EPILEPSI
Pembimbing :
dr. Irfan Taufik, Sp.S
Disusun Oleh :
Rizgah M Jawas
2012 730 091
KEPANITERAAN KLINIK RSIJ PONDOK KOPI
ILMU BAGIAN SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Pekerjaan
Alamat
Status
Agama
: An. A F
: Perempuan
: 15 tahun
:: Buaran
: Belum Menikah
: Islam
N
: 80 kali/menit
RR
: 18 kali/menit
S
: 36,5 0C
Status Generalis
Kepala
: normochepal
Mata
: konjungtiva anemis (+/+), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Hidung
: normonasi, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut
: mukosa bibir kering (-), sianosis (-), lidah tremor (-)
Telinga: normotia, sekret (-)
Leher
: KGB tidak membesar
Thorax
Jantung
: BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
: bentuk datar
Perkusi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), organomegali (-), nyeri epigastrium (+)
Auskultasi
: BU (+) normal
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk
Laseque sign
Kernig sign
Brudzinki I/II
Patrick
Kontrapatrick
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius)
Daya Pembau : belum dapat dilakukan
N.II (Optikus )
Visus
Lapang Pandang
Funduskopi
Papil edema
Arteri:vena
N.III (Okulomotorius)
Kanan
normal
normal
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Kanan
Kiri
normal
normal
Kiri
3
Ptosis
Gerakan Bola Mata
Atas
Bawah
Medial
Pupil
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tidak langsung
Akomodasi
:
:
:
:
:
:
:
:
baik
/
baik
/
baik
/
bulat, isokor, ODS 3 mm
+
/
+
/
baik
baik
baik
baik
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan mata ke medial bawah :
Kanan
baik
Kiri
baik
N.V (Trigeminus)
Menggigit
Membuka Mulut
Sensibilitas
5.1.(oftalmikus)
5.2.(maksilaris)
5.3 (mandibularis)
Kanan
:
:
+
+
baik
Kiri
normal
normal
:
:
:
+
+
+
+
+
+
N.VI (ABDUSENS)
Gerakan mata ke lateral
Kanan
baik
Kiri
baik
N.VII (FASIALIS)
Kerutan kulit dahi
Menutup mata kuat
Mengangkat alis
Menyeringai
Meniup
Daya Kecap Lidah 2/3 depan
:
:
:
:
:
:
Kanan
+
+
normal
normal
normal
tidak dilakukan
N.VIII (Vestibulochoclearis)
Tes Bisik
Tes Rinne
Tes Weber
:
Tes Schwabach
KANAN
:
:
:
KIRI
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
N. XI (Aksesorius)
Memalingkan Kepala
Kiri
+
+
normal
normal
normal
Kanan
baik
Kiri
baik
4
Mengangkat Bahu
N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah
Atropi otot lidah
Tremor lidah
Fasikulasi lidah
: Ditengah
: (-)
: (-)
: (-)
Motorik
Kekuatan Otot
5
5
: normal
: tidak ada
Tonus otot
Atrofi
Sensorik
Nyeri : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Raba : Ektremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Suhu : tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi
: baik
Defekasi
: baik
Fungsi luhur
MMSE
: tidak dilakukan
Reflek Fisiologis
Reflek bisep
: +/+
Reflek trisep
: +/+
Reflek brachioradialis : +/+
Reflek achilles
: +/+
baik
baik
5
5
Kanan
: normal
: normal
: normal
: normal
Kiri
normal
normal
normal
normal
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
: -/: -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Hasil
Rujukan
Hemoglobin
9,1 g/dL
11,7-15,5 g/dL
Hematokrit
30%
35-47 %
Jumlah Trombosit
2503/l
154-386 103/l
Jumlah Leukosit
7,80 103/l
4,50-13,00 103/l
Eritrosit
4.74 106/l
3,80-5,20 106/l
MCV / VER
63 Fl
80-100 fL
MCH / HER
19 pg
26-34 pg
MCHC / KHER
30 g/dL
32-36 g/dL
RESUME
Pasien anak perempuan, 15 tahun datang ke IGD dengan keluhan kejang berulang
sebanyak 3x (12.00 , 13.30 , dan 14.45 WIB), kejang tanpa didahului demam,
lamanya kejang kurang lebih 30 menit, pada saat kejang mata melihat keatas dan
tangan mengepal seperti kaku, setelah pasien kejang pasien seperti orang bingung.
Pasien memiliki riwayat kejang berulang tanpa ada demam pada usia 6 tahun dan 8
tahun. Malaise (+), anoreksia(+). Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis. Pemeriksaan
laboratorium Hb 9,1 g/dL
DIAGNOSIS
Diagnosa Klinis
Diagnosis Topis
Diagnosa Etiologi
Diagnosa Patologi
: Kejang
Anemia
: Cortex serebri
: Idiopatik
: Epilepsi
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Epilepsi merupakan gangguan paroksismal dimana cetusan neuron korteks serebri
mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motoric atau sensorik,
perilaku atau emosional yang intermitten dan stereotipik.
Menurut pedorsi 2014, Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi /
gejala berikut:
Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan
jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun ke depan sama dengan (minimal
60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi / bangkitan refleks (misalkan
bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan setelah kejadian stroke, bangkitan
pertama pada anak yang disertai lesi struktural dan epileptiform dischargers)
Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang
tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.
B. Epidemologi
Diduga terdapat sekitar 50 juta orang dengan epilepsi didunia(WHO, 2012). Populasi
epilepsi aktif (penderita dengan bangkitan tidak terkontrol atau yang memerlukan
pengobatan) diperkirakan antara 4 hingga 10 /.1000 penduduk /tahun, dinegara
berkembang diperkirakan 6 hingga 10/1000 penduduk. Prevalensi dinegara sedang
berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara maju. Dilaporkan prevaqlensi
dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5-74/1000 orang dinegara sedang
berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibendingkan
daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3 (2,8-37,7) diperkotaan.
Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam 5 tahun
terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedanglkan pada negara berkembang dipedalaman
12,7 /1000(3,5-45,5) dan diperkotaan 5,9 (3,4-10,2).2 dinegara Asia, prevalensi epilkepsi
aktif tertinggi dilap[orkan divietnam 10,7/1000 orang, dan terendah ditaiwan 2,8/1000
orang.3,4 Prevalensi epilepsi pada usia lanjut (>65 tahun) dinegara maju diperkirakan
7
sekitar >0,9%, lebih dari decade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun prevalensi
meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi dinegara berkembang lebih tinggi pada
usia decade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah insiden
yang rendah dan usia harapan hidup rata-rata dinegara maju lebih tinggi. Prevalensi
epilepsi berdasarkan jenis kelamin dinegara-negara asia, dilaporkan laki-laki sedikit lebih
tinggi daripada wanita.3 Kelompok studi epilepsi perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (Pokdi Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di 15
kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatan 2288 pasien terdiri atas 487 kasus baru
dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 16,9 tahun, sedangkan rerata
usia pada kasus lama adalah 29,2 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama
kali ke dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke
dukun dan tidak berobat. Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang
dilaporkan lebih tinggi dibandingkan negara maju. Di Laos dilaporkan case fatality rate
mencapai 90,0 per 1000 orang pertahun . Angka mortalitas epilepsi pada anak di Jepang
dilaporkan 45 per 1000 orang pertahun. Di Taiwan 9 per 1000 orang pertahun , dimana
orang dengan epilepsi memiliki resiko kematian 3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi
normal.
C. Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
1. Idiopatik: tidak terdapat les structural di otak atau deficit neurologis. Diperkirakan
mempunyai predisposisi genetic dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk di
sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. Gambaran
klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya; cedera kepala, infeksi SSP, kelainan congenital, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.
D. Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada
proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran
konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya
sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas
serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang
ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran
neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting
dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi
2.
3.
aktivitas kejang.
Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal
pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias dikatakan
sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan
daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran
4.
5.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat
dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik
dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu
badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam
serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi
otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil
dengan manifestasi yang sangat bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka
tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya
2.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah Membran
neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat
sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi
ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler
tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium
keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak
mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.Sinkronisasi ini
dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori
sinkronisasi ini dapat terjadi.
Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA
(gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi
ternyata kandungan GABA rendah.
potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor
GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau
kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama
pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka
semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias
menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat
terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak
secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi
yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi
neuron penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik
secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat )
10
Silbernagl
New
E.
International
Epilepsi
League
Against
klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom
epilepsi.
Klasifikasi menurut ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsy :
11
1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somatosensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3.Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2 Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi
1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsi with centrotemporal spikesI)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
1.1.3 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
1.2 Simtomatis
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikows Syndrome)
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6 Epilepsi oksipital
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1 Kejang neonates familial benigna
2.1.2 Kejang neonates benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
12
2.
Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
Rekaman EEG merupakan pemeriksaan yang paling berguna pada dugaan suatu
bangkitan untuk:
o Membantu menunjang diagnosis
o Membantu penentuan jenis bangkitan maupun sintrom epilepsi.
o Membatu menentukanmenentukan prognosis
o Membantu penentuan perlu/ tidaknya pemberian OAE.
b) Pemeriksaan pencitraan otak
Berguna untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak. MRI beresolusi tinggi
( minimal 1,5 Tesla) dapat mendiagnosis secara non-invasif berbagai macam lesi
patologik misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi
kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepithelial tumor ), tuberous
sclerosiss. Fuctional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET),
Singel Photon Emission Computed Tomography (SPECT) dan Magnetic
Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam memberikan informasi
tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah
regional di otak berkaitan dengan bangkitan.
Indikasi pemeriksaan neuroimaging( CT scan kepala atau MRI kepala) pada
kasus kejang adalah bila muncul kejang unprovoked pertama kali pada usia
dewasa. Tujuan pemeriksaan neuroimaging pada kondisi ini adalah untuk mencari
adanya lesi structural penyebab kejang. CT scan kepala lebih ditujukan untuk
kasus kegawatdaruratan, karena teknik pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak
MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas
dalam menentukan lesi kasus elektif. Bila ditinjau dari segi sensitivitas dalam
menentukan lesi structural, maka MRI lebih sensitive dibandingkan CT scan
kepala.
c) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit,
apusan
darah
tepi,
elektrolit
(natrium,
kalium,
kalsium,
ringan, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya
buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.
Terapi pengobatan epilepsi
OAE mulai diberikan bila :
Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirmed).
Setelah pasien dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
Pasien dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off), perlahan lahan.
Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
kerusakan otak
Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
Riwayat bangkitan simtomatik
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadara., stroke, infeksi
SSP
Bangkitan pertama berupa status epileptikus
JENIS
OAE LINI
OAE LINI
BANGKITAN
PERTAMA
KEDUA
DIPERTIMBANGKAN
OAE
YANG
SEBAIKNYA
DIHINDARI
17
BANGKITAN
UMUM TONIK
KLONIK
BANGKITAN
Sodium Valproat
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepine
Clobazam
Levetiracetam
Oxarbazepine
Clonazepam
Phenobarbital
Phenytoin
Acetazolamide
Sodium Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Topiramate
Carbamazepine
Gabapentin
Oxarbazepine
Sodium Valproat
Topiramate
Clobazam
Levetiracetam
Lamotrigine
Piracetam
Topiramate
Carbamazepine
Gabapentin
Oxarbazepine
Sodium Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Levetiracetam
Topiramate
Clobazam
Gabapentin
Levetiracetam
Phenytoin
Tiagabine
LENA
BANGKITAN
MIOKLONIK
BANGKITAN
TONIK
BANGKITAN
FOKAL
DENGAN/
TANPA UMUM
Sodium Valproat
Lamotrigine
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenobarbital
Phenytoin
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenobarbital
Acetazolamide
Clonazepam
SEKUNDER
MEKANISME KERJA
Karbamazepin
Fenitoin
Fenobarbital
Valproate
Gabapentin
Lamotrigin
Topiramat
18
OAE LINI
OAE LINI
DAPAT
BANGKITAN
PERTAMA
KEDUA
DIPERTIMBANGKAN
EPILEPSI LENA
Sodium
PADA ANAK
Valproat
Lamotrigine
KECIL (CAE)
BANGKITAN
Sodium
LENA PADA
Valproat
Lamotrigine
ANAK (JAE)
EPILEPSI
Sodium
MIOKLONIK
Valproat
Lamotrigine
PADA ANAK
OAE YANG
SEBAIKNYA
DIHINDARI
Levetiracetam
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
Levetiracetam
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
Levetiracetam
Acetazolamide
Levetiracetam
Phenobarbital
Phenytoin
Acetazolamide
Clobazam
Clonazepam
Oxarbazepine
Clobazam
Gabapentin
Levetiracetam
Phenytoin
Acetazolamide
Clonazepam
Phenobarbital
Carbamazepine
Oxarbazepine
Phenytoin
(JME)
Sodium
EPILEPSI
UMUM TONIK
KLONIK
EPILEPSI
FOKAL
KRIPTOGENIK/
SIMTOMATIK
Valproat
Lamotrigine
Carbamazepine
Topiramate
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Steroid
SPASMUS
INFANTIL
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
Sodium
Carbamazepine
Oxarbazepine
Valproat
EPILEPSI
BENIGNA DGN
Carbamazepine
Oxarbazepine
Sodium
Levetiracetam
Topiramate
GELOMBANG
19
PAKU DI
DAERAH
Valproat
Lamotrigine
SENTROTEMPORAL
EPILEPSI
BENIGNA DGN
GELOMBANG
PAROKSISMAL
Carbamazepine
Oxarbazepine
Sodium
Levetiracetam
Topiramate
Valproat
Lamotrigine
DI DAERAH
OKSIPITAL
EPILEPSI
BERAT PADA
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
Sodium
BAYI (SMEI)
Valproat
GELOMBANG
Sodium
PAKU YANG
Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Clonazepam
MIOKLONIK
KONTINU
PADA
Levetiracetam
Phenobarbital
Carbamazepine
Lamotrigine
Oxarbazepine
Levetiracetam
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Levetiracetam
Clobazam
Clonazepam
Carbamazepine
Oxarbazepine
Levetiracetam
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
Levetiracetam
Topiramate
Carbamazepine
Oxarbazepine
STADIUM
TIDUR DALAM
SINDROM
LENNOXGASTAUT
Sodium
Valproat
Lamotrigine
Clobazam
Clonazepam
SINDROM
Sodium
LANDAU-
Valproat
Lamotrigine
Steroid
KLEFFNER
EPILEPSI
MIKLONIKASTATIK
Sodium
Valproat
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
OBAT
DOSIS
DOSIS
JUMLAH
AWAL
RUMATAN
(mg/hari)
DOSIS
PERHARI
400 600
2 3x
(untuk yg
(mg/hari)
Carbamazep
ine
400 600
WAKTU
WAKTU
PARUH
TERCEPATNYA
PLASMA
(jam)
STEADY STATE
(hari)
15-35
2-7
CR 2x)
Phenytoin
Valproic
acid
200 300
500 1000
200 400
1 2x
10 80
3 15
500 2500
2 3x
(untuk yg
12 18
24
CR 2x)
Phenobarbit
al
50 100
50 200
50 170
1 or 2
20 60
2 10
10 -30
2 3x
(untuk yg
10 30
26
Clonazepam
Clobazam
10
CR 2x)
Oxarbazepi
ne
Levetiraceta
m
600 900
600 3000
2 3x
8 15
1000 2000
1000 3000
2x
68
100
100 400
2x
20 30
25
900 1800
900 3600
2 3x
57
50 100
20 200
1 2x
15 35
26
Topiramate
Gabapentin
Lamotrigine
CR : controlled release
Tabel 4. Efek samping obat anti-epilepsi klasik
OBAT
EFEK SAMPING
TERKAIT DOSIS
IDIOSINKRASI
21
Ruam morbiliform,
Carbamazepine
agranulositosis, anemia
hiponatremia
syndrome stevens-johnson,
efek teragenik
Jerawat, coarse facies,
Phenytoin
mengantuk, paradoxical
Stevens-johnson, dupuytrens
contracture, efek
megaloblastik
hepatotoksik, efek
teratogenik
Ruam, trombositopenia
OBAT
EFEK
SAMPING
YANG
LEBIH
SERIUS
NAMUN
JARANG
22
Somnolen,
muncul
Levetiracetam
astenia,
ataksia,
sering
penurunan
hemoglobin
dan
hematokrit
Somnolen, kelelahan, ataksia,
Gabapentin
dizziness,
gangguan
saluran
cerna
Ruam,
Lamotrigine
dizziness,
tremor,
Clobazam
Sedasi,
Stevens-
Johnson
dizziness,irritability,
depresi, dysinhibition
Dizziness,
Oxcarbazepine
Sindrom
diplopia,
ataksia,
Topiramate
kognitif,
tremor,
PENGHENTIAN OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya bangkitan setelah
OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG yang abnormal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25 % pada
epilepsi lena masa anak kecil, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik simtomatik, 85-
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan
selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan
dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi kembali
24