orang Belanda dibunuh, pos-pos Belanda diserang, dan dimana-mana terjadi
pertempuran berkobar-kobar dengan hebatnya, tuanku Imam Bonjol mendapat bantuan
dari tuanku Tambuse seorang guru agama dari Tambuse (daerah sungai Rokan).
Akibatnya kedudukan Belanda mulai goyah.
Timbullah kemudian kelicikan Belanda dengan politik adu dombanya (devide et impera)
yaitu Belanda memperalat Sentot Alibasyah Prawirodirjo seorang panglima perang
Diponegoro yang telah menyerah dikirimkan ke Sumatera Barat untuk berperang
menghadapi orang-orang Minangkabau. Tetapi Sentot tidak mau diadu domba dengan
bangsanya sendiri. Sentot kemudian mengadakan pertemuan rahasia dengan orang-orang
Minangkabau untuk bersama-sama menghadapi belanda. Belanda curiga, dan Sentot
kemudian dikembalikan ke Batavia, selanjutnya ditempatkan di Bengkulu yang terpisah
dari pasukannya. Bersatunya kaum adat dan kaum Paderi menyebabkan kekhawatiran
pihak Belanda, karena kekuatan kaum Paderi sulit dikalahkan Untuk memecah belah
persatuan itu pada tahun 1833, Belanda mengeluarkan pernyataan yang disebut Plakat
Panjang, yaitu :
1. Tanam paksa dan kerja paksa dihapuskan bagi rakyat Minangkabau.
60

2. Setiap daerah boleh mengatur rumah tangganya masing-masing.


3. Kepala-kepala daerah akan diberi gaji.
4. Belanda akan bertindak sebagai penengah jika terjdi perselisihan dikalangan
rakyat.
Rakyat Minangkabau tidak percaya kepada pernyataan Belanda yang sering menipu.
Perlawanan terus berlangsung, serbuan-serbuan kaum Paderi semakin keras, kaum Paderi
bertahan dalam benteng Bonjol.

Imam Bonjol

(6). Akhir perlawanan Imam Bonjol (Agustus 1837).


Belanda kemudian mengerahkan segenap kekuatannya untuk mencoba siasat lain yaitu
menjalankan politik pengepungan (yaitu pengepungan yang rapat atas kedudukan kaum
Paderi). Bonjol dengan daerah-daerah lainnya harus diputuskan. Sedangkan Imam Bonjol
berusaha mengobarkan perlawanan daerah-daerah lainnya, agar kekuatan Belanda
terbagi-bagi. Setiap serangan langsung Belanda terhadap Bonjol selalu dapat digagalkan,
maka Belanda kemudian berusaha memutuskan hubungan Bonjol dengan daerah-daerah
lainnya.
Setelah berhasil barulah dilakukan serangan umum dibawah pimpinan letnan kolonel
Michiels, Bonjol diserang dari 3 jurusan, dengan susah payah dan dengan pengorbanan
yang besar, Belanda akhirnya dapat merebut Bonjol pada tahun 1837. Sejak Bonjol
dikuasai Belanda, daerah-daerah lainnya satu persatu menghentikan perlawanannya
terhadap Belanda. Tuanku Imam Bonjol kemudian masuk hutan dan menjalankan perang
gerilya yang menyulitkan Belanda. itulah sebabnya perang Paderi berlangsung hampir 20
tahun.

61

Belanda kemudian melakukan tipu muslihat, dikirimkan utusan untuk menghadap Imam
Bonjol agar mau berunding dengan syarat kemerdekaan rakyat Sumatera. Tuanku imam
Bonjol percaya. Sewaktu perundingan akan dimulai tuanku Imam Bonjol ditangkap,
kemudian diasingkan ke Cianjur, lalu ke Ambon dan akhirnya ke Minahasa sampai
wafatnya pada tanggal 6 November 1864.

(7). Akhir perlawanan Tuanku Tambuse (Oktober 1837).


Meskipun Imam Bonjol telah ditawan, tapi tuanku Tambuse masih meneruskan
perjuangan terutama didaerah Tapanuli. Akan tetapi akhirnya Belanda dengan kekuatan
senjatanya dapat mengalahkan tuanku Tambuse. Dengan habisnya perlawanan kaum
Paderi, Belanda berusaha melaksanakan semacam Culturstelsel di Sumatera Barat, tetapi
hasilnya tidak memadai, karena banyak pendudukyang menyelundupkan hasil buminya
ke pantai Sumatera timur melalui sungai-sungai, oleh sebab itu besar keinginan Belanda
untuk menguasai seluruh pantai Sumatera timur untuk mencegah penyelundupanpenyelundupan.

e. Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830).


Timbulnya peperangan di berbagai daerah di Indonesia terhadap imperialismekolonialisme Belanda membuktikan bahwa kemerdekaan adalah faktor azasi dalam
perjalanan sejarah Nasional Indonesia. Demikian juga dengan timbulnya perang
Diponegoro merupakan suatu tindakan dari rakyat Indonesia untuk mempertahankan
kedaulatannya.

(1). Penderitaan rakyat.


Rakyat Jawa menderita akibat kewajiban-kewajiban harus membayar bermacam-macam
pajak, misalnya : membawa barang dagangan harus membayar cukai, melalui pintu
gerbang harus membayar, melalui jembatan harus membayar, rumah, tanah, kolam,
ternak dan kekayaan lainnya dikenakan pajak.Penarikan pajak diserahkan kepada orang
Cina, yang membayar uang muka kepada pemerintah Hindia Belanda. kemudian orangorang Cina memungut pajak lebih besar dari rakyat. Sedangkan di pihak lain para raja
dan kaum bangsawan istana hidup berfoya-foya bersam-sama dengan orang-orang
Belanda. pejabat-pejabat hidup mewah diatas penderitaan rakyat, kehidupan asusila
merajalela dalam istana. Timbul kebenciaan rakyat kepada Belanda dan para raja. Rakyat
mengharapkan munculnya seorang pemimpin untuk melakukan perlawanan kepada
Belanda.

(2). Pangeran Diponegoro.


Pangeran Diponegoro nama kecilnya Antawijaya dilahirkan tanggal 11 November 1785
adalah putra sulung Sultan Raja dan cucu dari Sultan Hamengku Buwono II yang antipati
terhadap Belanda. sejak kecil Pangeran Diponegoro dididik oleh Ratu Ageng.
Pangeran Diponegoro adalah orang yang sederhana. Pangeran Diponegoro tidak senang
melihat kehidupan istana yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sultan
yogyakarta Hamengku Buwono IV saudara Pangeran Diponegoro tiba-tiba meninggal
ketika sedang pesta-pesta dengan orang Belanda. Belanda kemudian mengangkat putra
mahkota yang berumur 3 tahun, Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi

62

diangkat menjadi wali sultan. Tetapi pemerintahan sehari-hari pada prakteknya dilakukan
oleh Residen Smissaet orang Belanda. Oleh sebab itu Pangeran Diponegoro jarang berada
di istana, mengasingkan diri dari istana dan hidup tentram di Tagalrejo. Sering Pangeran
Diponegoro bertapa di gua-gua di gunung kidul, rakyat menganggap sebagai ratu adil
yang dinati-nantikan.
Sebab lain Pangeran Diponegoro jarang berada di istana , karena banyak hal-hal di
istana yang tidak sesuai dengan sikap hidup dan kepribadiannya, yaitu :
1. Semakin banyak budaya Barat masuk ke dalam istana
2. Semakin banyak tanah bangsawan yang diambil oleh Belanda
3. Tindakan patih Danurejo IV yang lebih mengutamakan kepentingan Belanda
daripada kepentingan rakyat
4. Tindakan pegawai Belanda yang mengecewakan dan bersikap menghina kepada
Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro
(3). Sebab-sebab umum perlawanan Pangeran Diponegoro.
1. Raja-raja di Jawa Tengah kekuasaannya semakin kecil, sebab daerah kekuasaannya
dibagi menjadi 4 yaitu, Surakarta dengan Mangkunegaran dan Yogyakarta dengan
Paku Alam. Semakin sempitnya wilayah kerajaan menyebabkan semakin
berkurangnya penghasilan kerajaan. Untuk menutupi kekurangan itu maka berbagai
macam pajak dan cukai rakyat dinaikkan, misalnya : pajak pasar, dagangan, jalan,
63

jembatan. Untukk menarik pajak diserahka kepada orang-orang Cina, akibatnya


beban rakyat semakin berat dan timbul kegelisahan dikalangan rakyat banyak.
2. Semakin banyaknya Belanda ikut campur tangan dalam masalah-masalah intern
pemerintah kesultanan Yogyakarta, seperti : penggantian tahta, pengangkatan
jabatan patih, bupati dll. khususnya dalam pengangkatan patih Danurejao XI yang
sangat pro Belanda. merupakan campur tangan Belanda dalam urusan
pemerintahan.
3. Akibat dicabutnya undang-undang sewa tanah oleh Gubernur Jendral Van der
Capellen sangat merugikan para bangsawan. Pada mulanya para bangsawan
memperoleh tanah-tanah yang luas dari Raja atas jasa-jasanya, kemudian para
bangsawan itu menyewakan tanahnya kepada orang-orang Belanda atau orangorang Cina yang akan mendirikan perkebunan. Tetapi dengan dicabutnya undangundang sewa tanah tersebut, maka para bangsawan harus mengembalikan uang
muka sewa tanah, tetapi juga harus membayar tuntutan dari para pengusaha
tersebut. Penghapusan Undang-undang sewa tanah oleh Van der Capellen
menimbulkan kemarahan para bangsawan,
4. Kekecewaan dikalangan kaum ulama karena budaya barat yang dibawa belanda
telah merendahkan sopan santun budaya timur yang tinggi, terutama pergaulan di
dalam istana, misalnya minum-minuman keras yang dapat merusak akhlak.
5. Munculnya ramalan akan datangnya ratu adil yang akan memimpin kearah
perubahan yang lebih baik dan menghilangkan kesewenang-wenangan.

(4). Sebab langsung perang Diponegoro.


Pada tahun 1825 Belanda bermaksud membuat jalan baru dari Yogyakarta ke Magelang
dengan melalui Tegalrejo tanah milik Pangeran Diponegoro, dan bahkan diperlukan
pemindahan makam leluhur pangeran Diponegoro, oleh Van der Capellen tanpa meminta
izin terlebih dahulu dipasanglah pancang-pancang di Tegalrejo. Tindakan sewenangwenang itu menimbulkan kemarahan besar pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro
melarang dengan tegas pembuatan jalan melalui Tegalrejo oleh Belanda. Segera pancangpancang itu dicabuti dan diganti dengan tombak-tombak.

(5). Perang Diponegoro.


Belanda kemudian mengirimkan tentaranya untuk menangkap pangeran Diponegoro.
Perang meletus ketika pasukan Belanda menyerbu Tegalrejo, merampok dan membakar
rumah pangeran Diponegoro. Ketika api sedang membakar rumah dan mesjid Tegalrejo,
pangeran Diponegoro diikuti oleh istri, paman dan rakyatnya menuju ke Selarong (gua
Selarong). Ditengah perjalanan pangeran Diponegoro disambut rakyat banyak yang
mengikutinya. Tidak ada jalan lain bagi pangeran Diponegoro selain melawan, rakyat
yang telah membenci Belanda bergabung dengan pangeran Diponegoro demikian juga
dengan para bangsawan dan ulama turut menggabungkan diri bersama-sama melawan
Belanda.

64

Dalam perlawanannya Pangeran Diponegoro dibantu oleh panglima-panglima


perang yang terkemuka, yaitu :
1. Pangeran Mangkubumi, paman pangeran Diponegoro, yang semula oleh Belanda
diperintahkan untuk menangkap pangeran Diponegoro, tetapi setelah di Tegalrejo,
Pangeran Mangkubumi berbalik dan membantu pangeran Diponegoro.
2. Sentot Alibasyah Prawirodirjo, putera dari Prawirodirjo bupati Madiun yang tewas
waktu menghadapi Daendels. Sentot adalah panglima perang yang terkenal
kepandaiannya dan keberaniannya.
3. Kyai Mojo, seorang ulama dari Surakarta yang memiliki pengaruh yang besar.
(sebagai penasehat pangeran Diponegoro).

(6) Jalannya perang : Strategi perang gerilya Pangeran Diponegoro.


Dengan mudah Pangeran Diponegoro membentuk pasukan dari semua lapisan
masyarakat yang hanya bersenjatakan keris dan tombak. Dari selarong tentara pangeran
Diponegoro mengepung kota Jogyakarta, Sultan Hamengku Buwono V yang masih
kanak-kanak dapat diselamatkan ke benteng Belanda. Perang berpindah-pindah dari satu
daerah ke daerah lainnya dengan strategi perang gerilya yaitu menghindarkan
pertempuran besar terbuka untuk melakukan serangan secara tiba-tiba dan sesudahnya
menghilang.
Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima perang yang cakap, berkali-kali
pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda mulai cemas, maka dipanggilah
tentara yang berada di sumatera, Sulawesi, Semarang dan Surabaya untuk menghadapi
pasukan pangeran Diponegoro, tetapi usaha itu sia-sia.
Pusat pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Plered, dari sana gerakan
pangeran Diponegoro meluas ke Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak
sampai Madiun. Banyak kemenangan-kemenangan yang diperoleh Pangeran
Diponegoro dan sahabat-sahabatnya itu telah membakar semangat rakyat dimana-mana,
banyak rakyat yang menggabungkan diri, bupati-bupati daerah dan bangsawan keraton
banyak yang memihak kepada Pangeran Diponegoro. Atas desakan rakyat, para
pangeran dan para ulama atas kemenangan-kemenangan yang diperoleh Pangeran
Diponegoro dan para sahabatnya maka Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai kepala
negara dengan gelar Sultan Abdulhamid Erucakra Amirul Mukminin Sayidin
Panatagama kalifahtullah tanah jawa.

(7). Strategi perang Belanda : Benteng Stelsel.


Pemimpin tentara Belanda Jendral De Kock sebagai kepala angkatan perang Belanda
merasa kewalahan menghadapi serangan-serangan pasukan pangeran Diponegoro yang
melakukan strategi perang gerilya. tetapi disamping itu Belanda berusaha menghilangkan
pengaruh pangeran Diponegoro dengan mengangkat kembali sultan sepuh sebagai sultan
Yogyakarta (21 September 1826), tetapi usaha itu pun tidak berhasil. Jendral De Kock
kemudian membentuk pasukan kontra gerilya yang terdiri dari gerombolan penjahat
untuk mencemarkan nama baik pejuang-pejuang gerilya pangeran Diponegoro. tetapi
siasat itupun gagal, karena gerombolan itu sering merugikan pihak Belanda sendiri.
Segala usaha yang dilakukan Belanda tidak dapat mematahkan perlawanan pangeran

65

Diponegoro. Belanda kemudian menarik semua tentaranya yang ada diluar Jawa,
kenyataan yang dihadapi oleh Belanda, bahwa Belanda banyak mengalami kekalahan,
mendorong Belanda mendatangkan 3000 tentara dari negeri Belanda, tetapi dalam waktu
yang singkat lebih dari 2000 tentara tewas dalam berbagai pertempuran. Pada tahun 1827
Jendral De Kock membuat strategi baru yaitu siasat benteng atau Benteng Stelsel yaitu
mengepung dan mempersempit daerah ruang gerak gerilyawan dengan mendirikan
benteng-benteng di daerah-daerah yang telah diduduki, letak benteng-benteng itu
berdekatan dan dihubungkan oleh pasukan patroli gerak cepat.
Siasat itu memerlukan tenaga dan peralatan yang sangat banyak, sebab jendral De Kock
terpaksa mendirikan sangat banyak benteng-benteng yang bertebaran diseluruh Jawa.
Dengan strategi benteng stelsel itu lambat laun terlihat hasilnya, setahap demi setahap
daerah peperangan menjadi sempit, dan banyak daerah yang terputus hubungan dengan
pucuk pimpinannya, gerakan-gerakan pasukan Pangeran Diponegoro semakin
terbatas.Wilayah kekuasaan pangeran Diponegoro menjadi kecil hanya meliputi sebelah
barat kali Progo. Meskipun demikian tidak ada tanda-tanda bahwa perang akan segera
berakhir. Pada waktu itu jendral De Kock mengumumkan bahwa siapa yang dapat
menangkap pangeran Diponegoro mati atau hidup akan diberi hadiah 2000 ringgit. Tetapi
itu pun sia-sia, karena justru menambah semangat rakyat untung melenyapkan Belanda.

Gambar Kyai Mojo (kiri) dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo (kanan). Keduanya
merupakan pembantu Pangeran Diponegoro

66

(8). Politik devide et impera.


Sementara itu jendral De Kock sering menawarkan perdamaian kepada pangeran
Diponegoro, tetapi selalu ditolak. Belanda pun terus melancarkan hasutan-hasutan yang
menimbulkan keretakan diantara pengikut-pengikut pangeran Diponegoro. Sambil
menyerang Belanda membujuk pengikut-pengikut pangeran Diponegoro dengan janjijanji yang menyenangkan. Dengan siasat itu banyak pengikut pangeran Diponegoro yang
patah semangat.
Kerugian besar yang dialami pangeran Diponegoro adalah tertangkapnya Kyai Mojo
(11/12 November 1828). Dan bencana yang lebih besar lagi adalah dengan menyerahnya
Sentot Alibasyah Prawirodirjo (16 oktober 1829), Sentot mengajukan syarat kepada
Belanda agar pasukannya tidak dibubarkan. Bagi Pangeran Diponegoro menyerahnya
Sentot itu merupakan suatu pukulan berat, tetapi walaupun demikian Pangeran
Diponegoro pantang mundur. Sejak tahun 1829 pasukan tentara Pangeran Diponegoro
mengalami kemunduran. Pangeran Diponegoro berjuang sendiri melawan Belanda.
Akhirnya Pangeran Diponegoro mengganti siasat peperangan dengan perundingan.

(9). Belanda melakukan tipu muslihat kepada Pangeran Diponegoro.


Bujukan Belanda agar Pangeran Diponegoro menyerah ditolak, tetapi tawaran
perundingan diterima. Pangeran Diponegoro bersedia menerima tawaran perundingan
Belanda, karena Belanda menjanjikan jika perundingan gagal Pangeran Diponegoro
bebas untuk meninggalkan perundingan itu.
Pada tanggal 28 Maret 1830 dalam bulan suci Ramadhan diadakan perundingan antara
pangeran Diponegoro dengan Jendral De Kock di Magelang. Akan tetapi dari semula De
Kock sudah mengatur penangkapan pangeran Diponegoro jika perundingan gagal.
Di dalam perundingan pangeran Diponegoro mengemukakan bahwa akan membentuk
negara merdeka dan akan menjadikan dirinya Amirul Mukminim, Jendral De Kock
menyatakan bahwa tuntutan itu tidak mungkin dikabulkan oleh Belanda. Perundingan
mengalami kegagalan, De Kock tidak memenuhi janjinya, dengan menangkap pangeran
Diponegoro. Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke Batavia selanjutnya diasingkan
ke Menado, kemudian dipindahkan ke Makasar sampai wafatnya tanggal 8 Januari 1855.
Setelah pangeran Diponegoro ditawan, perlawanan rakyat berhenti, tetapi rakyat semakin
menderita oleh penindasan Belanda yang semakin hebat. Kerugian Belanda dalam perang
Diponegoro sangat besar, dengan jumlah korban manusia dan harta yang sangat besar.
Untuk menghindarkan perang lagi, maka kekusaan Sunan Surakarta dan Sultan
Yogyakarta diperkecil.

67

f. Tanam Paksa / Culturstelsel (1830-1870).


Perkembangan politik dan ekonomi akhir abad 19 dan menjelang abad ke 20 melahirkan
Sistem Tanam Paksa / Culturstelsel ( 1830 1870 ). Eksploitasi yang lebih sistimatis dan
sangat besar efek destruktifnya terhadap ekonomi rakyat Indonesia terjadi dalam
pelaksanaan sistem. tanam paksa/cultuurstelsel.

(1). Kolonialisme Ekonomi di Indonesia.


Cultuurstelsel/tanam paksa mulai dilaksanakan di Indonesia khususnya di pulau Jawa
pada tahun 1830. Cultuurstelsel/tanam paksa merupakan manifestasi spesialisasi paksaan
yang dijalankan dalam bentuk kerja paksa atau mobilisasi paksa. spesialisasi paksaan
yang dijalankan dengan Cultuurstelsel/tanam paksa merupakan fase pertama proses
komersialisasi kolonial di sektor pertanian. komersialisasi kolonial di sektor pertanian
dengan cara Cultuurstelsel/tanam paksa itu sekaligus meletakkan fondasi pertama secara
sistimatis bagi dualisme ekonomi di Indonesia yaitu terciptanya daerah enclave (daerah
kantong).
Surplus ekonomi yang dihasilkan melalui proses eksploitasi oleh Cultuurstelsel/tanam
paksa itu merupakan surplus ekonomi tanpa modal pokok investasi, karena modal pokok
investasi dalam hal ini adalah tenaga kerja petani rakyat Indonesia di Pulau Jawa, kerja
yang diperas dengan pendapatan yang sangat kecil sebagai buruh murah. Akibatnya Pulau
Jawa mengalami kemerosotan produksi bahan makanan dan konsumsi beras, terutama
setelah dibukanya perkebunan-perkebunan besar, realokasi faktor produksi tanah dari
memproduksi bahan kebutuhan rakyat ke produksi bahan tanaman eksport untuk
kebutuhan negara-negara Eropa Barat dan pertambahan penduduk menyebabkan pula
menurunnya kemakmuran rakyat.

(2). Sebab lahirnya peraturan tanam paksa./ cultuurstelsel.


Perang Saparua, perang Paderi, perang Diponegoro dan peperangan yang terjadi
diberbagai wilayah Indonesia telah menelan korban yang banyak dari pihak Belanda dan
mengeluarkan biaya yang sangat besar, akibatnya keuangan Belanda menjadi sangat
buruk (kas negara kosong). Negeri Belanda sendiri sedang mengalami kesulitan yaitu
menghadapi pemberontakan bangsa Belgia yang menuntut kemerdekaan dari ikatan
kerajaan Belanda (1830-1839) menambah buruknya keuangan Belanda.Timbullah
pemikiran bagaimana memperoleh uang sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkatsingkatnya. Raja Belanda Willem kemudian mengangkat Johannes Van de Bosch sebagai
Gubernur Jendral di Indonesia.

(3). Van Den Bosch pencipta Tanam Paksa / Cultuur-Stelsel (1830-1870).


Sebelumnya rakyat yang mengerjakan tanah milik raja harus memberikan sebagian dari
hasil pertaniannya kepada raja. Oleh karena pada waktu itu raja-raja sudah berada
dibawah kekuasaan Belanda, maka pemerintah Belanda yang berkuasa mengambil alih
semua pemberian hasil tanah dari rakyat. Gubernur Jendral Van Den Bosch kemudian
mengadakan sistem tanam paksa/cultuur stelsel yang dilaksanakan mulai tahun 1830.
Tanam paksa terutama dilaksanakan di pulau jawa sebab tanahnya subur, penduduknya
padat. Oleh sebab itu penduduk pulau Jawa paling menderita.

68

(4). Peraturan Tanam Paksa / Cultuurstelsel ,ditetapkan sebagai berikut :


1. Para petani harus menyediakan 1/5 bagian tanahnya untuk ditanami dengan
tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah Belanda yaitu : kopi, tebu, nila,
kapas, tembakau dan teh
2. Hasil tanaman itu harus dijual kepada pemerintah Belanda dengan harga yang
sudah ditetapkan.
3. Tanah yang disediakan bebas dari pajak.
4. Rakyat yang tidak mempunyai tanah harus bekerja rodi selama 66 hari dalam
setahun di tanah-tanah perkebunan pemerintah Belanda.
5. Waktu untuk mengerjakan sawah tidak boleh melebihi waktu untuk menanam
padi.
6. Kerusakan tanaman yang tidak disebabkan oleh kelalaian petani menjadi
tanggungan pemerintah.
Pelaksanaan tanan paksa diserahkan kepada kepala-kepala daerah/bupati yang akan
mendapatkan kultur prosen yaitu hadiah menurut banyaknya hasil. Oleh sebab itu rakyat
diperas oleh kepala-kepala daerah/bupati bangsa sendiri yang mengharapkan hadiahhadiah besar dari Belanda. Akibatnya pokok-pokok peraturan tanam paksa tidak
dilaksanakan sesuai dengan perjanjian melainkan dilakukan dengan paksaan.

(5). Praktek tanam paksa tidak sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan.
1. Untuk menanam bukan 1/5 bagian tanah rakyat yang harus ditanami melainkan
1/3 atau bahkan ada yang minta seluruh tanahnya yang subur untuk ditanami
tanaman eksport yang telah ditetapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sepert
tebu, nila, teh, kopi dan tembakau.. Tanaman itu harus diserahkan kepada
pemerintah kolonial Belanda dengan harga yang telah ditetapkan secara sepihak
oleh pemerintah kolonial Belanda.
2. Petani yang dipaksa menanam tanaman eksport yang ditetapkan oleh pemerintah
kolonial Belanda harus membayar pajak tanah atas tanah-tanah yang ditanami
oleh petani dengan pilihan tanaman sendiri, umumnya padi. Pajak itu sangat
memberatkan rakyat Indonesia, karena pendapatan yang diterima dari penyerahan
komoditi pertanian yang dihasilkan dari tanam paksa setelah dikurangi dengan
pembayaran pajak menjadi sangat kecil.
3. Mewajibkan petani yang tidak memiliki tanah dan petani yang bertanah sempit
untuk bekerja selama 66 hari dalam satu tahun ditanah-tanah yang disewa oleh
agen-agen pemerintah kolonial Belanda dan golongan aristoktrat dan feodal,
tetapi waktu untuk mengerjakan tanah pemerintah seringkali melebihi waktu yang
sudah ditetapkan.
4. Pengerahan rakyat dalam proyek tanam paksa dilakukan melalui kerja sama
dengan raja, bupati, golongan aristoktrat dan golongan pribumi lainnya. Golongan
feodal ini bersama-sama dengan pegawai Belanda diberi persentasi atau cultuur
procent yaitu hadiah bagi pegawai yang dapat menaikkan hasil tanaman dari nilai
eksport komoditi yang dihasilkan oleh petani, disamping pembayaran yang
diterima secara tetap dari pemerintah kolonial Belanda. cultuur procent menjadi
pendorong kolaborator- kolaborator Belanda mengintensifkan penggunaan tenaga
rakyat petani sehingga eksploitasi pekerja semakin hebat. Pegawai pemerintah
69

memeras tenaga rakyat. Rakyat menderita karena beban tanam paksa. Para
pegawai pemerintah senang karena mendapat hadiah dan pujian dari pemerintah
Belanda.
Kepala-kepala daerah/bupati hanya sebagai alat untuk melaksanakan semua perintah dan
pemerasan oleh Belanda kepada rakyat. Rakyat sangat menderita, timbul kelaparan
dimana-mana di Cirebon, Demak, Purwodadi dll, beribu-ribu jiwa meninggal karena
kelaparan. Setiap penentangan terhadap kerja paksa ditindas dengan kejam.

(6). Keuntungan Belanda dari Sistem Tanam Paksa / Cultuurstelsel.


Tanam paksa/cultuurstelsel yang berlangsung selama 40 tahun telah merusak sendi-sendi
kehidupan bangsa Indonesia dan merupakan puncak penderitaan rakyat Indonesia akibat
aturan monopoli dan paksaan. tetapi sebaliknya bagi pemerintah kolonial Belanda
menghasilkan keuntungan yang sangat besar (832 Gulden), keuntungan itu digunakan
untuk negeri Belanda dengan : membuat jalan kereta api, membuat dam-dam (karena
bencana air laut selalu mengancam Nederland), membuat gedung-gedung yang
megah dll. Para pegawai Belanda menjadi kaya raya dari hasil cucuran keringat dan
penderitaan rakyat Indonesia. Demikianlah tanam paksa adalah penerapan politik
penghisapan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap rakyat Indonesia. Bahkan
penghisapan itu lebih hebat dari pada eksploitasi persekutuan dagang VOC. Kehidupan
masyarakat desa dikorbankan demi kepentingan kas kerajaan Belanda. Bagi rakyat
Indonesia tidak ada keuntungan dari cultuurstelsel, tetapi meskipun demikian rakyat
Indonesia mengenal tanaman-tanaman baru, biasa bekerja keras, tanah yang dibuka
bertambah luas.

(7). Perluasan kekuasaan Kolonial Belanda ke luar Pulau Jawa.


Tanam paksa yang menguntungkan Belanda di Pulau jawa menyebabkan pemerintah
Belanda memperkuat kedudukannya di Pulau Jawa saja. Daerah-daerah di luar Pulau
Jawa kurang mendapat perhatian. Sementara itu Inggris berusaha merebut daerah-daerah
Indonesia di luar Pulau Jawa. Khawatir oleh perluasan kekuasaan Inggris, maka Belanda
kemudian bergerak ke daerah-daerah yang terancam oleh Inggris.

(a). Kalimantan.
Pada tahun 1814, Sultan Brunai meminta bantuan kepada Inggris untuk memadamkan
pemberontakan rakyat serawak. Pasukan Inggris dipimpin oleh James Brook berhasil
memadamkan pemberontakan itu, sejak itu Inggris berusaha menanamkan kekuasaannya
di Brunai dan serawak, sultan Brunai dikuasai. Setelah kejadian itu Belanda mulai
mencurahkan perhatiannya ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa. Di kalimantan barat
Belanda mendapat perlawanan dari penduduk Cina (gerakan Sam Cam Fui/serikat 3 jari )
perlawanan dapat dipadamkan tahun 1856. Di Banjarmasin Belanda mendapat
perlawanan rakyat dibawah pimpinan pangeran Hidayat. Pangeran Hidayat berhasil
ditangkap dan diasingkan ke Cianjur. Perjuangan di Banjarmasin dilanjutkan oleh
pangeran Antasari selanjutnya oleh Mohamad Seman.

70

(b). Siak ( wilayah kerajaan Aceh ).


Tahun 1857 Sultan Ismail dari Siak meminta bantuan kepada Inggris untuk mengusir
saudaranya tengku Putra yang selalu menentangnya. Tentara Inggris dipimpin Wilson
membantu sultan Ismail. Tengku Putra berhasil dikalahkan , setelah itu wilson berusaha
menanmkan kekuasaannya di Siak. Sultan Ismail kemudian meminta bantuan Belanda
untuk mengusir tentara Inggris.
Setelah berhasil mengusir Inggris, sultan Ismail harus menandatangani perjajian yang
disebut Traktat Siak (1858), isinya yaitu :

Sultan Ismail harus mengakui kedaulatan Belanda atas Siak, Deli, Serdang,
Langkat dan Asahan.
Setelah Belanda berkuasa, golongan pengusaha asing terutama pengusaha
Belanda mendirikan perkebunan-perkebunan disana.

Hubungan antara Belanda dengan Aceh menjadi tegang, karena daerah Siak adalah
wilayah kerajaan Aceh.

(8). Reaksi terhadap Tanam Paksa./ Cultuustelsel.


Pemerasan terhadap rakyat oleh pemimpin-pemimpin Indonesia dan Belanda yang ingin
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dari tanam paksa telah menyebabkan
timbulnya bencana kelaparan dan berakhir dengan banyak kematian. Dengan kondisi
tersebut lambat laun terdengar suara yang mencela peraturan tanam paksa. Beberapa
pejabat orang Belanda yang berperikemanusiaan melaporkan keadaan rakyat Indonesia
kepada pemerintahnya (kerajaan Belanda) dan mengusulkan agar tanam paksa
dihapuskan.
Edward Douwes Dekker, seorang asisten residen di Lebak (Banten) meminta kepada
bupati-bupati di daerahnya supaya jangan menindas rakyatnya sendiri. Edward Douwes
Dekker kemudian mencurahkan keprihatinannya dalam buku karangannya yang berjudul
Max Havellar dengan nama samarannya Multatuli. Dalam buku itu digambarkan
penderitaan rakyat di daerah Banten sebagai akibat pemerasan sewenang-wenang dari
pegawai Belanda.

71

Edward Douwes Dekker ( Multatuli )


Baron Van Hoevell, seorang pendeta nasrani di Batavia, sekembalinya ke Belanda
menganjurkan agar tanam paksa dihapuskan. Ketika menjadi anggota parlemen Belanda
Baron van Hoevell melaporkan tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa.
Sejak itu anggota-anggota parlemen Belanda banyak yang menentang tanam paksa,
terutama anggota-anggota parlemen wakil golongan kaum liberal. sejak tahun 1848
Golongan liberal Belanda mempunyai kedudukan yang kuat di dalam pemerintahan
Belanda, dan menentang sistem tanam paksa karena tanam paksa bertentangan dengan
azas liberalisme yaitu kebebasan berusaha..
Kaum liberal menyatakan bahwa peraturan itu merupakan sistem monopoli oleh
pemerintah Belanda yang tidak memberi kesempatan bagi usaha perseorangan, dan
menghalangi pengusaha-pengusaha swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Sedangkan golongan borjuis menghendaki dihapusnya tanam paksa, bukan karena rasa
kasihan melihat kesengsaraan rakyat Indonesia, melainkan ingin menanamkan modalnya
di Indonesia. Sebagai akibat desakan kaum liberal maka sejak tahun 1865 sedikit demi
sedikit tanam paksa dihapuskan.
Pelaksanaan sistem tanam paksa yang dimulai pada tahun 1830 baru berakhir tahun 1920
telah mengakibatkan mengalirnya surplus ekonomi dalam jumlah yang sangat besar dari
Hindia Belanda ke negeri Belanda, meluasnya golongan miskin desa dan bertambah
kokohnya posisi ekonomi golongan aristokrat serta golongan feodal lainnya.

72

g. Zaman Liberal di Indonesia / Zaman Imperialisme Modern (18701900)


Masuknya modal-modal swasta di Indonesia setelah penghapusan cultuurstelsel/ tanam
paksa merupakan cara baru pihak penjajah dalam menguras kekayaan alam Indonesia.
Cara baru ini kelihatan lebih manusiawi karena tidak ada unsur paksaan yang dilakukan
secara kasar,, walaupun dalam mobilisasi tenaga buruh unsur paksaan masih ada. Tetapi
jika diteliti dengan seksama maka efek yang ditimbulkan pada dasarnya sama saja, yaitu
pengalihan sebagian besar surplus ekonomi dari Indonesia ke negeri Belanda.

1). Politik : Politik Pintu Terbuka / Politik Liberal.


Pada tahun 1870 Belanda mengganti politik ekonominya di Indonesia yaitu politik kerja
paksa dihapuskan dan diganti dengan kerja bebas (usaha tanam bebas). Rakyat Indonesia
tidak diwajibkan lagi bekerja paksa di perkebunan-perkebunan pemerintah, rakyat boleh
memilih pekerjaan secara bebas. Jika bekerja pada perusahaan-perusahaan kedudukannya
sebagai buruh dan mendapatkan upah. Keadaan itu terjadi sebagai akibat kemenangan
tuntutan golongan kaum leberal di dalam parlemen Belanda, golongan liberal Belanda
menuntut kebebasan individu dan menentang perbudakan.
Dengan sistem liberal, maka Indonesia dibuka untuk penanaman modal Asing
internasional, dengan memberi kesempatan membuka perusahaan di Indonesia untuk
mengeksploitasi tanah Indonesia, tidak hanya oleh kerajaan Belanda, tetapi juga
pengusaha-pengusaha swasta Belanda dan pengusaha-pengusa asing lainnya seperti,
Perancis, Jerman, USA, Inggris, Jepang dll. Maka dengan cepat di Indonesia berkembang
perindustrian, perniagaan dan perkebunan. Penanaman modal Asing itu menghasilkan
keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang Asing tersebut. Tetapi rakyat Indonesia
sendiri yang hanya menjadi buruh/kuli tidak ikut menikmati keuntungan itu, rakyat
Indonesia tetap sengsara.

2). Ekonomi : Sistem Liberal.


Sebagai pelaksanaan penghapusan tanam paksa pada tahun 1870, maka pemerintah
Belanda mengeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-undang Gula.

Undang-undang Agraria
yaitu : Memberikan kesempatan kepada
pengusaha-pengusaha swasta Belanda dan pengusaha-pengusaha asing
lainnya untuk membuka perkebunan-perkebuanan besar di Indonesia dengan
cara menyewa tanah rakyat dan tanah pemerintah,

Undang-undang Gula yaitu mengatur secara berangsur-angsur mengganti


penguasaan perusahaan-perusahaan gula pemerintah oleh perusahaan
swasta.

Dengan politik penanaman modal internasional itu, maka dimulailah di Indonesia zaman
imperialisme modern.
Imperialisme modern disebut pula imperialisme perindustrian, karena tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan industri pengusaha-pengusaha swasta Asing. Pada abad ke 20
telah terjadi perubahan yang pesat dalam bidang perindustrian di Eropa dan Amerika
dengan timbulnya industri-industri modern seperti pabrik mesin, mobil, listrik dll, pabrik73

pabrik itu membutuhkan bahan-bahan mentah seperti : karet, besi, timah, tembaga
dsbnya. Untuk memenuhi kebutuhan industrinya pengusaha-pengusaha Asing itu mencari
daerah-daerah jajahan yang baik untuk dijadikan sebagai :
a. Daerah produsen yaitu penghasil bahan mentah dan bahan baku.
b. Daerah konsumen yaitu daerah pemasaran barang-barang hasil industri negara
Asing. (Pemerintah kolonial Belanda tidak menghendaki adanya usaha industri di
Indonesia karena akan merugikan pemasaran hasil industri negara-negara Eropa.
Sehingga Indonesia sepenuhnya hanya sebagai daerah konsumen bagi barangbarang Made in Holand )
c. Daerah penanaman modal.

a). Sebagai daerah penanaman modal.


Indonesia sangat cocok untuk ketiganya, dengan jumlah penduduk yang padat, dengan
penghasilan yang sangat rendah, maka Indonesia sangat baik pula untuk penanaman
modal Asing karena upah buruh yang murah. Eksploitasi kekayaan alam Indonesia
semakin intensif, sampai ke lereng-lereng gunung pengusaha-pengusaha swasta asing
membuka lahan perkebunan yang luas dengan memproduksi jenis-jenis tanaman aksport
seperti, kopi, coklat, teh, gula, tembakau, kapas, kina, nila dll. perkebunan berkembang
pesat di Pulau Jawa karena tanahnya subur dan penduduknya yang padat/ tenaga kerja
cukup tersedia.
Selain di Pulau Jawa perkebunan dibuka di Sumatera timur (Deli), Tetapi di Sumatera
menemui banyak kesulitan karena kekurangan tenaga buruh. Untuk memenuhi tenaga
buruh di Sumatera, maka didatangkan tenaga-tenaga buruh dari Pulau jawa. Tenagatenaga buruh itu diperlakukan sangat buruk dan diperlakukan sebagai budak-budak,
sehingga banyak yang melarikan diri karena tidak tahan.
Pada tahun 1881 pemerintah Belanda mengeluarkan Undang-undang yang mengatur kulikuli. Kuli-kuli yang akan bekerja di Sumatera harus menandatangani kontrak terlebih
dahulu dan tidak boleh meninggalkan tempat kerjanya sebelum kontraknya habis.
Sebagai ancaman terhadap kuli-kuli yang meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya
habis, dibentuk Poenale sanctie yaitu pengusaha-pengusaha diberi wewenang untuk
menjatuhkan hukuman,

b). Berkembangnya perdagangan internasional (eksport-import).


Hasil-hasil eksport dari Indonesia semuanya adalah hasil dari pertanian, perkebunan dan
industri pertambangan seperti timah, minyak dan gas bumi, batu bara, mas, perak, aspal
di Buton, Bauksit dll. Jumlah nilai eksport dari Indonesia selalu lebih besar dari pada
import, ini berarti keuntungan surplus bagi kerajaan Belanda. Perluasan transportasi
sarana pengangkutan, serta pusat penelitian mendorong peningkatan hasil produksi
eksport dari Indonesia.

74

c). Berkembangnya perdagangan (pedagang) perantara (Cina , Arab


dan India).
Dua sektor ekonomi pada zaman Belanda yaitu sektor modern yang didominasi oleh
kegiatan-kegiatan produksi komoditi primer (bahan mentah) untuk tujuan eksport yang
dikuasai oleh modal Asing dan sektor agraris tradisional dimana sebagian besar rakyat
Indonesia menggantungkan hidupnya yang dihubungkan oleh pedagang perantara. Para
pedagang perantara yang didominasi oleh orang-orang Cina, Arab dan India telah
berperan sebagai pedagang yang menjual barang-barang yang diperlukan penduduk di
sektor agraris tradisional atau dikenal dengan :

Sistem Distribusi : yaitu menyebarkan/menjual barang-barang konsumen yang


diimport dari luar negeri kepada penduduk di daerah-daerah pedesaan. Juga
sebagai pembeli hasil-hasil pertanian yang diproduksi oleh sektor agraris
tradisional atau dikenal dengan

Sistem koleksi : yaitu mengumpulkan hasil tanaman dagangan dari para petani
dan dijual kepada para pengusaha/pedagang besar.

Sifat hubungan yang eksploitatif terjadi dalam hubungan antara para pedagang perantara
dengan produsen kecil pertanian/rakyat petani. Dalam menjual barang-barang yang
diperlukan oleh produsen-produsen kecil pertanian para pedagang perantara mengenakan
harga yang relatif tinggi, sedangkan dalam membeli hasil pertanian dari produsen kecil
pertanian para pedagang perantara mengenakan harga yang relatif rendah. Akibatnya nilai
tukar sangat merugikan produsen kecil pertanian/rakyat petani. Keadaan yang sama
terjadi dalam hubungan antara para pedagang perantara dengan produsen kecil di sektor
industri rakyat.
Bersamaan dengan terjadinya hubungan antara pedagang perantara dengan produsen
kecil/rakyat petani, terjadi pula sifat eksploitatif antara rentenir dengan produsen
kecil/rakyat petani. Para rentenir kebanyakan dari para pedagang perantara yang
melakukan kegiatan pengijonan hasil pertanian rakyat, disamping melakukan transaksi
peminjaman uang. Kedua cara itu dilakukan dengan mengenakan bunga yang sangat
tinggi. Akibatnya meluasnya golongan miskin di pedesaan.
Sebagian golongan miskin pindah ke kota menjadi buruh pabrik. Sementara golongan
penduduk yang bekerja sebagai buruh perkebunan hidupnya sangat menyedihkan karena
diperlakukan perbudakan, dan penguasa lokal seperti bupati/kepala desa dll ikut
membantu proses itu,

3). Sosial/budaya : Sistem ekonomi uang.


Sebab-sebab berkembangnya sistem ekonomi uang :
a.
b.
c.
d.

Adanya sistem penyewaan tanah penduduk oleh swasta


Penduduk/petani bekerja sebagai buruh perkebunan-perkebunan besar
Masuknya import tekstil
Peledakan penduduk

75

4). Akibat sistem liberal.


a.
b.
c.
d.

Produksi pertanian berkurang


Adanya kuli kontrak dan ponalie sanchie
Adanya sistem kerja rodi
Pulau Jawa harus menanggung beban finansial untuk daerah lain di Indonesia
yang dikuasai Belanda.
e. Sistem pajak yang memberatkan golongan rakyat kebanyakan
f. Krisis gula tahun 1885 (gula dari Jawa mendapat saingan dengan adanya gula
biet).

h. Perang Kolonial Pembulatan Negeri Jajahan (1870-1908).


Setelah Terusan Suez dibuka pada tahun 1869, hubungan pelayaran antara Eropa dan Asia
menjadi lebih lancar. Kapal-kapal dagang dari Eropa menjadi lebih cepat berlayar ke
Asia. Dengan demikian lalu lintas melalui selat Malaka semakin ramai, bangsa-bangsa
Eropa semakin banyak berdatangan ke Indonesia. Oleh sebab itu Sejak tahun 1870
Belanda melancarkan perang kolonial pembulatan negeri jajahan lebih gencar dari masamasa sebelumnya. Seluruh wilayah Indonesia harus cepat-cepat dikuasainya, karena jika
tidak demikian daerah-daerah itu akan jatuh dikuasai oleh negara-negara Eropa lainnya
yang sejak tahun 1870 banyak berdatangan ke Indonesia dan Asia Tenggara pada
umumnya. Pada tahun 1908 Belanda telah berhasil menguasai seluruh daerah dan
kerajaan di Indonesia. dengan penaklukan pulau-pulau di Indonesia, Belanda memberi
kesempatan kepada bangsanya sendiri dan kepada bangsa Asing lainnya untuk
menanamkan modalnya di Indonesia (imperialisme modern).

Peristiwa-peristiwa perang kolonial pembulatan negeri jajahan Belanda


antara tahun 1870-1908 adalah sbb :
1). Perang Aceh (1873-1904)
Sejak zaman Sultan Iskandar Muda , Aceh telah menjadi kerajaan yang kuat dan maju.
Bagaimanakah Belanda dapat menguasai Aceh ?

a). Latar belakang perang Aceh :


1. Menurut traktat London tahun 1824, baik Inggris maupun belanda mengakui
kemerdekaan Aceh.
2. Adanya Traktat Siak antara Belanda dengan Sultan siak yang isinya sebagai
berikut : Deli Serdang, Asahan dan Langkat menjadi milik Belanda, padahal
daerah-daerah itu termasuk wilayah Aceh.
3. Dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, menyebabkan hubungan
pelayaran/perdagangan antara Eropa dan Asia melalui Selat Malaka semakin
ramai dan berkembang dengan pesat. Dan Aceh merupakan pintu gerbang Selat
Malaka.
Sejak tahun 1870 Belanda menjalankan politik Open door policy/politik pintu terbuka
yaitu : memberi kesempatan kepada swasta Asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, sehingga semakin banyak bangsa-bangsa Eropa yang datang ke Indonesia.
Inggris dan Belanda khawatir melihat banyaknya orang-orang Asing yang berdagang di
76

aceh dan takut kalau Aceh akan diduduki oleh salah satu negara barat lainnya. Karena
permusuhan Belanda dan Aceh memungkinkan terjadinya persekutuan antara Aceh
dengan salah satu kekuasaan Eropa untuk melawan Belanda.
Kekhawatiran Inggris dan Belanda kalau Aceh akan dibantu oleh bangsa Eropa lainnya
menjadi kenyataan . Aceh menghubungi konsul Turki dan USA di Penang untuk meminta
bantuan. Belanda memprotes tindakan Aceh itu, tentu saja protes ditolak Aceh, karena
Aceh sebuah wilayah merdeka dan tidak mengadakan ikatan janji apa-apa dengan
Belanda dan Inggris. Hal itu dipakai alasan oleh Belanda untuk mempercepat penaklukan
Aceh. Belanda mulai mencari-cari alasan untuk menyerang aceh.

b). Sebab khusus / sebab langsung perang Aceh.


Belanda mengirimkan utusan kepada Sultan Aceh untuk menuntut agar Aceh mengakui
kedaulatan Belanda atas Aceh. Tuntutan yang sewenang-wenang itu ditolak oleh Aceh.
Dengan penolakan itu dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Aceh. Belanda
kemudian menyatakan perang kepada Aceh (26 Maret 1873).

c). Jalannya perang Aceh.


Pada tanggal 10 April 1873 Belanda menyerang Aceh dengan mendaratkan tentaranya di
kotaraja dipimpin oleh jendral kohler. Rakyat Aceh yang sudah menduga akan adanya
serangan itu telah siap menghadapi agresi Belanda tersebut. Penyerangan Belanda yang
pertama gagal berkat pertahanan Aceh yang kuat, Jendral Kohler tewas dalam
pertempuran itu akibat tusukan rencong. Tentara Belanda ditarik mundur. Dalam perang
Aceh itu semangat Islam sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan semangat
perjuangan rakyat Aceh.
Serangan kedua dilancarkan pada akhir tahun 1873 dibawah pimpinan Jendral Van
Swieten, penyerangan kedua Belanda lebih hebat dari yang pertama. Jendral Van Swieten
berhasil merebut Mesjid dan keraton Kutaraja. Kutaraja kemudian dijadikan sebagai
pusat kekuasaan dan pertahanan Belanda. Tidak lama kemudian sultan Aceh
Mahmudsyah wafat. Dengan direbutnya istana dan wafatnya Sultan Aceh Belanda
mengira bahwa perang telah selesai. Belanda juga menduga bahwa dengan jatuhnya
Kutaraja tidak ada lagi semangat perlawanan rakyat Aceh. Ternyata dugaan itu salah.
Rakyat Aceh tidak menggantungkan diri kepada istana, tetapi rakyat Aceh tergabung ke
dalam kelompok-kelompok pasukan yang berdiri sendiri.
Perlawanan rakyat Aceh dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, perjuangan itu
didasarkan kepada :
a. Rasa kebangsaan, bahwa setiap campur tangan asing harus ditolak.
b. Kenyakinan beragama.
Diantaranya perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh panglima Polim, Teuku Ibrahim dan
pasukan-pasukan lainnya. Berkali-kali Belanda mengirimkan pasukan tentaranya ke
Aceh, tetapi tidak dapat melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh. Seorang ulama
terkemuka Tengku Cik di Tiro (1881-1891) mengobarkan semangat perang gerilya, dan
dengan gigih rakyat Aceh melakukan perlawanan. Pertahanan Belanda di kutaraja terus
menerus mendapat serangan dari pasukan Aceh. Belanda melakukan pembalasan dengan
mengadakan serangan ke luar Kutaraja. Jendral Van Der Heyden mengerahkan
tentaranya untuk menguasai seluruh Aceh. Pada tahun 1879 Aceh berhasil dikuasai oleh
77

tentara Belanda. Di daerah-daerah pendudukan didirikan pos-pos militer Belanda, tetapi


Belanda hanya dapat menguasai daerah-daerah pos itu saja. Sedangkan gunung-gunung,
lembah-lembah hutan-hutan dikuasai oleh gerilyawan Aceh.

Tengku Cik Di Tiro (1881-1891)


Perang gerilya dibawah pimpinan Teuku Ibrahim memperhebat serangan-serangannya
ke setiap pos-pos militer Belanda dan menyerang patroli-patroli militer Belanda, Teuku
Ibrahim gugur dalam peperangan itu.Teuku Ibrahim adalah seorang pahlawah Aceh
yang jujur dan berani, seorang yang taat kepada agama. Dan perjuangan teuku Ibrahim
mendapat dukungan moril yang sangat besar dari istrinya Cut Nya Din. Setelah Ibrahim
wafat, muncullah pahlawan muda masih kerabat Teuku Ibrahim yaitu Teuku Umar.
Keberanian dan kepandaian siasat teuku Umar menarik hati Cut Nya Din. Kemudian Cut
Nya Din menjadi istri teuku Umar.

78

Teuku Umar
d). Siasat Konsentrasi / Stelsel Konsentrasi.
Karena terdesak oleh gerilya Aceh, Belanda melakukan siasat baru yaitu siasat pemusatan
atau disebut stelsel konsentrasi. Pos-pos militer Belanda ditiadakan. Semua tentaranya
ditarik dan dipusatkan di kutaraja. Sekitar Kutaraja didirikan benteng-benteng pertahanan
yang dihubungkan dengan jalan-jalan kereta api. Pemusatan pertahanan dalam benteng
itu hanya bersifat mempertahankan . Hanya di dalam daerah pemusatan pertahanan itulah
Belanda berkuasa, padahal Belanda sudah berperang selama 11 tahun. Dengan siasat
konsentrasi Belanda melakukan penghematan dalam segala hal, seperti tenaga, alat-alat
perang, uang dll. Karena Belanda sudah banyak menderita kerugian akibat serangan yang
terus-menerus dari gerilya Aceh.
Benteng-benteng di daerah konsentrasipun mendapat serangan yang terus menerus dari
gerilyawan Aceh. Pada malam hari benteng-benteng itu diserang dengan tiba-tiba, dalam
serangan mendadak itu banyak tentara Belanda yang tewas. Jalan-jalan kereta api yang
menghubungkan benteng-benteng itu sering diambil oleh gerilyawan Aceh.

79

e). Politik Devide et impera.


Dari daerah pemusatan itu Jendral Deyckerhoff mencoba siasat lain yaitu politik de vide
et impera, dengan membujuk panglima-panglima Aceh agar mau bekerja sama dengan
Belanda.

f). Siasat perang Teuku Umar.


ternyata anjuran Jendral Deyckerhoff mendapat sambutan dari teuku umar. Pada tahun
1893 Teuku Umar menyerah kepada Belanda, teuku Umar menyadari bahwa hanya
dengan senjata yang lengkap Aceh dapat memukul musuh yang dibencinya yaitu
Belanda. Teuku Umar diberi tugas oleh Belanda untuk menyerang benteng
gerilyawan/rakyat Aceh. Teuku Umar menyanggupi dengan meminta tambahan prajurit
dengan persenjataan yang lengkap. Teuku Umar diberi pasukan yang kuat dengan
persenjataan yang lengkap untuk menyerang benteng-benteng rakyat aceh. Dengan
pasukannya itu teuku umar berhasil menundukkan beberapa hulu balang Aceh.
Kepercayaan pemerintah Belanda kepada teuku Umar semakin besar. Atas jasa-jasanya
oleh Jendral Deyckerhoff teuku Umar diberi gelar Panglima Perang Besar Teuku Johan
Pahlawan. Tetapi sebenarnya dalam penyerangan ke pusat-pusat markas rakyat Aceh,
selalui didahului oleh perintahnya untuk mengosongkan benteng.
Pada tahun 1896, setelah teuku Umar merasa kuat dengan pasukan dan persenjataannya
yang lengkap, Teuku Umar masuk hutan bergabung kembali dengan rakyat Aceh.
Belanda terkejut karena merasa tertipu oleh Teuku Umar. Rakyat Aceh dengan pimpinan
teuku Umar dan istrinya Cut nya Din dengan persenjataannya yang lengkap terus
menerus memperoleh kemenangan. Kedudukan Belanda semakin Goyah, Belanda
menyadari bahwa dengan politik devide et impera tidak mungkin memperoleh
kemenangan. Jendral Deyckerhoff kemudian dipecat dan digantikan oleh Van Heutz
sebagai gubernur militer.
Van Heutz kemudian memilih Dr. Snouck Hurgronye seorang ahli hukum dan agama
Islam sebagai penasehatnya. Dr. Snouck Hurgronye diberi tugas menyelidiki adat istiadat,
kebiasaan hidup orang Aceh dll. Hasil penyelidikinya itu dimuat dalam buku De Acehers
(orang Aceh). Hasil penyelidikan Dr. Snouck Hurgronye itu dijadikan sebagai dasar siasat
Belanda untuk menundukkan orang Aceh. Berdasarkan pengetahuan Dr. Snouck
Hurgronye, pada tahun 1898 Van Heutz merubah siasat perang. Pemusatan dalam benteng
dihapuskan, dibentuk pasukan marsose / pasukan gerak cepat yang dilatih secara gerilya,
seperti cara-cara orang Aceh berperang.

80

Dr. Snouck Hurgronye


Di dalam serangan-serangannya tentara Belanda selalu diikuti oleh ribuan orang tawanan
yang dirantai, tawanan-tawanan itu harus memikul senjata dan logistik. Pasukan marsose
mengejar Teuku Umar dan pasukannya ke kubu-kubu pertahanan gerilya Aceh di gununggunung dan hutan-hutan secara terus menerus dengan tidak memberi kesempatan kepada
gerilya Aceh untuk beristirahat. Karena mulai kekurangan senjata tentara Aceh Mundur
masuk kepedalaman hutan-hutan.
Teuku Umar dan Cut Nya Din mundur ke arah timur untuk berjuang bersama-sama
dengan panglima Polim dan Teuku Mohammad Dawot di Pedir, Belanda mengejar
terus kesana, Pedir direbut. Pengejaran pasukan Marsose mendesak Teuku Umar dengan
pasukannya yang diikuti oleh keluarganya mundur ke pantar barat, Patriot-patriot Aceh
dengan anak istrinya menempuh jarak beratus-ratus kilometer, masuk pegunungan, jurang
dan hutan rimba yang belum pernah diinjak manusia.

Panglima Polim

81

g). Teuku Umar gugur (10/11 Februari 1899).


Sesampainya di Meulaboh Teuku Umar sudah dihadang oleh pasukan Marsose yang
dipimpin langsung oleh Van Heutz. Dalam pertempuran sengit pada tanggal 10/11
Februari 1899 Teuku Umar yang sudah kehabisan tenaga dan kekurangan senjata itu
gugur sebagai ksatria dan pemimpin perjuangan rakyat Aceh. Di daerah pantai Belanda
membuat jalan kereta api dan jalan raya untuk memudahkan pasukan Belanda.
Gerilyawan Aceh terdesak dan terus mundur ke hutan-hutan dan terputus hubungannya
dengan rakyat dan terpecah pasukan yang satu dengan yang lainnya. Seorang demi
seorang pemimpin gugur , tertangkap dan menyerah. Empat tahun (1903) kemudian
setelah wafatnya Teuku Umar, Mohammad Dawot menyerah kepada Belanda setelah
terjdi perlawanan sengit di pantai timur. Sementara itu panglima Polim melanjutkan
perlawanan sambil berpindah-pindah tempat, akan tetapi karena kekurangan senjata dan
kehabisan perbekalan, akhirnya panglima Polim menyerah dengan meletakkan senjata di
Lhokseimawe (1903), setelah itu banyak pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Aceh
yang menyerah.
Pada tahun 1904 oleh Belanda perang Aceh dianggap selesai, Van Heutz mengeluarkan
suatu perjanjian yaitu Plakat Pendek yang harus ditandatangani oleh kepala-kepala
daerah atau pemimpin-pemimpin rakyat sebagai tanda tunduk kepada Belanda. Isi Plakat
Pendek sebagai berikut :
1. Mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2. Akan patuh kepada peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Belanda.
3. Tidak akan berhubungan dengan negara-negara lain, kecuali dengan Belanda.
Dengan Plakat pendek itu Belanda menyempurnakan Pax Neerlandica yaitu pembulatan
kekuasaan Belanda di Indonesia. Tetapi belum cukup Belanda hanya menaklukan Aceh
saja, maka ditugaskan Van Daalen untuk melakukan gerakan pembersihan (8 februari-23
Juli 1904), sebelas perkampungan dibersihkan dengan tidak mengenal prikemanusiaan.
Sejak itu Belanda secara resmi menganggap peperangan di Aceh telah selesai.

h) Cut Nya Din.


setelah ditinggalkan oleh suaminya Cut Nya Din mundur ke hutan melanjutkan
perjuangan. Cut Nya Din sangat keras pendiriannya, baginya pantang menyerah,
badannya sudah sangat rusak karena tua dan penderitaan. Pengiring-pengiringnya sangat
kasihan melihat penderitaan Cut nya Din itu. Salah seorang pengiring Cut Nya din secara
diam-diam menemui seorang Perwira Belanda agar mengambil Cut Nya Din dari hutan.
Perwira Belanda itu menyetujui permintaan itu. Cut nya Din kemudian dibawa ke kota
menjadi tawanan Belanda (7 November 1905), kemudian dibawa ke Jawa dan
ditempatkan di Sumedang. Pahlawan wanita itu meninggal dan dimakamkan di
Sumedang.
Perlawanan rakyat Aceh yang hampir 31 tahun lamanya itu merupakan peperangan
terakhir yang paling sengit. Rakyat Aceh dapat bertahan lama menghadapi seranganserangan Belanda disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Susunan ketatanegaraan Aceh yang memberikan otonomi luas kepada daerahdaerah yang menyebabkan perlawanan-perlawanan rakyat Aceh tidak tergantung
kepada Sultan.
82

2. Orang aceh merupakan umat Islam yang taat kepada agamanya dan dijiwai oleh
semangat jihad.
Walaupun Belanda telah menganggap perang Aceh selesai, tetapi sesungguhnya sampai
pecah perang dunia ke II (1939-1945) diam-diam masih terjadi perlawanan rakyat Aceh.
Terutama kemenangan Jepang atas Rusia (1904-1905) telah menimbulkan pengharapan
besar kepada rakyat aceh yang melihat kebangunan dunia timur dari penjajahan bangsa
Barat.

2). Perang Tapanuli (1878-1907).


Sejak tahun 1861 banyak pendeta-pendeta kristen yang memasuki daerah tapanuli untuk
tugas suci menyebarkan agama Nasrani salah satunya adalah pendeta Nomensen. Usaha
penyebaran agama kristen ke daerah tapanuli itu mendapat tantangan dari raja Tapanuli
yang masih menganut agama batak kuno (animisme-dinamisme). Pemerintah Belanda
kemudian memberikan bantuan kepada usaha zending itu untuk tujuannya sendiri. Tujuan
Belanda ialah untuk menguasai daerah tapanuli. Belanda juga menggunakan alasan untuk
menindas pejuang-pejuang Paderi dan pemimpin-pemmpin Aceh yang melarikan diri ke
daerah Tapanuli.
Tapanuli diperintah oleh raja Si Singa Mangaraja yang memiliki pengaruh yang besar.
Si singa Mangaraja bersekutu dengan pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Setelah
perang Aceh selesai, Belanda mengerahkan pasukannya untuk melawan Si singa
Mangaraja. Pada tahun 1878, Belanda mulai dengan gerakan militernya menyerang
daerah Tapanuli. Pecah perang Tapanuli (1878-1907), operasi jendral Van Daalen di
daerah pedalaman Aceh (1903-1905) diteruskan sampai masuk ke daerah Tapanuli yang
dipertahankan dengan hebat oleh putera-putera daerah dibawah pimpinan Si singa
Mangaraja.
Pada tahun 1905 kedudukan Raja Tapanuli mulai terjepit dalam menghadapi gerakan
militer Belanda setelah didatangkan pasukan marsose dari Aceh (utara), dari Sibolga dan
dari Sumatera Barat) (selatan). Dalam perlawanan itu raja Si singa Mangaraja gugur
(1907) di Pakpak, dan seluruh tapanuli berhasil dikuasai oleh Belanda.

3). Perang Bone (1905-1908)


Pada zaman VOC (abad 17) sejak perjanjian Bongaya (1667) Raja Bone Aru Palaka
selalu berhaluan politik bersahabat dengan Belanda dan pasukan Bone sering
dimanfaatkan untuk membantu kolonial Belanda menindas pemberontakan di daerahdaerah lain. Tetapi sejak dibubarkannya VOC (1779) raja-raja Bone menyatakan tidak
terikat lagi dengan perjanjian Bongaya, dan selalu menolak kedatangan Belanda di
wilayahnya. Dan perang pun tidak dapat dihindarkan, sehingga kerajaan pedalaman
Bone-Toraja itu baru dapat dikuasai dalam perang kolonial tahun 1905-1908).
Pada tahun 1908 seluruh daerah dan kerajaan-kerajaan pada hakekatnya telah dikuasai
dan terikat pada plakat pendek yang secara tertulis raja-raja Indonesia menyatakan tunduk
dan mengakui kedaulatan Belanda.

83

4). Perang Bali (1906-1908)


Perselisihan Belanda dengan Bali terjadi karena Belanda protes terhadap kebiasaan Bali
yaitu merampas kapal-kapal Asing yang terdampar di pantai Bali (hak tawan karang).
Dan Balanda mengetahui bahwa raja-raja di Bali sering terjadi permusuhan. Setelah
Belanda merasa kuat, Bali diserang secara besar-besaran (1906), dalam menghadapi
Belanda kerajaan-kerajaan Bali seperti Badung, Gianyar, klungkung, Ubud, Tabanan,
karang Asem dll bersama-sama melakukan perlawanan hebat dengan semangat puputan
yaitu melawan musuh sampai gugur, dengan berpakaian serba putih orang-orang Bali
bertekad melakukan puputan dengan menyerbu Belanda tanpa menghiraukan yang
dihadapinya senjata. Setelah jatuh banyak korban, Bali berhasil dikuasai Belanda.

i. Politik Pax Neerlandica.


Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari daerah-daerah yang terletak di berbagai pulaupulau itu tidak dapat sekaligus dikuasai oleh Belanda seluruhnya. Belanda menghadapi
perlawanan-peralawanan yang sangat keras dari penduduk diberbagai daerah di Indonesia
sejak Belanda berusaha menguasai seluruh Indonesia (abad 17). Pada awal abad ke 20
Belanda berhasil menguasai seluruh Indonesia. sejak itu seluruh Indonesia berada
dibawah pemerintah Hindia Belanda. Politik Belanda yang berlaku di seluruh Indonesia
itu disebut Pax Neerlandica. Setelah bulat kekuasaannya di seluruh Indonesia, Belanda
mulai mengatur dan memperkuat organisasi pemerintahannya.Indonesia harus dapat
menghasilkan banyak barang-barang yang semakin banyak diminta di pasar Eropa dan
Amerika.

1). Politik Pintu Terbuka


Pada awal abad 20 terjadi suatu kemajuan yang pesat dalam bidang industri di Eropa dan
Amerika. Timbulnya industri-industri modern seperti pabrik-pabrik mesin, mobil, listrik
dll. Pabrik-pabrik tersebut membutuhkan bahan mentah seperti karet, besi, timah,
tembaga, minyak tanah dsbnya. Indonesia menjadi produsen bahan-bahan mentah
tersebut, sekaligus menjadi konsumen barang-barang hasil industri dari Eropa. Yang
memproduksi bahan-bahan mentah itu bukan masyarakat Indonesia, melainkan bangsa
Belanda. Rakyat Indonesia hanya menjadi kuli.
Bangsa Belanda kekuarangan modal dan tenaga untuk dapat memenuhi permintaan bahan
mentah dari Eopa, oleh sebab itu Belanda melaksanakan politik pintu terbuka.
Pengusaha-pengusaha asing diberi kesempatan membuka perusahaannya di Indonesia
untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia bersama-sama dengan Belanda.
Antara tahun 1904 dan tahun 1914 terlihat kegiatan kongsi-kongsi besar dalam segala
bidang. Kongsi-kongsi swasta dan pemerintah Hindia Belanda harus bersaing dengan
negeri-negeri penghasil bahan-bahan mentah lainnya, seperti Brazilia yang menghasilkan
kopi dan kina, Kuba yang menghasilkan gula, Filipina yang menghasilkan gula dan
tembakau, Malaya yang menghasilkan karet dan Timah. Oleh sebab itu Kongsi-kongsi
swata dan pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk memproduksi barang-barang yang
dapat bersaing dalam hal harga dan mutunya. Untuk memenuhi semua itu maka
dibutuhkan tersedianya pegawai-pegawai yang cakap dan murah. Sebagai daerah
konsumen bagi barang-barang murah seperti tekstil hasil industri Eropa/Belanda, maka
perlu ditingkatkan kehidupan/kesejahteraan rakyat.
84

2). Politik Ethisch / Politik Balas Budi (1900-1942).


Politik Ethisch atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa
pemerintah kolonial Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan
peibumi, pemiliran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Perdebatan antara golongan politik di negeri Belanda mengenai bagaimana dan dengan
cara apa mengeksploitasi koloni tidak pernah selesai. Politik kolonial konservatif yang
dianggap kuno telah dikritik oleh golongan liberal dengan mengajukan usul untuk
melakukan cara eksploitasi yang menguntungkan kedua belah pihak, penjajah dan yang
terjajah.
Pada awal abad ke 20 Belanda melaksanakan aliran baru dalam pemerintahan Hindia
Belanda yaitu Politik Ethisch. Politik Ethisch disebut pula Politik Balas Budi,
penganjur gagasan itu yang terkenal ialah Mr. Conrad Theodore Van Deventer,
Douwes Dekker dan Baron van Hoevell. Mr. C.Th. Van Deventer pernah bekerja di
Indonesia dan melihat bagaimana penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa.
Pada tahun 1899 Mr. C.Th. Van Deventer menulis sebuah artikel dalam majalah De
Gids dengan judul Een Enrschuld (hutang kehormatan). Di dalam tulisannya Mr.
C.Th Van Deventer menjelaskan bahwa kekosongan kas negara Belanda sebagai akibat
dari perlawanan-perlawanan rakyat Indonesia dan perang kemerdekaan Belgia telah diisi
oleh rakyat Indonesia, dengan kata lain rakyat Indonesia telah berjasa membantu
pemerintah Belanda memulihkan kembali keuangannya. Oleh karena itu sudah
sewajarnya bila kebaikan budi orang Indonesia dibalas kembali. Keuntungan yang
diperoleh dari cucuran keringat rakyat Indonesia jangan dibawa semuanya ke negeri
Belanda, tetapi harus diteteskan ke bawah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Oleh
karena itu menurut Mr. C.Th. Van Deventer hutang budi harus dibayar dengan
peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Mr. C.Th. Van Deventer mengemukakan pula bahwa Belanda berhutang budi kepada
rakyat Indonesia, oleh karena rakyat Indonesia telah diperas tenaganya dan hartanya pada
masa cuultur stelsel. Karena itu Mr. C.Th. Van Deventer mengusulkan saran kepada
Belanda agar membalas budi kepada rakyat Indonesia dengan jalan menghapuskan segala
peraturan yang mengakibatkan penderitaan rakyat, dan ikut memajukan kehidupan rakyat
Indonesia. Mr. C.Th. Van Deventer kemudian mengajukan trias / 3 saran untuk
memperbaiki kehidupan rakyat Indonesia yaitu :
1.
2.
3.

Edukasi/ pendidikan yaitu rencana memberikan pendidikan kepada rakyat


Indonesia.
Irigasi/ pengairan yaitu perbaikan pengairan .
Tranmigrasi yaitu pemindahan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang
masih kurang penduduknya.

Usul Mr. C.Th. Van Deventer diterima oleh pemerintah kolonial Belanda dan mendapat
dukungan politik baik dari kaum kapitalis dan industrialis, golongan itu sangat berminat
karena ingin memasarkan hasil industrinya sambil mengadakan perbaikan ekonomi
penduduk Indonesia yang telah berjasa terhadap pemerintah Belanda, dan secara tidak
langsung juga akan mendatangkan keuntungan bagi golongannya.
Namun demikian, Politik Ethisch ( Politik Balas Budi ), tujuan sesungguhnya untuk
kepentingan Belanda bukan untuk rakyat Indonesia .
85

(a). Pelaksanaan Politik Ethisch (Politik Balas Budi).


1. Edukasi/pendidikan : Belanda mendirikan sekolah-sekolah bukan untuk
memajukan dan mencerdaskan rakyat Indonesia, tetapi untuk mencetak pegawaipegawai rendahan yang akan dipekerjakan sebagai buruh murah pada perkebunanperkebunan, pabrik-pabrik Belanda sebagai juru tulis dan pesuruh dengan gaji
yang rendah. Oleh sebab itu pendidikan untuk rakyat jelata hanya boleh sampai
tingkat SD (HIS).
2. Irigasi/pengairan : Pembangunan saluran irigasi dan bendungan disediakan
terutama untuk mengairi perkebunan-perkebunan, pabrik-pabrik Belanda, bukan
untuk kepentingan usaha rakyat Indonesia.
3. Transmigrasi : Pemindahan penduduk dipakai untuk membuka lahan baru bagi
perusahaan-perusahaan perkebunan swasta Belanda dan untuk mencukupi
kebutuhan tenaga kerja di perkebunan-perkebunan tersebut. Tranmigrasi
bukannya untuk memberikan lapangan penghidupan yang layak kepada rakyat
Indonesia yang dipindahkan itu. Contohnya penduduk Jawa ditransmigrasikan ke
Deli (Sumatera), yang dijadikan tenaga kasar di perkebunan-perkebunan Belanda
Sejalan dengan berkembangnya perusahaan swasta, daerah perkebunan baru, dan kantorkantor pemerintah, maka tenaga administrasi sangat diperlukan. Sejak politik Ethisch
dengan edukasinya itu mulai menghasilkan lulusan, maka tenaga-tenaga lulusan itu mulai
diserap oleh berbagai sektor kegiatan. Kebutuhan aparatur birokrasi dan administrasi
kolonial semakin meningkat dan untuk semua itu diperlukan pendidikan yang lebih tinggi
sesuai dengan spesialisasi dan keahliannya.
Kenyataanya bahwa politik Ethisch itu bukan semata-mata akan mengangkat derajat
rakyat Indonesia, tetapi dipakai untuk kepentingan ekonomi Belanda sendiri.
Edukasi, pengairan dan tranmigrasi merupakan semboyan Politik Ethisch. Politik
Ethisch, Politik Pintu Terbuka dan Politik Kerja Bebas adalah 3 hal yang erat
hubungannya dalam pelaksanaan eksploitasi (pengerukan / penjarahan) Belanda atas
sumberdaya ekonomi (sumberdaya mineral & sumberdaya nabati) di bumi Nusantara
yang diangkut ke Negeri Belanda dan ini sangat menguntungkan pemerintah kolonial
Belanda, tetapai sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Dan penyelenggaraan
pendidikan bagi rakyat Indonesia ialah agar tersedia pegawai-pegawai rendahan yang
cakap dan murah.

(b).Dampak Politik Ethisch.


Golongan ningrat (bangsawan) dan pegawai pemerintahan Belanda dalam menerima
pendidikan (edukasi) agak berbeda dengan rakyat jelata. Kalau rakyat jelata pendidikan
hanya diperbolehkan hanya sampai SD (HIS), tetapi anak-anak golongan bangsawan dan
pegawai pemerintahaan Belanda diperkenankan sampai tingkat SMA (AMS dan HBS)
bahkan sampai perguruan tinggi.
Dalam bidang edukasi, dampak positifnya adalah menghasilkan golongan elite baru
(yaitu yang pendidikannya sampai SMA dan perguruan tinggi) yang semakin lama ,
semakin menyadari kedudukannya yang dibedakan (adanya diskriminasi) dalam
masyarakat kolonial. Dari golongan inilah kelak muncul pembaharuan yang
86

direalisasikan dalam bentuk pergerakan modern, dan perubahan politik baru itu telah
membangkitkan golongan elite untuk merealisasikan cita-citanya.
Perubahan-perubahan segera mendapat peluang setelah keluarnya perintah Ratu Belanda
pada tahun 1901 yang menghendaki diangkatnya orang bumi putera (pribumi asli) di
Hindia Belanda ( Nusantara / Indonesia) dari lembah kemiskinan. Kesempatan emas yang
menjadi peluang dalam Politik Ethisch ini dimanfaatkan oleh golongan elite untuk
membebaskan diri dari dominasi kolonial dengan menyusun kekuatan berupa pergerakanpergerakan yang berupa organisasi-organisasi sosial dan politik di Indonesia sejak tahun
1908 (diawali dengan berdirinya organisasi Budi Utomo yang bersifat sosial/budaya).

--------------------oo00(0)00oo----------------------

87

DAFTAR PUSTAKA
Boxer, C.R., 1985. Jan Kompeni, Dalam Perang Damai 1602 1799. Penerbit Sinar
Harapan, Jakarta, cetakan Kedua, 160 h.
Burger, D.H. & Prajudi, 1957. Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, Djilid Pertama.
P.N. Pradnya Paramita, Djakarta, Tjetakan Kedua, 283 hal.
Kartodirdjo, S., 1988. Pengantar Sejarah Indonesia Baru ( 1500 1900 ), Dari
Emporium sampai Imperium, Jilid 1. Penerbit Gramedia, Jakarta, Cetakan Kedua,
406 hal.
Kartodirdjo, S., 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru (Sejarah Pergerakan
Nasional), Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2. Penerbit Gramedia,
Jakarta, Cetakan Ketiga, 276 hal.
Kasim, S., 2002. Aru Palakka dalam Perjuangan Kemerdekaan Kerajaan Bone. Penerbit
C.V. Walanae, Makassar, Cetakan Pertama, 214 hal.
Koesters, P.H., 1988. Tokoh-Tokoh Ekonomi Mengubah Dunia, Pemikiran-Pemikiran
yang Mempengaruhi Hidup Kita. Penerbit PT Gramedia, Jakarta, Cetakan Kedua,
302 hal.
Poesponegoro, D. & Notosusanto, N., 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Edisi ke-4, Jakarta, 495 hal.
Poesponegoro, D. & Notosusanto, N., 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, P.N. Balai Pustaka, Edisi ke-4, Jakarta, 521 hal.
Setyono, L., 1986. Ikhtisar Sejarah Nasional. P.T. Edumedia IPIEMS Group, Surabaya,
Cetakan Pertama, 135 hal.
Sjamsuddin, H., 1984. Perang Paderi. Penerbit P.T. Mutiara Sumber Widya, Jakarta,
Cetakan Ketiga, 54 hal.
Wiryosuparto, Sutjipto, 1957. Sejarah Indonesia ( 1500 1956 ). Penerbit Fakultas Sastra
Indonesia, Jakarta, 226 hal.

88

89

Anda mungkin juga menyukai