Bab Vii Xii
Bab Vii Xii
HIPOTESIS KORELATIF
Pada tabel uji hipotesis, terdapat enam uji hipotesis korelatif yang akan anda pelajari.
Anda dapat memilih uji hipotesis korelatif yang tepat dengan berpedoman pada tabel sebagai
berikut.
Tabel 7.2 Pemilihan hipotesis korelatif
Variabel 1
Nominal
Variabel 2
Nominal
Uji Korelasi
Koefisien kontingensi, Lambda
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Numerik
Spearman
Numerik
Numerik
Pearson
Uji Spearman digunakan juga sebagai alternatif uji Pearson, jika syarat uji Pearson tidak
terpenuhi.
Uji korelasi Gamma dan Somersd digunakan untuk uji korelasi variabel ordinal dengan
ordinal di mana kategori variabel ordinal tersebut sedikit sehingga dapat dibuat suatu
tabel silang B x K.
Apa perbedaan uji korelasi Gamma dan Somersd?
Uji korelasi Gamma digunakan untuk menguji korelasi antara dua variabel yang setara
sedangkan uji korelasi Somersd untuk dua variabel yang tidak setara.
3. Bagaimana interpretasi hasil uji korelasi?
Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah
korelasinya. Panduan lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
2.
Nilai p
Parameter
Nilai
0,00 0,199
0,20 0,399
0,40 0,599
0,60 0,799
0,80 1,000
Interpretasi
Sangat lemah
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
P < 0,05
Terdapat
yang
korelasi
bermakna
yang diuji
Tidak
korelasi
terdapat
yang
3.
Arah korelasi
+ (positif)
Searah,
besar
semakin
nilai
variabel
besar
- (negatif)
satu
semakin
pula
nilai
variabel lainnya
Berlawanan
arah.
Semakin besar nilai
satu
variabel,
1.
Langkah
Menentukan variabel yang dihubungkan
Jawaban
Variabel yang dihubungkan adalah skor
depresi (numerik) dengan skor ansietas
2.
3.
(numerik)
Korelatif
Numerik
Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.
Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman
(uji nonparametrik)
Bagaimana melakukan uji korelasi dengan SPSS?
Langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).
2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.
3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk
melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.
4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.
5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya (uji
korelasi Spearman).
1. Uji normalitas
Bukalah file pearson
Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.
Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel depresi dan variabel ansietas. Prosedur
yang dilakukan sama dengan prosedur yang telah Anda pelajari pada Bab II, Bab III
dan Bab IV.
Bagaimakah hasilnya?
Output SPSS
Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai
berikut :
Interpretasi
a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel skor ansietas dan skor depresi.
Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel sebelum melangkah
pada proses selanjutnya.
b. Sesuai dengan kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Apakah data mempunyai distribusi yang
normal?
Pada uji Test of Normality Kolmogorov-Smirnov, baik skor ansietas maupun skor depresi
mempunyai nilai p = 0,078. Oleh karena nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
kedua kelompok data mempunyai distribusi normal.
2. Melakukan uji Pearson
Untuk melakukan uji Pearson, lakukanlah langkah-langkah berikut.
Analyze Correlate Bivariate.
Masukkan depresi dan ansietas ke dalam kotak variables.
Pilih uji Pearson pada kotak Correlation Coefficients.
Pilih Two tailed pada Test of Significance.
Proses telah selesai. Klik OK.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Interpretasi
Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara
skor depresi dan skor ansietas adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar 0,862
menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat.
LATIHAN 2
UJI KORELASI SPEARMAN
(HIPOTESIS KORELATIF NUMERIK DISTRIBUSI TIDAK NORMAL)
Kasus :
Anda ingin mengetahui korelasi antara skor gangguan somatik dengan skor gangguan
sosial. Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : Adakah korelasi antara skor gangguan
somatik dengan skor gangguan sosial?
Uji hipotesis apakah yang akan Anda gunakan?
Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Langkah
Menentukan variabel yang dihubungkan
Jawaban
Variabel yang dihubungkan adalah skor
gangguan somatik (numerik) dengan skor
2.
3.
Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.
Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman
(uji nonparametrik)
1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).
2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.
3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk
melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.
4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.
5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya pilih uji
korelasi Spearman.
1. Uji normalitas
Bukalah file spearman
Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.
Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel somatic dan variabel social.
Bagaimakah hasilnya?
Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai
berikut.
Interpretasi
a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel somativ complaint dan skor
social problem. Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel
sebelum melangkah pada proses selanjutnya.
b. Sebagaimana kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Pada uji Test of Normality
Kolmogorov-Smirnov, baik skor somatic complaint maupun skor social problem
mempunyai nilai p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan
kedua kelompok data mempunyai distribusi tidak normal.
2. Melakukan transformasi
3. Menguji hasil transformasi
4. Melakukan uji Spearman
Untuk melakukan uji Spearman, lakukanlah langkah-langkah berikut.
Analyze Correlate Bivariate.
Masukkan somatic dan social ke dalam kotak Variables.
Pilih uji Spearman pada kotak Correlation Coefficients.
Pilih Two tailed pada Test of Significance.
Proses telah selesai. Klik OK.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Interpretasi
Dari hasil di atas, diperoleh nilai Significancy 0,000 yang menunjukkan bahwa
korelasi antara gangguan somatik dengan gangguan sosial adalah bermakna. Nilai korelasi
Spearman sebesar 0,351 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi
yang lemah.
LATIHAN 3
UJI KORELASI GAMMA DAN SOMERSD
(HIPOTESIS KORELATIF ORDINAL TABEL B X K)
Kasus :
Anda ingin mengetahui korelasi antara tingkat penilaian responden terhadap mutu
pelayanan penawaran (buruk, sedang, baik) dengan mutu pelayanan rumah sakit (buruk,
sedang, baik). Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : Adakah korelasi antara tingkat
penilaian pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan dengan mutu pelayanan rumah
sakit?
Uji hipotesis apa yang akan Anda gunakan?
Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Langkah
Menentukan variabel yang dihubungkan
Jawaban
Variabel yang dihubungkan adalah mutu
pelayanan
keperawatab
(kategorik
Terdapat tiga pilihan uji korelasi, yaitu korelasi Spearman, Gamma dan Somersd. Anda
memilih untuk melakukan uji korelasi Gamma dan Somersd karena korelasi yang akan
diuji adalah korelasi antar variabel ordinal yang penyajiannya dalam bentuk silang 3 x 3.
Bagaimana melakukan uji korelasi Gamma dan Somersd dengan SPSS?
Buka file gamma.
Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada
file tersebut.
Lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut.
Analyze Descriptive Statistics Crosstabs.
Masukkan variabel p3 ke dalam rows.
Masukkan variabel p4 ke dalam Columns.
Bagaimanakah hasilnya?
Interpretasi
1. Output pertama (crosstab) menyajikan tabel silang antara mutu pelayanan keperawatan
dengan mutu layanan rumah sakit.
2. Output kedua (directional measures) menyajikan hasil uji Somersd. Hasil uji Somersd
Anda pakai jika salah satu variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan
variabel yang lain sebagai variabel tergantung.
Jika Anda menganggap bahwa mutu pelayanan rumah sakit sebagai variabel bebas, maka
nilai yang Anda pergunakan adalah hasil uji Somersd bari ke dua. Anda membaca bahwa
besar korelasinya adalah 0,028 yang menunjukkan bahwa korelasinya sangat lemah.
3. Output ketiga (symmetric measures) menyajikan hasil uji Gamma. Anda menggunakan
uji Gamma bila kedudukan dua variabel setara (tidak ada variabel bebas dan tergantung).
Pada uji Gamma diperoleh nilai korelasi sebesar 0,052 yang menunjukkan bahwa korelasi
sangat lemah.
LATIHAN 4
UJI KORELASI KOEFISIEN KONTINGENSI DAN LAMBDA (HIPOTESIS KORELATIF
DAN KATEGORIK)
Kasus:
Anda ingin mengetahui korelasi antara perilaku merokok (merokok dan tidak
merokok) dengan status fertilitas seorang pria (tidak subur dan subur). Anda merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat korelasi antara perilaku merokok
dengan status fertilitas seorang pria?
1.
Langkah
Menentukan variabel yang dihubungkan
Jawaban
Variabel yang dihubungkan adalah statu s
fertilitas pria (kategorik nominal) dengan
2.
3.
Terdapat dua pilihan uji, yaitu uji korelasi koefisien kontingensi dan lambda. Anda
memilih uji lambda karena kedudukan dua variabel tidak setara, di mana perilaku
merokok sebagai variabel bebas dan infertilitas sebagai variabel tergantung.
Prosedur uji korelasi Lambda
Buka file Lambda.
Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada
file tersebut.
Lakukanlah prosedur sebagai berikut.
Analyze Descriptive statistics Crosstabs.
Masukkan perilaku merokok ke dalam Rows (karena bertindak sebagai variabel bebas).
Masukkan variabel status fertilitas ke dalam Colums (karena bertindak sebagai variabel
terikat).
Klik kotak Statistics.
Pilih Lambda pada kotak Nominal.
Nominal untuk melanjutkan proses selanjutnya.
Proses telah selesai. Klik Continue, klik OK.
Output SPSS
Interpretasi hasil
a. Output pertama menggambarkan tabel silang antara perilaku merokok dengan status
fertilitas.
b. Output kedua menyajikan hasil uji Lambda. Hasil uji Lambda Anda pakai jika salah satu
variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan variabel yang lain sebagai
variabel terikat.
c. Jika Anda menganggap bahwa status fertilitas sebagai variabel terikat, maka nilai yang
Anda pergunakan adalah hasil uji Lambda baris kedua. Anda membaca bahwa besar
korelasinya adalah 0,222 yang menunjukkanbahwa korelasinya lemah.
BAB VIII
PENGANTAR ANALISIS MULTIVARIAT
Tujuan
1. Pembaca mampu menjelaskan dua analisis multivariat yang banyak digunakan dalam
bidang kedokteran dan kesehatan.
2. Pembaca mampu menjelaskan langkah-langkah analisis multivariat.
A. Pendahuluan
Tahap analisis data pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
tersebut adalah deskriptif, analisis bivariat, dan analisis multivariat. Deskriptif berbicara
tentang gambaran suatu variabel, analisis bivariat berbicara tentang hubungan antara banyak
variabel bebas dengan suatu variabel terikat. Suatu penelitian mungkin hanya menggunakan
analisis deskriptif saja (penelitian deskriptif). Penelitian lainnya mungkin cukup
menggunakan analisis deskriptif dan bivariat, misalnya pada uji klinis. Penelitian lainnya
mungkin memerlukan analisis lengkap, mulai dari analisis deskriptif sampai dengan
multivariat, misalnya pada penelitian analisis observasional seperti kasus kontrol dan kohort.
Bagian ini akan menjelaskan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan analisi multivariat.
Langkah-langkah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS dapat dibaca pada Bab X,
XI, dan XII.
B. Jenis analisis multivariat
Terdapat dua analisis multivariat yang sering digunakan dalam penelitian kedokteran
dan kesehatan, yang analisis regresi logistik dan analisis regresi linier. Pemilihan kedua
analisis tersebut ditentukan oleh skala pengukuran variabel terikatnya. Bila variabel
terikatnya berupa variabel kategorik, maka regresi yang digunakan adalah analisis regeresi
logistik. Bila variabel terikatnya berupa variabel numerik, maka regresi yang digunakan
adalah analisis regresi linier.
2. Melakukan analisis multivariat. Analisi multivariat baik regresi logistik maupun regresi
linear dibagi menjadi 3 metode, yaitu enter, forward, dan backward. Ketiga metode ini
akan memberika hasil yang sama namun prosesnya berbeda. Metode enter dilakukan
secara manual sedangkan metode forward dan backward secara otomatis. Pada metode
forward, pertama-tama, software secara otomatis akan memasukkan variabel yang paling
berpengaruh kemudian memasukan variabel berikutnya yang berpengaruh tetapi ukuran
kekuataanya lebih rendah daripada variabel pertama. Proses akan berhenti ketika tidak
ada lagi variabel yang dapat dimasukkan ke dalam analisis. Pada metode backward,
software secara otomatis akan memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk
dimasukkan ke dalam multivariat. Secara bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan
dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat
dikeluarkan dari analisis. Metode enter dapat dilakukan menyerupai metode forward dan
backward, akan tetapi prosesnya dilakukan secara manual, tidak otomatis.
Contoh kasus:
Variabel terikat suatu penelitian adalah variabel Z. (Sedangkan variabel bebasnya
adalah variabel A, B, C, D, E, F, G, dan H. Pada analisis bivariat, variabel yang mempunyai
nilai p < 0,25 adalah variabel A, B, C, D, dan E. Dengan demikian, kelima variabel inilah
yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Setelah dilakukan analisis multivariat,
variabel yang berpengaruh terhadap variabel Z adalah variabel A, B, dan C dengan urutan
kekuatan adalah A, B, lalu C. Variabel yang paling tidak berpengaruh terhadap variabel Z
adalah variabel E. Ilustrasi apabila analisis dilakukan secara forward, backward dan enter
adalah sebagaj berikut.
Dengan metode forward analisi multivariat secara otomatis akan memasukkan
varjabel A, kemudian variabel B, dan diakhiri variabel C. Analisis berhenti sampai di sini.
Dengan metode backward analisis multivariat, secara otomatis akan memasukkan variabel A,
B, C, D, dan E. Kemudian variabel E dikeluarkan dari analisis diikuti oleh variabel D.
Analisis berhenti sampai di sini.
Dengan metode entetr peneliti memasukan variabel A, B, C, dan E. Peneliti melihat
hasil bahwa variabel E adalah variabel yang paling tidak bermakna Oleh karena itu, pada
analisis berikutnya peneliti memasukan variabel A, B, C, dan D saja. Hasil dari analisis,
variabel D adalah variabel yang paling tidak bermakna Selanjutnya, peneliti melakukan
analisis lagi dengan memasukkan variabel A, B, dan C. Hasil dari analisis ini adalah baik
variabel A, B, dan C berpengaruh kepada variabel Z dengan kekuatan pengaruh dan yang
paling besar adalah A, B lalu C. Analisis berhenti sampai di sini.
Otomatis
Forward
Backward
A
A, B
A, B, C
A, B, C, D, E
A, B, C, D
A, B, C
Manual
Enter
A, B, C, D, E
A, B, C, D
A, B, C
3. Melakukan intenpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat diperoeh dari analisis multivariat
adalah sebagai berikut.
a. Variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat diketahui dari nilai p masingmasing variabel.
b. Urutan kekuatan hubungan dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel
terikat. Pada regresi logistik urutan korelasi diketahui dari besarnya nilai OR.
Sedangkan untuk regresi linier urutan kekuatan hubungannya diketahui dari besarnya
nilai r (koefisien korelasj)
c. Model atau rumus untuk memprediksikan variabel terikat. Pada regresi logistik,
rumus umum yang diperoleh adalah :
p = 1/(1+e-y)
di mana
p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit)
c = bilangan natural = 2,7
y = konstanta + a1x1 + a2x2 + . + aixi
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas
Sedangkan pada regresi linier, rumus umum yang diperoleh adalah :
y = konstanta + a1x1 + a2x2 + + aixi
di mana
y = nilai dari variabel terikat
a = nilai koefisien tiap variabel
x = nilai variabel bebas
4. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis multivariat. Pada analisis regresi
logistik, kualitas rumus yang diperoleh dinilai dengan melihat kemampuan diskriminasi
dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area Under Curve (AUC) dengan
metode Receiver Operating Curve (ROC) sementara kalibrasi dengan metode Hosmer and
Lameshow. Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai AUG
semakin mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika
mempunyai nilai p > 0,05 pada uji Hosmer and Lameshow.
Kualitas dan rumus yang diperoleh pada regresi linier dinilai dengan melihat nilai
diskriminasi dengan melihat nilai R2 dan kalibrasinya dengan melihat hasil uji ANOVA.
Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai R 2 semakin
mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik apabila nilai p
pada uji ANOVA < 0,05.
5. Menilai syarat atau asumsi. Pada regresi linier terdapat asumsi linieritas, normalitas,
independensi, homogenitas, dan multikolinieriti.
BAB IX
UKURAN KEKUATAN HUBUNGAN RASIO ODDS
(RO) DAN RISIKO RELATIF (RR)
Tujuan
1. Pembaca mampu menjelaskan berbagai jenis ukuran kekuatan hubungan.
2. Pembaca mampu melakukan prosedur mencari kekuatan hubungan dengan menggunakan
SPSS dan melakukan interpretasi yang benar.
Sebelum membahas analisis multivariat, ada baiknya terlebih dahulu kita bahas mengenai
ukuran kekuatan hubungan. Pemahaman terhadap tema ini akan memudahkan kita dalam
memahami analisis multivariat.
Ukuran bias dilihat dengan menggunakan odds (RO), risiko relatif (RR), dan
koefisien korelasi. Pada analisis bivariat, RO dan RR digunakan pada analisi komparatif
kategorik sementara koefisien korelasi digunakan pada analisis korelatif. Ro digunakan pada
desain kasus control sementar kohort digunakan pada desain kohort. Bagaimana cara
memperoleh koefisien korelasi telah dibahas pada Bab VII. Pada bagian ini, akan ditunjukkan
bagaimana cara memperoleh nilai RO dan nilai RR.
Contoh kasus :
Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara kadar hepatomegali dengan terjadinya
syok pada pasien anak yang mengalami demam berdarah dengue. Desain penelitian yang
digunakan adalah kasus kontrol. Data penelitian sudah dikumpulkan dan disimpan dengan
nama data_oddrasio. Uji hipotesis apa yang sesuai dengan masalah ini? Bagaimana mengukur
kekuatan hubungannya dan berapakah besar kekuatan hubugannya?
Jawab :
Variabel hepatomegali dan terjadinya syok termasuk variabel kategorik, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah Chi-Square. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat, maka
akan digunakan uji alternatifnya, yaitu uji Fisher. Besarnya kekuatan hubungan diketahui dari
parameter nilai RO karena desain yang digunakan adalah kasus kontrol.
Langkah-langkah uji hipotesis dan memperoleh nilai OR dengan menggunakan SPSS
sama dengan apa yang sudah dibahas pada Bab V. Perbedaannya adalah pada pilihan risk
yang harus dipilih untuk mendapatkan nilai RO.
Buka file data_rasioodds.
Klik Analyze.
Klik Descriptive statistics.
Klik Crosstabs.
Masukkan syok ke dalam Column.
Masukkan hepatomegali ke dalam Row(s).
Klik kotak Statistic, pilih Chi-Square di sebelah kiri atas dan Risk di kanan bawah.
Klik kotak Cell, pilih Column pada Percentages.
Klik Continue dan OK.
Akan didapatkan hasil sebagai berikut.
Interpretasj
1. Dari semua pasien yang menderita syok, sebanyak 56,3% mengalami hepatomegali.
Sedangkan dari semua pasien yang tidak syok, hanya 26,6% yang mengalami
hepatomegali.
2. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi-Square, dengan nilai p sebesar 0,001.
Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara hepatomegali dengan
syok.
3. Korelasi yang digunakan adalah RO (lihat baris pertama pada risk estimate) yaitu sebesar
3,55 dengan IK 95% 1,59-7,91 Artinya, pasien dengan hepatomegali mempunyai
kemungkinan 3,55 kali untuk mengalami syok dibandingkan dengan pasien yang tidak
hepatomegali Nilai RO sebesar 3,55 dapat juga diinterpretasikan bahwa probabilitas
pasien yang mengalami hepatomegali untuk menderita syok adalah sebesar 78%.
Ya
Tidak
Total
Ya
a
c
a+c
Total
Tidak
b
d
b+d
a+b
c+d
N
Hepatomegali
Kategori bawah (tidak)
BAB X
ANALISIS REGRESI LOGISTIK
Tujuan
Pembaca mampu melakukan prosedur regresi logistic dengan SPSS dan melakukan
interpretasi yang benar.
Kasus :
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai
predictor terjadinya syok pada pasien anak demam berdarah. Variabel yang diteliti adalah
jenis kelamin, perdarahan, trombositopenia, hemokonsentrasu, dan hepatomegali pada saat
pasien masuk perawatan. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Data
disimpan dalam file dengan nama data_regresilogistik.
Tabel 10.1 Keterangan variabel, kategori variabel, dan skala pengukuran.
Variabel
1. syok
Skala Pengukuran
1. ya
Kategori Variabel
Kategorik
2. tidak
1. ya
0. tidak
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. positif
2. negatif
1. 50.000 / l
2. 50.000 / l
1. 42%
2. 42%
1. ya
2. tidak
2. syok_reg
3. jenis kelamin
4. perdarahan
5. trombosit
6. hematrokit
7. hepatomegali
Kategorik
Kategorik
Kategorik
Kategorik
Kategorik
Kategorik
Keterangan:
Pada data di atas terdapat dua variable syok dengan kode yang berbeda. Variabel syok dengan
kode 1 dan 2 akan digunakan untuk analisis bivariat sementara variable syok dengan kode 1
dan 0 akan digunakan untuk analisis multivariat.
Pertanyaan:
1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Bagaimana hasil analisis
bivariat tersebut?
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!
7. Setelah dilakukan analisis multivariat:
a. variabel
apa
saja
yang
berpengaruh.terhadap
syok?
Bagaimana
kekuatan
hubungannya?
b. apa persamaan yang diperoleh?
c. bagaimana aplikasi dan persamaan yang diperoleh untuk memprediksi probabilitas
syok pada pasien
8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh baik diskriminasi maupun dari segi
kalibrasi?
Marilah kita jawab pertanyaan di atas satu demi satu.
1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Uji hipotesis untuk analisis
bivariat adalah uji Chi-Square atau uji Fisher karena semua analisis bivariat yang
dilakukan termasuk ke dalam analisis komparatif kategorik tidak berpasangan.
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
Parameter kekuatan bubunan yang digunakan adalah nilai rasio odds (RO) karena
penelitian menggunakan desain kasus kontrol.
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
Lakukanlah analisis Chi-Square dan carilah nilai RO-nya untuk tiap-tiap variabel
sebagaimana dapat dilihat pada Bab V dan Bab IX. Apakah hasil yang Anda peroleh sama
dengan tabel berikut?
Tabel 10.2 Analisis bivariat variabel jenis kelamin, perdarahan,
Hepatomegali, trombosit, dan hematokri, dengan syok
Kata ref pada tabel di atas adalah singkatan dan referensi, yang berarti pembanding.
Untuk jenis kelamin, pembandingnya adalah perempuan, artinya kita membandingkan
laki-laki terhadap perempuan. Untuk perdarahan, pembandingnya adalah tidak
perdarahan, artinya kita membandingkan pasien yang mengalami perdarahan terhadap
pasien yang tidak mengalami perdarahan. Pada umumnya, yang dijadikan sebagai
pembanding adalah kategori yang dianggap tidak berisiko.
4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?
Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi logistik karena variabel
terikatnya adalah variabel kategorik dikotom.
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang
pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah perdarahan,
hepatomegali, hematokrit, dan trombosit.
6. Lakukanlah analisis regrsi logistik dengan menggunakan SPSS!
Klik Analiyze Regression Binary logistic.
Klik Continue.
Aktifkan kotak Save.
Pilih Probabilitas.
Klik Continue.
Aktifkan kotak Categorical. Pindahkan semua variabel kategorik dari Covariates ke
Categorical
Covariates.
Pada
saat
pemasukan
data,
kode
menjadi
Perhatikan pada masing-masing variabel saat ini telah ada tulisan (cat) setelah nama
variabel.
Proses sudah selesai. Klik OK.
Dependent Variable Encoding dan Categorical Variables Coding dilihat untuk memeriksa
kembali apakah sistem pengkodean sudah benar.
Pada Dependent Variable Encoding, tidak syok diberi kode 0, sementara syok diberi kode 1.
Hal ini sudah benar karena pada regresi logistik, kategori yang akan diprediksikan harus
diberi kode 1.
Pada Categorical Variables Codings, hematokrit 42%, trombosit > 50.000/l, hepatomegali
(tidak), dan perdarahan (tidak) diberi kode 0. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data,
kategori tersebut mempunyai kode 1. Akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode
tersebut diganti menjadi 0. Kategori hematokrit > 42%, trombosit < 50.000/l, hepatomegali
(ya), dan perdarahan (ya) diberi kode 1. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data, kategori
tersebut mempunyai kode 2 akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode tersebut
diganti menjadi 1. Perubahan kode ini secara otomatis dilakukan oleh software karena pada
saat melakukan perintah analisis regresi logistik, kita melakukan prosedur categorical dan
seterusnya.
Variables in the Equation untuk melihat hasil akhir analisis multivariat.
Dengan metode backward, terdapat dua langkah untuk sampai pada hasil akhir. Pada langkah
pertama, dimasukkan semua variabel. Pada angkah pertama ini, variabel trombosit
mempunyai nilai p (sig) paling besar atau mempunyai nilai RO paling mendekati 1 sehingga
variabel trombosit tidak lagi tercantum pada langkah ke-2.
7. Interpretasi hasil regresi logistik
a. Variabel yang berpengaruh terhadap syok adalah perdarahan, hepatomegali, dan
hematokrit. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}). Kekuatan
hubungan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah hepatomegali (OR = 3,43),
perdarahan (RO = 3,28), dan hematokrit (OR = 3,11).
statistik. Secara klinis, peneliti yang menentukan berapa nilai AUC minimal yang
dianggap memuaskan yang nilainya akan sangat bervariasi bergantung pada substansi
yang diteliti. Apabila secara klinis peneliti tidak dapat menentukan nilai AUC minimal
yang memuaskan, maka penentuannya dapat dilakukan secara statistik. Pada
umumnya, interpretasi secara statistik adalah seperti yang tercantum pada tabel
berikut.
Tabel 10.3 Interpretasi nilai AUC
Nilai AUC
> 50% - 60%
> 50% - 60%
> 50% - 60%
> 50% - 60%
> 50% - 60%
Interpretasi
Sangat lemah
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
BAB XI
ANALISIS REGRESI LINIER
Tujuan
Pembaca mampu melakukan prosedur regresi linier dengan SPSS dan melakukan interpretasi
yagg benar.
Kasus :
Seorang peneliti ingin mengetahui cara yang lebih sederhana untuk menghitung nilai bersihan
kreatinin. Selama ini, untuk menghitung bersihan kreatinin, seorang dokter harus menampung
urine selama 24 jam. Menampung urine selama 24 jam terkadang tidak efisien karena dokter
memerlukan nilai bersihan kreatinin lebih cepat dari 24 jam. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui cara memprediksi nilai bersihan kreatinin dengan menggunakan variabel
kreatinin serum sesaat, berat badan, dan usia pasien. Data disimpan dalam file dengan nama
data_regrelinier.
Variabel
1. Bersihin kreatinin
2. Berat badan
3. Usia
4. Kadar kreatinin serum
Skala pengukuran
Numerik
Numerik
Numerik
Numerik
Satuan
ml/menit
kg
tahun
mg/dl
Pertanyaan :
1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat?
2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?
3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!
4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?
5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?
6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!
7. Setelah dilakukan analisis multivariat:
a. Variabel apa saja yang berpengaruh terhadap bersihan kreatinin? Bagaimana urutan
kekuatan hubungannya?
b. apa persamaan yang diperoleh?
c. bagaimana aplikasi dari persamaan yang diperoleh untuk memprediksi bersihan
kreatinin pasien?
8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh?
Jawab:
1. Uji hipotesis untuk analisis bivariat adalah korelasi pearson.
2. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah koefisien korelasi.
3. Analisis bivariat dengan menggunakan SPSS. Lakukanlah analisis Pearson dan carilah
r untuk tiap-tiap variabel sebagaimana dapat dilihat pada. Bab VII. Apakah hasil yang
Anda peroleh sama dengan tabel berikut?
4. Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi linier karena variabel
terikatnya adalab variabel dengan skala peugukuran numerik
5. Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi linier adalah. variabel yang
pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah umur dan
kreatinin serum.
6. Analisis regresi linier dengan menggunakan SPSS.
Klik Analyze Regression Linier.
Masukan variabel bersihan kreatinin ke dalam Dependent.
Masukan semua vaniabel independen ke dalam Independent
Pilih metode Backward pada pilihan metode.
Proses sudah selesai. Klik OK.
Pada output, periksalah Coefficients.
7. Interpretasi basil regresi linier.
Kreatinin serum seorang pasien adalah sebesar 1,2 mg/dl. Berapakah prediksi nilai
bersihan kreatinin pasien? Dengan menggunakan rumus di atas, kita bisa
memprediksikan nilai bersihan kreatinin pasien tersebut.
Bersihan kreatinin = 118,663 49,510 (kreatinin serum)
Bersihan kreatinin = 118,663 49,510(1,2) = 59,221 ml/menit
Menili kualitas persamaan yang diperoleh.
Kualitas persamaan hasil analisis regresi linier dapat dinilai dengan melihat hasil uji
ANOVA dan Model Summary.
Suatu persamaan dikatakan layak untuk digunakan bila nilai p pada uji ANOVA <
0,05. Pada uji ANOVA ini, nilai p adalah sebesar < 0,001. Dengan demikian, rumus
yang digunakan layak untuk digunakan.
Pada Model Summary, lihatlah nilai Adjusted R Square. Nilai ini mempunyai arti
berapa besar nilai (persen) persamaan yang diperoleh mampu menjelaskan bersihan
kreatinin. Semakin mendekati 100%, maka persamaan yang diperoleh semakin baik.
Pada Model Summary
di atas, Adjusted R Square adalah sebesar 92,3%, artinya persamaan yang diperoleh
mampu menjelaskan bersihan kreatinin sebesar 92,3%. Sebesar 7,7% sisanya,
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
BAB XII
MENILAI SYARAT REGRESI LINER (1)
Tujuan
Pembaca mampu melakukan pengecekan syarat regresi liner dengan menggunakan SPSS dan
melakukan interpretasi yang tepat.
Pada Bab XI telah diuraikan bagaimana melakukan uji regresi linier, bagaimana melakukan
interpretasi, dan menilai kualitas hasil yang diperoleh. Sebenarnya, ada satu tahap yang harus
dilakukan pada analisis regresi linier, yaitu mengecek apakah syarat regresi linier terpenuhi
atau tidak. Apabila syarat regresi linier terpenuhi, maka kita bisa melakukan regresi linier.
Syarat regresi linier dibahas setelah pembahasan regresi linier adalah untuk memudahkan
pemahaman.
Memahami logika persamaan regresi
Untuk memahami syarat regresi linier, kita perlu memahami logika persamaan regresi linier
terlebih dahulu. Syarat regresi linier dapat diketahui dari persamaanya. Pada Bab XI, kita
telah mendapatkan persamaan regresi sebagai berikut.
Bersihan kreatinin = 118,663 49,510(kreatinin serum)
Kita mengetahui bahwa kreatinin serum bukanlah satu-satunya variabel yang bisa
memprediksikan bersihan kreatinin, sehigga rumus yang lengkap adalah sebagai berikut.
Bersihan kreatinin = 118,663 49,510(kreatinin serum) + penjelasan lainnya. Penjelasan
lainnya ini sering kali disebut dengan istilah residu atau error.
Dalam bahasa matematika, persamaan tersebut ditulis:
Y = 118,663 49,510*a + residu
Dalam bahasa matematika yang umum lagi,
y = 0 + 1a + residu
Bila terdapat banyak variabel independen, bahasa matematikanya adalah :
y = 0 + 1a1 + 2a2 + 3a3 + ... + residu
Syarat
Hubungan
dan dependen
independen
Residu
variabel
Kata kunci
Linier
dan
yang
Cara mendeteksi
Membuat grafik scatter plot antara variabel
independen
Normal
dengan
variabel
dependen.
normal
Mean = 0
Independen
residu harus = 0
Membuat korelasi antara residu dengan
Residu
Residu
Residu-variabel
rerata sebesar 0
Residu
tidak
independen
mempunyai korelasi
yang
Watson.
kuat
dengan
variabel independen
Korelasi
residu
dengan
var
Residu-variabel
Konstan
sekitar 2.
Membuat scatter plot antara standardized
independen
Variabel Independen
konstan
Tidak ada korelasi
Autokorelasi
yang
kuat
antara
variabel independen
Dengan melihat grafik scatter ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa syarat linieriti telah
terpenuhi.
Pengujian 2: Residu berdistribusi normal dan mean residu = 0 Langkah-langkah ini telah
Anda pelajari pada Bab II buku ini, yaitu mengenai cara mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Silahkan Anda lakukan langkah-langkah sebagaimana yang dipelajari pada
Bab II. Pada output, akan diperoleh hasil sebagai berikut.
Pengujian 3: Residu mempunyal varian yang konstan
Untuk mengetahui apakah residu mempunyai varian yang konstan, lakukanlah langkahlangkah berikut.
Pilih Graphs.
Pilih Interactive.
Pilih Scatterplot.
Masukan Standardized Residual ke aksis y.
Masukkan Standardized Predicted Value ke aksis x.
Dari grafik tersebut, terlihat bahwa scatter tidak membentuk pola tertentu. Dengan demikian,
syarat varian yang konstan terpenuhi.
Pengujian 4: Residu dan variabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat dan
antarvariabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat
Cara melakukan uji korelasi telah Anda pelajari pada Bab VII buku ini. Lakukanlah langkahlangkah tersebut. Anda akan memperoleh hasil sebagai berikut.
Dengan melakukan prosedur pengujian syarat regresi linier di atas, dapat kita simpulkan
bahwa syarat regresi linier terpenuhi.
Tabel 12.2 Hasil pengujian syarat regresi linier
Komponen
Variabel bebas
dan
Syarat
Hubungan
variabel
Hasil Pengujian
Scatter harus berada di
Kesimpulan
Terpenuhi
terikat
Residu
harus linier
Residu
Terpenuhi
Residu
0,05
Mean = 0
Terpenuhi
Residu-variabel
sebesar 0
Residu tidak
mempunyai
Terpenuhi
independen
Residu-variabel
variabel independen
Residu mempunyai varian
Varian
konstan
independen
yang konstan
tidak
mempunyai
Variabel independen
tertentu
Korelasi antara variabel
mempunyai
scatter
Terpenuhi
pola
Terpenuhi